Anda di halaman 1dari 90

ISSN 1411-6243

Volume 20 No. 1
Mei 2016; 1 - 79

JURNALPENELITIAN
JURNAL
ENJINIRING
FAKULTAS TEKNIK UNHAS
Karakteristik Deformasi Akibat Beban Impak dari
Mikrostruktur Transisi Hasil Natural Aging Paduan Al-2024

Analisa Penetapan Upah Tenaga Kerja Berdasarkan


Waktu Standar di PT. Semen Tonasa

Pola Angin Pembangkit Gelombang yang Berpengaruh


atas Morfologi dan Bangunan Pantai di Sekitar Makassar

Mitigasi Bencana Tsunami di Pantai Losari


Makassar, Sulawesi Selatan

Desain Kriteria Propeller Clearance Kapal Tradisonal


Tipe Pinisi Terhadap Efisiensi Propulsi

Pengembangan Biological Inspired Antennas


untuk Aplikasi Komputasi Bergerak

Kelayakan Ekonomis Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir


jika Dibangun di Wilayah Negara Republik Indonesia

Perspektif Sosio-Kultural: Sebuah Kearifan Lokal dalam


Perencanaan dan Perancangan Kota Makassar

Penentuan Jenis Kondisi Luminansi Langit dengan Rasio


Awan dan Data Lama Penyinaran Matahari di Makassar

Perencanaan Bangunan Perdagangan Makassar Mall


Berbasis Mixed-Use di Makassar

Model Supply Demand Sumberdaya Agregat


Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Hak cipta© 2016, Divisi Publikasi, Center of Technology (CoT)


Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

ISSN 1411-6243

Penggandaan atau Penerjemahan Sebagian/Seluruh Bagian


Dari Jurnal Ilmiah ini harus seijin Divisi Publikasi, Center of Technology (CoT)
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Alamat Sekretariat:

Redaksi Jurnal Penelitian Enjiniring (JPE)


Lantai 1, Gedung Center of Technology (CoT)
Kampus Fakultas Teknik Gowa, Universitas Hasanuddin (UNHAS)
Jl. Poros Malino, Km. 6, Bontomarannu
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
E-mail : jpe@cotpublications.com
Website : www.cotpublications.com
Telp/Fax : (0411) 586015

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin ii


Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Staf Redaksi

Penanggungjawab : Dekan Fakultas Teknik, UNHAS


Dr.-Ing. Ir. Wahyu H Piarah, MSME

Pengarah : Wakil Dekan Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sumber Daya


Dr.Eng. Nasruddin Junus, ST., MT

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni


Daeng Paroka, S.T., M.T., Ph.D

Pemimpin Umum : Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan


Dr. Ir. Muhammad Ramli, MT

Pemimpin Redaksi : Dr.Eng. Faisal Mahmuddin, ST., M.Inf.Tech., M.Eng

Dewan Redaksi : Prof. Dr. H. Hammada Abbas


Prof. Dr. Ir. M. Ramli Rahim, M.Eng
Prof. Dr.-Ing. Ir. Herman Parung
Prof. Dr.rer.nat. Ir. Imran Umar
Dr. Ir. Rhiza S. Sadjad, MS.EE
Dr. Ir. Dipl.-Ing. Ganding Sitepu

Redaktur Pelaksana : Dr. Ir. Zuryati Djafar, MT


Dr.Eng. Mukti Ali, ST., MT
Ir. Zaenab Muslimin, MT
Dr. Merna Baharuddin, ST., M.TelEng
Wahyuddin, ST., MT
Muhammad Zubair Muis Alie, ST., MT., Ph.D
Dr.Eng. Adi Maulana, ST., M.Phil
Abdul Mufti Radja, ST., MT., Ph.D

Staf Redaksi : Rahmad Patarru, ST


M. Uswah Pawara, ST

Staf Kesekretariatan : Badillah, SE., M.Si


Jumadil, ST., MM.
Herawati
Susanti

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Dewan Penilai Karya Ilmiah


Prof. David Victor Thiel CWMA, Griffith University, Australia
Prof. Dr. Eko Tj. Rahardjo UI, Indonesia
Prof. Dr. Adit Kurniawan ITB, Indonesia
Prof. Dr. Januarsyah Haroen ITB, Indonesia
Prof. Dr. Moch. Ashari ITS, Indonesia
Prof. Dr. Mauridhi H Purnomo ITS, Indonesia
Prof. Dr. Muhammad Asvial UI, Indonesia
Dr. Amin Abbosh, M.Sc University of Queenland, Australia
Dr. Fitri Yuli Zulkifli, M.Sc UI, Indonesia
Dr. Ir. Purwanto, M.Eng UI, Indonesia
Dr. Ir. Edi Lukito, M.Sc UGM, Indonesia
Prof. Mazlina Esa UTM, Malaysia
Ass. Prof. Anton S Prabuwono UKM, Malaysia
Prof. Josaphat T. S. Sumantyo Chiba University, Japan
Prof. Dr. Deo Prasad UNSW, Australia
Prof. Stephen SY Lau Univ. of Hong Kong, Hong Kong
Ass. Prof. Stephen K Wittkopf NUS, Singapore
Ass. Prof. Dr-Ing. Eka Sediadi UTM, Malaysia
Dr. Feng Yang Tongji University, PR China
Dr. Agung Murti Nugroho University of Brawidjaya, Indonesia
Dr. Rahmi Andarini ITS, Indonesia
Prof. Dr. Abraham L. Kitaro UPN, Indonesia
Dr. Arifudin Idrus UGM, Indonesia
Prof. Akirai Imai, Ph.D Akita University, Japan
Dr. Bambang Priadi ITB, Indonesia
Prof. Prio Suprobo ITS, Indonesia
Ir. Ekaputra, M.Eng., Ph.D UGM, Indonesia
Prof. Gunawan Tjahyono, Ph.D UI, Indonesia
Dr. Jumain Appe, M.Sc BPPT, Indonesia
Prof. Sofia W. Alisyahbana Universitas Bakrie, Indonesia
Prof. Dr. Daniel M. Rosyid ITS, Indonesia
Prof. Dr. I Ketut B. Aryana ITS, Indonesia
Prof. Dr. Adi Maimun UTM, Malaysia
Prof. Dr. Soenaryo UI, Indonesia
Prof. Dr.-Ing. Nandy S.J. Putra UI, Indonesia
Prof. Dr. Imam Reksowardoyo ITB, Indonesia
Prof. Dr. Keigo Watanabe Okayama University, Japan
Prof. Dr. Okamura Mitsu Ehime University, Japan
Prof. Satrio S. Brodjonegoro ITB, Indonesia

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin iii


iv
iii
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Kata Pengantar Redaksi


Jurnal Penelitian Enjiniring (JPE) merupakan media publikasi ilmiah untuk hasil-hasil inovasi
terkini dalam bidang kajian dan rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi keteknikan. JPE
diterbitkan dalam dua bahasa dunia (bi-lingual), yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Berbagai bidang ilmu yang sangat popular, menarik dan spesifik dalam rumpun ilmu keteknikan
seperti Teknik Arsitektur dan Pengembangan Wilayah Kota; Teknik Elektro dan Informatika;
Teknik Geologi dan Pertambangan; Teknik Mesin dan Industri; Teknik Perkapalan dan Ilmu
Kelautan; serta Teknik Sipil dan Lingkungan merupakan disiplin ilmu-disiplin ilmu yang menjadi
topik utama dan konsen publikasi JPE. Selain itu bidang-bidang lain yang relevan termasuk
diantaranya kajian sosio-ekonomi, kajian aspek keamanan (security) dan kajian aspek kesehatan
yang terkait dengan bidang-bidang kajian utama diatas dapat pula diterima manuskrip ilmiahnya
untuk dievaluasi nilai orijinalitas, kebaharuan dan kualitasnya oleh Tim Evaluator Ahli. Mulai
tahun 2016, JPE-UNHAS terbit secara periodik sebanyak 2 kali dalam setahun, yakni edisi Mei
dan edisi November.

JPE diterbitkan oleh Divisi Publikasi, Center of Technology (CoT), Fakultas Teknik UNHAS
dengan melibatkan sejumlah besar mitra bestari eksternal yang professional dan ahli dalam bidang
spesifik tertentu. Para mitra bestari yang bertindak sebagai tim evaluator (penilai) kelayakan
manuskrip ilmiah hasil riset berasal dari berbagai universitas dan institut terkemuka baik dari
dalam dan luar negeri. Jurnal ini terbit pertama kali pada Tahun 1995 dengan nama Jurnal Ilmiah
Teknologi Hi-Tech bernomor ISSN 0852-4173. Sejak Tahun 2000 berubah nama menjadi Jurnal
Penelitian Enjiniring (JPE) dengan nomor ISSN 1411-6243. Sejak itu, JPE-UNHAS berbenah diri
untuk lebih meningkatkan kualitas hasil publikasinya melalui tahapan evaluasi yang lebih baku
dan seobjektif mungkin sehingga pada waktunya nanti akan mendapatkan akreditasi yang lebih
baik dari DIKTI dan lembaga penilai akreditasi lainnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Semoga hasil-hasil riset inovatif yang bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi serta umat manusia yang dipublikasikan melalui Jurnal Ilmiah JPE UNHAS ini dapat
berkelanjutan dan semata-mata didedikasikan untuk perubahan ke arah yang lebih positif. Terima
kasih kami ucapkan kepada para penulis yang berkontribusi untuk periode penerbitan Edisi Bulan
Mei 2016 ini.

Salam Hangat

TIM REDAKSI

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin v


Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

DAFTAR ISI
Karakteristik Deformasi Akibat Beban Impak dari Mikrostruktur Transisi Hasil
Natural Aging Paduan Al-2024 1
Hairul Arsyad, Rahmatullah

Analisa Penetapan Upah Tenaga Kerja Berdasarkan Waktu Standar di PT. Semen
Tonasa 7
Retnari Dian Mudiastuti, Irfan Saputra

Pola Angin Pembangkit Gelombang yang Berpengaruh atas Morfologi dan Bangunan
Pantai di Sekitar Makassar 13
Frans Rabung

Mitigasi Bencana Tsunami di Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan 21


Achmad Yasir Baeda, Syerly Klara, Hendra, Rita Muliyati

Desain Kriteria Propeller Clearance Kapal Tradisonal Tipe Pinisi terhadap Efisiensi
Propulsi 28
Andi Haris Muhammad, Hasnawiya Hasan, Jusman

Pengembangan Biological Inspired Antennas untuk Aplikasi Komputasi Bergerak 32


Elyas Palantei

Kelayakan Ekonomis Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir jika Dibangun di Wilayah


Negara Republik Indonesia 39
Rachmat Santosa

Perspektif Sosio-Kultural: Sebuah Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan


Perancangan Kota Makassar 43
Ananto Yudono, Arifuddin Akil, Dana Rezky Arisandy

Penentuan Jenis Kondisi Luminansi Langit dengan Rasio Awan dan Data Lama
Penyinaran Matahari di Makassar 57
Husni Kuruseng, Muhammad Ramli Rahim

Perencanaan Bangunan Perdagangan Makassar Mall Berbasis Mixed-Use di Makassar 64


Shirly Wunas, Pratiwi Mushar

Model Supply Demand Sumberdaya Agregat Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan 71


Aryanti Virtanti Anas, Sutrimo

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin vi


Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Karakteristik Deformasi Akibat Beban Impak dari Mikrostruktur


Transisi Hasil Natural Aging Paduan Al-2024
Hairul Arsyad1, Rahmatullah2
1,2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1arsyadhairul@yahoo.com

Abstrak

Penelitian terhadap karakteristik deformasi akibat beban impak dari mikrostruktur transisi hasil natural aging
dari paduan Al-2024 bertujuan untuk mengetahui kemampuan deformasi dari setiap mikrostruktur transisi dari
paduan Al-2024. Paduan Al-2024 yang mengalami proses pengerasan endap mengalami beberapa perubahan
mikrostruktur selama tahapan aging. Perubahan mikrostruktur tersebut terjadi dari kondisi fasa yang tidak
stabil akibat perlakuan pendinginan cepat menuju fasa yang stabil dengan hadirnya fasa penguat dalam
matrisnya. Selama transformasi mikrostruktur, paduan Al-2024 mengalami 4 kali perubahan yaitu
mikrostruktur GP Zon, fasa θ”, fasa θ’ dan fasa kesetimbangan θ. Penelitian dilakukan dengan memanaskan
spesimen dengan variasi diameter 5 mm, 8 mm, 10 mm dan 12 mm dengan tebal konstan 2 mm pada
temperatur 550 oC. Setelah homogenisasi selama 1,5 jam spesimen di quench pada media pendingin air dan
kemudian mengalami proses aging pada temperatur kamar. Pengujian impak diberikan pada spesimen setelah
mengalami proses aging selama, 0.1 hari, 1 hari, 10 hari dan 100 hari. Pengujian impak dilakukan dengan
menjatuhkan beban seberat 8 kg pada ketinggian 1.5 meter dengan metode open die forging. Setelah
mengalami penempaan, spesimen kemudian diukur dimensi diameter, ketebalan akhir dan kekerasan. Dari
hasil pengujian terlihat bahwa fasa pada 0.1 hari mengalami deformasi yang paling besar yaitu 36.6 % dan fasa
pada 10 hari aging mengalami deformasi yang paling rendah yaitu 15.7 %. Dari hasil pengujian kekerasan
diperoleh bahwa fasa 100 hari aging memiliki nilai kekerasan tertinggi yaitu sebesar 80 HRB dan fasa 0.1 hari
aging memiliki kekerasan terendah yaitu 65 HRB.

Kata Kunci: Deformasi, impak, aging, mikrostruktur transisi

I. Pendahuluan Pendinginan cepat tersebut menyebabkan


kondisi tanpa kesetimbangan pada temperatur
Aluminium dengan penambahan tembaga
quens yang menghambat pemisahan fasa sehingga
sebagai unsur paduan utama adalah salah satu
pada temperatur rendah, paduan berada dalam
kelompok paduan aluminum yang dikenal luas
keadaan lewat-jenuh tak stabil. Kondisi tersebut
dalam aplikasinya. Paduan ini masuk kedalam
menyebabkan kehadiran fasa kedua yang terjadi
kelompok paduan aluminum seri 2000. Paduan
melalui proses penuaan, fasa kedua atau
aluminum seri 2000 adalah golongan paduan
presipitasi tersebut muncul sebagai bagian dari
aluminum mampu laku panas (Heat treatable
proses menuju ke keadaan setimbang (equilibrum
alloy) disamping paduan aluminum yang tidak
state). Presipitasi ini terjadi melalui proses
laku panas (non heat treatable). Sifat mekanik
nukleasi dan pertumbuhan dari keadaan setelah
yang tinggi dari paduan ini diperoleh dengan
qench hingga keadaan akhir dimana
mekanisme penguatan endapan (precipitation
kesetimbangan telah tercapai.
hardening) yang diperoleh dengan proses penuaan
Upaya untuk lebih meningkatkan lagi
(aging process). Presipitasi ini terjadi melalui
kemampuan dan sifat-sifat dari paduan ini telah
inisiasi fasa kedua pada mikrostruktur dari paduan
banyak dilakukan oleh para peneliti. Beberapa
aluminum tembaga yang di dinginkan cepat dari
penelitian telah dilakukan berkaitan dengan
temperatur 550 oC dengan proses quench
peningkatan sifat dan rekayasa aging dari paduan
ketemperatur pendinginan.
aluminum diantaranya adalah oleh Zaiji Zhan [1]

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 1
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

yang meneliti tentang peningkatan sifat mekanik yaitu mekanisme pengerasan regangan koherensi,
dengan kombinasi solution treatment dan ion mekanisme pengerasan kimia dan mekanisme
implantasi. S.D. Liu (2006) meneliti tentang pengerasan dispersi.
pengaruh proses aging terhadap sensivitas quens
Pada awal pertumbuhan partikel (partikel-
dari paduan aluminum 7075. Oleh Badini [2]
kecil), presipitat bersifat koheren dan mampu
penelitian tentang natural aging paduan aluminum
deformasi ketika dislokasi memotongnya
6061 yang diperkuat dengan partikel dan whisker
sedangkan pada partikel dengan ukuran besar
SiC.
maka partikel bersifat inkoheren dan non-mampu
Kajian lainnya dilakukan oleh Son [3] tentang
deformasi ketika dislokasi melewatinya. Untuk
perilaku presipitasi dari paduan Al-Cu selama
partikel mampu deformasi, ketika deformasi
proses aging isotermal pada temperatur rendah.
melewati partikel maka sifat intrinsik partikel
Bin-lung Ou (2005) juga meneliti tentang impak
menjad penting dimana variasi kekuatan paduan
dari perlakuan pre-aging terhadap sifat tarik dan
akibat ukuran partikel hanya sedikit. Sebaliknya
bending dari paduan aluminum AA 6061.
untuk partikel yang inkoheren ketika dislokasi
Sementara itu Jerry H Sokolowski (2001)
melewatinya, kekuatan paduan tidak bergantung
melakukan kajian peningkatan durabilitas paduan
pada sifat intrinsik partikel tetapi sangat
aluminum 319 dengan perlakuan larutan (solution
bergantung pada ukuran partikel presipitat [4].
treatment) pada temperatur tinggi.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
berkaitan dengan pengerasan aging pada paduan
aluminum, belum terdapat informasi yang
memadai tentang karakteristik deformasi akibat
beban impak dari mikrostrutur transisi paduan
AA2024. Dengan melakukan penelitian tentang
karaktersitik deformasi akibat beban impak pada
mikrostruktur transisi dari AA2024 maka akan Gambar 1. Mikrostruktur Transisi dari paduan Al-Cu pada
dapat diketahui mikrostruktur transisi yang setiap tahapan aging
memiliki ketahanan yang paling baik dalam
merespon beban impak yang diberikan. Transisi deformasi dari deformasi yang
Pengetahuan akan ketahanan impak tertinggi pada dikendalikan oleh partikel koheren kepartikel
mikrostruktur transisi akan dapat digunakan inkoheren dapat dilihat dari perubahan pada
dalam merekayasa dan mengkombinasikan mikrostruktur, karena deformasi yang
dengan jenis penguat lainnya yang dapat dikendalikan oleh partikel koheren terjadi aliran
digunakan untuk dijadikan sebagai matrik dislokasi yang tidak tergganggu dan dihasilkan
aluminum untuk aplikasi ketahanan impak. aliran plastis “laminer”. Sedangkan untuk kasus
partikel inkoheren menghasilkan aliran plastis
II. Kajian Pustaka turbulen [4]. Besarnya tegangan geser yang terjadi
pada kasus pengerasan partikel bergantung pada
II.1 Mekanisme Pengerasan Presipitasi
kemampuan dislokasi untuk melengkung dan
Kekuatan paduan pengerasan–penuaan melewati partikel. Untuk partikel koheren
ditentukan oleh interaksi antara dislokasi yang tegangan geser yang dibutuhkan adalah [4]:
bergerak dengan partikel presipitat. Hambatan 1

 b
3 1 2

τ = 4 .1 μ ε 2
f 2 r (1)
pada paduan pengerasan presipitasi yang
menghalangi pergerakan dislokasi dapat berwujud
regangan disekeliling zona GP, zona atau sedangkan untuk partikel inkoheren besarnya
presipitasi itu sendiri atau gabungan keduanya [4]. tegangan geser dapat diperoleh dari persamaan
[4]:
Sedikitnya terdapat tiga penyebab pengerasan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 2
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

 ε .b 
1 4
3 3
τ = 0 .7 μ f 2
r (2)

dimana: μ adalah modulus geser, ε adalah ketidak


cocokan partikel dan f adalah fraksi volume dari
presipitat dan b adalah jarak pergeseran.
Sedangkan besar kerja yang dibutuhkan untuk
menggerakkan dislokasi diperoleh dari
persamaan:

dW = τ . dA . b (3)
Gambar 2. Illustrasi inisiasi dan pertumbuhan endapan
Besar gaya dislokasi yang dibutuhkan per unit yang terjadi pada pengerasan presipitasi
panjang dislokasi dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan: Pada awal penuaan (aging) sistem Al-Cu akan
membentuk struktur transisi yang disebut zona GP
Fd = τ . b (4) (1) zona ini mirip-pelat yang kaya akan atom
terlarut pada bidang [1 0 0]Al . Zona ini terdiri atas
Dalam terminologi dislokasi, kekuatan logam klaster atom tembaga yang mirip pelat yang
dengan pengerasan partikel diperoleh dari bersegregasi pada bidang [100] dari matriks
pembangkitan dan mobilisasi dislokasi. aluminum. Pada gambar dibawah ini terdapat pola
Peningkatan kekuatan dari paduan dengan hamburan sinar-X dari mikrograf elektron
pengerasan presipitasi dapat ditinjau sebagai transmisi pada lembaran tipis aluminum dengan
interaksi antara presiptasi dan pergerakan kadar tembaga 4% yang memperlihatkan tebal
dislokasi. Interaksi yang terjadi sangat kompleks pelat yang terbentuk dengan panjang sekitar 10
namun beberapa peneliti mengusulkan model nm.
interaksi tersebut.
Interaksi dislokasi dengan partikel presipitat
akan meningkatkan tegangan geser yang
dibutuhkan untuk menggerakkan dislokasi
tersebut.

II.2 Perubahan struktur Paduan Al-Cu selama


Proses Aging
Paduan aluminum-tembaga memiliki
kemampuan untuk dikeraskan dengan penuaan
(age-hardened), selama proses penuaan terjadi
beberapa kali transformasi mikrostruktur dari
keadaan tidak seimbang yaitu terbentuknya
Gambar 3. Ilustrasi Perubahan mikrostruktur selama
struktur yang disebut zona GP yang sifatnya
tahapan aging Al-Cu
koheren dengan matriks menuju keadaan
kesetimbangan dengan hadirnya endapan partikel Selanjutnya zona GP (1) ini setelah melewati
fasa kedua dengan sifat inkoheren. waktu aging tertentu kemudian membentuk
Secara berurutan transformasi struktur struktur transisi kedua yang disebut zona GP (2)
tersebut adalah sebagai berikut: yang memiliki struktur lebih tertata dibanding
zona GP (1). GP (2) adalah presipitat intermediat
koheren dan bukan suatu zona, karena memiliki
struktur kristal tetap sehingga kadang disebut fasa

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 3
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

θ”. Presipitat ini memiliki tebal maksimum 10 nm dilakukan dengan menumbukkan beban sebesar 8
dan memiliki diameter hingga 150 nm, dengan kg pada ketinggian 1.5 meter. Pengukuran
struktur tetragonal yang cocok dengan sel satuan deformasi dilakukan dengan mengukur perubahan
aluminum pada arah a dan b tetapi tidak pada arah dimensi dan bentuk setelah penumbukan.
c. Karena ukurannya, presipitat fasa θ” mudah Perubahan dimensi yang diukur adalah diameter
diobservasi dengan menggunakan mikroskop dan ketebalan. Pengujian kekerasan juga
elektron. Struktur transisi berikutnya adalah fasa θ’ dilakukan pada spesimen uji setelah dilakukan
dengan struktur tetragonal dengan dimensi sel pengujian impak.
satuan a = 0.404 dan c = 0.58 nm dan sumbunya
sejajar dengan arah [1 0 0]Al. Fasa θ’ adalah fasa IV. Hasil dan Pembahasan
dengan sifat inkoheren. Pada akhir struktur Tabel 1 dibawah ini memperlihatkan hasil uji
transisi terbentuk fasa kesetimbangan θ-CuAl2 komposisi yang telah dilakukan. Dari tabel terlihat
dengan struktur tetragonal dengan a = 0.606 dan c besar kandungan unsur tembaga sebanyak 4.53%.
= 0.487 nm. Presipitat kesetimbangan ini dari hasil uji komposisi tersebut maka spesimen
memiliki derajat inkoheren yang lebih tinggi masuk dalam kelompok jenis paduan Al-2024.
dengan matriks aluminum dan pembentukannya Paduan Al-2024 adalah jenis paduan yang heat
selalu mengakibatkan pelunakan yang disebabkan treatable, yaitu paduan yang dapat ditingkatkan
hilangnya regangan koherensi [4]. sifat mekaniknya dengan perlakuan panas.
Beban impak adalah salah satu jenis Peningkatan sifat mekanik diperoleh melalui
pembebanan yang digunakan pada proses pertumbuhan partikel endapan (presipitat) selama
perubahan bentuk dari logam. Pada metode beban proses perlakuan panas [4]. Partikel endapan yang
impak benda kerja ditekan diantara dua cetakan muncul pada saat perlakuan panas penuaan
sehingga terjadi perubahan bentuk pada benda (aging) mengalami proses pertumbuhan endapan
kerja. Beban impak banyak diaplikasikan pada seiring dengan berjalannya waktu aging [5].
proses hammer forging dimana menggunakan
palu daya yang dipercepat dengan uap untuk Tabel 1. Hasil uji Komposisi
menghasilkan laju pembebanan yang tinggi.

III. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode


eksperimen, spesimen uji adalah bahan paduan Gambar 4 dibawah ini memperlihatkan kurva
Aluminum jenis 2024 dengan kandungan tembaga hasil perubahan ketebalan terhadap spesimen
sebesar 4.53 % berdasarkan hasil uji komposisi akibat pembebanan impak yang diberikan. Besar
yang dilakukan. Spesimen berbentuk silinder pelat perubahan ketebalan maksimum terjadi pada
dengan variasi diameter 5 mm, 8 mm, 10 mm dan awal-awal proses perlakuan panas dan kemudian
12 mm dengan ketebalan konstan 2 mm. Semua mengalami penurunan. Pada awal pertumbuhan
spesimen mengalami proses solution treatment partikel (partikel-kecil), presipitat bersifat koheren
pada temperatur 550 oC dan dihomogenisasi dan mampu deformasi ketika dislokasi
dalam tungku selama 1.5 jam. Selanjutnya memotongnya sehingga beban yang diberikan
spesimen diquench pada media pendingin air dan menyebabkan terjadinya pergerakan dislokasi
kemudian dilakukan proses aging pada temperatur pada seluruh struktur material [2]. Dengan
ruang. Pengujian deformasi dengan beban impak terjadinya pergerakan dislokasi sebagai
dilakukan pada masing-masing spesimen dengan kompensasi pemberian beban maka terjadi
waktu aging 0.1 hari (mikrostruktur transisi 1), 1 perubahan ketebalan atau deformasi yang cukup
hari (mikrostruktur transisi 2), 10 hari besar pada awal-awal proses aging. Kemampuan
(mikrostruktur transisi 3) dan 100 hari pergerakan dislokasi tersebut karena partikel
(mikrostruktur transisi 4). Pengujian Impak endapan yang hadir pada awal proses aging masih

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 4
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga tebal yang cukup besar pada awal proses aging
mikrostruktur masih bersifat koheren. Untuk demikian pula dengan perubahan diameter.
partikel mampu deformasi, ketika deformasi Besarnya perubahan diameter tidak lain akibat
melewati partikel maka sifat intrinsik partikel besarnya perubahan ketebalan yang dialami oleh
menjadi penting dimana variasi kekuatan paduan spesimen. Hal ini sesuai dengan hubungan volume
akibat ukuran partikel hanya sedikit [4]. konstan pada pembentukan logam dimana volume
sebelum dan setelah proses pembentukan adalah
konstan. Son menuliskan bahwa paduan Al-2024
mengalami empat tahapan perubahan
mikrostruktur selama proses aging yaitu fasa GP
zone, fasa θ”, fasa θ’ dan fasa θ. Tiga fasa awal
adalah fasa pada kondisi ketidakseimbangan dan
fasa keempat adalah fasa dimana sudah tercapai
kondisi kesetimbangan dimana tidak terjadi lagi
pertumbuhan endapan [3].
Gambar 6 memperlihatkan kurva hubungan
antara persentasi deformasi dengan waktu aging
Gambar 4. Kurva perubahan ketebalan dari masing-masing
struktur transisi pada setiap waktu aging. yang mewakili mikrostruktur transisi. Dari kurva
terlihat besar deformasi pada awal proses aging
Sedangkan dengan lamanya waktu aging, mencapai 36 % hal ini berarti bahwa pemberian
partikel mengalami pertumbuhan dan semakin beban impak menyebabkan besarnya perubahan
besar. Dengan ukuran yang besar maka partikel bentuk pada spesimen uji. Pada awal
bersifat inkoheren dan non-mampu deformasi pertumbuhan endapan dimana mikrostruktur
ketika dislokasi melewatinya. Hal inilah yang masih bersifat koheren dengan matriksnya
menjadi penyebab turunnya perubahan ketebalan menyebabkan mikrostruktur transisi yang terjadi
yang terjadi pada spesimen uji dengan waktu pada waktu aging tersebut bersifat mampu
aging yang lebih lama. Untuk partikel yang deformasi. Zheng menemukan juga bahwa dengan
inkoheren ketika dislokasi melewatinya, kekuatan pemberian deformasi maka mempercepat proses
paduan tidak bergantung pada sifat intrinsik aging yang terjadi dan dari hasil uji tarik yang
partikel tetapi sangat bergantung pada ukuran dilakukannya juga terlihat bahwa pemberian
partikel presipitat [4]. deformasi selama proses aging meningkatkan
kekuatan tarik dari bahan [5].

Gambar 5. Kurva perubahan diameter dari masing-masing


struktur transisi pada setiap waktu aging. Gambar 6. Kurva perubahan persentasi deformasi dari
masing-masing struktur transisi pada setiap waktu aging.
Gambar 5 memperlihatkan kurva perubahan
diameter dari masing-masing struktur tansisi pada Dari Gambar 6 juga terlihat bahwa setelah
setiap waktu aging. Seperti halnya pada waktu aging ketiga yaitu pada tahapan keempat
perubahan ketebalan yang mengalami deformasi dengan waktu aging 100 hari terjadi peningkatan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 5
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

deformasi. Peningkatan deformasi yang terjadi Gambar 8 memperlihatkan foto perubahan


disebabkan oleh partikel endapan (presipitat) pada bentuk dari spesimen setelah pembebanan impak
tahapan tersebut tidak mampu mempertahankan untuk masing-masing diameter. Dari foto yang
ketahanan bahan terhadap pergerakan dislokasi terlihat bahwa semakin kecil diameter spesimen
sehingga mengalami peningkatan deformasi. uji semakin besar perubahan bentuk yang terjadi
Ketidakmampuan partikel endapan untuk bahkan terlihat adanya retak pada bagian tepi
mempertahankan penguncian dislokasi spesimen.
disebabkan ukuran partikel endapan yang semakin
besar sehingga telah melewati ukuran kritis dari V. Kesimpulan
presipitat untuk berlaku optimal dalam mengunci Dari hasil pengujian yang telah dilakukan
dislokasi [4]. tentang karakteristik deformasi akibat beban
impak pada mikrostruktur transisi paduan Al-2024
diperoleh bahwa:
1. Terjadi penurunan perubahan ketebalan
dengan lamanya waktu aging demikian pula
dengan penurunan perubahan diameter pada
spesimen uji
2. Pada tahapan mikrostruktur awal yaitu pada
awal-awal waktu aging spesimen mengalami
deformasi yang besar akibat beban impak
yang diberikan yang disebabkan oleh sifat
koheren mikrostruktur yang mampu deformasi.
Gambar 7. Kurva nilai kekerasan spesimen dari masing- 3. Lamanya waktu aging berpengaruh signifikan
masing struktur transisi pada setiap waktu aging.
terhadap perubahan deformasi dan nilai
Gambar 7 diatas memperlihatkan kurva nilai kekerasan yang terjadi. Semakin tinggi
kekerasan dari setiap waktu aging. Dari gambar kekerasan spesimen maka semakin rendah
terlihat terjadi peningkatan kekerasan dengan derajat atau tingkat deformasi yang terjadi.
lamanya waktu aging. Hasil yang diperoleh ini 4. Perubahan bentuk terbesar terjadi pada
sejalan dengan kurva-kurva sebelumnya. Dengan spesimen dengan ukuran diameter 5 mm
terjadinya peningkatan kekerasan maka bahkan terjadi retak pada bagian tepi akibat
kemampuan bahan untuk terdeformasi juga pembebanan yang diberikan.
mengalami penurunan. Proses perlakuan panas
dan efek presipitasi yang ditimbulkan terhadap Kepustakaan
kekerasan bahan adalah fungsi dari waktu dan [1] Zaiji Zhan, et al, “The mechanical properties of an aluminum alloy by
plasma-based ion implantation and solution-aging treatment”, Surface
temperatur pemanasan. Dari hasil yang diperoleh and Coatings Technology, 2000.
memperlihatkan bahwa waktu aging berperan [2] C. Badini, et al, “Natural aging characteristics of aluminum alloy
6061 reinforced with SiC whiskers and particles”, Materials Science
sangat penting terhadap proses pengerasan and Engineering, A 136, 99-107, 1991.
presipitasi dimana diperoleh bahwa untuk [3] S. K. Son et al, “Precipitation behavior of an Al–Cu alloy during
isothermal aging at low temperatures”, Materials Letters 59 (2005)
memperoleh kekerasan maksimum maka waktu 629– 632, 2004.
aging optimum terjadi pada rentang 10-100 hari [4] R. E. Smallman., Sriati Djaprie, Metalurgi Fisik Modern
(Terjemahan), Edisi keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
[6]. 1991.
[5] Zheng Kai-yu, “Effect of pre-deformation on aging characteristics
and mechanical properties of Mg-Gd-Nd-Zr alloy”, Trans.
Nonferrous Met. SOC. China 1164-1168, 2007
[6] A. R. Eivani, “Modeling age hardening kinetics of an Al–Mg–Si–Cu
aluminum alloy”, journal of materials processing technology 205
(2008) 388–393, 2007.

Gambar 8. Foto spesimen setelah mengalami pembebanan


impak.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 6
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Analisa Penetapan Upah Tenaga Kerja Berdasarkan Waktu


Standar di PT. Semen Tonasa
Retnari Dian Mudiastuti1, Irfan Saputra2
1,2
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1retnaridianm@yahoo.com

Abstrak

Standar waktu kerja digunakan dalam merencanakan jumlah produksi perusahaan sehingga dapat berpengaruh
jumlah upah yang akan diterima oleh pekerja. Jika pemberian upah dilakukan secara tepat dan benar, maka
pekerja akan lebih terpuaskan dan termotifasi dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktifitas dalam
perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung waktu standar packing semen, menghitung kapastitas
produksi ideal, menghitung standar upah tenaga kerja. Metode dalam penelitian adalah metode jam henti
(stopwatch) yaitu metode pengukuran kerja secara langsung bersifat obyektif dan biasa diterapkan pada
pekerjaan yang memiliki suatu siklus kerja yang berulang-ulang dengan jangka waktu pendek hingga panjang
dengan menggunakan stopwatch sebagai alat untuk mengukur. Besarnya waktu standar yang diperoleh yaitu
operator packer 2 (3,24 detik), operator packer 3 (3,06 detik), operator packer 4a (3,02 detik) dan operator
packer 4b (3,05 detik) sehingga diperoleh rata-rata kapasitas produksi ideal jam normal kerja (8 jam) adalah
9319 sak. Upah berdasarkan waktu standar (Rp.1.906.160,00) lebih besar dari upah yang diberikan PT.
Biringkassi Raya (Rp.1.425.760,00) kepada operator packer dan upah yang diberikan PT. Biringkassi Raya
lebih besar dari upah minimum provinsi (Rp.1.100.000,00)

Kata Kunci: Upah, waktu standar, kapasitas produksi, upah minimum

I. Pendahuluan kesejahteraan hidup yang kurang. Apabila


pemberian upah dilakukan secara tepat dan benar,
Dalam mencapai target produksi tersebut salah maka para pekerja akan lebih terpuaskan dan
satu faktor yang berpengaruh adalah manusia. termotivasi dalam pencapaian tujuan dan
Manusia atau pekerja adalah salah satu sumber peningkatan produktivitas dalam perusahaan.
daya yang paling berperan dan merupakan aset Selama ini belum pernah dilakukan
utama perusahaan yang menjadi perencana dan perhitungan upah karyawan PT Semen Tonasa
pelaku aktif dari setiap aktivitas perusahaan dalam berdasarkan beban kerja riil yang dilakukan
mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan karyawan. Perhitungan upah kerja selama ini
mengatur dan menetapkan standar produksi yang berdasarkan pengupahan yang berlaku di unit
terdiri dari standar waktu kerja, standar kualitas kerja, disesuaikan dengan upah minimum
dan standar biaya sehingga dengan adanya standar regional. Sehingga perlu dilakukan perhitungan
ini pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya upah berdasarkan beban kerja riil para karyawan,
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. di mana hasil akhir dari perhitungan ini akan
Salah satu standar produksi yang perlu bermanfaat bagi pihak manajemen dalam
ditetapkan adalah standar waktu yang digunakan menentukan strategi pengupahan di masa yang
dalam merencanakan jumlah produksi perusahaan akan datang.
dan pemberian upah. Pemberian upah yang tidak Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
adil bisa menimbulkan masalah bagi pihak berikut :
pemberi kerja dan pihak yang menerima kerja.  Menghitung waktu standar packing semen di
Bagi pihak pemberi kerja akan menurunkan PT. Semen Tonasa 2, 3, 4.
tingkat produktivitas sehingga tujuan perusahaan  Menghitung kapastitas produksi ideal di PT.
tidak optimal. Bagi pihak penerima kerja, Semen Tonasa.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 7
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

 Menghitung standar upah tenaga kerja packing mencapai tujuan perusahaan yang berlaku dalam
semen di PT. Semen Tonasa. skala waktu tertentu.
 Membandingkan upah yang diterima tenaga Upah minimum biasa ditetapkan upah
kerja pada saat sekarang dengan upah minimum regional. Ditetapkan upah minimum
berdasarkan waktu standard dan upah provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 dalam Surat
minimum. Keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Selatan
adalah sebesar Rp. 1.100.000,00 per bulan, yang
II. Landasan Teori
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.
II.1 Pengertian Upah
II.2 Hubungan antara Upah dengan Produktivitas
Upah adalah suatu penerimaan sebagai Tenaga Kerja
imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja
untuk sesuatu pekerjaan/jasa yang telah atau akan Hubungan antara upah dengan produktivitas
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk tenaga kerja begitu erat dalam artian jika
uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan pemberian upah yang dilakukan sesuai dengan
atau perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan pekerjaan yang dikerjakan maka memberikan rasa
penerima kerja. Sistem pengupahan, digolongkan kepuasan dan meningkatkan status sosial
berdasarkan waktu, kesatuan hasil atau (kesejatehraan) terhadap pihak pekerja karena
berdasarkan premi atau borongan. Penentuan upah produktivitas pekerja terdorong atas pemeberian
biasa dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria upah yang diterima.
berikut ini:
 Biaya hidup II.3 Pengukuran Kerja dengan Waktu Standar
 Produktivitas (Waktu Baku)
 Kemampuan untuk membayar
 Skala upah yang berlaku Pengukuran waktu standar dalam penelitian
 Ketentuan Pemerintah ini menggunakan metode pengukuran jam jenti
Terdapat beberapa prinsip pengupahan kepada (stop watch): Pengukuran kerja dengan metode
karyawan yang harus diikuti, sebagai berikut: jam henti menggunakan stop watch sebagai alat
 Upah yang diberikan harus cukup untuk mengukur. Cara mendapatkan waktu
 Upah yang diberikan harus adil standar dari data yang terkumpul yaitu:
 Upah yang diberikan harus tepat waktu 1. Waktu siklus ( W s )
x
 Besar kecilnya upah harus mengikuti Ws  (1)
perkembangan harga barang di pasar n
 Sistem pembayaran upah harus mudah dipahami 2. Waktu normal ( W n )
dan dilaksanakan Waktu normal  W n   W s x p
 Struktur upah harus ditinjau kembali dan Rating factor (p) yang digunakan yaitu
mungkin harus diperbaiki apabila kondisi metode Westinghouse (keterampilan, usaha,
berubah. kondisi dan konsistensi)
Salah satu patokan dalam pemberian upah 3. Waktu standar ( W b )
adalah berdasarkan upah minimum. Upah 100%
minimum adalah upah standar yang akan Wb  Wn x (2)
1 0 0 %  % A llo w a n c e
diberikan kepada pihak pemberi kerja kepada
pekerja yang ditetapkan oleh pemerintah atas Allowance (faktor kelonggaran) adalah waktu
perjanjian bersama antar pihak buruh dengan kelonggaran yang diberikan kepada pekerja
pengusaha/perusahaan yang dilandasi oleh (istirahat, kelelahan, dan keterlambatan yang
undang-undang yang berlaku bertujuan untuk tak dapat dihindari)
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 8
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

III. Metodologi Penelitian semen dan alat belt conveyer sebagai material
handling semen sampai ke truk sehingga focus
Penelitian ini dilakukan di PT. Semen Tonasa pengamatan hanya pada pemasangan kantong
(Persero) di Unit Pengantongan Semen Tonasa semen ke spot packer.
2,3,4. Data yang digunakan adalah data primer Dari data waktu yang telah kita amati dan
(pengamatan langsung, wawancara dan diskusi peroleh tiap packer/operator akan diolah sebagai
dengan pihak perusahaan khususnya dibagian berikut:
pengepakan semen Tonasa 2,3,4) dan data
sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen IV.1 Uji Kecukupan Data (n’)
perusahaan meliputi profil perusahaan, proses
produksi, produk yang dihasilkan, upah minimum Untuk menentukan apakah data pengamatan
dan data-data lainnya yang mendukung penelitian. telah cukup atau tidak agar bisa diperoleh
Fokus penelitian kepada operator packer. ketelitian yang dikehendaki. Untuk menentukan
kecukupan data terlebih dahulu tentukan tingkat
IV. Pengolahan Data keyakinan dan tingkat ketelitian yang dihendaki
diman penelitian ini menggunakan tingkat
Operator packer merupakan salah satu tenaga keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 10%
kerja yang dikelola oleh PT. Biringkassi Raya.
Tenaga kerja yang bekerja di Unit Pengantongan 2
k n x 
  x 
2 2
Semen Tonasa 2,3,4 menerapkan shift 77 yang  s 
n'   (3)
artinya bekerja 2 hari bekerja pagi, 2 hari bekerja x
malam, 2 hari off. Dalam satu hari terbagi atas 2  
 
shift (12 jam per shift) dimana 8 jam terhitung
sebagai jam normal kerja dan 4 jam-nya terhitung Tabel 1. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data
lembur. Shift I bekerja dari pukul 07.30-19.30 dan
Shift II dari pukul 19.30-07.30. Jadi rata-rata
tenaga kerja bekerja 20 hari kerja dalam satu
bulan. Terdapat 4 packer di Unit Pengantongan
Semen 2,3,4 yaitu packer 2, packer 3, packer 4a
dan packer 4b. Tiap packer terdapat 3 operator
yang bekerja secara bergantian per shift.
Pengambilan data waktu dilakukan 60 kali tiap IV.2 Uji Keseragaman Data
packer dan dipilih operator packer yang memiliki
kemampuan standar. Dilakukan untuk mengetahui apakah data
Pada proses pengisian kantong semen ada yang dikumpulkan telah seragam atau belum.
beberapa jenis elemen pekerjaan yang bisa dilihat Keseragaman data ditandai dengan tidak adanya
dalam proses pengisian semen tersebut, di data yang out of control dengan melihat Batas
antaranya: Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah
 Pengambilan kantong semen ke gudang
B K A  X  k (S d )
kantong (4)
 Pemasangan kantong semen ke spot packer B K B  X  k (S d )
 Proses pengisian semen ke kantong semen
 Lamanya semen sampai ke truk. Tabel 2. Rekapitulasi Uji Keragaman Data
Pada elemen-elemen pekerjaan di atas
sebagian besar pengerjaannya dilakukan oleh
mesin, seperti pada proses pengisian semen dan
laju semen sampai ke truk. Proses ini
menggunakan mesin yang namanya packer
sebagai alat untuk mengisi semen ke kantong

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 9
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

IV.3 Penentuan Rating Factor dan Allowance K a p a s ita s p ro d u k s i id e a l p e r p e k e rja p e r s h ift x R p . 2 0 ,0 0

Penentuan rating factor menggunakan tabel IV.6 Menghitung Upah Berdasarkan Waktu
Westinghouse yang terdiri atas keterampilan, Standar
usaha, kondisi dan konsistensi sedangkan
allowance-nya menggunakan tabel kelonggaran. Menghitung upah pekerja per hari dapat
Penentuan nilainya ditentukan sesuai kenyataan diketahui dengan cara:
yang terjadi pada operator packer. Rp. 20,00 merupakan standar gaji pekerja
per sak pada upah lembur.
Tabel 3. Rekapitulasi Rating Factor & Allowance Karena terdapat 3 pekerja yang bekerja dalam
1 packer maka kapasitas produksi ideal dibagi
dengan 3 yaitu 9319 : 3 = 3106 sak/pekerja/shift.
Jadi upah pekerja per hari yaitu:

U p a h p e k e r j a / s h i f t = 3 1 0 6 s a k / p e k e r j a / s h i f t x R p .2 0 ,0 0

= R p . 6 2 .1 2 0 ,0 0 / p e k e r j a / s h i f t

IV.4 Menghitung Waktu Siklus (Ws), Waktu Sehingga upah pokok pekerja dalam 1 bulan
Normal (Wn) & Waktu Standar (Wb) (20 hari masa kerja) per pekerja adalah Rp.
Operator Packer 62.120,00 x 20 = Rp. 1.242.400,00/bulan.

Waktu siklus adalah penyelesaian satu satuan V. Pembahasan


produksi mulai dari bahan baku mulai diproses di
tempat kerja (elemen kerja) yang bersangkutan. V.1 Analisa Kapasitas Produksi Ideal per Shift
Waktu normal adalah waktu siklus dikalikan (12 Jam)
dengan nilai rating factor yang diperoleh, dan
waktu baku adalah waktu normal operator Kapasitas produksi per shift-nya dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan diketahui dengan membagi waktu kerja per shift-
memperhitungkan allowance-nya (kelonggaran) nya (12 jam) dengan waktu standar (Wb). Jadi
pada elemen pekerjaan pemasangan kantong ke diperoleh kapasitas produksi per shift (12 jam),
spot packer. untuk operator packer 2 (13.333 sak), operator
packer 3 (14.117 sak), operator packer 4a (14.304
IV.5 Menghitung Kapasitas Produksi Ideal sak) dan operator packer 4b (14.163 sak).
Sehingga total kapasitas produksi ideal packer per
Kapasitas produksi ideal dapat diketahui shift adalah 55.917 sak/shift dan rata-ratanya
dengan cara: 13.979 sak/packer/shift.
Dari data produksi Unit Pengantongan Semen
K a p a s ita s p ro d u k s i id e a l =
W a k tu k e rja p e r s h ift
(5) Tonasa 2,3,4 pada saat pengamatan, produksi
W a k tu s ta n d a r pada saat shift I yaitu 39.970 sak/shift dan rata-
ratanya 9.992 sak/packer/shift.
Dimana waktu kerja per shift adalah 8 jam Dari hasil perhitungan dan data yang
diperoleh dari Unit Pengantongan Semen Tonasa
Tabel 4. Rekapitulasi Waktu Siklus, Waktu Normal, 2,3,4 dapat disimpulkan bahwa kurang
Waktu Standar dan Kapasitas Produksi Ideal
produktifnya produksi di Unit Pengantongan
Semen Tonasa 2,3,4 (39.970 sak/shift)
dibandingkan dengan perhitungan yang dilakukan
(55.917 sak/shift).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 10
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

V.2 Analisa Upah Tenaga Kerja (Operator Biringkassi Raya (Rp. 1.425.760,00) kepada
Packer) operator packer dan upah yang diberikan PT.
Biringkassi Raya lebih besar dari upah minimum
Besarnya upah yang dibayarkan perusahaan provinsi (Rp. 1.100.000,00).
kepada pekerjanya bertujuan untuk memotivasi Hal ini menunjukkan bahwa upah yang
pekerja dalam meningkatkan produktifitas diberikan PT. Biringkassi Raya kepada operator
pekerjanya. Berdasarakan data yang diperoleh packer di atas upah minimum provinsi atau telah
dari perusahaan, besarnya gaji yang diterima mengikuti ketentuan upah minimum provinsi.
operator packer dari PT. Biringkassi Raya (20 hari Namum upah berdasarkan waktu standar lebih
kerja) per bulan (tanpa upah lembur) adalah: besar dibandingkan upah yang diberikan PT.
Biringkassi Raya kepada operator packer sehingga
Tabel 5. Besar Gaji Operator Packer PT. Biringkassi Raya
mengakibatkan kurang produktifnya pekerja
Upah pokok Rp. 762.000,00
dalam melaksanakan pekerjaanya. Hal tersebut
Tunjangan
Transport
Rp. 350.000,00 bisa dilihat pada kapasitas ideal (berdasarkan
Rp. 336.000,00 waktu standar) per shift (12 jam) sebanyak 55.917
Makan
Rp. 54.377,00
JKK/JKM/JHT sak/shift sedangkan pada saat pengamatan,
Rp. 60.000,00
JPK produksi pada saat shift I yaitu 39.970 sak/shift.
Jumlah Penghasilan Rp. 1.562.377,00 Dengan penetapan upah berdasarkan waktu
Potongan standar ini bisa membantu dalam meningkatkan
JKK/JKM/JHT Rp. 76.617,00 produktifitas pekerjanya sekaligus lebih
JPK Rp. 60.000,00
mensejahterakan para pekerjanya.
Gaji Diterima Rp. 1.425.760,00
VI. Kesimpulan
Berdasarkan waktu standar, besarnya gaji
yang diterima operator packer di Unit Berdasarkan tujuan penelitian serta analisa
Pengantongan Semen Tonasa 2,3,4 (20 hari kerja) dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa
per bulan (tanpa upah lembur) adalah: kesimpulan sebagai berikut :
1. Waktu standar (Wb) packing semen pada
Tabel 6. Gaji Operator Packer PT Semen Tonassa
elemen kerja pemasangan kantong semen ke
berdasarkan Waktu Standar
Upah pokok Rp. 1.242.400,00
paker (spot) adalah operator packer 2 (3,24
Tunjangan
detik), operator packer 3 (3,06 detik), operator
Rp. 350.000,00 packer 4a (3,02 detik) dan operator packer 4b
Transport
Rp. 336.000,00
Makan (3,05 detik).
Rp. 54.377,00
JKK/JKM/JHT 2. Diperoleh kapasitas produksi ideal per shift
Rp. 60.000,00
JPK (12 jam) adalah untuk operator packer 2
Jumlah Penghasilan Rp. 2.042.777,00 (13.333 sak), operator packer 3 (14.117 sak),
Potongan operator packer 4a (14.304 sak) dan operator
JKK/JKM/JHT Rp. 76.617,00
JPK Rp. 60.000,00 packer 4b (14.163 sak). Sehingga total
Gaji Diterima Rp. 1.906.160,00 kapasitas produksi ideal packer per shift
adalah 55.917sak/shift dan rata-ratanya 13.979
Sedangkan berdasarkan upah minimum sak/packer/shift.
provinsi Sulawesi Selatan ditetapkan upah 3. Berdasarkan hasil perhitungan waktu standar
minimum pekerja atau buruh sebesar Rp. (Wb), maka standar upah tenaga kerja
1.100.000,00 yang terdiri dari upah pokok dan (operator packer) packing semen di Unit
tunjangan tetap Pengantongan Semen Tonasa 2,3,4 adalah
Dari hasil ini menunjukkan bahwa upah Rp. 1.906.160,00 /bulan (20 hari masa kerja
berdasarkan waktu standar (Rp. 1.906.160,00) tanpa upah lembur) per pekerja.
lebih besar dari upah yang diberikan PT.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 11
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

[3] Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja. Teknik Industri ITB,


Kepustakaan Bandung. 1979.
[4] http://eprints.undip.ac.id/16664/1/B_U_D_I_Y_O_N_O.pdf. (24
[1] Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya, Surabaya, November 2011, 17.00 ).
2008 [5] http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/89JUN081721.pdf. (20 Maret
[2] Suhardi, Perancangan Sistem Kerja & Ergonomi Industri Jilid 1 2011, 22.40)
Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, [6] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16824/4/Chapter%2
Jakarta, 2008. 0II.pdf . (21 April 2011, 20.45).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 12
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Pola Angin Pembangkit Gelombang yang Berpengaruh atas


Morfologi dan Bangunan Pantai di Sekitar Makassar
Frans Rabung1
1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1rabung@live.com

Abstrak

Kondisi pantai Indonesia, sebagai negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia, semakin hari semakin kritis
baik dilihat dari segi morfologi maupun dari segi bangunan-bangunan pantai. Penyebabnya bukan saja
kurangnya perhatian (biaya) untuk pemeliharaan/pembangunan, tetapi juga ketiadaan data yang cukup dan
akurat untuk perhitungan-perhitungan teknis. Data yang terpenting adalah data gelombang yang kontinyu untuk
jangka waktu yang cukup lama guna keperluan peramalan gelombang-gelombang ekstrim dalam periode waktu
yang akan datang. Sayangnya justru data gelombang ini yang paling sulit diukur dan paling mahal biayanya.
Sebagai alternatif data angin dapat dipakai sebagai alat untuk meramal gelombang karena gelombang yang
paling banyak berpengaruh di pantai adalah gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Penelitian ini mempelajari
tentang angin di pantai kota Makassar.

Kata Kunci: Pantai, angin, gelombang, difraksi, refraksi

I. Pendahuluan dilakukan, namun hanya dalam waktu singkat


rusak diterjang gelombang (Gambar 1).
I.1 Tujuan Penelitian Contoh lain lebih dekat lagi, bahkan boleh
dikatakan berada di jantung kota Makassar, yaitu
Sebagai negara kepulauan terbesar dengan Pantai Losari yang terkenal keindahannya itu.
pantai terpanjang di dunia, Indonesia seharusnya Telah beberapa kali terjadi, tembok penahan air
memberi perhatian yang memadai pada yang menjadi pelindung Pantai Losari dari
kelestarian pantai, terlebih lagi dengan munculnya serangan gelombang, ambruk akibat tanah
fenomena sea level rise dan cuaca ekstrim akhir- berpasir di bawahnya lubang tergerus ombak dari
akhir ini. Namun kenyataannya sebagian besar laut. Dapat dibayangkan betapa besar kerugian
pantai Indonesia sekarang dalam keadaan rusak yang diakibatkannya, bukan saja berupa biaya
karena tidak terawat, sehingga setiap tahun timbul yang dibutuhkan untuk membangun kembali,
kerugian besar baik berupa kehilangan wilayah tetapi juga waktu yang terbuang bagi begitu
daratan maupun kerusakan bangunan-bangunan banyak orang akibat kemacetan di daerah yang
pantai. merupakan pusat bisnis itu.
Contoh yang terdekat, masih dalam wilayah Ombak yang merusak itu terutama
kota Makassar, adalah pantai Tanjung Bunga. dibangkitkan oleh angin (lihat Bab II). Oleh
Dahulu, daratan Tanjung Bunga terbentuk sebagai karena itu pengetahuan tentang pola angin di
tanah tumbuh (spit) akibat pengendapan suatu daerah pantai sangatlah penting untuk
(sedimentation) pasir dan lumpur yang terangkut menjaga kelestarian morfologi pantai tersebut dan
oleh sungai Jeneberang. Namun sejak bendungan untuk perencanaan bangunan-bangunan pantai
Bili-bili dibangun, sedimen yang terangkut seperti pemecah gelombang, tembok penahan,
tersebut sangat berkurang sehingga tanah tumbuh bahkan pelabuhan. Pola angin, yaitu kecepatan
pun terhenti. Ombak dari laut yang tetap datang angin dan arah datangnya serta variasi-variasinya
setiap tahun akhirnya menggerus daratan yang setiap saat dalam jangka panjang, adalah faktor
telah ada itu. Meskipun usaha-usaha perlindungan utama yang menentukan besar gelombang,
pantai misalnya dengan groin-groin telah arahnya dan periodenya. Oleh karena itu

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 13
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

manakala tidak tersedia data gelombang yang riil bersangkutan yang biasanya tiga sampai enam
dari suatu daerah, maka data angin adalah satu- bulan saja. Memang benar, data angin lazim
satunya data yang relatif mudah diperoleh untuk dipakai untuk meramal gelombang laut tetapi
memprediksi gelombang untuk perencanaan. Pola faktor Return Period (Long Term Statistics) yang
angin inilah yang akan menjadi obyek penelitian lamanya bisa 30 tahun, 50 tahun, atau bahkan 100
ini, khususnya untuk daerah pantai sekitar tahun, sesuai vitalnya bangunan bersangkutan,
Makassar. membutuhkan data angin yang cukup panjang; di
negara-negara maju (Eropa dan Amerika) data itu
diharuskan minimal belasan tahun.

I.3 Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi


morfologi maupun bangunan pantai seperti jenis
tanah dasar laut, gempa, tsunami, pasang-surut
dan sebagainya, namun gelombang yang
ditimbulkan oleh angin adalah yang dominan
sebagaimana akan dijelaskan lebih detail dalam
Bab II. Jenis tanah dasar laut, apakah pasir,
lumpur atau batu adalah faktor yang sangat
menentukan, tetapi karena studi ini fokus pada
Gambar 1. Suatu senja di Pantai Akkarena, Tanjung Bunga.
pantai sekitar Makassar maka faktor tersebut
Tampak konstruksi groin yang sudah hancur dan pantai
yang sudah tergerus gelombang, sementara baik anak-anak menjadi variabel yang konstan. Gempa adalah
maupun orang dewasa tetap menggunakan lokasi tersebut kecil pengaruhnya untuk morfologi dan bangunan
untuk rekreasi. pantai di sekitar Makassar mengingat Sulawesi
Selatan adalah wilayah dengan risiko gempa
I.2 Identifikasi Masalah kecil; faktor gempa menjadi terlalu stochastic
dibandingkan dengan pengaruh gelombang akibat
Dari kedua contoh di atas secara kasat mata angin. Tsunami adalah gelombang laut yang
dapat dilihat bahwa penyebab utama kerusakan ditimbulkan oleh gempa yang menurut berbagai
morfologi pantai dan bangunan-bangunan referensi hanya mungkin terjadi bila intensitas
pelindung di pantai sekitar Makassar adalah gempa lebih besar dari 6,4 skala Richter (Gambar
gelombang laut. Sayangnya, jangankan pantai 2); jadi jelas tidak memenuhi syarat untuk Selat
sekitar Makassar, di seluruh Indonesia belum ada Makassar. Pasang-surut dengan sendirinya turut
pengukuran gelombang laut yang riil dan berpengaruh karena setiap kali meninjau suatu
kontinyu; mungkin di tempat-tempat tertentu gelombang maka permukaan air yang menjadi
pernah ada tetapi hanya untuk penelitian sesaat referensi adalah permukaan air tenang (Still Water
sehingga datanya tidak memadai untuk peramalan Level) dari pasang-surut saat itu.
long-term statistics, atau pengukuran pada
platform-platform minyak milik asing tetapi tidak
dipublikasi untuk umum.
Pekerjaan-pekerjaan pantai yang cukup besar
seperti pembangunan Dermaga dan Tembok Laut
(Sea Wall) serta Pemecah Gelombang
(Breakwater) sering sudah memperhitungkan
kekuatan gelombang, tetapi data gelombang
diperoleh hanya dari peramalan berdasarkan data
angin singkat (Short Term Statistics), maximum Gambar 2. Hubungan antara kekuatan gempa (M) dan
kedalaman episentrum (h) dengan terbentuknya gelombang
sepanjang periode perencanaan pekerjaan tsunami [1].

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 14
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Jadi gelombang yang ditimbulkan oleh angin jawaban sementara atas Rumusan Masalah
merupakan fenomena alam yang paling tersebut di atas, yang akan dibuktikan
menentukan bagi kelestarian morfologi pantai dan kebenarannya dalam penelitian ini:
kestabilan bangunan-bangunan pantai di sekitar  Angin di pantai sekitar Makassar umumnya
Makassar. Oleh karena itu penelitian ini kiranya datang mulai dari arah Barat Daya, Barat
cukup hanya memfokuskan diri pada studi tentang sampai Barat Laut, tetapi angin yang paling
pola angin jangka panjang di pantai Makassar berpengaruh adalah dari arah Barat Daya
untuk dapat memberikan data yang valid dan sampai Barat.
reliable bagi perencanaan. Peramalan gelombang  Kecepatan angin bervariasi dari nol sampai
yang ditimbulkannya cukup mengikuti prosedur- puluhan m/s dimana angin yang dominan
prosedur yang sudah ditetapkan dalam literatur- berasal dari Barat Daya sampai Barat.
literatur yang tersedia sehingga tidak akan  Dalam setahun angin bervariasi terutama
menjadi topik pembahasan dalam penelitian ini. berdasarkan musim, yaitu Musim Kemarau
dan Musim Hujan, dimana angin yang
I.4 Rumusan Masalah dan Hipothesis dominan terjadi pada Musim Hujan. Dalam
jangka panjang arah angin dominan tetap dari
Dalam literatur-literatur tentang cuaca di Barat Daya sampai Barat.
Indonesia selalu dikatakan bahwa pada Musim
Kemarau (Musim Timur) angin yang kering dari
Australia bertiup dari arah Barat Daya ke Timur
Laut. Sedang pada Musim Hujan (Musim Barat)
saat mana banyak angin kencang sampai badai
terjadi (angin dominan), dikatakan angin bertiup
dari Timur Laut. Pendapat ini banyak dipakai
dalam perencanaan bangunan-bangunan pantai
termasuk di Sulawesi Selatan. Kenyataannya,
kalau kita melihat proses terjadinya tanah tumbuh
Tanjung Bunga (Gambar 3), gelombang yang
menyerang pantai itu (jadi berarti juga anginnya)
seharusnya berasal dari Barat Daya sampai Barat.
Perbedaan antara teori dan kenyataan ini (das Gambar 3. Peta kota Makassar dengan spit Tanjung
sollen dan das sein) menjadi sumber pertanyaan Bunga sebelum pembangunan Centre Point of Indonesia
(COP).
bagi penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan
(Research Questions) itu dinyatakan dalam
I.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Rumusan Masalah sebagai berikut:
 Dari manakah arah angin yang paling Pekerjaan-pekerjaan pelestarian pantai seperti
berpengaruh (angin dominan) terhadap pantai beach nourishment, tembok laut (Sea Wall),
sekitar Makassar? pemecah gelombang sampai pembuatan
 Berapakah kecepatan angin di pantai sekitar pelabuhan laut memerlukan data gelombang
Makassar? rencana (boleh dari data angin) yang akurat.
 Bagaimanakah variasi-variasi angin di pantai Tanpa data yang baik, kemungkinan besar
sekitar Makassar? kostruksi yang baru dibangun akan segera gagal
Dari asumsi bahwa gelombang laut yang diterjang gelombang atau terlampau mahal karena
ditimbulkan oleh angin adalah pembentuk utama kekuatannya berlebihan (meskipun yang terakhir
morfologi pantai Makassar sebagaimana yang ini jarang terjadi di Indonesia). Dengan adanya
telah dikemukakan di atas, dan berdasarkan fakta data angin yang cukup untuk meramal gelombang
lapangan yang diperlihatkan pada Gambar 3 maka rencana baik untuk jangka pendek maupum
dapatlah diajukan hipothesis di bawah ini sebagai jangka panjang (30, 50, 100 tahun sesuai

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 15
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

ketentuan) maka akan diperoleh hasil perencanaan Shore Protection Manual [2] menunjukkan
yang optimum, dengan kata lain ekonomis dan bahwa gelombang laut yang mengandung energi
tepat guna. Itulah tujuan sekaligus manfaat dari yang paling banyak adalah kelompok gelombang
penelitian yang diusulkan ini. yang dibangkitkan oleh angin (Gambar 4).
Artinya kelompok gelombang inilah yang dapat
II. Landasan Teori dan Kerangka Berfikir menimbulkan tekanan (kerusakan) yang paling
besar baik terhadap morfologi maupun bangunan
II.1 Angin Membangkitkan Gelombang
di pantai. Dari kelompok ini, yang paling besar
Sub-bab ini memberikan sekedar penjelasan kandungan energinya adalah kelompok Gravity
yang menjadi dasar dari kerangka berfikir yang Waves. Karena itu gelombang-gelombang dari
dikemukakan dalam bab terdahulu secara umum, kelompok inilah yang paling banyak dipelajari
khususnya sebagai landasan teori bagi pengajuan dalam bidang Teknik Pantai klasik. Akan tetapi
hipothesis seperti yang dikemukakan dalam sub- teori-teori yang matematis tentang bagaimana
bab “Rumusan Masalah dan Hipothesis”. Seperti energi yang terkandung dalam angin dipindahkan
yang telah diuraikan di bab terdahulu, ada banyak ke energi gelombang laut sangatlah rumit dan
faktor yang dapat mempengaruhi morfologi masih terlalu bersifat hipotesis sehingga baik
maupun bangunan pantai seperti jenis tanah dasar dalam teori maupun dalam praktek yang dipakai
laut, gempa, tsunami, pasang-surut dan adalah rumus-rumus atau nomogram-nomogram
sebagainya, namun gelombang yang ditimbulkan yang diperoleh secara induktif dari pengamatan-
oleh angin adalah yang dominan untuk kasus pengamatan di lapangan.
pantai Makassar.

Gambar 4. Approximate distribution of ocean surface wave energy illustrating the classification of surface waves by wave
band, primary disturbing force, and primary restoring force [2].

Salah satu nomogram yang paling banyak menentukan terhadap tinggi dan periode
dipakai adalah buatan Sverdrup, Munk, dan gelombang. Arah gelombang tidak disebutkan lagi
Bretschneider yang dikenal sebagai SMB Method karena dengan sendirinya mengikuti arah angin,
(Gambar 5) dari Shore Protection Manual [2]. kecuali ada refraksi atau difraksi yang
SMB Method menunjukkan bahwa arah angin, membelokkan arah gelombang.
kecepatannya, dan panjang wilayah bertiupnya Wilayah pembangkitan gelombang (fetch)
angin (fetch) adalah faktor-faktor yang paling sama dengan wilayah bertiupnya angin yang mana

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 16
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

bisa berupa suatu wilayah di tengah samudra di menyatakan dengan jelas bahwa gelombang
mana terjadi tekanan udara drop tanpa terhubung datang dari arah Barat Daya sampai Barat. Sebuah
ke suatu pantai dari pulau atau benua. Gelombang foto satelit yang dikeluarkan oleh Google Earth
yang terjadi menjalar sampai ke pantai tanpa Pro, yang merekam gelombang di pantai Tanjung
anginnya; gelombang ini disebut swell dengan ciri Bunga pada suatu badai di tahun 2009 (Gambar
teratur hampir-hampir seperti gerakan harmonis. 6), menunjukkan dengan jelas arah datangnya
Keadaan seperti ini biasanya pada samudra- gelombang-gelombang besar yaitu Barat Daya.
samudra yang besar seperti Samudra Pacific atau Refleksi dari gelombang seperti inilah yang
Atlantic dsb. Pada kepulauan seperti Indonesia menggerus pantai Makassar yang tidak terlindung
dimana lautan-lautan relatif sempit, panjang fetch dan membawa sedimen ke arah Utara.
ini meliputi seluruh panjang lautan antar pulau
atau selat yang bersangkutan. Untuk pantai sekitar
Makassar maka panjang fetch adalah selebar Selat
Makassar atau Laut Jawa, tergantung dari mana
arah angin yang ditinjau. Ciri gelombangnya tidak
beraturan dan gelombang datang bersama
anginnya. Hal ini bisa dilihat di Pantai Losari,
Makassar, pada setiap terjadinya badai.
Pembahasan tentang gelombang tidak dilanjutkan
lagi karena diluar jangkauan penelitian ini.

II.2 Anomali Pantai Makassar


Gambar 5. Nomograms of deepwater significant wave
Yang menjadi pertanyaan adalah, arah angin prediction curves as functions of windspeed, fetch length,
sebagaimana yang dikemukakan dalam literatur- and wind duration metric units (SMB Method-Sverdup,
Munk, Bretschneider)
literatur di Indonesia tidak sejalan dengan arah
gelombang yang membentuk morfologi pantai
Makassar. Menurut literatur-literatur itu (misalnya
Anugerah Nontji, 1987, dalam [3], pada musim
hujan yaitu Oktober – April dengan puncak pada
Januari – Februari, angin bertiup dari Samudera
Pasifik dari arah Timur Laut kemudian oleh
pengaruh khatulistiwa angin berubah arah menjadi
dari Barat Laut untuk Indonesia bahagian Selatan,
jadi untuk wilayah Makassar seharusnya angin
dari arah Barat Laut; sebaliknya pada musim
kemarau yang puncaknya terjadi pada bulan-bulan
Juli – Agustus – September, angin berasal dari
sekitar benua Australia jadi dari Tenggara Gambar 6. Arah gelombang pada suatu badai tahun 2009 di
kemudian di khatulistiwa berbelok arah menjadi Pantai Akkarena, Tanjung Bunga, terlihat jelas dari arah
dari Barat Daya untuk Indonesia bahagian Utara, Barat Daya. (Sumber: foto satelit Google Earth Pro)
jadi untuk pantai Makassar pada musim kemarau
angin berasal dari Tenggara. Angin kencang III. Materi dan Metode Penelitian
sampai badai umumnya terjadi pada musim hujan.
III.1 Data Angin
Kenyataannya, pembentukan muara dan
tanah-tanah tumbuh (spits) di pantai Makassar, Data angin diperoleh langsung dari Balai
seperti Tanjung Bunga dan muara sungai Tallo Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
sebagaimana diperlihatkan oleh Gambar 3, Wilayah IV Makassar. Data ini direkam secara

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 17
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

‘real time’ di Stasiun Maritim Paotere yang III.2 Metode Analisis


terletak tepat di tepi laut pantai Makassar pada
koordinat 5006’37.63” LS dan 119025’11.61” BT Dalam pencatatan data angin seperti yang
(Google Earth). Alat ukur amometer yang dilakukan oleh BMKKG di Stamar (stasiun
terpasang di lapangan terbuka pada ketinggian 10 maritim) Paotere itu, angin dicatat kontinyu hanya
meter di atas permukaan tanah mengirim data selama 10 menit tepat sebelum jam yang
kecepatan dan arah angin setiap saat langsung ke dimaksudkan. Data ini kemudian dirata-ratakan
sistim komputer yang terpasang dalam kantor untuk 10 menit itu dan dipandang sama dengan
Stasiun yang terletak di dekatnya. Data direkam rata-rata dari satu jam yang dimaksudkan itu,
berupa kecepatan angin rata-rata dan maksimum namun kecepatan maximum yang tercatat selama
(wind gust) per jam dan dikirimkan langsung ke 10 menit itu dicatat pula tersendiri dan disebut
BMKG di Jakarta dan ke pusat pengelolaan data ‘extreme velocity’ atau dalam istilah sehari-
cuaca global. harinya ‘wind gust’. Nilai rata-rata dari seluruh
Data yang diberikan oleh BMKG Makassar jam dalam sehari dirata-ratakan pula untuk
untuk penelitian ini adalah data kecepatan angin mendapatkan ‘angin rata-rata harian’, sedang nilai
harian rata-rata dan terbesar serta arahnya yang terbesar dari wind gusts sepanjang hari
diolah oleh pihak BMKG sendiri berdasarkan data bersangkutan dicatat sebagai ‘angin terbesar
per jam di atas. Lamanya data adalah 20 tahun harian’. Angin terbesar harian yang tercatat dalam
kontinyu, sehingga cukup valid untuk dipakai baik Data Kecepatan Angin Terbesar dari BMKG itu
langsung dalam suatu perencanaan maupun untuk diolah menurut metode yang diuraikan dalam
peramalan jangka panjang. Data asli BMKG ini Coastal Engineering Manual [4] untuk
tidak dapat disajikan seluruhnya di sini karena mendapatkan kecepatan-kecepatan angin yang
terbatasnya ruang untuk tulisan ini. dapat membangkitkan gelombang.
Mirip dengan distribusi tinggi gelombang Langkah pertama, angin dengan extreme
yang ditimbulkannya, distribusi kecepatan angin velocity dipandang sebagai ‘fastest mile
mengikuti Rayleigh distribution dimana nilai-nilai windspeed’. Fastest mile windspeed adalah
yang kecil memiliki frekuensi yang sangat tinggi kecepatan angin terbesar dalam menempuh jarak
dibandingkan dengan nilai-nilai yang besar. satu mil (1609 m), diberi simbol µ f. Meskipun
Untuk dapat membangkitkan gelombang, kecepatan ini cukup besar namun durasinya
kecepatan angin harus cukup besar dan cukup biasanya sangat singkat, umumnya kurang dari 2
lama bertiup (durasi angin). Angin kategori calm menit, sehingga belum dapat membangkitkan
(Beaufort Scale 0 – 0,51 m/s) sampai ‘angin gelombang; namun dalam proses naik dan
lemah’ (gentile breeze 3,5 – 5,1 m/s) tidak dapat turunnya dari kecepatan maksimum ini terdapat
membangkitkan gelombang yang berarti kecepatan angin yang cukup besar selama
meskipun durasinya cukup lama, sebaliknya beberapa waktu yang mampu membangkitkan
meskipun terjadi angin yang besar tetapi gelombang. Sebagai contoh, kecepatan angin
durasinya sangat singkat tidak dapat pula terjadi terbesar pada tanggal 8 Februari 2000 adalah 26
gelombang. Oleh karena itu ‘Data Kecepatan knot (26 mil laut per jam) maka:
Angin Rata-rata’ dari BMKG itu tidak dapat
dipakai dalam analisis “angin pembangkit 26  1852
 f
  1 3 .4 m
s
(1)
gelombang”; data BMKG yang dipakai dalam 3600
analisis ini adalah “Data Kecepatan Angin
Terbesar” dan “Data Arah Angin Terbesar” Langkah kedua menghitung durasi dari fastest
harian. mile windspeed (duration averaged):

1609
t   1 3 .4 s (2)
f
 f

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 18
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Langkah ketiga, menghitung 1-hour averaged South (180o), South-West (225o), West (270o),
windspeed yaitu kecepatan angin rata-rata dalam dan North-West (315o). Kesimpulan dari hasil-
satu jam: hasil analisis di atas diuraikan di bawah ini.

 f
V. Kesimpulan dan Saran
 1 .2 7 7  0 .2 9 6 ta n h
 3600
(3) V.1 Kesimpulan
  45 
  Dari hasil pembahasan dan analisis yang
 0 .9 lo g 1 0  
t  disajikan dalam bentuk diagram-diagram

  f 
windrose di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:
f
 3600   1 0 .5 m
s
1. Ciri angin pembangkit gelombang selama
1 .2 8 musim kering dan musim hujan mempunyai
karakteristik-karakteristik yang berbeda tapi
Inilah kecepatan angin rata-rata yang bertiup juga punya kesamaan. Perbedaan, dalam
selama satu jam yang dapat membangkitkan musim hujan kecepatan angin dapat mencapai
gelombang. Seluruh data kecepatan angin terbesar nilai-nilai kelompok terbesar (kelompok
dari BMKG itu dikonversi ke µ3600 keenam) yaitu >=11.1 m/s, sedang dalam
mengggunakan spreadsheets. Bersama dengan musim kemarau kecepatan angin maksimum
data arah angin terbesar, joint distribution antara mencapai kelompok keempat (5.7-8.8 m/s).
kecepatan dan arah dengan frekuensinya dihitung Arah angin utama dalam musim hujan
dan disajikan dalam bentuk radar chart yang bervariasi dari arah Barat Daya sampai dengan
dikenal sebagai WindRose. Karena data yang Barat Laut, sedang dalam musim kering
diolah mencapai puluhan ribu maka proses didominasi arah Barat Daya sampai Barat.
pengolahannya dilakukan dengan paket program Kesamaan, baik dalam musim kering maupun
WRPLOT©. dalam musim hujan arah angin dari Barat tetap
signifikan.
IV. Hasil 2. Data yang menyajikan distribusi gabungan
kecepatan dan arah angin selama 20 tahun
Hasil pengolahan data dengan WRPLOT © menunjukkan bahwa arah angin yang dominan
disajikan dalam Gambar 7, 8 dan 9 berupa adalah dari Barat Daya sampai Barat Laut dan
diagram-diagram windrose untuk seluruh periode memperkuat kesimpulan dalam point 1 bahwa
data yaitu 20 tahun. Kecepatan angin dibagi atas 6 arah angin terbanyak adalah dari Barat. Angin
kelompok yang umum dipakai diluar kelompok yang termasuk dalam kategori keenam
calm (kecepatan 0 – 0.5 m/s). Perlu diingatkan (>=11.1 m/s) meliputi sekitar 5% dari angin
bahwa pada diagram-diagram windrose dalam yang tercatat selama 20 tahun. Angin terbesar
tulisan ini kelompok calm selalu 0.00% karena yang terjadi hanya sekali selama pencatatan
memang nilai-nilai yang dipakai diperoleh dari 20 tahun adalah 89 knot (45.4 m/s) dari arah
‘kecepatan angin terbesar harian’, bukan dari nilai Utara terjadi pada tanggal 8 Juni 2007.
rata-rata harian dimana terkandung banyak nilai 3. Apa yang diprediksi dalam hipothesis
calm. Kelompok pertama meliputi angin dengan penelitian ini telah terbukti, namun masih ada
kecepatan 0.5 – 2.1 m/s, kelompok kedua 2.1 – tersisa pertanyaan untuk penelitian lebih lanjut
3.6 m/s, kelompok ketiga 3.6 – 5.7 m/s, kelompok yaitu mengapa angin dari Tenggara yang
keempat 5.7 – 8.8 m/s, kelompok kelima 8.8 - seharusnya mendominasi angin musim kering
11.1 m/s dan kelompok keenam >= 11.1 m/s. ternyata tidak signifikan? Apakah pengaruh
Arah datangnya angin dibagi atas 8 kelompok selat-selat dan laut (dalam hal ini Laut Jawa
sesuai 8 arah mata-angin utama yaitu North (0o), dan Selat Makassar) sedemikian kuat sehingga
North-East (45o), East (90o), South-East (135o), berperi-laku seperti terowongan angin?

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 19
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

V.2 Saran yang aman, ekonomis dan berwawasan


lingkungan.
1. Meskipun telah terbukti bahwa angin 3. Perlu pula penelitian lanjutan mengenai
terbanyak berasal dari Barat Daya, Barat dan pengaruh selat-selat dan laut-laut yang
Utara namun yang dominan adalah dari Barat. membagi pulau-pulau di Indonesia. Sejauh
Ini tidak terlalu sesuai dengan arah datangnya mana mereka berperan dalam membelokkan
gelombang yang membentuk spits seperti arah angin-angin musim global? Hal ini sangat
Tanjung Bunga dan muara sungai Tallo bermanfaat untuk perencanaan setiap pantai di
dimana logikanya angin dominan seharusnya Indonesia secara spesifik.
berasal dari Barat Daya. Perlu penelitian lebih
lanjut apakah terjadi refraksi gelombang yang Kepustakaan
dari arah Barat. [1] B. Triatmodjo, Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta, 1999.
2. Perlu penelitian prediksi gelombang yang [2] Waterways Experiment Station. Shore Protection Manual (SPM). U.S.
Army Corps of Engineers, Washington D.C., 1984.
dibangkitkan oleh angin yang diperoleh dari [3] B. Triatmodjo. Teknik Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta, 2009.
penelitian ini. Prediksi gelombang yang baik [4] Coastal and Hydraulics Laboratory (CHL). Coastal Engineering
Manual (CEM). U.S. Army Corps of Engineers, Washington D.C.,
akan sangat berguna bagi perencanaan 2008.
perlindungan pantai dan bangunan-bangunan [5] F. Rabung, A Study on King Island’s Grassy Rubble-mound
Breakwater Trunk Design by One-tenth Scale Model Tests. Master
pantai sehingga diperoleh kostruksi-konstruksi Thesis, Faculty of Engineering, Monash University, Clayton,
Australia, 1993.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 20
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Mitigasi Bencana Tsunami di Pantai Losari Makassar,


Sulawesi Selatan
Achmad Yasir Baeda1, Syerly Klara2, Hendra3, Rita Muliyati4
1,2,3,4
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1yasirbaeda@yahoo.com

Abstrak

Pantai Losari yang merupakan salah satu ikon penting Kota Makassar, ternyata memendam potensi bahaya yang
cukup besar, yakni kerentanan terhadap terpaan tsunami. Hal ini lebih disebabkan karena posisinya yang tepat
berada di depan Selat Makassar bagian Selatan yang kurang mempunyai sejarah seismik yang cukup signifikan
untuk membangkitkan tsunami. Walaupun demikian, adanya Spreading Center serta kenyataan akan
meningkatnya stress pada ujung-ujung lempeng aktif di sekitar Pulau Sulawesi, justru meningkatkan potensi
gempa bawah laut, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tsunami. Belum adanya konsep mitigasi bencana
tsunami di Pantai Losari, semakin memperbesar peluang jatuhnya korban jiwa dan material yang besar, jika
terjadi tsunami. Olehnya diperlukan kajian khusus mengenai mekanisme evakuasi yang tertuang pada Manual
Mitigasi Bencana Tsunami jika terjadi di Pantai Losari Makassar. Kajian dilakukan dalam dua tahap, pertama
adalah pemodelan penjalaran tsunami Selat Makassar bagian Selatan menuju Pantai Losari Makassar, dan kedua
adalah kajian khusus mitigasi tsunami itu sendiri. Dengan pemodelan penjalaran tsunami menggunakan SiTProS
Ver. 1.5, didapatkan bahwa tsunami dapat mencapai Pantai Losari Makassar sekitar 6.07 menit setelah gempa
pertama dan dapat mencapai 9.0 meter run-up. Hal ini menjadi dasar pembuatan peta evakuasi sebagai alternatif
terbaik mitigasi tsunami di Pantai Losari Makassar.

Kata Kunci: Mitigasi, tsunami, Pantai Losari

I. Pendahuluan tsunami yang spesifik untuk Pantai Losari.


Rancangan ini merupakan sumber utama dalam
Pulau Sulawesi merupakan pertemuan dari pembuatan Manual Mitigasi Bencana Tsunami
ujung-ujung lempeng tektonik aktif di dunia; untuk Pantai Losari, yang akan sangat berperan
yakni Indo-Australia, Eurasia, Pacific, dan dalam proses evakuasi penduduk saat terjadi
Caroline. Selang beratus tahun, Pulau Sulawesi tsunami di Pantai Losari; yang merupakan
termasuk salah satu pulau yang tidak terlalu tanggung jawab dari Pemerintah Kota Makassar
“menderita” oleh bencana-bencana geologi sendiri.
maupun bencana bawaannya, seperti tsunami. Oleh karena hal tersebut di atas pada penelitian
Namun hal ini pada dasarnya justru meningkatkan ini, yakni dibuatnya mekanisme khusus mitigasi
level keutamaan akan bahaya (hazard level), bencana Tsunami untuk Pantai Losari Makassar.
utamanya karena meningkatnya potensial stres Mekanisme khusus ini kemudian menjadi bahan
dari lempeng-lempeng tektonik tersebut di atas. utama dalam pembuatan Manual Mitigasi
Pantai Losari yang merupakan salah satu Bencana Tsunami untuk Pantai Losari Makassar.
waterfront dari Kota Makassar, juga merupakan
pantai yang secara langsung berhadapan dengan II. Tinjauan Pustaka
bagian Selatan dari Selat Makassar. Walau hal ini
sangat baik untuk bidang pariwisata, namun juga Secara geografis, Pulau Sulawesi terletak di
cukup riskan untuk mendapatkan ancaman 5.36° LU-7.48° LS dan 117.02°-125.74° BT
tsunami dari kegiatan seismik di Selat Makassar merupakan salah satu pulau yang paling aman
bagian Selatan. Olehnya sebagai tindakan dalam rangkaian kepulauan Indonesia disebabkan
preventif, diperlukan rancangan mitigasi bencana karena letaknya yang secara tidak langsung

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 21
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

berada di antara 2 samudera, yaitu Samudera artinya bahwa tsunami menghampiri pantai setiap
Pasifik dan Samudera Hindia. Sulawesi terbagi sekitar dua tahun [2, 3]. Fakta di lapangan
atas 6 provinsi dan memiliki beberapa pulau kecil, menunjukkan bahwa masyarakat pesisir belum
yang membuatnya menjadi salah satu dari pulau terlalu siap menghadapi tsunami yang bertubi-tubi
terbesar di Indonesia yang memiliki garis pantai itu. Setiap kali tsunami datang, penduduk selalu
yang panjang. dilanda kepanikan dan kebingungan. Oleh karena
minimnya upaya mitigasi, banyak kerugian dan
korban jiwa yang senantiasa jatuh akibat tsunami
tersebut. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan
untuk melindungi pantai dari terjangan tsunami.
Idealnya, menggunakan mitigasi yang
komprehensif, yaitu dengan mengkombinasikan
pemodelan fisik penjalaran tsunami dengan
analisis mekanisme evakuasi yang sesuai dengan
kemampuan manusia dan ketersediaan sarana dan
prasarana di lokasi tinjauan.
Dengan perkembangan cepat yang terjadi di
perkotaan di seluruh belahan dunia khususnya
wilayah Pantai Losari Makassar, bencana alam
seperti banjir dan curah hujan di atas normal,
periode musim kering yang berkepanjangan, dan
serangan angin taufan, tanah longsor dan gempa
Gambar 1. Pusat gempa di perairan Pulau Sulawesi sejak bumi adalah ancaman umum bagi umat manusia.
1976-2010 [1] Walaupun kemajuan mengenai pemahaman
permasalahan bencana alam dan mitigasi bencana
Sayangnya, ini juga bermakna bahwa Pulau
alam tetap minim, namun bagi sebagian besar
Sulawesi rentan akan bahaya bencana di laut,
orang masih banyak isu-isu yang belum
seperti tsunami yang terjadi karena adanya gempa
terpecahkan. Penggunaan pemodelan fisik untuk
bumi yang berpusat di laut (terlihat dari point
studi dari permasalahan struktur bangunan untuk
merah dan tanggal kejadian) tampak pada Gambar
memperkecil atau mengurangi resiko tsunami
1, terjadi di semua bagian dari Pulau Sulawesi.
ditinjau. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian
Sejak terjadinya tsunami Aceh tahun 2004, istilah
berupa pemodelan fisik penjalaran tsunami yang
tsunami mulai dikenal luas masyarakat Indonesia
dibarengi dengan pemberlakuan mekanisme
dan sejak saat itu pula Pemerintah dan masyarakat
evakuasi yang tepat yang merupakan komponen
Indonesia semakin waspada akan ancaman
utama untuk menjaga keselamatan penduduk
tsunami dan menyadari perlunya upaya mitigasi
setempat jika terjadi tsunami.
untuk meminimalkan korban dan kerugian yang di
Kata tsunami berasal dari bahasa Jepang yang
timbulkan oleh bencana tsunami.
artinya tsu berarti pelabuhan dan nami berarti
Indonesia dikelilingi pantai rawan tsunami
gelombang. Kata ini secara mendunia sudah
karena posisi geografisnya yang terletak pada
diterima dan secara harfiah yang berarti
pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu
gelombang tinggi/besar yang menghantam
lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia
pantai/pesisir. Tsunami kerap terjadi akibat gempa
di Selatan, lempeng Pasifik di Timur. Pertemuan
tektonik yang besar di laut, walaupun pada
lempeng-lempeng ini adalah lokasi gempa-gempa
dasarnya tsunami juga dapat dipicu oleh tanah
yang besar dan berada di lautan yang berpotensi
longsor di dasar laut, letusan gunung api dasar
membangkitkan gelombang tsunami. Catatan
laut, atau akibat jatuhnya meteor. Tsunami terjadi
riwayat tsunami menunjukkan bahwa terdapat 22
pada dasarnya akibat bergeraknya
kejadian tsunami yang melanda kawasan pesisir
patahan/rekahan vertikal memanjang sehingga air
dan laut Indonesia sejak 1961 hingga 2006, yang

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 22
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

laut terhisap masuk dalam patahan dan kemudian pada kemampuan masyarakat lokal mungkin lebih
terlempar kembali setelah patahan mencapai efektif untuk diterapkan. Keterampilan
keseimbangan. Pada kasus tsunami kecepatan masyarakat mengantisipasi bencana menentukan
rambat air dapat mencapai ratusan kilometer dalam upaya penurunan risiko timbulnya korban
perjamnya. Antara terjadinya gempa dan tsunami dalam bencana tsunami. Langkah-langkah
ada jeda waktu yang dapat digunakan untuk tersebut adalah antara lain:
memberikan peringatan dini pada masyarakat.  Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
Untuk itu perlu dilakukan Mitigasi Tsunami untuk membuat petarawan bencana yang dibuat oleh
memberi peringatan dini sebelum terjadinya masyarakat sendiri dengan teknologi
bencana. sesederhana mungkin sehingga mereka sadar
Gelombang tsunami dihasilkan oleh gempa dan mengerti bahwa tempat tinggalnya berada
bumi, letusan gunung berapi, atau tanah longsor di daerah rawan tsunami.
bawah laut bisa mencapai 50 kaki atau lebih  Langkah kedua melatih dan memberi
tinggi dan menghancurkan masyarakat pesisir. penyuluhan tentang berbagai hal yang terkait
Dalam sejarah tercatat, tsunami di seluruh dunia dengan tsunami mulai dari gejala atau ciri-ciri
telah membunuh ratusan ribu orang. Sejak 1946 tsunami, dampaknya, hingga upaya evakuasi
beberapa tsunami telah menewaskan hampir dan penyelamatan diri. Metode
500.000 orang dan merusak ratusan juta dollar penyampaiannya perlu dilakukan dengan cara
properti di Alaska, Hawaii, dan di sepanjang yang menarik dan melalui media yang
Pantai Barat Amerika Serikat. Tsunami adalah merakyat.
peristiwa jarang terjadi namun bisa sangat  Selain itu, benda-benda yang berada di pantai
merusak. seperti kapal dan perahu bisa tertahan oleh
Selain mempersiapkan evakuasi dan tanggap vegetasi ini sehingga jumlah korban dan
darurat, masyarakat dapat mengurangi risiko kerusakan bangunan lainnya bisa diperkecil.
tsunami di tempat mereka dengan memodifikasi Banyak warga juga tertolong jiwanya dari
penggunaan, perencanaan lahan serta praktik bencana tsunami dengan cara berpegangan di
pembangunan struktur di atasnya. Meskipun pohon atau naik ke atas bangunan. Upaya
berencana untuk tsunami tidak akan menjadi mitigasi lain dengan pola adaptif, rumah-
prioritas utama bagi komunitas pesisir, usaha yang rumah penduduk di tepian pantai harus
relatif kecil untuk merencanakan bahaya ini dapat memiliki struktur kuat sehingga tahan
secara signifikan meningkatkan keselamatan terhadap goncangan gempa. Rumah panggung
masyarakat. Dengan itu perlu di lakukan baik terbuat dari kayu maupun beton bisa
penelitian mengenai mitigasi. menjadi alternatif karena tidak mudah roboh
Mitigasi meliputi segala tindakan yang oleh terjangan tsunami. Yang tidak kalah
mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan pentingnya adalah membangun sistem deteksi
terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak dini atau sistem peringatan dini ini biasanya
suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. dikaitkan dengan alat/instrumen deteksi
Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. tsunami.
Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang Jepang telah membangun dinding penahan
mengurangi atau menghilangkan resiko jangka Tsunami setinggi 4.5 meter pada daerah pantai
panjang bahaya bencana alam dan akibatnya yang padat penduduk. Namun ketika gempa tahun
terhadap manusia dan harta-benda”. Mitigasi 1993 menimpa Hokaido, tinggi gelombang
adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak Tsunami mencapai 30 meter. Dinding penahan
terkait pada tingkat negara, masyarakat dan terlampaui namun tetap dapat mengurangi
individu. kecepatan dari Tsunami. Korban jiwa tetap tidak
Kondisi masyarakat pantai/pesisir yang masih terhindarkan, Dengan ini Mitigasi harus
tradisional dan keterbatasan dana yang tersedia, memperhatikan semua tindakan yang diambil
maka langkah-langkah mitigasi yang berbasis untuk mengurangi pengaruh dari bencana dan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 23
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

kondisi yang peka dalam rangka untuk  Pemuatan parameter peta bencana dalam
mengurangi bencana yang lebih besar dikemudian perencanaan pembangunan.
hari. Karena itu seluruh aktivitas mitigasi Sedangkan tindakan pencegahan yang
difokuskan pada bencana itu sendiri atau tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
bagian/elemen dari ancaman.  Pembuatan dan penempatan tanda-tanda
Beberapa hal untuk rencana mitigasi peringatan, bahaya, larangan memasuki
(mitigation plan) pada masa depan dapat daerah rawan bencana, dan sebagainya,
dilakukan sebagai berikut:  Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai
 Perencanaan lokasi (land management) dan peraturan tentang penataan ruang, ijin
pengaturan penempatan penduduk. mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
 Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta lain yang berkaitan dengan pencegahan
memperbaiki peraturan (code) disain yang bencana,
sesuai.  Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan
 Melakukan usaha preventif dengan masyarakat,
merealokasi aktiftas yang tinggi ke daerah  Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan
yang lebih aman dengan mengembangkan bencana ke daerah yang lebih aman,
mikrozonasi.  Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan
 Melindungi dari kerusakan dengan melakukan masyarakat,
upaya perbaikan lingkungan dengan maksud  Perencanaan daerah penampungan sementara
menyerap energi dari gelombang Tsunami dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana,
(misalnya dengan melakukan penanaman  Pembangunan struktur yang berfungsi untuk
mangrove sepanjang pantai). mencegah, mengamankan dan mengurangi
 Mensosialisasikan dan melakukan training jatuhnya korban jiwa.
yang intensif bagi penduduk di sekitar pantai
yang ditengarai rawan Tsunami. III. Tujuan dan Metode Penelitian
 Membuat sistem peringatan dini sepanjang
daerah pantai losari/perkotaan yang rawan Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
Tsunami. penelitian ini adalah ter-peta-kannya kemitigasian
Upaya atau kegiatan dalam rangka bencana tsunami di Pantai Losari Makassar, yang
pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, didasarkan pada simulasi numerik penjalaran
bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana tsunami yang kemungkinan terjadi di bagian
serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh Selatan Selat Makassar.
bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya Metode penelitian dibagi dalam dua bagian
dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu besar, yakni pemodelan/simulasi numerik
mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan penjalaran tsunami dengan sumber pembangkit
pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif berada di bagian Selatan Selat Makassar, dan
antara lain adalah: pembuatan peta evakuasi berbasis hasil simulasi
 Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan numerik penjalaran tsunami tersebut.
masalah. Adapun lokasi yang ditinjau adalah Pantai
 Pembuatan pedoman/standar/prosedur. Losari Makassar dengan posisi pada posisi 5° 08’
 Pembuatan brosur/leaflet/poster. 39.52 Lintang Selatan dan 119° 24’ 20.33’’ Bujur
 Penelitian/pengkajian karakteristik bencana Timur (Gambar 2); sementara data parameter
dan analisis resiko bencana. gempa diperoleh dari Global CMT dengan rincian
 Internalisasi peta bencana dalam muatan lokal sebagai berikut:
pendidikan.
 Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 24
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Tabel 1. Parameter Gempa Pembangkit Tsunami di Selatan Selat Makassar (sumber: Global CMT)
Reg Location Fault Plane
Mag
Name Lat Long Depth Strike Dip Slip Strike1 Dip1 Slip1
B -4.22 118.85 15.7 38 24 100 207 66 86 5.5
C -3.7 117.91 14.8 13 16 89 194 74 90 5.9
D -4.2 117.8 14.8 13 16 89 194 74 90 5.9
E -4.69 117.69 14.8 13 16 89 194 74 90 5.9

 Mengumpulkan data yang diperlukan dalam


penelitian ini yang terkait yaitu data jumlah
penduduk, pendapatan rata-rata (annual), jenis
pekerjaan.
 Mencari data tinggi bangunan, lokasi, luasan,
level akses yang berada di Pantai Losari.
 Menghitung waktu rata-rata manusia
beraktivitas antara lain: lari, jalan, naik tangga
di beberapa lokasi Pantai Losari Makassar
yang ditengarai akan terkena tsunami.
 Memasukkan input data tinggi gelombang dan
waktu impak
Gambar 2. Posisi Pantai Losari dan Episenter Gempa Bumi
Pembangkitnya
 Memasukkan input koordinat titik dari lokasi
daerah yang di tinjau.
Semua data tersebut di atas menjadi input  Menentukan alur evakuasi pada saat terjadinya
utama pada program SiTProS [4] untuk tsunami.
mendapatkan visualisasi pemodelan gelombang  Membuat rangkaian peta mitigasi bencana
tsunami buatan pada pantai Losari Makassar. tsunami di Losari.
Hasil pemodelan penjalaran ini menjadi input
untuk pembuatan mekanisme evakuasi yang IV. Analisis dan Pembahasan
menjadi ciri utama dari mitigasi bencana tsunami.
Simulasi penjalaran tsunami dilakukan dalam
Guna pembuatan peta evakuasi/mitigasi,
dua bagian, yakni tinjauan titik dan tinjauan garis.
dibutuhkan:
Tinjauan titik memfokuskan pada epicenter
 Batas darat dan laut dari Pantai Losari
gempa sementara tinjauan garis pada arah patahan
 Data demografi penduduk di sekitar Pantai
yang akan menentukan arah terjang tsunami di
Losari
pantai.
 Data konstruksi di sekitar Pantai Losari
Simulasi ini menghasilkan bahwa waktu
 Data rentang waktu aktifitas penduduk di
tercepat yang dibutuhkan dari main shock di pusat
Pantai Losari
gempa (epicenter) sampai tibanya gelombang
 Data waktu terpa rata-rata tsunami serta tinggi
tsunami pertama di Pantai Losari Makassar adalah
run-up di bibir Pantai Losari
6.073 menit (Gambar 3). Waktu ini juga berarti
Adapun proses pembuatan peta
bahwa waktu evakuasi haruslah paling tidak sama
evakuasi/mitigasi dilakukan dengan tahapan
atau kurang dari 6 menit.
sebagai berikut:

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 25
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Gambar 3. Grafik waktu impak tsunami tersingkat dalam menit

Sementara ketinggian gelombang maksimum baik berjalan, berlari maupun menaiki tangga.
adalah sekitar 11.69 meter yang juga berdasar atas Didapatkan bahwa untuk berlari di kerumunan
formula Aydan [5] untuk wilayah Indonesia. dapat mencapai kecepatan 178.9 meter/menit,
Adapun pengukuran ketinggian muka air berjalan dalam kerumunan dapat mencapai
sampai di jalanan Pantai Losari Makassar pada kecepatan 64.9 meter/menit, serta menaiki tangga
pasang tertinggi adalah 2.65 meter; sehingga sebesar 0.49 meter/detik.
ketinggian run-up yang akan tiba di Pantai Losari Jika di-skenario-kan terdapat pengumpulan
adalah 9.0 meter. Hal ini memberikan alternative massa pada saat tsunami terjadi di beberapa
rute evakuasi yang sangat terbatas di Pantai Losari tempat, seperti Masjid Amirul Mukminin (Site A),
Makassar. Walaupun demikian terdapat beberapa Anjungan Pantai Losari (Site B), Makassar
bangunan di sekitar Pantai Losari Makassar yang Golden Hotel (Site C) dan Pelabuhan Kayu
cukup representatif sebagai tempat evakuasi yakni Bangkoa (Site D), maka didapatkan bahwa
Hotel Aryaduta Makassar (tinggi 47 meter), RS. dengan waktu impak 6.073 menit, akan dapat
Stella Maris (tinggi 17.5 meter), Quality Plaza mengakomodasi proses evakuasi di Pantai Losari
Hotel (tinggi 30 meter), Mercure Hotel (tinggi 33 saat terjadi tsunami untuk Site A, B, dan D.
meter), Kenari Hotel (tinggi 24.5 meter), dan Sementara untuk Site C, dibutuhkan waktu paling
Benteng Rotterdam (tinggi 11 meter). tidak dua menit lebih lama untuk sampai ke
Analisis evakuasi kemudian dilakukan dengan Mercure Hotel atau Hotel Aryaduta Makassar
mencatat pergerakan orang dalam kerumunan, (Gambar 4).

Gambar 4. Alur evakuasi tsunami di Pantai Losari dan waktu tempuhnya

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 26
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

V. Kesimpulan dan Saran lebih luas lagi yakni mencakup area di sebelah
Selatan dari Jalan Metro Tanjung Bunga yang
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peta padat dengan rumah penduduk.
mitigasi yang berupa alur evakuasi dan tata cara
evakuasi untuk wilayah Pantai Losari Makassar Kepustakaan
sangatlah diperlukan, mengingat waktu impak [1] A.Y. Baeda, “Seismic and Tsunami Hazard Potential in Sulawesi
Island”, Journal of International Development and Cooperation, Vol
yang sangat singkat bila terjadi gempa bumi 17, pp17-30, 2011.
bawah laut di Bagian Selatan Selat Makassar. [2] S. Diposaptono, Life alongside of Earthquakes and Tsunamis.
Penerbit Buku Ilmiah Populer, Ch.1, pp19-20, 2007.
Adapun peta alur evakuasi beserta waktu [3] H. Latief, N.T. Puspito, F. Imamura, “Tsunami Catalog and Zones in
tempuhnya dapat dilihat pada Gambar 4. Peta ini Indonesia”, Journal of Natural Disaster Science, Vol. 22, No.1,
pp.25-43, 2000.
dapat dijadikan acuan awal untuk membuat peta [4] S. Chuai-Aree, W. Kanbua, SiTProS, “Fast and Real-Time
yang lebih lengkap lagi, khususnya mencakup Simulation of Tsunami Propagation”, First Asia International
Conference on Modeling & Simulation (AMS'07), Ams. pp. 490-495,
area Pantai Losari yang sementara dalam 2007.
pembangunan. [5] O. Aydan, “Seismic and Tsunami Hazard Potential in Indonesia with
a special emphasis on Sumatra Island”, Journal of The School of
Walaupun demikian, terdapat beberapa saran Marine Science and Technology, Tokai University, Vol. 6 No. 3: 19-
yang mengemuka pada penelitian ini. Antara lain 38, 2008.
[6] A.Y. Baeda, “Patahan Pembangkit Gempa Dasar Laut dan Tsunami di
diperlukannya satu bangunan tinggi lagi pada area Pulau Sulawesi”, Prosiding Seminar Nasional, Celebes Ocean
di depan Makassar Golden Hotel, sebagai Science and Engineering Seminar (COSES 2014), Makassar, pp. 142-
147, 2014.
alternatif evakuasi yang lebih terjangkau dari [7] A.Y. Baeda, et al, “Mitigation plan for future tsunami of Seruni
estimasi waktu impak tsunami yang didapatkan Beach Bantaeng”, Elsevier Procedia Earth and Planetary Science,
Vol.14, pp.179-185, 2015.
melalui simulasi penjalaran tsunami. Khusus [8] A.Y. Baeda, et al, “Tsunami Mitigation Plan for Manakarra Beach of
mengenai area Pantai Losari yang sementara West Sulawesi Province, Indonesia”, Elsevier Procedia Engineering,
Vol. 116, pp.134-140, 2015.
dikembangkan, diperlukan penelitian lanjut
mengenai area terpa gelombang tsunami yang

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 27
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Desain Kriteria Propeller Clearance Kapal Tradisonal Tipe Pinisi


Terhadap Efisiensi Propulsi
Andi Haris Muhammad1, Hasnawiya Hasan2, Jusman3
1,2,3
Program Studi Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1andi_haris@eng.unhas.ac.id

Abstrak

Sistem propulsi terdiri dari tiga bagian pokok yaitu: penggerak utama, sistem transmisi dan alat penggerak kapal
(propeller), perancangan ketiga bagian ini sangat bergantung dari bentuk lambung kapal, khususnya area kerja
propeller. Permasalahan klasik yang umumnya timbul dalam perancangan sistem propulsi adalah tidak
tercapainya kecepatan operasi yang direncanakan atau rendahnya efisiensi propulsi yang dihasilkan. Fenomena
ini juga banyak dialami kapal-kapal yang dibangun secara tradisional. Penelitian ini adalah kajian desain kriteria
propeller clearance pada kapal tradisional tipe pinisi, khususnya terhadap peningkatan efisiensi propulsi kapal.
Pengujian daya dorong kapal dilaksanakan pada tangki tarik dengan model panjang 1,2 m (skala 1/35). Hasil
penelitian dengan metode gravitasi menujukan bahwa besaran daya dorong yang dihasilkan sangat bergantung
pada jarak peletakan propeller. Daya dorong optimal terjadi pada jarak 1,5 m dari poros linggih, harga tersebut
akan berkurang sesuai penambahan/pengurangan jarak tersebut. Tidak optimalnya thrust yang dihasilkan pada
kondisi peletakan normal (jarak antara 0.35 – 0.7 m dari linggih poros) dikarenakan sudut kemiringan antara
waterline dan longitudinal axis lambung kapal bagian buritan kapal melebihi ketentuan yang disyarakan.

Kata Kunci: Propeller clearance, efisiensi propulsi, kapal tradisional

I. Pendahuluan dengan tujuan mengujungi pulau-pulau kecil di


nusantara dengan kecepatan kapal lebih cepat
Pinisi adalah kapal layar motor tradisional dibanding peruntukan awalnya sebagai kapal
khas Sulawesi Selatan, yang berasal dari Suku angukutan barang antar pulau hanya berkecepatan
Bugis - Makassar. Kapal ini umumnya memiliki 7 s.d 8 knot, hal tersebut tentunya bergantung
dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu pada sistem propulsi yang digunakan.
tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di Permasalahan klasik yang biasanya timbul
belakang. Dibanding kapal niaga pada umunya dalam perancangan sistem propulsi adalah tidak
kapal Tipe Pinisi yang dibangun secara tradisional terpenuhinya kecepatan dinas yang direncanakan
tersebut memiliki sejumlah keunikan diantaranya meskipun pada perhitungan telah terpenuhi.
adalah kapal dibangun tanpa mengunakan gambar Sebagai contoh adalah kasus kapal ikan Mina Jaya,
rencana garis air (lines plan) sebagai mana hasil sea trial menunjukan untuk pemakaian bahan
layaknya kapal yang dibangun oleh bangsa Eropa, bakar 100%, hanya mencapai 960 rpm dari 1000
hal tersebut termasuk perencanaan sistem propulsi, rpm yang direncanakan sehingga kecepatan dinas
kapal dibangun hanya berdasarkan kepiawaian tidak tercapai. Sehingga dalam menganalisa
pengrajin yang diperoleh secara turun temurun. sistem propulsi kapal tidak dapat hanya dengan
Sejumlah karakter yang dimiliki kapal pinisi meninjau secara terpisah aspek-aspek badan kapal,
antara lain: i) Kapal memiliki lunas (center keel) baling-baling dan penggerak utama lainya, tetapi
yang relatif besar (diatas rata-rata), ii) Kapal secara keseluruhan harus diperhatikan secara utuh
dilengkapi kemudi sisi (side rudder) selanjutnya untuk mendapatkan kesesuaian (matching point)
kapal dioperasikan dengan sarat yang tidak yang lebih optimal. Perubahan karakteristik dari
menentu (bergantung jumlah muatan). Akhir- ketiga aspek tersebut perlu diikuti dengan
akhir ini kapal layar motor Tipe Pinisi banyak penyesuaian kembali (re-matching) karena pada
dibangun dan digunakan sebagai kapal wisata kenyataannya sistem propulsi kapal bukanlah

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 28
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

sesuatu yang bersifat deterministik yang dapat propeller dan sepatu kemudi (e). Serta sudut
diterapkan pada seluruh kapal [1]. kemiringan antara waterline dan logitudinal axis
Rendahnya efisiensi propulsi yang dihasilkan lambung kapal bagian buritan (0.7 R).
kapal dapat diakibatkan: i) aliran air yang tidak
seragam menuju propeller; ii) ketidakcukupan
area kerja propeller; iii) separation lines (sudut
kemiringan antara waterline dan logitudinal axis
lambung kapal bagian buritan yang melebihi
ketentuan yang disyarakan) [2]. Hal tersebut pula
berakibat pada besaran daya motor dan tingginya
getaran yang dihasilkan. Berdasarkan penomena
diatas, perlunya suatu kajian desain kriteria
propeller clearance pada kapal tradisional tipe
pinisi, khususnya terhadap peningkatan efisiensi
propulsi kapal. Gambar 1. Model buritan kapal kayu tradisional dan sistem
propulsi yang digunakan
II. Studi Pustaka
II.1 Sistem Propulsi Kapal
Sistem propulsi kapal adalah suatu sistem
yang digunakan untuk menggerakan kapal pada
suatu kecepatan tertentu. Secara umum sistem
propulsi terdiri dari tiga bagian pokok yaitu:
penggerak utama (main engine), sistem transmisi
(gear box) dan alat penggerak kapal (propeller).
Perancangan ketiga bagian ini sangat tergantung (a)
dari tipe kapal, ukuran utama, kecepatan kapal,
model lambung serta model buritan kapal. Karena
itu, kapal, mesin penggerak dan baling-baling
harus dipandang sebagai suatu sistem yang utuh
dan memiliki paduan yang terbaik.
Gambar 1 menampilkan sistem propulsi kapal (b)
Gambar 2. Propeller clearance untuk propeller tunggal; Det
kayu, disamping mengunakan centre propeller, Norske Veritas [2]
kapal tersebut pula dilengkapi side propeller.
Layaknya dengan model buritan yang ada kapal II.2 Persamaan Matematika
sangat cocok mengunakan center propeller seperti
halnya kapal-kapal modern, namun ketentuan II.2.1 Persamaan Gerak
propeller clearance yang disyaratkan dapat
dipenuhi secara utuh sehingga efisiensi propulsi Persamaan matematika gerak kapal yang
yang dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan. didasarkan pada persamaan gerak surge sebagai
Gambar 2, menanpilkan kriteria propeller berikut:
clearance yang dikembangkan DnV (Det Norske
Veritas) khususnya untuk kapal dengan propeller X  m ( u ) (1)
tunggal [2]. Pada gambar jelas clearance yang
diberikan jarak horizontal antara propeller dan Selanjutnya, u adalah komponen percepatan
rudder (a), jarak horisontal antara propeller post terhadap titik berat kapal (G), Gaya
dengan lambung (b), jarak vertikal antara ujung hidrodinamika tersebut dapat didefinisikan secara
propeller dan lambung, jarak vertikal antara ujung terpisah kedalam berbagai fisik elemen gaya dan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 29
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

momen kapal sesuai dengan konsep yang PE RT .Vs 1 t


H    (5)
dikembangkan oleh Ogawa dan Kansai [3] sbb.: PT T .VA 1 w

X  X  X (2) dimana; PE adalah daya efektif, PT adalah daya


H P
dorong, RT adalah tahanan total, T adalah daya
dimana subskript H,dan Pmerujuk pada elemen dorong, VS adalah kecepatan kapal, Va adalah
lambung dan propeller. Kecepatan aliran yang melewati kapal, t adalah
koefisien daya dorong dan w adalah fraksi arus
II.2.2 Gaya Lambung ikut.
Persamaan gaya yang ditimbulkan oleh II.3 Model dan Eksperimen
lambung (XH) pada prinsipnya adalah sebuah
pendekatan dari regresi polynomial hubungan Untuk melihat fenomena hidrodinamika kapal
tahanan dan kecepatan kapal. Selanjutnya secara nyata diperlukan suatu model pengujian.
koefisien dari persamaan tersebut dapat disebut Pengujian daya motor dilaksanakan dengan
koefisien tahanan. Persamaantersebut adalah sbb: metode gravitasi dengan model panjang 1.2 m
(skala 1/30) lihat Gambar 3 dan Tabel 1.
X  1
 LdU
2
( X '0 ) (3) Selanjutnya data tahanan dan propulsi kapal
H 2
didasarkan pada penelitian sebelummnya [7].
dimana; L adalah panjang kapal, d adalah sarat Sebagaimana Tabel 3.
kapal, U adalah kecepatan dan Xo adalah
koefisien tahanan kapal.

II.2.3 Gaya Propeller


Persamaan gaya yang ditimbulkan propeller
kapal dapat diekspresikan berdasarkan persamaan Gambar 3. Model pengujian kapal kayu tradisional Tipe
yang dikembangkan oleh Kijima et al. [4] dan Pinisi yang digunakan
Kijima dan Tanaka [5]. Gaya yang ditimbulkan
Tabel 1. Dimensi utama kapal kayu tradisional tipe pinisi
propeler (XP) adalah sbb. Dimensi Kapal Model
Skala,  1 35
 (1  t P )  K T D P n
2 2
X P (4) Displasmen (ton) 279.92 0.00637
Lwl (m) 30.5 0.87
dimana: B (m) 8.5 0.24
2 H (m) 3.7 0.11
K T (J P )  C1  C 2 J P
 C3J P
T (m) 2.7 0.08
J P
 U cos  (1  w P ) /( nD P
) Cb 0.389 0.389
dimana; tP adalah koefisien pengurangan gaya
Tabel 2. Parameter propeller dan daya motor
dorong, n adalah putaran propeller, DP adalah
Parameter Dimensi Parameter Dimensi
diameter propeller, KT adalah koefisien gaya Luas daun,
dorong propeler, wP adalah koefisien fraksi arus Jumlah daun, Z 2 AE/Ao 60
ikut propeller efektif, JP adalah koefisien angka Diameter, D 1.085 Wake fraksi 0.14
maju, dan C1, C2 dan C3 adalah masing-masing Pitch rasio. P/D 0.7 Thrust deduksi 0.091
konstanta angka maju.
II.3.1 Pemodelan Sistem Propulsi
II.2.4 Efisiensi Lambung
Untuk dapat mengetahui berapa besar daya
Efisiensi lambung adalah perbandingan antara dorong dan kecepatan kapal terhadap peletakan
daya efektif dan daya dorong kapal sebagai mana propeller, konfigurasi sistem propulsi sangat
persamaan [6]: memegang peran penting. Gambar 3
menampilkan model konfigurasi peletakan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 30
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

propeller yang dipergunakan pada kapal


tradisional Tipe Pinisi dengan jarak propeller Tabel 4. Prediksi besaran thrust sesuai dengan peletakan
masing-masing 0.35 - 2.1 m dari linggih poros. propeller
Jarak
Thrust Kecepatan
Konfigurasi propeller
(kN) (m/s)
(m)
1. 0.35 6.777 2.453
2. 0.7 12.383 2.896
3. 1.05 13.208 2.962
4. 1.4 14.878 3.094
5. 1.75 14.878 3.094
6 5 4 3 2 1
6. 2.1 13.208 2.962
(a)

IV. Kesimpulan
1. Metode gravitasi sangat efektif untuk
mengukur daya dorong kapal sesuai dengan
peletakan propeller.
(b)
2. Besarnya daya dorong yang dihasilkan sangat
Gambar 4. (a), (b) Konfigurasi peletakan propeller bergantung pada kecukupan area kerja
propeller dan sudut kemiringan yang dibentuk
III. Pembahasan antara waterline dan logitudinal axis lambung
kapal bagian buritan kapal.
Gambar 5 menanpilkan prediksi besaran daya
dorong sesuai dengan jarak peletakan propeller. Kepustakaan
Daya dorong terbesar pada jarak 1,5 m dari poros
[1] A. Haris Muhammad, I.K.A.P. Utama and S.W. Adji, “A Design
linggih, hal tersebut akan berkurang sesuai Study Into the Hull and Propulsion System Matching of 'Minajaya'
penambahan/pengurangan jarak tersebut. Tidak Fishing Vessel With Chine and Round Bilge Hull Form”, Indonesia
Journal of Marine Technology Research, Vol. 1, No. 3, ITS Indonesia,
optimalnya thrust yang dihasilkan pada kondisi 2001
peletakan normal (antara 0.35 – 0.7 m dari linggih [2] H. Schneekluth, V. Bertram, V., Ship Design for Efficiency and
Economy, Ed. 2. Oxford Boston: Butterworth-Heineman, 1998.
poros) dapat disebabkan sudut kemiringan yang [3] A. Ogawa, H. Kansai, “On the Mathematical Model of Manoeuvring
dibentuk antara waterline dan longitudinal axis Motion of Ship”, International Shipbuilding Progress, Vol. 25, No
292: pp. 306-319, 1987.
lambung kapal bagian buritan (separation lines) [4] K. Kijima, N. Yasuaki, T. Masaki, “Prediction Method of Ship
yang melebihi ketentuan yang disyaratkan dengan Manoeuvrability in Deep and Shallow Water”, Proceedings of the
Marsim & ISCM 90 Conference. June 4-7, Tokyo, Japan, 1990.
demikian aliran air yang melewati propeller tidak [5] K. Kijima, S. Tanaka, “On the prediction of ship manoeuvrability
seragam dan tidak berkecukupan sebagai kerja characteristics”, Proceeding of the International Conference of Ship
Simulation and Ship Manoeuvrability. September 15-17, London,
propeller. Lebih jauh kondisi tersebut akan 1993.
berakibat pada rendahnya efisiensi propulsi dan [6] V. Betram, Practical of Ship Hydrodynamics. Butterworth-
Heinemann:. London, England, 2000.
getaran yang dihasilkan. Hasil lengkap pengujian [7] A. Haris Muhammad, Qadriyani, “Kombinasi Layar dan Motor
tertera pada Tabel 4. Propulsi sebagai Penggerak Kapal Tradisional Tipe Pinisi”, Laporan
Penelitian Mandiri Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, 2011.

Gambar 5. Prediksi besaran thrust sesuai dengan peletakan


propeller

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 31
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Pengembangan Biological Inspired Antennas untuk Aplikasi


Komputasi Bergerak
Elyas Palantei1
1
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1elyas_palantei@unhas.ac.id

Abstrak

Rancang bangun antena microstrip telah menjadi salah satu bidang kajian riset lanjut yang menarik. Terdapat
sejumlah struktur antena patch berbasis model biologis yang terdapat di alam lingkungan sekitar yang saat ini
telah dikembangkan di Laboratorium Telekomunikasi, Radio, dan Microwave, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia. Model-model itu mencakup paru-paru dan kupu-kupu
yang dapat dikonstruksi untuk bermacam-macam aplikasi dalam sistem komunikasi-sistem komunikasi modern
berbasis teknologi wireless contohnya perangkat-perangkat komputasi bergerak, GPS-SAR, LTE, jaringan-
jaringan penginderaan dan pendeteksian, komunikasi satellite, dan piranti selular bergerak lainnya. Dalam riset
saat ini, seluruh sistem antena biologis, yakni model paru-paru dan kupu-kupu, telah dirancang untuk beroperasi
pada pita frekuensi ISM 2,4-2,5 GHz. Itu merupakan inovasi kelanjutan dari rancangan terdahulu yang
kebanyakan beroperasi disekitaran frekuensi 5 GHz, 10 GHz, dan 15 GHz. Proses fabrikasinya dilakukan secara
mudah menggunakan teknik pencetakan rangkaian yang umum dipakai pada material PCB. Keuntungan
rancangan antena terletak pada sifat-sifat khasnya ukuran yang kecil, kompak dan mudah untuk
direkonfigurasikan. Bentuk layer peradiasi dapat dirancang sedemikian rupa sesuai dengan parameter-parameter
teknis tertentu seperti koefisien pantul (return loss - S11), pattern, gain, impedance bandwidth, VSWR, dan axial
ratio.

Kata Kunci: Biological Inspired Antennas, Antena Lungs, Antena Butterfly, GPS-SAR, LTE, 3D-weather radar

I. Pendahuluan Model antena patch yang umum digunakan dan


terintegrasi di dalam perangkat komunikasi adalah
Perkembangan teknologi komunikasi nirkabel
model persegi panjang, kotak, lingkaran, elips dan
yang sedemikian pesat serta kebutuhan
segitiga [1-4]. Dalam penelitian ini telah
komunikasi antar komputer dengan media
dipertimbangkan beberapa bentuk patch umum
transmisi mikrowave yang semakin luas sehingga
untuk membangun model antena paru-paru yang
meningkatkan popularitas teknologi nirkabel dan
khas dan dapat diterapkan untuk detektor logam
pengembangan sistem antena. Antena secara
nirkabel (Wireless Metal Detector) [3].
faktual telah muncul sebagai tulang punggung
Pengembangan sistem WMD adalah alat yang
system komunikasi nirkabel. Kebanyakan aplikasi
paling penting untuk mendeteksi bahan logam
nirkabel ini menuntut miniaturisasi atau
yang ada dilingkungan sekitar. Hal ini sangat
peningkatan unjuk kerja. Teknologi komunikasi
berguna untuk alasan keamanan bagi manusia dari
menuntut adanya antena yang berukuran kecil,
tindak penyerangan dengan menggunakan logam
ringan, murah, unjuk kerja baik dan mudah
tajam atau teror bom. Penelitian lebih lanjut kini
pemasangannya. Antena mikrostrip dapat
sedang berlangsung untuk diterapkan pada sistem
memenuhi kriteria semacam itu. Antena
WMD untuk eksplorasi sumber daya alam. Dalam
mikrostrip memiliki keunggulan-keunggulan
kaitan ini, telah diusulkan sebuah antena paru-
diantaranya low profile dan rendah biaya fabrikasi.
paru yang dimodifikasi [4] untuk beroperasi pada
Kekompakan dan ketahanannya terhadap
2,4 GHz. Antena dimodelkan dan dioptimalkan
lingkungan yang ekstrim (ruggedness)
menggunakan Ansoft HFSS V.13. Kinerja aktual
memperluas pemanfaatannya pada bidang-bidang
sistem antena paru-paru yang digunakan sebagai
lain semisal aerospace dan komunikasi satelit.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 32
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

bagian terintegrasi dari sistem WMD akan Fakultas Teknik UNHAS, yakni model antena
disajikan secara gamblang pada sub pembahasan bentuk paru-paru (lebih popular dengan nama
berikutnya. Berbagai manfaat dari penerapan Lungs Antenna) serta model antenna bentuk
antena paru-paru dalam sistem WMD cukup kupu-kupu (atau disebut juga dengan nama
menarik untuk dikaji terlebih dahulu karena Butterfly Antenna). Elemen peradiasi dari model
potensi keuntungan digunakan dalam aplikasi antena biologis, apakah bentuk paru-paru atau
yang luas [4] akan dapat diperoleh selanjutnya. kupu-kupu, telah dikonstruksi melalui algoritma-
Terkait dengan penelitian ini, tim peneliti kami algoritma penjumlahan dan pengurangan dari
juga telah mengusulkan sebuah model patch yang bentuk-bentuk struktur patch yang umum dikenal
terbaru disebut antena kupu-kupu. Sama halnya yakni mencakup empat buah ellips dan beberapa
dengan sistem antenna model paru-paru maka struktur patch bentuk persegiempat di dalam
antena model kupu-kupu juga dikomputasi dengan proses komputasi numeriknya. Secara lebih
menggunakan Ansoft HFSS V.13. Antena ini juga lengkap pembahasan terkait keduanya akan
dikonstruksi dari bentuk patch konvensional yang diuraikan dibawah ini.
umum dikenal termasuk empat elips dan beberapa
struktur patch yang persegi panjang. Keuntungan II.1 Lungs Antenna
kedua jenis antena dapat dibuat berukuran sekecil
mungkin, kompak dan mudah untuk Tulisan ini memperkenalkan sebuah desain
mengkonfigurasi ulang bentuknya untuk antena yang menyerupai sebuah organ tubuh
memenuhi parameter teknis tertentu seperti return manusia yaitu paru-paru.Maka dari itu antena ini
loss (S11), pola, gain, bandwidth impedansi, lebih menarik untuk disebut dengan sebutan
VSWR, dan aksial rasio. Selain itu, sifat listriknya antena paru-paru (Lungs antenna). Antena ini
cukup sensitif terhadap perubahan berbagai dirancang dan dimodelkan berdasarkan bentuk
parameter fisik seperti lokasi port input RF, konvensional microstrip patch yang umum yaitu
panjang (L) dan lebar (W) dari RF-transmissi dua bentuk elips dan beberapa struktur persegi
online dan luas permukaan efektif radiator, baik panjang dengan menggunakan software high
yang berbentuk paru-paru dan kupu-kupu. Dalam frequency structural simulator (HFSS) v.13.
konstruksi, parameter ini harus ditetapkan dengan Sejatinya, struktur antena model paru-paru telah
tepat dan akurat dalam rangka untuk mendapatkan diinvestigasi secara ekstensif yang sangat cocok
kinerja yang optimal. Isu-isu penting itu semua untuk penerapan dalam bidang 3D-Weather Radar
akan diselidiki lebih lanjut dan untuk kemudian Systems melalui kerjasama riset dengan Josaphat
dapat dipublikasikan. Microwave Remote Sensing Laboratory (MRSL),
Centre for Environmental Remote Sensing
II. Perancangan dan Optimisasi Antena (CEReS), Chiba University, Chiba, Japan sejak
Terinspirasi Model Biologis tahun lalu. Frekuensi operasi konstruksi antena
paru-paru yang telah diteliti terdahulu kebanyakan
Tidak dapat dipungkiri bahwa disain antena beroperasi di atas aplikasi 10 GHz bergantung
microstrip telah mendapatkan perhatian luas untuk pada ukuran dan bentuk fisik dari sistem elemen
dapat dikaji lebih lanjut [1-4]. Ada sejumlah peradiasi berbentuk paru-paru.
struktur antena patch baru-baru ini yang telah Lungs Shape Antenna Model adalah model
diteliti dan dikembangkan terdahulu berdasarkan terbaru yang saat ini sedang dikembangkan.
model terinspirasi biologis, misalnya model Model ini dikonstruksikan berdasarkan jenis patch
antena paru-paru [4]. Kajian-kajian inovatif yang antena yang telah ada sebelumnya. Untuk dasar
sejenis setelah itu makin serius dikembangkan. dari antena model Lungs ini adalah antena patch
Terdapat dua jenis antenna terinspirasi model berbentuk elips. Untuk pembentukan antena
biologis yang terdapat di alam lingkungan sekitar model Lungs dapat dilihat seperti Gambar 1
yang telah menjadi konsen pengembangan pada berikut ini.
Laboratorium Telekomunikasi, Radio dan
Gelombang Pendek di Jurusan Teknik Elektro,

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 33
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

relatif terhadap posisi tepi layer peradiasi model


paru-paru, lebar RF feeding line (W), panjang port
RF saluran transmisi (L) dan luas patch paru-paru.
Dalam konstruksi prakteknya, parameter ini harus
di set secara akurat agar diperoleh model dan
kehandalan yang optimal. Selain itu jenis substrat
dan variasi ketebalan diterapkan dalam rangka
mempertahankan sifat listrik.
Secara numerik, telah diuraikan di atas bahwa
perancangan antena ini menggunakan software
HFSS 13. Dimana lapisan substrate untuk struktur
patchnya menggunakan papan PCB dengan
karakteristik bahan sama seperti pada FR4 Epoxy.
Nilai dari εr = 4.4 dengan ketebalan substrate
(a) adalah 1.6 mm. Ukuran lapisan grounding dan
lapisan dielektriknya secara pedekatan 9.2 cm.
Bentuk rancangan model antena dapat dilihat
seperti diilustrasikan pada Gambar 2 dibawah ini.

(a)
(b)
Gambar 1. Model Lungs antenna: (a). Tahapan konstruksi
numerik, (b) Microstrip Lungs Antenna

Kelebihan dari antena Lungs Shape ini adalah


memiliki bentuk dengan rekonfigurasi yang
mudah, fleksibel, dinamis serta dimensi yang
memenuhi beberapa persyaratan parameter seperti
return loss (S11), beampattern, gain, bandwidth
impedansi input, VSWR, dan axial ratio. Melalui
tahapan proses optimasi computer yang tepat,
antenna Lungs Shape dapat direkonfigurasi untuk
memperoleh nilai axial ratio yang signifikan (b)
untuk mendapatkan polarisasi ellips, polarisasi Gambar 2. Hasil rancangan Lungs Shape Antenna 2,4 GHz:
circular dan polarisasi linier, sesuai kebutuhan (a) Tampak atas, (b). Tampak samping atas.
aplikasi yang diinginkan. Selain itu, sifat listrik
dari antena Lungs Shape cukup sensitif terhadap
berbagai parameter fisik seperti letak port RF

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 34
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

3 dimensi dan 2 dimensi diperlihatkan masing-


masing pada Gambar 4 dan 5.

(a) (b) (c)

(a)

(d) (e)

Gambar 4. Pola radiasi Lungs Patch Antenna.(a) Pola


radiasi antena tampak depan. (b) Pola radiasi antenna
tampak samping. (c) Pola radiasi tampak atas. (d) Pola
radiasi tampak bawah. (e) Pola radiasi tampak 3D.

(b)
Gambar 3. Parameter listrik sistem antenna model paru-
paru (Lungs Shape Antenna) 2,4 GHz: (a) Voltage Standing
Wave Ratio (VSWR), (b) Reflection constant parameter
(S11)
Gambar 5. Bentuk pola radiasi Lungs Shape Antena
Hasil komputasi numerik mengkonfirmasikan
suatu unjuk kerja antenna yang dirancang untuk
beroperasi pada frekuensi 2,4 GHz telah tercapai
dengan sangat baik. Sangat jelas terlihat bahwa
kondisi matching impedance terbaik yang dapat
dicapai pada daerah frekuensi ini, yakni dengan
nilai VSWR 1,47 dan S11-14,43. Karakteristik
pola radiasi antena sangat baik dan sensitif untuk
dapat menangkap atau meradiasikan energi RF
dari/ke sekeliling perangkat komunikasi berada.
Selisih antara level daya terima maksimum dan
minimum berdasarkan karakteristik pola radiasi
Gambar 6. Axial Ratio Lungs Shape Antenna 2,4 GHz
ini adalah sekitar 30 dB. Karakteristik pola radiasi

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 35
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Karakteristik polarisasi Lungs Shape Antenna Tabel 1. Ukuran fisik dan jenis material untuk konstruksi
ini dapat kita analisa dari hasil pengujian Butterfly antenna
komputasi numerik melalui piranti lunak HFSS 13 Elemen-elemen Antena & Dimensi
yakni dengan menghitung nilai Axial Ratio. L W T R
Materials
Dimana jika Axial Ratio >20 maka polarisasi (mm) (mm) (mm) (mm)
linier. Untuk Axial Ratio ≤ 20 dan AR> 3 maka Microstrip Antenna
38 44 1.6 -
FR4 Epoxy
jenis polarisasi adalah elliptical polarisasi (EP),
Ground plane 38 44 -
sedangkan untuk Circular Polarisation (CP) maka
SMA Connector 50
nilai AR yang dibutuhkan adalah ≤ 3. Terlihat Ohm
- - - 1*
dengan jelas pada Gambar 6 di atas bahwa hasil *Dimension of male pin connector, L = Length, W = Width,
komputasi menunjukkan nilai AR > 20 T = Thickness, R = Radius
(AR=45,86) oleh karenanya Lungs shape antenna
2,4 GHz ini berpolarisasi linier.

II.2 Butterfly Antenna


Pada dasarnya, model antena kupu-kupu
adalah hasil rancangan antena terbaru yang
inovatif yang baru-baru ini dikembangkan di
bawah Departemen Teknik Elektro, Universitas
Hasanuddin. Antena model ini dikembangkan
(a) (b)
berdasarkan inspirasi biologis antena patch yang
Gambar 7. Parameter listrik sistem antenna model paru-
telah ada sebelumnya [1-4]. Sebuah rancangan paru (Lungs Shape Antenna) 2,4 GHz: (a) Voltage Standing
antena kupu-kupu yang telah melalui tahapan Wave Ratio (VSWR), (b) Reflection constant parameter
optimisasi komputasi numerik dapat dilihat pada (S11).
Gambar 7. Desain antena diimplementasikan 0 0

menggunakan FR4 substrat Epoxy (εr = 4.4) -5


….. Simu lated
without nose -5

dewan lapisan yang tersedia PCB ganda. Sebuah -10

-15
-10

lapisan berbentuk kupu-kupu itu dicetak pada satu -20


-15

-20
sisi layer PCB. Tahapan optimasi antena
dilakukan secara baik yakni dengan
menambahkan model hidung dan bagian RF-port
transmission line. Ukuran fisik rinci dan jenis ….. Simu lated
with nose
bahan untuk membangun antena ditabulasi dalam
(a) (b)
Tabel 1. Hasil beberapa eksperimen yang
diperoleh baik dari simulasi dan pengukuran
dicatat dan divisualisasikan dalam Gambar 7 (a)
dan (b). Diskusi-diskusi yang komprehensif dari
semua proses desain dan optimasi dan hasil yang
mungkin dihasilkan akan lebih detail dijelaskan
dalam bagian pembahasan selanjutnya nanti.
Antena kupu-kupu yang telah dibangun akan (c)
bekerja pada frekuensi 2,4 GHz secara khusus Gambar 8. Sifat-sifat listrik dari Butterfly antenna: (a),(b)
ditujukan untuk pengaplikasian dalam sistem masing-masing pola radiasi Azimuthal tanpa dan dengan
penambahan elemen hidung, (c) Koefisien refleksi (S 11),
pemantauan lingkungan secara wireless (Wireless
tersimulasikan dan pengukuran.
Environment Monitoring System-WEMS).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 36
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

III. Potensi Aplikasi Antena-Antena transceiver unit, MAX232 antarmuka, dan PC


Terinspirasi Model Biologis atau Laptop. MAX232 digunakan untuk
menyamakan level tegangan antara transceiver
III.1 Konstruksi Sistem Pemonitoring dan PC. Blok diagram dari sistem pemantauan
Lingkungan Secara Wireless nirkabel khas lingkungan ditunjukkan pada
Gambar 9 di bawah ini. Diskusi menarik dan
Konfigurasi sistem pemantauan nirkabel demonstrasi pemanfaatan antena kupu-kupu
lingkungan terdiri dari dua komponen utama yaitu dalam sistem pemantauan akan disajikan secara
node sensor dan sink node. Node sensor terdiri lebih komprehensif pada manuskrip publikasi
dari sirkuit penginderaan, mikrokontroler, RF- ilmiah lainnya dalam waktu dekat ini.
transceiver chip, dan antena kupu-kupu. Simpul
wastafel mengandung Kupu-kupu antena, RF-

Gambar 9. Prototipe Sistem Pemonitoring Lingkungan secara Wireless menggunakan Butterfly antenna

III.2 Sistem Detektor Bahan Metal Secara


Wireless

Hasil konstruksi modifikasi sistem WMD


yang memanfaatkan antena paru-paru ditunjukkan
pada Gambar 10 di bawah ini.
Pengimplementasian sistem WMD ini diadopsi
dari [3]. Secara umum, sistem WMD memiliki Gambar 10. Digram Blok Sistem WDM (Wireless Metal
dua bagian utama yang terdiri dari pemancar dan Detector) [3]
unit penerima. Perangkat pemancar terdiri dari
dua komponen termasuk mikrokontroler dan Sinyal diharapkan untuk mengenai permukaan
XBee Pro RF-transceiver chip. Dalam unit bahan logam, dan dipantulkan menuju unit
pemancar, ATMEGA8535 IC mikrokontroler penerima. Chip Xbee pada penerima yang
berfungsi untuk menghasilkan instruksi untuk menggunakan antena model paru-paru akan
modul XBee untuk mengirim data terus menerus menangkap RF-sinyal dari sekitarnya melalui
dengan 1 detik delay. Informasi dalam bentuk antena yang telah terpasang sebelumnya. Dalam
sinyal digital yang kemudian diproses oleh XBee. bagian ini, Xbee melakukan fungsi berlawanan
Pada unit XBee ada oscillator yang berfungsi dengan tugas utama unit pemancar lakukan
untuk menghasilkan sinyal carrier berfrekuensi sebelumnya. Termasuk di dalamnya adalah
2,4 GHz dan digunakan untuk memodulasi sinyal memeriksa dan menangani proses demodulasi
perintah. Selain itu, di dalam modul XBee juga sinyal. Selanjutnya, pin6 yang merupakan
terjadi proses framing. Informasi yang keluaran sirkuit Xbee RSSI (Indikator Kekuatan
dimasukkan dalam frame data terdiri dari paritas SinyalTerima) hanya terhubung ke LPF (Low
bit dan sinkronisasi. Jika data sudah siap untuk Pass Filter) untuk mendapatkan tegangan rata-rata
dikirim, kemudian transmisi RF-sinyal dapat yang dapat dibaca oleh mikrokontroler ADC. Data
diteruskan melalui antena paru-paru yang diolah kemudian akan diteruskan ke
terhubung ke XBee chip. mikrokontroler MAX232 melalui pin14 dan pin15
untuk diproses lebih lanjut untuk kemudian
dikirimkan ke perangkat PC (Personal Computer).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 37
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Diskusi-diskusi komprehensif dari semua desain 2,44 GHz dengan frekuensi resonansi yaitu pada
dan implementasi sistem WMD dan hasil yang 2,4 GHz. Sedangkan dari hasil pengukuran,
mungkin dihasilkan akan lebih detail dijelaskan Butterfly Antenna memiliki daerah kerja pada 2,4
dalam manuskrip ilmiah lainnya pada waktu yang GHz. Dengan band frekuensinya terletak pada
akan datang. 2,43 GHz– 2,50 GHz dan frekuensi resonansi
Untuk memperoleh hasil perancangan sistem pada 2,46 GHz.
antena model paru-paru yang berkualitas baik dan VSWR yang diperoleh pada simulasi
integrasi yang baik dengan sistem WMD maka perancangan antena dengan software Ansoft
beberapa tahapan dan metode pengujian yang HFSS v13 telah memenuhi standar ideal(VSWR ≤
berbeda mesti dilakukan. Antena model paru-paru 2,0). VSWR pada frekuensi kerja Lungs Antenna
antena harus diteliti lebih lanjut baik secara adalah sebesar 1,4741 dB untuk hasil simulasi dan
numerik dan eksperimental menggunakan HFSS 1,1696 dB untuk hasil pengukuran.VSWR yang
dan percobaan di ruangun isolated. Namun, sistem diperoleh pada simulasi perancangan antena
WMD akan dioperasikan dalam lingkungan yang dengan software Ansoft HFSS v13 telah
sebenarnya untuk melakukan pengujian memenuhi standar ideal(VSWR ≤ 2,0). VSWR
keakurasian hasil mendeteksi keberadaan bahan pada frekuensi kerja Butterfly Antenna adalah
logam. Penggabungan antena paru-paru didalam sebesar 1,37 dB untuk hasil simulasi dan 1,41 dB
system WMD harus diperiksa untuk mengevaluasi untuk hasil pengukuran.Adanya ketidakakuratan
seberapa besar peningkatan kinerja khususnya dalam proses fabrikasi sehingga mengakibatkan
dalam hal perbaikan kinerja “read range terjadinya perbedaan antara hasil pengukuran
capability” dari sistem. dengan hasil simulasi.

IV. Kesimpulan Kepustakaan


[1] E.Palantei, D.V. Thiel, S.G.O. Keefe, “Rectangular Patch with
Dari hasil simulasi dan hasil pengukuran Parasitic Folded Dipoles: A Reconfigurable Antenna,” IEEE
prototipe Komponen RF dengan menggunakan International Workshop on Antenna Technology (IEEE iWAT) 2008:
Small Antennas and Novel Metamaterials, Chiba, Japan, 4-6 March
Software Ansoft High Frequency Structural 2008.
Simulator (HFSS) v13, dan Agilent Advanced [2] E. Palantei, R.M. Salehu, A. E. Putra, A. Achmad, “Printed
Microstrip Antennas (MSAs) Suitable for MS and BTS WiMAX
Design System (ADS) 2011.01i. Band frekuensi Applications”, Proceedings of the 2nd Makassar International
Lungs Antenna yang didapatkan terletak pada Conference on Electrical Engineering and Informatics (MICEEI),
Makassar Golden Hotel (MGH), Makassar, South Sulawesi,
frekuensi 2,3774 GHz – 2,4244 GHz dengan Indonesia, 27-28 October 2010, pp.42-45. On line available [22
frekuensi resonansi yaitu pada 2,4 GHz. August 2011] at
http://www.unhas.ac.id/miceei/ProceedingsMICEEI2010_Part_One.p
Sedangkan dari hasil pengukuran, Lungs Antenna df.
memiliki daerah kerja pada 2,4 GHz. Dengan [3] E. Palantei, A. Achmad, J. Rahmah, “Electrical Properties and RF
Energy Response of Metal Loop Antennas for Wireless Sensing and
band frekuensinya terletak pada 2,4342 GHz– Detecting of Conductive and Non Conductive Materials”, Proceeding
2,4723 GHz dan frekuensi resonansi pada 2,46 IEEE APS 2011, Spokane, USA, pp 3148 – 3151.
[4] E. Palantei, J.T. Sri Sumantyo, K. Osa, Yohandri, “Lungs Shape
GHz. Antennas”, will be submitted to IEEE Antennas and Wireless
Band frekuensi Butterfly Antenna yang Propagation Letter, 2012.
didapatkan terletak pada frekuensi 2,36 GHz –

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 38
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Kelayakan Ekonomis Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir jika


Dibangun di Wilayah Negara Republik Indonesia
Rachmat Santosa1
1
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245

Abstrak

Dewasa ini Negara Republik Indonesia sedang mengalami krisis energi, terutama krisis energi listrik. Gonjang-
ganjing masalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) baru-baru ini tidak terlepas dari konsumsi BBM yang
besar untuk pembangkit-pembangkit tenaga listrik. Salah satu upaya yang dapat diambil untuk mengatasi krisis
energi listrik sekaligus memperingan masalah susbsidi BBM adalah dengan membangun beberapa PLTN di
wilayah Republik Indonesia. Masalahnya adalah adanya penolakan dari sebagian masyarakat terhadap hal-hal
yang berbau nuklir yang disebabkan oleh citra negatif dari energi nuklir seperti misalnya energi nuklir tergolong
mahal (karena berteknologi tinggi) dan berbahaya (akibat terjadinya kecelakaan reaktor nuklir: Chernobyl di
Rusia, Fukushima di Jepang dll). PLTN sendiri terkenal dengan kemampuan pasokan dayanya yang cukup besar,
namun pun tak terlepas dari biaya investasi yang tak murah. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah studi kelayakan
ekonomis PLTN untuk mengetahui apakah PLTN lebih mahal atau lebih murah secara ekonomis dari jenis-jenis
pembangkit lainnya. Itulah sebabnya kami melakukan penelitian ini dengan membatasi diri pada reaktor jenis
PWR berbahan bakar uranium dengan kapasitas 1000 MW dan membandingkan dengan salah satu pembangkit
konvensional yaitu PLTU Batu Bara. Karena menggunakan sumber energi fosil maka aspek lingkungan juga
diperhitungkan dengan cara mengenakan pajak karbon pada PLTU Batu Bara akibat emisi karbon yang
dihasilkannya.

Kata Kunci: PLTN, biaya ekonomis, kemanfaatan ekonomis, reaktor, bahan bakar nuklir, PWR, uranium, pajak
karbon.

I. Pendahuluan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


besaran biaya pokok produksi (Rp/Kwh) dengan
Dalam kurun waktu yang sama, pembangunan
kapasitas 1000 MW dengan opsi PLTN jika
Pembangkit listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
dibandingkan dengan PLTU Batu Bara. Selain itu
menjadi perbicangan yang cukup hangat dalam
penelitian ini nantinya akan memberikan
rangka alternatif penyediaan energi listrik dimasa
gambaran teknis dan ekonomis dari masing-
yang akan datang. PLTN sendiri terkenal dengan
masing pembangkit
kemampuan pasokan dayanya yang cukup besar,
namun pun tak terlepas dari biaya investasi yang II. Metodologi Penelitian
tak murah.
Berangkat dari itu semua, maka diperlukan Dalam melakukan penulisan penelitian ini,
sebuah studi kelayakan ekonomis (biaya pokok maka pendekatan yang kami lakukan adalah
produksi (Rp/Kwh)) dari PLTN dengan kajian melalui studi pustaka meliputi penelusuran
memperhitungkan daya yang dipasok sama (1000 literatur, jurnal ilmiah dan hasil penelitian lain
MW), dan demikian pula jenis benefit serta cost yang relevan baik melalui buku maupun internet.
yang lain (misalnya social benefit dan social Survey dan pengambilan data-data di lembaga-
costs). Dengan adanya penelitian ini, kita dapat lembaga terkait yakni Batan Tenaga Atom
melihat data-data teknis dan ekonomis dari Nasional (BATAN), Badan Pusat Statistik dan PT.
pembangunan PLTN yang kedepannya menjadi PLN (Persero).
referensi ilmiah bagi kita semua untuk memilih Setelah memperoleh data mengenai
alternarnatif pembangkit listrik yang tepat. Tujuan karakteristik pembangkit yang digunakan maka

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 39
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

selanjutnya menghitung biaya pembangkitan III. Analisis Data


dengan cara mengasumsikan parameter-parameter
teknis dan ekonomis yang belum ada. III.1 Asumsi dan Data Masukan
Adapun langkah-langkah penelitian yang Asumsi dan data masukan parameter teknis
dilakukan adalah menghitung kembali biaya-biaya dan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini
yang mempengaruhi biaya PLTN dengan cara ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
sebagai berikut :
Tabel 1. Data Masukan Parameter Teknis
 Menetapkan parameter teknis dan ekonomis No Item Satuan
PLTN PLTU
dari pembangkit listrik yang akan dijadikan OPR-1000 Batubara
dasar perhitungan. Jenis OPR-1000 PLTU 1
1
Pembangkit Indramayu
 Menghitung kembali parameter yang Kapasitas Mwe 954 930
mempengaruhi biaya pembangkit listrik 2
(Netto)
 Membandingkan hasil perhitungan sesuai Efisiensi % 33 41
3
dengan data yang ada dengan data hasil Pembangkit
perhitungan yang mempertimbangkan aspek Faktor % 85 85
4
Kapasitas
lingkungan (pajak karbon).
Efisiensi % 33 34
5
Adapun dasar perhitungan biaya Termal
pembangkitan listrik adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Asumsi dan Data Masukan Parameter Ekonomi
Biaya Modal = BP x FP /JPNTL
PLTN
Faktor Penyusutan = r (1+r)n/(1+r)n–1 No Item Satuan OPR-
PLTU
Jumlah Pembangkitan Neto Tenaga Listrik Batubara
1000
= DT x FKN Tahun 2012 2007
1
Biaya Bahan Bakar = (TPPxHBB)/CVBB Konstruksi
Biaya Operasi & Pemeliharaan (O&M) 2 Tahun Operasi 2017 2011
Lama 5 4
= BT O&M + BV O&M 3
Konstruksi
Tahun
Biaya pembangkitan listrik yang telah Waktu Hidup 60 40
memperhitungkan aspek lingkungan dapat 4 Tahun
Ekonomi
dihitung : 5
IDC (Interest
%
11,21 8,85
BP dengan aspek lingkungan During Cost)
= BP + pajak karbon 6 Ongkos O&M US$/MWh 10,42 6,02
Pemakaian 27 1.633.374
Dimana : 7 Ton
Bahan Bakar
BP = Biaya Pembangunan ($/kWh) Overnight 1.876 1.400
FP = Faktor Penyusutan (-/tahun) 8 US$/kWe
Cost
r = Tingkat bunga (%/tahun) Biaya 2.098 1.725
9 US$/kWe
n = Lama waktu penyusutan (tahun) Investasi
JPNTL = Jumlah Pembangkitan Neto Th-1 : 4 Th-1 : 5
Tenaga Listrik (kWh/tahun) Th-2 : 10 Th-2 : 23
Jadwal
DT = Daya Terpasang (kW) 10 % Th-3 : 27 Th-3 : 47
Disburesement
Th-4 : 49 Th-4 : 25
FKN = Faktor Kapasitas Neto x 8760 Th-5 : 10
(h/tahun) (%)
TPP = Tingkat Pemakaian Panas Dari data dan asumsi parameter teknis dan
(kcal/kWh) ekonomis di atas, akan dihitung biaya
HBB = Harga Bahan Bakar ($/kg) pembangkitannya dengan menggunakan software
CVBB = Calorific Value Bahan Bakar
Microsoft Excel 2007 dengan memasukkan
(kcal/kg)
rumus-rumus dasar perhitungan biaya
BT O&M = Biaya Tetap O&M
BV O&M = Biaya variabel O&M pembangkitan listrik.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 40
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

IV. Hasil dan Pembahasan Jika di Indonesia akan diberlakukan pajak


emisi karbon maka akan diperkirakan tarifnya
IV.1 Analisis Biaya Pembangunan PLTN OPR sebesar Rp 80.000 atau US$ 8,8 per ton.
1000 dan PLTU Batu Bara Perhitungan emisi Carbon (CO2) untuk PLTU
Batu Bara
Dalam menentukan biaya pembangkitan, ada Emisi Carbon (CO2) selama rentang waktu 1
beberapa spek yang harus di perhatikan yakni : tahun :
= 930 (MW) x 755 (kgCO2/MWeh) x 8760
 IDC (Interest During Construction), yakni (h)
biaya suku bunga yang ditawarkan selama = 6150834000 kgCO2
masa kostruksi. Berdasarkan data pada buku = 6150, 834 juta ton CO2 /tahun
Statistik enenrgi Nuklir tahun 2011 dan hasil Jadi dengan mengasumsikan pajak emisi karbon
olahan tabel IDC (Manual Book WASP 4) sebesar US$ 8,8 maka total pajak emisi karbon
maka IDC yang kami gunakan yakni 11,21 selama setahun adalah :
%/th sedangkan untuk PLTU Batu Bara, IDC = 6150, 834 x US$ 8,8
sebesar 8,85 %. = 54127,34 million US$/tahun
 Inflasi, yakni kenaikan harga pertahunnya.
Kami menetapkan inflasi yang kami gunakan IV.2 Perbandingan Biaya Pembangkitan Listrik
yakni 4 %.
 Masa konstruksi, masa konstruksi yang PLTN
PLTU
direncanakan yakni selama 5 tahun untuk No Keterangan Satuan OPR-
Batubara
PLTN OPR-1000 dan 4 tahun untuk PLTU 1000
Biaya Bahan Million
Batu Bara. 1
Bakar US$/Tahun
74,79 130,7
 Life Time dari PLTN, kami menetapkan life Biaya
time dari PLTN yaitu 60 tahun masa hidup Operasional
Million
sedangkan PLTU Batu Bara life time selama 2 &
US$/Tahun
74,01 41,68
40 tahun. Maintanance
(O&M)
NPV (Net
Berdasarkan perhitungan beberapa rincian Million
3 Present 7.196,6 5.987,3
data sebelumnya, maka biaya pembangkitan dari US$
Value)
sebuah PLTN dapat dilihat pada tabel berikut IRR (Internal
sehingga dihasilkan NPV (Net Present Value) 4 Rate of % 3,6 5,2
PLTN OPR-1000 berdasarkan olah data di Return)
komputer : Biaya
Pembangkitan
Discount 5% Biaya Produksi 5 $ sen/kWh 6,83 6,43
sebelum
Rate energi
pajak karbon
NPV 5785.4 95503.7
Million
Mill US$ GWh 6 Biaya Carbon - 54.127,34
US$/Tahun
Levelized Generation Cost 6.83 Cents/kWh
Biaya
545.2 Rp/kWh
Pembangkitan
7 setelah $ sen/kWh 6,83 1.455,2
NPV (Net Present Value) PLTU Batu Bara ditambah
berdasarkan olah data di komputer : pajak karbon
Discount 5% Biaya Produksi
Rate energi Dari segi kelayakan ekonomi, baik PLTN
NPV 5987.3 93101.1
OPR-1000 maupun PLTU Batu Bara memenuhi
Mill US$ GWh
Levelized Generation Cost 6.43 Cents/kWh syarat untuk dilaksanakan karena nilai NPV
578.8 Rp/kWh keduanya bernilai positif (NPV >0). Jika proyek
memiliki NPV positif, maka proyek tersebut
menghasilkan lebih banyak kas dari yang

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 41
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

dibutuhkan untuk menutup utang dan memberikan V. Kesimpulan


pengembalian yang diperlukan kepada pemegang
saham perusahaan. Oleh karena itu, jika Dari hasil dan pembahasan di atas dapat
perusahaan mengambil proyek yang memiliki ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :
NPV positif, maka posisi pemegang saham 1. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya
meningkat. pembangkitan listrik untuk PLTU Batu Bara
Secara finansial, PLTN OPR-1000 lebih sebesar 6,43 cents/kWh lebih murah
menguntungkan dibanding PLTU Batubara karena dibandingkan PLTN OPR-1000 sebesar 6,83
keuntungan di akhir umur ekonomi (NPV) lebih cents/kWh dengan selisih 0,4 jika tanpa
besar. Ditambah lagi, biaya bahan bakar PLTN memperhitungkan aspek lingkungan atau
OPR-1000 lebih murah yaitu 74,79 million penggunaan pajak karbon.
US$/tahun dibandingkan dengan PLTU Batu Bara 2. Apabila menggunakan asumsi pajak karbon
sebesar 130,7 million US$/tahun. Meskipun biaya sebesar 8,8 US$ per ton maka biaya
O&M PLTN lebih mahal yaitu 74,01 million pembangkitan listrik PLTU Batu Bara menjadi
US$/tahun. sangat mahal yaitu 1.455,2 cents/kWh jika
Dari hasil perhitungan diatas menunjukkan dibandingkan dengan PLTN OPR-1000
bahwa biaya pembangkitan listrik untuk PLTN dengan biaya pembangkitan sebesar 6,83
OPR 1000 sebesar 6,83 cents/kWh atau setara cents/kWh. Hal ini disebabkan PLTN tidak
dengan Rp 614,8/kWh sedangkan untuk PLTU dikenakan pajak karbon karena penggunaan
Batu Bara sebesar 6,43 cents/kWh atau setara PLTN tidak mengeluarkan emisi karbon.
dengan Rp 578,8/kWh. Dengan selisih 0,4 cents Dengan kata lain PLTN merupakan
ini menunjukkan bahwa PLTU Batu Bara lebih pembangkit yang ramah lingkungan.
murah dibandingkan PLTN OPR-1000 jika tanpa 3. Biaya pembangkitan listrik jika ditambahkan
memperhitungkan aspek lingkungan atau pajak karbon maka pembangkit listrik yang
penggunaan pajak karbon. paling murah adalah PLTN.
Seiring dengan perubahan iklim global akibat
kerusakan yang disebabkan ulah manusia maka Kepustakaan
telah dilakukan usaha untuk mengurangi dampak [1] Ardisasmita, M. Syamsa, dkk., Buku Saku PLTN. Jakarta: Kementrian
Riset dan Teknologi, 2011.
iklim global khususnya pada pembangkit listrik [2] Batan, Tim Sosialisasi, “Pengembangan PLTN di Indonesia”. Dalam
berbahan bakar fosil dibeberapa negara maju. Sarasehan Pengenalan Iptek Nuklir, Slide5-6. 2011.
[3] http://www.batan.go.id/qa/index.php?hal=3 (diakses hari minggu 2
Pengurangan emisi karbon dengan pengenaan Oktober 2011 pukul 09.40 PM).
pajak karbon pada perusahaan atau industri yang [4] http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/ok-
ppn/1098-pajak-karbon-solusi-perbaikan-kualitas-lingkungan
bergerak dibidang energi dan kelistrikan telah (diakses hari Rabu 2 Oktober 10.00 PM).
dilakukan. [5] A. Kadir, Pembangkit Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 1996.
Dalam penelitian ini, jika menggunakan [6] D. Marsudi, Pembangkitan Energi Listrik (Edisi Kedua). Jakarta:
asumsi pajak karbon sebesar US$ 8,8 per ton Penerbit Erlangga, 2011.
[7] Masdin, dkk, Studi Perbandingan Sistem dan Teknologi PLTN kelas
emisi karbon, maka biaya pembangkitan listrik 1000 MWe. Jakarta: Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)
PLTU Batu Bara meningkat drastis menjadi yaitu Batan, 2009.
[8] PT. PLN, Sekretariat, Statistik PLN 2009. Jakarta: Sekretariat
sebesar 1.455,2 cents/kWh atau setara dengan Rp Perusahaan PT. PLN (Persero), 2009.
130.965,6/kWh jika dibandingkan dengan PLTN [9] PT. PLN, Sekretariat, Statistik PLN 2010. Jakarta: Sekretariat
Perusahaan PT. PLN (Persero), 2010.
yang sama sekali tidak dikenakan pajak karbon. [10] PT. PLN, Sekretariat, Statistik PLN 2010. Jakarta: Sekretariat
Hal ini dikarenakan karena PLTN merupakan Perusahaan PT. PLN (Persero), 2011.
[11] E. Satiti, dkk., Statistik Energi Nuklir 2011. Jakarta: Pusat
pembangkit listrik tenaga yang ramah lingkungan. Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) Batan, 2011.
Tapi bukan berarti PLTN tidak menghasilkan [12] Zuhal, Ketenagalistrikan Indonesia. Jakarta: PT Ganeca Prima, 1995.

emisi karbon. PLTN juga menghasilkan emisi


karbon tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 42
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Perspektif Sosio-Kultural: Sebuah Kearifan Lokal dalam


Perencanaan dan Perancangan Kota Makassar
Ananto Yudono1, Arifuddin Akil2, Dana Rezky Arisandy3
1,2,3
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1yudonoananto@gmail.com, 2arifuddinak@yahoo.co.id

Abstrak

Kajian ini mengeksplorasi persepsi masyarakat tentang kearifan lokal, khususnya etnis Bugis, sehubungan
dengan perencanaan dan perancangan kota Makassar, yang bertujuan untuk mengetahui: pemahaman
masyarakat tentang kearifan sosio-kultur Bugis dalam perikehidupannya; karakteristik kota Makassar; dan
persepsi masyarakat Bugis dalam penataan kota.Kajian ini dilakukan berbasis kearifan sosio-kultural Bugis
dalam membahas aspek spasial. Kajian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, yang didasari oleh hasil
pengolahan data kuantitatif melalui pendekatan statistik inferensial. Hasil kajian berupa pemahaman mereka
tentang nilai-nilai sosio-kulur Bugis seperti Nilai siri’ na pesse yang bermakna harga diri dan solidaritas tinggi,
yang dalam implementasinya melalui nilai sipakatau dan sipakalebbi, terungkap pada pola grid jalan dan
tersedianya ruang common plaza permukiman yang memudahkan aksesibilitas terbuka antar masyarakat.
Tatanan permukiman masyarakat Bugis ini secara eksplisit sesuai dan relevan dengan tatanan kota Makassar.

Kata Kunci: Sosio-kultural Bugis, perencanaan dan perancangan kota Makassar (socio-cultural Bugis, urban
planning and design, Makassar)

I. Pendahuluan terkait secara terpadu. Nilai-nilai budaya


merupakan pola-pola pemikiran serta tindakan
Konsep budaya mencerminkan serangkaian
tertentu yang terungkap dalam aktifitas, yang pada
prinsip-prinsip abstrak mulai dari cara
akhirnya akan berdampak pada hasil karya
memandang sistem jagad raya sampai pada
manusia termasuk wujud fisik bangunan dan
tindakan-tindakan konkrit sehari-hari, seperti cara
perkotaannya [1-4]. Lebih dipertajam oleh
berperilaku dan berhubungan dengan lingkungan
Kuntowijoyo [5] bahwa suatu tata kota tidak lahir
dan cara-cara hidup serta berkehidupan. Budaya
karena maksimisasi teknologi atau ekonomi,
juga merupakan suatu pola pikir yang terungkap
tetapi karena suatu pola sosio-kultural
dalam perilaku dan aktifitas manusia sebagai
masyarakatnya.
bentuk reaksi terhadap tantangan alam yang
Perkembangan moderenisasi dan globalisasi
terjadi secara turun temurun, sehingga menjadi
yang ditandai dengan gejala kapitalisasi dan
sebuah identitas jalan hidup suatu etnis atau
liberalisasi memberi dampak terhadap pergeseran
komunitas. Dalam setiap morfologi sosial yang
nilai kehidupan sosial masyarakat. Salah satu hal
berbeda terdapat logika budaya yang berlainan
yang paling terlihat adalah semakin terkikisnya
berikut nilai sosial yang diwujudkan. Pandangan
budaya lokal. Seni budaya yang berbasis keunikan
tersebut diperkuat oleh Altman dan Chemers [1]
atau kearifan lokal cenderung kurang berkembang.
bahwa budaya muncul dalam obyek dan
Pada konteks pembentukan kota, pengaruh
lingkungan binaan seperti desain: rumah,
globalisasi terhadap budaya memiliki efek
perletakan rumah, dan bangunan umum.
keragaman dan pengayaan, serta gabungan antara
Masyarakat dan budaya mempengaruhi
keduanya. Saat yang bersamaan, kemunculan
lingkungannya dan sebaliknya lingkungan
budaya asing dari luar sering kali menimbulkan
mempengaruhi dinamika perkembangan budaya.
ketakutan, kecurigaan, polarisasi dan tekanan
Unsur-unsur tersebut terangkai dalam sebuah
rasial di perkotaan. Dampak lain globalisasi
sistem budaya yang setiap bagiannya saling
terhadap budaya di perkotaan menurut Wicaksono

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 43
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

[6] adalah menguatnya fenomena standarisasi, tidak menghiraukan lagi eksistensi sosio-kultural
sebagai tuntutan akses manusia ke produk budaya dalam wujud perkotaan. Fakta-fakta empirik pada
yang seragam di segenap penjuru dunia melalui beberapa wilayah atau kawasan perkotaan saat ini,
internet, radio, dan televisi. diikuti dengan semakin hilangnya hubungan batin
Dalam konteks perencanaan dan perancangan antara wujud kota dan masyarakatnya. Alasan
kota, perwujudan fisik kota tanpa pertimbangan tersebut menjadi suatu faktor potensi sekaligus
karakter masyarakat dapat melahirkan rancangan menjadi pengancam semakin tergerusnya budaya
lingkungan yang generik, dan tidak memenuhi lokal jika dibiarkan berkembang secara tidak
harapannya. Oleh karenanya kajian sosio-kultural terkendali. Sebagian elemen budaya Bugis yang
yang berimplikasi terhadap wujud kota perlu masih mewarnai pola pikir masyarakanya
dijadikan dasar kearifan atau motivasi. Upaya tergolong masih tetap dan sebagian lagi
memasukkan perspektif sosio-kultural dalam mengalami transformasi menjadi bagian budaya
konteks perencanaan kota akan memperkuat modern. Budaya dan karakter tersebut merupakan
hubungan bathin antara masyarakat dengan sebuah tatanan mendasar yang secara teoritis akan
kotanya dalam rangka memperkuat integritas memberi pengaruh besar dalam pembentukan
budaya. Melalui dimensi sosio-kultural, akan wujud kota-kota Bugis khususnya di Sulawesi
memudahkan keterhubungan masyarakat dengan Selatan.
lingkungan alamnya serta hubungan harmonisasi Berdasarkan pada permasalahan di atas,
antar manusia itu sendiri. Dengan demikian, implikasi aspek-aspek sosio-kultural dalam
inisiatif dan motivasi sosio-kultural yang dapat perancangan dan perancangan kota Bugis yang
menstimulasi solusi praktis dalam perencanaan akan dipertegas dalam pertanyaan penelitian
kota diharapkan dapat memenuhi kualitas sebagai berikut:
lingkungan hidup masyarakat perkotaan. 1. Bagaimana pemahaman masyarakat Bugis
Dalam kaitan ini salah satu peluang yang terhadap aspek sosio-kultural sebagai sebuah
diketengahkan adalah penggalian kembali kearifan lokal Bugis, khususnya yang relevan
persepsi atau pandangan etik masyarakat dalam dengan perencanaan kota?
menilai seberapa penting kearifan lokal sosio- 2. Bagaimana karakteristik kota Makassar dilihat
kultural perlu diimplementasikan dalam sebagai hasil perencanaan dan perancangan
perencanaan dan perancangan kota, terkait dengan kota?
semakin berkembangnya masyarakat kota. Dalam 3. Bagaimana persepsi masyarakat Bugis tentang
hal ini, studi ini perlu diberikan pembatasan pertimbangan sosio-kultural dalam
terhadap pandangan etik masyarakat Bugis di perencanaan dan perancangan kota Makassar?
Kota Makassar.
Argumen teoretis yang dapat dikemukakan I.1 Tujuan Penelitian
bahwa prinsip-prinsip sosio-kultural yang berbasis Penelitian ini akan melihat dan menggali
pada kearifan lokal, akan memberikan arah dan persepsi masyarakat kota Makassar dalam
landasan filosofis dalam kerangka perencanaan kaitannya dengan pertimbangan aspek budaya
dan perancangan kota sesuai kebutuhan terhadap perencanaan dan perancangan kota
masyarakat sebagai pemangku kepentingan yang Makassar. Dalam hal ini akan dikaji keterkaitan
mengusung budayanya. Namun demikian dengan antara pandangan masyarakat selanjutnya, tujuan
semakin maraknya globalisasi dan modernitas penelitian ini dapat dikemukakan secara rinci
ternyata membawa muatan lain. Terdapat sebagai berikut:
dikotomi yang saling berlawanan saat ini yaitu 1. Untuk mengidentifikasi pemahaman
antara masyarakat yang mendukung perlunya masyarakat Bugis terkait dengan aspek sosio-
mengakumulasi dimensi sosio-kultural dalam kultural sebagai sebuah kearifan lokal Bugis,
perancangan dan perancangan kota di satu sisi, khususnya yang relevan dengan perencanaan
dan di sisi lain terdapat kelompok yang cenderung kota.
lebih kuat berfokus ke kepentingan ekonomi yang

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 44
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kota pada umumnya mempunyai paling sedikit tiga
Makassar dalam konteks kekinian. Hal ini wujud, yaitu sebagai: a) suatu himpunan gagasan,
dimaksudkan untuk menemukenali wujud kota b) jumlah perilaku yang berpola, dan c)
Makassar dilihat sebagai hasil perencanaan sekumpulan benda atau artefacts. Wujud
dan perancangan kota. himpunan gagasan adalah wujud yang paling
3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Bugis abstrak. Sebagai suatu himpunan gagasan, suatu
tentang pertimbangan sosio-kultural dalam kebudayaan tak dapat dilihat atau diamati, karena
perencanaan dan perancangan kota Makassar. tersimpan dalam kepala orang tertentu kemanapun
Hal ini dimaksudkan untuk memahami ia pergi. Jenis kebudayaan ini disebut cultural
seberapa penting aspek sosio-kultural system, atau juga disebut cover culture.
berpengaruh terhadap perwujudan kota. Selanjutnya dalam wujud perilaku yang berpola
kebudayaan disebut social system. Sedang wujud
I.2 Lingkup Pembahasan sekumpulan benda (artefact) adalah disebut overt
Wilayah penelitian meliputi wilayah Kota culture. Sebagai inti dari suatu sistem
Makassar, khususnya yang dihuni oleh kebudayaan, sistem nilai budaya menjiwai semua
masyarakat etnik Bugis di sepanjang pesisir. Etnik pedoman yang mengatur tingkahlaku warga
Bugis merupakan salah satu dari empat etnik pengusung kebudayaan bersangkutan. Adapun
dominan yaitu etnik Bugis, Makassar, Mandar, pedoman tingkah laku itu adalah: adat-istiadat,
dan Toraja yang yang ada di Sulawesi Selatan sistem norma, aturan etika, aturan moral, aturan
atau khususnya di kota Makassar. Etnik-etnik sopan-santun, pandangan hidup dan ideologi
tersebut masing-masing memiliki karakter budaya pribadi.
sendiri sesuai lingkungannya, namun banyak Hal senada juga dikemukakan oleh
memiliki kesamaan akibat adanya proses Koentjaraningrat bahwa: “manusia di perkotaan
inkulturasi budaya. Objek penelitian ini meliputi pada intinya perlu melakukan upaya-upaya positif
unsur spasial dan persepsi masyarakat. dalam rangka menanggapi tuntutan lingkungan
yang berasal dari aspek manusia, alam, dan
II. Kajian Pustaka teknologi”.

II.1 Konsep Budaya II.2 Hubungan Budaya dan Lingkungan Binaan

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa, Dalam studi yang menghubungkan antara
konsep budaya mencerminkan serangkaian budaya dan lingkungan binaan ditemukan bahwa,
prinsip-prinsip mulai dari cara pandang sistem terdapat variasi perwujudan arsitektur dalam suatu
makro kosmos sampai ke perilaku konkrit, seperti kebudayaan yang sama pada waktu dan tempat
tata-cara hidup dan berpenghidupan di suatu yang sama, tetapi terdapat pula kesamaan diantara
wilayah. Kebudayaan merupakan suatu pola pikir berbagai kebudayaan pada waktu dan tempat yang
yang terungkap dalam perilaku dan aktifitas berbeda. Perbedaan bentuk rumah tergantung
manusia sebagai bentuk reaksi terhadap tantangan respon masyarakat terhadap lingkungan fisik,
alam yang terjadi secara turun temurun, sehingga sosial, kultural dan ekonomi, sedangkan untuk
menjadi sebuah identitas. Dalam setiap morfologi menemukan variabel fisik dan kultural akan lebih
sosial yang berbeda terdapat logika budaya yang jelas jika karakter kultural, pandangan dan nilai-
berlainan berikut nilai sosial yang diwujudkan nilai budaya masyarakat telah dipahami. Hans
(Putranto dan Sutrisno, 2005) Daeng melihat lingkungan binaan sebagai bagian
Menurut Douglas dalam buku tersebut bahwa dari kebudayaan, yang dalam konteks tradisional
dua hal yang membedakan ialah ada tidaknya merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat
hierarki dan kuat tidaknya ikatan sosial. dengan kepribadian masyarakat.
Perbedaan itu pulalah yang juga memunculkan Ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi oleh
pandangan, kepercayaan dan nilai-nilai sosial faktor sosio-kultural masyarakat setempat. Dalam
budaya. Menurut Daeng [2], tiap kebudayaan beradaptasi dengan lingkungannya, seseorang

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 45
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

membawa serta norma-norma yang yang terdapat pada komunitas perkotaan tersebut
mengendalikan tingkah laku dan peran yang cenderung tidak menganut sistem nilai bersama.
dimainkannya [2]. Tuan [8] menjelaskan bahwa Bahkan masyarakat kota terdiri atas beberapa
untuk menjelaskan makna dari organisasi ruang individu atau kelompok terisolasi yang cenderung
dalam konteks tempat dan ruang harus dikaitkan menuju pada kondisi disorganisasi.
dengan budaya. Budaya ini sifatnya unik, dan Dalam kaitan peran masyarakat dalam
antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat pembentukan kota, maka faktor internal yang
berbeda maknanya. Dengan demikian ada berpengaruh meliputi nilai budaya yang
kesulitan tersendiri untuk menggeneralisasinya. dipahaminya. Sedang faktor eksternal yang
Karena itu, penelitian tentang wujud permukiman berpengaruh menurut Antariksa meliputi aspek
yang berbasis nilai budaya perlu dikaji tersendiri modernisasi dan globalisasi dalam konteks
dalam rangka menuhi kebutuhan dan kehidupan perkotaan [9]. Beberapa pengaruh
meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal, modernisasi dan globalisasi di perkotaan dapat
serta lebih menggali revitalisasi budaya lokal terlihat pada wujud bangunannya. Dalam kaitan
secara berkelanjutan. Menurut Rapoport [3], ini, Eko Budihardjo menyebut istilah kolonialisasi
perubahan fisik lingkungan disebabkan oleh kultural dalam hal pengaruh serbuan modernitas
perubahan budaya yang dikelompokkan ke dalam akibat keterbukaan dan globalisasi terhadap
dua bagian, yaitu budaya yang tidak dapat terpuruknya arsitektur tradisional [10]. Faktor
berubah dan budaya yang dapat berubah. Proses kapitalisme dan liberalisme berpengaruh terhadap
sosialisasi manusia yang tercermin dari nilai pergeseran pemahaman masyarakat terhadap nilai
budaya, pada akhirnya berdampak pada hasil budaya.
karya manusia termasuk wujud fisik bangunan, Kapitalisme merupakan paham yang
permukiman, dan perkotaan. Terkait dengan berorientasi utama pada aspek materi, yang
pandangan Rapoport tersebut Boas dalam mendorong pada ditemukannya sistem perniagaan
Poerwanto [4] mengemukakan bahwa persebaran oleh pihak swasta. Sedangkan liberalisme
budaya akan menyebabkan timbulnya unsur-unsur merupakan paham yang berorientasi utama pada
baru, yang kemudian mendesak unsur-unsur lama kebebasan, yang mendorong munculnya
ke arah pinggir dari pusat perkotaan. Oleh kehidupan demokrasi. Kapitalisme dalam
karenanya apabila seseorang ingin mencari nilai- sejarahnya adalah sebagai satu bagian dari
nilai kebudayaan yang tetap hidup, maka lebih gerakan individualisme rasionalis. Kedua faktor
mudah ditemukan di daerah pinggiran. Untuk tersebut telah berpengaruh pada berbagai aspek
melihat keterkaitan antara bentuk dengan budaya, kehidupan, baik aspek sosial, ekonomi, budaya,
Rapoport mengemukakan mekanisme dalam politik, dan teknologi [11].
menterjemahkan budaya ke dalam bentuk yaitu
dalam kaitannya dengan budaya sebagai II.4 Konsep Tata Ruang Kerajaan Gowa
mekanisme kontrol, budaya sebagai blueprint, dan
budaya sebagai seperangkat aturan dan instruksi Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan
[3]. Sultan Alauddin berpusat pada benteng Sombaopu
yang merupakan sebuah permukiman di daerah
II.3 Sosio-Kultural dalam Masyarakat Kota pantai. Peran Kerajaan Gowa dalam dunia
perdagangan sangat besar dengan posisi benteng
Dalam kehidupan masyarakat kota yang Sombaopu yang kokoh, dan navigable pada
semakin heterogen, terlihat kecenderungan yang zamannya. Pola tata ruang kota Sombaopu
semakin melemah terutama dalam semangat ditemukan dengan beberapa versi. Lontara
kebersamaan, loyalitas kepada komunitas, dan menggambarkan bahwa benteng Sombaopu yang
rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan berbentuk segi empat dikelilingi oleh tembok batu
bersama. Individu merasa lebih loyal kepada bata dengan sisi terpanjang di sebelah barat [12].
keluarganya, kepada tempat kerjanya, kepada Terdapat tiga bastion utama pada dinding sebelah
kelompoknya, atau kepada sesama etnik. Situasi

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 46
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

barat menghadap ke laut, dan satu bastion lagi di modern ini, meskipun kota modern memiliki
dinding sebelah utara. kompleksitas pola pemanfaatan ruang, yang
Struktur ruang di dalam benteng dibelah oleh terkait dengan karakteristik sosial ekonominya.
dua jalan poros yaitu jalan arah Utara-Selatan dan Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang,
jalan arah Timur-Barat. Jika dibandingkan dengan kota terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk
pola permukiman kota Jawa, terlihat kesamaan kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural
dengan jenis fasilitas yang ada dalam benteng yang berhubungan satu dengan lainnya
sebagai teritorial yang sakral, walaupun tata letak membentuk tata ruang kota. Dalam suatu kota
fasilitasnya tidak sama. Di samping itu juga terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan
memiliki kesamaan dengan adanya jalur jalan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian
poros utama dalam benteng yang memanjang arah wilayah kota, dan pusat lingkungan. Pola
Utara-Selatan dan Barat-Timur, hanya saja pemanfaatan ruang kota adalah bentuk yang
bedanya bahwa ujung jalan utama sebelah Barat menggambarkan ukuran, fungsi, dan karakteristik
terdapat kediaman raja pada Majapahit, kegiatan perkotaan [13]. Jenis-jenis pemanfaatan
sedangkan di Kerajaan Gowa pada ujung jalan ruang kota atau kawasan kota antara lain adalah
utama sebelah Selatan terdapat Masjid. Salah satu kawasan perumahan, kawasan pemerintahan,
perbedaan mendasar yang dapat dikemukakan kawasan perdagangan dan jasa, kawasan industri,
adalah tidak dikenalnya tradisi daerah sakral serta kawasan ruang terbuka hijau.
(selatan) dan profan (utara) dalam Bugis-
Makassar seperti tradisi Jawa. Adapun orientasi II.5.2 Jaringan Jalan
tradisional yang dianggap suci oleh masyarakat
Jaringan jalan dapat menjadi faktor yang
Bugis dan Makassar adalah hanya orientasi Kiblat
mendorong perkembangan kegiatan, dan
(Barat).
sebaliknya pengembangan suatu kegiatan
II.5 Karakteristik Elemen Wujud Kota memerlukan dukungan pengembangan jaringan
jalan. Jaringan jalan yang terbentuk dalam skala
II.5.1 Pola Pemanfaatan Ruang lokal pada setiap bangunan atau di sekitar ruang
terbuka, selanjutnya akan terbentuk menjadi
Pola pemanfaatan ruang sudah menjadi sebuah permukiman, dan akhirnya membentuk
perhatian sejak dahulu, walaupun masih tergolong sebuah kota atau wilayah yang lebih luas dengan
sederhana, dan cenderung menyebar. Dalam tipomorfologi yang unik. Menurut Krier [14],
konteks permukiman atau perkotaan tradisional, jalan merupakan produk dari penyebaran gedung
pola pemanfaatan ruangnya masih sederhana melalui pembangunan setiap gedung pada ruang-
sesuai kondisi sosial ekonominya berupa fungsi ruang yang tersedia. Hal ini menjadi kerangka
ruang hunian termasuk berbagai prasarana dasar dalam hal distribusi lahan dan dalam rangka
pendukung seperti jalan, pasar, dermaga; lahan pemberian akses ke setiap unit gedung.
pertanian, dan perikanan. Mereka mengatur Dari sekian banyak komponen wujud kota,
perletakan fungsi ruang berdasarkan keterkaitan pola jalan merupakan komponen yang paling
hubungannya sesuai karakteristiknya. Masyarakat nyata manifestasinya dalam menentukan
tradisional di Indonesia juga telah memahami periodesasi pembentukan kota di negara-negara
beberapa kearifan dalam menempatkan fungsi barat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
ruang permukiman seperti terlihat pada Kustiawan [13] bahwa jaringan jalan merupakan
masyarakat Bugis di mana mereka membagi indikator utama wujud kota sehingga dalam
secara umum lahan perkampungan ke dalam tiga perencanaan tata ruang kota, pengembangan
bagian yaitu lahan untuk tempat tinggal, lahan jaringan jalan tidak dapat dilepaskan dari pola
pertanian, dan lahan perairan. Cara tradisional pemanfaatan ruang yang ada atau ingin
yang sederhana dalam mengatur pemanfaatan diwujudkan. Jaringan jalan merupakan sebuah
ruang tersebut menjadi dasar dalam ruang sosial ekonomi, budaya, dan politik yang
pengorganisasian masyarakat perkotaan pada era dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 47
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Dalam aspek sosial-ekonomi, jalan akan dirinya, dengan mengadopsi bentuk-bentuk lain
dimanfaatkan oleh penduduk kota sebagai jalur yang berasal dari luar. Berdasarkan pada beberapa
jalan untuk saling kunjung-mengunjungi, bahkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
di antara penduduk banyak melakukan untuk menganalisis tata bangunan di perkotaan,
komunikasi dan sosialisasi di daerah jalan. Jalur dapat melihat pada indikator: keragaman tipe
jalan menjadi tempat pertemuan bagi orang-orang bangunan (style), perletakan bangunan, orientasi
untuk saling bertukar informasi, berolah raga, dan bangunan, dan kualitas bangunan.
kesibukan berbisnis. Bahkan jalan secara nyata
menjadi bagian dari proses bisnis, dengan II.5.4 Penelitian Terdahulu yang Relevan
memasang berbagai iklan di daerah jalan yang
Untuk menunjang cakrawala penelitian ini,
strategis. Dalam aspek budaya, jalur jalan dapat
serta untuk mencapai fokus dan orijinalitasnya
berperan secara simbolis untuk mencerminkan
dalam rangka mengisi celah ilmu pengetahuan,
karakter pemerintah dan masyarakatnya. Pada
dipandang perlu untuk mereview beberapa
beberapa kota tradisional di Indonesia seperti
penelitian terdahulu yang relevan terutama yang
kota-kota di Jawa, Nias, dan Bali, jalur jalan
berkaitan dengan tema pembentukan kota. Setelah
terutama di pusat permukiman, mencerminkan
membahas penelitian terkait nilai-nilai sosio-
kosmologi yang dianut masyarakatnya.
kulrural Bugis dan pembentukan kota yang
II.5.3 Tata Bangunan berlokasi di Kota Makassar pada Bab I, berikut ini
akan diungkapkan beberapa penelitian lain yang
Meskipun bangunan memiliki bentuk, ukuran, dianggap sealur dengan penelitian ini:
dan penampilan yang sama, akan tetapi masing-  Model Nilai-Nilai Budaya: Suatu Pendekatan
masing bangunan menunjukkan jati dirinya Nilai-Nilai Terpadu dalam Lansekap, Janet
sendiri. Misalnya, bangunan kantor mewadahi Stephenson.
kegiatan pada siang hari, sedangkan bangunan Sebuah tinjauan khusus lansekap yang
hiburan justru memulai hidup mereka di malam dianggap mengandung nilai-nilai universal
hari. Beckley [15] menyatakan pentingnya atau siap diaplikasikan. Setiap orang
bangunan di kota memberikan karakter kota itu memutuskan sesuatu yang mempengaruhi
sendiri. Penampilan berbagai bentuk bangunan di pandangannya sesuai potensi dan berbagai
perkotaan, akan membuat kota itu menjadi unik. nilai-nilai budayanya. Artikel ini mengusulkan
Selanjutnya Beckley menyatakan bahwa, sebuah Model Nilai Budaya lansekap, yang
bangunan dikategorikan ke dalam empat menawarkan kerangka kerja konseptual
kelompok: l) sebagai pembangkit aktivitas; 2) terpadu untuk memahami berbagai potensi
didefinisikan sebagai unsur ruang; 3) sebagai nilai-nilai pada lansekap dan potensi dinamika
simpul dan landmark; dan 4) bangunan sebagai antara nilai-nilai tersebut. Penelitian ini hanya
pembatas dan fasad. Bangunan-bangunan mengkaji nilai budaya pada lansekap saja,
merupakan unsur perkotaan yang paling jelas tanpa melihat kaitannya dengan elemen kota
terlihat dalam sebuah kota. lainnya.
Beberapa negara, dimana masyarakatnya  Peranan nilai-nilai sosio-kultural dalam
masih memandang tinggi nilai budayanya, telah pembentukan kota [16].
membangun kotanya baik secara visual maupun Penelitian ini bertujuan untuk
spasial, dengan tetap mencerminkan nilai mengidentifikasi nilai-nilai sosio-kultural
budayanya. Hal ini terlihat berupa masih yang dimiliki masyarakat Bugis yang dapat
banyaknya bangunan bergaya arsitektur lokal berpengaruh terhadap pembentukan
yang tetap bertahan hingga kini. Begitu pula lingkungan binaan, serta untuk menjelaskan
banyak bangunan pemerintah atau swasta tetap peranan nilai-nilai sosio-kultural Bugis dalam
mengadopsi nilai-nilai tradisionalnya. Namun pembentukan kota. Penelitian ini
sebaliknya juga banyak daerah yang justru menyimpulkan bahwa konsep siri’ na pesse
menghancurkan karakter daerahnya atau jati tetap menjadi pandangan hidup masyarakat

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 48
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Bugis dalam era modern yang dalam hal ini Kepercayaan Alu’ Todolo berpandangan
tercermin dalam wujud lingkungan binaan ada dunia kehidupan dan dunia kematian
yang dihasilkan seperti wujud kota. Wujud dalam kehidupan masyarakat Toraja. Alu’
kota yang berbasis nilai siri’ meliputi: a) Todolo memberi pedoman bagi masyarakat
pemanfaatan ruang, b) pusat kota, c) pola untuk mewujudkan tatanan permukiman yang
jaringan jalan, d) orientasi bangunan, dan e) layak huni, memenuhi kebutuhan dasar
bentuk bangunan arsitektur tradisional. Wujud manusia, dengan cara menjaga keharmonisan
kota yang berbasis nilai were berupa: bentuk sumber daya alam dengan sumber daya buatan
bangunan komersil. Sedangkan wujud kota manusia. Permukiman tradisional Toraja ditata
yang berbasis nilai pesse meliputi: a) tata letak harmonis dengan pelestarian alam
bangunan, b) bentuk bangunan, dan c) ruang lingkungannya agar tersedia sumber bahan
terbuka. Kajian ini mengaitkan antara pangan dengan membangun dan memelihara
antropologi budaya dengan lingkungan sawah, membangun Busian, yaitu kolam di
binaan, terutama peranan masyarakat Bugis tengah sawah untuk penyimpanan air hasil
dalam pembentukan kota. Pembentukan kota panen hujan di musim penghujan, yang
berbasis budaya ini, dikaji dengan diperlukan untuk memelihara ikan dan
menggunakan metode kualitatif dalam memenuhi kebutuhan air kebun sayur mayur
kerangka penelitian deskriptif. Dapat di musim kemarau.
disimpulkan bahwa keterkaitan antara sosio- Selain itu masyarakat memelihara hutan
kultural yang dimiliki masyarakat Bugis kayu dan bambu yang diperlukan untuk
dengan lingkungan binaan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan bahan bangunan untuk
sebagai sebuah kearifan lokal belum banyak membangun atau mengganti elemen-elemen
diteliti, terutama yang terkait dengan pengaruh rumah tradisionalnya. Sebagai mahluk sosial,
nilai sosio-kultural masyarakat terhadap masyarakat menata permukiman
wujud kotanya. Hal tersebut merupakan salah tradisionalnya dengan deretan rumah dari
satu celah penelitian yang dinilai penting Timur ke Barat yang menghadap ke Utara dan
diteliti dalam rangka memberikan kontribusi berhadapan dengan Alang yaitu lumbung-
dalam bidang perencanaan dan perancangan lumbung padi yang juga berfungsi sebagai
kota. gazebo. Tata masa perumahan dan lumbung-
Di samping itu objek kajian penelitian lumbung ini menghasilkan comon plaza yang
tersebut dinilai orisinal dan belum banyak multi fungsi misalnya untuk menjemur padi,
tersentuh oleh peneliti lain saat ini. Kajian kopi, kakao, penyelenggaraan upacara adat
penelitian ini selanjutnya akan melihat Rambu Tuka’ untuk mensyukuri suatu
keterkaitan konsep lokal tersebut dengan keberhasilan atau kebahagiaan, dan tempat
konteks pembentukan kota yang berbasis nilai bermain anak-anak. Manusia yang masih
sosio-kultural. Penelitian-penelitian terdahulu hidup menghargai kerabatnya yang sudah
tersebut di atas telah memberi kontribusi meninggal dengan membangun makam di
pemikiran pada penulis, di samping dapat tempat yang aman dan indah baik berupa
mempertegas celah penelitian antara Leang, yaitu lubang di dinding tebing terjal,
penelitian terdahulu dengan penelitian yang maupun Patene, yaitu rumah kecil
akan digagas. Kerangka teoritik yang berkonstruksi beton atau batu bata, dan
dibangun dari penelitian terdahulu menjadi memberi bekal bagi arwahnya untuk
sebuah pendekatan dan membantu dalam medapatkan kemudahan dalam perjalanan
menginterpretasi data atau informasi. menuju Puya, yaitu dunia para arwah, melalui
 Kearifan lokal Alu’ Todolo untuk menghadapi upacara pemakaman Rambu Solo’ dengan doa
degradasi kualitas lingkungan permukiman dan pengorbanan hewan.
dan perkotaan di Tana Toraja [17] Sebagian masyarakat Toraja, terutama
generasi muda secara berangsur-angsurmulai

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 49
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

melupakan kearifan lokal tersebut. Hal ini untuk mempertahankan atau mempertimbangkan
terlihat dalam pembangunan rumah atau aspek sosio-kultural, dalam kegiatan perencanaan
bangunan pada tempat yang rawan bencana dan perancangan kota. Hal ini sebagai
longsor, seperti di lereng perbukitan yang optimalisasi identitas (kearifan) lokal menuju
kemiringan tanahnya curam, dan di bantaran peradaban yang berkarakter bangsa. Hal tersebut
sungai Saddang yang menyebabkan dilakukan melalui pendekatan kajian kuantitatif
penyempitan sungai sehingga mengakibatkan menggunakan analisis chi square atau analisis
banjir. Walaupun demikian dalam penataan korelasi. Untuk jelasnya skema konsep dan
kota, masyarakat menginginkan penambahan kerangka pikir penelitian digambarkan sebagai
luas dan kualitas ruang terbuka hijau dan berikut:
ruang publik, menginginkan air sungai yang
jernih, kota yang aman dan nyaman, serta
aksesibilitas yang tinggi. Untuk mencapai
keinginan ini sebenarnya sesuai dengan ajaran
Alu’ Todolo dalam berperilaku dan penataan
permukiman, tetapi dalam skup kota yang
harus memelihara perikehidupan perkotaan
dan pelestarian wilayah hinterland seperti
kawasan hutan dan sistem ekohidorlikadaerah
aliran sungai. Kondisi ini menjelaskan masih
relevan dan urgennya kearfian lokal untuk
dijadikan dasar dalam penataan kota [17].
II.6 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini membahas tentang perspektif
aspek sosio-kultural dalam perencanaan dan III. Metode Penelitian
perancangan kota. Aspirasi masyarakat yang
dalam hal ini menggunakan kasus masyarakat III.1 Jenis Penelitian
Bugis yang dalam hal ini mengambil kasus Kota
Makassar.Penelitian ini menggabungkan antara Kajian ini tergolong penelitian lapangan yang
metode kualitatif desktiptif dan metode menggabungkan antara metode kualitatif
kuantifikasi. Studi ini dikaji melalui simbiosa deskriptif dengan metode pengolahan data secara
antara ilmu antropologi dan ilmu kuantitatif melalui pendekatan statistik inferensial.
perencanaan/perancangan kota. Penelitian ini Dalam hal ini mengkaji keterhubungan antara
bermaksud untuk menemukenali aspek sosio- kajian sosio-kultural yang sangat abstrak dengan
kultural yang dipahami masyarakat Bugis yang kajian fisik spasial. Metode penelitian kualitatif
relevan dengan kegiatan perencanaan dan menunjuk kepada prosedur-prosedur riset yang
perancangan kota. Hal ini dilakukan dengan menghasilkan data kualitatif berupa ungkapan,
pendekatan wawancara dan kajian pustaka. Di lain catatan atau tingkah laku peneliti dalam kegiatan
pihak penelitian ini juga bermaksud observasi. Pendekatan tersebut mengarah pada
menemukenali karakteristik wujud kota Makassar keadaan-keadaan dan individu-individu secara
yang terbentuk hingga saat ini. Hal tersebut holistik. Penelitian kualitatif ini menggunakan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif yaitu melalui pengamatan,
kajian literatur dan observasi, yang melihat wujud wawancara, dan penelaahan dokumen.
fisik kota baik secara visual maupun spasial.
Selanjutnya, penelitian ini bermaksud untuk
mengetahui aspirasi masyarakat kota (khususnya
dari etnik Bugis) terkait dengan seberapa perlu

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 50
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

III.2 Pengumpulan Data tersebut masih perlu untuk dijadikan


pertimbangan dalam penyusunan konsep
Pengumpulan data literatur dilakukan dengan perencanaan kota.
cara: 1) informasi tentang aspek sosio-kultural
Bugis, dan data pemahaman masyarakat kota akan III.4 Teknik Analisis Data
sosio-kultural Bugis; 2) informasi tentang
karakteristik wujud kota Makassar; 3) informasi Teknik analisis untuk mengetahui
persepsi tentang persepsi masyarakat Bugis karakteristik wujud kota adalah teknik analisis
tentang upaya mempertimbangkan sosio-kultural morfolofi kota yang diidentifikasi dengan teknik
atau kearifan lokal dan perencanaan dan analisis pemetaan dan digabungkan dengan
perencanaan kota. Selanjutnya Survei lapangan kegiatan observasi lapangan. Teknik analisis ini
dilakukan dengan teknik observasi lapangan dan dilakukan dengan menganalisis kondisi wujud
interview yaitu melakukan tanya-jawab kepada spasial maupun spasial wilayah objek penelitian.
beberapa informan. Di samping itu, juga Selanjutnya, teknik analisis data statistik
dilakukan wawancara khusus lebih mendalam menggunakan teknik analisis statistik inferensial,
terhadap beberapa orang yang memahami budaya yaitu menggunakan teknik frekwensi data statistik.
dan akademisi budaya dan perkotaan. Teknik analisis ini dilakukan dengan menganalisis
persepsi masyarakat terhadap kondisi dan kualitas
III.3 Jenis Data dari fasilitas dan prasarana perkotaan yang ada
dalam lingkup wilayah penelitian. Variabel yang
Untuk menjawab pertanyaan penelitian 1, ditinjau adalah persepsi masyarakat tentang nilai-
dikumpulkan data aspek kearifan sosio-kultural nilai budaya dan kearifan lokal dalam
masyarakat Bugis, dan persepsi dan pemahaman pembentukan kota Bugis.
responden tentang kearifan lokal Bugis. Persepsi terhadap wujud kearifan lokal
Tujuannya adalah untuk mengetahui meliputi: wujud kota yang berbasis nilai siri’na
pemahamannya terhadap makna kosmologi, nilai- pesse yang bermakna harga diri dan solidaritas
nilai, dan prinsip hidup masyarakat Bugis yang yang tinggi. Persepsi tentang nilai-nilai tersebut
dapat berpengaruh terhadap wujud perkotaan. dilihat kaitannya dengan wujud kota yang
Makna-makna tersebut dapat tetap berlaku sejak meliputi: a) pemanfaatan ruang, b) pola jaringan
dulu sampai saat ini, ataukah kini telah bergeser jalan, c) ruang publik, dan d) tata bangunan
maknanya. Informasi tersebut juga dapat termasuk bentuk bangunan yang ada. Latar
diperoleh melalui: kajian kepustakaan dan belakang masyarakat yang dianalisis persepsinya
beberapa naskah kuno; wawancara langsung meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
terhadap beberapa informan tokoh masyarakat, keluarga, jenis pekerjaan, dan aktifitas keluarga
pakar budaya, dan akademisi. Untuk menjawab sehari-hari.
pertanyaan penelitian 2 dikumpulkan data tentang
karakteristik wujud kota Makassar. IV. Pembahasan
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
IV.1 Pemahaman Nilai-Nilai Sosio-Kultural
hasil perencanaan dan perancangan kota yang
Bugis
telah dilakukan. Untuk mengarahkan pencapaian
tujuan, maka identifikasi tersebut berdasar pada Nilai-nilai sosio-kultural Bugis yang dipahami
indikator: pola pemanfaatan ruang, jaringan jalan, berasal dari sebuah pandangan hidup
ruang terbuka, dan tata bangunan. Selanjutnya, masyarakatnya secara turun-temurun dan
untuk menjawab pertanyaan penelitian 3 melembaga. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam
dikumpulkan data persepsi masyarakat tentang sifat dan perilaku orang Bugis, serta terwujud
pertimbangan aspek sosio-kultural dalam kegiatan dalam artefak yang dihasilkan, baik secara
perencanaan dan perancangan kota. Tujuannya langsung maupun tidak langsung, baik secara
adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat teraga maupun secara tak teraga. Nilai-nilai sosio-
tentang seberapa jauh aspek sosio-kultural

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 51
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

kultural tersebut berpusat pada nilai Siri’ na Namun demikian pada usia tidak produktif lagi,
Pesse. Siri’ berarti harga diri, yang bermakna nampak pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut
bahwa orang Bugis selalu menjaga martabat atau cenderung meningkat kembali searah dengan
harga dirinya dimanapun berada. Siri’ dapat meningkatnya kesadaran mereka akan nilai-nilai
dilihat lebih jauh dalam wujud prinsip hidup dan kehidupan. Karena itu, mereka banyak memahami
gaya hidup masyarakatnya dalam bentuk upaya atau mempelajari kembali nilai-nilai tersebut.
menjaga perilaku dan penampilannya, serta upaya (lihat Tabel 1 dan Gambar 2a).
mengembangkan potensinya. Implikasi nilai siri’
Tabel 1. Tingkat Kepahaman Kearifan Lokal Bugis dan
dalam perilaku orang Bugis memperlihatkan Aplikasinya
karakter yang sangat menjaga sifat dan Nilai kearifan Bugis Persentase orang yang
perilakunya. Di samping itu juga memiliki
Paham Implementasi
karakter yang selalu bersaing dan mencari
peluang bisnis sebagai wujud nilai wereagar tetap Siri' na pesse 76 100
memiliki nilai (harga) dimata orang lain. Nilai Sipakatau 93 100
were pada hakekatnya merupakan bagian dari Sipakalebbi 90 100
nilai siri’. Selanjutnya, Pesse berarti Sipakainge' 93 100
kesetiakawanan (solidaritas). Mereka memahami Sipatuo sipatokkong 78 100
pentingnya sikap “sipakatau” dan “sipakalebbi” Sipammasemase 88 100
dalam hidup berdampingan dengan Siwolompolong 53 100
lingkungannya. Dalam mengawal dan mengawasi
pelaksanaan nilai-nilai siri’ dan pesse tersebut Catatan:
orang Bugis memiliki perangkat aturan atau i. 100 responden dipilih pada kelurahan pesisir Kota
norma yang disebut “Pangadereng”. Makassar yang merupakan komunitas Bugis, yang
Beberapa nilai budaya Bugis hingga saat ini pada Oktober 2012 sudah berdomisili minimum 10
tahun;
masih sangat dipahami oleh komunitas ii. Sumbu Y menjelaskan presentase jumlah orang
masyarakat Bugis di pesisir Kota Makassar. yang paham tentang nilai kerafian Bugis;
Namun demikian eksistensi nilai-nilai budaya iii. Sumbu X menjelaskan kelompok usia komunitas.
tersebut dalam pemahaman komunitas, cenderung
bervariasi. Dari hasil wawancara menunjukkan Selanjutnya pada Gambar 2b, memperlihatkan
bahwa nilai-nilai siwolom-polong dan sipatuo bahwa beberapa nilai budaya yang sangat
sipatokkong (gotong royong) masih sangat dipahami masyarakat Bugis di Kota Makassar
dipahami masyarakat mulai seja kecil hingga usia mulai dari masa muda hingga pada masa tuanya,
tua, walaupun cenderung mengalai penurunan yaitu nilai siri’na pesse, sipakatau, sipakalebbi’,
pemahaman akan nilai tersebut pada usia lanjut sipakainge’, dan pammase-mase. Nilai-nilai
(umur 40an) yang disebabkan oleh semakin tersebut relatif mengalami peningkatan sepanjang
merosotnya pemahaman nilai-nilai tersebut yang umur komunitas Bugis tersebut, walaupun
disebabkan oleh gejala sosial yang dialami beberapa responden mengalami penurunan
masyarakat perkotaan seperti gejala hidup pemahaman pada usia 50an. (lihat Gambar 2b).
bersaing yang semakin tinggi, individualis, hidup
100
bebas, dan sifat materialistis. Hal tersebut 90

menunjukkan bahwa pada usia muda masyarakat 80


70
Bugis masih sangat memahami dan 60
mengaplikasikan nilai-nilai budaya tersebut. 50 Sipatuo-sipatokkong
Siwolompong
Selanjutnya pada usia kerja (produktif) setiap 40
30
komunitas mulai mengalami kesibukan dalam 20

mengurus berbagai kegiatan yang berkaitan 10


0
dengan pengembangan diri dan keluarganya <30 31-40 41-50 51-60 >60

kemampuan tenaga maupun daya pikirnya. Gambar 2a

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 52
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

120 lingkungan binaan. Pola hidup masyarakat Bugis


100
baik dalam negeri maupun pada daerah
perantauannya, tetap memegang teguh nilai-nilai
80 Siri' na pesse solidaritas yang berpedoman pada nilai siri’ na
Sipakatau
60 pesse. Menurut Mahmud Tang walaupun mereka
Sipakalebbi
Sipakainge'
menyebar di perantauan, namun jika salah seorang
40
Sipammasemase
kerabatnya melaksanakan hajatan tertentu seperti:
20 perkawinan, kelahiran, kematian, atau kegiatan
naik haji, maka segenap anggota keluarga datang
0
<30 31-40 41-50 51-60 >60 memberikan doa restu, serta sumbangan materi
Gambar 2b atau tenaga. Gaya hidup yang terbentuk dari
Catatan: akumulasi nilai-nilai yang bersumber pada konsep
i. 100 responden dipilih pada kelurahan pesisir Kota siri’ na pesse yang dipahami tersebut selanjutnya
Makassar yang merupakan komunitas Bugis, yang terwujud dalam bentuk penciptaan ruang dan
pada Oktober 2012 sudah berdomisili minimum 10
tahun;
bentuk perkotaannya.
ii. Sumbu Y menjelaskan presentase jumlah orang
yang paham tentang nilai kerafian Bugis; IV.2 Implikasi Nilai Siri’ na Pesse yang Relevan
iii. Sumbu X menjelaskan kelompok usia komunitas. dengan Perencanaan Kota

Gejala tersebut memperlihatkan masih Perancangan kota Renaissance yang


tingginya pemahaman masyarakat akan nilai-nilai menggunakan jalan poros, sangat berperan
budaya, yang sangat relevan dengan makna dan menunjukkan kewibawaan penguasa kota. Hal ini
filosofi yang terkandung dalam nilai-nilai dapat terlihat pada kota-kota yang dibangun pada
tersebut. Jika dilihat pada pembahasan di atas zaman pertengahan seperti halnya pada era
menunjukkan bahwa nilai siri’ na pesse dapat Romawi. Pola jalan grid ini banyak diterapkan
dipandang sebagai induk dari nilai budaya Bugis. oleh perancang kota pada masa penjajahan bangsa
Terkait dengan hal tersebut, dengan adanya Eropa di Indonesia. Hal ini terutama terlihat pada
pemahaman masyarakat Bugis yang masih tetap kota-kota yang terletak di daerah pantai. Pola
eksis sepanjang hidupnya khususnya terhadapat jalan kisi yang dibentuk dengan mengikuti garis
nilai siri’ na pesse, terutama pada masa usia pantai dan arah mata angin, selanjutnya menjadi
produktif dan usia tua, maka dipandang perlu karakter kota-kota kolonial di Indonesia.
untuk menggali transformasi nilai-nilai tersebut Kehadiran jalur jalan sebagai sebuah elemen
terhadap wujud kota. Hal ini dimaksudkan untuk fisik kota merupakan sebuah wujud sosial. Karena
mengaplikasikan wujud fisik dari nilai-nilai itu, dikatakan Moughtin [18], bahwa jika
tersebut ke dalam proses perencanaan dan jaringan-jaringan jalan kota kelihatan menarik,
perancangan kota. maka kota tersebut kelihatan menarik pula. Faktor
Jika pembahasan di atas dikaitkan dengan fisik lahan penting untuk dipertimbangkan dalam
perencanaan kota, dapat disimpulkan bahwa perancangannya, tetapi jauh lebih penting untuk
masyarakat Bugis berupaya untuk selalu menjaga mempertimbangkan kontribusi faktor sosial,
setiap perilakunya, selalu menjaga budaya, dan ekonomi. Fungsi sosial, budaya, dan
kesetiakawanan dan kebersamaan dengan ekonomi seperti dikemukakan Moughtin dan Gans
lingkungan sekitarnya. Masyarakat Bugis tidak meliputi jalur jalan kota yang dapat memfasilitasi
senang direndahkan sehingga mereka cenderung kegiatan komunikasi dan interaksi antar
untuk selalu berupaya mengembangkan potensi masyarakat. Ini berarti bahwa jalur jalan
yang dimiliki dalam rangka memperbaiki kualitas memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
hidupnya. Terkait dengan hal tersebut masyarakat berupa: interaksi antar masyarakat di jalan,
Bugis menunjukkan harga dirinya melalui sebagai area rekreasi dan tempat hiburan. Di
berbagai hasil karyanya termasuk wujud samping itu jalur jalan juga berperan sebagai

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 53
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

prasarana penunjang kegiatan perdagangan dan dengan pola jalan grid yang faktanya secara
agenda politik. Menurut Moughtin [18], jalan alamiah dikembangkan oleh masyarakat Bugis di
yang baik dan memenuhi kepentingan masyarakat kota Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
akan menjadi sebuah simbol harga diri (self- gambar berikut.
esteem) masyarakatnya.
Seperti halnya dengan kajian di atas, pada
permukiman masyarakat Bugis juga
menampakkan pola jalan berbentuk grid. Pola grid
tersebut terbentuk secara turun-temurun sesuai
dengan nilai budaya yang dipahami yaitu siri’ na
pesse. Nilaisiri’ na pesse tersebut memberikan
makna pada pentingnya hubungan silaturrahmi
antar masyarakat yang berimplikasi pada
pentingnya aksesibilitas untuk saling interaksi. Di
samping itu masyarakat Bugis merupakan
masyarakat yang sangat luwes dan terbuka
sehingga cenderung melakukan hubungan
komunikasi dengan sekitarnya [19]. Kegiatan Gambar 3. Pola jalan di Kota Makassar Tahun 1922 dan
Citra Google Tahun 2012 berpola Grid sesuai nilai Budaya
sosial budaya masyarakat Bugis sangat terkait erat Bugis
dengan jalur jalan kota yaitu berperan sebagai
wadah interaksi antar masyarakat. Komunikasi IV.3 Implikasi Nilai Were yang Relevan dengan
antar warga juga sebagian tercipta di area jalan, Perencanaan Kota
seperti perilaku bertegur sapa. Jalan menjadi
sarana yang dapat melayani berbagai kegiatan Orang Bugis selalu berusaha untuk
secara simultan. Satu-satunya pola jalan yang mengembangkan potensinya di mana pun berada,
sangat relevan dengan kemudahan akses dan baik dalam lingkungannya maupun dalam posisi
keterbukaan dari semua sisi adalah bentuk grid. di perantauan. Sebagaimana nilai siri’ sebagai
Hal ini karena pola jalan ini bersifat terbuka dan taruhan harga diri, motivator atau pendorong
sangat efisien untuk melakukan pergerakan ke dalam berprestasi, pedoman hidup yang memberi
semua arah. harmonisasi dalam berinteraksi, dan kontrol
Di samping itu masyarakat Bugis memiliki sosial; maka harga diri yang dimiliki diangkat
pandangan yang melihat alam semesta ini sebagai melalui nilai kerja keras, berprestasi, berjiwa
sulapa’ eppa’ wolasuji, yang bermakna segi pelopor, dan senantiasa berorientasi pada
empat belah ketupat. Pola jalan bentuk grid keberhasilan. Mereka memahami bahwa hanya
persegi panjang pada atau kota Bugis terutama dengan berusaha keras dan pantang menyerah,
terlihat pada kota-kota pantai yang topografinya kita akan memperoleh karunia, keberhasilan atau
relatif datar. Beberapa pola jalan yang ditemukan nasib beruntung dari Allah Swt. Pemahaman
mengarah sesuai arah mata angin, yang diasumsi itulah yang dipahami orang Bugis dengan sebutan
terkait dengan arah orientasi rumah atau arah garis were.
pantai. Proses pembentukan pola jalan grid Aktifitas pemenuhan harga diri masyarakat
tersebut berawal dari terbentuknya jalur jalan Bugis antara lain dilakukan dengan usaha atau
yang secara linier memanjang searah dengan garis kerja keras yang terkait dengan nilai-nilai siri’
pantai. yang dipahami yaitu malu (pantang) menjadi
Faktor-faktor aktifitas dan kebutuhan akses orang lemah, tidak mampu, atau orang yang
yang mudah terhadap jalan pada masyarakat disepelekan. Dalam hal berusaha, sejak dahulu
Bugis itulah yang menjadi tuntutan utama karakter orang Bugis dikenal senang berdagang
dibutuhkannya pola jalan efisien yang saling berusaha dan memiliki kecenderungan untuk
terhubung. Pola jalan yang dimaksud sesuai berbisnis dengan etos kerja yang tinggi.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 54
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Masyarakat Bugis mengutamakan semangat kerja bentuk rumah masyarakat yang dahulu banyak
yang tinggi (Pallaku-laku) dimana kinerja diukur menampakkan bentuk-bentuk tradisional
dari banyaknya pekerjaan. Hal tersebut menjadi berbentuk panggung yang dilengkapi dengan
modal utama dalam sebuah usaha. Saat ini, nilai bentuk timpa laja pada atap. Timpa laja’tersebut
budaya tersebut lebih berkembang maknanya menjadi simbol strata masyarakat Bugis. Namun
menjadi pola hidup modern yang mengutamakan karena perkembangan kehidupan kapitalisasi dan
kecepatan kerja di samping volume yang tinggi. liberalisasi sehingga nilai budaya tersebut
Berdasar pada pembahasan nilai-nilai sosio- mengalami perubahan makna. Perubahan nilai
kultural khususnya tentang nilai were di atas, tersebut berimplikasi pada semakin berkurangnya
selanjutnya nilai-nilai sosio-kultural masyarakat rumah-rumah tradisional Bugis yang
Bugis tersebut dapat dilihat implikasinya dalam menggunakan bentuk timpa laja’. Namun
pembentukan lingkungan binaan seperti yang demikian beberapa sisi dari kota Makassar tetap
tertuang pada tabel dan bagan implikasi nilai menampakkan wujud rumah tradisional seperti
sosio-kultural dalam lingkungan binaan. Wujud yang di Kecamatan Ujung Tanah dan Wajo.
dari nilai were yang diidentifikasi merupakan Berdasarkan bahasan tersebut dapat disarikan
faktor pendorong dalam berprestasi kreatif dengan bahwa pembentukan gaya hidup masyarakat
semangat yang tinggi, kerja keras, dan ulet; Bugis dapat didukung oleh status sosial yang
memulihkan keseimbangan hidup untuk mencapai dimiliki dalam konteks pelapisan sosial. Hasil
kebahagian dunia dan akhirat; melakukan kajian tentang pelapisan sosial ini sesuai dengan
kegiatan yang terencana dan efisien untuk pandangan [21, 22].
mencapai keberhasilan; dan meningkatkan
kehormatan. Nilai-nilai tersebut dapat ditelusuri
melalui prinsip hidup yang dipahami, gaya hidup
dan aktifitas masyarakat Bugis, baik secara
individu maupun kelompok. Selanjutnya implikasi
nilai-nilai were dalam wujud lingkungan binaan
atau kota pada kajian ini, dilihat kaitannya pada
beberapa indikator elemen pembentuk kota seperti
pemanfaatan ruang, jaringan jalan, ruang terbuka,
dan tata bangunan. Namun demikian implikasi
nilai were dalam lingkungan binaan, hanya
teridentifikasi dalam wujud tata bangunan. Hasil
(a)
kajian ini sesuai dengan pandangan Abidin [20]
tentang “Siri, Pesse, Were: Pandangan Hidup
Orang Bugis”,
IV.4 Implikasi Pelapisan Sosial Masyarakat
Bugis terhadap Wajah Kota
Penggolongan masyarakat Bugis saat ini
cenderung mengalami pelebaran makna,
walaupun sistem pelapisan masyarakat yang
memahami tiga macam strata tetap bertahan
khusunya pada beberapa lingkungan adat, atau di
kawasan perdesaan. Masyarakat Bugis pada
umumnya cenderung melihat sistem strata dalam (b)
konteks terbuka, dimana setiap orang akan Gambar 4. (a), (b) Bentuk Rumah Tradisional membentuk
wajah Permukiman di Kecamatan Ujung Tanah
meningkatkan stratanya sendiri melalui
prestasinya. Hal tersebut berpengaruh pada pola

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 55
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

V. Kesimpulan untuk diaplikasikan dalam proses perencanaan


dan perancangan kota.
Sebagai salah satu kearifan lokal, siri’ na
pesse merupakan pandangan hidup masyarakat Kepustakaan
Bugis walaupun di era kini, yang bermakna
[1] I. Altman, M. Chemers, Culture and Environment, Brooks/Cole
penjagaan harga diri dan solidaritas yang tinggi Publishing Company, First Published by Canbridge University Press,
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai harga diri lebih 1984.
[2] H.J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, Tinjauan
ditekankan dalam nilai siri’ dan nilai were yang Antropologis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008.
bermakna selalu berupaya menjaga kehormatan [3] A. Rapoport, “Human Behavior and Environment”, dalam Cross-
Cultural Aspects of Environmentak Design, Advances in Theory and
diri dan orang lain. Nilai solidaritas lebih Research, Environment and Culture, (Volume 4), eds. Altman, I.,
ditekankan dalam nilai sipammase-mase, Rapoport, A., Wohlwill, J., Plenum Press, New York and London, hal.
7-46, 1980
sipakatau dan sipakalebbi, yang bermakna saling [4] H. Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan, dalam Perspektif
menghargai sebagai sesama mahluk sosial, dan Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008.
[5] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta,
saling mengingatkan agar tidak terjadi salah pikir, 2003.
salah ucap, maupun salah tindak dalam [6] A.D. Wicaksono, “Perspektif Budaya dalam Perencanaan Kota”,
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kearifan Lokal, Unmer,
berperikehidupan. Nilai-nilai siri’ na pesse Malang, 2009.
kemudian teriplementasi dalam wujud kota seperti [7] ----------, Culture, Architecture, and Design, Locke Science
Publishing Company, Inc., 2005.
di Kota Makassar. Dalam hal ini, kemudahan [8] Y.F. Tuan, Space and Place, The Perspective of Experience,
dalam melakukan interelasi sosial menjadi dasar University of Minnesota, Minneapolis, 1977.
[9] Antariksa, “Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan
dalam penataan massa bangunan dan jalur jalan, Lingkungan Binaan”, dalam Proseding Seminar Nasional, Unmer,
yang terungkap dalam wujud pola grid pada Malang, 2009.
[10] E. Budihardjo, Tata Ruang Perkotaan, PT. Alumni, Bandung, 2005.
tatanan jalan, yang terbuka untuk berhubungan [11] F. Santosa, Kapitalisme-Liberalisme dalam Pandangan Islam,
secara eksternal dan memudahkan akses antar http://kammi jember. blogspot. com, 2009. (diakses 4 Mei 2010).
[12] Sumalyo, Sejarah Perkembangan Arsitektur dan Kota Makassar.
rumah dan fasilitas sosial suatu permukiman, serta Penelitian Jurusan Arsitektur – Universitas Hasanuddin, Makassar,
tersedianya ruang publik sebagai wadah interelasi 2002.
[13] I. Kustiawan, Bentuk dan Struktur Internal Kota, Unsur Pembentuk
sosial antar warga. Nilai-nilai tersebut juga Struktur Tata Ruang Kota: Pusat Kegiatan Kawasan Fungsional dan
terwujud dalam bentuk ruang terbuka publik Jaringan Jalan, http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php, 2009.
(diakses 6 September 2010)
seperti Lapangan Karebosi, lapangan Hasanuddin, [14] R. Krier, Urban Space, Rizzoli International Publications. Inc.,
anjungan Pantai Losari, beberapa lapangan London, 1979.
[15] R. M. Beckley, Urban Design. McGraw Hill, New York, 1979.
terbuka lainnya yang multi fungsi baik untuk [16] Arifuddin, E.T.S. Darjosanjoto, “Perbandingan Konsep Perancangan
rekreasi, olahraga, maupun penyelenggaraan Kota Kuno Luar Negeri dengan Kota Tradisional Nusantara”, dalam
Proseding Seminar Nasional, Unmer, Malang, 2009.
kegiatan sosial seperti sholat Idul Fitri dan Idul [17] Y. Ananto, et al., “Local Wisdom Based Planning To Face The
Adha. Termasuk juga ruang publik tertutup Environment Quality Degradation: Case study Tana Toraja,
Indonesia”. Proceedings The 8th International Symposium on City
berupa gedung-gedung pertemuan khusus maupun Planning and Environmental Management in Asian Countries. Asia
yang tergabung dalam shoping mall. Selanjutnya, Urban Research Group. Tianjin, China, 2012.
[18] C. Moughtin, Urban Design, Street and Square. Linacre Hous, Jordan
nilai bangunan penciri (icon) kota yang bernuansa Hill, Oxfort, London, 1992.
Bugis Makassar seperti Kantor Gubernur Provinsi [19] C. Pelras, Manusia Bugis (Judul Asli: The Bugis) Diterjemahkan oleh
Abdul Rahman dkk, Forum Jakarta Paris dan Ecole Francaise
SulSel, kantor DPRD kota Makassar, kantor d’Extreme-Orient, Jakarta, 2006.
PELNI, serta kampung-kampung etnis Bugis yang [20] Abidin, “Siri, Pesse, Were: Pandangan Hidup Orang Bugis”, dalam
Siri’ dan Pesse, Harga Diri Orang Bugis, Makassar, Mandar, Toraja.
arsitektur rumah dan tatana massa. ed, Mustafa, Yahya, Pustaka Refleksi, Makassar, 2003.
Implementasi nilai-nilai kearifan lokal Bugis [21] Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. P.T.
Gramedia, Jakarta, 1977.
yang masih tetap eksis di Kota Makassar ini [22] C. Levi-Strauss, Structural Anthropology. Basic Book, New York.
mempunyai pengaruh terhadap tatanan wilayah 1963.
[23] A.J. Catanese, J.C. Snyder, Perencanaan Kota (Judul Asli: Urban
yang lebih makro. Karena itu, dipandang perlu Planning, McGeaw-Hill Inc), Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1996.
untuk menggali transformasi nilai-nilai tersebut [24] ----------, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. P.T. Gramedia,
Jakarta, 1983.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 56
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Penentuan Jenis Kondisi Luminansi Langit dengan Rasio Awan dan


Data Lama Penyinaran Matahari di Makassar
Husni Kuruseng1, Muhammad Ramli Rahim2
1,2
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email address: 2yb8bri@yahoo.com

Abstract

This study was evaluated the results of the measurement data from the global light (global illuminance) and
diffuse light/reflection (diffuse illuminance), and the sunshine duration in Makassar which become essential
components used in various calculations and daylight applications in buildings. Total days of measurement as
much as 143 days with the amount of data recorded on as many as 6971 global luminance data (Evg). Daily data
processing done for each month of measurement that indicates the data recorded every 15 minutes. Furthermore,
every day is equipped with a measurement of each image fluctuations of daily data for a global luminance (Evg)
and diffuse (Evg). The results obtained by the number of quality control of data quality control results for the
Evg data 6970 or 99.99% of the total data recorded as many as 6971 data. The results of quality control data for
6971 Evd data or 100% of the total data recorded as many as 6971 data. The results of quality control
comparison of global luminance data (Evg) and diffuse (Evd) shows the result of 93.44% of the data that pass
quality control or as many as 6.499 data from the 6.971 recorded data. Quality control results do show that the
results of measurements of global and diffuse luminance held in Makassar in 2010 and is a qualified data that is
valid for further analysis under guidelines of the CIE-IDMP. The collected sunshine duration data which include
monthly data for the years 1995-2010. From the 16 years of data collected, the average sunshine duration in
Makassar was 68% with the highest monthly average by 88% in August and the lowest by 44% in December.
The results of the analysis of sky condition by cloud ratio and sunshine duration data methods are relative
similar.

Keywords: Sky condition, Sky luminance distribution , Cloud ratio, Sunshine duration

I. Pendahuluan matahari (khatulistiwa), dengan limpahan cahaya


matahari yang tersedia sepanjang tahun, maka
Sistem pencahayaan adalah salah satu elemen
pemanfaatan sistem pencahayaan alami di dalam
dalam perancangan arsitektur yang berperan
bangunan menjadi suatu keuntungan besar dalam
dalam penyajian kenyamanan visual (visual
penghematan energi. Limpahan cahaya yang
comfort) di dalam bangunan. Dalam ilmu
tersedia sepanjang tahun ini seharusnya
arsitektur, sistem pencahayaan tersebut dibagi atas
dimanfaatkan oleh para arsitek sehingga tercipta
sistem pencahayaan alami (natural lighting
bangunan yang hemat energi.
system) dan sistem pencahayaan buatan (artificial
Dalam proses perencanaan dan perancangan
lighting system). Pencahayaan buatan,
bangunan disyaratkan memperhatikan kondisi
memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari
iklim setempat yang terdiri dari faktor-faktor yang
pembangkit-pembangkit energi listrik. Sedangkan
akan berpengaruh terhadap: i) kenyamanan
pencahayaan alami, memanfaatkan ketersediaan
bangunan, ii) keselamatan bangunan, dan iii)
cahaya matahari sebagai sumber cahaya. Selain
ketahanan bangunan. Selanjutnya dalam
berperan dalam penyajian kenyamanan visual di
penggunaannya, bangunan harus mampu
dalam bangunan, sistem pencahayaan alami juga
memberikan kenyamanan (baik psikis maupun
berperan dalam menghemat konsumsi energi
fisik) kepada penghuninya dan bahwa bangunan
listrik di dalam bangunan, khususnya pada siang
perlu hemat terhadap pemakaian energi. Salah
hari. Bila dikaitkan dengan kondisi geografis
satu kenyamanan adalah kenyamanan penglihatan
Indonesia yang berada pada jalur lintasan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 57
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

(visual comfort) dalam ruangan yang dipengaruhi dengan metode perhitungan nilai luminansi langit,
oleh komponen: luminansi langit, cahaya perbandingan/rasio awan dan lama penyinaran
langsung dan cahaya pantul/difus. matahari. Metode yang digunakan sangat
Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa tergantung pada ketersediaan jenis data.
dengan iklim tropis menerima energi dan cahaya Pada kondisi terdapat nilai/hasil pengukuran
siang hari yang sangat cukup, gratis dan tersedia nilai luminansi langit, kondisi langit dapat
sepanjang tahun. Namun kenyataannya, banyak diklasifikasikan dengan rumus yang tersedia.
hasil rancangan arsitektur (bangunan) yang masih Nilai relatif luminansi langit dari masing-masing
tergantung pada penggunaan listrik pada siang kondisi langit dapat dihitung dan dijelaskan dalam
hari khususnya untuk pencahayaan ruangan. berbagai pustaka.
Bangunan yang gagal menghemat dalam P. Moon dan D.E. Spencer [1] mengajukan
pemakaian energi, akan menjadi mahal secara konsep tentang distribusi luminansi langit untuk
operasional. kondisi langit mendung sebagai dasar untuk
Perbedaan tempat dan perubahan kondisi perancangan pencahayaan alami. Luminansi langit
langit yang terjadi sepanjang tahun memberikan (L) pada suatu sudut tertentu dengan elevasi di
kesulitan untuk menetapkan acuan dalam berbagai atas horizon () [1]. CIE (Komisi Luminansi
perhitungan dasar penggunaan pencahayaan alami. International) mengadopsi formula dari Moon-
Kesulitan tersebut menyebabkan banyak arsitek Spencer (dengan k = 2, tanpa k = 1) sebagai
dan ahli bangunan di Indonesia mengambil jalan standar langit mendung pada tahun 1955 [2].
pintas dengan membuat asumsi sendiri atau Nilai relatif distribusi luminansi langit untuk
menggunakan hasil penelitian yang berdasarkan kondisi langit mendung adalah nilai relatif
data dan acuan ataupun perangkat lunak komputer luminansi dari suatu elemen langit (Lroc) yang
dari negara lain yang letak geografis dan dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit
kondisinya berbeda dengan Indonesia. Analisis dari ketinggian dari elemen langit (). CIEtelah
dengan asumsi yang berbeda-beda atau pemakaian menyetujui kesepakatan awal internasional
acuan dari negara lain, tentunya akan memberikan tentang nilai rata-rata distribusi luminansi langit
hasil yang tidak optimal dan memperkecil upaya cerah sebagaimana formula yang diajukan oleh
pengembangan acuan baru yang lebih sesuai Kittler (1965). Selanjutnya CIE mengadopsi
dengan kondisi Indonesia. formula dari Kittler dan menetapkan sebagai
Berdasarkan latar belakang dan urgensi Standar Langit Cerah (CIE Standard Clear Sky)
penelitian, permasalahan dalam penelitian ini pada tahun 1973 [3] sebagaimana dalam Publikasi
adalah bagaimana jenis kondisi luminansi langit CIE No. 22 tahun 1973 tentang nilai relatif
(cerah, berawan, dan mendung) berdasarkan distribusi luminansi langit untuk kondisi langit
pemisahan data melalui analisis rasio awan (cloud cerah. Nilai tersebut adalah nilai luminansi relatif
ratio)?, dan bagaimana jenis kondisi luminansi pada suatu elemen langit (Lrcl) yang dihitung
langit (cerah, berawan, dan mendung) berdasarkan
sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari
pemisahan data melalui analisis lama penyinaran
ketinggian matahari (s), ketinggian elemen langit
matahari (sunshine duration)?.
() dan jarak antara matahari dan elemen langit ().
II. Tinjauan Pustaka Nilai relatif distribusi luminansi langit
berawan diajukan oleh Nakamura dkk. [4, 5] dari
II.1 Luminansi Langit suatu pengukuran data yang kontinyu dan
disimpulkan bahwa di beberapa area sekitar tropis
Luminansi langit dalam aplikasinya pada banyak ditemukan kondisi langit antara langit
berbagai perhitungan pencahayaan alami dibagi mendung dan langit cerah dengan nilai yang
dalam tiga jenis kondisi langit, yakni: Langit berbeda [4, 5]. Nilai tersebut adalah nilai
Mendung (Overcast Sky), Langit Cerah (Clear luminansi relatif pada suatu elemen langit (Lrin)
Sky) dan Langit Berawan (Intermediate Sky). yang dihitung sebagai rasio terhadap luminansi
Penentuan jenis kondisi langit dapat dilakukan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 58
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

zenit dari ketinggian matahari (s), ketinggian cuaca dalam hal ini diabaikan dan hanya
elemen langit () dan jarak antara matahari dan mempertimbangkan komponen kesesuaian pada
elemen langit (). variasi harian dari nilai relatif lama penyinaran
matahari.
II.2 Rasio Awan
III. Metode Penelitian
Rasio awan (Cv, Ce) adalah perbandingan Jenis penelitian adalah eksperimental dengan
antara nilai luminansi global (Evg) dan nilai menggunakan hasil pengukuran data. Pengukuran
luminansi difus (Evd) atau perbandingan antara dilakukan sepanjang hari dengan pengambilan
nilai radiasi global (Eeg) dan nilai radiasi difus data setiap 15 menit. Data diukur dengan
(Eed) [6]. Dengan nilai rasio awan, frekuensi Sunshine sensor tipe BF3 yang diletakkan pada
terjadinya masing-masing kondisi langit (cerah, tiang di atas atap plat beton Jurusan Arsitektur
berawan dan mendung) dapat ditetapkan. dengan ketinggian 15 meter di atas permukaan
tanah. Kedudukan tiang/menara beserta sensor
II.3 Lama Penyinaran Matahari
diatur sedemikian rupa sehingga tetap dapat
Dalam Kamus Pencahayaan Internasional, menerima sinar matahari sepanjang hari.
nilai relatif dari lama penyinaran matahari Data hasil pengukuran diteruskan ke Data
(relative sunshine duration) dijelaskan sebagai logger GP1 yang ditempatkan di Labaroratorium
rasio dari lama penyinaran matahari yang terjadi Sains dan Teknologi Bangunan. Data dalam data
terhadap kemungkinan maksimum lama logger akan ditransfer ke penyimpanan data di
penyinaran matahari dalam waktu/periode komputer setiap minggu.
tertentudan umumnya nilai tersebut dinyatakan Pengawasan terhadap kinerja peralatan
dalam % dengan simbol (σ). dilakukan tiga kali dalam sehari guna menjaga
Metode estimasi kemungkinan terjadinya tiga kualitas pengukuran. Kondisi pelaksanaan
jenis kondisi langit dikemukakan oleh Nakamura pengukuran termasuk pengamatan kondisi cuaca
dkk. [4, 5] berdasarkan observasi data dicatat dalam buku harian pengukuran (log book)
meteorologi pada 8 stasiun di Jepang sepanjang dan akan menjadi bahan pendukung dalam
tahun 1979-1982 [8]. Setelah melalui berbagai pelaksanaan pengolahan dan analisis data.
pengujian dari berbagai perhitungan matematika Untuk keperluan pengolahan dan analisis,
disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya dilakukan evaluasi awal dimana semua data yang
langit cerah 0% bila lama penyinaran surya 0% terekam dicetak dalam bentuk tabel harian untuk
dan langit mendung 0% bila lama penyinaran setiap komponen data pengukuran. Dari tabel
matahari sebesar 100%. tersebut didapatkan durasi pengukuran yang rinci
Peluang terjadinya ketiga jenis kondisi langit untuk setiap menit, jam dan harian [9].
(cerah, berawan dan mendung) pada suatu tempat Dalam upaya memperoleh hasil pengukuran
akan berkaitan dengan kondisi cuaca tahunan. yang akurat sebelum data dievaluasi dan diolah,
Dalam hal ini, nilai rata-rata lama penyinaran diperlukan pemeriksaan data melalui suatu
matahari diadopsi sebagai suatu indeks cuaca tahapan meliputi: evaluasi awal (quantity control)
tahunan. Selanjutnya dengan memasukkan dan proses kendali mutu (quality control) sesuai
pertimbangan tentang ketinggian matahari, dengan pedoman dari IDMP-CIE [10].
probabilitas tahunan terjadinya ketiga jenis Pengolahan data dilakukan sesuai metode
kondisi langit (Pcl, Pin, Poc) untuk masing- pengolahan data dari IDMP dalam format Rata-
masing ketinggian matahari dapat diestimasi rata bulanan, standar deviasi, jumlah data,
berdasarkan nilai rata-rata tahunan dari lama maksimum dan minimum, dalam interval setiap
penyinaran matahari (σy) sebagai fungsi dari 30 menit (pagi dan sore). Gambar 1
ketinggian matahari (γs). Sebagai memperlihatkan bagan kerangka pikir penelitian.
penyederhanaan, pengaruh dari karakteristik

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 59
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Iluminansi Global Iluminansi Difus Penyinaran Matahari harian untuk luminansi global (Evg) dan difus
(Evd). Gambar 1 dan 2 memperlihatkan contoh
fluktuasi data harian untuk luminansi global (Evg)
Jenis Kondisi dan luminansi difus (Evd) pada tanggal 17
Luminansi Langit Agustus 2010.

Klasifikasi Data berdasar :


- Rasio Awan
- Lama Penyinaran Matahari

Langit Cerah Langit Berawan Langit Mendung

Gambar 1. Bagan kerangka pikir penelitian

IV. Hasil dan Pembahasan


IV.1 Sumber dan Pengolahan Data
Data pengukuran luminansi global dan Gambar 2. Fluktuasi Evg 17 Agustus 2010
luminansi difus telah dilaksanakan pada
laboratorium Sains dan Teknologi Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar dari 24 Mei sampai dengan
13 Oktober 2010. Jumlah hari pengukuran
sebanyak 143 hari dengan data terekam sebanyak
6.971 data. Perekaman data dilakukan dalam
interval 15 menit dengan susunan data: tanggal,
jam, luminansi global, luminansi difus, dan lama
penyinaran matahari.
Pengolahan data dimulai dengan tabulasi data
harian dalam interval 15 menit setiap hari
dilengkapi dengan grafik fluktuasi data harian.
Gambar 3. Fluktuasi Evg 17 Agustus 2010
Pengolahan data dilakukan masing-masing untuk
luminansi global (Evg) dan luminansi difus (Evd) IV.2 Kendali Mutu
setiap hari. Tabulasi data dan pembuatan grafik
fluktuasi data harian dimaksudkan untuk Proses kendali mutu dilakukan sesuai
kemudahan dalam analisis dan persiapan pedoman CIE masing-masing untuk luminansi
perbandingan dan pertukaran data secara nasional global (Evg) dan luminansi difus (Evd) Tahap I
dan internasional. dan Tahap II. Rekapitulasi hasil kendali mutu data
Total hari pengukuran sebanyak 143 hari harian luminansi global diperlihatkan dalam tabel
dengan jumlah data terekam sebanyak 6.971 data. 1 dan 2.
Pengolahan data harian dilakukan untuk setiap Dari hasil kendali mutu yang dilakukan
bulan pengukuran yang menunjukkan data melalui tahap I dan II dapat disimpulkan bahwa
terekam setiap 15 menit. Total hari pengukuran data hasil pengukuran yang telah dilakukan
sebanyak 143 hari dengan jumlah data terekam merupakan data yang sahih dan dapat menjadi
sebanyak 6.971 data. Pengolahan data harian dasar dalam berbagai analisis lanjutan dalam
dilakukan untuk setiap bulan pengukuran yang berbagai penelitian lanjutan.
menunjukkan data terekam setiap 15 menit.
Selanjutnya setiap hari pengukuran dilengkapi
dengan masing-masing gambar fluktuasi data

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 60
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Tabel 1. Jumlah hari pengukuran, data terekam dan hasil IV.3 Penentuan Kondisi Langit dengan Data
kendali mutu Evg 2010 Lama Penyinaran Matahari
Data
Jumlah Jumlah
Hasil Persentase Pengumpulan data lama penyinaran matahari
Bulan Hari Data
Kendali (%)
Ukur Terekam
mutu dilakukan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Mei 8 368 368 100.00 Geofisika (BMKG) Jakarta, Perpustakaan BPPT
Juni 30 1,470 1,470 100.00 Jakarta dan Perpustakaan LIPI Jakarta [11].
Juli 31 1,519 1,519 100.00 Dalam pengukuran lama penyinaran matahari
Agustus 31 1,519 1,519 100.00 diperlukan instrumen pendukung untuk merekam
September 30 1,470 1,469 99.93
Oktober 13 625 625 100.00
data yakni: Campbell Stokes. Data dicatat dengan
Total/ jalan memusatkan sinar matahari melalui bola
143 6.971 6.970 99.99 gelas hingga fokus sinar matahari tersebut tepat
Rata-rata
Sumber: Laboratorium Sains dan Teknologi Bangunan Jur. mengenai pias dan meninggalkan pada jejak pias.
Arsitektur FTUH Jika matahari bersinar sepanjang hari dan
mengenai alat ini, maka akan diperoleh jejak pias
Tabel 2. Jumlah hari pengukuran, data terekam dan hasil
kendali mutu Evd 2010 terbakar yang tak terputus. Tetapi jika matahari
Data bersinar terputus-putus, maka jejak dipiaspun
Jumlah Jumlah
Hasil Persentase akan terputus-putus. Dengan menjumlahkan
Bulan Hari Data
Kendali (%) waktu dari bagian-bagian terbakar yang terputus-
Ukur Terekam
mutu putus akan diperoleh data lama penyinaran
Mei 8 368 368 100.00
Juni 30 1,470 1,470 100.00
matahari.
Juli 31 1,519 1,519 100.00
Agustus 31 1,519 1,519 100.00
September 30 1,470 1,470 100.00
Oktober 13 625 625 100.00
Total/
143 6.971 6.971 100.00
Rata-rata

Tabel 3. Data lama penyinaran matahari di Makassar 1995-2010 (%)


Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata2 Max Min
Januari 47 46 40 68 49 39 46 45 46 34 46 42 45 68 30 24 45 68 24
Februari 45 45 34 64 49 46 45 51 65 74 64 37 51 64 37 54 52 74 34
Maret 51 77 74 71 49 65 77 65 64 74 64 55 65 71 69 66 66 77 49
April 65 59 74 65 53 64 59 66 67 91 69 63 66 65 67 62 66 91 53
Mei 66 76 91 75 65 67 76 79 50 90 77 63 79 75 82 58 73 91 50
Juni 79 76 90 63 63 50 76 79 82 85 89 61 79 63 86 55 74 90 50
Juli 79 80 85 64 74 82 80 83 82 100 85 73 83 64 73 67 78 100 64
Agustus 83 82 100 80 89 82 80 82 91 89 90 98 91 80 98 67 86 100 67
September 91 87 100 82 93 91 82 87 82 93 99 97 80 82 92 70 88 100 70
Oktober 89 78 93 73 67 65 73 78 73 67 80 98 82 65 83 69 77 98 65
Nopember 64 67 88 45 51 68 45 67 45 51 66 88 73 68 67 73 64 88 45
Desember 41 26 58 41 36 54 41 37 46 42 43 65 45 49 56 30 44 65 26
Rata-rata 67 67 77 66 62 64 65 68 66 74 73 70 70 68 70 58 68 77 58
Maksimum 91 87 100 82 93 91 82 87 91 100 99 98 91 82 98 73 90 100 73
Minimum 41 26 34 41 36 39 41 37 45 34 43 37 45 49 30 24 38 49 24
Sumber: Hasil Analisa dari berbagai sumber, 2012

Data lama penyinaran matahari yang dapat dengan rata-rata bulanan tertinggi sebesar 88%
dikumpulkan meliputi data bulanan untuk tahun pada bulan Agustus dan terendah sebesar 44%
1995-2010 seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. pada bulan Desember. Dari hasil analisis kondisi
Dari koleksi data selama 16 tahun, lama penyiran langit dengan data lama penyinaran matahari
matahari di Makassar rata-rata adalah 68%

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 61
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

diperoleh rekapitulasi: langit cerah 7.81 %, langit kondisi langit mendung nilai perbandingan
berawan 74.82 %, dan langit mendung 17.370 %. menunjukkan pola yang lebih teratur dengan nilai
berfluktuasi pada nilai >0.5 hingga ≥1 atau lebih
IV.4 Penentuan Kondisi Langit dengan Data [12].
Lama Penyinaran Matahari Dari hasil analisis kondisi langit dengan
metode rasio awan diperoleh rekapitulasi selama
Metode rasio awan dilakukan untuk 143 hari pengukuran adalah: langit cerah 12 hari
menganalisis kondisi langit yang membandingkan (8.17%), langit berawan 107 hari (75.23%), dan
antara nilai fluktuasi harian dari luminansi global langit mendung 24 hari (16.60%).
(Evg) dan nilai luminansi difus (Evd). Nilai
perbandingan pada kondisi langit cerah IV.3 Penentuan Kondisi Langit dengan Data
memberikan pola yang teratur dengan nilai ≥1 Lama Penyinaran Matahari
pada pagi hari, mendekati nilai 0 pada siang hari
dan kembali pada nilai ≥1 pada sore hari. Pada Tabel 4 menunjukkan perbandingan hasil
kondisi langit berawan nilai perbandingan perhitungan jenis kondisi langit dengan metode
memperlihatkan pola yang tidak teratur dan nilai rasio awan dan data lama penyinaran matahari.
berfluktuasi antara nilai >0 – ≥1. Sedangkan pada
Tabel 4. Data lama penyinaran matahari di Makassar 1995-2010 (%)
Peluang jenis kondisi langit Jumlah Jenis kondisi langit
Bulan m
Cerah Berawan Cerah Hari Cerah Berawan Mendung
Mei 50 4.87 71.01 24.12 8 0.39 5.68 1.93
Juni 50 4.87 71.01 24.12 30 1.46 21.30 7.24
Juli 64 8.35 76.33 15.32 31 2.59 23.66 4.75
Agustus 67 9.42 76.88 13.70 31 2.92 23.83 4.25
September 70 10.67 77.17 12.16 30 3.20 23.15 3.65
Oktober 65 8.68 76.54 14.78 13 1.13 9.95 1.92
Total/
61 7.81 74.82 17.37 143 8.17 75.23 16.60
Rata-rata
Sumber: Laboratorium Sains dan Teknologi Bangunan Jur. Arsitektur FTUH

Perbandingan hasil analisa dan perhitungan 88% pada bulan Agustus dan terendah sebesar
dari kedua metode menunjukkan perbedaan yang 44% pada bulan Desember. Dari hasil analisis
sangat kecil. Perbedaan pada kondisi langit cerah kondisi langit dengan data lama penyinaran
sebesar 0,36%, langit berawan sebesar 0.41%, dan matahari diperoleh rekapitulasi: langit cerah 7.81
langit mendung sebesar 0.77%. Hal tersebut %, langit berawan 74.82 %, dan langit mendung
menunjukkan bahwa kedua metode sangat baik 17.370 %.
untuk analisis penentuan jenis kondisi luminansi Hasil analisis kondisi langit dengan metode
langit dalam hal tersedia hasil pengukuran data rasio awan diperoleh rekapitulasi selama 143 hari
luminansi global dan difus. Hasil lain dari pengukuran adalah: langit cerah 12 hari (8.17%),
pengolahan data hasil pengukuran menunjukkan langit berawan 107 hari (75.23%), dan langit
bahwa data tersebut sangat valid dan dapat mendung 24 hari (16.60%).
digunakan pada penelitian lainnya yang terkait. Perbedaan hasil dari kedua metode
menunjukkan hasil yang relatif sama atau selisih
V. Kesimpulan yang sangat kecil, pada kondisi langit cerah
V.1 Kesimpulan sebesar 0,36%, langit berawan sebesar 0.41%, dan
langit mendung sebesar 0.77%.
Dari koleksi data selama 16 tahun, lama
penyiran matahari di Makassar rata-rata adalah
68% dengan rata-rata bulanan tertinggi sebesar

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 62
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

V.2 Saran [5] H. Nakamura, et al., “Mathematical description of the intermediate


sky”, Proc. of CIE 21st Session, Vol. I, Pub. CIE No. 71, pp. 230-231.
1987.
Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan [6] T. Matsuzawa, et al., “An investigation on cloud ratio”, Proceeding of
Lux Europa 1993, Edinburgh, pp. 622-629, April 1993.
dengan rumusan masalah penelitian yang akan [7] K. Matsuura, “Luminance distribution of various reference skies”, CIE
diungkapkapkan adalah sebagai berikut: Div. 3 TC 3.09 Technical Report, Complete Draft, 1988.
 Perhitungan nilai luminous efficacy yang [8] M. R. Rahim, dkk., Aplikasi Distribusi Luminansi Langit dan Tingkat
Ketersediaan Luminansi Horizontal dalam Perancangan Pencahayaan
memperbandingkan data luminansi dan radiasi Bangunan di Indonesia, RUT X – Kementerian Riset dan Teknologi
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2003-2005), 2005.
matahari pada tahun 2010 dengan tahun 1995- [9] Baharuddin et al., “Daylight Availability in Hong Kong: Classification
2000. into Three Sky Conditions”, Journal Architectural Science Review,
 Bagaimana hasil monitoring perubahan iklim ASRE, Volume 53, pp. 396-407, 2010. (ISSN: 0003-8628 (print),
1758-9622, (online) www.earthscan.co.uk/journals/asre).
melalui perbandingan data pengukuran [10] M. R. Rahim, “International Daylight Measurement Programme”,
Makalah pada Workshop Nasional KPDA, UPT Hujan Buatan-BPPT
luminansi global (Evg) dan difus (Evd) tahun Jakarta, Maret 1995.
2010 dengan tahun 1995-2000. [11] Badan Meteorologi dan Geofisika, Climate Information di Beberapa
Kota Indonesia. Juni 2011. (online)
<http://www.meteo.bmg.go.id/klimatologi/infoklimat.htm>, diakses 8
Kepustakaan Mei 2012.
[1] P. Moon, D.E. Spencer, “Illumination from a nonuniform sky”, Illum. [12] M. R. Rahim, Baharuddin, R. Mulyadi, “Classification of Daylight and
Eng., Vol. 37, 1942, pp. 707-726, 1942. Radiation Data into Three Sky Conditions by Cloud Ratio and
[2] CIE Secretariat Committee 3.2, Proceedings of 13th Session CIE Sunshine Duration”, Journal Energy and Buildings, Elsevier, Volume
Zurich, Vol. II, part 3-2, 1955. 36, pp. 660-666, 2004.
[3] CIE, Standardization of Luminance Distribution on Clear Skies, Publ.
CIE No. 22 (TC-4.2), 1973.
[4] H. Nakamura, M. Oki, Y. Hayashi, Luminance distribution of
intermediate sky, J. of Light & Vis. Env.,Vol. 9, No.1, pp. 6-13, 1985.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 63
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Perencanaan Bangunan Perdagangan Makassar Mall Berbasis


Mixed-Use di Makassar
Shirly Wunas1, Pratiwi Mushar2
1,2
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email address: 1shirlys@indosat.net.id, 2tiwiarch@mail.com

Abstrak

Pasar Sentral (Makassar Mall) sebagai kawasan perdagangan yang terdapat berbagai permasalahan pasca kebakaran 2011,
seperti PKL meningkat di sepanjang jalan utama dalam kawasan Makassar Mall dan sekitarnya, kawasan padat bangunan
perdagangan dan permukiman membutuhkan penataan kembali.Tujuan penelitian adalah 1) Menganalisis persepsi pemilik
kios terhadap kebutuhan jenis fungsi perdagangan, besaran ruang dan akses di Makassar Mall, 2) Merumuskan guideline
perencanaan bangunan perdagangan Makassar Mall berbasis Mixed-use. Data berasal dari hasil observasi dan wawancara
dengan pemilik kios di Makassar Mall dan konsumen. Sampel dari pemilik kios ditetapkan secara purposive sampling.
Analisis secara deskriptif dan overlay peta.Hasil analisis menunjukkan 1) Persepsi pemilik kios membutuhkan ruang fungsi
perdagangan dibedakan 3 kelompok komoditas (sandang, pangan dan jasa), besaran ruang dengan modul berdasarkan
kelompok komoditas, dan mengutamakan letak kios yang dekat dengan pintu masuk utama yang di lantai satu. 2) Guideline
yang ditetapkan adalah bangunan dengan basis mixed-use, dimensi horizontal, terdiri 3 massa bangunan yang masing-
masing mempunyai 1 fungsi komoditas.

Kata Kunci: Makassar Mall, Bangunan fungsi campuran, Guideline

I. Pendahuluan Pokok dari penelitian ini adalah Untuk


menganalisis persepsi pemilik kios terhadap
Pasar Sentral (Makassar Mall) terletak di kebutuhan jenis fungsi perdagangan, besaran
pusat kota, sebagai kawasan perdagangan yang ruang dan akses di Makassar Mall serta
terdapat berbagai permasalahan pasca kebakaran merumuskan guideline perencanaan bangunan
2011, seperti peningkatan fungsi kawasan tidak perdagangan Makassar Mall berbasis Mixed-use
diikuti dengan pengembangan sarana prasarana di Makassar.
yang harusnya melayani segala aktivitas
kawasan yang semakin meningkat dan II. Kajian Pustaka
peningkatan fungsi kawasan menjadi titik awal
berkembangnya kawasan pasar sentral yang Coupland menjelaskan bahwa kelebihan
tumbuh semakin padat seiring daya tarik kawasan mixed-use adalah kesatuan antara fungsi dan
sebagai lahan mencari nafkah, pergerakan bangunan satu sama lain, ketertarikan bagi
manusia dan kendaraan yang tercampur, tidak pengguna kawasan, serta kemampuan mereduksi
terlihat jelas beda jalur sirkulasinya, PKL waktu perjalanan antara satu fungsi dan fungsi
meningkat di sepanjang jalan utama dalam lainnya. Namun di balik kelebihannya itu mixed-
kawasan Makassar Mall dan sekitarnya, kawasan use mengalami kesulitan dalam pemisahan antara
padat bangunan perdagangan dan padat satu bangunan dengan bangunan lainnya, serta
perumahan permukiman. akses yang diperlukan dalam sebuah fungsi
Perencanaan kembali kawasan perdagangan bangunan. Hal ini karena terjadinya overlapping
seharusnya berdasarkan pendapat masyarakat fungsi serta sirkulasi yang terjadi di dalam
terhadap kebutuhan ruang, kebutuhan massa kawasan mixed-use [1].
bangunan dan kebutuhan sarana prasarana Adapun manfaat dari mixed-use sebagai
penunjang perdagangan, seperti ruang parkir, berikut:
halte angkutan umum dan sistim sanitasi kawasan. 1. Mengaktifkan daerah perkotaan lebih lama
dalam sehari.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 64
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

2. Meningkatkan pilihan perumahan untuk 1. Mendorong tumbuhnya kegiatan yang


keragaman tipe rumah tangga. beragam secara terpadu dalam suatu wadah
3. Mengurangi ketergantungan pada secara memadai.
kendaraan/mobil. 2. Menghasilkan sistem sarana dan prasarana
4. Meningkatkan pilihan perjalanan. yang lebih efisien dan ekonomis.
5. Menciptakan kelokalan suatu tempat/daerah. 3. Memperbaiki sistem sirkulasi.
Menurut Mike Jenks [2], Mixed-Use Building 4. Mendorong pemisahan yang jelas antara
adalah proyek Real Estate yang relatif besar berbagai sistem transportasi.
(dengan rasio area lantai terdiri dari tiga atau 5. Memberikan kerangka yang luas bagi inovasi
lebih) yang terkarakteristik tiga atau lebih perancangan bangunan dan lingkungan.
penggunaan bangunan seperti retail, office, Potensi permasalahan yang timbul dari
residential, hotel/motel dan rekreasi yang dalam pengembangan model Mixed-Use ini antara lain
proyek perencanaannya akan saling berhubungan [5]:
dan bergantung satu sama lainnya. Fungsi dan 1. Densitas populasi yang tinggi dan
bentuk fisik yang terintegrasi dari komponen terkonsentrasi di satu area.
proyek, temasuk jalur pedestrian yang tidak 2. Dampak masalah sosial berkaitan dengan
terpotong. kebiasaan, perilaku dan gaya hidup
Menurut buku “Office Development Hand masyarakat penghuninya.
Book, ULI- the Urban Land Institude [3], Mixed- 3. Organisasi pengelola pada saat masa
Use Building adalah suatu kawasan bisnis multi penghunian karena adanya campuran fungsi
fungsi bagian dari wilayah kota yang menampung yang berbeda karakternya.
beberapa kegiatan yang berbeda di dalamnya, 4. Porsi masing-masing fungsi dalam
masing-masing kegiatan saling melengkapi dan pengembangan Mixed-Use sangat bergantung
berkaitan erat serta saling berinteraksi. pada beberapa pertimbangan, yang utama
Pengembangannya harus memiliki peranan yang adalah
jelas dan akurat diangkat dari masing-masing a. Aspek investasi dan bisnis,
fungsi kegiatan. b. Dampak sosial, serta
Menurut Endy Marlina [4], Mixed-Use c. Kebijakan strategis pengembangan
Building adalah satu upaya pendekatan wilayah perkotaan.
perancangan yang berusaha menyatukan berbagai Pembangunan Mixed-Use Building di negara-
aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area negara maju hingga saat ini terus dilakukan
suatu kota (luas area terbatas, harga tanah mahal, dengan manfaat sebagai berikut:
letak strategis, nilai ekonomi tinggi) sehingga 1. Kelengkapan fasilitas yang tinggi pada
terjadi satu struktur yang kompleks dimana semua bangunan Mixed-Use Building, memberikan
kegunaan dan fasilitas saling berkaitan dalam kemudahan bagi pengunjungnya.
kerangka integrasi yang kuat. 2. Peningkatan kualitas fisik lingkungan.
Maksud dan tujuan pembangunan Mixed-Use Kelengkapan adanya fasilitas yang
building: direncanakan dengan matang pada suatu
1. Efisien dan ekonomis dalam pengadaan kawasan yang memungkinkan diadakannya
infrastruktur dan utilitasnya. rancangan yang baik termasuk rancangan
2. Perbaikan sistem transportasi. perbaikan kualitaslingkungan.
3. Memberikan kerangka yang fleksibel untuk 3. Efisiensi pergerakan bagi pengguna bangunan
perancangan bangunan danlingkungannya. tersebut dengan adanya pengelompokkan
Menurut Danisworo (1996) terdapat berbagai fungsi dan aktivitas dalam suatu
sedikitnya 6 keuntungan dari konsep Mixed-Use Mixed-Use Building.
building: Vitalitas dan generator pertumbuhan. Adanya
pembangunan superblok pada suatu kawasan
berpotensi meningkatkan pertumbuhan kawasan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 65
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

di sekitarnya sebagai respon terhadap kebutuhan TanamanHias/Hidup, ATK,Grosir


layanan bagi pengguna bangunan tersebut. Tas dan Dompet, Kerudung,
Karpet, Terpal, Bahan
Kosmetik, Aksesoris Bangunan,
III. Metode Pembahasan Onderdil Mobil
dan Motor,
Teknik pengumpulan data yang digunakan Peralatan
adalah kajian pustaka dengan mencari data dari Pertanian,
sumber tertulis, observasi dan wawancara dengan Elektronik,
pemilik kios di Makassar Mall dan konsumen. Cellular,Meubel.
Ayam, Ikan, Kue, Buah,
Sampel dari pemilik kios ditetapkan secara Daging,Sayur, Telur, Bahan
purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 45. Pangan Buah, Campuran, Campuran
Metode analisis secara deskriptif dan overlay peta. Bahan Kue dan
Krupuk
IV. Pembahasan Bank, Reparasi
Jam, Travel
IV.1 Gambaran Umum ticket, Jasa
Sepuh Emas,
IV.1.1 Jenis Perdagangan/Fungsi Tukang Jahit, Sepuh Pembuatan meja
Jasa Emas, Reparasi Jam, mesin jahit,
Makassar Mall merupakan pasar sentral dari Tukang Gigi, Apotek Toko Buku,
Makassar, dimana Makassar Mall dikategorikan Apotek, Warung
sebagai pasar moderen dan pasar tradisional. Hal Makan, Jasa
ini dibuktikan dari berbagai jenis/fungsi Pembuatan
perdagangan yang ada dalam satu gedung Meubel
Sumber: Hasil Survei Peneliti, 2012
Makassar Mall (sebelum kebakaran), pasar
mencakup departemen store dan kios dagang IV.1.2 Akses
kering dan basah. Adapun komoditas pedagang
dan jasa yang teridentifikasi di Makassar Mall dan Aksesbilitas diukur berdasarkan kemudahan
sekitarnya dapat dilihat di Tabel 1. dalam pencapaian oleh pengunjung maupun
Berdasarkan data Tabel 1, kelompok pemilik bangunan. Dari segi pencapaiannya,
pedagang yang ada di Makassar Mall terdiri dari Makassar Mall termasuk pasar yang letaknya
pedagang sandang, pangan dan jasa. Pedagang sangat strategis, berada di pusat kota dan menjadi
terbanyak adalah pada kelompok sandang yang tujuan utama angkutan umum. Akses kendaraan
terdiri dari 18 jenis komoditas dagangan di umum dapat dilihat pada Gambar 1.
Makassar Mall dan sekitar 22 jenis komoditas
dagangan di sekitar kawasan Makassar Mall.

Tabel 1. Komoditas dan Jenis Dagangan


Komoditas Dagangan
Kelompok Toko Sekitar
Makassar Mall
Komoditas Makassar Mall
Pakaian Wanita, Kain, Tas,
Pakaian Anak-anak, Seragam
Pakaian Laki-laki, Sekolah, Mobil,
Pakaian Pakaian, Jam
Muslim/Muslimah, Tangan, Sepatu
Kerudung, Seprei & dan Sendal,
Sandang Bantal, Pakaian Aksesoris, Kaos Keterangan:
Pengantin Kaki, Keramik, Akses Masuk
(Bugis/Makassar), Mainan, Barang Akses Keluar
Daster , Kain, Gorden, Campuran, Gambar 1. Pola Akses Kendaraan Umum di Makassar Mall
Sepatu, Alat Dapur & Bunga Hias,
Pecah Belah, Emas,

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 66
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

IV.2 Analisis Persepsi Pemilik Kios ukuran ruang/kios, adapun alternatif modul yang
dapat dipertimbangkan, antaralain:
IV.2.1 Perpersi Pemilik Kios terhadap Besaran
Ruang a. Alternatif modul 1 untuk ukuran ruang ±4 m
Pada bagian ini menguraikan persepsi pemilik x5m
kios tentang besaran ruang/luas ruang yang
dibutuhkan sesuai dengan jenis dagangan yang
dijual.

Tabel 2. Kebutuhan Besaran Ruang di Makassar Mall


Kebutuhan Koridor
Kelompok
No Ruang n %
Komoditas
(m2)
1 Pangan Sembako 1,5-5 16 24,6
Pakaian 7-10 18 27,7
2 Sandang Kain dan
15-20 10 15,4
Karpet
Dll. 9-15 18 27,7
Tukang Gambar 2. Alternatif 1a. Modul 4 m x 5 m
3 Jasa 12 3 4,6
Jahit
Jumlah 65 100
Sumber: Hasil Survei Lapangan, 2012

Pemilik kios pada komoditas pangan (24,6%)


memerlukan luas ruang (m2) 1,5-5 m2/kios.
Koridor
Kelompok komoditas Sandang (70,8%) yang
terdiri atas kelompok pakaian (27,7%)
membutuhkan luas ruang 7-10 m2/kios, kelompok
kain dan karpet (15,4%) membutuhkan luasan
ruang yang lebih besar yakni 15 - 20 m2 dan untuk
kelompok dagangan lainnya (27,7%) Gambar 3. Alternatif 1b. Modul 10 m x 10 m
2
membutuhkan luasan 9-15 m (sepatu, kosmetik,
alat dapur dan pecah belah, tanaman hias, apotek). b. Alternatif modul 2 untuk ukuran ruang ± 5 m
Komoditas Jasa tukang jahit (4,6%) x5m
membutuhkan luasan ruang 12 m2/kios (2 mesin
jahit).
Koridor
Sesuai dengan uraian di atas, yang
membutuhkan ruang terbesar adalah kelompok
pedagang sandang (kain dan karpet) 15-20
m2/kios. Hal tersebut disebabkan barang dagangan
yang dijual memiliki ukuran terbesar adalah
ukuran panjang 1,2 m - 1,5 m. Kebutuhan luas
untuk jenis dagangan terbesar pada kelompok
sandang dapat ditentukan dari ukuran luas yang Koridor
dibutuhkan yakni ± 20 m2, dapat dikategorikan
menjadi beberapa ukuran ruang/kios untuk Gambar 4. Alternatif 2a. Modul 5 m x 5 m
membantu penentuan satuan modul yakni sebagai
berikut:1) ±4m x 5m; 2) ±5m x 5m; 3) ±7,2m x
3m; 4) ± 3m x 6,5m; 5) ± 6m x 4m. Berdasarkan

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 67
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

IV.2.2 Persepsi Pemilik Kios terhadap Akses


Pengunjung
Koridor

Pada butir ini menguraikan persepsi pemilik


kios tentang akses pengunjung dengan
menganalisis persepsi terhadap lokasi kios.
Hampir semua pedagang mengeluh dalam hal
kuantitas pengunjung yang kurang berkunjung ke
kios mereka dengan alasan masalah letak/lokasi
Koridor kios yang kurang strategis sehingga sulit untuk
dijangkau oleh pengunjung.

Gambar 5. Alternatif 2b. Modul 10 m x 10 m Tabel 4. Persepsi Terhadap Lokasi Kios


Ya Tidak
Pemilik Kios
n % n %
Pintu masuk
65 100 - -
utama
Berada di
45 69,2 20 30,77
Lantai 1
Letak
65 100 - -
Koridor Strategis
Sumber: Hasil Survei Lapangan, 2012

Berdasarkan hasil survei, 100% lebih memilih


lokasi kios terletak dekat dengan pintu masuk
Gambar 6. Alternatif 2c. Modul 10 m x 12 m utama, hal ini disebabkan pengunjung lebih
mudah mengakses kios karena berada dekat pintu
Berdasarkan analisis di atas dapat masuk. Sebanyak 69,23% menginginkan kios
disimpulkan satuan modul berdasarkan jenis berada pada lantai 1 dengan alasan bahwa mudah
dagangannya, sebagai berikut: ditemukan pertama dan dekat dicapai oleh
pengunjung, terutama pengujung dagangan pecah
Tabel 3. Alternatif Satuan Modul Sesuai Jenis Dagangan belah yang memiliki barang dagangan cukup berat
Alternatif sehingga pengunjung tidak terlalu sulit
Jenis Luas
No 2 Satuan mengangkat barangnya menuju pintu keluar.
Dagangan (m )
Modul Sedangkan yang tidak memilih lantai 1 sebanyak
1 Sandang 15-20 4m x 5 m
30,77% dikarenakan mereka sudah memiliki
2 Pangan 1,5-5 10m x 10m
8m x 10m langganan sehingga lokasi kios tidak menjadi
5m x 5m masalah bagi mereka. Sebanyak 100% pemilik
10m x 10m kios menginginkan letak kios yang strategis yakni
10m x 12m tidak tertutup oleh kios yang lebih besar, tidak
10m x 5m berada disudut sehingga sulit terlihat dan diakses
3 Jasa 12 12m x 5m oleh pengunjung. Adapun masalah lain yang
7,2m x 8m
6m x 6,5m
dikeluhkan oleh para pemilik kios Makassar Mall
8m x 6,5m pada saat sebelum kebakaran adalah adanya PKL
8m x 6m yang menjual jenis dagangan yang sama di bagian
10m x 6m luar Makassar Mall yang membuat beberapa
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012 pedagang Makassar Mall merasa rugi karena
pengunjung tidak lagi masuk ke dalam Makassar
Mall.

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 68
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

IV.3 Guideline Perencanaan Bangunan dan Alasan dipilihnya dimensi horizontal


Lingkungan Perdagangan Makassar Mall disebabkan adanya perbedaan modul ruang yang
Berbasis Mixed-Use dipilih berdasarkan jenis dagangan.
Berdasarkan besaran ruang yang telah di
Guidline perencanaan Makassar Mall berbasis analisis melalui persepsi pemilik kios dengan
Mixed-Use pada butir ini, adalah berdasarkan mempertimbangkan luas kawasan Makassar Mall,
jenis/fungsi dagangan, besaran ruang, dan dan jenis dagangan:
aksesisbilitas yang dianalisis dengan metode
deskriptif dan tabulasi silang untuk merencanakan Tabel 6.Besaran Ruang Berdasarkan Kelompok
Makassar Mall sebagai bangunan dengan fungsi Komoditas Dagangan
perdagangan dengan konsep mixed-use. Kelompok
Modul Model Ruang
Komoditas
Jenis dagangan yang diteliti di Makassar Mall
(sebelum terbakar) terdiri dari 3 kelompok
komoditas yakni kelompok sandang, pangan dan
jasa (Tabel 5).
Tabel 5. Jenis Kelompok Dagangan
Kelompok Komoditas Dagangan
Komoditas Makassar Mall
Sandang 4x5
Pakaian Wanita, Anak-anak, Pria,
Pakaian Muslim/Muslimah,
Kerudung, Seprei & Bantal,
Pakaian Pengantin
Sandang (Bugis/Makassar), Daster, Kain,
Gorden, Sepatu, Alat Dapur &
Pecah Belah, Tanaman Hias/Hidup,
Tas dan Dompet, Karpet dan
terpal, Kosmetik.
Ayam, Ikan, Daging, Sayur, Telur,
BuahCampuran, Bahan Kue dan
Pangan
Kerupuk.
Tukang Jahit, Sepuh Emas,
Jasa Reparasi Jam, Tukang Gigi,
Apotek.
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012 Pangan 10 x 10

Berdasarkan jenis fungsi perdagangan di atas,


Makassar Mall dengan konsep mixed-use dapat
diaplikasikan dalam model bangunan mixed-use
dengan dimensi horisontal (Hoppenbrouwer,
2005) yakni dengan membagi fungsi bangunan
yang ada berdasarkan dengan sistem massa.
(Gambar 7)

Sandang Pangan Jasa Jasa 12 x 10

Gambar 7. Model Bangunan Mixe-use dengan Dimensi


Horisontal Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 69
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Perbedaan modul di atas berdasarkan V. Kesimpulan


pertimbangan yakni jenis dagangan yang berbeda
Persepsi pemilik kios membutuhkan ruang
sehingga luas ruang yang dibutuhkan juga
fungsi perdagangan dibedakan 3 kelompok
berbeda.
komoditas (sandang, pangan dan jasa), besaran
Sesuai dengan hasil analisis aksesisbilitas
ruang dengan modul berdasarkan kelompok
dengan berdasar pada pemilik kios dan kondisi
komoditas, dan mengutamakan letak kios yang
Makassar Mall sebelum terbakar, pemilihan
dekat dengan pintu masuk utama yang di lantai
model bangunan mixed-use dengan dimensi
satu. Guideline yang ditetapkan adalah bangunan
horizontal memudahkan pengunjung untuk
dengan basis fungsi campuran, dengan dimensi
mengakses kios karena bangunan telah terbagi
horizontal, terdiri 3 massa bangunan yang masing-
secara massa berdasarkan jenis komoditas
masing mempunyai 1 fungsi komoditas.
dagangan dan hal ini juga menuntungkan
pedagang karena semau pedagang mendapatkan Kepustakaan
kesempatan yang sama memiliki kios yang
[1] D. Nurani, Pembentukan Ruang Transisi Publik Privat pada
letaknya strategis. Adapun saran pertimbangan Apartemen Di Dalam Kawasan Mixed-Use. Jakarta: Arsitektur FTUI,
akses keluar masuk kendaraan pengunjung 2008. Diambil dari www.google.co.id; kata kunci: Mixed-use. Diakses
22 Februari 2012.
Makassar Mall dapat dilihat pada Gambar 8. [2] M. Jenks, R. Burgess, eds., Compact Cities: Sustainable Urban Forms
for Developing Countries. E & FN Spon: London, 2000. (http://kota-
humanis.blogspot.com/2012/11/krisis-energi-dan-perencanaan-
kota.html)
[3] Office Development HandBook, ULI-theUrbanLand, 1985,
(http://www.scribd.com/doc/22357586/Land-Development-
HandBook#outer_page_1054/2012)
[4] E. Marlina, Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta: Andi
Publisher., 2008.
[5] D. Haryadi, “Pendekatan Mixed-Use Dalam Perencanaan –
Perancangan Rusunami Di Kawasan Perkotaan”. Disampaikan dalam
Lokakarya Perencanaan Dan Implementasi Pembangunan Rusunawa
Dan Rusunami Di Indonesia, 29 Januari 2009. Diambil dari
http://didiharyadi.wordpress.com. Diakses 15 Maret 2012.

Gambar 8. Arahan Akses Masuk dan Keluar Makassar


Mall

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 70
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Model Supply Demand Sumberdaya Agregat Sungai Jeneberang,


Sulawesi Selatan
Aryanti Virtanti Anas1, Sutrimo2
1,2
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245
Email: 1virtanti@gmail.com

Abstrak

Pada penelitian ini supply agregat berasal dari perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Sungai
Jeneberang Kabupaten Gowa untuk memenuhi demand Kabupaten Gowa dan Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Agregat terdiri dari pasir, batu kali, sirtu danbatu pecah yang merupakan material utama bagi aktivitas
pembangunan rumah, kantor dan infrastruktur seperti pembangunan jalan dan jembatan. Jumlah supply
(penawaran) agregat tergantung kepada jumlah produksi dari perusahaan pertambangan yang beroperasi dan
jumlah demand (permintaan) material yang menggambarkan indeks kegiatan ekonomi suatu wilayah atau
bangsa dimana pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan demand, sehingga perubahan struktural ekonomi
daerah digambarkan oleh intensitas penggunaan material. Oleh karena itu, permintaan agregat berhubungan
langsung dengan laju pembangunan, pendapatan per kapita dan pertumbuhan jumlah penduduk. Prediksi
jumlah supply dan demand sangat penting karena salah perhitungan akan menyebabkan terjadinya anomali
pasar seperti harga material turun dan kelangkaan agregat. Metode pengumpulan data terdiri dari studi literatur
(desk study) dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa dan Makassar dan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa. Analisis data menggunakan metode ekonometri regresi linear dan
regresi berganda dengan variabel-variabel bebas harga, jumlah penduduk, pendapatan per kapita dan PDRB.
Dari penelitian ini diperoleh model supply 𝑄𝑠 = -5.520.120,08 + 91,863 P dan model demand 𝑄𝐷 =
127.286.232,1 – 101,898 P – 220,039 Pddk – 8,554 Pdptn + 18,069 PDRB dan 𝑄𝐷 = 405305059,9 – 294,411 P
– 333,694 Pddk – 6,940 Pdptn + 6,889 PDRB.

Kata Kunci: Sungai Jeneberang, agregat, supply demand

I. Pendahuluan golongan batuan dimana komposisi kimia dan


mineralogi material sangat bervariasi tergantung
Sungai Jeneberang merupakan sungai utama
pada komposisi batuan sumber [3]. Agregat
yang mengalir pada DAS Jeneberang yang
primerterdiri dari pasir, batu, kerikil, crushed
memberikan manfaat multiguna kepada
stone dan material tanah (soil materials) yang
masyarakat, antara lain sebagai sumber air baku,
merupakan komoditi mineral terbesar di dunia
irigasi dan pembangkit tenaga listrik [1]. Selain
baik dari segi jumlah maupun nilai. Pasir, batu,
itu Sungai Jeneberang juga dimanfaatkan untuk
kerikil dan tanah terbentuk secara alamiah oleh
melakukan aktivitas penambangan agregat.
proses erosi sementara crushed stone merupakan
Sumberdaya agregat di lokasi penambangan
batuan hasil peremukan oleh mesin [4]. Agregat
ditaksir sebesar 6 juta m3 pada tahun 2009 dan
merupakan material utama bagi aktivitas
meningkat menjadi 18,1 juta m 3 pada tahun 2010
pembangunan rumah, kantor dan infrastruktur
[1, 2]. Aktivitas penambangan di Sungai
seperti pembangunan jalan dan produksi beton.
Jeneberang dilakukan selain untuk mengontrol
Sebagai contoh, konstruksi sebuah rumah
aliran debris (debris flow) di antara bagian hulu
membutuhkan hingga 308 m3 agregat, setiap
dan tengah sungai [1] juga untuk memenuhi
sekolah baru umumnya membutuhkan 2.308 m3
kebutuhan agregat Kabupaten Gowa dan Kota
agregat, konstruksi 1 km jalan menggunakan
Makassar.
hingga 23.077 m3 agregat dan konstruksi 1 m rel
Menurut UU No 4 Tahun 2009 tentang
Mineral dan Batubara, agregat termasuk dalam

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 71
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

kereta untuk kereta berkecepatan tinggi baik dan umumnya bersih dari partikel-partikel
membutuhkan hingga 7 m3 agregat [5, 6]. halus; (b) sumber material umumnya dekat
Pertambangan agregat terdiri dari kegiatan dengan tujuan atau pasar sehingga mengurangi
penggalian atau pengerukan pasir, kerikil, batuan, biaya transportasi; (c) mudah ditambang, proses
bongkah dan endapan sedimen lainnya dari dasar pengolahan sederhana dan secara periodik
sungai, tepi sungai dan dataran banjir, pengolahan material disuplai dari hulu (d) Biaya lingkungan
dan pengangkutan [4, 7,]. Secara umum metode tidak diperhitungkan dalam biaya eksploitasi
penambangan di sungai terdiri dari dua metode, sehingga lebih menguntungkan. Oleh karena itu,
yaitu [7, 8]: penambangan material konstruksi di sungai
1. Dry-pit mining menjadi fenomena global.
Dry-pit mining adalah penambangan yang Dalam konsep ekonomi, operasi
dilakukan pada aliran sungai aktif dan kering pertambangan agregat memberikan keuntungan
dengan menggunakan bulldozer, scapersdan karena adanya permintaan jangka panjang yaitu
loaders. menyediakan kebutuhan (supply) bagi industri
2. Wet-pit mining konstruksi Tingkat penggunaan material
Wet-pit mining adalah pit tambang yang menggambarkan indeks kegiatan ekonomi suatu
terletak di bawah permukaan air dan wilayah atau bangsa dimana pertumbuhan
ditambang dengan menggunakan dragline ekonomi akan meningkatkan permintaan agregat,
atau dredge. sehingga perubahan struktural ekonomi
Operasi pertambangan dilakukan pada dua daerah/negara digambarkan oleh intensitas
lokasi utama [7], yaitu: penggunaan agregat [11]. Supply (penawaran)
1. Lokasi penambangan (mining site); tempat adalah jumlah barang yang produsen ingin
dimana operasi penggalian atau pengerukan tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga
pasir, kerikil, batuan, bongkah dan endapan selama satu periode tertentu. Faktor-faktor yang
sungai lainnya yang terletak di sepanjang mempengaruhi tingkat penawaran adalah harga
sungai. Lokasi penambangan terkadang barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait,
berpindah dari hulu ke hilir tergantung pada harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi
suplai material [7]: produksi, jumlah penjual, tujuan perusahaan dan
2. Lokasi pengolahan (processing site); lokasi kebijakan pemerintah [12]. Analisis ekonomi
pabrik pengolahan biasanya terletak di tepi penawaran adalah pengukuran output produsen
sungai dengan kegiatan meliputi pencucian mineral sebagai fungsi kekuatan-kekuatan
(washing), peremukan (crushing), pengayakan ekonomi. Hal yang penting dalam mengestimasi
(screening) dan penyimpanan (stockpiling). jumlah penawaran material agregat adalah jumlah
Lokasi pengolahan umumnya terletak dekat cadangan saat ini dan jumlah produksi dari
dengan lokasi penambangan [9]: perusahaan pertambangan yang beroperasi.
Setelah melalui proses pengolahan, material Demand (permintaan) adalah keinginan
tersebut disimpan di stockpile atau dapat diangkut konsumen membeli suatu barang pada berbagai
langsung ke lokasi pemasaran yang umumnya tingkat harga selama periode waktu tertentu.
dilakukan menggunakan truk [4]. Permintaan merupakan jawaban terhadap
Ada dua hal yang dipertimbangkan sehingga sejumlah kekuatan ekonomi termasuk harga
pertambangan sungai dilakukan, yaitu adanya barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait,
pendangkalan sungai akibat produksi sedimen tingkat pendapatan per kapita, selera atau
pada daerah aliran sungai yang sangat tinggi dan kebiasaan, jumlah penduduk, perkiraan harga di
secara periodik dikirim ke sungai dan sebagai cara masa mendatang, distribusi pendapatan dan
yang efektif untuk mengontrol banjir [8]. usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam [12]. Permintaan agregat berhubungan langsung
melakukan pertambangan material sungai [8-10], dengan laju pembangunan, pendapatan dan
adalah: (a) material tidak terkonsolidasi, tersortasi pertumbuhan jumlah penduduk. Prediksi jumlah

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 72
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

permintaan sangat penting karena salah  r = -1, hubungan X dan Y sempurna dan
perhitungan akan menyebabkan terjadinya negatif (mendekati -1, yaitu hubungan sangat
anomali pasar. Prediksi permintaan yang kuat dan negatif).
overestimate akan menyebabkan harga material  r = 0, hubungan X dan Y lemah sekali atau
turun dan meningkatkan risiko lingkungan, tidak ada hubungan.
sementara prediksi permintaan yang Hubungan dua variabel dinyatakan dengan
underestimate akan menyebabkan kelangkaan persamaan:
material konstruksi [5]. Y = a + bX + e, e = kesalahan pengganggu (1)
Ada beberapa metode yang digunakan untuk Ŷ = a + bX (2)
memprediksi konsumsi material konstruksi [13], Kalau X diketahui, nilai Y dapat diramalkan,
yaitu: Ŷ (dibaca Y topi atau cap) merupakan nilai
1. Historical trend: menggunakan asumsi ramalan Y. Dalam hal ini, X adalah variabel
sederhana seperti jumlahkonsumsi per kapita bebas, nilainya diketahui, kemudian pengaruhnya
saat ini atau rata-rata konsumsi per tahun. terhadap Y dapat diperkirakan, dan akhirnya nilai
2. Model regresi: menggunakan indikator- Y dapat diramalkan. X disebut variabel X,
indikator makroekonomiseperti PDB, sedangkan Y variabel tidak bebas.
populasi, tingkat pengangguran dan lain-lain Apabila dalam persamaan garis regresi
atau berdasarkan aktivitas konstruksi. tercakup lebih dari dua variabel (termasuk
3. Faktor input konstruksi: biaya konstruksi yang variabel tidak bebas Y), maka regresi ini disebut
digunakan berdasarkan luas bangunan (ton/m2 garis regresi linear berganda (multiple linear
dari berbagai tipe konstruksi) atau berdasarkan regression). Dalam regresi linear berganda,
nilai uang (ton/dollar untuk berbagai tipe variabel tidak bebas Y tergantung dua atau lebih
konstruksi). variabel. Ada beberapa cara untuk menuliskan
persamaan regresi linear berganda yang mencakup
I.1 Model Regresi dua atau lebih variabel, yaitu sebagai berikut:
Penawaran dan permintaan serta variabel- Y i = A + B 1 X 1 i + B 2 X 2 i + .....
variabelnya merupakan peristiwa ekonomi yang Populasi: (3)
saling mempengaruhi. Hubungan antara dua + B k X ki + ε i
kejadian dapat dinyatakan dengan hubungan dua Y i = B 1 + B 2 X 2 i + B 3 X 3 i + .....
variabel atau lebih [14]. Hubungan dua variabel atau: (4)
+ B k X ki + ε i
ada yang positif dan negatif. Hubungan X dan Y
Yi = a + b 1X 1i + b 2 X + .....
dikatakan positif apabia kenaikan (penurunan X) Sampel: 2i
(5)
pada umumnya diikuti oleh kenaikan (penurunan) + bkX ki
+ e iq
Y. Sebaliknya dikatakan negatif kalau kenaikan Y i = b 1 + b 2 X 2 i + b 3 X 3 i + .....
(penurunan) X pada umumnya diikuti oleh atau: (6)
+ b k X k1 + e i
penurunan (kenaikan) Y. Kuat dan tidaknya
hubungan antara X dan Y apabila dapat
dinyatakan dengan fungsi linear (paling tidak Persamaan di atas masing-masing terdiri dari
mendekati), diukur dengan suatu nilai yang 1 variabel tidak bebas dan (k-1) variabel bebas X,
disebut koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi yaitu: X2, X3, …, Xk. Jadi, semuanya ada 1 + (k-
ini paling sedikit -1 dan paling besar 1. Jadi jika r 1) = k variabel. Untuk model dengan 3 variabel,
= koefisien korelasi, maka nilai r dapat dinyatakan berarti k = 3, satu variabel tidak bebas Y dan 2
-1 ≤ r ≤ 1 yang artinya jika: variabel bebas X2 dan X3.
 r = 1, hubungan X dan Y sempurna dan positif Y = B1 + B 2X 2 + B 3X 3 + ε (7)
(mendekati 1, yaitu hubungan sangat kuat Sedangkan untuk sampel ditulis sebagai
dan positif). berikut:
Ŷ i = b 1 + b 2 X 2 i + b 3 X 3 i + e 1 (8)

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 73
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

Ŷ i = b 1 + b 2 X 2 i + b 3 X 3 i , i = 1 , 2 , .... n Dasar pengambilan keputusan adalah:


(9)
1. Dengan membandingkan t tabel dengan t
e1 = Y i - Yˆ i = P erk iraan k esalah an p en g g an g g u hitung
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak.
Perhatikan persamaan: Yi = B1 + B2X2i + Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima.
B3X3i + εi. Jika kita mengambil nilai harapan 2. Dengan melihat nilai probabilitas (P-value)
bersyarat (conditional expectation) terhadap Y, Jika P-value < 0,05 maka Ho ditolak.
maka oleh karena E (εi) = 0, kita peroleh hasil Jika P-value > 0,05 maka Ho diterima.
berikut:
I.3 Tujuan Penelitian
Y  (10)
E i
X 2 , X 3 
= B 1 ...2 3 + B 1 2 ...3 X + B 1 3 ...2 X 3

2 Penelitian ini bertujuan untuk membuat model
supply demand agregat Sungai Jeneberang yang
Persamaan di atas merupakan rata-rata atau terdiri dari pasir, sirtu, batu kali dan batu pecah
nilai harapan bersyarat Y dengan X2 dan X3 yang menggunakan metode ekonometrika regresi linear
nilainya diketahui (given). Jadi, analisis regresi sederhana dan regresi linear berganda.
menghasilkan nilai rata-rata atau nilai harapan
bersyarat Y kalau X2 dan X3 nilainya diketahui. II. Metode Penelitian
Nilai Y ini sangat tergantung kepada X2 dan X3 II.1 Pengumpulan Data
dan disebut rata-rata bersyarat oleh karena
nilainya akan berbeda, tergantung syaratnya. Pengumpulan data dilakukan untuk
Kalau nilai X2 dan X3 berubah, nilai Y dengan memperoleh data produksi, jumlah penduduk,
sendirinya akan bertambah. jumlah, pendapatan per kapita, tingkat
pertumbuhan ekonomi (PDRB). Data-data
I.2 Uji Koefisien Regresi dikumpulkan dari berbagai sumber seperti
dokumen-dokumen pemerintah dan laporan-
Uji koefisien regresi dilakukan untuk menguji
laporan statistik yang berkaitan dengan penelitian.
signifikansi hubungan antara variabel bebas (X)
Berdasarkan pengelompokan data menurut sifat,
dengan variabel tidak bebas (Y) baik secara
sumber, cara memperoleh dan waktu
individu maupun bersama-sama. Uji koefisien
pengumpulan, maka dalam penelitian data-data
regresi dapat dilakukan dengan menggunakan data
yang diperoleh merupakan:
t hitung (t stat) dan probabilitas (P-value). Data t
1. Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan
hitung digunakan untuk menguji variabel-variabel
dalam bentuk angka.
X secara individu sedangkan data F dan
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh
probabilitas digunakan untuk menguji variabel X
dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak
secara bersama-sama.
lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi.
Pengambilan keputusan untuk pengujian
Dalam penelitian ini sumber data adalah
variabel-variabel X secara individu dilakukan
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sulawesi
dengan membandingkan t tabel dengan t hitung
Selatan dan Dinas Pertambangan dan Energi
dan dengan melihat probabilitas. Angka t tabel
Kabupaten Gowa.
dicari setelah diketahui tingkat signifikansi dan
derajat kebebasan. Derajat kebebasan atau II.2 Perumusan Hipotesis
df(degree of freedom) dihitung dengan rumus:
Perumusan hipotesis adalah perumusan
df = n – P - 1 (11) variabel-variabel yang berpengaruh berdasarkan
data dan fakta yang tersedia. Berbagai macam
Dimana: data (sebagai nilai variabel) yang dikumpulkan
n = Jumlah data mungkin ada hubungannya dan mungkin juga
P = Jumlah variabel X

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 74
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

tidak. Jika hasil pengumpulan data menunjukkan Supply


bahwa suatu variabel mengalami perubahan, maka Q S  a  Pt   1
harus dijelaskan variabel apa yang menyebabkan
perubahan. Menurut teori ekonomi, jika harga Demand
naik maka supply akan meningkat dan jika
Q D G  b1  Pt  P d d k G  P d p tn G  P D R B G   2
pendapatan naik, maka (dapat diharapkan)
konsumsi naik. Sehingga dalam penelitian ini Q D M  b 2  Pt  P d d k M  P d p tn M  P D R B M   3
hipotesis yang dirumuskan adalah ‘supply agregat Dimana:
akan meningkat jika harga naik dan demand
agregat akan meningkat jika pendapatan per QS = Jumlah supply agregat
kapita, jumlah penduduk dan PDRB meningkat’ Q DM
D
= Jumlah demand agregat Gowa
II.3 Prediksi Q DM = Jumlah demand agregat
Makassar
Ramalan disebut juga prediksi, tetapi prediksi
PddkG = Jumlah penduduk Gowa
lebih luas daripada ramalan, karena prediksi
meliputi perkiraan terjadinya suatu kejadian yang P d p tn G = Pendapatan per kapita Gowa
sudah terjadi jauh sebelumnya tetapi belum
diketahui. Dalam penelitian ini, prediksi dibuat P D R B G = PDRB Gowa
berdasarkan hipotesis. Proses pengolahan data PddkM = Jumlah penduduk Makassar
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel
2010. P d p tn M = Pendapatan per kapita Makassar

P D R B M = PDRB Makassar
II.4 Pengujian Hipotesis
a = Koefisien variabel persamaan
Teori mengenai pengujian hipotesis secara supply
kuantitatif dikembangkan dalam statistik induktif. b1 , b 2 = Koefisien variabel persamaan
Apabila prediksi atau hipotesis cocok dengan data
hasil pengumpulan, maka prediksi atau hipotesis demand
dapat diterima, jika tidak, harus ditolak. Statistik  1 ,  2 ,  3 = Gangguan stokastik
akan menguji hipotesis tentang nilai 2. Estimasi model
koefisien dan bentuk fungsinya cocok atau 3. Uji diagnostik model: uji koefisien regresi
tidak untuk digunakan sebagai pendekatan menggunakan data t hitung (t Stat) dan P-
terhadap data hasil observasi, sehingga dapat value untuk menguji variabel-variabel X
digunakan untuk meramalkan nilai variabel secara individu serta uji korelasi.
ekonomi. Dalam penelitian ini jumlah penawaran
diwakili oleh jumlah produksi dan jumlah
permintaan diwakili oleh jumlah konsumsi
dimana diasumsikan bahwa jumlah produksi sama
dengan jumlah konsumsi. Uji hipotesis yang
digunakan adalah t-test dan P-value. Nilai yang
diperoleh dari observasi dibandingkan dengan
nilai dari tabel. Prosedur analisis yang dilakukan
adalah:
1. Spesifikasi model
Persamaan untuk supply dan demand agregat
adalah:

Gambar 1. Desain penelitian supply-demand

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 75
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

III. Hasil dan Pembahasan Analisis model yang diperoleh adalah:


a. Variabel harga sebesar -110,898
Estimasi model supply dilakukan menunjukkan bahwa jika terjadi
menggunakan regresi linear sederhana (dua peningkatan harga sebesar Rp. 1, maka
variabel) dengan variabel bebas harga agregat. permintaan agregatakan turun sebesar
Dari hasil pengolahan data diperoleh: 101,898 unit.
b. Variabel jumlah penduduk sebesar -
Q S   5 .5 2 0 .1 2 0 , 0 8  9 1, 8 6 3 P 220,039 berarti bahwa setiap penurunan
jumlah penduduk akan menurunkan jumlah
Analisis model yang diperoleh adalah: permintaan agregat sebesar 220,039 unit.
1. Koefisien regresi sebesar 91,86 berarti bahwa c. Variabel pendapatan per kapita sebesar -
setiap peningkatan harga sebesar Rp. 1 akan 8,554 berarti bahwa setiap penurunan
meningkatkan jumlah supply agregat sebesar pendapatan sebesar Rp. 1 akan menurunkan
91,863 unit. jumlah permintaan agregat sebesar 8,554
2. Koefisien korelasi (multiple R) sebesar 0,999 unit.
berarti bahwa antara jumlah supplydengan d. Variabel PDRB sebesar 18,069 berarti
harga agregat memiliki hubungan yang sangat bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar
kuat. Rp. 1 akan meningkatkan jumlah
3. Koefisien determinasi (R square) sebesar 0,999 permintaan agregat sebesar 18,069 unit.
(99,9%) artinya pengaruh harga terhadap e. Koefisien korelasi (multiple R) sebesar 1
supply agregat sebesar 99,9% dan sebesar berarti bahwa antara jumlah permintaan
0,1% dipengaruhi oleh faktor lain. dengan harga, jumlah penduduk,
Dalam penelitian ini nilai df = 4, tingkat pendapatan per kapita dan PDRB memiliki
signifikansi adalah 5% (α = 0,05), sehingga untuk hubungan yang sangat kuat.
dua sisi α = 0,025 sehingga diperoleh t tabel f. Koefisien determinasi (R square) sebesar 1
adalah 2,776. Uji koefisien menunjukkan bahwa: (100%) artinya bahwa pengaruh harga,
1. Variabel dengan t hitung 3,247 lebih besar jumlah penduduk, pendapatan per kapita
daripada t tabel 2,776 berarti bahwa harga dan PDRB terhadap permintaan agregat
berpengaruh secara signifikan terhadap naik sebesar 100% atau tidak ada pengaruh dari
turunnya supply agregat. faktor lain.
2. Nilai P-value 0,047 lebih kecil daripada 0,05 g. Uji korelasi menunjukkan bahwa korelasi
berarti bahwa harga mempengaruhi permintaan antara harga dan penduduk sebesar 0,821,
secara signifikan. korelasi antara harga dengan pendapatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan sebesar 0,951, korelasi antara harga dengan
regresi linier di atas dapat digunakan untuk PDRB sebesar 0,931, korelasi antara
memprediksi supply agregat. penduduk dengan pendapatan sebesar
Estimasi model demand terdiri dari model 0,950, korelasi antara penduduk dengan
demand Kabupaten Gowa dan model demand PDRB sebesar 0,969 dan korelasi antara
Kota Makassar yang dilakukan menggunakan pendapatan dengan PDRB sebesar 0,998.
regresi linear berganda dengan variabel bebas Berdasarkan data tersebut dapat
harga agregat, jumlah penduduk, pendapatan per disimpulkan terjadi multikolinieritas antara
kapita penduduk dan PDRB. Dari hasil ketiga variabel bebas tersebut.
pengolahan data diperoleh: Dalam penelitian ini nilai df = 4, tingkat
1. Estimasi model demand Kabupaten Gowa signifikansi adalah 5% (α = 0,05), untuk dua sisi α
Q S = 1 2 7 .2 8 6 .2 3 2 ,1 - 1 0 1 ,8 9 8 P - 2 2 0 ,0 3 9 P d d k = 0,025 sehingga diperoleh t tabel adalah 2,776.
Uji koefisien menunjukkan bahwa variabel harga
-8 ,5 5 4 P d p tn + 1 8 ,0 6 9 P D R B
dengan t hitung 65.535, jumlah penduduk dengan
t hitung 65.535, variabel pendapatan per kapita

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 76
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

dengan t hitung 65.535 dan variabel PDRB sebesar 0,959, korelasi antara harga
dengan t hitung 64.535 berarti lebih besar dengan PDRB sebesar 0,933, korelasi
daripada t tabel maka harga, jumlah penduduk, antara penduduk dengan pendapatan
pendapatan per kapita dan PDRB berpengaruh sebesar 0,924, korelasi antara penduduk
secara signifikan terhadap naik turunnya dengan PDRB sebesar 0,957 dan korelasi
permintaan agregat. antara pendapatan dengan PDRB sebesar
Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan 0,995. Berdasarkan data tersebut dapat
regresi linier di atas dapat digunakan untuk disimpulkan terjadi multikolinieritas
memprediksi permintaan agregat Kabupaten antara ketiga variabel bebas tersebut.
Gowa. Dalam penelitian ini nilai df = 4, tingkat
2. Estimasi model demand Kota Makassar signifikansi adalah 5% (α = 0,05), untuk dua sisi α
Q S = 4 0 5 3 0 5 0 5 9 ,9 - 2 9 4 ,4 1 1 P - 3 3 3 ,6 9 4 P d d k = 0,025 sehingga diperoleh t tabel adalah 2,776.
Uji koefisien menunjukkan bahwa variabel harga
-6 ,9 4 0 P d p tn + 6 ,8 8 9 P D R B
dengan t hitung 65.535, jumlah penduduk dengan
Analisis model yang diperoleh adalah: t hitung 65.535, variabel pendapatan per kapita
a. Variabel harga sebesar -294,411 dengan t hitung 65.535 dan variabel PDRB
menunjukkan bahwa jika terjadi dengan t hitung 64.535 berarti lebih besar
peningkatan harga sebesar Rp.1, maka daripada t tabel maka harga, jumlah penduduk,
permintaan agregat akan turun sebesar pendapatan per kapita dan PDRB berpengaruh
294,411 unit. secara signifikan terhadap naik turunnya
b. Variabel jumlah penduduk sebesar - permintaan agregat.
333,694 berarti bahwa setiap penurunan Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan
jumlah penduduk akan menurunkan regresi linier di atas dapat digunakan untuk
jumlah permintaan agregat sebesar memprediksi permintaan agregat Kota Makassar.
333,694 unit.
c. Variabel pendapatan per kapita sebesar - IV. Kesimpulan
6,940 berarti bahwa setiap penurunan
pendapatan sebesar Rp.1 akan Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
menurunkan jumlah permintaan agregat bahwa variabel bebas harga sangat berpengaruh
sebesar 6,940 unit. terhadap naik turunnya supply agregat dengan
d. Variabel PDRB sebesar 6,889 berarti model supply 𝑄𝑠 = -5.520.120,08 + 91,863 P.
bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar Jumlah permintaan agregat sangat dipengaruhi
Rp.1 akan meningkatkan jumlah oleh variabel bebas harga, jumlah penduduk,
permintaan agregat sebesar 6,889 unit. pendapatan per kapita dan PDRB baik untuk
e. Koefisien korelasi (multiple R) sebesar 1 kabupaten Gowa dengan model demand QD =
berarti bahwa antara jumlah permintaan 127.286.232,1 – 101,898 P – 220,039 Pddk –
dengan harga, jumlah penduduk, 8,554 Pdptn + 18,069 PDRB dan Kota Makassar
pendapatan per kapita dan PDRB memiliki dengan model demandQD = 405305059,9 –
hubungan yang sangat kuat. 294,411 P – 333,694 Pddk – 6,940 Pdptn + 6,889
f. Koefisien determinasi (R square) sebesar PDRB.
1 (100%) artinya bahwa pengaruh harga,
jumlah penduduk, pendapatan per kapita Kepustakaan
dan PDRB terhadap permintaan agregat [1] Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ),
sebesar 100% atau tidak ada pengaruh dari Pengelolaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai Jeneberang,
Makassar, 2010.
faktor lain. [2] Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, Pengelolaan
g. Uji korelasi menunjukkan bahwa korelasi Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai Jeneberang, Makassar,
2009.
antara harga dan penduduk sebesar 0,797, [3] D.N. Hull, Sand and Gravel, Ohio Department of Natural Resources,
korelasi antara harga dengan pendapatan Division of Geological Survey, GeoFacts, No.19, 2001.
(http://www.OhioGeology.com, diakses 27 Desember 2011).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 77
Jurnal JPE, Vol. 20, No. 1, Bulan Mei, Tahun 2016 JPE-UNHAS

[4] W.H. Langer, L.J. Drew, J.S. Sachs, Aggregate and the Environment, [11] G. Tiess, A. Kriz, “Aggregates Resources Policies in Europe
American Geological Institute-U.S Geological Survey, 2004. ISBN: Development of IT Solutions for the Enhancement of Planning and
0-922152-71-3 (http://www.agiweb.org, diakses 19 Januari 2012). Permitting Procedures”, International Journal of Environmental
[5] G. Balletto, C. Furcas, C., “Environmental Sustainability in the Protection Vol. 1, No.3 pp. 54-61, 2011. (http://www.ijep.org,
Construction Industry Related to the Production of Aggregates diakses 19 Februari 2012).
Qualitative Aspects, Case Studies and Future Outlooks”, [12] P. Rahardja, M. Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi
International Journal of Environmental Science and Development, & Makroekonomi), Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Vol. 2, No. 2, 2011. Indonesia, Jakarta, 2004.
[6] UEPG, A Sustainable Industry for a Sustainable Europe Annual [13] State of the Aggregate Resource in Ontario Study (SAROS),
Review 2011-2012, European Aggregates Association. Brussel - Aggregate Consumption and Demand, ISBN 978-1-4435-3791-9.
Belgium, pp. 1-38, 2012. Online Queen’s Printer for Ontario, 2009. (http://www.mnr.gov.on.ca,
(http://www.uepg.eu/uploads/Modules/.../uepg---ar2012---en_v1.pdf diakses 6 Juli 2012).
diakses 10 Oktober 2012). [14] J. Supranto, Ekonometri Buku Kesatu, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
[7] Environmental Conservation Department (ECD), EIA Guideline for [15] J. Supranto, Ekonometri Buku Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
River Sand and Stone Mining, Sabah, Malaysia, 2000. [16] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Statistik
(http://www.sabah.gov.my/jpas/.../smpol260201.pdf., diakses 20 Kota Makassar, Makassar Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Maret 2011). Makassar, 2010.
[8] M. Rinaldi, B. Wyzga, N. Surian, “Sediment Mining in Alluvial [17] Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan,
Channels: Physical Effects and Management Perspectives”, River Gowa Dalam Angka 2010. Kabupaten Gowa-Sulawesi Selatan, 2010.
Research and Applications 21: 805-828, Wiley InterScience, 2005. [18] NGU, Mineral Resources in Norway 2009 Production Data and
(www.interscience.wiley.com, diakses 3 Februari 2012). Annual Report, Short Version. Directorate of Mining, Norwegian
[9] P.W. Scott, J.M. Eyre, D.J. Harrison, E.J. Steadman, Aggregate Geological Survey, 2009. Online
Production and Supply in Developing Countries with Particular (http://www.ngu.no/upload/.../Rapporter/mineral_resources_2009_we
Reference to Jamaica, British Geological Survey, Keyworth, b.p... , diakses 10 Oktober 2012).
Nottingham, 2003. (http://www.bgs.ac.uk., diakses 1 Juli 2011). [19] Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi
[10] A.F. Villalon, D.J. Harrison, E.J. Steadman, River Mining: Alluvial Selatan, Gowa Dalam Angka 2011. Kabupaten Gowa-Sulawesi
Mining of Aggregates in Costa Rica, DFID, 2003. Selatan. 2011.
(http://www.bgs.ac.uk/research/international/dfid-
kar/CR03095N_col.pdf, diakses 1 Juli 2011).

© 2016 Jurnal Penelitian Enjiniring, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Hal | 78
Diterbitkan Oleh:
Divisi Publikasi, Center of Technology (COT)
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Gedung Center of Technology, Lantai 1
Jl. Poros Malino, Km. 6, Bontomarannu
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia, 92171
Telp/Fax: (0411) 586015

Anda mungkin juga menyukai