Oleh:
Rahmad Gunawan
NIM 157041060
NIM : 157041060
MENYETUJUI
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
NIP. 19760417 200501 2 002 NIP. 19660524 199203 1 002
ii
Fakultas Kedokteran
iii
ABSTRAK
Latar Belakang : Osteomielitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogen
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Osteomielitis dapat berupa proses inflamasi akut atau
inflamasi kronik dari tulang dan struktur sekitarnya sekunder karena infeksi. Osteomielitis
dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik
maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Tujuan : Untuk mengetahui Karakteristik demografi dan lokasi Osteomielitis pada pasien di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2016 – 2017
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik
pasien osteomielitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan,
tahun 2016 – 2017. Sampel berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosa osteomielitis
di instalasi rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Hasil : Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berada pada kelompok usia
< 18 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (17,6 %) dan pada kelompok usia > 18 tahun yaitu
sebanyak 42 pasien ( 82,4%), yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 40 pasien
(78,4%) yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 pasien ( 21,6 %). Pasien dengan
tingkat pendidikan dasar yaitu sebanyak 22 pasien (43,1%), tingkat pendidikan menengah 25
pasien (49,0%) sedangkan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 4 pasien ( 7,9 %). Pasien yang
bekerja yaitu sebanyak 34 pasien (66,7%), sedangkan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17
pasien ( 33,3%). Kemudian frekuensi pasien osteomyelitis berdasarkan lokasi anatomis
osteomyelitis terdapat tiga lokasi paling banyak diantaranya pada bagian tulang panjang yaitu
di bagian tulang femur yaitu 18 pasien (35,5%), diikuti pada bagian Tibia 10 pasien (19,6%)
dan Tibia-Fibula 7 Pasien (13,7%). Untuk lokasi osteomyelitis selain tulang panjang yang
paling banyak yaitu pada bagian Pedis yaitu sebanyak 6 pasien (11,8%), diikuti pada bagian
Ankle sebanyak 3 pasien (5,9%) dan sisanya untuk bagian Pelvis, Klavikula dan Digiti III
Manus Dextra masing-masing hanya sebanyak 1 pasien (2,0%).
Kesimpulan : Gambaran pasien osteomyelitis lebih banyak dijumpai pada pasien dengan
kelompok usia > 18 tahun, jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan menengah, pasien yang
bekerja dan lokasi infeksi paling banyak di bagian tulang panjang yaitu pada bagian femur.
iv
ABSTRACK
Background: Osteomyelitis is an infection of bone tissue that includes the marrow and or
cortex of the bone can be exogenous (infection entering from outside the body) or hematogen
(infection originating in the body). Osteomyelitis can be a chronic acute or inflammatory
inflammatory process of the bone and surrounding structures secondary to infection.
Osteomyelitis can be acute or chronic. The acute form is characterized by the onset of
systemic fever and rapid local manifestations.
Objective : To Know Demographic characteristics and location of osteomyelitis patients in
Adam Malik Haji General Hospital 2016 - 2017
Methods: This study used a descriptive method to determine the characteristics of
osteomyelitis patients at the Haji Adam Malik Central General Hospital (RSUP HAM)
Medan, 2016 - 2017. Samples in the form of medical record data of patients diagnosed with
osteomyelitis in the inpatient installation at Haji Adam Malik General Hospital Medan.
Result : In the results of this study, of 51 osteomyelitis patients who were in the age group
<18 years as many as 9 patients (17.6%) and in the age group> 18 years as many as 42
patients (82.4%), the male sex male as many as 40 patients (78.4%) were female, as many as
11 patients (21.6%). Patients with primary education level were 22 patients (43.1%),
secondary education level 25 patients (49.0%) while higher education were as many as 4
patients (7.9%). Patients who worked were as many as 34 patients (66.7%), while those who
did not work were 17 patients (33.3%). Then the frequency of osteomyelitis patients based on
the anatomical location of osteomyelitis has three locations, most of which are in the long
bones, namely in the femur bone, 18 patients (35.5%), followed by Tibia in 10 patients
(19.6%) and Tibia-fibula 7 Patients (13.7%). For the location of osteomyelitis in addition to
the most long bones, namely in the Pedis section, as many as 6 patients (11.8%), followed by
the Ankle as many as 3 patients (5.9%) and the rest for the Pelvis, Clavicle and Digiti III
Manus Dextra is only 1 patient (2.0%).
Conclusion: The description of osteomyelitis patients is more common in patients with the
age group > 18 years, male gender, secondary education level, patients who work and the
location of the most infections in the long bones that are at the femur.
AssalamualaikumWr. Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat
menyelesaikan penelitian akhir yang berjudul “KARAKTERISIK PASIEN
OSTEOMIELITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK TAHUN 2016-
2017 MEDAN”.
Proposal penelitian ini merupakan rangkaian kegiatan akademis karya ilmiah dalam
rangka menyelesaikan Program Studi Magister di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan
keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr.dr.Aldy
Safruddin Rambe,Sp.S (K), Saya ucapkan terima kasih sebesar- besarnya atas bimbingan,
saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya dalam
menyelesaikan penelitian magister ini.
Kepada Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinis Dr.dr.Rodiah
Rahmaawaty Lubis, M.ked(Oph), Sp.M(K), Saya ucapkan terimakasih sebesar besarnya
atas bimbingan,saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya
dalam menyelesaikan penelitian magister ini.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, saran dan
pengarahan kepada dr. Heru Rahmadhany, SpOT(K) dan dr. Iman Dwi Winanto, SpOT
selaku pembimbing penulisan karya ilmiah ini, yang telah membuka wawasan dan memacu
penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Berkat bantuan berupa bimbingan, dorongan, kerjasama, dan pengorbanan dari
berbagai pihak sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
perkenankan lah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT(K) FICS sebagai Guru Besar Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya atas
segala nasehat dan bimbingannya selama penulis dalam pendidikan.
Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) sebagai Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik, dan pengajar Bagian Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, rasa
vi
vii
viii
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Rahmad Gunawan
NIM : 157041060
Program Studi : Ilmu Kedokteran
JenisKarya : Tesis
Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Sumatera utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right)
atas disertasi saya yang berjudul:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin
dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Dibuat di Medan
Pada tanggal 16 Januari 2019
Yang menyatakan
(Rahmad Gunawan)
ix
Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan ujian tertutup ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Kedokteran
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Apa bila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis
bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Penulis,
Rahmad Gunawan
Halaman Judul........................................................................................................................ i
Lembar Pengesahan................................................................................................................ ii
Surat Keterangan Penelitian.................................................................................................... iii
Abstrak ................................................................................................................................... iv
Abstract ................................................................................................................................... v
Kata Pengantar....................................................................................................................... vi
Pernyataan Persetujuan Publikasi.......................................................................................... . ix
Lembar Pernyataan Orisinalitas............................................................................................ . x
Daftar Isi................................................................................................................................. xi
Daftar Gambar........................................................................................................................ xiii
BAB I Pendahuluan................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... . 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... . 3
I.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. .. 3
I.4 Manfaat Penelitian............................................................................................... 4
BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 5
2.1 Osteomielitis....................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi................................................................................................ 5
2.1.2 Etiologi................................................................................................ 5
2.1.3 Patofisiolgi........................................................................................... 6
2.1.4 Klasifikasi............................................................................................ 12
2.1.5 Manifestasi Klinis................................................................................ 16
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 16
2.1.7 Diagnosis............................................................................................. 18
2.1.8 Tatalaksana........................................................................................... 18
2.2 Bakteri.................................................................................................................. 25
xi
xii
xiii
PENDAHULUAN
Secara normal, tulang merupakan organ yang steril, serta tidak mudah untuk
terjadinya infeksi. Salah satu infeksi yang paling sering di bagian bedah orthopedi adalah
osteomielitis. Osteomielitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogen
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh) (Gomes, 2017). Osteomielitis dapat berupa proses
inflamasi akut atau inflamasi kronik dari tulang dan struktur sekitarnya sekunder karena
prosesnya lambat dibandingkan infeksi akut pada kulit otot atau sendi, kadang sulit
dibedakan dengan selulitis (white, 2016). Osteomielitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk
akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang
Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik (Salter, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika, ditemukan sekitar
25% osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Osteomielitis subakut lebih
sering terjadi pada populasi pediatri dengan 5 kasus dari 100.000 anak pertahun pada negara
dengan income yang tinggi dan mungkin dapat lebih tinggi pada negara dengan income
sejak antibiotik digunakan untuk mengobati osteomielitis. Penyakit ini dilaporkan sekitar
35% dari infeksi primer pada tulang. Menurut Blyth dkk terdapat penurunan insidensi dari
osteomielitis akut dan subakut dengan penurunan insiden yang lebih besar pada osteomielitis
akut. Di afrika timur, osteomielitis subakut adalah bentuk osteomielitis yang paling sering
Osteomielitis terjadi setelah adanya inokulasi dan nekrosis tulang. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma tulang, pembedahan atau akibat adanya benda asing yang masuk ke
tulang. Osteomielitis biasanya dapat disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti
sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat,
perasaan tidak enak, kemerahan dan pembengkakan (Robbin & Kumar, 2000).
penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat, selain itu juga membutuhkan biaya yang besar,
waktu yang lama, pengalaman yang cukup dari dokter bedah, dan penanganannya sulit
khususnya untuk menangani komplikasi dan resistensi bakteri. Namun, akhir – akhir ini,
morbiditas dan mortalitas infeksi osteomielitis mulai menurun, hal ini dikarenakan oleh
semakin majunya tehnik penanganan kasus infeksi tersebut termasuk penggunaan terapi
antibiotik dan pembedahan. Kunci dalam manajemen penanganan kasus infeksi osteomielitis
adalah penegakkan diagnosis awal, terapi pembedahan, serta pemberian antibiotik yang
sesuai. Pendekatan secara multidisiplin mutlak diperlukan dengan melibatkan ahli bedah
orthopedi, ahli bedah plastik serta peran dari dokter mikrobiologi klinik. Sampai saat ini
debridement dan penggunaan antibiotika intravena maupun oral merupakan terapi yang
merupakan obat yang banyak dipakai oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiogram
adalah uji kepekaan antibiotik yang dilakukan oleh laboratorium mikrobiologi untuk mencari
kemungkinan antibiotik yang dapat dipakai sebagai terapi. Dengan adanya antibiogram maka
dapat digunakan sebagai dasar terapi empirik sebelum hasil kultur didapatkan.
dan eksaserbasi. Selain itu belum ada penelitian mengenai karakteristik pasien osteomielitis
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM). Oleh karena hal
tersebut maka penelitian ini perlu untuk dilakukan di RSUP HAM guna menjadi pedoman
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan, tahun 2016 – 2017?
1.3 Tujuan
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2016 – 2017.
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan pasien di RSUP HAM tahun 2016-
2017.
1.4 Manfaat
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang kesehatan dan untuk mengetahui bagaimana Karakterisitik secara holistik dari
pasien osteomielitis.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteomielitis
2.1.1. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon (tulang) dan myelo
(sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi) untuk menggambarkan kondisi
didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala lebih dari 1 bulan (Solomon, 2016).
Osteomielitis dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi di dalam jaringan
lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003). Gambaran patologi dari Osteomielitis
adalah adanya osteoid, pembentukan tulang baru, dan eksudat dari leukosit
polymorphonuclear bersama dengan sejumlah besar dari limfosit, histiosit, dan juga sel
plasma (Lazzarini dkk, 2004). Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadinya
2.1.2 Etiologi
daerah infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah dengan tekanan oksigen rendah
sehingga tidak bisa dicapai oleh antibiotik. Rendahnya tekanan oksigen mengurangi
efektivitas bakterisidal dari polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi aerobik menjadi
anaerob (Solomon, 2016). Penyebab tersering osteomielitis termasuk patah tulang terbuka,
penyebaran bakteri secara hematogen, dan prosedur pembedahan orthopaedi yang mengalami
ditemukan baik sendiri maupun kombinasi dengan patogen yang lain pada 65% hingga 70%
pasien. Pseudomonas aeruginosa, penyebab tersering kedua, ditemukan pada 20% hingga
37% pasien. Osteomielitis biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada 32% hingga 70%
pasien. Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi patogen pada pasien dengan
dan pembentukan biofilm, dan dapat mengganggu proses fagositosis sehingga mempermudah
debridemen jaringan mati diperlukan dalam pengobatan infeksi yang sukses (Gomes, 2013).
viabilitas osteoblas dan potensi osteogenik sehingga membatasi pertumbuhan tulang baru dan
meningkatkan resorpsi tulang dengan cara peningkatan ekspresi RANK-L oleh osteoblas
(Wang, 2017).
2.1.3 Patofisiologi
biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada orang dewasa, kecuali bila
melibatkan tulang belakang. Osteomielitis dari insufisiensi vaskuler sering terjadi pada
diabetes melitus. Contiguous osteomielitis paling sering terjadi setelah terjadi cedera pada
ekstremitas. Berbeda dari osteomielitis hematogen, kedua yang terakhir biasanya dengan
infeksi polimikroba, sering Staphylococcus aureus bercampur dengan patogen lain (Saltoglu
dkk, 2018).
Infected nonunion dan osteomielitis post trauma disebabkan oleh karena kontaminasi
mikroba setelah suatu patah tulang terbuka, luka tusuk, atau pembedahan pada patah tulang
merupakan suatu kumpulan koloni mikroba yang ditutupi matriks polisakarida ekstraseluler
(glycocalyx) yang melekat pada permukaan implan atau tulang mati (Saltoglu dkk, 2018).
Fokus primer dari osteomielitis akut pada anak-anak terdapat pada metafise. Bila
tidak ditangani, terjadi peningkatan tekanan intramedula dan eksudat menyebar melalui
korteks metafise yang tipis menjadi abses subperiosteal. Abses subperiosteal dapat menyebar
dan mengangkat periosteum sepanjang diafise. Nekrosis tulang terjadi karena kehilangan
aliran darah akibat dari peningkatan tekanan intramedulari dan kehilangan suplai darah dari
periosteal. Bagian yang avaskular dari tulang yang dikenal sebagai sequestrum, dan seluruh
panjang dari tulang dapat menjadi sequestrum. Fragmen ini menjadi tempat berkumpulnya
mikroorganisme disebut sebagai sequestrum dan dapat terjadi episode infeksi klinis yang
berulang. Abses dapat keluar melalui kulit, membentuk sinus. Respon pasien dibentuk oleh
periosteum sebagai usaha memagari atau menyerap sequestrum ini dan mengembalikan
Salah satu dari kebanyakan penyakit inflamasi yang serius pada system
merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogenik,
dimana bakteri penyebab berasal dari fokus infeksi di tempat lain dan menyebar melalui
Osteomielitis akut merupakan infeksi piogenik yang secara cepat membuat kerusakan
pada tulang dan sumsum tulang, biasanya menyebar melalui aliran darah dari focus tempat
lain, tampak sering pada bayi dan anak-anak, mulai pada metafise tulang panjang yang
sedang aktif tumbuh dan terus berkembang yang mungkin akhirnya dapat berakibat fatal.
oleh karena itu, sering pada anak-anak. Anak laki-laki menderita tiga kali lebih banyak dari
pada anak perempuan. Tulang panjang yang sering terkena infeksi adalah femur, tibia,
humerus, radius ulna, fibula, dan daerah yang terkena adalah daerah metafise. Hal ini
mungkin disebabkan keunikan pembuluh darah dan aliran darah yang lambat pada daerah
Pada awal era penggunaan terapi dengan antibakteri, terdapat penurunan yang tajam
dari insiden penyakit ini, dan beberapa klinisi optimis penyakit ini akan musnah, akan tetapi
insiden penyakit ini kembali ke level sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh timbulnya strain
bakteri yang resisten terhadap antibiotic ( khususnya staphylococcus ) dan kegagalan banyak
klinisi untuk mengerti dan menggunakan prinsip-prinsip terapi bedah dan antibakteri pada
hematogen akut paling banyak, kurang lebih 90% kasus. Selain itu kadang-kadang
disebabkan oleh streptococcus atau pneumococcus terutama pada anak-anak yang lebih kecil,
sedangkan haemophilus influenza hampir sudah tidak ada lagi sebagai penyebab oleh karena
Jenis kelamin : lebih sering pada anak laki-laki daripada anak wanita dengan
perbandingan 4:1.
Lokasi : terutama pada daerah metafise, karena tempat aktif pertumbuhan tulang
pada fase bakteriemia dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk
ke dalam juksta epifisis pada daerah metafise tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi
hiperemi dan edema disertai pembentukan pus yang menyebabkan tekanan dalam tulang
bertambah sehingga sirkulasi darah terganggu yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.
Disamping itu terdapat juga proses lain yaitu pembentukan involucrum dengan jaringan
sekuestrum di dalamnya, terutama pada anak-anak, dan terlihat jelas pada akhir minggu
kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus dari involucrum keluar
melalui lubang atau sinus ke jaringan lunak dan kulit sekitar (salter, 2008).
hematogen atau invasi lokal dari tempat infeksi lain. Fisis yang avaskuler membatasi
penyebaran infeksi ke epifise kecuali pada neonatus dan bayi. Pembuluh darah menyebrang
fisis hingga umur 15 hingga 18 bulan, berpotensi terjadinya septic arthritis. Hal ini dapat
terjadi sekitar 75% dari kasus osteomielitis neonatus (Jorge dkk, 2017).
sequestrum. Pada stadium ini, debridemen dengan pembedahan menjadi pilihan terapi.
Adanya implant pada lokasi infeksi dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat
pertumbuhan tulang.
Kondisi ini tidak lagi jarang, di beberapa negara insidensi ini setara dengan
osteomielitis akut, lokasi terbanyak pada proximal dan distal tibia, klasifikasi anatomis
(metafisis dengan atau tanpa erosis kortikal, korteks diafisis atau periosteal, epifisis dan
Ciri khas pada sub akut osteomielitis adalah terdapat kavitas di tulang cancellous,
terbanyak pada metafisis tibia, mengandung cairan seropurulent yang kental, kavitas di
kelilingi oleh jaringan granulasi yang tergabung dari akut dan kronik sel peradangan, sekitar
dari trabekula tulang sering kali menebal, sering kali membuat gambaran erosis pada epifisis.
Pasien khususnya anak dan remaja yang pernah mengalami nyeri pada sendi besar untuk
beberapa minggu atau bulan, terdapat pembengkakan dan sulit berjalan, nyeri pada tekan,
suhu tubuh biasanya normal, pada hasil laboratorium seringkali leukosit normal dan
sebaliknya Laju endap darah meningkat. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan bentuk oval
radiolusent “kavitas” 1-2 cm pada diameter, seringkali terlihat pada tibia dan femoral di area
metafisis, tetapi dapat juga terjadi di epifiis tulang cuboid (kalkaneus), kavitas di kelilingi
oleh halo yang sklerotik ( khas untuk Brodie Abscess), Lesi pada metafisi membuat sedikit
reaksi periosteal atau bisa tidak sama sekali, lesi diafisis seringkali dihubungkan pada formasi
pembentukan tulang periosteal dan penebalan pada penebalan kortikal, jika korteks tererosis
maka seringkali terjadi salah diagnosis menjadi tumor yang malignant, pada pemeriksaan
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dari pemeriksaan klinis dan radiologi, jika
didapatkan cairan maka dapat dilakukan kultur pada bakteri dengan organisme dengan
konservatif, penggunaan imobilisasi dan antibiotik berupa fluclaxacillin dan asam fusidic
10
menghasilkan kesembuhan. Jika diagnosis sulit di tegakan dapat melakukan kultur biopsi dan
dan kegagalan terapi dari osteomielitis akut, saat ini, seringkali dikarenakan fraktur terbuka
dan pasca operasi, organisme yang seringkali menginfeksi (Staphilococus Aureus, Esherichia
atau imun dari host yang terkompromi, kurangnya penetrasi dari pembuluh darah, tulang
yang mati pada area infeksi, bakteri di bungkus oleh protein-polysaccharida (Glycocalyx)
yang membungkus / melindungi dari antibiotik, atau di dapatkan penyakit penyerta seperti
diabetes mileuts, penyakit vaskular perifer, infeksi kulit, malnutrisi, lupus erythematosus atau
defisiensi dari immun, hal predisposisi yang tersering adalah fraktur terbuka atau operasi
Tulang hancur dan tidak vital di area dari infeksi atau lebih luas pada lapisan luar atau
implant, kavitas mengandung pus dan tulang mati (Sequestrum) yang di kelilingi oleh
jaringan vaskular dan jaringan yang sklerotik, terbentuk nya involuvrum atau tulang baru
yang meliputi area sequstrum sehingga membuat tulang menjadi tidak vital. Pasein seringkali
mengeluh nyeri, demam dan kemerahan pada area infeksi disertai dengan nyeri tekan,
seringkali terdapat pus seropurulent, pada post trauma osteomielitis tulang akan tidak
11
cairan yang keluar dari sinus sangat menolong untuk menentukan karakteristik dari bakteri
Antibiotik di ginakan untuk eradikasi, di berikan 4-6 minggu ( dimulai dari awal
terapi sampai akhir debridement) penggunaan di gunakan sebelum dan sesudah dilakukan
debridemen, jika antibiotik yang di berikan masuih tidak memeberikan hasil maka di lakukan
pemberiaan antibiotik 4 minggu kemudian. Sinus dapat tidak nyeri dan dilakukan penutupan
luka yang baik, pemberian salep antibiotik di gunakan untuk pada luka, atau di lakukan insisi
dan drainase
2.1.4.Klasifikasi
dan fisiologi dari inang. Debridemen osteomielitis ditentukan dari evaluasi karakteristik
anatomi. Dengan memperhatikan karakteristik fisiologi baik lokal maupun sistemik, dapat
12
dan hindari prosedur rekonstruksi kompleks pada pasien yang bermasalah (Cierny dkk,
2003).
Terdapat empat tipe anatomi dari osteomielitis: medula, superfisial, lokal dan difus
superfisial (type II) melibatkan permukaan tulang. Ini disebabkan oleh infeksi langsung
ketika permukaan tulang berdekatan dengan luka jaringan lunak. Osteomielitis lokal (type III)
melibatkan seluruh tebal korteks dan menyebar ke kanal intramedula, namun pengeluaran
(type IV) melibatkan tulang secara melingkar, membutuhkan reseksi tulang dan stabilisasi.
Instabilitas pada osteomielitis difus, dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah debridemen.
Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B, atau C berdasarkan adanya
faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar pada hasil akibat dari interaksi
mikroorganisme dan inang. Tipe A mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi
lokal yang baik dan respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan. Tipe B
dibagi menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam penyembuhan luka dan respon
terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes
sistem imun. Defisiensi lokal dapat disebabkan oleh penyakit arteri, stasis vena, radiasi, bekas
luka, atau merokok yang dapat mengurangi vaskularisasi (Tabel 2.2). Cedera awal dan
pembedahan yang menyertai sering berakhir dengan fragmen tulang yang avaskuler dan
13
beratnya sehingga bahaya dari terapi melebihi penyakit itu sendiri (Cierny dkk, 2003).
Tipe Anatomi
Kelas Fisiologi
pembedahan.
14
Tabel 2.2. Faktor sistemik atau lokal yang mempengaruhi imun, metabolisme
Sistemik Lokal
alkohol darah
Utama
15
Diabetes mellitus
Pasien dapat menderita nyeri pada daerah yang terkena, eritema, bengkak dan
terdapat sinus. Demam biasanya tidak ditemukan pada osteomielitis. Oleh karena infeksi
biasanya tenang, diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam diagnosis, terutama pada pasien
dengan atrophic nonunion setelah patah tulang terbuka atau fiksasi internal dari patah tulang
tertutup. Pada sekitar 0.2% hingga 1.6% pasien, sinus yang kronik dapat berakhir pada
metaplasia pada epitel traktus sinus, tranformasi ganas dan pembentukan squamous cell
yang belum diketahui. Gambaran klinis berupa lemas yang memberat, nyeri lokal dan nyeri
tekan pada tempat infeksi. Lesi tulang dapat muncul berurutan dengan lokasi predominan
pada metafise tulang panjang, dapat juga melibatkan bagian medial clavicula, korpus vertebra
atau sendi sacroiliakus. Lesi tulang sering berulang dan dapat simetris (Fucuta, 2016).
Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) merupakan tanda dari proses
inflamasi, baik disebabkan oleh infeksi maupun tidak. Keduanya dapat meningkat sekitar
64% pada pasien osteomielitis kronis. Hitung sel darah putih (WBC) sering normal pada
16
rontgen dapat menunjukan daerah yang mencurigakan terhadap infeksi, berupa resorpsi
tulang, sequestrum, pembentukan tulang baru pada periosteal atau endosteal dan iregularitas
korteks. Gambaran sequestrum pada rontgen dapat dilihat pada gambar 2.2.(A). CT scan
menjelaskan tulang lebih detail, adanya sequestrum dan perubahan kecil seperti erosi atau
kerusakan korteks, reaksi periosteal atau endosteal, dan fistula intraoseus. Magnetic
resonance imaging (MRI) dapat dipercaya untuk mendeteksi perubahan pada sum-sum tulang
akibat dari infeksi. Ini merupakan modalitas dengan sensitivitas tinggi untuk menilai pasien
dengan osteomielitis. Peningkatan cairan sekunder karena edema atau hyperemia menunjukan
penurunan sinyal sum-sum tulang pada T1, dan peningkatan sinyal pada T2. Erdman dkk
menggunakan MRI untuk mengevaluasi 110 pasien yang dicurigai menderita osteomielitis
dan mendapatkan sensitivitas sebesar 98% dan spesifisitas sebesar 75% ( Buckley, 2015).
Gambar 2.2. Osteomielitis tulang tibia. (A). Tampak pada rontgen sudah terbentuk
involucrum. (B). Bagian tulang sudah avaskuler. (C). Bagian tulang sangat mudah
Standar baku untuk diagnosis infeksi yaitu mengisolasi patogen dari kultur.
Pengecatan Gram dapat juga membantu. Pemberian antibiotik sebelumnya atau penanganan
yang salah saat mengambil spesimen dapat mengganggu pertumbuhan kuman. Kultur yang
17
menentukan patogen. Perry dkk melaporkan bahwa swab luka dan biopsi jarum
mengidentifikasi patogen yang sama dengan pada spesimen saat debridemen sebesar 62%
2.1.7. Diagnosis
pemeriksaan bakteriologi dan histologi, dan pemeriksaan radiologi. Produksi nanah pada
luka, nyeri, eritema adalah tampilan klinis yang sering dijumpai. Pada pemeriksaan
laboratorium, laju endap darah (LED) dan C reaktive protein (CRP) dapat meningkat. Nilai
leukosit biasanya meningkat namun kadang dapat juga normal. Pemeriksaan Radiologi secara
komplit meliputi pemeriksaan rontgen, CT scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kultur bakteri dapat menunjukan pertumbuhan yang positif dan mungkin dapat
dipengaruhi oleh durasi kultur, penggunaan antibiotik sebelum kultur, dan strain bakteri yang
memiliki aktivitas biofilm. Studi terbaru menunjukan bahwa positive rate untuk kultur sekitar
2.1.8. Tatalaksana
diagnosis banding pada pemeriksaan radiologi termasuk neoplasma, sering diperlukan biopsi.
untuk memperbaiki status fisiologi inang melalui nutrisi yang baik, koreksi anemia, dan
18
debridemen dan antibiotik, stabilisasi fraktur, penanganan defek dengan tujuan memperoleh
union tulang yang aseptik. Penyelamatan ekstremitas pada osteomielitis yang difus terdiri
dari debridemen, stabilisasi tulang, pemberian antibiotik sistemik dan lokal, penutupan
jaringan lunak, dan manajemen patah tulang yang belum union serta defek tulang (Salter,
2008).
1. Debridemen
memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka. Saat ini istilah tersebut digunakan
untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan eksisi jaringan yang rusak. Untuk
menentukan jaringan mana yang akan di eksisi, ahli bedah mengidentifikasi otot yang
masih hidup dengan bantuan 4 C: contraction (kontraksi saat dijepit), consistency (tidak
lunak), capillary bleeding saat dipotong, dan color (warna merah, bukan pucat atau
Tahap pertama dimulai dengan debridemen tulang yang nekrotik dan terinfeksi
secara radikal termasuk kulit dan jaringan lunak. Untuk memastikan semua fokus infeksi
sudah dibuang, debridemen dilakukan hingga berdarah, jaringan yang hidup harus
terdapat pada batas reseksi. Tulang yang hidup ditandai dengan titik-titik perdarahan
(paprika sign). Debridemen harus radikal dan tidak dibatasi oleh kekhawatiran membuat
defek tulang atau jaringan lunak seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 (Chiappini, 2016,
gomez, 2013).
Bila terdapat jaringan lunak yang sehat untuk menutup luka dan pembentukan
19
jaringan lunak diatas periosteum dan mengangkat jaringan tulang mati. Periosteum
tubuler. Imobilisasi sangat penting setelah operasi. Pemasangan gips dapat membantu.
untuk membuang jaringan tulang yang nekrotik. Osseous laser Doppler flowmetry
dengan nilai lebih dari 100 mV digunakan untuk meyakinkan tulang yang tersisa masih
viabel, level normal pada tulang kortikal adalah 100 mV (Buckley, 2015).
Infeksi kronik sulit ditangani dengan cara tanpa pembedahan. Untuk mencegah
kekambuhan, biofilm harus dieksisi dan luka harus di revitalisasi. Luka yang hidup,
bersih dan dapat dikendalikan sangat diperlukan untuk keberhasilan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil termasuk kesehatan inang, ekstensi dari jaringan nekrotik, lokasi
dari infeksi, dan keterbatasan karena penyakit. Pemilihan pasien untuk penyelamatan
2017).
20
(A). Debridemen yang kurang baik. (B). Debridemen yang baik. (C). Pemberian
2. Stabilisasi tulang
Namun, dengan adanya fiksasi interna, mikroorganisme dilindungi oleh biofilm yang
melekat pada permukaan implan. Oleh karena itu, keputusan untuk mempertahankan
bergantung pada beberapa faktor yaitu status penyambungan tulang, stabilitas yang
disediakan oleh implant, lokasi fraktur, dan waktu sejak dilakukan fiksasi fraktur
3. Antibiotik lokal
tobramycin, vancomycin, atau antibiotik spesifik lainnnya yang tahan panas dan
tersedia dalam bentuk serbuk. Penggunaan PMMA beads dengan antibiotik lokal
dapat mengurangi insiden infeksi pada patah tulang terbuka yang berat. Bila perlu,
21
meningkatkan kerja terhadap patogen dan mengurangi efek sistemik. Jumlah yang
dan revisi akan dikerjakan, seperti debridemen ulang, penutupan jaringan lunak dan
bone graft. Bila memungkinkan, defek dapat diisi dengan flap otot. Selain itu, beads
dapat digunakan sebagai pengisi dibawah flap hingga digantikan oleh bone graft pada
prosedur berikutnya.
dapat mengisi ruangan kosong (spacer effect). Setelah penyembuhan luka, depot dapat
dibuang dan dapat dilakukan rekonstruksi sebagai pembedahan yang bersih. Beads
pembentukan jaringan parut pada defek tulang. Bila infeksi menetap, debridemen
ulang, kultur dan pergantian beads antibiotik dapat dikerjakan beberapa hari atau
minggu kemudian. Setelah infeksi telah terkontrol, beads dikeluarkan. Untuk kasus
non union, bone graft dapat ditempatkan pada daerah beads (Ramachandran, 2017).
22
dapat dikerjakan pada pasien rawat jalan. Manajemen dengan periode yang lebih
singkat dari terapi intravena (hingga 1 minggu), diiikuti oleh antibiotik oral selama 6
Bergantung pada ekstensi dari infeksi, penundaan atau penutupan luka primer
dapat dikerjakan pada pasien dengan jaringan lunak yang cukup. Debridemen ulang
sering diperlukan. Dengan adanya jaringan yang rusak, penutupan dapat di capai
dengan flap lokal atau free flap, tergantung pada lokasi dan ekstensi defek jaringan
lunak.
dengan peningkatan resiko infeksi, dapat mencegah kontaminasi sekunder dan dapat
mengurangi morbiditas, lama dirawat dan biaya. Akan tetapi dapat berpotensi
Negative pressure wound therapy (NPWT) telah menjadi terapi tambahan yang
penting pada manajemen luka trauma dan insisi pembedahan yang berhubungan
23
1. Bone Graft
Bone graft dari iliac crest dapat digunakan untuk penanganan defek tulang
hingga 6 cm. Bone graft dikerjakan bila jaringan lunak penutup sudah sembuh,
adanya flap yang viabel dan infeksi telah terkontrol, biasanya dalam 6 hingga 8
tibia dapat dihitung pada sampel penelitian. Setelah kelinci di korbankan, tulang tibia
dibersihkan dari semua jaringan lunak. Implan didalam sum-sum tulang dikeluarkan,
Fragment tulang metafise kemudian di gerus dan dibuat bubuk. Hasil akhirnya
tulang dengan perbandingan 3:1 (3 mL NaCl/g tulang) dan kemudian suspensi diaduk
salin-tulang. Dua puluh mikroliter sampel dari setiap 5 pengenceran ditanamkan pada
plat agar darah dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dihitung
colony forming units (CFU) per gram tulang. CFU kemudian dihitung pada setiap
sampel tulang tibia. Log rata-rata dari CFU pada kelima plat dan rata-rata konsentrasi
Staphylococcus aureus pada setiap grup perlakuan dihitung (Shirtliff dkk, 2002).
24
(CFU/gram) Dilaporkan
2.2 Bakteri
2.2.1 Definisi
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung
inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi
tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA
bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak
mempunyai intron dan hanya tersusun atas akson saja. Bakteri juga memiliki DNA
ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler
25
3. Sumber nitrogen, sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-asam nukleat
4. Sumber garam-garam anorganik, khususnya folat dan sulfat sebagai anion; dan
juga vitamin bakteri, dalam jumlah sedikit untuk sintesis metabolik esensial
(Kumar, 2012).
biokimia, pewarnaan gram, merupakan kriteria yang efektif untuk klasifikasi. Hasil
pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding
sel), sehingga dapat membagi bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan
bakteri Gram-negatif.
1. Bakteri Gram-Negatif
Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan binatang.
merupakan flora normal dan dapat menyebabkan penyakit, sedangkan yang lain
seperti salmonella dan shigella merupakan patogen yang umum bagi manusia.
bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan
26
banyak ditemukan di air segar dan terkadang pada hewan berdarah dingin.
pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase positif, dan merupakan
2. Bakteri Gram-Positif
Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk spora, sehingga dapat hidup di
kelompok Propionibacterium merupakan flora normal pada kulit dan selaput lendir
manusia.
c. Staphylococcus
Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang tidak teratur seperti anggur.
Beberapa spesies merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir, yang
saprophyticus.
27
manusia tetapi lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies
28
METODE PENELITIAN
osteomielitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan, tahun
2016 – 2017.
Waktu Penelitian : Mulai dari Januari 2016 - Desember 2017. Tempat Penelitian
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien osteomielitis yang datang berobat di
1. Populasi pada penelitian ini adalah pasien osteomielitis pada semua usia dan jenis
kelamin.
3. Sampel berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosa osteomielitis di instalasi
pengambilan sampel didasarkan jumlah total populasi atau sampel yang ada yaitu semua
pasien dengan diagnosa osteomielitis di instalasi rawat inap dan di RSUP Haji Adam Malik
29
1. Pada penelitian ini, akan diteliti tentang karakteristik demografi pasien osteomielitis
berupa:
perguruan tinggi.
2. Penelitian ini juga akan meneliti karekteristik lokasi anatomis yang paling sering
terjadi osteomielitis.
Malik Medan yang telah ditegakkan diagnosis osteomielitis dan memenuhi kriteria inklusi
30
3. Mengambil data rekam medik terhadap semua pasien yang terdiagnosis osteomielitis.
•Kriteria Mengolah
inklusi data
Sampel Sampel Sampel Analasis Data
•kriteria rekam
eksklusi medik
Pada penelitian ini sampel yang akan diambil melalui metode total sampling.
Penelitian dengan memeriksa data dari Rekam Medik RSUP HAM selama 2 tahun
1. Demografi pasien :
a. Usia
b. Jenis
c. Kelamin
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
2. Lokasi osteomielitis
31
Hasil penelitian dikumpulkan dan dinyatakan sebagai mean ± SD. Hasilnya dianalisis
dengan menggunakan Paket Statistik SPSS versi 17 (Perangkat Lunak SPSS, SPSS Inc.,
Chicago, AS). Analisis data deskriptif dilakukan dengan menggunakan frekuensi, mean dan
median data yang relevan. Seluruh data diolah menggunakan program komputer SPSS versi
32
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019. Pengumpulan data penelitian
dilakukan di Instalasi rekam medis RSUP Haji Adam Malik pada pasien osteomielitis yang
datang berobat di tempat penelitian yang sudah ditentukan yaitu pada periode Januari 2016 –
Desember 2017. Data rekam medis RSUP Haji Adam Malik sebanyak 51 pasien
Osteomielitis.
yaitu jumlah pasien osteomieltis berdasarkan, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
No Kelompok usia n %
1 <18 tahun 9 17,6
2 >18 tahun 42 82,4
Total 51 100
Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berada pada kelompok usia
< 18 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (17,6 %) dan pada kelompok usia > 18 tahun yaitu
sebanyak 42 pasien ( 82,4%) yang berarti pada pasien osteomyelitis lebih banyak terjadi pada
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indira et al(2016) bahwa
osteomyelitis kronis paling banyak terjadi pada masa remaja akhir yaitu rentang usia 17
sampai 25 tahun sebanyak 22 kasus dengan persentase (35,5%),dan paling sedikit terjadi pada
33
(6,5%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang
dilakukan di rumah sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya pasien osteomyelitis paling
banyak pada rentang umur 18-27 tahun yaitu sebanyak 122 pasien (51,2%), kemudian diikuti
rantang umur 28 – 37 tahun yaitu 54 pasiem (22,6%) yang berarti lebih banyak penderita
selama beberapa bulan sampai tahunan. Kejadian osteomielitis kronis pada pasien dewasa
bisa terjadi karena inokulasi dari daerah infeksi lain yang berdekatan dan dapat pula melalui
terjadinya osteomielitis di Indonesia ialah TBC (Tuberkulosis). Faktor hygiene yang buruk
dan trauma pada tulang meningkatkan terjadinya infeksi yang dapat menyebabkan luka
No Jenis Kelamin N %
1 Laki-laki 40 78,4
2 Perempuan 11 21,6
Total 51 100
Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 40 pasien (78,4%) sedangkan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11
pasien ( 21,6 %) yang artinya pasien osteomyelitis lebih banyak terjadi pada pasien dengan
34
bahwa bahwa 51 kasus osteomielitis (82,3%) terjadi pada laki-laki dan 11 kasus (17,7%)
Adiwenanto dan Sutejo (2005) di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001 – 2005
juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda bahwa ditemukan jumlah pasien
osteomielitis kronis sebanyak 33 orang lebih banya pada pasien dengan jenis kelamin laki-
penelitian ini kemungkinan dikarenakan masih banyaknya kasus trauma pada laki-laki
yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang yang tidak ditangani dengan cepat.
No Tingkat Pendidikan n %
1 Pendidikan Dasar (SD/SMP) 22 43,1
2 Pendidikan Menengah (SMA/SMK) 25 49,0
3 Pendidikan Tinggi (Diploma/Sarjana) 4 7,9
Total 51 100
Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis dengan tingkat pendidikan dasar
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang
dilakukan di rumah sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya didapatkan untuk tingkat
pendidikan pada strata diploma atau lebih yang menderita osteomyelitis hanya sekitar 4
pasien (1,7%) dari total 238 pasien osteomyelitis. Untuk tingkat pendidikan menengah
35
No Pekerjaan N %
1 Bekerja 34 66,7
2 Tidak Bekerja 17 33,3
Total 51 100
Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang bekerja yaitu sebanyak 34
pasien (66,7%), sedangkan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17 pasien ( 33,3%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang dilakukan di rumah
sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang
menderita osteomyelitis disana bekerja yaitu sebagai petani sebanyak 190 pasien (79,8%),
Tabel 4.5 Distribusi subyek penelitian berdasarkan lokasi tulang panjang dan selain
tulang panjang
No Lokasi Osteomielitis N %
1 Tulang Panjang 39 76,5
2 Selain Tulang Panjang 12 23,5
Total 51 100
Pada hasi penelitian ini, distribusi pasien dengan osteomyelitis berdasarkan lokasi
osteomyelitis pada kategori tulang panjang sebanyak 39 pasien (76,5%) kemudian pada
36
No Lokasi Osteomielitis n %
1 Tibia 10 19,6
2 Fibula 1 2,0
3 Tibia-Fibula 7 13,7
4 Femur 18 35,3
5 Femur-Tibia 1 2,0
6 Humerus 2 3,9
7 Pedis 6 11,8
8 Ankle 3 5,9
9 Pelvis 1 2,0
10 Klavikula 1 2,0
11 Digiti III Manus Dextra 1 2,0
Total 51 100
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi pasien osteomyelitis
berdasarkan lokasi anatomis osteomyelitis terdapat tiga lokasi paling banyak diantaranya
pada bagian tulang panjang yaitu di bagian tulang femur yaitu 18 pasien (35,5%), diikuti pada
bagian Tibia 10 pasien (19,6%) dan Tibia-Fibula 7 Pasien (13,7%). Untuk lokasi
osteomyelitis selain tulang panjang yang paling banyak yaitu pada bagian Pedis yaitu
sebanyak 6 pasien (11,8%), diikuti pada bagian Ankle sebanyak 3 pasien (5,9%) dan sisanya
untuk bagian Pelvis, Klavikula dan Digiti III Manus Dextra masing-masing hanya sebanyak 1
pasien (2,0%). Menurut Nwagbara (2017) osteomielitis dominan terjadinya infeksi berada di
bagian femur yaitu sebesar (53%). Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa tulang paha
banyak memiliki vaskularisasi dibandingkan bagian yang lain. Beberapa kasus infeksi
kemungkinan juga disebabkan oleh diabetes mellitus dengan adanya komplikasi gangren
37
(2018) bahwa hasil penelitiannya didapatkan bahwa lokasi osteomyelitis yang paling banyak
pada bagian Tibia yaitu sebanyak 17 pasien (23,6%) dan femur sebanyak 6 psien (22,2%).
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Peng et al (2017) dengan hasil yang tidak jauh berbeda
yaitu rata-rata pasien osteomyelitis mengalami infeksi di bagian tulang panjang yaitu 32
pasien (38,1%) dan bagian femur sebanyak 13 pasien (15,4%). Kemudian hasil penelitian
yang dilakukan oleh Jiang et al (2015) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu
untuk lokasi osteomileitis sebagian besar berada pada lokasi tulang panjang yaitu pada bagian
femur sebanyak 24,46 % dan tibia 39%. Untuk lokasi selain tulang panjang yaitu paling
38
5.1 Kesimpulan
1. Gambaran pasien osteomyelitis lebih banyak dijumpai pada pasien dengan kelompok
2. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan jenis
3. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan tingkat
pendidikan menengah.
4. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien yang bekerja.
5. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan lokasi
5.2 Saran
mengenai pola kuman penyebab, tindakan pembedahan dan jenis antibiotik yang
dipakai.
39
3. Rostiana, Rusli B, et al. Microbial pattern based on type of speciments and its
10. Katzung BG, Masters SB. Basic & Clinical Pharmacology. 12 th Edition. New York :
11. Ramachandran M. Basic Orthopaedic Sciences. Second Edition. Danver : CRC Press
40
16251. 2017
16. Del pozo EG, et al. Bacterial osteomielitis : microbiological, clinical, theurapeutic,
and evolutive characteristic of 344 episodes. Ref Esp quimioter (2018); 31(3): 217-
225
17. Jorge LS et al. Predisposing factors for recurence of chronic post traumatic
18. Population study evaluating fracture risk among patients with chronic osteomielitis.
19. Sugiono. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung : CV alfabeta, 2008
20. Fucuta PS et al. Outcomes and risk factors for polimicrobial post traumatic
Vol 38 P e32-e34
41
Bagian Bedah Ostopedi RSUP Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2011 –
23. Nagatie, A. Belay, W. Nega, G. Nutritional Status and Associated Factors among
Adult Chronic Osteomyelitis Patients in Felege Hiwot Referral Hospital, Bahir Dar,
North West Ethiopia. Journal of Food, Nutrition and Population Health: 1(3): 1-5.
2017.
24. Adiwenanto, W.A. Sutejo, B. Pengelolaan Pasien Osteomielitis Kronis di RSUP Dr.
2005.
25. Nwagbara, I.C. Opara, K.O. Chronic Osteomyelitis of the Long Bones. Orient Journal
26. Pozo, E.G. Collazos, J. Carton, J.A. Camporro, D. Asens, V. Factors predictive of
18:635. 2018.
27. Peng, J. Ren, Y. He, W. Li, Z. Yang, J. Zheng, J. Epidemiological, Clinical and
Limb Fractures in South West China: Hospital Based Study. J Bone Jt Infect, 2017;
2(3): 149-153.
42
Frequencies
Statistics
Valid 51 51 51 51 51 51
N
Missing 0 0 0 0 0 0
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pendidikan Menengah
25 49.0 49.0 92.2
(SMA/SMK)
Valid
Pendidikan Tinggi
4 7.8 7.8 100.0
(Diploma/Sarjana)
43
Lokasi Osteomielitis
Lokasi Osteomielitis
44