Anda di halaman 1dari 77

KARAKTERISTIK IMPLANT FAILURE PADA PASIEN YANG

MENJALANI ORIF PLATE AND SCREW PADA ANGGOTA


GERAK BAWAH DI RSUP HAM MEDAN
TAHUN 2015-2019

TESIS

OLEH :
IRFAN RITONGA
NIM 147117005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
LEMBARAN PENGESAHAN PENELITIAN

Judul Tesis : Karakteritik Implant Failure Pada Pasien Yang Menjalani Orif Plate
And Screw Pada Anggota Gerak Bawah Di Rsup Ham Medan Tahun
2015-2019
Nama Mahasiswa : Irfan Ritonga
NIM : 147117005
Program Studi : Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

dr. Chairindi Siregar, SpOT(K) dr. Aga S Putera Ketaren, Sp.OT (K)
NIP. 19630924 1 198903 1 002 NIP. 19820712 2008011013

DISETUJUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI


ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU

dr. Nino Nasution, SpOT(K) dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K)


NIP. 19681012 199702 1 001 NIP. 19791104 200812 1 002

ii
SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa hasil penelitian akhir:

JUDUL : Karakteristik implant failure pada pasien yang menjalani


ORIF Plate and Screw pada anggota gerak bawah di RSUP HAM Medan tahun
2015-2019
PENELITI : dr. Irfan Ritonga
DEPARTEMEN : Orthopaedi & Traumatologi FK USU
INSTITUSI : Universitas Sumatera Utara

Medan, September 2020


Konsultan Metodologi Penelitian
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK


NIP: 19511202 197902 1 003

iii
Seminar Hasil Tesis Akhir:
Tanggal : 3 September 2020
Penguji :

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK dr. Otman Siregar, SpOT(K)
NIP. 19511202 197902 1 003 NIP. 196904111999031002

Penguji III

dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K)


NIP: 19791104 200812 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen
Orthopaedi dan Traumatologi

dr. Nino Nasution, SpOT(K)


NIP. 19681012 199702 1 001

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya saya dapat
menyelesaikan penelitian magister saya yang berjudul “Karakteristik implant failure pada
pasien yang menjalani ORIF Plate and Screw pada anggota gerak bawah di RSUP HAM
Medan tahun 2015-2019”.
Penelitian ini merupakan karya ilmiah saya dalam rangka menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kepada dr. Chairiandi Siregar, SpOT(K) dan dr. Aga S P Ketaren, SpOT(K)
selaku pembimbing penulisan karya ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan
memacu saya dalam menyelesaikan penelitian akhir ini.
Berkat bantuan berupa bimbingan, dorongan, kerja sama, dan pengorbanan dari
berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu
perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT(K) FICS sebagai Guru Besar Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi, saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas segala
nasehat dan bimbingannya selama saya dalam pendidikan.
Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) sebagai Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik, dan pengajar Bagian Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan, nasehat,
dan teladan yang pernah diberikan.
dr. Nino Nasution, SpOT(K), Ketua Departemen Orthopaedi dan Traumatologi, pendidik
dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan
selama pendidikan.
dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K), Ketua Program Studi Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan
bimbingan yang diberikan selama pendidikan.
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT(K), sebagai Sekretaris Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi FKUSU / RSUP HAM; saya ucapkan terima kasih atas segala nasehat dan
bimbingannya selama saya dalam pendidikan.

v
dr. Aga Shahri Putra Ketaren, SpOT(K), Sekretaris Program Studi Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan
bimbingan yang diberikan selama pendidikan.
dr. Otman Siregar, SpOT(K), dr. Heru Rahmadhany, SpOT(K), dr. Iman Dwi
Winanto, SpOT(K), dr. Andriandi, SpOT(K), dr. Benny, SpOT(K), saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediannya membimbing serta menjadi mentor
selama pendidikan berlangsung.
Prof. DR. dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas kesediaannya meluangkan waktu serta membimbing saya dalam bidang statistik
pada penelitian ini.
Terima kasih kepada Sdri. Soe Santi, Sdri. Evita Sari, dan Sdri. Dinda, Sekretaris
di Tata Usaha Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi FK USU / RSUP HAM, atas
bantuan dan kerja samanya selama saya menyelesaikan penelitian akhir ini.
Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala koreksi, kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan pengetahuan di bidang
ilmu yang saya tekuni ini, sangat saya harapkan. Semoga segala yang saya sampaikan dalam
karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan yang kita cita-citakan.

Medan, September 2020

dr. Irfan Ritonga


NIM 147117005

vi
Curriculum Vitae

Personal data

Name : dr. Irfan Ritonga

Place, date of birth : Kotabumi, 2 Desember 1985

Sex : Male

Address : Perumahan Asoka Asri Blok A no 16, Medan tuntungan

e-mail : itong3369@gmail.com

Marital status : Married

Education

2004-2012 Medical Doctor from faculty of medicine YARSI, Jakarta Pusat


2015-present Orthopaedic and Traumatology training from faculty of Medicine,
Universitas Sumatera Utara

Training
2012 Advanced Trauma Life Support (ATLS)
2019 AO Trauma Course – Basic Principle of Fracture Management (Jakarta,
Indonesia)

Organization

2012 – Now Member of Indonesian Medical Association

vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
NAMA : Irfan Ritonga
NIM : 147117005
Program Studi : Ilmu Kedokteran
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right)
atas disertasi saya yang berjudul :

KARAKTERISTIK IMPLANT FAILURE PADA PASIEN YANG MENJALANI ORIF


PLATE AND SCREW PADA ANGGOTA GERAK BAWAH DI RSUP HAM MEDAN
TAHUN 2015-2019

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk database, merawat, dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari
saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenernya.

Dibuat di Medan
Pada tanggal 7 September 2020
Yang menyatakan,

(Irfan Ritonga)

viii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

KARAKTERISTIK IMPLANT FAILURE PADA PASIEN YANG MENJALANI ORIF


PLATE AND SCREW PADA ANGGOTA GERAK BAWAH DI RSUP HAM MEDAN
TAHUN 2015-2019

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan ujian tertutup ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Universitas
Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas, sesuai norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan
hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia
menerima sanksi akademik dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.

Medan, 7 September 2020


Penulis,

Irfan Ritonga

ix
ABSTRAK

KARATERISTIK IMPLANT FAILURE PADA PASIEN YANG MENJALANI ORIF


PLATE AND SCREW PADA ANGGOTA GERAK BAWAH DI RSUP HAM MEDAN
TAHUN 2015 – 2019
Irfan Ritonga*, Chairiandi Siregar**, Aga S P Ketaren***

*Residen of Orthopaedi & Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP Haji Adam
Malik -Medan
**Konsultan of Orthopaedi and Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP Haji
Adam Malik -Medan
**Konsultan of Orthopaedi and Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP Haji
Adam Malik -Medan

Objektif
Implan orthopaedi merupakan alat mekanis buatan yang dipasang pada sistem
muskuloskeletal manusia yang terkespos dengan sel yang hidup, jaringan, dan cairan biologis
sehingga dapat mengalami suatu kegagalan akibat berbagai macam faktor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karateristik implant failure pada pasien yang menjalani ORIF
Plate and Screw di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Material dan Metode
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian retrospektif dengan pendekatan
kohort. Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan rekam medis
penderita implant failure selama rentang waktu Januari 2015 – Desember 2019. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan pada rekam medik pasien. Data
medis dan demografi yang terhimpun ditabulasi dan disajikan dalam bentuk diagram atau
tabel distribusi frekuensi serta dianalisa secara deskriptif atau tabel distribusi frekuensi serta
dianalisa secara deskriptif menggunakan total sampling.
Hasil
Selama kurun waktu penelitian dijumpai dari data rekam medis RSUP Haji Adam Malik
Medan dijumpai seluruh operasi anggota gerak bawah dari tahun 2015 – 2019 diapatkan
sebanyak 383 operasi dimana terdapat 30 pasien yang mengalami implant failure (7,83%).
Karateriksik jenis kelamin subjek yang mengalami kejadian implant failure sebanyak
perempuan 9 orang (30%) dan laki-laki 21 orang (70%). Karateriksik rentang usia subjek
yang mengalami kejadian implant failure yaitu 11-20 tahun sebanyak 6 orang (20%), 21-30
tahun sebanyak 8 orang (26,7%), 31-40 tahun sebanyak 4 orang (13,3%), 41-50 tahun
sebanyak 5 orang (16,7%), 51-60 tahun sebanyak 6 orang (20%), 61-70 tahun sebanyak 1
orang (3,3%). Karateriksik tahun terjadinya implant failure adalah tahun 2015 sebanyak 9
orang (30%), tahun 2016 sebanyak 7 orang (23,3%), tahun 2017 sebanyak 7 orang (23,3%),
tahun 2018 sebanyak 4 orang (13,3%), dan tahun 2019 sebanyak 3 orang (10%). Distribusi
karateristik lokasi yang mengalami implant failure adalah proximal femur sebanyak 3 pasien
(10%), shaft femur 19 pasien (63,3%), distal femur sebanyak 3 pasien (10%), shaft tibia
sebanyak 3 pasien (10%), distal tibia sebanyak 1 pasien (3,3%), dan distal fibula sebanyak 1

x
pasien (3,3%). Distribusi karateristik jenis implant yang mengalami implant failure adalah
locking plate sebanyak 2 pasien (6,7%) dan non-locking plate sebanyak 28 pasien (93,3%).
Distribusi karateristik waktu pasien yang mengalami implant failure adalah minimum 1 bulan
dan maximum 10 bulan dengan rata-rata 3,5 bulan. Distribusi pennyebab terjadinya implant
failure adalah early weight bearing sebanyak 18 orang (60%), fall slipped 5 orang (16,7%),
dan infeksi sebanyak 7 orang (23,3%). Distribusi karateristik jenis patahan pasien adalah
patah terbuka sebanyak 6 orang (20%) dan patah tertutup sebanyak 24 orang (80%).
Distribusi karateristik pola patahan adalah transverse sebanyak 1 orang (3,3%), oblique
sebanyak 5 orang (16,7%), spiral sebanyak 6 orang (20%), kominutif sebanyak 17 orang
(56,7%), dan segmental sebanyak 1 orang (3,3%). Distribusi karateristik impaln yang
menglami kegagalan adalah plate sebanyak 16 orang (53,3%), dan screw sebanyak 14 orang
(46,7%).
Kesimpulan
Dari hasil studi yang dilakukan, didapati bahwa pasien yang paling banyak terjadi implant
failure berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 30-40tahun. Lokasi pada ekstremitas
bawah yang lebih sering adalah pada shaft femur. Plat yang lebih banyak mengalami kasus
implant failure adalah plat non-locking. Jangka waktu failure dari awal pemasangan dan juga
terjadi failure adalah 3-4 bulan. Penyebab yang sering menyebabkan adalah ketidakpatuhan
pasien dengan instruksi dokter paska operasi. Patah tulang terbuka dan infeksi merupakan
faktor resiko tinggi dapat menyebabkan implant failure.

Kata Kunci
Implant failure, ORIF, plate and screw.

xi
ABSTRACT

CHARATERISTIC OF THE PATIENT WHO HAD ORIF PLATE AND SCREW ON


THE LOWER LIMBS IN HAJI ADAM MALIK MEDAN GENERAL HOSPITAL
Irfan Ritonga*, Chairiandi Siregar**, Aga S P Ketaren***

*Resident of Orthopaedic & Traumatology, Faculty of Medicine University of Sumatera Utara/ Haji Adam
Malik General Hospital-Medan
**Consultant of Orthopaedic and Traumatology, Faculty of Medicine University of Sumatera Utara/ Haji Adam
Malik General Hospital-Medan
***Consultant of Orthopaedic and Traumatology, Faculty of Medicine University of Sumatera Utara/ Haji
Adam Malik General Hospital-Medan

Objectives
Orthopaedic implant is an artificial mechanical device which is installed on the
musculoskeletal system in human and exposed with living cells, tissue, and biologic fluid so
it can be a failure because of various factors. The purpose of this research to determine the
charateristic of patient with implant failure who had ORIF with Plate and Screw in Haji
Adam Malik General Hospital.
Materials and Method
The type of research conducted is a retrospective descriptive with cohort method. This study
was conducted in Medan Haji Adam Malik General Hospital during the period of January
2015 – December 2019. The data used is secondary data taken from the records in the
patient’s medical record. The collected medical and demographic data is tabulated and
presented in the form of a frequency distribution diagram or table and analyzed descriptively
using total sampling.
Results
During the period of research found from the medical record data of Medan Haji Adam Malik
Hospital, there were 383 patients who had operation procedure and found 30 patient with
implant failure (7,83%). The charateristic of patient’s gender is female as many as 9 patients
(30%) and male as many as 21 patients (70%). The charateristics distribution range of age
are11-20 years old as many as 6 patients (20%), 21-30 years old as many as 8 patients
(26,7%), 31-40 years old as many as 4 patients (13,3%), 41-50 years old as many as 5
patients (16,7%), 51-60 years old as many as 6 patients (20%), and 61-70 patients as many as
1 patient (3,3%). The charateristics distribution of years of implant failure occurred on 2015
as many as 9 patients (30%), on 2016 as many as 7 patients (23,3%), on 2017 as many as 7
patients (23,3%), on 2018 as many as 4 patients (13,3%), and on 2019 as many as 3 patients
(10%). The charateristics distribution location of implant failure are on proximal femur as
many as 3 patients (10%), shaft femur as many as 19 patients (63,3%), distal femur as many
as 3 patients (10%), shaft tibia as many as 3 patients (10%), distal tibia as many as 1 patient
(3,3%), and distal fibula as many as 1 patient (3,3%). The charateristics distribution type of
implant who had implant failure are locking plate as many as 2 patients (6,7%) and non-

xii
locking plate as many as 28 patients (93,3%). The charateristic distribution of patient
expriencing implant failure is minimum 1 month and maximum 10 months with average 3,5
months. The charateristics distribution cause of implant failure are early weight bearing as
many as 18 patients (60%), fall slipped as many as 5 patients (16,7%), and infection as many
as 7 patients (23,3%). The charateristics distribution type of fracture are open fractures 6
patients (20%) and closed fractures as many as 24 patients (80%). The charateristics
distribution pattern of fractures are transverse as many as 1 patient (3,3%), oblique as many
as 5 patients (16,7%), spiral as many as 6 patients (20%), comminutive as many as 17
patients (56,7%), and segmental as many as 1 patient (3,3%). The charateristics distribution
of implant failure are plate as any as 16 patients (53,3%) and screw as many as 14 patients
(46,7%).
Conclusion
Based on the study, it was found that the most patients who had implant failure is male in a
range of 30 – 40 years old. The most common location of implant failure on lower extremity
is shaft femur. The most common type of plate is non-locking plate. Range of time of implant
failure is 3 – 4 months. The most common caused of implant failure is disobidient with
doctor’s post operative instruction. Open fractures and infection are the higest risk factor
which caused implant failure.

Keyword
Implant Failure, ORIF, plate and screw

xiii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………. v

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………..... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………........ 2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………..... 2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………………... 3
1.4.1 Manfaat Teoritik………………………………………………………... 3
1.4.2 Manfaat Praktis Langsung…………………………………………........ 3
1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan………………………………………………………………….. 3
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti…………………………………………………... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Jenis implan orthopaedi.......…..………………………………………………….. 5
2.2 Implant Failure..……………………………………………………...........………. 15
2.2.1 Respon Sistem Imun Bawaan terhadap Debris Implan................……….…….. 19
2.2.2 Korosi...............................................................................….…………………… 22
2.2.3 Variasi Metal ……….......………………………………………………………. 23
2.2.4 Friction and wear..........……………………..…………………………………. 23
2.2.5 Infeksi pada implan........……………………..…………………………………. 23
2.2.6 Malignansi.....................……………………..…………………………………. 26
2.2.7 Fraktur insufisiensi........……………………..…………………………………. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian……………………….......………………………………….... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………....……………………………………….... 28
3.3 Populasi Penelitian……………………………………………………………….. 28

xiv
3.4 Sampel Penelitian...................………………………………………………….... 28
3.5 Kriteria Penelitian.........………………………………………………………..... 29
3.6 Definisi Operasional………………………………............…………………....... 29
3.7 Metode Pengambilan Sampel Penelitian...…………………………………….... 30
3.8 Ethical clearance..………………………………………………………………... 30
3.9 Analisis Data.......................................................................................................... 31
3.10 Alur Penelitian....................................................................................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian........................................................................................................ 33
4.2 Pembahasan............................................................................................................. 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan.................................................................................................................. 44
5.2 Saran........................................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 45

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi material implan, survival time dan failre reason...... ...…...……. 17
Tabel 2.2. Pilihan antibiotik sesuai dengan patogen..........……………………….……. 26
Tabel 3.1 Jadwal penelitian..........................................…………...........................……. 32
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik demografi jenis kelamin....................................……. 34
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik demografi rentang usia....................................……. 35
Tabel 4.3 Distribusi karakteristik lokasi yang mengalami implant failure.............……. 35
Tabel 4.4 Distribusi karakteristik jenis implan yang mengalami failure................……. 38
Tabel 4.5 Distribusi karakteristik waktu pasien yang mengalami implant failure..……. 39
Tabel 4.6 Distribusi karakteristik penyebab terjadinya implant failure..................……. 40
Tabel 4.7 Distribusi karakteristik jenis patahan pasien................................................... 41

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian-bagian screw............................................……………………….... 5


Gambar 2.2. Ilustrasi lag screw.....…………………….................................................. 9
Gambar 2.3. Ilustrasi plate kompresi daerah fraktur………..……………………….... 10
Gambar 2.4. Contoh antiglade plate....……………………………………………...… 10
Gambar 2.5. Contoh kasus implan failure pada femur... ..…………………………..... 16
Gambar 2.6. Radiografi dari implan yang mengalami plastic failure.........…………… 16
Gambar 2.7. Radiografi dari implan yang mengalami fatigue failure........…………… 16
Gambar 2.8. Radiografi dari implan yang mengalami implan failure........…………… 18
Gambar 2.9. Skema faktor inflamasi berperan penting dalam patologi respon sitokin
20
terhadap debris implan..................................................................................……………
Gambar 2.10. Patofisiologi, klasifikasi dan algoritma terapi IAFF.........................…… 24
Gambar 4.1 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin........................... 34
Gambar 4.2 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan rentang usia pasien.................. 36
Gambar 4.3 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan lokasi terjadinya implant
failure................................................................................................................................ 37
Gambar 4.4 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan jenis implan............................. 38
Gambar 4.5 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan waktu....................................... 38
Gambar 4.6 Distribusi karakteristik pasien berdasarkan penyebab.................................. 40

xvii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Implan orthopaedi merupakan alat mekanis buatan yang dipasang pada sistem
muskuloskeletal tubuh manusia untuk berbagai keperluan misalnya seperti
menyokong tulang, mengganti tulang atau sendi dan memperbaiki tendon ataupun
ligamen yang rusak. Implan merupakan barang yang unik dikarenakan mereka
terekspos dengan sel yang hidup, jaringan dan juga cairan biologis yang tidak
hanya dinamis tetapi juga terbukti berpengaruh berhasil atau tidaknya suatu
implan.(Sivakumar, 1995, p. 351-354). Keberhasilan suatu implan bergantung
pada beberapa faktor oleh karena itu penting untuk menentukan apakah suatu
kegagalan implan disebabkan oleh implan itu tersendiri ataupun dikarenakan oleh
faktor lain misalnya saja, saat pemasangan implan, kerja sama dan kepatuhan dari
pasien ataupun tingkat penyembuhan dari fraktur. Implant survival adalah waktu
dari saat implan dipasang sampai implan itu gagal.(AK, 2006, p 70-72). Implan
dibuat dari berbagai tipe biomaterial seperti titanium, stainless steel, polymers dan
composite material. Material yang baik harus mempunyai properti yang cukup
baik secara mekanis dan biologis dan meningkatkan resistensi terhadap
korosi.(Stefan, 2014) Suatu implan dikatakan gagal bila tidak mampu menyokong
bentuk anatomis dan harus diangkat sebelum waktunya.(Woo, 2004, p 773-780)
Penyebab kegagalan implan berhubungan dengan kualitas implan,
pengalaman dokter bedah serta kepatuhan terhadap prinsip AO, pemilihan implan
yang tepat untuk jenis fraktur yang tepat dan pelayanan pasca operasi seperti
rehabilitasi dan waktu yang tepat untuk melakukan weight bearing pada pasien
yang dilakukan operasi pemasangan implan orthopaedi. Pasien dengan kegagalan
implan biasa datang dengan nyeri dan deformitas pada kaki yang dioperasi, dapat
berhubungan atau tidak berhubungan dengan trauma yang baru. Implan
orthopaedi meliputi plat, nail, screw, wire dan prosthesis sendi. Jika kualitasi dari
implan ini dibawah standar, maka kemungkinan terjadi kegagalan lebih besar.
2

Studi sebelumnya menjelaskan kemungkinan kualitas dari implan juga merupakan


penyebab utama dari implant failure.(Geetha, 2009, p 397-425)
Berdasarkan studi telah dilakukan terkait kejadian implant failure yaitu yang
dilakukan oleh Onuoha et al, di negara nigeria dalam kurun waktu 10 tahun, dari
535 pasien yang menjalani operasi ORIF, terdapat 15 kasus implant failure
(2,8%). Di negara india terdapat 53 kasus implant failure dari tahun 2011 sampai
2014. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Col AK Sharma et al di india, dari
tahun 2001 sampai 2003 terdapat 41 pasien kasus implan failure yang ada di
poliklinik rumah sakit. Saat ini belum ada data tentang implan failure yang ada di
Indonesia khususnya di kota Medan, maka mendorong penulis untuk meneliti
tentang bagaimanakah karakteristik kejadian implant failure di RSUP HAM pada
tahun 2015-2019.

1.2 Pertanyaan penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan


pertanyaan penelitian sebagai berikut, “Bagaimanakah karakteristik kejadian
Implant failure pada pasien yang menjalani ORIF Plate and Screw pada anggota
gerak bawah di RSUP HAM Medan tahun 2015-2019.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan karakteristik pasien yang mengalami implant failure pada


pasien yang menjalani ORIF plate and screw pada anggota gerak bawah di
RSUP HAM Medan tahun 2015-2019.
2. Untuk melihat tipe implan yang mengalami implant failure
3. Untuk mengetahui faktor-faktor berhubungan pada pasien yang mengalami
implant failure
3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan implant failure di RSUP HAM sehingga kedepannya dapat dilakukan
tindakan yang sesuai.

1.4.2 Manfaat Praktis Langsung

Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan dan penanggulangan faktor –


dalam penanganan pencegahan terjadinya implant failure

1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pemilihan


tindakan dan terapi yang sesuai untuk mengurangi angka implant failure di RSUP.
H. Adam Malik Medan.

1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti

Selain dari suatu proses untuk menyelesaikan program studi, penelitian ini
merupakan pengalaman berharga untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan
dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Implan orthopaedi merupakan alat yang digunakan untuk menggantikan


tulang ataupun untuk menyokong tulang yang rusak. Penggunaan plat metal untuk
imobilisasi adalah salah satu pencapaian yang terbaik di dunia Orthopaedi.
Implant orthopaedi seperti prostesis sendi dan fiksasi internal merupakan implan
yang paling sering dipakai di dunia kedokteran. Implan ini dibuat dari beberapa
macam logam. Dikarenakan angka harapan hidup manusia yang semakin lama
semakin tinggi, implan orthopaedi juga harus dikembangkan agar memiliki masa
hidup yang lebih panjang. Dengan meningkatnya juga angka kecelakaan sehingga
keperluan untuk implan yang baik juga diperlukan sehingga properti biomekanis
dari resistansi korosi/erosi dan juga adaptasi untuk lingkungan biologis juga
penting. Logam seperti cobalt chrome alloy, stainless steel, titanium digunakan
untuk implan karena memiliki adaptasi biologis yang baik, resistensi korosi/erosi
yang baik, kekuatan mekanis dan juga cost-effective.

Implan failure juga dapat menyebabkan komplikasi baru kepada pasien,


membuat proses penyembuhan fraktur menjadi lama dan meningkatkan biaya
pengobatan. Implant failure juga sering menyebabkan re-fracture yang
menganggu penyembuhan fraktur serta mungkin diperlukan operasi
berulang.(Peivandi, 2013, p 478-482)

Implant failure dapat disebabkan oleh gangguan dari alat itu sendiri
ataupun faktor lain seperti proses pembedahan, non-complience patient dengan
edukasi dan juga tingkat penyembuhan (union). Perbedaan kualitas implan juga
diperkirakan dapat mempengaruhi kejadian implant failure. Studi dari negara di
Argentina tahun 2007, kualitas implan yang diproduksi di Argentina tidak setinggi
kualitas implan yang dihasilkan di negara Eropa, Amerika Utara dan juga
Brazil.(Daga, 2007, p 90)
5

2.1 Jenis-jenis Implan Orthopaedi

2.1.1 Screw

Screw memegang peranan penting dalam fiksasi internal. Sebuah screw


terdiri dari bagian kepala, batang, ulir dan ujung. Bagian kepala berfungsi sebagai
tempat kontak dengan obeng dan sebagai penahan saat berbatasan dengan substrat
(tulang, plate, nail, dll). Bentuk heksagonal dan bintang adalah bentuk dari kepala
screw yang paling sering digunakan.

Kepala screw konvensional biasanya berbentuk hemi-spherical sehingga


bisa dimasukan dengan sudut yang bervariasi dan memungkinkan untuk
digunakan dalam kompresi dinamik dengan plate. Saat screw dimasukan langsung
ke tulang (misalnya pada fraktur lengan bawah), lubang masuk idealnya berbentuk
countersink untuk mencegah tonjolan dan yang lebih penting lagi untuk
melebarkan area kontak dari kepala screw, mencegah beban berlebihan pada satu
titik sehingga mencegah terjadinya fraktur iatrogenik pada ujung tulang. Locking
screw memiliki desain yang bervariasi, beberapa memiliki kepala dengan ulir
yang mengunci bila kontak dengan locking end-caps.

Gambar 2.1 - Bagian-bagian Screw


6

Screw konvensional memiliki inti sentral (diukur sebagai diameter inti),


yang menentukan kekuatan torsional sebuah screw. Permukaan heliks yang
mengelilingi inti screw juga berperan sebagai ulir dan diukur sebagai diameter ulir
luar atau sebagai ukuran dari screw. Pitch adalah jarak dari setiap ulir. Semakin
pendek jarak ulir, semakin tinggi kemampuan tarik sebuah screw. Lead adalah
jarak yang ditempuh oleh sebuah screw dalam putaran 360˚. Bila sebuah screw
memiliki ulir tunggal, maka jarak pitch dan lead adalah sama. Batang dari screw
adalah bagian yang halus diantara kepala dan ulir screw. Ulir adalah bagian heliks
dan panjang dari screw didefinisikan sebagai jarak antara kepala dan ujung dari
ulir.

Stabilitas dari sebuah screw ditentukan oleh faktor yang berhubungan


dengan screw itu sendiri atau dari tulang yang terlibat. Dari faktor screw, semakin
panjang sebuah screw, semakin kuat daya tariknya. Sedangkan semakin banyak
jumlah ulir, semakin kuat kemampuannya menahan suatu tulang. Semakin besar
diameter, semakin kuat daya tarik sebuah screw. Semakin dalam sebuah ulir maka
semakin banyak volume tulang yang kontak dengan screw sehingga semakin kuat
daya tariknya.

Dari faktor tulang, semakin tebal densitas suatu tulang maka semakin kuat
daya tariknya. Dari ketebalan kortikal, semakin tebal ketebalannya maka semakin
besar daya tariknya. Bila dua lapisan kortikal dilalui, maka kekuatan sebuah screw
semakin kuat lagi.(Sivakumar, 1995, p 351-354)

Sebuah screw dikatakan gagal/fail bila rusak ataupun kehilangan daya


pegangnya dengan tulang sekitar. Saat kompresi dengan sebuah plate
konvensional, terjadi dua gaya dari sisi yang saling berlawanan dengan kekuatan
yang sama. Bersamaan saat kepala screw bertemu dengan plate, kekuatan tensil
tercipta diantara kepala (dimana terhenti oleh plate) dan ulir screw (yang kontak
dengan tulang dan berusaha maju). Semakin kuat screw melekat, kedua gaya juga
meningkat secara bersamaan, mengimbangi satu sama lain. Bila screw diputar
secara berlebihan, stress tensil pada screw akan melebihi kekuatan dari hubungan
7

tulang dan screw sehingga lepas dan berujung pada hilangnya gaya tensil pada
screw dan plate.

Pada locking screw, tidak ada interaksi antara tensile dan shear. Di saat
screw terkunci di plate, screw akan masuk dalam posisi netral di dalam tulang.
Pada poin ini, kombinasi dari daya kompresif dan shear ditransmisi secara
langsung ke plate via mekanisme locking. Bila diputar secara berlebihan, locking
screw dapat mengalami kerusakan pada bagian leher ataupun tembus memotong
tulang, menyebabkan garis fraktur.

Kegagalan screw dapat terjadi juga pada kondisi beban kecil diberikan
berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang. Mikrofraktur atau osteolisis
bisa terjadi karena infeksi atau beban yang berlebihan, menyebabkan
pengenduran.(Sivakumar, 1995, p 351-354)

2.1.2 Plate

Plate adalah sebatang metal atau biomaterial yang berlubang yang bisa
dimasukan screw, peg atau blade (baik metode locking atau non-locking berbagai
macam desain plate ada dan terus dikembangkan agar spesifik untuk setiap bagian
tulang. Sama dengan implan orthopaedi lainya, plate dapat digunakan untuk
memberikan stabilitas relatif dan absolut pada daerah fraktur, tergantung
bagaimana plate digunakan.(Sivakumar, 1995, p 351-354)

2.1.2.1 Penggunaan plate pada Stabilitas Absolut

Penggunaan metode ini biasanya digunakan pada keadaan dimana reduksi


anatomis diinginkan. Biasanya digunakan pada keadaan:

1. Fraktur Intra-artikular: Penggunaan untuk mendapatkan perbaikan


kongruenitas sendi yang sempurna serta fiksasi yang kuat, mencegah malreduksi
artikuler yang dapat berujung pada fungsi sendi yang buruk serta osteoartritis
sekunder. Contoh: fiksasi pada fraktur maleolus medial, tibia plateau, olekranon
8

atau patella. Pada metode ini, pembentukan kalus dicegah dan tulang sembuh
secara direct cancellous healing.

2. Fraktur diafisis/metafisis: fraktur tipe ini sangat berhubungan dekat dengan


sendi, membuat reduksinya sangat berhubungan dengan fungsi normal sendi.
Contoh: fraktur diafisis lengan bawah dimana reduksi yang salah dapat berujung
pada reduksi dan rotasi dari lengan bawah. Contoh lain pada fraktur ankle yang
melibatkan tulang fibula sehingga malreduksi fraktur ankle atau diastasis dapat
berujung pada gangguan sendi ankle yang permanen. Pada metode ini, formasi
kalus juga dihambat namun tulang kortikal sembuh secara direct healing.

Stabilitas absolut memiliki 2 elemen penting yaitu reduksi anatomis dan


kompresi diantara fragmen. Hal penting lainnya adalah dengan mempraktekkan
stabilitas absolut pada fraktur, dokter juga menentukan jenis penyembuhan tulang
yang diinginkan. Kalus fraktur selalu diinhibisi dengan restriksi gerakan; tulang
korteks akan sembuh dengan penyembuhan langsung (direct healing) dan tulang
spongiosa akan sembuh secara direct cancellous healing. Selain itu, karena
permukaan fraktur terkompresi bersama, tulang itu sendiri akan menyalurkan gaya
pada saat tungkai menahan beban. ‘Pembagian beban’ ini menunjukan bahwa
seluruh kontruksi plate ini kuat karena plate and screw itu sendiri tidak
meneruskan seluruh gaya ke seluruh tungkai.

Kompresi pada lokasi fraktur menggunakan plate dapat dicapai dengan


beberapa cara, antara lain:

1. Lag Technique: dengan over-drilling atau menggunakan screw dengan


thread parsial. Metode ini dapat diperkuat dengan neutralization plate
yang mencegah fraktur berotasi dari screw kompresi.
2. Kompresi dinamik: menggunakan screw konvensional dan eccentric drill-
hole.
3. Pre-bending plates: digunakan pada metode non-locking di fraktur diafisis.
Metode ini dapat mengkompresi bagian korteks yang jauh saat plate
dipasang pada permukaan tulang.
9

4. Screw yang dipasang diluar plate dapat digunakan baik pada articulated
tensioning device atau verbrugge clamp untuk mengaplikasi kompresi
dengan kekuatan besar pada daerah fraktur.
5. Plate dapat memberikan kompresi pada lokasi fraktur atau untuk
menetralisasi kekuatan pada compressive lag screw. Pada saat
menggunakan metode ini, plate dianggap sebagai ‘alat pembagi beban’
karena baik tulang ataupun plate berbagi beban. Plate yang dipasang pada
apeks dari fraktur metafisis dapat berfungsi sebagai buttrest atau antiglide,
secara efektif membuat tulang korteks tertahan, mengkonversi kekuatan
shear menjadi kekuatan kompresif dengan menahan dan mengkompresi
apeks fraktur.
6. Saat dipasang pada bagian konveks fraktur, plate dapat berfungsi sebagai
tension band. Saat menahan beban, plate mengkompresi sisi berlawanan
(konkaf) dari tulang. Contoh: pemasangan plate pada asetabulum atau
batas radial dari kolum radius. Dengan memasang plate pada sisi fraktur
yang berada dibawah tekanan, seluruh konstruksi dapat menjadi 200 kali
lebih kuat, dibandingkan bila plate dipasang pada sisi tulang yang
mengalami kompresi.(Sivakumar, 1995, p 351-354)

Gambar 2.2 - Ilustrasi lag screw digunakan untuk mengkompresi fraktur oblique dan
mendemonstrasikan pengeboran untuk pemasangan screw. Dengan over-drilling bagian
proksimal dari korteks, lag screw dapat menkompresi daerah fraktur.
10

Gambar 2.3 - Ilustrasi bagaimana plate dapat digunakan untuk mengkompresi daerah
fraktur.

Gambar 2.4 - Contoh dari antiglide plate.

2.1.2.2 Penggunaan Plate pada Stabilitas Relatif

Metode ini digunakan pada situasi dimana formasi kalus lebih diutamakan
dibandingkan dengan akurasi reduksi. Plate dapat digunakan pada bridging mode
sehingga saat menahan beban terjadi sedikit gerakan yang dapat menginduksi
terjadinya pembentukan kalus. Plate menyalurkan mayoritas beban ke tungkai
sehingga dapat bengkok saat menahan beban. Pada metode ini pembentuk kalus
terjadi dengan cepat, fraktur sembuh dengan cepat. Kekurangan dari metode ini
11

antara lain diperlukanya peran weight bearing sehingga mungkin terjadi fatigue
fracture.

Penggunaan angle-stable locking screws pada terapi fraktur metafisis


kominutif meningkatkan peran dari plate karena kemampuanya menahan tulang
metafisis, bahkan pada kondisi osteoporosis sekalipun lebih baik dibandingkan
dengan screw konvensional.(Sivakumar, 1995, p 351-354)

2.1.2.3 Plate Failure

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan kegagalan pada fungsi plate,


antara lain:

1. Plate melengkung: beban yang berlebihan pada plate yang melebihi


kapasitas elastis dari plate itu sendiri dapat menyebabkan plate
melengkung.
2. Fraktur plate: kekuatan bending yang melebihi batas fatigue dari plate itu
sendiri dapat menyebabkan plate failure. Kekuatan bending dibawah batas
fatigue dapat ditahan tanpa batas tertentu.
3. Construct pullout: non-locked screw dapat longgar dan gagal secara
individual, dimana locked screw harus pull-out en masse atau membuat
fraktur tulang di tempat mereka ditanam.
4. Screw head failure: bentuk kepala screw yang berbentuk heksagonal atau
bintang menjadi berubah karena kekuatan pemasangan yang berlebihan
atau posisi dari obeng yang tidak benar sehingga pemasangan screw lebih
dalam tidak memungkinkan.(Sivakumar, 1995, p 351-354)
12

Gambar 2.5 - Contoh kasus implan failure pada femur. (Col, 2006, p 70-72)

2.2 Jenis material implan

Stainless steel versus titanium

SS dan Ti merupakan logam yang cukup sering digunakan pada operasi


orthopaedi. Kedua logam ini banyak digunakan pada operasi Orthopaedi dan
memiliki tingkat kepuasan mekanis dan juga biokompatibilitas yang baik.
Penggunaan stainless steel pada operasi dimulai pada awal era fiksasi fraktur dan
juga perkembangan dari implan dimulai. Hal ini sudah dipakai dalam berpuluh-
puluh tahun pada berbagai area di tubuh manusia. Salah satu keuntungan dari
penggunaan stainless steel adalah cost effectiveness.(Hayes, 2010, p 843-853)
Stainless steel juga lebih kaku diandingkan titanium. Screw stainless steel lebih
13

mudah dipegang dan lebih mudah untuk menghindari overtorqing plat. Stainless
steel lebih mudah dibentuk dibandingkan titanium.(Disegi, 2010, p 843-853)

Titanium dikenal sebagai material yang biokompatibel dengan


menggunakan mekanis yang baik pada operasi orthopaedi dan cegah korosi. (Serhan,
2004, 3779-387). Titanium memiliki efek toksisitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan logam lain. (Hol, 2008, p 161-169). Titanium diperkirakan
lebih resistent korosi dibandingkan dengan stainless steel yang lebih rentan pada
korosi. Titanium memiliki toleransi yang cukup tinggi pada stress loading and
fatigue dibandingkan dengan stainless steel. Stainless steel memiliki permukaan
implan yang lebih mulus dan mendukung fibroosteointegration.(Hayes, 2010, p
843-853)

Permukaan mulus dari logam stainless steel mendukung pembentukan


kapsul yang terisi cairan pada implan dan mencegah terbentuknya soft issue
ingrowth. Permukaan kasar dari titanium dapat menyebabkan komplikasi
iatrogenik. Implan titanium dapat menyebabkan pertumbuhan ingrowth soft tissue
misalnya tendon dan dapat bermasalah sewaktu pencabutan implan. (Jacobs,
1998)

Korosi adalah suatu proses yang meliputi semua permukaan dari implan
ataupun beberapa bagian saja / proses lokal. Aspek mekanis ditandai oleh
akumulasi gaya pada daerah yang mendapat beban secara berulang. Aspek
elektrokimia meliputi 3 bagian yaitu crevice, pitting, and galvanic corrosion.
Crevice corrosion adalah bentuk korosi pada daerah tertentu yang ditandai oleh
konsentrasi oksigen dan elektrolit yang terbatas. Jenis ini sering terjadi diantara
screw dan plat biasanya pada hubungan dari kepala screw dan lubang pada plat.
Pitting corosion terjadi pada oernukaan implan dikarenakan oleh kerusakan pada
passive film barrier dari implan. Galvanic corrosion terjadi pada efek pada
perbedaan potensial dari logam dengan potensial elektrokimia yang berbeda yang
berlokasi berdekatan pada solusi elektrolitik. (Jacobs, 1998) (Hol, 2008, p 161-
169).
14

Dokter orthopaedi ragu-ragu untuk menggabungkan stainless steel dan


titanium karena ditakutkan terjadi komplikasi. (Fansworth, 2014) Hal yang
penting untuk diawasi adalah kombinasi dari logam yang berbeda adalah korosi
galvanic. Resistensi korosi dari implan mempengaruhi performa, ketahanan dan
juga biokompatinilitas metalnya. Logam yang berhubungan dengan sistem
biologis akan mengalami korosi. Berhati-hati akan korosi yang terjadi saat
menggabungkan logam di dalam tubuh manusia – lingkungan biologis yang aktif
dikarenakan diperkirakan bahwa tubuh manusia bukan tempat yang cocok untuk
logam. Logam yang masuk ke dalam tubuh manusia terbenam dalam cairan
jaringan. Cairan jaringan membuat sistem elektrolitik, dengan suhu tertentu dapat
memulai terjadi proses korosi. Cairan jaringan menggandung oxygenated saline
electroylte dengan pH sekitar 7.4 dan suhu yaitu 370C. Kondisi lokal ini
mengakselerasi logam untuk korosif. (Bundy, 1994, p 139-251) (Hallab, 2001)

Degradasi metal pada tubuh manusia membuat implikasi yang serius.


Alasan utama untuk dekomposisi dari logam adalah korosi dan degenerasi
mekanis dari strukturnya. Proses korosi ini terjadi in vivo, mengarah pada
kerusakan pada implan dan juga efek samping dari jaringan lokal. Proses korosi
dan ion logam yang lepas dari logam melemahkan properti implan dan dapat
mengarah ke aseptic loosening dan kegagalan stabilisasi. Akumulasi dari produk
korosi memiliki dampak periprosthetic bone loss. Ion yang dilepaskan saat proses
korosi dapat mengikat protein untuk membentuk kompleks dan dapat
mengaktivasi sistem imun. Kompleks ion-protein transport ke aliran darah pada
organ penting dan sebagai konsekuensi dapat menyebabkan implikasi sistemik
yang beragam. Ion logam terhubung ke protein dapat bermigrasi ke hati, spleen,
lymp node. Implan stainless steel melepaskan ion logam yang dapat menyebabkan
toksisitas pada vaskular, reproduksi, imun dan juga sistem lainnya. Ion Ni dari
stainless steel implan merupakan allergen kuat. Logam yang sering sebagai
sensitisasi adalah beryllium, nickel, cobalt, chromium. Nikel merupakan sensitizer
yang paling sering dijumpai. (Serhan, 2004, p 379-387) (Jacobs, 1998) (Acevedo,
2013)
15

Biokompatibilitas, tidak ada rekasi dari benda asing, desain yang cocok,
implan yang diproduksi baik, stabilitas biomekanis yang baik (stres, shielding),
properti biomaterial dan resistensi pada pemakaian implant, aseptic loosening,
resistensi korosi, bioaktivitas dan juga osteokonduksi adalah hal yang
fundamental untuk pemakaian implan orthopaedi. Osseointegrasi adalah
hubungan struktural dan fugnsional langsung antara living bone dan permukaan
load carrying implant. Setelah implant dimasukan ke tulang, inflamasi terjadi
yang diikuti dengan hematoma terjadi kemudian terjadilah reaksi kompleks yang
berkembang bersamaan dari sisi tulang dan dari bagian implan. Pada permukaan
tulang, dapat terjadi aktivasi platelet. Revaskularisasi terjadi, sel mesenkim dan
osteoblast dapat berploriferasi dan melekat pada permukaan material tulang yang
baru. Sintesis protein dan komposisi faktor lokal akan menyokong proses
integrasi. Pada permukaan implan, biomaterial metalik akan mengalami oksidasi.
Osteoblast akan melekat dan sel osteogenik akan tertampung pada permukaan
implan. Mengikuti proses yang terjadi, osteoblas akan menyimpan matrix
kolagen. Matrix kolagen akan membentuk formasi tulang woven yang akan
berubah menjadi tulang lamellar. Proses ini dapat berjalan bisa dari permukaan
tulang ke permukaan implan (distance osteogenesis) atau juga dari implan ke
healing bone (contact osteogenesis atau new bone formation) (Rahyusalim, 2016)

2.2 Implant Failure

Implant failure atau kegagalan implan didefinisikan suatu implan yang


harus dilepas sebelum waktunya. Beberapa implan lebih sering mengalami
kegagalan dibandingkan jenis implan lainnya tergantung dari lokasi dan usia dari
pasien.1 Implan metal bisa mengalami kegagalan dipengaruhi oleh beberapa
faktor; (1) defek dari pabrik, (2) pemilihan jenis implan yang tidak sesuai dengan
tujuan, (3) akumulasi beban akibat posisi pemasangan implan yang tidak benar.
Selain itu ada keadaan lain baik medis dan non-medis yang berujung pada
kegagalan implan seperti korosi, infeksi dan malignansi. (Col, 2006, p 70-72).
Kegagalan implan dibagi menjadi 3: plastic, brittle, fatigue failure. Plastic failure
adalah dimana implan gagal untuk mempertahankan bentuk yang menyebabkan
16

kegagalan implan. Brittle failure adalah tipe implant failure yang jarang, biasanya
disebabkan oleh adanya defek pada desain atau implan. Fatigue failure terjadi
sebagai hasil dari trauma berulang pada implan. (Sivakumar, 1995, p 351-354)

Gambar 2.6 - Radiografi dari implan yang mengalami plastic failure (Bunyamin,
2004)
17

Gambar 2.7 - Radiografi dari implan yang mengalami fatigue failure


(Bunyamin, 2004)

Penyebab terjadinya implant failure berhubungan dengan kualitas implan,


pengalaman dokter bedah, serta kaitannya dengan prinsip tatalaksana fraktur oleh
AO, yaitu pemilihan jenis implan yang adekuat untuk jenis fraktur yang berbeda
serta pelayanan post-operatif. Penelitian oleh Sanaullah menjelaskan bahwa
implant failure merupakan hasil kombinasi dari kualitas implan, pemilihan
implan, kualitas fiksasi, geometri fraktur, dan pelayanan post-operatif. Selain dari
kualitas implan, pemilihan implan untuk jenis fraktur tertentu serta teknik
aplikasinya memegang peranan penting. Contohnya, ketika melakukan fiksasi
pada diafisis tulang panjang dengan menggunakan DCP (dynamic compression
plate), delapan korteks harus ditembus baik pada fragmen proksimal, maupun
pada fragmen distal. Sebagai tambahan, teknik kompresi harus digunakan
sehingga tidak ditemukan gap pada tempat fraktur. Teknik ini mungkin tidak
dapat diaplikasikan pada fraktur dengan konfigurasi spiral atau oblique. Moy
(2005, p 569-577). Penyebab kegagalan implan yang paling sering menurut studi
aksakal et al adalah stress, corrosion fatique dan wear. Faktor lain yang
18

mempengaruhi implant failure adalah produksi yang eror, existence of inclusions,


stress gaps dari maunfactoring route, loosening dari implant material karena
gagalnya osseointegration

Tabel 2.1 - Komposisi material implan, survival time dan failure reason
(Bunyamin, 2004)
19

Gambar 2.8 - Radiografi dari implan yang mengalami failure (Bunyamin, 2004)
20

2.2.1 Respon Sistem Imun Bawaan Terhadap Debris Implan

2.2.1.1 Makrofag

Respon inflamasi terhadap debris implan diketahui memiliki peran


terhadap reaktivasi makrofag. Penelitian terbaru menunjukan respon makrofag M1
terhadap debris implan hingga mengaktivasi mediator proinflamasi pada sel-sel
disekitar implan. Diketahui juga bahwa makrofag yang berinteraksi dengan
implan akan memproduksi sitokin, IL-1α, IL-6, IL-10, IL-11, IL-15 dan TNF-α,
GM-CSF, M-CSF dan beberapa growth factor. Tidak semua proses faktor
inflamasi terhadap implan dimengerti dengan jelas, M-CSF mengaktivasi
osteoklas dan sel-secara langsung sedangkan IL-1, IL-6 dan TNF-α mengaktivasi
osteoklas melalui perantara osteoblas dan sel-sel lainya. Ekspresi chemokine oleh
makrofag , fibroblas dan osteoblas yang kontak dengan implan juga merupakan
respon imun bawaan yang berperan penting dalam respon inflamasi terhadap
implan. Migrasi makrofag dan osteoklas ke daerah sekitar implan berujung pada
peningkatan osteolisis.
21

Gambar 2.9 - Skema bagaimana faktor inflamasi berperan penting dalam patologi
respon sitokin terhadap debris implan

2.2.1.2 Respon Tulang

2.2.1.2.1 Osteoklas

Peran osteoklas sangat penting dalam proses osteolisis, mereka adalah sel
absorbsi tulang utama dan derajat aktivasi osteoklas ini sangat bervariasi
tergantung pada jalur patologi setiap penyakit. Peran sel lain (seperi makrofag)
dalam osteolisis masih belum jelas. Sitokin seperti TNF-α juga diketahui berperan
penting dalam osteolisis, namun hubungan langsung dengan osteoklas masih
menjadi perdebatan. Diketahui bahwa MNGC mengekspresi markers yang juga
22

diekspresi oleh osteoklas, terutama pada jaringan diantara tulang dan implan,
bukan pada daerah disekeliling implan. Osteoklas juga diketahui dapat
memfagositosis ceramic, polymeric dan bahan metal.

2.2.1.2.2 Osteoblas

Osteoblas distimulasi oleh partikel debris implan dan memproduksi faktor


osteoklas genesis RANKL, M-CSF dan sitokin lain seperi IL-6 dan IL-8. Studi lai
juga mengatakan bahwa peningkatan ekspresi VEGF yang diinduksi oleh partikel
debris implan menekan produksi kolagen tipe 1 serta meningkatkan ekspresi
matrix metalloproteinase 1 (MMP-1).

2.2.1.3 Respon Jaringan Lunak

Fibroblas

Se fibroblas juga berperan penting dalam osteoklasgenesis dan resorpsi


tulang. Produksi dari sel fibroblas yang paling prominen dalam responya terhadap
debris partikel implan adalah MMP-1, MCP-1, IL-1β, IL-6, IL-8, COX-1, COX-2,
faktor penghambat leukimia, dan reseptor TGFβ1 tipe 1. Fibroblas yang
terstimulasi akan mengekspresi RANKL dan osteoprotegerin.

2.2.1.4 Respon Imun Adaptif

Limfosit

Diketahui bahwa sel limfosit T dan B ditemukan pada jaringan sekitar


implan. Keterlibatan respons limfosit spesifik dari sel TH1 yang juga dapat
mengaktifkan makrofag menunjukan bahwa peran respon imun adaptif dapat
diabaikan/false positive (dalam beberapa kasus) karena bias dari respon imun
23

bawaan nonspesifik. Cukup sulit untuk mengidentifikasi respon sel limfosit pada
daerah sekitar implan karena banyaknya sel inflamasi bawaan seperti IL-2, TNF-α
dan reseptor IL-2. Respon sel TH terhadap debris implan metal merupakan respon
adaptif yang lambat (hipersensitivitas tipe IV). Debris metal implan mensensitasi
dan mengaktifasi DTH sel T dan melepaskan berbagai sitokin yang mengundang
makrofag seperti IL-3 , GM-CSF, MCAF,TNF-β dan MIF. Aktivasi makrofag
dapat meningkatkan MHC tipe 2 dan IL-2 yang kemudian memanggil lebih
banyak makrofag, dan tanpa adanya sel T-regulator yang menginhibis, siklus
respon inflamasi ini berjalan terus menerus. Respon sel DTH juga dapat
mengabitkan kerusakan jaringan yang cukup luas. Beberapa tes sensitivitas metal
seperti tes transformasi limfosit (LLT) dan patch testing (untuk reaksi kulit)
adalah satu-satunya cara untuk mendiagnosis/memprediksi individu yang
memiliki respon imun yang berlebihan terhadap paparan metal, sehingga riskan
untuk mengalami kegagalan implan yang prematur. (Col, 2006, p 70-72)

2.2.2 Korosi

Korosi tidak dapat dihindari kecuali implan yang dipasang dilapisi dengan
lapisan protektif seperti lapisan oksida. Pada stainless steel dan cobalt-chromium,
komponen chromium berperan dalam membentuk lapisan oksida. Pada titanium,
elemen logam itu sendiri yang membuat lapisan oksida. Implan yang digunakan
dalam tindakan orthopaedi jarang mengalami korosi kecuali terdapat kerusakan
pada lapisan pelindung, hal ini bisa terjadi akibat kerusakan abrasif atau keretakan
pada permukaan karena fatigue failure. Bahkan selain karena hal-hal yang
disebutkan sebelumnya, kegagalan implan dapat terjadi karena korosi pada celah
kecil (biasanya terjadi pada daerah dengan konsentrasi oksigen rendah seperti
dibawah screw atau plate) atau stress corrosion (dimana beban ringan terjadi
berulang-ulang di lingkungan yang mendukung terjadinya korosi, menyebakan
kegagalan implan bahkan sebelum usia implan yang diharapkan tercapai).
Produksi dari korosi (ion metal dan debris) mencetuskan respon inflamasi yang
mempercepat terjadinya kelonggaran. (Woo, 2004, p 773-780)
24

2.2.3 Variasi Metal

Beberapa jenis metal yang terpapar dengan solusi tertentu dan mengalami
kontak dengan metal lainnya dapat menyebabkan galvanic corrosion. Dahulu hal
ini sering terjadi karena penggunaan implan metal yang mudah mengalami korosi,
namun logam yang sering digunakan saat ini (terutama titanium yang memiliki
ketahanan terhadap berbagai serangan kimia) sudah bisa mencegah terjadinya
kondisi yang tidak diinginkan ini. (Woo, 2004, p 773-780)

2.2.4 Friction & Wear

Gesekan antara dua permukaan tidak dipengaruhi oleh kecepatan,


melainkan beban yang diaplikasi. Sendi normal manusia memiliki koefisien
gesekan sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dengan berbagai material
prostesis yang digunakan dulu. Logam dengan Ultra-high Molecular Weight
Polithylene (UHMWPE) memiliki koefisien gesekan yang lebih rendah dan bisa
lebih baik lagi bila metal digantikan dengan keramik seperti aluminum atau
zikromium.

Hal penting pada gesekan adalah lubrikasi sendi. Cairan sinovial


mengurangi koefisien gesekan dengan membentuk lapisan atau cairan yang lebih
tebal dari iregularitas permukaan kartilago artikuler serta mencegah abrasi.
Gesekan dan lubrikasi sendi dapat terjadi hilangnya material permukaan sendi
karena gesekan dibawah tekanan. Gesekan akibat abrasi (permukaan yang kasar
bergesekan dengan permukaan yang halus), adhesi (dimana dua permukaan
berikatan lebih kuat dibandingkan dengan partikel di salah satu permukaan) atau
karena debris yang terjebak diantara permukaan yang menyebabkan abrasi.
Partikel metal yang terlepas dapat menyebabkan inflamasi, jaringan parut, reaksi
alergi atau bahakn pelonggaran implan oleh aktivitas makrofag. (Woo, 2004, p
773-780)

2.2.5 Infeksi pada implan


25

Metal tidak menyebabkan infeksi. Penelitian menunjukan titanium tidak


rentan sebagai lokasi perkembangan infeksi deibandingkan dengan metal lainya.
Bila infeksi terjadi, beberapa mekanisme terjadi yaitu; (1) implan metal dianggap
sebagai benda asing yang tidak bisa diakses proses imun; (2) terjadinya formasi
biofilm yang membungkus mikrokoloni dari bakteri dan memberikan
perlindungan dari reaksi imun dan antibiotik dan (3) menghambat drainase. (Woo,
2004, p 773-780)

Orthopaedic and trauma device-related infection (ODRI) merupakan komplikasi


utama pada trauma modern dan bedah orthopaedi. Spesies yang ditemukan paling
sering adalah Staphylococci. S. Aureus terhitung antara 20-30% kasus infeksi
setelah dilakukan fiksasi internal dan infeksi pasca pemasangan prostesis sendi.
(Geetha, 2009, p 397-425)

Infeksi setelah fiksasi fraktur (IAFF) diklasifikasikan menjadi 3 menurut rentang


waktu: early: kurang dari 2 minggu, delayed (2-10 minggu), late onset (lebih dari
10 minggu). Diagnosis dari IAFF memerlukan pemeriksaan yang akurat mulai
dari anamnesa, pemeriksaan fisik, fisiologis pasien, tes laboratorium, pencitraan,
dan kultur sampel mikrobiologi. Tujuan terapi pada kasus IAFF adalah untuk
konsolidasi fraktur, eradikasi infeksi atau untuk menekan infeksi sampai
konsolidasi fraktur terjadi, penyembuhan jaringan lunak, pencegahan osteomielitis
kronik dan restorasi fungsi. Terapi yang digunakan sesuai dengan patogen yang
ada.
26

Gambar 2.10 - Patofisiologi, klasifikasi dan algoritma terapi IAFF


27

Tabel 2 - Pilihan antibiotik sesuai dengan patogen (Fintan, 2016)

2.2.6 Malignansi

Beberapa kasus malignasi pada area implan metal pernah dilaporkan,


namun jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah implan yang
memiliki resiko yang tidak dapat dihitung. Resiko terjadinya keganasan akibat
penggunaan metal-on-metal dalam jangka panjang masih dalam penyelidikan
lebih lanjut. (Woo, 2004, p 773-780)
28

2.2.7 Fraktur Insufisiensi

Fraktur insufisiensi merupakan subtipe dari stress fracture yang biasanya


berhubungan dengan osteoporosis dan defisiensi vitamin D. Fraktur non-traumatik
ini paling sering terjadi di pelvis dan tulang belakang. Fraktur jenis ini merupakan
hasil dari stress normal terhadap tulang yang abnormal. Fraktur jenis ini harus
dibedakan dengan fatigue fracture (stress abnormal terhadap tulang yang normal)
dan fraktur patologis (tulang yang lemah akibat suatu patologi, contohnya tumor).

Pada umumnya, fraktur insufisiensi ditemukan pada lansia, khususnya


wanita. Osteoporosis paling sering ditemukan bersamaan dengan kondisi ini.
Meskipun demikian, kondisi lain yang melemahkan tulang merupakan faktor
resiko. Penggunaan biphosphonat dalam jangka waktu yang lama juga
berhubungan dengan kejadian fraktur insufisiensi. Diagnosis dini dari kondisi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan bone scan atau MRI. ( Sanaullah, 2014)

2.3 Penyembuhan fraktur

Penyembuhan fraktur ditandai dengan proses pembentukan tulang baru


dengan penyatuan dari fragmen tulang. Tulang akan sembuh bisa dengan primer
(tanpa pembentukan kalus) atau sekunder (pembentukan kalus). Proses
penyembuhan pada fraktur bervariasi tergantung pada tipe tulang yang terlibat dan
jumlah pergerakan pada lokasi fraktur. Waktu untuk penyembuhan patah pada
tulang bergantung juga dari usia, aliran darah, tipe patah tulangnya. Perkin’s time
table adalah suatu acuan untuk mengukur perkiraan waktu penyembuhan tulang.
Pada anggota gerak bagian atas, untuk penampakan kalus dimulai setelah 2-3
minggu, union pada 4-6 minggu dan konsolidasi pada 6-8 minggu. Pada anggota
gerak bawah, penampakan kalus pada 2-3 minggu, union pada 8-12 minggu, dan
konsolidasi pada 12-16 minggu. (Apley, 2018)
29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan metode
pengumpulan data secara retrospektif, untuk mendeskripsikan mengenai
kejadian kegagalan implan beserta faktor yang mempengaruhi terjadinya
implan failure yang terjadi di kasus RSUP HAM Medan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Departemen Orthopaedi Dan Traumatologi
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dengan mulai bulan Januari 2015
– Desember 2019

3.3. Populasi Penelitian


Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien yang
berobat ke Departemen Orthopedi Dan Traumatologi Medan yang telah
dilakukan pemasangan implan (ORIF) dan mengalami kejadian implan
failure, serta telah memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Sampel Penelitian


3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian
Penelitian ini menggunakan dasar rumus perhitungan retrospektif dengan
pendekatan kohort, namun karena penelitian ini adalah mencari dan
mengevaluasi semua faktor yang berhubungan dengan implant failure waktu
Januari 2015 sampai dengan bulan Desember 2019, maka peneliti melakukan
pengambilan subyek dengan cara Total Sampling.
30

3.5. Kriteria Penelitian


3.5.1 Kriteria inklusi
1. Penderita yang terdiagnosa implan failure setelah menjalani ORIF plate
and screw pada anggota gerak bawah periode Januari 2015 – Desember
2019
2. Bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2 Kriteria eksklusi


1. Pasien tidak bersedia mengikuti penelitian

3.6 Definisi Operasional

 Implant(plate and screw): Alat mekanis buatan yang dipasang pada sistem
muskuloskeletal dari tubuh untuk berbagai tujuan seperti menyokong
tulang.
 Implant failure : Suatu implan dikatakan failure apabila implan
tersebut harus dilepas sebelum waktunya dilepas
 Kepatuhan pasien : melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokter.
 Usia : Satuan waktu yang untuk mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup ataupun yang mati
 Jenis kelamin : laki-laki atau perempuan
 Jenis implan : implan yang digunakan locking ataupun non-
locking.
 Kepatuhan weight bearing : Ketaatan pasien saat diberi edukasi
mengenai kapan boleh dibebankan setelah dilakukan tindakan pemasangan
implan.
 Rentang waktu : lamanya implan setelah dilakukan ORIF sampai
mengalami failure
 Lokasi fraktur pada anggota gerak bawah: tempat terjadinya fraktur
epifisis, metafisis, diafisis.
31

 Patah tulang terbuka: suatu patah tulang, lempeng pertumbuhan ataupun


permukaan kartilago sendi yang mengalami kerusakan pada kontinuitias
strukturnya dan mengalami hubungan dengan dunia luar
 Patah tulang tertutup : suatu patah tulang, lempeng pertumbuhan
ataupun permukaan kartilago sendi yang mengalami kerusakan pada
kontinuitias strukturnya dan mengalami hubungan dengan dunia luar
 Bentuk patahan: bentuk patahan pada tulang, dapat transverse, oblique,
spiral, kominutif ataupun segmental

3.7 Metode Pengambilan Sampel Penelitian


Metode pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif, yaitu
berdasarkan urutan masuknya di rumah sakit sampai jumlah yang diinginkan
terpenuhi dalam periode tertentu. Sampel penelitian diperoleh dari data rekam
medis dan mempunyai data yang lengkap.
1. Alokasi subyek
(a) Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dicatat umur, jenis kelamin,
jenis tindakan operasi yang dilakukan dan nomor telepon yang
dapat dihubungi.
2. Cara kerja penelitian
(a) Data pasien diperoleh dari rekam medis pasien yang menjalani
tindakan ORIF serta mengalami Implant Failure
(b) Pasien yang masuk dalam kriteria inklusi dilakukan wawancara

3.8 Ethical Clearance Dan Informed Concent

Usulan penelitian ini diajukan agar dapat memperoleh ethical clearance


dari Komite Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan izin penelitian dari Instalasi Litbang RSUP Haji Adam Malik, Medan.
Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh
32

keluarganya yang menyatakan bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat


penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.9 Analisis Data


Analisa data dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Package
for Social Sciences, Chicago, IL, USA) untuk Windows. Gambaran karakteristik
pada subjek penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
33

3.10 Alur Penelitian

PASIEN DEWASA PASCA


TINDAKAN INTERNAL FIKSASI

IMPLANT FAILURE

INKLUSI EKSKLUSI

EVALUASI SEMUA FAKTOR-


FAKTOR YANG TERKAIT

JENIS KELAMIN

TAHUN

USIA

JENIS IMPLAN

LOKASI FRAKTUR

KEPATUHAN WEIGHT
BEARING

RENTANG WAKTU IMPLAN


FAILURE
Gambar 9. Anelitian
RIWAYAT PATAH TULANG
TERBUKA ATAU TERTUTUP

BENTUK PATAHAN

IMPLAN YANG FAILURE


34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada penelitian ini didapatkan data bahwa jumlah seluruh operasi anggota
gerak bawah dari tahun 2015 – 2019 didapatkan sebanyak 383 operasi, yang mana
dari jumlah tersebut terdapat 30 pasien yang mengalami implant failure (7,83%).
Dari data 30 pasien tersebut, data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
kemudian diklasifikasikan menjadi 1) Karakteristik jenis kelamin pasien yang
mengalami implant failure, 2) Karakteristik usia pasien yang mengalami implan
failure, 3) Karakteristik tahun terjadinya implant failure, 4) Lokasi anggota gerak
bawah pasien yang mengalami implant failure, 4) Karakteristik penyebab pasien
mengalami implant failure 5) karakteristik jenis implan yang mengalami failure,
6) Karakteristik waktu pasien yang mengalami implant failure dari setelah
menjalani operasi fiksasi internal, 7) penyebab terjadinya implan failure, 8) jenis
patahan, 9)pola/bentuk patahan dan 10) implan yang mengalami failure.

4.1.1 Gambaran Umum Subjek Hasil Penelitian

Pengumpulan dan seleksi sampel dilaksanakan di rumah sakit yaitu RSUP Haji
Adam Malik. Penelitian dimulai bulan Januari 2015 sampai dengan bulan
Desember 2019. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit tipe A. Didapatkan
30 subyek yang diteliti dan dianalisa. Pengambilan data dilakukan secara bertahap
dengan tahap awal melakukan pemilihan sampel subyek yang masuk kedalam
kriteria inklusi dan dilakukan pengumpulan data mentah pasien dan diurutkan
secara sistematis.

4.1.2 Karakteristik Jenis Kelamin Subjek yang mengalami kejadian Implant


Failure
Seluruh gambaran karakteristik subyek penelitian ditampilkan dengan sistematika
distribusi karakteristik umur pasien:
35

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Demografi Jenis kelamin Subyek yang


mengalami implant failure

Variabel Total
Perempuan, n(%) 9 (30%)
Laki-laki, n(%) 21 70%)

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi jumlah sampel subyek yang mengalami
implant failure adalah sebanyak 30 subyek dengan perempuan sebanyak 9 orang
(30%) dan laki-laki sebanyak 21 orang (70%).

Gambar 4.1. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan jenis kelamin

4.1.3 Karakteristik rentang Usia Subjek yang mengalami kejadian Implant


Failure
36

Seluruh gambaran karakteristik subyek penelitian ditampilkan dengan sistematika


distribusi karakteristik umur pasien:

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Demografi Rentang Usia Subyek yang


mengalami implant failure

Rentang usia Total


11-20 tahun 6 (20%)
21-30 tahun 8 (26,7%)
31-40 tahun 4 (13,3%)
41-50 tahun 5 (16,7%)
51-60 tahun 6 (20%)
61-70 tahun 1 (3,3%)

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi rentang usia subyek yang mengalami
implant failure adalah 6 orang (20,7%) dengan rentang usia 11-20 tahun, 8 orang
(26,7%) dengan rentang usia 21-30 tahun, 4 orang (13,3%) dengan rentang usia
31-40 tahun, 4 orang dengan rentang usia 41-50 tahun (13,3%), 6 orang (20%)
dengan rentang usia 51-60 tahun, dan 1 orang (3,3%) dengan rentang usia 61-70
tahun. Distribusi usia yang mengalami kejadian implant failure adalah dengan
rerata usia adalah 36 ± 14,804 tahun dengan usia minimum yang mengalami
implant failure adalah 15 tahun dan usia maksimum yang mengalami kejadian
implant failure adalah 62 tahun.
37

Gambar 4.2. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan rentang usia pasien

4.1.4 Karakteristik tahun terjadinya implan failure pada pasien

Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Tahun Terjadinya Implan Failure pada pasien

Tahun Total
2015 9 (30%)
2016 7 (23,3%)
2017 7 (23,3%)
2018 4 (13,3%)
2019 3 (10%)
38

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi tahun terjadinya subjek yang


mengalami implant failure adalah sebagai berikut: pada tahun 2015 sebanyak 9
orang (30%), tahun 2016 sebanyak 7 orang (23,3%), tahun 2017 sebanyak 7 orang
(23,3%), tahun 2018 sebanyak 4 orang (13,3%) dan tahun 2019 sebanyak 3 orang
(10%).

4.1.5 Distribusi karakteristik lokasi yang mengalami implant failure

Tabel 4.3. Distribusi karakteristik lokasi yang mengalami implant failure


Lokasi Total
Proksimal femur 3 pasien (10,0%)
Shaft femur 19 pasien (63,3%)
Distal femur 3pasien (10,0%)
Shaft tibia 3 pasien (10,0%)
Distal tibia 1 pasien (3,3%)
Distal fibula 1 pasien (3,3%)

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi jumlah sampel berdasarkan lokasi


yang mengalami implant failure. Dari data yang dikumpulkan didapati bahwa
lokasi yang mengalami implant failure paling banyak didapatkan pada shaft
femur yaitu sebanyak 19 pasien (63,3%), kemudian juga diikuti oleh bagian
proksimal femur sebanyak 3 pasien (10%), distal femur sebanyak 3 pasien
(10,0%) serta distal tibia sebanyak 1 pasien (3,3%) dan distal fibula sebanyak
1 pasien (3,3%).
39

Gambar 4.3. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan lokasi terjadinya


implant failure

4.1.6 Distribusi karakteristik jenis implan yang mengalami implant failure

Tabel 4.4. Distribusi karakteristik jenis implan yang mengalami implant


failure
Jenis implant Total
Locking plate 2 pasien (6,7%)
Non-locking plate 28 pasien (93,3%)
40

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi jumlah sampel berdasarkan jenis


implan yang digunakan. Dari data yang dikumpulkan didapat yang
menggunakan locking plate ada 2 orang (6,7%) dan yang menggunakan non-
locking plate ada 27 orang (93,3%).

Gambar 4.4. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan jenis implan yang


digunakan

4.1.7 Distribusi karakteristik waktu pasien yang mengalami implant failure

Tabel 4.5. Distribusi karakteristik waktu pasien yang mengalami implant


failure
Karakter Waktu
Minimun 1 bulan
Maximum 10 bulan
41

Rerata+SD 3,50 ± 2,488 bulan

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi jumlah sampel berdasarkan waktu dari
pemasangan fiksasi interna ke kejadian implant failure. Dari data yang
dikumpulkan didapatkan bahwa waktu paling cepat kejadian implant failure
adalah 1 bulan dan waktu paling lama adalah 10 bulan. Rerata pasien yang
mengalami implant failure adalah 3,5 ± 2,488 bulan.

(Bulan)

Gambar 4.5. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan waktu mengalami


implant failure
4.1.8 Distribusi karakteristik penyebab terjadinya implant failure

Tabel 4.6. Distribusi karakteristik penyebab terjadinya implant failure


Penyebab Jumlah
Early weight bearing 18 orang (60,0%)
Fall slipped 5 orang (16,7%)
Infection 7 orang (23,3%)
42

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi penyebab terjadinya implant failure.


Dari data yang dikumpulkan didapatkan data bahwa terdapat 18 orang (60,0%)
terjadinya karena early weight bearing, terdapat 5 orang dikarenakan fall slipped
sewaktu mencoba berjalan (16,7%) dan 7 orang (23,3%) dikarenakan kasus
infeksi.

Gambar 4.6. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan penyebab

4.1.9 Distribusi karakteristik jenis patahan pasien

Tabel 4.7. Distribusi karakteristik jenis patahan


Jenis patahan Jumlah
Patah terbuka 6 orang (20%)
Patah tertutup 24 orang (80%)
43

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi penyebab terjadinya implant failure.


Dari data yang dikumpulkan didapatkan data bahwa terdapat 24 orang (80%)
dengan luka awal patah tertutup, dan terdapat 6 orang dengan luka awal patah
terbuka 6 orang (20%).

4.1.10 Distribusi karakteristik pola patahan

Tabel 4.7. Distribusi karakteristik bentuk patahan


Bentuk patahan Jumlah
Transverse 1 orang (3,3%)
Oblique 5 orang (16,7%)
Spiral 6 orang (20%)
Kominutif 17 orang (56,7%)
Segmental 1 orang (3,3%)

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi karakteristik pola patahan kasus


implant failure. Dari data yang dikumpulkan didapatkan data bahwa terdapat 1
orang (3,3%) dengan bentuk patahan transverse, 5 orang (16,7%) dengan bentuk
patahan oblique, 6 orang (20%) dengan bentuk patahan spiral, 17 orang (56,7%)
dengan bentuk patahan kominutif, 1 orang dengan bentuk patahan segmental
(3,3%).
44

Gambar 4.7. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan bentuk patahan

4.1.10 Distribusi karakteristik implan yang mengalami kegagalan

Tabel 4.7. Distribusi karakteristik implan yang mengalami kegagalan


Jenis implan Jumlah
Plate 16 orang (53,3%)
Screw 14 orang (46,7%)

Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi karakteristik implan yang mengalami


failure. Dari data yang dikumpulkan didapatkan data bahwa 16 kasus (53,3%)
dimana plat yang mengalami failure, dan 14 kasus (46,7%) dimana screw yang
mengalami failure.
45

Gambar 4.8. Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan implan yang mengalami


failure

4.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien yang
mengalami implant failure pada operasi pemasangan fiksasi internal pada anggota
gerak bagian bawah di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014-
2019. Pada bagian pembahasan, akan dilakukan pembahasan berdasarkan
karakteristik pasien yaitu jenis kelamin, usia, lokasi, jenis implan, jangka waktu
terjadinya implant failure, penyebab terjadinya implant failure.

4.2.1. Pembahasan Gambaran Umum Subyek Penelitian


46

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi deskriptif retrospektif


dengan pendekatan crossectional, yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik
pasien yang mengalami implant failure yang berobat ke RSUP HAM.

4.2.2. Pembahasan Karakteristik Subyek Penelitian


Pengelompokan pasien secara kategorik dibuat berdasarkan jenis kelamin,
usia, tahun terjadinya failure, lokasi, jenis implan, jangka waktu terjadinya
implant failure serta penyebab terjadinya implant failure, serta riwayat patah
terbuka ataupun tertutup, bentuk/pola patahan serta juga implan yang mengalami
failure.

Karakteristik jenis kelamin didapatkan data pada penelitian ini didapatkan


laki-laki lebih banyak yaitu 21 orang (70%) dan perempuan 9 orang (30%). Data
yang didapat pada penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Perivandi et al dimana terdapat 82,6% laki-laki pada penelitan tersebut. Hal ini
juga didukung lebih banyak terjadi pada laki-laki sesuai dengan penelitian lain
oleh Lakhey et al dimana terdapat 15 dari 17 kasus terjadinya implan failure.

Karakteristik usia pada penelitian ini, didapatkan data rerata usia


terjadinya implant failure adalah 36 ± 14,804 tahun dengan usia minimum yang
mengalami implant failure adalah 15 tahun dan usia maksimum yang mengalami
kejadian implant failure adalah 62 tahun. Data yang didapatkan dari penelitian
lain Perivandi et al, didapatkan usia rata-rata yang hampir mirip yaitu 33± 19
tahun dengan rentang 15-76 tahun. Data yang hampir mirip mungkin dikarenakan
jumlah pasien yang mengalami kecelakaan ataupun trauma lebih banyak pada
pasien dengan usia produktif.

Berdasarkan waktu kejadian pasien yang mengalami implan failure


didapatkan bahwa sebenarnya dari tahun ke tahun mengalami pengurangan, dapat
dilihat pada tahun awal tahun 2015 didapatkan sebanyak 9 orang yang mengalami
implan failure dan pada tahun 2019 didapatkan 3 orang yang mengalami implan
failure, dapat diartikan sebenarnya sudah mengalami pengurangan sebesar 20
47

persen angka kejadian implan failure antara tahun 2015 dan tahun 2019. Hal ini
juga berarti mungkin edukasi pasien pasca operasi sudah dapat lebih dipatuhi oleh
pasien tersebut.

Berdasarkan data yang dikumpulkan didapati bahwa lokasi yang


mengalami implant failure paling banyak didapatkan pada shaft femur yaitu
sebanyak 19 pasien (63,3%), kemudian juga diikuti oleh bagian proksimal femur
sebanyak 3 pasien (10%), distal femur sebanyak 3 pasien (10,0%) serta distal tibia
sebanyak 1 pasien (3,3%) dan distal fibula sebanyak 1 pasien (3,3%). Hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad taghi et al bahwa lebihi
banyak terdapat pada femur 14 dari 23 kasus.

Berdasarkan studi ini didapatkan dari jenis plat yang mengalami implan
failure lebih banyak pada kasus non-locking plate, hal yang sama juga didapatkan
pada studi oleh Shaheryar et al, pada penelitian membandingkan antara plat
locking dan nonlocking, didapatkan kasus failure lebih banyak didapatkan pada
plat nonlocking.

Berdasarkan data jangka waktu didapatkan bahwa waktu paling cepat


kejadian implant failure adalah 1 bulan dan waktu paling lama adalah 10 bulan.
Rerata pasien yang mengalami implant failure adalah 3,50 ± 2,488 bulan, hasil
yang tidak terlalu jauh yang juga didapatkan pada studi oleh Mohammad taghi
dimana rerata waktu yang didapatkan adalah 6,7 ± 4,7 bulan. Dari data yang
dikumpulkan didapatkan data bahwa terdapat 18 orang (60,0%) terjadinya karena
early weight bearing, terdapat 5 orang dikarenakan fall slipped sewaktu mencoba
berjalan (16,7%) dan 7 orang (23%) dikarenakan kasus infeksi. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad taghi et al, bahwa penyebab
yang pertama adalah berhubungan dengan implan yang memang bermasalah baru
diikuti oleh penyebab lain yaitu pasien yang tidak mengikuti instruksi dari dokter
orthopaedi pasca dilakukan operasi. Hal yang berbeda juga dikemukakan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sanaullah et al yang mengatakan bahwa penyebab
48

paling sering yang menyebabkan failure adalah karena korosi dari implan
tersebut.

Berdasarkan jenis patahan pada luka awal pasien, didapatkan lebih banyak
pada patah tertutup yaitu 24 pasien patah tulang tertutup. Namun 6 pasien yang
mengalami patah tulang terbuka dan dilakukan operasi, mengalami kegagalan
implan terkait dengan proses infeksi yang berarti angka kejadian implan failure
sangat erat kaitan dengan patah tulang terbuka dan adanya infeksi. Hal yang sama
juga ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Christian fang, 2017, yang
menyatakan adanya kaitan erat antara infeksi, patah tulang terbuka dan kejadian
kegagalan implan.

Berdasarkan pola/ bentuk patahan, didapatkan dari penelitian ini di mana


pola patah kominutif yang paling banyak pada studi ini yaitu sebanyak 17 orang
(56,7%). Hal yang sama juga diungkapkan pada studi lain oleh alfre, 2006,
dimana disebutkan untuk menghindari early weight bearing pada pasien dengan
fraktur kominutif, karena dapat meningkatkan resiko fatigue failure sebelum
terjadi union.

Berdasarkan jenis implan yang mengalami failure, pada studi ini


didapatkan lebih banyak terjadi pada implannya. Hal ini penting untuk dikaji lebih
lanjut, dikarenakan unsur material dari implan juga mempengaruhi kekuatan dari
implan tersebut. Implan yang terdiri dari titanium lebih kuat dibandingkan dengan
stainless steel. Namun pada penelitian ini, beli dibahas mengenai bahan dari
implan tersebut yang mungkin dapat dilanjutkan pada penelitian selanjutnya.
49

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Dari hasil studi yang dilakukan, didapati bahwa pasien yang paling banyak terjadi
implant failure berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 30-40tahun. Subjek
yang mengalami implan failure berangsur berkurang dari tahun ke tahun. Lokasi
pada ekstremitas bawah yang lebih sering adalah pada shaft femur. Plat yang lebih
banyak mengalami kasus implan failure adalah plat non-locking. Jangka waktu
failure dari awal pemasangan dan juga terjadi failure adalah 3-4 bulan. Penyebab
yang sering menyebabkan adalah ketidakpatuhan pasien dengan instruksi dokter
paska operasi. Patah tulang terbuka dan infeksi merupakan faktor resiko tinggi
dapat menyebabkan implant failure. Bentuk patahan yang sering mengalami
failure adalah kominutif. Jenis implan yang lebih sering mengalami failure adalah
plat.

5.2 Saran

Edukasi yang lebih ataupun dilakukan promosi kesehatan lebih jauh mengenai
instruksi paska operasi serta perlunya kontrol yang rutin ke poliklinik setelah
dilakukan operasi.
50

DAFTAR PUSTAKA

Acevedo D, Loy NM, Lee B et al, Mixing Implants of Differing Metallic


Composition in The Treatment of Upper Extremity Fractures, 2013,
Orthopaedics. Vol.36, Issue 9:e1175-e117
Apley, G.A and Solomon L, Apley’s System of Orthopaedics and Fractures,
2018, Hodder Arnold, 10thed.
Bundy KJ, Corrosion and other electrochemical aspects of biomaterials,
1994, Crit Rev Bioimed Eng, 22(3-4):139-251
Bunyamin. Yildirim. Gul, Metallurgical Failure Analysis of Various Implant
Materials Used in Orthopaedic Applications, 2004
Col AK, Retrospective Study of Implant Failure in Orthopaedic Suregery,
2006, MJAFI, 62:70-72
Daga B, Rivera G, Boeri R, Review of regulations for the use of
stainlesssteels for orthopedic implants in Argentina. 2007, J Phys
Conf Ser, 90: 012045.
Disegi JA, Eschbach L, Stainless Steel in Bone Surgery, 2000, Injury.
31,Suppl. 4:2-6
Fansworth CL, Newton PO, Breisch E et al, The Biological Effects of
Combining Metals in a Posterior Spinal Implants: In Vivo Model
Development Report of First Two Cases, 2014, Advances in
Orthopaedic Surgery, Volume 2014.
Hallab N, Merritt K, Jacobs JJ, Metal Sensitivity in Patients with Orthopaedic
Implant, 2001, The Journal of Bone and Joint Surgery, Vol.83-A,
No.3
Hayes JS, Richards RG, The use of titanium and stainless steel in fracture
fixation. 2010, Expert Rev. Med. Devices, 7(6), 843-853
Hol PJ, Molster A, Gjerdet NR. Should the galvanic combination of titanium
and stainless steel surgical implants be avoided?, 2008, Injury, Intl, J.
Care Injured, 39, 161-169
51

Jacobs JJ, Gilbert JL, Urban RM. Corrosion of Metal Orthopaedic Implants,
1998, The Journal of Bone and Joint Surgery. Vol. 80-A, No,2.
M Geetha, A K Singh, R Asokamani, Gogia AK, Ti based biomaterials the
ultimate choice for orthopaedic implants, 2009, Progress in material
science, 54(3): 397-425.
Moy Peter, Medina Diana, Vivek S, Dental Implant Failure Rates and
Associated Risk Factors, 2005, International Journal of Oral and
Maxillofacial Implants, 20(4): 569-577.
Peivandi MT, Yusof-Sani SMR, Amel-Farzad H, Exploring the Reasons for
Orthopedic Implant Failure in Traumatic Fractures of the Lower
Limb, 2013, Arch Iran Med, 16(8): 478 – 482.

Rahyussalim, Fransiskus aldo, Irfan saleh et al, The Needs of Current Implant
Technology in Orthopaedic Prosthesis Biomaterials Application to
Reduce Prosthesos Failure Rate, 2016, Journal of Nanomaterials.
Sanaullah, An Audit of Implant Failure in Orthopaedic Surgery, 2014,
JPOA.
Serhan H, Slivka M, Albert T et al, Is galvanic corrosion between titanium
alloy and stainless steel spinal implants a clinical concern?, 2004,
The Spine Journal. 4, 379-387
Sivakumar, Dhanadurai KS, S Rajeswari, Thulasiraman V, Failure in
stainless steel orthopaedic implant devices: a survey,1995, Journal of
Material Science Letters, 14(5): 351-354.
Stefan, Jager Marcus, Joshua J. Jacobs, et al, The Pathology of Orthopaedic
Implant Failure is Mediated by Innate Immune System Cytokines,
2014
T. Fintan, Richard Kuehl, Tom Coenye et al, Orthopaedic device-related
infection: Current and Future Interventions for Improve Prevention
and Treatment, 2016, General Orthopaedics.
Vaishya A, Agarwal AK, Vaish A. Insufficiency Fractures at Unusual Sites :
A Case Series. 2017, J Orthop Case Rep, 7(4): 76-79
52

V Woo, S K Chuang, S Daher, Muftu, Dentoalveolar reconstructive


procedures as a risk factor for implant failure, Journal of Oral and
Maxillofacial Surgery, 62(7): 773-780.
WJ. Metsemakers., R Kuehl, T F Moriarty, et al, Infection After Fracture
Fixation, 2016, Current Surgical and Microbiological Concepts.
53

Lampiran 1 : Inform Consent

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Judul Penelitian : Karakteristik implant failure pada pasien yang menjalani


ORIF Plate and screw pada anggota gerak bawah di RSUP HAM Medan tahun
2015-2019
Nama Peneliti : dr. Irfan Ritonga
NIM : 147117005
Tempat penelitian : RSUP H. Adam Malik Medan
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik
pasien dengan implant failure setelah menjalani ORIF plate
and screw pada anggota gerak bawah di RSUP HAM..
Data-data tersebut selanjutnya akan dipelajari dan
digunakan sebagai data pasien yang mengalami implant
failure di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Medan, Juni 2020


Peneliti

dr. Irfan Ritonga


54

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Subjek

LEMBARAN PERSETUJUAN SUBJEK

Judul Penelitian : Karakteristik implant failure pada pasien yang menjalani


ORIF Plate and screw pada anggota gerak bawah di RSUP
HAM Medan tahun 2015-2019
Nama Peneliti : dr. Irfan Ritonga
NIM : 147117005
Tempat penelitian : RSUP H. Adam Malik Medan

Saudara/i yth,
Lembar persetujuan subjek ini bertujuan untuk melakukan penelitian mengenai
Karakteristik implant failure pada pasien yang menjalani ORIF Plate and screw
pada anggota gerak bawah di RSUP HAM Medan tahun 2015-2019. Peneliti
memerlukan pasien sebagai subjek dalam penelitian, dimana data-data primer
serta data pengobatan pasien dari status rekam medis akan didata dan akan
dilakukan wawancara terhadap pasien maupun keluarga pasien.
Jika pasien/subjuk bersedia untuk menjadi subjek penelitian, silahkan
menandatangani kolom yang telah disediakan. Peneliti sangat menghargai waktu
yang diluangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Akhir kata, peneliti
mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya.

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama/Umur/Jenis Kelamin :........................../........./....................
Alamat :.........................................................
No telepon :.........................................................

Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat dipergunakan bila diperlukan
55

Medan,............................2020
Mengetahui, Yang menyatakan
Penanggung Jawab Peneliti Peserta Subjek
Penelitian
dr. Irfan Ritonga
Saksi dari Subjek Penelitian

(.............................................)
56

Lampiran 3: Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan


57

Lampiran 4: Data Responden


58

Lampiran 5: Output SPSS


59
60

Anda mungkin juga menyukai