Anda di halaman 1dari 74

SKRIPSI

GAMBARAN PEMERIKSAAN IMATURE TO TOTAL NEUTROFIL RATIO


(I/T/RATIO)PADAPASIENSEPSIS NEONATORIUM
DI RS HERMINA MAKASSAR

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medik (S.Tr.Kes.) Pada program
Studi D-IV Teknologi Laboratorium Medis, Fakultas Teknologi Kesehatan
Universitas Megarezky

OLEH:

AWALUDDIN AR
NIM : B1D119143

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2020
SKRIPSI
GAMBARAN PEMERIKSAAN IMATURE TO TOTAL NEUTROFIL RATIO
(I/T/RATIO) PADAPASIENSEPSIS NEONATORIUM DI RS HERMINA
MAKASSAR

DESCRIPTION OF CHECKUP IMATURE TO TOTAL NEUTROPHIL RATIO


(I/T/RATIO) IN NEONATAL SEPSIS AT HERMINA MAKASSAR HOSPITAL

AWALUDDIN AR

NIM : B1D191143

Dibimbing Oleh :

Dr. Pratia Paramita,Sp.PK.,M.Kes

Pembimbing I

DR.Joko Widodo,S.Si.,M.Kes

Pembimbing II

Penguji

Idris Mone,S.Si.,M.Kes

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY

MAKASSAR

2020
PERSETUJUAN SKRIPSI

Penelitian ini berjudul “Gambaran Pemeriksaan Imature To Total Neutrofil Ratio


(I/T/Ratio) Pada pasien sepsis Neonatorium di Rs Hermina Makassar”, yang
disusun oleh Saudari Awaluddin AR NIM B1D119143, telah diujikan dalam
seminar Proposal yang diselenggarakan pada hari Senin, {15_02_2021},
karenanya Pembimbing I, pembimbing II dan penguji memandang bahwa
Proposal tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk
menempuh seminar hasil.

PENGUJI :

Idris Mone.,S.Si.,M.Kes ( ………………………. )

PEMBIMBING :

dr. Pratia Pramita.,Sp.PK.,M.Kes ( ………………………. )

DR.Joko Widodo,S.Si.,M.Kes ( ………………………. )

KETUA PRODI :

Nirmawati Angria, S.Si.,M.Kes ( ………………………. )

Makassar, 2022

Diketahui Oleh:

Dekan Fakultas Teknologi Kesehatan

Prof. Dr. Dra. Hj. Asnah Marzuki., M.Si., Apt


NUP. 8879223419
PLAGIARISM SCAN REPORT

SUDAH DIMASUKKAN KE LPPM TETAPI BELUM


KELUAR
2

CURRICULUME VITAE

B1D119143

Program Studi : DIV Teknologi Laboratorium

Medis Alamat : JL. Inspeksi PAM

Orang Tua :

a. Bapak : Usman Balo


b. Ibu : Kartini
Riwayat Pendidikan

a. SD : SDN. Rodja 3 (1998-2004)


b. SMP : SMPN 2 Ende (2004-2007)
c. SMA : SMPN 2 Ende Makassar (2007-2010)
d. DIII : Universitas Indonesia Timur (2011-2014)
Prinsip Hidup : Selalu berjuang dan berdoa

Kesan Disaat Kuliah : Sangat senang mendapatkan ilmu,


pengalaman serta teman- teman baru selama
berkuliah di Universitas Mega Rezky
Makassar
3

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh kegiatan akademik dan khususnya

penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakam laporan lengkap hasil penelitian yang

berjudul “Gambaran Pemeriksaan Imature to Total Neutrofil Ratio (I/T Ratio)di

RS Hermina Makassar”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

terapan pada Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Fakultas Teknologi

Kesehatan Universitas Mega Rezky.

Penyusunan dan penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan dan

dukungan banyak pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Istri tercinta Anisa gesiradja dan dan putri kecil ku Fatihah Elzahra, sebagai

penyemangat dalam menulis skripsi

2. Ayah tercinta Usman Balo Amburinggi, Ibu tercinta Kartini, Istri tercinta

Anisa , Adik-adik tercinta ( Kele, dan Emon ), serta keluarga besar, yang

senantiasa selalu memberikan dukungan berupa doa dan materi.

3. Bapak H. Alimuddin, SH., MH., M.Kn. Selaku Ketua Badan Pembina

Yayasan Pendidikan Islam Mega Rezky Makassar.

4. Ibu Hj. Suryani, SH., MH. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega

Rezky Makassar.
4

5. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mappahya, Sp. PD.Sp.JP (K). Selaku Rektor

Universitas Megarezky Makassar.

6. Prof. Dr. Asnah Marzuki, S.si.,M.Si.,Apt sebagai Dekan FATELKES (

Fakultas Teknologi Kesehatan.

7. Ibu Nirmawati Angria, S.Si.,M.Kes sebagai Ketua Jurusan Diploma IV

Teknologi Laboratorium Medis dan sebagai penasehat akademik. Seluruh

Bapak/Ibu staf pengajar jurusan Teknologi Laboraorium Kesehatan yang

dengan ikhlas telah memberikan sebagian ilmunya melalui kegiatan

perkuliahan dan seluruh staf - senantiasa membantu penyelesaian administrasi

selama penulis menempuh pendididikan.

8. Ibu dr. Pratia Paramita, Sp.Pk.,M.Kes Selaku Pembimbing I yang senantiasa

meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan Proposal Penelitian ini.

9. Bapak DR. Joko Widodo, S.Si,,M.Kes Selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan masukan serta arahan dalam penyusunan

Proposal Penelitian ini.

10. Bapak Idris Mone, S.Si.,M.Kes Selaku penguji utama yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji.

11. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Mega Rezky Makassar.

12. Seluruh Keluarga Mahasiswa DIV TLM “Kelas Alih Jenjang 2019 E” yang

tidak dapat dituliskan satu persatu yang selalu mendukung dan membantu

penulis baik berupa materi maupun motivasi.


5

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Proposal Penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan yang diharapkan. Sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Proposal Penelitian ini.

Akhir kata, semoga Proposal Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan semoga Tuhan melimpahkan kebaikan dan menjadikan segala yang

kita lakukan dan kerjakan sebagai amal ibadah.

Makassar, 2022

Awaluddin AR
6

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gambaran klinis sepsis neonatal…………………………………........10
Tabel 2.2. Pengelompokan fakto risiko ………………………………………....11
Tabel 2.3. Sistem skoring untuk prediksi sepsis neonatus……………...………..12

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan antara respon inflamasi sistemik sindrom (SIRS), sepsis
dan infeksi ............................................................................................................. 6
Gambar 2.2. Sistem imun dalam kehamilan ......................................................... 13
Gambar 2.3Peningkatan kadar PCT yang terus menerus dari keadaan sehat
dan keadaan sakit berat (sepsis berat dan syok septik)…………………………..19
7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... v

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4

C. Tujuan ............................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sepsis Neonatus ................................................... 5

B. Tinjauan Umum I/T Ratio ............................................................... 22

C. Kerangka Konsep ............................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 30

B. Lokasi dan Waktu Rencana Penelitian ........................................... 30

C. Fokus Penelitian .............................................................................. 30

D. Populasi dan Sampel ....................................................................... 30

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 31


8

F. Kriteria Inklusi dan Ekslusi............................................................. 31

G. Definisi Operasional........................................................................ 31

H. Instrumen Penelitian........................................................................ 32

I. Cara Kerja ....................................................................................... 33

J. Alur Penelitian ................................................................................ 34

K. Etika Penelitian ............................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36


9

ABSTRAK

Awaluddin AR B1DI19143, Gambaran Pemeriksaan Imature To Total Neutrofil


Ratio (I/T/Ratio) Pada pasien Sepsis Neonatorium di Rs Hermina Makassar.
dibimbing oleh Pratia Pramita dan Joko Widodo.
Sepsis merupakan kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di
seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi. Sepsis neonatorium adalah sindroma
klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan
yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran. penyebab
utamanya adalah Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis
bayi baru lahir. IT rasio merupakan perbandingan jumlah neutrofil imatur
(neutrofil batang, promyelosit, myelosit,, metamyelosit ) dengan neutrofil total (
neutrofil imatur + neutrofil segmen) dalam 100 lapangan pandang. Jenis
penelitian ini bersifat deskriptif dengan besaran sampel menggunakan 60 Rekam
Medik pasien di Rs, Hermina Makassar yang terkonfirmasi positif terjadi
pertumbuhan pada pemeriksaan kultur darah Dengan pemeriksaan c sebagai
penunjang diagnosa. Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan dalam bentuk
table. Dari hasil penelitian didapatkan sensitivitas pemeriksaan I/T Ratio pada
pasien sepsis neonatus adalah sebesar 61,67%.
Kata Kunci : Sepsis Neonatorium, I/T Ratio, Kultur Darah
10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan utama di negara

berkembang meliputi Indonesia. Infeksi pada bayi baru lahir dan BBLR

masih sangat tinggi di Indonesia. Infeksi sistemik pada bayi baru lahir

merupakan penyebab tersering kematian pada neonatus. National Neonatal

Perinatal Databese 2000, menunjukkan bahwa insiden sepsis neonatus

dilaporkan 38 per 1000 kelahiran, pada pusat layanan kesehatan. Insiden

sepsis neonatus di Indonesia pada beberapa rumah sakit rujukan masih sangat

tinggi, antara 8,76% - 30,29% dengan angka kematian 11,56% - 49,9%.

Insiden septikemia pada bayi baru lahir di Indonesia antara 1,5% - 3,72%

dengan angka kematian 37,0% - 80%. Infeksi dini pada neonatus dapat

disebabkan karena infeksi vertikal dari ibu dengan angka kematian 5-20.

Diagnosis dan deteksi dini harus sesegera mungkin untuk mendapatkan

prognosis terbaik(Wirawati et al., 2016)

Dari Child Health Research Project Special Report: Reducing

perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian

bayi terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan,

tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Morbiditas tetanus

neonatal sudah banyak mengalami perbaikan, tetapi kematian disebabkan

sepsis belum memperlihatkan perbaikan bermakna. Di Negara yang sedang

berkembang, lebih dari setengah kematian neonatus disebabkan oleh sepsis


11

neonatal. Tingginyaangka kematian ini karena banyaknya kendala yang

dihadapi dalam penanganan sepsis neonatus. Hambatan utama dalam

tatalaksana tersebut adalah kesulitan diagnosis dini.

Pemeriksaan Kultur darah merupakan gold standar dalam

penentuan diagnose Sepsis , tetapi hasilnya baru didapat setelah 48 – 72 jam

dan kemungkinan hasilnya dipengaruhi oleh antibiotika yang didapat saat

persalinan, hanya 30 - 40% yang memberikan hasil positip. Septikemia ini

akan menyebabkan disfungsi organ, hipoperfusi, hipoksemia, laktoasidosis.

Kondisi ini pada tahap awal seringkali tidak dapat dikenali / terdiagnosis,

sehingga diperlukan laboratorium penunjang diagnostik. Oleh karena

tingginya angka kematian, maka pengobatan yang adekuat tidak boleh

dilakukan penundaan.

Beberapa parameter lain, dapat digunakan untuk menegakkan

kemungkinan adanya sepsis pada neonatus diantaranya :shift to the left,

Hematology Scoring System, I/T ratio manual, I/T ratio otomatis. Neutrofil

merupakan sel yang terbentuk pertama kali yang mendasari sistem pertahanan

tubuh. Jumlah neutrofil tidak banyak di awal kehidupan bayi. Jumlah

neutrofil bervariasi pada minggu- minggu pertama kelahiran dan terendah

didapatkan pada saat baru lahir (1800 mm3 kemudian meningkat menjadi

7200 mm3 pada 12 jam setelah kelahiran). Adanya infeksi akan menyebabkan

dilepaskannya neutrofil ke dalam aliran darah yang akan diikuti oleh

peningkatan sel darah putih. Jumlah neutrofil relatif sedikit saat baru lahir

dibandingkan orang dewasa. Leukosit (shift to the left) biasanya digunakan


12

untuk menegakkan diagnosis dini infeksi bakterial. Shift to the left

merupakanpeningkatanimaturleukositpadadarahtepiterutamabentukneutrophil

band. Pada infeksi neonatal akan didapatkan peningkatan jumlah neutrofil

sesuai dengan beratnya infeksi.

Immature to Total neutrophil ratio (I/T ratio) adalah salah satu

pemeriksaan, yang dapat membantu diagnosis sepsis pada pasien bayi.

Pemeriksaan ini seperti pemeriksaan apusan darah biasa, yaitu dengan

membuat apusan darah dengan pengecatan Wright atau Giemsa yang

kita baca hitung jenis per 100 leukositnya. Dalam 100 leukosit tersebut

kita hitung berapa jumlah dari masing-masing jenis leukosit.

Perhitungan I/T ratio didapat dari pembagian jumlah netrofil imatuer

oleh jumlah total seluruh bentuk netrofil.

Yang dimaksud dengan netrofil imature disini adalah bentuk

netrofil stab, metamielosit, dan mielosit, sedangkan jumlah total

netrofil adalah keseluruhan jumlah dari semua bentuk netrofil baik yang

imatur dengan segmen. Adanya peningkatan I/T ratio secara tidak

langsung menunjukkan adanya shift to the left dari sebaran hitung jenis

leukosit.

Pemeriksaan I/T Ratiodapat dilakukan sebagai salah satu langkah

diagnosis awal yang tepat untuk sepsis neonatorum, sehinga dapat membantu

klinisi untuk memberikan tata laksana yang adekuat dan menurunkan

mortalitas dan morbiditas bagi penderita sepsis neonatus,hal tersebut yang


13

membuat peneliti tertarik melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan

antara pemeriksaan I/T/ Ratio pada sepsis neonatorium(Bastiana et al., 2006)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah adalah adakahKorelasi Pemeriksaan I/T RatioPada Pasien Sepsis

Neonatorium Di Rs Hermina Makassar

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini Adalah Untuk Mengetahui Gambaran

Pemeriksaan I/T RatioPada Pasien Sepsis Neonatorium di RS Hermina

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai informasi bagi pembaca tentang pemeriksaan I/T

Ratiopada pasien sepsis neonatrorium

2. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan tentang penyakit sepsis neonatorium

3. Manfaat Dalam Pelayanan Kesehatan

a. Membantu klinisi dalam mendiagnosa sepsis neonatorium secara

cepat dan tepat

b. Meminimalisir pemakaian antibiotic yang tidak perlu terhadap pasien

dean dugaan sepsis neonatorium


14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sepsis Neonatus

1. Pengertian Sepsis Neonatus

Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik

akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan yang terjadi pada bayi

dalam 28 hari pertama setelah kelahiran. penyebab utama Bakteri, virus,

jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir.(Sari &

Mardalena, 2016).

Sepsis neonatal merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas baik pada bayi aterm maupun bayi preterm, infeksi aliran darah

bersifat invasif dan ditandai ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti

darah, cairan sumsum tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi pada

bayi berisiko, misalnya pada berat bayi lahir rendah (BBLR), bayi dengan

sindrom gangguan nafas atau bayi lahir dari ibu berisiko. Sepsis merupakan

suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, syok

septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.(Wirawati et al., 2016)

5
Gambar 2.1. Hubungan antara respon inflamasi sistemik sindrom

(SIRS), sepsis dan infeksi. Infeksi tidak selalu disertai dengan respon

inflamasi dan SIRS dapat terjadi tanpa disertai oleh infeksi. Bila SIRS

terjadi bersama-sama dengan infeksi disebut sebagai sepsis.

WHO juga melaporkan case fatality rate pada kasus Sepsis

Neonatorum masih tinggi, yaitu sebesar 40%,sepsis neonatorum sebagai

salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi baru lahir masih merupakan

masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini, sepsis

neonatorum diperberat jika ibu mengalami ketuban pecah dini (KPD),

dinyatakan bahwa72% bayi sepsis berasal dari ibu hamil dengan ketuban

pecah dini (KPD), ketuban pecah dini juga merupakan faktor risiko sepsis

neonatorum menjadi 8,16 kali lebih besar, dan sebanyak 8-10 %

wanita hamil pada usia kehamilan aterm mengalami ketuban pecah dini dan

sebanyak 1-2 % pada usaia kehamilan prematur yang merupakan

penyumbang utama kejadian sepsis neonatorum dan kematianperinatal.(Sari

30
& Mardalena, 2016). Tingginya angka kematian ini karena banyaknya

kendala yang dihadapi dalam penanganan sepsis neonatus. Hambatan utama

dalam tatalaksana tersebut adalah kesulitan diagnosis dini.

Berdasarkan umur dan onset timbulnya gejala, sepsis

neonatorum dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut:

a. Sespis awitan dini (SAD)/Early onset sepsis neonatal

Sepsis neonatorum awitan dini adalah infeksi pada perinatal

yang terjadi cepat setelah lahir (<72 jam setelah lahir).Penyebab

infeksi saluran genital ibu, organisme penyebab diantaranya

Streptococcus group B, Eschericia coli, Listeria non typic,

Haemophilus influenza dan enterococcus. Incidence ratesepsis

neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup

dan 15-50% pasien tersebut meninggal. Infeksi didapatkan dari

pajanan vertikal bakteri yang tinggi ketika proses kelahiran sedangkan

jumlah antibodi pelindung yang masih sedikit (Lissauer dkk, 2009).

Sepsis neonatorum awitan dini memiliki case fatality rate lebih tinggi

daripada awitan lambat. Keterlambatan diagnosis sepsis neonatorum

belum dapat ditangani secara optimal karena tanda-tanda sepsis klasik

pada neonatus yang sulit ditemukan. Hingga saat ini masih belum ada

biomarker tunggal untuk menegakkan diagnosis sepsis, sehingga

upaya untuk memperbaiki kriteria diagnosis masih terus dilakukan.

Standar baku emas dari sepsis neonatorum adalah ditemukannya

bakteri dalam darah melalui pemeriksaan kultur darah, tetapi

31
pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama (2-5 hari) dan tidak

semua bakteri dapat diidentifikasi, disamping banyak fasilitas

kesehatan yang tidak menunjang pemeriksaan ini (Lissauer dkk, 2009;

Purwanto dkk, 2019; Dhara nadiya dewi,2015).

b. Sepsis awitan lambat (SAL)/Late onset sepsis neonatal

Merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang

diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi

nosokomial). Disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal, dengan

angka mortalitas10-20%.(Wirawati et al., 2016). Terjadi dalam jangka

waktu 4–90 hari setelah bayi lahir.Kuman penyebab infeksi ini sering

kali berasal dari lingkungan misalnya Staphylococcus

aureus,Klebsiella, dan Pseudomonas.

Selain bakteri,jamur Candida juga dapat menyebabkan sepsis

pada bayi. Risiko terjangkit sepsis neonatorum tipe ini akan

meningkat apabila Si Kecil menginap di rumah sakit dalam jangka

waktu yang panjang, terlahir prematur, atau terlahir dengan berat

badan rendah.

2. Etiologi

Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap

bakteri mampu menyebabkan sepsis. Berbagai macam patogen seperti

bakteri, virus, parasit, atau jamur penyebab sepsis berbeda-beda antar

negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bakteri gram negatif

merupakan penyebab terbanyak kejadian sepsis neonatorum di negara

32
berkembang (Modi dan Carr, 2000). Perbedaan pola kuman penyebab

sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health

Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat

negara berkembang, yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea, dan

Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat

tersering yang ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus

aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Selain

mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah

Pseudomonas sp, dan Enterobacter sp.(Utara, 2001).

Data etiologi sepsis neonatorum di Indonesia tidak banyak

didapatkan. Bakteri terbanyak yang ditemukan di Divisi Neonatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia – Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo – Jakarta pada tahun

2003 berturut-turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter sp, dan

Pseudomonas sp (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Data terakhir pada bulan Desember 2006 sampai Juli 2007 menunjukkan

Acinetobacter calcoacetius adalah kuman yang paling sering didapatkan

(14,7%), diikuti Staphylococcus epidermidis (6,9%), Enterobacter

aerogenes (4,9%), Pseudomonas sp (3,9%), dan Eschericiacoli (3,9%)

(Juniatiningsih dkk., 2008).

Bakteri penyebab sepsis neonatorum di RSUP Sanglah

Denpasar didominasi oleh bakteri gram negatif (68,3%), terbanyak

adalah Serratia marcescens (23,5%). Bakteri gram positif didapatkan

33
proporsi sebesar 31,7%, terdiri dari Staphylococcus coagulase positive

(16,4%), Staphylococcus coagulase negative (10,2%), dan Streptococcus

viridans (4,6%).(Kardana, 2016)

3. Gejala Klinis

Gambaran klinis sepsis neonatus bervariasi, karena itu kriteria

diagnostik harus mencakup pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan

laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya.

Tabel 2.1 Gambaran klinis sepsis neonatal.

Variabel klinik :

a. Suhu tubuh yang tidakstabil.

b. Laju nadi > 100 x/menit atau < 100x/menit.

c. Laju nafas < 60 x/menit dengan retraksi atau desaturasioksigen.

d. Letargi

e. Intoleransi glukosa (plasma glukosa > 10mmol/L.

f. Intoleransiminum.

Variabel Hemodinamik :

a. Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi.

b. Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1hari).

c. Tekanan sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1bulan)

Variabel perfusi jaringan :

a. Pengisian kembali kapiler/capillary refill > 3detik

b. Asam laktat plasma > 3mmol/L

34
Variabel Inflamasi :
a. Leukositosis (> 34.000 x109/L)
b. Leukopenia (< 5.000 x 109/L)
c. Neutrofil muda >10%
d. Neutrofil muda/total neutrofil (I/T ratio) >0,2
e. Trombositopenia < 100.000 x 109/L
f. C Reactive Protein > 10 mg/dl atau > 2 SD dari nilainormal
g. Procalcitonin > 8,1 mg/dl atau > 2 SD dari nilainormal
h. IL-6 atau IL-8 > 70pg/ml
i. 16 S rRNA gene PCR :positip

Divisi Perinatologi FK UI/RSCM mencoba melakukan

pendekatan diagnosis dengan menggunakan faktor risiko dan

mengelompokkan dalam 2 kelompok yaitu faktor risiko mayor dan minor

Tabel 2.2. Pengelompokan faktor risiko.


Risiko Mayor RisikoMinor
1. Ketuban pecah > 1. Ketuban pecah > 12jam
24jam

35
2. Ketuban pecah > 2. Ketuban pecah > 12jam
24jam 3. Ibu demam saat intrapartum suhu
3. Ibu demam saat >37,50C
intrapartum suhu > 4. Nilai Apgar rendah (menit ke 1 < 5,
380C menit ke 5 : <7)
4. Korioamnionitis 5. Bayi berat lahir sangat
5. Denyut jantung bayi menetap
rendah (BBLSR)
> 160x/menit
< 1500gram
6. Ketubanberbau 6. Usia gestasi < 37minggu
7. Kehamilan ganda
8. Keputihan padaibu
9. Ibu dengan infeksi saluran kemih
(ISK) / tersangka ISK yang tidak
diobati

Tabel 2.3. Sistem skoring untuk prediksi sepsis neonatal:

Penemuan Skor

- Lebih dari 2 sistem organ terlibat 1


(yaituterdapattanda infeksi pada
system pernafasan, gastrointestinal,
hematologi, kardiovaskuler dankuit).
- Jumlah leukosit total < 10.000 atau 1 >
20.000/mm3
- Jumlah neutrofil absolut <1000/mm3 1
- Rasio neutrofil batang : neutrofil matur 1
≥0,1
- Usia > 1minggu 1

36
Pasien ditetapkan sepsis bila terdapat ≥ 2 faktor tersebut, dan hal

ini mempunyai sensitivitas 93 % dan spesifisitas 88 %. Kriteria di atas

juga dapat mendeteksi sepsis neonatus awitan lambat dengan sensitivitas

dan spesifisitas berturut-turut: 88 % dan 74 %.(Wirawati et al., 2016)

4. Patofisiologi

Janin relatif aman selama dalam kandungan terhadap

kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti

plasenta, selaput amnion, korion, dan beberapa faktor anti infeksi pada

cairan amnion. Kemungkinan kontaminasi kuman bagaimanapun juga

masih dapat terjadi melalui tiga jalan (Depkes,2007).

Gambar 2.2. Sistem imun dalam kehamilan (Hunt et al, 2009)

37
Pertama, yaitu pada masa antenatal atau sebelum lahir, kuman

dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus, masuk ke dalam tubuh

bayi melalui sirkulasi darah janin. Kedua, yaitu pada masa intranatal atau

saat persalinan. Ketiga, yaitu pada saat ketuban pecah. Paparan kuman

yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin.

Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat

apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam (Depkes,2007).

Infeksi setelah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi yang

diperoleh (acquired infection), yaitu infeksi nosokomial dari lingkungan

di luar rahim, misalnya melalui alat pengisap lendir, selang endotrakea,

infus, botol minuman. Bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif

seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang

memperhatikan tindakan antisepsis, rawat inap yang terlalu lama, dan

hunian terlalu padat juga mudah mendapat infeksi nosokomial

(Depkes,2007).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang di dalam

menegakkan diagnosis sepsis adalah:

a. KulturDarah

Kultur darah (biakan darah) merupakan baku emas (gold standar)

dalam diagnosis, dan membutuhkan waktu 3-5 hari untuk mendapatkan

hasilnya Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis awitan

dini maupun sepsis awitan lambat.

38
b. PewarnaanGram

Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk

membedakan apakah bakteri penyebab sepsis termasuk golongan

bakteri Gram positif atau Gram negatif. Pemeriksaan atau identifikasi

awal kuman dengan pengecatan gram dapat dilaksanakan di rumah

sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas dan bermanfaat dalam

menentukan diagnosis sepsis sebelum didapatkan hasil pemeriksaan

kultur darah.(Utomo et al., 2021)

Menurut pewarnaan gram, bakteri gram negatif bertanggung

jawab atas 75% sepsis neonatorum yang terbukti dengan kultur (76,9%

EONS dan 74,4%LONS). Coagulase negative staphylococci (CoNS)

mendominasi bakteri gram positif, sedangkan Klebsiella

spp. mendominasi bakteri gram negatif sebagai penyebab sepsis

neonatorum yang terbukti secara kultur. (Utomo et al., 2021)

c. PemeriksaanHematologi.

Langkah diagnosis sepsis pada neonatus meliputi hitung sel

darah putih/WBC (White Blood Cell) dengan diferensiasinya, hitung

trombosit, I/T ratio, Pemeriksaan darah untuk sepsis neonatus: hitung

sel darah putih dan diferensiasinya, hitung neutrofil absolut dan ratio

immature terhadap neutrofil total dalam darah telah digunakan dengan

luas sebagai tes penyaring adanya sepsis pada neonatus, namun tidak

39
satupun dari pemeriksaan ini dapat digunakan dalam menetapkan

penyebab utama sepsis pada neonatus.

d. Procalcitonin (PCT)

PCT adalah sebagai alat diagnostik untuk mengidentifikasi

infeksi bakteri berat dan dapat diandalkan untuk mengindikasikan

suatu komplikasi sekunder akibat inflamasi sistemik pada tubuh,

sebagai petanda diagnosis sepsis bakterial. Jumlah PCT meningkat

dalam kasus sepsis serta reaksi inflamasi sistemik berat yang lain. PCT

lebih dapat diandalkan untuk mengikuti perjalanan penyakit pasien

dalam kondisi sepsis serta reaksi inflamasi berat yang lain jika

dibandingkan dengn parameter lain yang juga meningkat dalam

kondisi tersebut.PCT terdapat juga dalam konsentrasi rendah pada

orang sehat, kadarnya akan meningkat dengan adanya infeksi bakteri

seperti sepsis, meningitis, urethritis dan akan meningkat secera cepat

pada sepsis berat atau syok septik.

Dandona dkk, menemukan bahwa PCT pertama kali dapat

dikenali 4 jam setelah infeksi, sejumlah endotoksin pada orang sehat

yang menyebabkan inflamasi, kadarnya dengan cepat meningkat,

setelah 6-8 jam mencapai plateu dan kembali normal kadarnya setelah

24 jam. PCT secara fisiologis kadarnya meningkat 24-48 jam setelah

40
lahir, dan akan menjadi normal setelah 3 hari. Selain karena infeksi,

kadar PCT akan meningkat pada bayi prematur, hipoksia, RDS

(Respiratory Distress Syndrome), dan instabilitashemodinamik.

Walaupun penetapan kadar CRP telah dipakai secara luas sebagai

indikator infeksi akut, namun peningkatan kadar CRP setelah terjadi

peradangan lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan kadar PCT.

Perbedaan ini dapat dilihat pada nilai CRP akan mulai meningkat 4-6

jam lebih lambat dari pada PCT setelah adanya infeksi dan akan

mencapai puncaknya 36 jam kemudian. PCT akan menurun kadarnya

dalam 24-48 jam setelah mulai pemberian antibiotika, dan kadarnya

akan kembali normal setelah 3 hari, sedangkan CRP kadarnya tinggi

sekurang-kurangnya 24-48 jam kemudian akan menurun. Oleh

karenanya, PCT saat ini dikenal dan bermanfaat sebagai indikator

diagnosis dini terjadinya sepsis pada bayi baru lahir karena meningkat

lebih awal dalam 12 jam kehidupan, dibandingkan dengan CRP, IL-6,

yang juga dapat digunakan untuk mengikuti perkembangan penyakit.

PCT lebih cepat meningkat terhadap rangsangan inflamasi, selain itu,

PCT dapat membedakan infeksi bakteri dan virus.Indikasi pemeriksaan

PCT antara lain :

1) Diagnosis sepsis, sepsis berat dan septiksyok.

2) Differetial diagnosis antara infeksi bakteri dansepsis.

41
3) Evaluasi beratnya infeksibakteri.

4) Monitoring perjalanan penyakit dengansepsis.

5) Evaluasi pemberian antbiotika.

FDA (Food and Drug Association) menyetujui bahwa PCT dapat

digunakan sebagai marker sepsis untuk digunakan secara klinis di

Amerika Serikat (AS). Saat ini FDA mengeluarkan ketentuan sebagai

berikut:

1) PCT > 2 ng/ml, nilai ini bila ditemukan saat hari pertama

di ruang perawatan intensif, menandakan berisiko tinggi

untuk berkembang menjadi sepsis berat atau syokseptik.

2) PCT < 0,5 ng/ml, nilai ini tidak dapat menyingkirkan

kemungkinan adanya infeksi karena infeksi yang

terlokalisir (tanpa SIRS) juga dapat dikaitkan dengan

keadaanini.Bila nilai PCT 0,5 - > 2 ng/ml kemungkinan

besar adanya infeksi bakteri berat. Tetapi pada pasien-

pasien dengan disfungsi ginjal dan hati berat atau setelah

trauma (hari-hari pertama operasi atau trauma) nilai 0,5

ng/ml – 2 ng/ml masih dapat dikatakan sebagai normal.

42
Gambar 2.3Peningkatan kadar PCT yang terus menerus darikeadaan

sehat dan keadaan sakit berat (sepsis berat dan syok septik).

e. C-reactive protein (CRP)

Penggunaan CRP sebagai biomarker sepsis pertama kali

diidentifikasi pada tahun 1930, yaitu saat Tillet dan Francis

menemukan bahwa pada serum pasien pneumonia terdapat protein

yang dapat mempresipitasikan fraksi polisakarida (fraksi C) dari

Streptococcus pneumoniae. Protein ini cepat menurun saat pasien pulih

dan tidak ditemukan pada populasi sehat. C-reactive protein (CRP)

adalah protein fase akut yang dilepaskan oleh sel hati setelah

distimulasi oleh mediator inflamasi seperti IL-6. C-reactive protein

berikatan dengan polisakarida dan peptidopolisaka- rida yang terdapat

pada bakteri, fungi, dan parasit dengan adanya kalsium. Selain itu,

CRP dapat juga terikat pada komponen inti sel pejamu yang apoptosis

atau nekrosis seperti ribonukleoprotein, sehingga berpe- ran pada

pembersihanjaringan.

Konsentrasi CRP serum pada populasi dewasa normal rata-rata

43
ialah 0,8 mg/L (kisaran 0,3-1,7 mg/L) dan <10 mg/L pada 99%

sampel normal. Peningkatan konsen- trasi mulai terjadi 4-6 jam

setelah stimulus, meningkat dua kali lipat setiap 8 jam, dan mencapai

puncaknya pada 36-50 jam. Dengan stimulus yang sangat intens, kon-

sentrasi CRP dapat mencapai 500 mg/L atau lebih dari 1000 kali lipat

nilai rujukan. Setelah stimulus hilang, CRP menurun dengan cepat

karena memiliki waktu paruh 19 jam. Di satu sisi, CRP bisa tetap

tinggi bahkan untuk waktu yang lama jika penyebab yang mendasari

terusberlanjut.

Peningkatan CRP serum dapat ditemukan pada infeksi. Infeksi

bakteri Gram positif dan negatif akut dan sistemik, serta infeksi jamur

sistemik menyebabkan CRP sangat meningkat, bahkan pada pasien

yang imunodefisiensi. Konsentrasi CRP cende- rung lebih rendah pada

infeksi virus akut, meskipun keadaan ini tidak mutlak, karena infeksi

dengan adenovirus, campak, dan influenza kadang-kadang dikaitkan

dengan CRP yang tinggi. Data CRP pada infeksi parasit masih terbatas,

tetapi beberapa penyakit akibat protozoa parasit seperti malaria,

pneumocystosis dan toksoplasmo- sis dapat juga menyebabkan

peningkatan CRP. Pada infeksi kronis seperti tuber- kulosis dan lepra,

CRP abnormal namun biasanya hanya sedikit meningkat. Sensitivitas

CRP sebagai biomarker sepsis adalah 68-92% dan spesifisitas 40-

67%. Spesifisitas CRP rendah karena meningkat juga pada keadaan

inflamasi yang tidak disebabkan oleh infeksi seperti pasca operasi, luka

44
bakar, infark miokard, tumor ganas, dan penyakit rematik. Keter-

batasan ini menyebabkan CRP memiliki peran diagnostik yang rendah.

CRP lebih bermanfaat untuk evaluasi sepsis dan prognosis. Konsentrasi

CRP telah terbukti berkorelasi dengan tingkat keparahan infeksi.

Penurunan cepat konsentrasi CRP dilaporkan berkorelasi dengan

respon yang baik terhadap terapi awal antimikroba pada pasien sepsis,

sehingga CRP menjadi biomarker yang berguna untuk monitoring

respon pengobatan. Sebaliknya, pening- katan CRP pada sepsis

dihubungkan dengan peningkatan risiko kegagalan organ

dan/ataukematian.

Sejak pertama kali diidentifikasi, kualitas pengukuran CRP telah

berkem- bang dengan pesat. Pada mulanya pengu- kuran CRP bersifat

kualitatif, namun hasil pengukuran tidak bermanfaat dalam mem-

bedakan berbagai keadaan penyakit karena hampir semua memberikan

hasil positif. Setelah itu, pengukuran semi kuantitatif dengan cara

aglutinasi latex dikembangkan, tetapi dianggap tidak banyak

memberikan manfaat. Setelah pengenalan yang lebih baik akan

karakteristik biokimia CRP, dikembangkan antibodi monoklonal spesi-

fik CRP dan beberapa metode imunologi seperti enzyme immunoassay,

imuno- turbidimetri dan nefelometri. Metode nefe lometri paling

banyak digunakan karena dianggap akurat, stabil, dan presisi

B. Tinjauan Umum I/T Ratio

1. Pengertian I/T Ratio

45
I/T rasio merupakan perbandingan antara neutrofil imatur dengan

neutrofil total pada sediaan hapus darah tepi. Neutrofil imatur berupa

metamyelocytes, myelocytes, promyelocytes dan myeloblast yang biasa

dijumpai pada keadaan sepsis, sehingga menyebabkan peningkatan rasio

neutrofil immatur dengan neutrofiltotal(Pustaka, 2001)

2. Peranan I/T Ratio Pada Sepsis Neonatorium

Pemeriksaan I/T rasio yaitu dengan menghitung semua bentuk

neutrofil immatur pada sediaan hapusan darah tepi dibagikan dengan jumlah

total neutrofil baik immatur maupun matur, rasio maksimum yang dapat

diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama

kehidupanadalah 0.16. pada kebanyakan neonatus I/T rasio turun menjadi

0,12 pada 60 jam pertama kehidupan.

Philip dan Hewitz (1980) mendapatkan bahwa perbandingan

batang dan total neutrofil lebih besar 0.2 mempunyai sensitivitas sebesar

90% dan spesifisitas 78%. Rodwell et al (1988) sensitivitas I/T ratio 96%

dengan spesifisitas 71%, Monroe dkk (1997) yang menggunakan kriteria

I/T ratio lebih besar dari 0.15 mendapatkan sensitivitas sebesar 89% dan

spesifisitas sebesar 94%. Franz A.R.et al (1999) menggunakan I/T ratio

>0.2 memiliki sensitivitas 89 % dan spesifisitas 82%, Ramaswamy

(2006) menggunakan I/T ratio > 0.2 memiliki sensitivitas sebesar 93.75%

dan spesifisitas 85.48%.13 perhitungan perbandingan imatur dan total

neutrofil ini dapat dipakai sebagai diagnosis dini sepsis neonatorum

dengan biaya murah dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil

46
kultur darah yang memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak

murah, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas

neonatus akibatsepsis.(Pustaka, 2001)

Sumsum tulang merupakan tempat penyimpanan terbesar

neutrofil matur, yang mengandung sekitar 7 kali jumlah neutrofil dalam

sirkulasi. Produksi neutrofil matur memerlukan waktu sekitar 14 hari

pada keadaan normal, tetapi produksi dapat lebih cepat pada keadaan

stres. Peningkatan hitung neutrofil pada keadaan infeksi adalah karena

pelepasan neutrofil dari sumsum tulang. Neutrofil bentuk batang dan

neutrofil matur berfungsi penuh untuk fagositosis, kemotaksis dan

membunuh bakteri.

Neutrofil merupakan sel pertahanan tubuh non spesifik yang

pertama kali mengatasi adanya antigen dengan memfagosit antigen

tersebut.Secara in vivo, proses fagositosis diawali dengan migrasi

neutrofil. Neutrofil menuju jaringan terinfeksi dengan cara merangkak

dan diarahkan oleh suatu kemotaktik faktor (kemoatraktan) sehingga

neutrofil akan bergerak ke arahkonsentrasi kemoatraktan lebih tinggi.

Kemoatraktan yang mengarahkan gerak neutrofil antara lain

adalah produk bakterial, formil-methionil-leucocil- protein (F MLP),

lektin, komplemen C5a, iikalikrein dan faktor Hageman . Setelah berada

di lokasi di mana bakteri tersebut berada, akan terjadi perlekatan antara

bakteri dengan neutrofil. Perlekatan tersebut dipermudah oleh proses

opsonisasi, sehingga opsonin yang mengikat bakteri mudah melekat pada

47
reseptornya di membran neutrofil. Setelah melekat, neutrofil akan

membentuk pseudopodia yang dijulurkan di sekitar bakteri, mengelilingi

bakteri dan berfusi membentuk vesikel vakuola fagosom.

Membran yang menyelimuti bakteri, sedikit-demi sedikit

menjauh dari permukaan membran dan fagosom dimasukkan ke dalam

sel. Bakteri yang berada dalam fagosom selanjutnya dibunuh oleh

mekanisme bakterisidal.Infeksi akan menyebabkan pelepasan neutrofil

dalam sirkulasi, mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil dalam

waktu cepat. Cadangan neutrofil neonatus dalam sumsum tulang lebih

kecil dibandingkan dewasa sehingga pada keadaan sepsis akan cepat

habis. Penurunan jumlah maupun penurunan fungsi neutrofil akan

menyebabkan keadaan imuno compromisedsehingga neonatus rentan

terhadap infeksi. Cadangan neutrofil dalam sumsum tulang terdiri dari

metamielosit, batang, dan segmen. Pada orang dewasa cadangan tersebut

14 kali lebih banyak dibandingkan neutrofil di dalam sirkulasi darah,

namun pada neonatus cadangan tersebut hanya 2 kali jumlah neutrofil

dalam sirkulasi. Akibatnya bila terjadi infeksi bakteri dan sel stem pada

neonatus tidak mampu meningkatkan proliferasi guna memenuhi

kebutuhan neutrofil.(Newman et al., 2010)

Pada keadaan sepsis jumlah leukosit juga dapat meningkat

sampai puluhan ribu. Peningkatan cepat ini dipacu oleh adanya infeksi

yang menyebabkan pelepasan leukosit khususnya neutrofil dari sumsum

tulang dan juga oleh karena kontrol granulosit coloni stimulating factor

48
(GCSF) yang dikeluarkan oleh limfosit dan monosit pada saat

terjadiinfeksi.Sistem granulopoetik pada bayi baru lahir masih belum

berkembang dengan baik. Neutropenia yang ditemukan pada sepsis

neonatorum terjadi karena defisiensi Granulocyte-macrophage colony

stimulating factor (GM- CSF). GM-CSF merupakan regulator fisiologis

terhadap produksi dan fungsi neutrofil. Fungsinya adalah untuk

menstimulasi proliferasi prekursor neutrofil dan meningkatkan aktivitas

kemotaksis, fagositosis, memproduksi superoksida dan bakterisida.Pada

penelitian yang dilakukan

Monroedkk(1997)neutropeniditemukanpada77%kasusyangterbuktiadany

ainfeksibakteri.Disampingitu peningkatan jumlah neutrofil muda banding

neutrofil total berperan sebagai prediktor sepsis padaneonatus.Di

samping perubahan dalam jumlah, terjadi juga perubahan bentuk darisel

neutrophilyaitu adanya peningkatangranuler

toksikatauhipergranulasi,danvakuolisasi.Vakuolisasi pada

sitoplasmaneutrophil merupakan bentuk abnormal yang berhubungan

secara signifikan dengan bakteriemia. Dapat disimpulkan bahwa tanda-

tanda perubahan neutrofil yang dapat membantu menegakkan diagnosis

sepsis adalah peningkatan jumlah batang atau rasio batang dengan total

neutrofil, adanya toksik granuler, vakuolisasi. Penelitian terhadap

neutrofil pada penderita bakteriemi yang dilakukan oleh Zipusky dkk

(1997) mendapatkan bahwa hipergranulasi , dohl bodies dan vakuolisasi

49
masing-masing didapatkan pada 75%, 29%, dan 24% pada pasien dengan

bakteriemi (Zipusky dkk,1997).

Sepsis dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada sistem

hematologi yaitu terdapatnya perubahan baik morfologi maupun jumlah

dari eritrosit, leukosit maupun trombosit. Pada keadaan infeksi dapat

terjadi perubahan jumlah seperti peningkatan jumlah atau justru

penurunan jumlah leukosit. Penurunan jumlah leukosit khususnya PMN

ini disebakan karenapeningkatan destruksi PMN setelah fagositosis

bakteri dan adanya agregasi PMN akibat pengaruh komplemen yang

menyebabkan peredaran neutrofil dalam sirkulasi berkurang.

Sepsis juga menyebabkan terjadinya hemolisis eritrosit yang

pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. Sepsis

dapat juga menyebabkan terjadinya trombositopeni akibat proses

destruksi yang berlebihan dan akibat pemakaian trombosit berlebihan

karena proses DIC serta penekanan pada sumsum tulang. Dari berbagai

bakteri yang menyebkan sepsis, bakteri gram negatif seperti E. coli,

proteus, klebsiella merupkan penyebab tersering

terjadinyatrombositopenia.

3. Cara Kerja Pemeriksaan I/T Ratio

Immature to Total neutrophil ratio (I/T ratio) adalah salah

satu pemeriksaan, di samping darah lengkap dan CRP, yang dapat

membantu diagnosis sepsis pada pasien bayi. Pemeriksaan ini

seperti pemeriksaan apusan darah biasa, yaitu dengan membuat

50
apusan darah dengan pengecatan Wright atau Giemsa yang kita

baca hitung jenis per 100 leukositnya. Dalam 100 leukosit tersebut

kita hitung berapa jumlah dari masing-masing jenis leukosit.

Perhitungan I/T ratio didapat dari pembagian jumlah netrofil imatur

oleh jumlah total seluruh bentuk netrofil.

Yang dimaksud dengan netrofil imatur disini adalah bentuk

netrofil stab, metamielosit, dan mielosit, sedangkan jumlah total

netrofil adalah keseluruhan jumlah dari semua bentuk netrofil baik

yang imatur dengan segmen. Adanya peningkatan I/T ratio secara

tidak langsung menunjukkan adanya shift to the left dari sebaran

hitung jenis leukosit.

I/Tratio =(stab+metamielosit+mielosit)/(segmen+stab+meta

melosit+mielosit)Nilai normal dari I/T ratio adalah <0,2. Nilai di

atas 0,2 menunjukkan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat

atau sepsis, tentunya ditunjang dengan pemeriksaan yang lain baik

itu pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium yang

lain.(Polin et al., 2012).

C. Kerangka Konsep

51
Faktor organisme:
Jenis kuman

Faktor Risiko Ketuban


pecah dini Gejala klinis :
chorioamnitis,BBLR SEPSIS Sesak nafas
Proses persalinan,dll letargi
tachipnoe
demam, dll

Pemeriksaan penunjang
Labratorium

CRP I/T Ratio Darah Rutin Kultur darah

= yang diteliti

52
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif dimana

penelitian ini dilakukan terhadap sekumpulan objek

B. Lokasi dan Waktu Rencana Penelitian

Penelitian ini direncanakan di RS Hermina Makassar. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Oktober sampai bulan Februari 2021

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini berisi pokok permasalahan yang menjadi pusat

perhatian, yaitu akan mengkaji bagaimana Gambaran Pemeriksaan I/T Ratio

pada Sepsis Neonatorium

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Rekam Medik

pasien yang terkonfirmasi menderita sepsis neonatorium yang dirawat di

RS Hermina Makassar. Kriteria inklusi adalah pasien sepsis neonatorum

yang melakukan pemeriksaan rasio I/T dengan kultur darah sebagai gold

standard penegak diagnosis.

53
2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini 60 Rekam Medik yang

terkonfirmasi positif terjadi pertumbuhan pada pemeriksaan kultur darah.

Dengan pemeriksaan I/T Ratio sebagai penunjang diagnosa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diambil oleh peneliti adalah data sekunder, karena diambil

secara tidak langsung atau data yang sudah ada sebelumnya.

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi

a. Pasien terdiagnosa sepsis neonatorum

b. melakukan pemeriksaan rasio I/T dan kultur darah

2. Kriteri Eksklusi

a. Data rekam medis pasien tidak lengkap

b. Pasien bukan sepsis neonatorium

G. Defenisi Operasinal

1. Sepsis adalah kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh

tubuh yang disebabkan oleh infeksi.

2. Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph,

2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama

(Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran (Potter & Perry,

54
2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus adalah bayi

yang lahir 28 hari pertama.

3. Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat

infeksi selama satu bulan pertama kehidupan yang terjadi pada bayi dalam 28

hari pertama setelah kelahiran.

4. Nilai normal dari I/T ratio adalah <0,2. Nilai di atas 0,2 menunjukkan

kemungkinan adanya infeksi bakteri berat atau sepsis.

5. IT rasio adalah perbandingan jumlah neutrofil imatur (neutrofil batang,

promyelosit,myelosit,, metamyelosit ) dengan neutrofil total ( neutrofil

imatur + neutrofil segmen) dalam 100 lapanganpandang.

Gambar 3.1 gambaran serial imatur neutrofil pada sediaan slide darah tepi

a. Myeloblast

• Ukuran sel: 15 - 25m


• Bentuk sel: oval,
kadang- kadangbulat
• Warna sitoplasma: biru,
tanpa halo perinuklear jelas
atau dengan halo dengan halo
perinuklearmelebar
• Granularitas: sitoplasma
nongranular atau
sedikitgranula azurofilik
• Bentuk inti: biasanya oval,
kadang-kadang tidak
teratur, jarangbulat

55
b. Promyelosit

• Ukuran sel: 15 - 30m


• Bentuk sel: oval ataubulat
• Warna sitoplasma: biru muda, dengan halo
jelas,Granularitas: pekat,
• Bentuk inti:oval
• Tipe kromatin: awalkondensasi
• Ratio inti/sitoplasma: sedang,rendah atau
sangatrendah
• Nukleolus: tampak,ukuransedang

c. Myelosit

• Ukuran sel: 15 - 25m


• Bentuk sel: oval ataubulat
• Warna sitoplasma: biru
muda atau merah jambu. halo
tidak terlihat
• Granularitas: banyak
granul azurofilik pekat
danneutrofilik
• Bentuk inti: oval atau
berbentuk ginjal
• Tipe kromatin:
memadatsebagian

d. Metamyelosit

• Ukuran sel: 14 - 20m


• Bentuk sel: oval ataubulat
• Warna sitoplasma:pink
• Granularitas: a few azurofilik
and neutrofilik, different in
number
• Bentuk inti: elongated,
semicircular
• Tipe kromatin:condensed

56
e. Neutrophil batang

• Ukuran sel: 14 - 20m


• Bentuk sel: oval ataubulat
• Warna sitoplasma:pink
• Granularitas: a few azurofilik
and neutrofilik, different in
number
• Bentuk inti:semicircular
• Tipe kromatin:condensed

f. Neutrophil segmen

• Ukuran sel: 14 - 20m


• Bentuk sel: oval ataubulat
• Warna sitoplasma:pink
• Granularitas: a few
azurofilik and neutrofilik,
different in numbergranulation
• Bentuk inti: lobulated
(normally less than 5lobes)
• Tipe kromatin:condensed

H. Instrument Penelitian

1. Rekam medis

yang diambil adalah rekam medis pasien sepsis neonatus periode Maret-

Desember 2020 yang mencakup nama pasien, umur, alamat, hasil kultur

darahdan I/T Ratio, data laboratorium, kondisi umum pasien waktu masuk

dan riwayat penyakit serta lama paien di rawat.

57
2. Statistical Product and Service Solution (SPSS)

Statistical Product and Service Solution adalah software yang dipakai untuk

analisis statistika versi 15.0.

I. Cara Kerja

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi permohonan ijin kepada Program Studi DIV

Teknologi Labortorium Medis Universitas MegaRezky Makassar untuk

melakukan penelitian dengan mengajuan proposal yang telah disusun dan

permohonan ijin kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Makassar.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi pengambilan sampel Rekam Medis secara

purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar

pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

Sampel yang sudah didapat kemudian dilakukan pencatatan rekam medis

seperti alamat pasien, hasil diagnosis.

3. Analisis Data

Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar dan

table.

58
4. Kesimpulan

Kesimpulan dapat dibuat apabila analisis data telah dilakukan dan

merupakan suatu kumpulan hasil yang mewakili penelitian tersebut.

J. Alur Penelitian

Menjelaskan sistematika penelitian dari pengumpulan data,

pengelompokan data, pengolahan data, dan analisa data. Untuk memudahkan

penelitian maka peneliti membuat bagan alur penelitian.

Pengumpulan Data

Pengelompokan Data

Pengolahan Data

Analis Data

K. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan masalah yang sangat penting, mengingat

penelitian berhubungan dengan data yang harus dirahasiakan, Masalah etika yang

harus perhatikan antara lain:

59
1. Tanpa Nama (Anonim)

Masalah etika merupakan masalah yang meberikan jaminan dalam

penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data.

2. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akans dilaporkan pada hasil riset.

60
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Selayang Pandang

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hermina Makassar. Dilakukan

pengambilan datarekam medis di Rumah Sakit Hermina Makassar. Rumah sakit

Hermina mengawali kegiatannya dengan mendirikan “Rumah Sakit Bersalin (RSB)

Hermina” yang terletak di Jl. Raya Jatinegara Barat no. 126, Jakarta Timur, pada

tahun 1985. Semula, Rumah Sakit ini bernama “Rumah Bersalin Djatinegara” dengan

kapasitas 7 tempat tidur, yang didirikan atas prakarsa Ibu Hermina Sulaiman pada

tahun 1967.

Pada tahun 1970, Ibu Hermina Sulaiman bekerja sama dengan Dr. Budiono Wibowo,

seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk mengembangkan fasilitas

pelayanan menjadi 13 tempat tidur. Nama “Rumah Bersalin Djatinegara” pun

berubah menjadi “Rumah Bersalin Hermina”.

Untuk pengembangan Rumah Bersalin ini, pada tahun 1983 dibentuklah “Yayasan

Hermina”. Yayasan ini kemudian mengajukan izin untuk mendirikan rumah sakit,

sehingga pada tanggal 25 April 1985 berdirilah “Rumah Sakit Bersalin Hermina”

secara resmi. Perluasan lahan dan bangunan Rumah Sakit ini terus dilakukan sejak

tahun 1991 hingga akhirnya berkembang menjadi “Rumah Sakit Ibu dan Anak

Hermina Djatinegara”.

61
Sampai dengan sekarang, Rumah Sakit Hermina telah memiliki 42 rumah sakit

dengan kategori Rumah Sakit Umum (RSU) di 31 kota di Indonesia. Delapan RSU

telah berstatus Tipe B dan 32 RSU lainnya termasuk dalam Tipe C, seluruhnya

dengan total 5.627 tempat tidur. Saat ini, 1 Rumah sakit Hermina telah memiliki 1

akreditasi KARS dengan kategori International, 28 Rumah Sakit Hermina telah

memiliki akreditasi KARS dengan kategori Paripurna.

Masa peralihan (1945-1947). Manajemen rumah sakit beralih dari jepang ke

tentara sekutu di bawah kendali tentara hindia belanda di bawah pimpinan dr.Hape

Oomen. Rumah sakit sempat harus menampung para mantan tawanan jepang

(inteneren) dari bangsa, lapisan dan usia. Fasilitas rumah sakit mulai di tata dan di

lengkapi lagi untuk memaksimalkan pelayanan yang di berikan kepada masyarakat.

Salah satu cabang dari RS Hermna adalah RS Hermina Makassar, terletak di

Jl. Toddopuli Raya Timur No 7 Kel. Borong Kec. Manggala, Makassar. RS Hermina

Makassar pertama kali beroperasi pada tahun 2016 di gedung berlantai 5 dengan 50

tempat tidur yang didukung dengan fasilitas KTK. Visi dari Rumah Sakit

Herminayaitu ; “menjadikan Hermina sebagai Rumah Sakit yang tumbuh, sehat dan

terkemuka diwilayah cakupannya dengan unggulan pelayanan kesehatan Ibu dan

Anak dan mampu bersaing di Era Globalisasi”

62
B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Rumah Sakit Hermina mengenai

Gambaran pemeriksaan Imature To Total Neutrofil Ratio (I/T/Ratio) Pada pasien

Sepsis Neonatorium Di RS Hermina Makassar yang dilakukan dengan cara

pengumpulan data sekunder yang berasal dari seluruh data rekam medik di

Laboratorium RS Hermina pada bulan Januari 2020 sampai Desember 2021 dengan

jumlah data rekam medik sebesar 60 pasien, dengan kriteria inklusi yaitu data

pemeriksaan pasien terdiagnosa sepsis neonatorum dan melakukan pemeriksaan rasio

I/T dan kultur darah. Berdasarkan hasil pengolaan data sekunder Laboratorium

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase%


Laki- Laki 24 40
Perempuan 36 60
Total 60 100%
Sumber: data sekunder, 2020 - 2021

Berdasarkan tabel1 diatas, dapat dilihatdata jumlah kasus berdasarkan

jenis kelamin pasien terdiagnosa sepsis neonatorum di RS Hermina dari bulan

Januari 2020 sampai Desember 2021 sebanyak 60 pasien. Pada hasil pemeriksaan

I/T Ratio dari pasien laki- laki memiliki presentasihasil sebanyak 40%, dan hasil

presentase perempuan sebanyak 60%, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah

laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.

63
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumlah Kasus Berdasarkan Umur

Rentang Umur Frekuensi Persentase


0 – 3 hari 21 35 %
>3 hari 39 65 %
Jumlah 60 100%
Sumber: data sekunder, 2020 - 2021

Berdasarkan tabel2 diatas, dapat dilihatdata jumlah kasus berdasarkan

rentang umur Pasien terdiagnosa sepsis neonatorum di RS Hermina,

menunjukkan bahwa sebagian besar pasienyang melakukkan pemeriksaanI/T

Ratioberusia >3 hari sebanyak 39 pasien (65%) dan yang paling sedikit yaitu

pasien berusia 0 – 3 hari yaitu sebanyak 21 pasien (35%).

Tabel 3. Karakteristik Sampel Penelitian


Jumlah Persentase (%)
BBL (gram)
<2500 35 58,33
>2500 25 41,67
Ibu demam
>38oC 3 5
≥37,5 C
o
1 1.63
Tidak demam 56 93.37
Umur kehamilan
Preterm 38 63,33
Aterm 22 36,67
Ketuban Pecah Dini (KPD)
>12 jam 3 5
>24 jam 6 10
Tidak dengan KPD 51 85
Cara persalinan
Pervaginam 40 66,66
Sectio cesaria 18 30
Forceps 2 3,34
Sumber: data sekunder, 2020-2021

64
Berdasarkan tabel3 diatas,dapat dilihatdata jumlah kasus berdasarkan

Karakteristik sampel penelitian Pasien terdiagnosa sepsis neonatorum di RS

Hermina, menunjukkan bahwa sebagian besar pasienyang melakukkan

pemeriksaanI/T Ratio dengan BBL (gram) <2500 sebanyak 35 pasien (58,33%)

dan yang paling sedikit yaitu BBL (gram) >2500 yaitu sebanyak 25 pasien

(41,57%), pasien dengan Ibu Demam >38oC sebanyak 3 pasien (5%), dengan

ibu demam ≥37,5oC yaitu sebanyak 1 pasien (1,63%), dan Tidak demam yaitu

sebanyak 56 pasien (93.37%), pasienyang melakukkan pemeriksaanI/T Ratio

dengan ibu yang Umur kehamilan Preterm sebanyak 38 pasien (63,33%) dan

yang paling sedikit Umur kehamilan Aterm yaitu sebanyak 22 pasien (36,67%),

pasien dengan ibu yang Ketuban Pecah Dini (KPD) >12 jam sebanyak 3 pasien

(5%), dengan waktu >24 jam yaitu sebanyak 6 pasien (10%), dan Tidak dengan

KPD yaitu sebanyak 51 pasien (85%), pasienyang melakukkan pemeriksaanI/T

Ratio dengan ibu yang Cara persalinan Pervaginam sebanyak 40 pasien

(66,66%), ibu yang Cara persalinan Sectio cesaria sebanyak 18 pasien (30%) dan

ibu yang Cara persalinan Forceps sebanyak 2 pasien (3,34%).

Penelitian ini juga menilai jenis-jenis kuman yang sering

menyebabkan sepsis pada neonatus. Bakteri terbanyak yang ditemukan

dari hasil pemeriksaan kultur darah adalah Staphylococc sapropictus,

yaitu sebanyak 12 bakteri (20 %) dari 9 jenis bakteri yangditemukan

Tabel 4. Jenis bakteri yang ditemukan

65
Jenis Bakteri n (%)
Enterobacter aerogenus 4 (6,6)
Enterobacter aglomeras 2 (3,3)
Klebsiella oksitoka 5 (8,3)
Pseudomonas sp 9 (15)
Staphylococcus aureus 5 (8.3)
Staphylococcus epidermidis 10 (16.6)
Staphylococcus sapropictus 12 (20)
Streptococcus pyogenes 7 (11.6)
Streptococcus viridans 6 (10)

Tabel 5. Hasil sensitivitas antibiotic

Jenis Bakteri n (%)


Amikasin 20 (33,3)
Meropenem 25 (41,6)
Amoxyclav 14 (23,3)
Cefotaxim 17 (28.3)
Gentamisin 11 (18,3)
Ampicillin 10(16.6)

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan I/T Ratio

Hasil Pemeriksaan I/T/Ratio Frekuensi Persentase


Normal ( < 0.20) 23 38,33 %
Tidak Normal ( > 0.20) 37 61,67 %
Jumlah 60 100%

66
Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat dilihatdata jumlah kasus berdasarkan

Hasil Pemeriksaan I/T Ratiopasien terdiagnosa sepsis neonatorum di RS Hermina

dari bulan Januari 2020 sampai Desember 2021 sebanyak 60 pasien. Pada hasil

pemeriksaan I/T Ratio dari Normal ( < 0.20) memiliki presentasihasil (38,33%)

dari 23 pasien, dan hasil presentase Tidak Normal ( > 0.20) sebanyak (61,67 %)

dari 37 pasien , maka dapat disimpulkan bahwa jumlah Tidak Normal ( > 0.20)

lebih banyak dari yang Normal ( < 0.20).dengan kata lain sensitivitas

pemeriksaan I/T Ratio terhadap pasien sepsis neonates di RS Hermina Makassar

adalah 61,67%

C. Pembahasan

Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum merupakan penyebab utama

kematian pada neonatus.Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor risiko yang dapat

menyebabkan sepsis bakterialis yaitu meliputi prematuritas, karena bayi prematur

memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya organ-organ tubuh,

sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim. Beberapa masalah yang dapat

ditemui antara lain adalah masalah pernapasan, asupan, resiko perdarahan, dan

infeksi. Bayi prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya sepsis

neonatorum dibandingkan bayi aterm. Disamping itu faktor risiko lainnya yang

menyebabkan sepsis yaitu berat lahir rendah, Respiratory Distress Syndrom (RDS),

tindakan resusitasi yang agresif. Riwayat asfiksia berat mempermudah terjadinya

67
infeksi karena cedera sel akibat hipoksia dan akan memacu respon peradangan. Pada

penelitian ini berat badan lahir rata- rata bayi yang mengalami sepsis yaitu 2299.33

gram. Faktor risiko lain yang juga mempengaruhi terjadinya sepsis yaitu jenis

kelamin. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering

terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan, tapi pada penelitian ini

didapatkan sebaliknya yaitu 24 orang (40%) bayi laki-laki yang mengalami sepsis

dibandingkan bayi perempuan yang berjumlah hanya 36 orang (60%), artinya tidak

terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik terhadap jenis kelamin dengan

angka kejadian sepsis dengan ( P=1.000 ). Penelitian ini sesuai dengan yang

ditemukan oleh Martinhott dkk yang menyatakan bahwa jenis kelamin dan umur

tidak mempengaruhi kejadian sepsis.

Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada bayi. Di

negara yang sedang berkembang macam infeksi yang sering ditemukan berturut-turut

infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis

dan meningitis.

Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan

rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antarsatu negara dengan

negara lain. perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik

yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula

dengan prognosa dan komplikasinya. Baltimore mendapatkan bahwa sepertiga bayi

yang dirawat menunjukan pertumbuhan bakteri pada kulitnya. Hal ini sesuai dengan

penelitian ini bahwa sebagian besar bakteri yang ditemukan yaitu stapilococus

68
epidermidis yaitu sebanyak 10 bakteri (16.6%) dari seluruh bakteri yang ditemukan,

dimana stapilococus epidermidis merupakan bakteri yang ditemukan dikulit.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tifla pada tahun 2004, yang meneliti tentang

bakteriemia pada neonatus: Hubungan Pola Kuman dan Kepekaannya terhadap

Antibiotik Inisial serta Faktor Risikonya di Bangsal Bayi Risiko Tinggi (BBRT)

Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, mendapatkan kuman penyebab utama

bakteriemia pada Neonatus adalah Pseudomonas sp (21,6%), diurutan pertama,

diikuti oleh Enterobacter sp (12,4%) diurutan kedua, kemudian S. epidermidis

(7,2%)dan S. aureus (4,1%). Dalam penelitian ini, diketahui bahwa sebagian besar

kuman penyebab bakteriemia telah mengalami resistensi pada Ampisilin,

Gentamisin, dan Sefotaksim. Berdasarkan hasil pemeriksaan kultur darah dan

sensivitas antibiotik, pada penelitian ini didapatkan bahwa antibiotikyangpaling

sensitif untuk untuk pola kuman di rumah sakit Hermina Makassar adalah

Meropenemyaitu sebanyak 41.6%.

Pola penyebab infeksi senantiasa berubah sejalan dengan kemajuan teknologi.

Demikian juga pola resistensinya yang cenderung berubah sejalan dengan pemakaian

antibiotik. Oleh karena itu pengetahuan tentang pola penyebab, resistensinya dan

faktor risiko perlu terus dipantau sebagai landasan dalam pemilihan antibiotik yang

tepat bagi penderita bakteriemia khususnya pada neonatus. Untuk itu, masih perlu

dilakukan penelitian tentang pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik

penyebab bakteremia pada neonatus di Rumah Sakit Hermina Makassar.

Disebutkan I/T ratio merupakan pemeriksaan yang cukup baik untuk

69
mendiagnosis neonatus yang berpeluang untuk menderita sepsis, oleh karenanya I/T

ratio dapat digunakan sebagai alat diagnosis dini adanya sepsis bakterial pada

neonatus karena I/T ratio memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pada

penelitian ini dari 60 sampel didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas I/T ratio

manual sebesar 61,67%. Hal ini sesuai dengan penelitian Kelly G Nigro,

kemungkinan disebabkan pada saat pengambilan sampel waktunya bervariasi untuk

usia bayi, karena nilai I/T ratio mencapai puncaknya pada 12 jam pertama

kehidupanbayi.leukosit secara rutin sering digunakan untuk menentukan sepsis

akibat infeksi bakterial baik pada bayi, anak atau orang dewasa, bahkan leukosit dan

diferensiasinya, I/T ratio juga digunakan sebagai penyaring adanya sepsis neonatus.

Namun tidak satupun pemeriksaan dapat digunakan dalam penetapan penyebab

utama sepsis neonatus.

Hornick, tahun 1012, dalam penelitiannya dengan menggunakan Complete

Blood Count (CBC) pada sepsis awitan dini mendapatkan bahwa hitung leukosit

yang rendah dan hitung absolut neutrofil dan tingginya I/T ratio berkaitan dengan

odd ratio infeksi sebagai berikut: untuk hitung leukosit odd rationya 5,28%, hitung

absolut neutrofil odd rationya 6,84% dan I/T ratio odd rationya 7,97%.

Kelemahan penelitian ini adalah karena keterbatasan sampel yang memenuhi

kriteria inklusi. Waktu pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan I/T ratio

sebagai data penelitian juga tidak bisa sesuai dengan prosedur yang diinginkan oleh

peneliti, waktu pengambilan sampel pemeriksaan I/T ratio adalah bervariasi.

70
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dalam penelitian ini didapatkan sensitivitas pemeriksaan I/T Ratio adalah

sebesar 61.67% sehinga dapat disimpulkan bahwa Rasio neutrofil imatur dengan

neutrofil total dapat digunakan sebagai screening untuk menegakkan diagnosis

dini sepsis neonaturum karena memiliki nilai sensitivitas yang tinggi serta biaya

yang murah sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada

neonatus.

B. SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah

sampel yang lebih banyak untuk menilai sensitifitas dan spesifisitas I/T rasio

dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Pola

resistensi antibiotik berubah sejalan dengan pemakaian antibiotik, oleh

karena itu masih perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pola kuman dan

pola resistensi antibiotik terhadap kuman penyebab sepsis bakterialis pada

neonatus di Rumah Sakit Hermina Makassar.

71
31

DAFTAR PUSTAKA

Bastiana, Aryati, & Iriani, Y. (2006). IMMATURE TO TOTAL NEUTROPHIL

(I/T) RATIO SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS SEPSIS

NEONATORUM (Immature to Total Neutrophil (I/T) Ratio as Septic

Neonatorum Diagnostic). Indonesian Journal of Clinical Pathology and

Medical Laboratory, 21(3), 73–77. http://journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-IJCPML-12-3-08.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan sepsis

neonatorum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1–85.

Kardana, I. M. (2016). Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik di Ruang

Perinatologi. Sari Pediatri, 12(6), 381.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.381-5

Newman, T. B., Puopolo, K. M., Wi, S., Draper, D., & Escobar, G. J. (2010).

Interpreting complete blood counts soon after birth in newborns at risk for

sepsis. Pediatrics, 126(5), 903–909. https://doi.org/10.1542/peds.2010-0935

Polin, R. A., Papile, L. A., Baley, J. E., Benitz, W., Carlo, W. A., Cummings, J.,

Kumar, P., Tan, R. C., Wang, K. S., Watterberg, K. L., & Bhutani, V. K.

(2012). Management of Neonates with Suspected or Proven Early-Onset

Bacterial Sepsis. Pediatrics, 129(5), 1006–1015.

https://doi.org/10.1542/peds.2012-0541

Pustaka, B. A. B. T. (2001). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis

Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa


32

perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut.

Sari, E., & Mardalena. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

sepsis pada neonatorum di Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang.

Rakernas AIPKEMA, 108–112.

Utara, U. S. (2001). The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001),. 8–26.

Utomo, M. T., Sumitro, K. R., Etika, R., & Widodo, A. D. W. (2021). Current-

proven neonatal sepsis in indonesian tertiary neonatal intensive care unit: A

hematological and microbiological profile. Iranian Journal of Microbiology,

13(3), 266–273. https://doi.org/10.18502/ijm.v13i3.6386

Wirawati, I., Aryati, & Lestari, A. (2016). PLCR-granulosit. PERANAAN

IMMATURE/TOTAL (I/T) RATIO, JUMLAH LEUKOSIT DAN

PROCALCITONIN (PCT) DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS, 1,

63.

Bastiana, Aryati, & Iriani, Y. (2006). IMMATURE TO TOTAL NEUTROPHIL

(I/T) RATIO SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS SEPSIS

NEONATORUM (Immature to Total Neutrophil (I/T) Ratio as Septic

Neonatorum Diagnostic). Indonesian Journal of Clinical Pathology and

Medical Laboratory, 21(3), 73–77. http://journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-IJCPML-12-3-08.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan sepsis

neonatorum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1–85.

Kardana, I. M. (2016). Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik di Ruang


33

Perinatologi. Sari Pediatri, 12(6), 381.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.381-5

Newman, T. B., Puopolo, K. M., Wi, S., Draper, D., & Escobar, G. J. (2010).

Interpreting complete blood counts soon after birth in newborns at risk for

sepsis. Pediatrics, 126(5), 903–909. https://doi.org/10.1542/peds.2010-0935

Polin, R. A., Papile, L. A., Baley, J. E., Benitz, W., Carlo, W. A., Cummings, J.,

Kumar, P., Tan, R. C., Wang, K. S., Watterberg, K. L., & Bhutani, V. K.

(2012). Management of Neonates with Suspected or Proven Early-Onset

Bacterial Sepsis. Pediatrics, 129(5), 1006–1015.

https://doi.org/10.1542/peds.2012-0541

Pustaka, B. A. B. T. (2001). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis

Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa

perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut.

Sari, E., & Mardalena. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

sepsis pada neonatorum di Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang.

Rakernas AIPKEMA, 108–112.

Utara, U. S. (2001). The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001),. 8–26.

Utomo, M. T., Sumitro, K. R., Etika, R., & Widodo, A. D. W. (2021). Current-

proven neonatal sepsis in indonesian tertiary neonatal intensive care unit: A

hematological and microbiological profile. Iranian Journal of Microbiology,

13(3), 266–273. https://doi.org/10.18502/ijm.v13i3.6386

Wirawati, I., Aryati, & Lestari, A. (2016). PLCR-granulosit. PERANAAN


34

IMMATURE/TOTAL (I/T) RATIO, JUMLAH LEUKOSIT DAN

PROCALCITONIN (PCT) DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS, 1,

63.

Bastiana, Aryati, & Iriani, Y. (2006). IMMATURE TO TOTAL NEUTROPHIL

(I/T) RATIO SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS SEPSIS

NEONATORUM (Immature to Total Neutrophil (I/T) Ratio as Septic

Neonatorum Diagnostic). Indonesian Journal of Clinical Pathology and

Medical Laboratory, 21(3), 73–77. http://journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-IJCPML-12-3-08.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan sepsis

neonatorum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1–85.

Kardana, I. M. (2016). Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik di Ruang

Perinatologi. Sari Pediatri, 12(6), 381.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.381-5

Newman, T. B., Puopolo, K. M., Wi, S., Draper, D., & Escobar, G. J. (2010).

Interpreting complete blood counts soon after birth in newborns at risk for

sepsis. Pediatrics, 126(5), 903–909. https://doi.org/10.1542/peds.2010-0935

Polin, R. A., Papile, L. A., Baley, J. E., Benitz, W., Carlo, W. A., Cummings, J.,

Kumar, P., Tan, R. C., Wang, K. S., Watterberg, K. L., & Bhutani, V. K.

(2012). Management of Neonates with Suspected or Proven Early-Onset

Bacterial Sepsis. Pediatrics, 129(5), 1006–1015.

https://doi.org/10.1542/peds.2012-0541

Pustaka, B. A. B. T. (2001). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis


35

Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa

perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut.

Sari, E., & Mardalena. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

sepsis pada neonatorum di Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang.

Rakernas AIPKEMA, 108–112.

Utara, U. S. (2001). The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001),. 8–26.

Utomo, M. T., Sumitro, K. R., Etika, R., & Widodo, A. D. W. (2021). Current-

proven neonatal sepsis in indonesian tertiary neonatal intensive care unit: A

hematological and microbiological profile. Iranian Journal of Microbiology,

13(3), 266–273. https://doi.org/10.18502/ijm.v13i3.6386

Wirawati, I., Aryati, & Lestari, A. (2016). PLCR-granulosit. PERANAAN

IMMATURE/TOTAL (I/T) RATIO, JUMLAH LEUKOSIT DAN

PROCALCITONIN (PCT) DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS, 1,

63.

Bastiana, Aryati, & Iriani, Y. (2006). IMMATURE TO TOTAL NEUTROPHIL

(I/T) RATIO SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS SEPSIS

NEONATORUM (Immature to Total Neutrophil (I/T) Ratio as Septic

Neonatorum Diagnostic). Indonesian Journal of Clinical Pathology and

Medical Laboratory, 21(3), 73–77. http://journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-IJCPML-12-3-08.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan sepsis

neonatorum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1–85.


36

Kardana, I. M. (2016). Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik di Ruang

Perinatologi. Sari Pediatri, 12(6), 381.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.381-5

Newman, T. B., Puopolo, K. M., Wi, S., Draper, D., & Escobar, G. J. (2010).

Interpreting complete blood counts soon after birth in newborns at risk for

sepsis. Pediatrics, 126(5), 903–909. https://doi.org/10.1542/peds.2010-0935

Polin, R. A., Papile, L. A., Baley, J. E., Benitz, W., Carlo, W. A., Cummings, J.,

Kumar, P., Tan, R. C., Wang, K. S., Watterberg, K. L., & Bhutani, V. K.

(2012). Management of Neonates with Suspected or Proven Early-Onset

Bacterial Sepsis. Pediatrics, 129(5), 1006–1015.

https://doi.org/10.1542/peds.2012-0541

Pustaka, B. A. B. T. (2001). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis

Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa

perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut.

Sari, E., & Mardalena. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

sepsis pada neonatorum di Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang.

Rakernas AIPKEMA, 108–112.

Utara, U. S. (2001). The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001),. 8–26.

Utomo, M. T., Sumitro, K. R., Etika, R., & Widodo, A. D. W. (2021). Current-

proven neonatal sepsis in indonesian tertiary neonatal intensive care unit: A

hematological and microbiological profile. Iranian Journal of Microbiology,

13(3), 266–273. https://doi.org/10.18502/ijm.v13i3.6386


37

Wirawati, I., Aryati, & Lestari, A. (2016). PLCR-granulosit. PERANAAN

IMMATURE/TOTAL (I/T) RATIO, JUMLAH LEUKOSIT DAN

PROCALCITONIN (PCT) DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS, 1,

63.

(Utomo et al., 2021)Bastiana, Aryati, & Iriani, Y. (2006). IMMATURE TO

TOTAL NEUTROPHIL (I/T) RATIO SEBAGAI PENUNJANG

DIAGNOSIS SEPSIS NEONATORUM (Immature to Total Neutrophil (I/T)

Ratio as Septic Neonatorum Diagnostic). Indonesian Journal of Clinical

Pathology and Medical Laboratory, 21(3), 73–77.

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-IJCPML-12-3-08.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan sepsis

neonatorum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1–85.

Kardana, I. M. (2016). Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik di Ruang

Perinatologi. Sari Pediatri, 12(6), 381.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.381-5

Newman, T. B., Puopolo, K. M., Wi, S., Draper, D., & Escobar, G. J. (2010).

Interpreting complete blood counts soon after birth in newborns at risk for

sepsis. Pediatrics, 126(5), 903–909. https://doi.org/10.1542/peds.2010-0935

Polin, R. A., Papile, L. A., Baley, J. E., Benitz, W., Carlo, W. A., Cummings, J.,

Kumar, P., Tan, R. C., Wang, K. S., Watterberg, K. L., & Bhutani, V. K.

(2012). Management of Neonates with Suspected or Proven Early-Onset

Bacterial Sepsis. Pediatrics, 129(5), 1006–1015.


38

https://doi.org/10.1542/peds.2012-0541

Pustaka, B. A. B. T. (2001). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis

Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa

perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut.

Sari, E., & Mardalena. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

sepsis pada neonatorum di Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang.

Rakernas AIPKEMA, 108–112.

Utara, U. S. (2001). The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001),. 8–26.

Utomo, M. T., Sumitro, K. R., Etika, R., & Widodo, A. D. W. (2021). Current-

proven neonatal sepsis in indonesian tertiary neonatal intensive care unit: A

hematological and microbiological profile. Iranian Journal of Microbiology,

13(3), 266–273. https://doi.org/10.18502/ijm.v13i3.6386

Wirawati, I., Aryati, & Lestari, A. (2016). PLCR-granulosit. PERANAAN

IMMATURE/TOTAL (I/T) RATIO, JUMLAH LEUKOSIT DAN

PROCALCITONIN (PCT) DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS, 1,

63.
39

LAMPIRAN – LAMPIRAN
40

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian


41

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian


42
43
44

Anda mungkin juga menyukai