Anda di halaman 1dari 58

TESIS MAGISTER

KARAKTERISIK PASIEN OSTEOMIELITIS DI RUMAH SAKIT


UMUM PUSAT H. ADAM MALIK TAHUN 2016-2017 MEDAN

Oleh:
Rahmad Gunawan
NIM 157041060

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Tesis : Karakteristik Pasien Osteomielitis Di Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Tahun 2016-2017 Medan

NamaMahasiswa : Rahmad Gunawan

NIM : 157041060

Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran

MENYETUJUI

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

dr.Heru Rahmadhany, SpOT(K) dr.Iman Dwi Winanto, SpOT(K)

KETUA PROGRAM STUDI MAGISTER DEKAN


KEDOKTERAN KLINIK

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
NIP. 19760417 200501 2 002 NIP. 19660524 199203 1 002

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SURAT KETERANGAN

Sudah di periksa hasil penelitian magister:

JUDUL : Karakteristik Pasien Osteomielitis Di Rumah Sakit Umum


Pusat H. Adam Malik Tahun 2016-2017 Medan.
PENELITI : dr. Rahmad Gunawan
DEPARTEMEN : Orthopaedi & Traumatologi FK USU

INSTITUSI : Universitas Sumatera Utara

Medan, Desember 2018

Konsultan Metodologi Penelitian

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK

NIP: 19511202 197902 1 003

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karakteristik demografi dan lokasi Osteomielitis pada pasien di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2016 – 2017
Rahmad Gunawan
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik
Medan – Indonesia

ABSTRAK
Latar Belakang : Osteomielitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogen
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Osteomielitis dapat berupa proses inflamasi akut atau
inflamasi kronik dari tulang dan struktur sekitarnya sekunder karena infeksi. Osteomielitis
dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik
maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Tujuan : Untuk mengetahui Karakteristik demografi dan lokasi Osteomielitis pada pasien di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2016 – 2017
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik
pasien osteomielitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan,
tahun 2016 – 2017. Sampel berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosa osteomielitis
di instalasi rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Hasil : Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berada pada kelompok usia
< 18 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (17,6 %) dan pada kelompok usia > 18 tahun yaitu
sebanyak 42 pasien ( 82,4%), yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 40 pasien
(78,4%) yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 pasien ( 21,6 %). Pasien dengan
tingkat pendidikan dasar yaitu sebanyak 22 pasien (43,1%), tingkat pendidikan menengah 25
pasien (49,0%) sedangkan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 4 pasien ( 7,9 %). Pasien yang
bekerja yaitu sebanyak 34 pasien (66,7%), sedangkan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17
pasien ( 33,3%). Kemudian frekuensi pasien osteomyelitis berdasarkan lokasi anatomis
osteomyelitis terdapat tiga lokasi paling banyak diantaranya pada bagian tulang panjang yaitu
di bagian tulang femur yaitu 18 pasien (35,5%), diikuti pada bagian Tibia 10 pasien (19,6%)
dan Tibia-Fibula 7 Pasien (13,7%). Untuk lokasi osteomyelitis selain tulang panjang yang
paling banyak yaitu pada bagian Pedis yaitu sebanyak 6 pasien (11,8%), diikuti pada bagian
Ankle sebanyak 3 pasien (5,9%) dan sisanya untuk bagian Pelvis, Klavikula dan Digiti III
Manus Dextra masing-masing hanya sebanyak 1 pasien (2,0%).
Kesimpulan : Gambaran pasien osteomyelitis lebih banyak dijumpai pada pasien dengan
kelompok usia > 18 tahun, jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan menengah, pasien yang
bekerja dan lokasi infeksi paling banyak di bagian tulang panjang yaitu pada bagian femur.

Kata kunci : Karakteristik Demografi, Lokasi Osteomielitis

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Demographic characteristics and location of osteomyelitis patients in Haji Adam Malik
General Hospital (RSUP HAM) 2016 - 2017
Rahmad Gunawan
Department of Orthopaedy and Traumatology
Faculty of Medicine, University of Sumatra Utara/RSUP Haji Adam Malik General Hospital
Medan – Indonesia

ABSTRACK
Background: Osteomyelitis is an infection of bone tissue that includes the marrow and or
cortex of the bone can be exogenous (infection entering from outside the body) or hematogen
(infection originating in the body). Osteomyelitis can be a chronic acute or inflammatory
inflammatory process of the bone and surrounding structures secondary to infection.
Osteomyelitis can be acute or chronic. The acute form is characterized by the onset of
systemic fever and rapid local manifestations.
Objective : To Know Demographic characteristics and location of osteomyelitis patients in
Adam Malik Haji General Hospital 2016 - 2017
Methods: This study used a descriptive method to determine the characteristics of
osteomyelitis patients at the Haji Adam Malik Central General Hospital (RSUP HAM)
Medan, 2016 - 2017. Samples in the form of medical record data of patients diagnosed with
osteomyelitis in the inpatient installation at Haji Adam Malik General Hospital Medan.
Result : In the results of this study, of 51 osteomyelitis patients who were in the age group
<18 years as many as 9 patients (17.6%) and in the age group> 18 years as many as 42
patients (82.4%), the male sex male as many as 40 patients (78.4%) were female, as many as
11 patients (21.6%). Patients with primary education level were 22 patients (43.1%),
secondary education level 25 patients (49.0%) while higher education were as many as 4
patients (7.9%). Patients who worked were as many as 34 patients (66.7%), while those who
did not work were 17 patients (33.3%). Then the frequency of osteomyelitis patients based on
the anatomical location of osteomyelitis has three locations, most of which are in the long
bones, namely in the femur bone, 18 patients (35.5%), followed by Tibia in 10 patients
(19.6%) and Tibia-fibula 7 Patients (13.7%). For the location of osteomyelitis in addition to
the most long bones, namely in the Pedis section, as many as 6 patients (11.8%), followed by
the Ankle as many as 3 patients (5.9%) and the rest for the Pelvis, Clavicle and Digiti III
Manus Dextra is only 1 patient (2.0%).
Conclusion: The description of osteomyelitis patients is more common in patients with the
age group > 18 years, male gender, secondary education level, patients who work and the
location of the most infections in the long bones that are at the femur.

Keyword : Demographic characteristic, Location of Osteomyelitis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat
menyelesaikan penelitian akhir yang berjudul “KARAKTERISIK PASIEN
OSTEOMIELITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK TAHUN 2016-
2017 MEDAN”.
Proposal penelitian ini merupakan rangkaian kegiatan akademis karya ilmiah dalam
rangka menyelesaikan Program Studi Magister di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan
keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr.dr.Aldy
Safruddin Rambe,Sp.S (K), Saya ucapkan terima kasih sebesar- besarnya atas bimbingan,
saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya dalam
menyelesaikan penelitian magister ini.
Kepada Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinis Dr.dr.Rodiah
Rahmaawaty Lubis, M.ked(Oph), Sp.M(K), Saya ucapkan terimakasih sebesar besarnya
atas bimbingan,saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya
dalam menyelesaikan penelitian magister ini.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, saran dan
pengarahan kepada dr. Heru Rahmadhany, SpOT(K) dan dr. Iman Dwi Winanto, SpOT
selaku pembimbing penulisan karya ilmiah ini, yang telah membuka wawasan dan memacu
penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Berkat bantuan berupa bimbingan, dorongan, kerjasama, dan pengorbanan dari
berbagai pihak sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
perkenankan lah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT(K) FICS sebagai Guru Besar Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya atas
segala nasehat dan bimbingannya selama penulis dalam pendidikan.
Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) sebagai Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik, dan pengajar Bagian Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, rasa

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hormat dan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan, nasehat, dan teladan yang
pernah diberikan kepada penulis.
dr. Nino Nasution, SpOT(K), Ketua Departemen Orthopaedi dan Traumatologi, pendidik
dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, rasa hormat dan terimakasih yang
setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama pendidikan
kepada penulis.
dr. Chairiandi Siregar, SpOT(K), Kepala SMF Orthopaedi dan Traumatologi, RSUP H.
Adam Malik, hormat dan terimakasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan
bimbingan yang diberikan selama pendidikan kepada penulis.
dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K), Ketua Program Studi Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, hormat dan
terimakasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan
selama pendidikan kepa dapenulis.
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT, sebagai Sekretaris Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi FK USU / RSUP H. Adam Malik, penulis ucapkan terimakasih atas segala
nasehat dan bimbingannya selama dalam pendidikan.
dr. Aga Shahri Putera Ketaren, SpOT(K), Sekretaris Program Studi Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, rasa hormat
dan terimakasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan
selamapendidikankepadapenulis.
dr. Otman Siregar, SpOT(K), dr. Andriandi, M.Ked (Surg), SpOT(K), dr. Benny,
M.Ked (Surg), SpOT, dr. OK Ilham Abdullah Irsyam, SpOT, dr. M. Hidayat Siregar,
M.Ked (Surg), SpOT, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besar nya atas
kesediannya membimbing selama pendidikan berlangsung.
Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
atas kesediaannya meluangkan waktu serta membimbing penulis dalam bidang statistica pada
penelitian ini.
dr. M. Windi Syarif Harahap, M.Ked (Surg), Sp.OT, terima kasih atas dukungan dan
motivasinya selama ini, sebagai senior dan guru di lingkungan Orthopaedi dan Traumatologi.
Terimakasih kepada Saudari SoeSanti, Saudari Evita Sari, dan Saudari Wan
Dinda Azura, dalam Tim Kesekretariatan dan Tata Usaha Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi FK USU / RSUP HAM, atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis
menyelesaikan proposal penelitian akhir ini

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akhirnya, penulis mengharapkan adanya koreksi, kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan pengetahuan dibidang ilmu ini. Semoga segala yang penulis sampaikan
dalam karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan kita bersama.

Medan, Januari 2019

dr. Rahmad Gunawan


NIM 157041060

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Rahmad Gunawan
NIM : 157041060
Program Studi : Ilmu Kedokteran
JenisKarya : Tesis
Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Sumatera utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right)
atas disertasi saya yang berjudul:

KARAKTERISIK PASIEN OSTEOMIELITIS DI RUMAH SAKIT


UMUM PUSAT H. ADAM MALIK TAHUN 2016-2017 MEDAN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin
dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya

Dibuat di Medan
Pada tanggal 16 Januari 2019
Yang menyatakan

(Rahmad Gunawan)

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

KARAKTERISIK PASIEN OSTEOMIELITIS DI RUMAH SAKIT


UMUM PUSAT H. ADAM MALIK TAHUN 2016-2017 MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan ujian tertutup ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Kedokteran
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu


dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas, sesuai norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apa bila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis
bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.

Medan, Januari 2019

Penulis,

Rahmad Gunawan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Isi

Halaman Judul........................................................................................................................ i
Lembar Pengesahan................................................................................................................ ii
Surat Keterangan Penelitian.................................................................................................... iii
Abstrak ................................................................................................................................... iv
Abstract ................................................................................................................................... v
Kata Pengantar....................................................................................................................... vi
Pernyataan Persetujuan Publikasi.......................................................................................... . ix
Lembar Pernyataan Orisinalitas............................................................................................ . x
Daftar Isi................................................................................................................................. xi
Daftar Gambar........................................................................................................................ xiii
BAB I Pendahuluan................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... . 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... . 3
I.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. .. 3
I.4 Manfaat Penelitian............................................................................................... 4
BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 5
2.1 Osteomielitis....................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi................................................................................................ 5
2.1.2 Etiologi................................................................................................ 5
2.1.3 Patofisiolgi........................................................................................... 6
2.1.4 Klasifikasi............................................................................................ 12
2.1.5 Manifestasi Klinis................................................................................ 16
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 16
2.1.7 Diagnosis............................................................................................. 18
2.1.8 Tatalaksana........................................................................................... 18
2.2 Bakteri.................................................................................................................. 25

2.2.1 Definisi ...................................................................................... 25


2.2.2 Klasifikasi Bakteri...................................................................... 26
BAB III Metode Penelitian.................................................................................................... 29
3.1 Rancangan Penelitian.......................................................................................... 29

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian............................................................................ 29
3.3 Subjek Penelitian................................................................................................. 29
3.4 Perkiraan Besar Sample...................................................................................... 29
3.5 Kriteria Subjek Penelitian................................................................................... 30
3.6 Batasan Operasional........................................................................................... 30
3.7 Penentuan Subjek Penelitian.............................................................................. 30
3.8 prosedur penelitian............................................................................................. 30
3.9 alur penelitian..................................................................................................... 31
3.10 Pelaksanaan Penelitian..................................................................................... 31
3.11 Pengambilan Sample........................................................................................ 31
3.12 variable yang diamati....................................................................................... 31
3.1.3 Analisis Statistik............................................................................................. 32
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................................................ 33
4.1 Karakteristik Subyek Penelitian……………………………………………… 33

4.1.1 Distribusi Subyek Penelitian Berdasaarkan Usia....................... 33


4.1.2 Distribusi Subyek Penelitian Berdasaarkan Jenis Kelamin......... 34
4.1.3 Distribusi Subyek Penelitian Berdasaarkan Tingkat Pendidikan..... 34
4.1.4 Distribusi Subyek Penelitian Berdasaarkan Pekerjaan……......... 36
4.1.5 Distribusi Subyek Penelitian Berdasaarkan Lokasi Osteomielitis..... 36
BAB V Kesimpulan Dan Saran…………............................................................................. 39
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 39
5.2 Saran ……………………………………………………………………………. 39

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Gambar

Gambar 2.1 ................................................................................................ 10


Gambar 2.2 ................................................................................................ 13
Gambar 2.3 ................................................................................................. 16

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara normal, tulang merupakan organ yang steril, serta tidak mudah untuk

terjadinya infeksi. Salah satu infeksi yang paling sering di bagian bedah orthopedi adalah

osteomielitis. Osteomielitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan

atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogen

(infeksi yang berasal dari dalam tubuh) (Gomes, 2017). Osteomielitis dapat berupa proses

inflamasi akut atau inflamasi kronik dari tulang dan struktur sekitarnya sekunder karena

infeksi (Ramachandran, 2017). Osteomielitis secara umum merupakan infeksi yang

prosesnya lambat dibandingkan infeksi akut pada kulit otot atau sendi, kadang sulit

dibedakan dengan selulitis (white, 2016). Osteomielitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk

akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang

berjalan dengan cepat.

Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani

dengan baik (Salter, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika, ditemukan sekitar

25% osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Osteomielitis subakut lebih

sering terjadi pada populasi pediatri dengan 5 kasus dari 100.000 anak pertahun pada negara

dengan income yang tinggi dan mungkin dapat lebih tinggi pada negara dengan income

menengah-rendah (Catherine, 2019). Insidensi dari osteomielitis subakut telah meningkat

sejak antibiotik digunakan untuk mengobati osteomielitis. Penyakit ini dilaporkan sekitar

35% dari infeksi primer pada tulang. Menurut Blyth dkk terdapat penurunan insidensi dari

osteomielitis akut dan subakut dengan penurunan insiden yang lebih besar pada osteomielitis

akut. Di afrika timur, osteomielitis subakut adalah bentuk osteomielitis yang paling sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terjadi. Usia rata-rata pasien antara 2-12 tahun denga jenis kelamin yang seragam, tapi secara

umum laki-laki lebih sering dari pada perempuan.

Osteomielitis terjadi setelah adanya inokulasi dan nekrosis tulang. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh trauma tulang, pembedahan atau akibat adanya benda asing yang masuk ke

tulang. Osteomielitis biasanya dapat disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti

oleh bacillus colli. Kecuali salmonella, osteomielitis hematogen biasanya bermanisfestasi

sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat,

perasaan tidak enak, kemerahan dan pembengkakan (Robbin & Kumar, 2000).

Penanganan osteomielitis masih merupakan masalah dalam bidang orthopedi karena

penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat, selain itu juga membutuhkan biaya yang besar,

waktu yang lama, pengalaman yang cukup dari dokter bedah, dan penanganannya sulit

khususnya untuk menangani komplikasi dan resistensi bakteri. Namun, akhir – akhir ini,

morbiditas dan mortalitas infeksi osteomielitis mulai menurun, hal ini dikarenakan oleh

semakin majunya tehnik penanganan kasus infeksi tersebut termasuk penggunaan terapi

antibiotik dan pembedahan. Kunci dalam manajemen penanganan kasus infeksi osteomielitis

adalah penegakkan diagnosis awal, terapi pembedahan, serta pemberian antibiotik yang

sesuai. Pendekatan secara multidisiplin mutlak diperlukan dengan melibatkan ahli bedah

orthopedi, ahli bedah plastik serta peran dari dokter mikrobiologi klinik. Sampai saat ini

debridement dan penggunaan antibiotika intravena maupun oral merupakan terapi yang

dianut untuk mengelola osteomielitis kronis pada umumnya.

Salah satu terapi utama osteomielitis adalah pemberian antibiotik. Antibiotik

merupakan obat yang banyak dipakai oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiogram

adalah uji kepekaan antibiotik yang dilakukan oleh laboratorium mikrobiologi untuk mencari

kemungkinan antibiotik yang dapat dipakai sebagai terapi. Dengan adanya antibiogram maka

dapat digunakan sebagai dasar terapi empirik sebelum hasil kultur didapatkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penyembuhan osteomielitis kronik cukup sulit, karena sering disertai kekambuhan

dan eksaserbasi. Selain itu belum ada penelitian mengenai karakteristik pasien osteomielitis

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM). Oleh karena hal

tersebut maka penelitian ini perlu untuk dilakukan di RSUP HAM guna menjadi pedoman

penentuan terapi antibiotik pada osteomielitis.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah karakteristik demografi dan lokasi osteomielitis pada pasien di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan, tahun 2016 – 2017?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik demografi dan lokasi osteomielitis pada pasien di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2016 – 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik pasien osteomielitis berdasarkan demografi usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan pasien di RSUP HAM tahun 2016-

2017.

2. Mengetahui lokasi tersering terjadinya osteomielitis pada pasien yang terdiagnosis

osteomielitis di RSUP HAM tahun 2016-2017.

1.4 Manfaat

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

tentang kesehatan dan untuk mengetahui bagaimana Karakterisitik secara holistik dari

pasien osteomielitis.

2. Hasil penelitian dapat menambah khasanah wawasan terhadap penyakit Osteomielitis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian berikutnya.

4. Menjadi acuan untuk penatalaksaan klinis pada kasus osteomielitis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteomielitis

2.1.1. Definisi

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon (tulang) dan myelo

(sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi) untuk menggambarkan kondisi

klinis dimana tulang terinfeksi oleh mikroorganisme (Robin, 2000). Osteomielitis

didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala lebih dari 1 bulan (Solomon, 2016).

Osteomielitis dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi di dalam jaringan

lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003). Gambaran patologi dari Osteomielitis

adalah adanya osteoid, pembentukan tulang baru, dan eksudat dari leukosit

polymorphonuclear bersama dengan sejumlah besar dari limfosit, histiosit, dan juga sel

plasma (Lazzarini dkk, 2004). Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadinya

infected nonunion dan Osteomielitis setelah trauma (Gomes dkk, 2013).

2.1.2 Etiologi

Penyebab osteomielitis multifaktor. Adanya kondisi avaskuler dan iskemik pada

daerah infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah dengan tekanan oksigen rendah

sehingga tidak bisa dicapai oleh antibiotik. Rendahnya tekanan oksigen mengurangi

efektivitas bakterisidal dari polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi aerobik menjadi

anaerob (Solomon, 2016). Penyebab tersering osteomielitis termasuk patah tulang terbuka,

penyebaran bakteri secara hematogen, dan prosedur pembedahan orthopaedi yang mengalami

komplikasi infeksi (Chiappini dkk, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Organisme utama penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus, organisme ini

ditemukan baik sendiri maupun kombinasi dengan patogen yang lain pada 65% hingga 70%

pasien. Pseudomonas aeruginosa, penyebab tersering kedua, ditemukan pada 20% hingga

37% pasien. Osteomielitis biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada 32% hingga 70%

pasien. Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi patogen pada pasien dengan

immunocompromised. Adanya implant dapat mendukung terjadinya perlengketan mikroba

dan pembentukan biofilm, dan dapat mengganggu proses fagositosis sehingga mempermudah

terjadinya infeksi. Menghilangkan biofilm dengan cara mengeluarkan implant dan

debridemen jaringan mati diperlukan dalam pengobatan infeksi yang sukses (Gomes, 2013).

Zat-zat yang diproduksi oleh biofilm Staphylococcus aureus dapat memberikan

konstribusi terhadap kehilangan tulang selama osteomielitis dengan cara menurunkan

viabilitas osteoblas dan potensi osteogenik sehingga membatasi pertumbuhan tulang baru dan

meningkatkan resorpsi tulang dengan cara peningkatan ekspresi RANK-L oleh osteoblas

(Wang, 2017).

2.1.3 Patofisiologi

Terdapat tiga mekanisme dasar terjadinya osteomielitis. Osteomielitis hematogen

biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada orang dewasa, kecuali bila

melibatkan tulang belakang. Osteomielitis dari insufisiensi vaskuler sering terjadi pada

diabetes melitus. Contiguous osteomielitis paling sering terjadi setelah terjadi cedera pada

ekstremitas. Berbeda dari osteomielitis hematogen, kedua yang terakhir biasanya dengan

infeksi polimikroba, sering Staphylococcus aureus bercampur dengan patogen lain (Saltoglu

dkk, 2018).

Infected nonunion dan osteomielitis post trauma disebabkan oleh karena kontaminasi

mikroba setelah suatu patah tulang terbuka, luka tusuk, atau pembedahan pada patah tulang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tertutup. Pembentukan biofilm merupakan kunci dari perkembangan infeksi. Biofilm

merupakan suatu kumpulan koloni mikroba yang ditutupi matriks polisakarida ekstraseluler

(glycocalyx) yang melekat pada permukaan implan atau tulang mati (Saltoglu dkk, 2018).

Fokus primer dari osteomielitis akut pada anak-anak terdapat pada metafise. Bila

tidak ditangani, terjadi peningkatan tekanan intramedula dan eksudat menyebar melalui

korteks metafise yang tipis menjadi abses subperiosteal. Abses subperiosteal dapat menyebar

dan mengangkat periosteum sepanjang diafise. Nekrosis tulang terjadi karena kehilangan

aliran darah akibat dari peningkatan tekanan intramedulari dan kehilangan suplai darah dari

periosteal. Bagian yang avaskular dari tulang yang dikenal sebagai sequestrum, dan seluruh

panjang dari tulang dapat menjadi sequestrum. Fragmen ini menjadi tempat berkumpulnya

mikroorganisme disebut sebagai sequestrum dan dapat terjadi episode infeksi klinis yang

berulang. Abses dapat keluar melalui kulit, membentuk sinus. Respon pasien dibentuk oleh

periosteum sebagai usaha memagari atau menyerap sequestrum ini dan mengembalikan

stabilitas, disebut involucrum (Ma dkk, 2018, Delpozo, 2018).

2.1.3.1 Osteomielitis Akut

Salah satu dari kebanyakan penyakit inflamasi yang serius pada system

musculoskeletal adalah Osteomielitis Hematogen Akut. Osteomielitis Hematogen Akut

merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogenik,

dimana bakteri penyebab berasal dari fokus infeksi di tempat lain dan menyebar melalui

sirkulasi darah (salter, 2008).

Osteomielitis akut merupakan infeksi piogenik yang secara cepat membuat kerusakan

pada tulang dan sumsum tulang, biasanya menyebar melalui aliran darah dari focus tempat

lain, tampak sering pada bayi dan anak-anak, mulai pada metafise tulang panjang yang

sedang aktif tumbuh dan terus berkembang yang mungkin akhirnya dapat berakibat fatal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Osteomilitis Hematogen Akut terutama penyakit yang mengenai tulang yang sedang tumbuh,

oleh karena itu, sering pada anak-anak. Anak laki-laki menderita tiga kali lebih banyak dari

pada anak perempuan. Tulang panjang yang sering terkena infeksi adalah femur, tibia,

humerus, radius ulna, fibula, dan daerah yang terkena adalah daerah metafise. Hal ini

mungkin disebabkan keunikan pembuluh darah dan aliran darah yang lambat pada daerah

tersebut selama masa anak-anak.

Pada awal era penggunaan terapi dengan antibakteri, terdapat penurunan yang tajam

dari insiden penyakit ini, dan beberapa klinisi optimis penyakit ini akan musnah, akan tetapi

insiden penyakit ini kembali ke level sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh timbulnya strain

bakteri yang resisten terhadap antibiotic ( khususnya staphylococcus ) dan kegagalan banyak

klinisi untuk mengerti dan menggunakan prinsip-prinsip terapi bedah dan antibakteri pada

infeksi tulang dan sendi.

Staphylococcus aureus sejauh ini merupakan bakteri penyebab osteomielitis

hematogen akut paling banyak, kurang lebih 90% kasus. Selain itu kadang-kadang

disebabkan oleh streptococcus atau pneumococcus terutama pada anak-anak yang lebih kecil,

sedangkan haemophilus influenza hampir sudah tidak ada lagi sebagai penyebab oleh karena

perkembangan serta pemberian vaksin yang efektif.

Faktor predisposisi Osteomielitis Hematogen Akut adalah :

 Umur : terutama mengenai bayi dan anak-anak

 Jenis kelamin : lebih sering pada anak laki-laki daripada anak wanita dengan

perbandingan 4:1.

 Trauma : terutama trauma pada daerah metafise

 Lokasi : terutama pada daerah metafise, karena tempat aktif pertumbuhan tulang

 Nutrisi, lingkungan, daya tahan tubuh serta adanya focus infeksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus infeksi dari tempat lain dalam tubuh

pada fase bakteriemia dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk

ke dalam juksta epifisis pada daerah metafise tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi

hiperemi dan edema disertai pembentukan pus yang menyebabkan tekanan dalam tulang

bertambah sehingga sirkulasi darah terganggu yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.

Disamping itu terdapat juga proses lain yaitu pembentukan involucrum dengan jaringan

sekuestrum di dalamnya, terutama pada anak-anak, dan terlihat jelas pada akhir minggu

kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus dari involucrum keluar

melalui lubang atau sinus ke jaringan lunak dan kulit sekitar (salter, 2008).

Infeksi bakteri ke tulang dapat terjadi karena inokulasi langsung, penyebaran

hematogen atau invasi lokal dari tempat infeksi lain. Fisis yang avaskuler membatasi

penyebaran infeksi ke epifise kecuali pada neonatus dan bayi. Pembuluh darah menyebrang

fisis hingga umur 15 hingga 18 bulan, berpotensi terjadinya septic arthritis. Hal ini dapat

terjadi sekitar 75% dari kasus osteomielitis neonatus (Jorge dkk, 2017).

Setelah terinfeksi, osteomielitis mendestruksi tulang secara progresif dan terjadi

sequestrum. Pada stadium ini, debridemen dengan pembedahan menjadi pilihan terapi.

Adanya implant pada lokasi infeksi dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat

pengobatan yang sukses (Jorge, 2017).

Komplikasi dini dari osteomielitis akut diantaranya : 1) kematian karena sepsis, 2)

pembentukan abses, 3) septik arthtritis terutama di sendi panggul. Komplikasi lanjut

termasuk : 1) osteomielitis kronik, 2) fraktur patologis, 3) kontraktur sendi, 4) gangguan

pertumbuhan tulang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.3.2 Osteomielitis Subakut

Kondisi ini tidak lagi jarang, di beberapa negara insidensi ini setara dengan

osteomielitis akut, lokasi terbanyak pada proximal dan distal tibia, klasifikasi anatomis

(metafisis dengan atau tanpa erosis kortikal, korteks diafisis atau periosteal, epifisis dan

vertebra ) menurut (Roberts dkk 1980) masih tetap sangat berguna.

Ciri khas pada sub akut osteomielitis adalah terdapat kavitas di tulang cancellous,

terbanyak pada metafisis tibia, mengandung cairan seropurulent yang kental, kavitas di

kelilingi oleh jaringan granulasi yang tergabung dari akut dan kronik sel peradangan, sekitar

dari trabekula tulang sering kali menebal, sering kali membuat gambaran erosis pada epifisis.

Pasien khususnya anak dan remaja yang pernah mengalami nyeri pada sendi besar untuk

beberapa minggu atau bulan, terdapat pembengkakan dan sulit berjalan, nyeri pada tekan,

suhu tubuh biasanya normal, pada hasil laboratorium seringkali leukosit normal dan

sebaliknya Laju endap darah meningkat. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan bentuk oval

radiolusent “kavitas” 1-2 cm pada diameter, seringkali terlihat pada tibia dan femoral di area

metafisis, tetapi dapat juga terjadi di epifiis tulang cuboid (kalkaneus), kavitas di kelilingi

oleh halo yang sklerotik ( khas untuk Brodie Abscess), Lesi pada metafisi membuat sedikit

reaksi periosteal atau bisa tidak sama sekali, lesi diafisis seringkali dihubungkan pada formasi

pembentukan tulang periosteal dan penebalan pada penebalan kortikal, jika korteks tererosis

maka seringkali terjadi salah diagnosis menjadi tumor yang malignant, pada pemeriksaan

radioisotop terdapat peningkatan aktifitas.

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dari pemeriksaan klinis dan radiologi, jika

didapatkan cairan maka dapat dilakukan kultur pada bakteri dengan organisme dengan

penemuan tersering pada staphylocccus aureus. Penatalaksanaan mungkin dapat berupa

konservatif, penggunaan imobilisasi dan antibiotik berupa fluclaxacillin dan asam fusidic

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


intravena selama 3-5 hari dan di lanjutkan dengan oral selama 6 minggu seringkali

menghasilkan kesembuhan. Jika diagnosis sulit di tegakan dapat melakukan kultur biopsi dan

kuretase di waktu bersamaan denan diikuti pemberiaan antibiotik setelahnya.

2.1.3.3 Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronik adalah kelanjutan diagnosis terbengkalai dari osteomielitis akut

dan kegagalan terapi dari osteomielitis akut, saat ini, seringkali dikarenakan fraktur terbuka

dan pasca operasi, organisme yang seringkali menginfeksi (Staphilococus Aureus, Esherichia

Coli, Streptococcus Pyogenes, Proteus Morabilisdan Pseudomonas aeruginosa). Pada

penggunakan implant sering kali di temukan staphilococus epidermidis.

Osteomielitis kronik seringkali di sebabkan karena tidak terobati secara menyeluruh,

atau imun dari host yang terkompromi, kurangnya penetrasi dari pembuluh darah, tulang

yang mati pada area infeksi, bakteri di bungkus oleh protein-polysaccharida (Glycocalyx)

yang membungkus / melindungi dari antibiotik, atau di dapatkan penyakit penyerta seperti

diabetes mileuts, penyakit vaskular perifer, infeksi kulit, malnutrisi, lupus erythematosus atau

defisiensi dari immun, hal predisposisi yang tersering adalah fraktur terbuka atau operasi

pada tulang, infeksi bisa terjadi karena prostetik.

Tulang hancur dan tidak vital di area dari infeksi atau lebih luas pada lapisan luar atau

implant, kavitas mengandung pus dan tulang mati (Sequestrum) yang di kelilingi oleh

jaringan vaskular dan jaringan yang sklerotik, terbentuk nya involuvrum atau tulang baru

yang meliputi area sequstrum sehingga membuat tulang menjadi tidak vital. Pasein seringkali

mengeluh nyeri, demam dan kemerahan pada area infeksi disertai dengan nyeri tekan,

seringkali terdapat pus seropurulent, pada post trauma osteomielitis tulang akan tidak

terbentuk dan tidak menyatu.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selama masa akut Laju endap darah, C reactive Protein dan leukosit mungkin

meningkat sangat di butuhkan untuk mendiagnosis osteomielitis, Penggunan kultur pada

cairan yang keluar dari sinus sangat menolong untuk menentukan karakteristik dari bakteri

Kronik osteomielitis yang berkelanjutan dari akut osteomielitis

Antibiotik di ginakan untuk eradikasi, di berikan 4-6 minggu ( dimulai dari awal

terapi sampai akhir debridement) penggunaan di gunakan sebelum dan sesudah dilakukan

debridemen, jika antibiotik yang di berikan masuih tidak memeberikan hasil maka di lakukan

pemberiaan antibiotik 4 minggu kemudian. Sinus dapat tidak nyeri dan dilakukan penutupan

luka yang baik, pemberian salep antibiotik di gunakan untuk pada luka, atau di lakukan insisi

dan drainase

Komplikasi dari osteomielitis kronik yang persisten diantaranya : 1) kontraktur sendi,

2) fraktur patologis, 3) penyakit amiloid, 4) tranformasi maligna menjadi karsinoma

epidermoid dari jalur sinus yang menetap selama bertahun-tahun.

2.1.4.Klasifikasi

Klasifikasi oleh Cierny-Mader berdasarkan pada karakteristik anatomi dari tulang

dan fisiologi dari inang. Debridemen osteomielitis ditentukan dari evaluasi karakteristik

anatomi. Dengan memperhatikan karakteristik fisiologi baik lokal maupun sistemik, dapat

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


membantu mengidentifikasi potensi masalah. Optimalisasi kondisi pasien sebelum operasi

dan hindari prosedur rekonstruksi kompleks pada pasien yang bermasalah (Cierny dkk,

2003).

Terdapat empat tipe anatomi dari osteomielitis: medula, superfisial, lokal dan difus

(Tabel 2.1). Osteomielitis medula (type I) melibatkan permukaan intramedula. Osteomielitis

superfisial (type II) melibatkan permukaan tulang. Ini disebabkan oleh infeksi langsung

ketika permukaan tulang berdekatan dengan luka jaringan lunak. Osteomielitis lokal (type III)

melibatkan seluruh tebal korteks dan menyebar ke kanal intramedula, namun pengeluaran

sequestrum dengan pembedahan tidak mempengaruhi stabilitas tulang. Osteomielitis difus

(type IV) melibatkan tulang secara melingkar, membutuhkan reseksi tulang dan stabilisasi.

Instabilitas pada osteomielitis difus, dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah debridemen.

Infectednonunions, yang melibatkan osteomielitis difus, memberikan tantangan paling besar

(Cierny dkk, 2003).

Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B, atau C berdasarkan adanya

faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar pada hasil akibat dari interaksi

mikroorganisme dan inang. Tipe A mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi

lokal yang baik dan respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan. Tipe B

dibagi menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam penyembuhan luka dan respon

terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes

mellitus, penggunaan alkohol, malnutrisi, penyakit reumatologi atau status

immunocompromised (infeksi HIV, terapi imunosupresif), dapat mengurangi kemampuan

sistem imun. Defisiensi lokal dapat disebabkan oleh penyakit arteri, stasis vena, radiasi, bekas

luka, atau merokok yang dapat mengurangi vaskularisasi (Tabel 2.2). Cedera awal dan

pembedahan yang menyertai sering berakhir dengan fragmen tulang yang avaskuler dan

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bekas luka pada jaringan diatasnya. Pada inang tipe C, faktor lokal dan sistemik begitu

beratnya sehingga bahaya dari terapi melebihi penyakit itu sendiri (Cierny dkk, 2003).

Tabel 2.1. Klasifikasi Osteomielitis Menurut Cierny-Mader Kelas Anatomi (Cierny

III dkk, 2003)

Tipe Anatomi

Tipe I Osteomielitis Medula

Tipe II Osteomielitis Superfisial

Tipe III Osteomielitis Lokal

Tipe IV Osteomielitis Difus

Tabel 2.2. Klasifikasi Osteomielitis Menurut Cierny-Mader Kelas Fisiologi (Cierny

III dkk, 2003)

Kelas Fisiologi

Host – A Sistem imun baik

Host – B Sistem imum terganggu baik lokal (BL)

atau sistemik (BS)

Host – C Membutuhkan supresif atau tidak ada

terapi,terapi lebihburuk dari

penyakitnya, Bukan Kandidat

pembedahan.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.1. Klasifikasi anatomi dari osteomielitis menurut Cierny-Made

(Cierny III dkk, 2003)

Tabel 2.2. Faktor sistemik atau lokal yang mempengaruhi imun, metabolisme

dan vaskularisasi lokal (Cierny III dkk, 2003)

Sistemik Lokal

Malnutrisi Limfedema kronik

Gagal hati, gagal ginjal Stasis vena

Penyalahgunaan Gangguan pembuluh

alkohol darah

Utama

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Defisiensi imun Arteritis

Hipoksia kronis Bekas luka yang luas

Keganasan Fibrosis akibat radiasi

Diabetes mellitus

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pasien dapat menderita nyeri pada daerah yang terkena, eritema, bengkak dan

terdapat sinus. Demam biasanya tidak ditemukan pada osteomielitis. Oleh karena infeksi

biasanya tenang, diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam diagnosis, terutama pada pasien

dengan atrophic nonunion setelah patah tulang terbuka atau fiksasi internal dari patah tulang

tertutup. Pada sekitar 0.2% hingga 1.6% pasien, sinus yang kronik dapat berakhir pada

metaplasia pada epitel traktus sinus, tranformasi ganas dan pembentukan squamous cell

carcinoma (Marjolin’s ulcer) ( Lo C, 2017).

Osteomielitis multifokal kronis merupakan kondisi yang jarang dengan penyebab

yang belum diketahui. Gambaran klinis berupa lemas yang memberat, nyeri lokal dan nyeri

tekan pada tempat infeksi. Lesi tulang dapat muncul berurutan dengan lokasi predominan

pada metafise tulang panjang, dapat juga melibatkan bagian medial clavicula, korpus vertebra

atau sendi sacroiliakus. Lesi tulang sering berulang dan dapat simetris (Fucuta, 2016).

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) merupakan tanda dari proses

inflamasi, baik disebabkan oleh infeksi maupun tidak. Keduanya dapat meningkat sekitar

64% pada pasien osteomielitis kronis. Hitung sel darah putih (WBC) sering normal pada

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebagian besar pasien dengan osteomielitis kronik atau infected nonunion. Pemeriksaan

rontgen dapat menunjukan daerah yang mencurigakan terhadap infeksi, berupa resorpsi

tulang, sequestrum, pembentukan tulang baru pada periosteal atau endosteal dan iregularitas

korteks. Gambaran sequestrum pada rontgen dapat dilihat pada gambar 2.2.(A). CT scan

menjelaskan tulang lebih detail, adanya sequestrum dan perubahan kecil seperti erosi atau

kerusakan korteks, reaksi periosteal atau endosteal, dan fistula intraoseus. Magnetic

resonance imaging (MRI) dapat dipercaya untuk mendeteksi perubahan pada sum-sum tulang

akibat dari infeksi. Ini merupakan modalitas dengan sensitivitas tinggi untuk menilai pasien

dengan osteomielitis. Peningkatan cairan sekunder karena edema atau hyperemia menunjukan

penurunan sinyal sum-sum tulang pada T1, dan peningkatan sinyal pada T2. Erdman dkk

menggunakan MRI untuk mengevaluasi 110 pasien yang dicurigai menderita osteomielitis

dan mendapatkan sensitivitas sebesar 98% dan spesifisitas sebesar 75% ( Buckley, 2015).

Gambar 2.2. Osteomielitis tulang tibia. (A). Tampak pada rontgen sudah terbentuk

involucrum. (B). Bagian tulang sudah avaskuler. (C). Bagian tulang sangat mudah

diangkat (wang, 2017)

Standar baku untuk diagnosis infeksi yaitu mengisolasi patogen dari kultur.

Pengecatan Gram dapat juga membantu. Pemberian antibiotik sebelumnya atau penanganan

yang salah saat mengambil spesimen dapat mengganggu pertumbuhan kuman. Kultur yang

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diambil dari swab luka dan biopsi dengan jarum pada tempat infeksi tidak cukup untuk

menentukan patogen. Perry dkk melaporkan bahwa swab luka dan biopsi jarum

mengidentifikasi patogen yang sama dengan pada spesimen saat debridemen sebesar 62%

dan 55% dari pasien, secara berurutan (Fucuta dkk, 2017).

2.1.7. Diagnosis

Diagnosa osteomielitis ditegakkan melalui tampilan klinis dan hasil laboratorium,

pemeriksaan bakteriologi dan histologi, dan pemeriksaan radiologi. Produksi nanah pada

luka, nyeri, eritema adalah tampilan klinis yang sering dijumpai. Pada pemeriksaan

laboratorium, laju endap darah (LED) dan C reaktive protein (CRP) dapat meningkat. Nilai

leukosit biasanya meningkat namun kadang dapat juga normal. Pemeriksaan Radiologi secara

komplit meliputi pemeriksaan rontgen, CT scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

sangat membantu dalam analisis dan diagnosis osteomielitis (Buckley, 2015).

Kultur bakteri dapat menunjukan pertumbuhan yang positif dan mungkin dapat

dipengaruhi oleh durasi kultur, penggunaan antibiotik sebelum kultur, dan strain bakteri yang

memiliki aktivitas biofilm. Studi terbaru menunjukan bahwa positive rate untuk kultur sekitar

64,4 % dengan durasi kultur normal (5 hari) (Wang dkk, 2017).

2.1.8. Tatalaksana

Tahap pertama penanganan osteomielitis adalah membuat diagnosis. Karena

diagnosis banding pada pemeriksaan radiologi termasuk neoplasma, sering diperlukan biopsi.

Setelah menegakkan diagnosis, penanganan osteomielitis adalah pembedahan. Sangat penting

untuk memperbaiki status fisiologi inang melalui nutrisi yang baik, koreksi anemia, dan

terapi infeksi lain yang ada (Delpozo, 2017).

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Manajemen osteomielitis dan infected nonunions termasuk kontrol infeksi dengan

debridemen dan antibiotik, stabilisasi fraktur, penanganan defek dengan tujuan memperoleh

union tulang yang aseptik. Penyelamatan ekstremitas pada osteomielitis yang difus terdiri

dari debridemen, stabilisasi tulang, pemberian antibiotik sistemik dan lokal, penutupan

jaringan lunak, dan manajemen patah tulang yang belum union serta defek tulang (Salter,

2008).

Tahap pertama : Debridemen, Stabilisasi Tulang dan Terapi Antibiotik

1. Debridemen

Ahli bedah Perancis yang mempopulerkan istilah “débridement,” yang artinya

memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka. Saat ini istilah tersebut digunakan

untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan eksisi jaringan yang rusak. Untuk

menentukan jaringan mana yang akan di eksisi, ahli bedah mengidentifikasi otot yang

masih hidup dengan bantuan 4 C: contraction (kontraksi saat dijepit), consistency (tidak

lunak), capillary bleeding saat dipotong, dan color (warna merah, bukan pucat atau

gelap) (Bowyer, 2006).

Tahap pertama dimulai dengan debridemen tulang yang nekrotik dan terinfeksi

secara radikal termasuk kulit dan jaringan lunak. Untuk memastikan semua fokus infeksi

sudah dibuang, debridemen dilakukan hingga berdarah, jaringan yang hidup harus

terdapat pada batas reseksi. Tulang yang hidup ditandai dengan titik-titik perdarahan

(paprika sign). Debridemen harus radikal dan tidak dibatasi oleh kekhawatiran membuat

defek tulang atau jaringan lunak seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 (Chiappini, 2016,

gomez, 2013).

Bila terdapat jaringan lunak yang sehat untuk menutup luka dan pembentukan

involucrum yang cukup, sequestrektomi, drainase, debridemen jaringan nekrotik dan

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


irigasi yang banyak harus dikerjakan. Perhatian harus diberikan untuk tidak merusak

jaringan lunak diatas periosteum dan mengangkat jaringan tulang mati. Periosteum

sebaiknya diinsisi secara longitudinal untuk membuang sequestrum. Meninggalkan

sequestrum di dalam involucrum tidak dianjurkan karena dapat membentuk tempat

pertumbuhan bakteri. Periosteum harus dipertahankan dan dijahit membentuk struktur

tubuler. Imobilisasi sangat penting setelah operasi. Pemasangan gips dapat membantu.

Debridemen dengan pembedahan merupakan hal penting dalam penanganan

osteomielitis selain antibiotik dan imobilisasi pada anak-anak (Ramachandran, 2017).

Debridemen agresif menggunakan high-speed, saline-cooled burr diperlukan

untuk membuang jaringan tulang yang nekrotik. Osseous laser Doppler flowmetry

dengan nilai lebih dari 100 mV digunakan untuk meyakinkan tulang yang tersisa masih

viabel, level normal pada tulang kortikal adalah 100 mV (Buckley, 2015).

Infeksi kronik sulit ditangani dengan cara tanpa pembedahan. Untuk mencegah

kekambuhan, biofilm harus dieksisi dan luka harus di revitalisasi. Luka yang hidup,

bersih dan dapat dikendalikan sangat diperlukan untuk keberhasilan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil termasuk kesehatan inang, ekstensi dari jaringan nekrotik, lokasi

dari infeksi, dan keterbatasan karena penyakit. Pemilihan pasien untuk penyelamatan

ekstremitas, amputasi ataupun paliatif diperlukan pada faktor tersebut (Ramachandran,

2017).

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.3. Debridemen radikal terhadap semua jaringan mati dan terinfeksi

(A). Debridemen yang kurang baik. (B). Debridemen yang baik. (C). Pemberian

bonegraft untuk menutup defek (Buckley, 2015)

2. Stabilisasi tulang

Stabilisasi tulang pada fraktur nonunion diperlukan untuk kontrol infeksi.

Namun, dengan adanya fiksasi interna, mikroorganisme dilindungi oleh biofilm yang

melekat pada permukaan implan. Oleh karena itu, keputusan untuk mempertahankan

atau mengeluarkan implant yang terinfeksi berbeda-beda untuk setiap pasien,

bergantung pada beberapa faktor yaitu status penyambungan tulang, stabilitas yang

disediakan oleh implant, lokasi fraktur, dan waktu sejak dilakukan fiksasi fraktur

(Patzakis dkk, 2005).

3. Antibiotik lokal

Ruangan kosong yang terjadi akibat debridemen dapat diisi oleh

polymethylmethacrylate (PMMA) beads yang dikombinasi dengan antibiotik, seperti

tobramycin, vancomycin, atau antibiotik spesifik lainnnya yang tahan panas dan

tersedia dalam bentuk serbuk. Penggunaan PMMA beads dengan antibiotik lokal

dapat mengurangi insiden infeksi pada patah tulang terbuka yang berat. Bila perlu,

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


debridemen ulang dapat dilakukan setelah 24 hingga 48 jam berdasarkan tingkat

kontaminasi dan kerusakan jaringan lunak.

Konsentrasi antibiotik lokal yang tinggi dan rendahnya level sistemik

meningkatkan kerja terhadap patogen dan mengurangi efek sistemik. Jumlah yang

direkomendasikan per 40 g PMMA adalah 2.4 hingga 4.8 g tobramycin, dan

vancomycin. Antibiotic-impregnated beads digunakan bila terdapat ruangan kosong

dan revisi akan dikerjakan, seperti debridemen ulang, penutupan jaringan lunak dan

bone graft. Bila memungkinkan, defek dapat diisi dengan flap otot. Selain itu, beads

dapat digunakan sebagai pengisi dibawah flap hingga digantikan oleh bone graft pada

prosedur berikutnya.

Banyak antibiotik mempunyai penetrasi yang buruk ke dalam tulang.

Antibiotic beads, sebaliknya menyediakan konsentrasi antibiotik lokal yang tinggi,

tidak bergantung pada aliran darah ke dalam tulang (Buckley, 2015).

Pada patah tulang tertutup, konsentrasi tinggi antibiotik dari antibiotic-

impregnated polymethylmethacrylate (PMMA) beads dapat menghilangkan koloni

biofilm. Lebih lanjut, antibiotic-impregnated polymethylmethacrylate (PMMA) beads

dapat mengisi ruangan kosong (spacer effect). Setelah penyembuhan luka, depot dapat

dibuang dan dapat dilakukan rekonstruksi sebagai pembedahan yang bersih. Beads

menutupi ruangan kosong sehingga mencegah akumulasi hematom yang dapat

berpotensi sebagai tempat infeksi. Beads antibiotik juga dapat mengurangi

pembentukan jaringan parut pada defek tulang. Bila infeksi menetap, debridemen

ulang, kultur dan pergantian beads antibiotik dapat dikerjakan beberapa hari atau

minggu kemudian. Setelah infeksi telah terkontrol, beads dikeluarkan. Untuk kasus

non union, bone graft dapat ditempatkan pada daerah beads (Ramachandran, 2017).

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Antibiotik sistemik

Pemberian secara intravena biasanya diberikan selama 4 sampai 6 minggu dan

dapat dikerjakan pada pasien rawat jalan. Manajemen dengan periode yang lebih

singkat dari terapi intravena (hingga 1 minggu), diiikuti oleh antibiotik oral selama 6

minggu, sukses dicatat pada 91% pasien (Ramachandran, 2017).

Tahap dua : manajemen luka

Bergantung pada ekstensi dari infeksi, penundaan atau penutupan luka primer

dapat dikerjakan pada pasien dengan jaringan lunak yang cukup. Debridemen ulang

sering diperlukan. Dengan adanya jaringan yang rusak, penutupan dapat di capai

dengan flap lokal atau free flap, tergantung pada lokasi dan ekstensi defek jaringan

lunak.

Penutupan luka primer setelah debridemen yang cermat tidak berhubungan

dengan peningkatan resiko infeksi, dapat mencegah kontaminasi sekunder dan dapat

mengurangi morbiditas, lama dirawat dan biaya. Akan tetapi dapat berpotensi

terjadinya clostridial myonecrosis, yang dapat berakhir bukan hanya hilangnya

ekstremitas tetapi juga kehilangan nyawa.

Negative pressure wound therapy (NPWT) telah menjadi terapi tambahan yang

penting pada manajemen luka trauma dan insisi pembedahan yang berhubungan

dengan trauma musculoskeletal. Mekanisme kerja NPWT termasuk stabilisasi

lingkungan luka, mengurangi edema, meningkatkan perfusi jaringan, dan stimulasi

sel-sel pada permukaan luka. NPWT menstimulasi jaringan granulasi dan

angiogenesis dapat mendukung penutupan primer dan mengurangi kebutuhan untuk

transfer jaringan. Sebagai tambahan, NPWT mengurangi kontaminasi bakteri gram

negatif (White, 2016).

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tahap Tiga : Manajemen defek tulang dan fraktur nonunion

1. Bone Graft

Bone graft dari iliac crest dapat digunakan untuk penanganan defek tulang

hingga 6 cm. Bone graft dikerjakan bila jaringan lunak penutup sudah sembuh,

adanya flap yang viabel dan infeksi telah terkontrol, biasanya dalam 6 hingga 8

minggu setelah transfer otot (white, 2016).

2. Kultur dan hitung koloni kuman

Perhitungan secara kuantitatif koloni Staphylococcus aureus per gram tulang

tibia dapat dihitung pada sampel penelitian. Setelah kelinci di korbankan, tulang tibia

dibersihkan dari semua jaringan lunak. Implan didalam sum-sum tulang dikeluarkan,

kemudian diambil metafise tulang tibia proximal.

Fragment tulang metafise kemudian di gerus dan dibuat bubuk. Hasil akhirnya

kemudian ditimbang. Kemudian dilakukan penambahan cairan NaCl 0,9 % ke bubuk

tulang dengan perbandingan 3:1 (3 mL NaCl/g tulang) dan kemudian suspensi diaduk

selama 5 menit ) (Kumar, 2017).

Dibuat 5 suspensi, dengan pengenceran kelipatan 10 dengan campuran cairan

salin-tulang. Dua puluh mikroliter sampel dari setiap 5 pengenceran ditanamkan pada

plat agar darah dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dihitung

colony forming units (CFU) per gram tulang. CFU kemudian dihitung pada setiap

sampel tulang tibia. Log rata-rata dari CFU pada kelima plat dan rata-rata konsentrasi

Staphylococcus aureus pada setiap grup perlakuan dihitung (Shirtliff dkk, 2002).

Berikut cara menghitung dan melaporkan hasil kultur secara kuantitatif :

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.3. Konversi perhitungan kuantitatif koloni kuman (Kumar, 2017)

Derajat pertumbuhan Jumlah koloni Jumlah yang

(CFU/gram) Dilaporkan

Tabung I (10-1) N N x 101

Tabung II (10 -2) N N x 102

Tabung III (10 -3) N N x 103

Tabung IV (10 -4) N N x 104

Tabung V (10 -5) N N x 105

2.2 Bakteri

2.2.1 Definisi

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung

inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi

tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA

bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak

mempunyai intron dan hanya tersusun atas akson saja. Bakteri juga memiliki DNA

ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler

(Kumar, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah:

1. Sumber energi, yang diperlukan untuk reaksi – reaksi sintesis yang

membutuhkan energi dalam pertumbuhan dan restorasi, pemeliharaan

keseimbangan cairan, gerak dan sebagainya.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Sumber karbon

3. Sumber nitrogen, sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-asam nukleat

4. Sumber garam-garam anorganik, khususnya folat dan sulfat sebagai anion; dan

potasium, sodium magnesium, kalsium, besi, mangan sebagai kation

5. Bakteri-bakteri tertentu membutuhkan faktor-faktor tumbuh tambahan, disebut

juga vitamin bakteri, dalam jumlah sedikit untuk sintesis metabolik esensial

(Kumar, 2012).

2.2.2 Klasifikasi Bakteri

Untuk memahami beberapa kelompok organisme, diperlukan klasifikasi. Tes

biokimia, pewarnaan gram, merupakan kriteria yang efektif untuk klasifikasi. Hasil

pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding

sel), sehingga dapat membagi bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan

bakteri Gram-negatif.

1. Bakteri Gram-Negatif

a. Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea).

Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan binatang.

Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter,

Klebsiella, Serratia, Proteus). Beberapa organisme seperti Escherichia coli

merupakan flora normal dan dapat menyebabkan penyakit, sedangkan yang lain

seperti salmonella dan shigella merupakan patogen yang umum bagi manusia.

b. Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain. Pseudomonas aeruginosa

bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan

daya tahan tubuh dan merupakan patogen nosokomial yang penting.

c. Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan Bakteri lain yang berhubungan.

Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif yang tersebar

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan permukaan air. Aeromonas

banyak ditemukan di air segar dan terkadang pada hewan berdarah dingin.

d. Haemophilus , Bordetella, dan Brucella. Gram negatif Hemophilis influenza tipe b

merupakan patogen bagi manusia yang penting.

e. Yersinia, Franscisella dan Pasteurella. Berbentuk batang pendek Gram-negatif yang

pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase positif, dan merupakan

bakteri anaerob fakultatif (Kumar, 2014).

2. Bakteri Gram-Positif

a. Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillus dan Clostridium.

Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk spora, sehingga dapat hidup di

lingkungan selama bertahun-tahun. Spesies Basillus bersifat aerob, sedangkan

Clostridium bersifat anaerob obligat.

b. Bakteri Gram-positif Tidak Membentuk Spora: Spesies Corynebacterium, Listeria,

Propionibacterium, Actinomycetes. Beberapa anggota genus Corynebacterium dan

kelompok Propionibacterium merupakan flora normal pada kulit dan selaput lendir

manusia.

c. Staphylococcus

Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang tidak teratur seperti anggur.

Beberapa spesies merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir, yang

lain menyebabkan supurasi dan bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang

patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan

berbagai enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis

adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

saprophyticus.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


d. Streptococcus

Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang mempunyai pasangan atau

rantai pada pertumbuhannya. Beberapa streptococcus merupakan flora normal

manusia tetapi lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies

diantaranya; Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae, dan jenis

Enterococcus (Kumar, 2014).

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik pasien

osteomielitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan, tahun

2016 – 2017.

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Waktu Penelitian : Mulai dari Januari 2016 - Desember 2017. Tempat Penelitian

adalah RSUP Haji Adam Malik, Medan.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien osteomielitis yang datang berobat di

tempat penelitian yang sudah ditentukan.

1. Populasi pada penelitian ini adalah pasien osteomielitis pada semua usia dan jenis

kelamin.

2. Sampel penelitian dalam bentuk data nominal

3. Sampel berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosa osteomielitis di instalasi

rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik total sampling (Sugiono, 2009), dimana

pengambilan sampel didasarkan jumlah total populasi atau sampel yang ada yaitu semua

pasien dengan diagnosa osteomielitis di instalasi rawat inap dan di RSUP Haji Adam Malik

periode Januari 2016 - Desember 2017.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5 Kriteria Subjek Penelitian

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien semua usia

2. Pasien dengan diagnosis osteomielitis di RSUP H. Adam Malik.

3. Pasien yang terdata di rekam medik 2016-2017

3.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan infeksi osteomielitis granulomatosa.

3.6 Batasan Operasional

1. Pada penelitian ini, akan diteliti tentang karakteristik demografi pasien osteomielitis

berupa:

a. Usia : dibawah 18 tahun dan sesudah 18 tahun.

b. Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan.

c. Pendidikan : pendidikan sebelum perguruan tinggi dan pendidikan

perguruan tinggi.

d. Pekerjaan : bekerja dan tidak bekerja.

2. Penelitian ini juga akan meneliti karekteristik lokasi anatomis yang paling sering

terjadi osteomielitis.

3.7 Penentuan Subjek Penelitian

Semua penderita osteomielitis yang berkunjung ke instalasi inap di RSUP. H. Adam

Malik Medan yang telah ditegakkan diagnosis osteomielitis dan memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi pada pasien yang bersedia.

3.8 Prosedur Penelitian

1. Peneliti meminta Ethical Clearence kepada Komite Etik Penelitian FK USU.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Melakukan penelusuran data pasien osteomielitis tahun 2016- 2017.

3. Mengambil data rekam medik terhadap semua pasien yang terdiagnosis osteomielitis.

4. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.9 Alur Penelitian

•Kriteria Mengolah
inklusi data
Sampel Sampel Sampel Analasis Data
•kriteria rekam
eksklusi medik

Gambar 3.1: Alur penelitian

3.10 Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini sampel yang akan diambil melalui metode total sampling.

3.11 Pengambilan Sampel

Penelitian dengan memeriksa data dari Rekam Medik RSUP HAM selama 2 tahun

dari bulan Januari 2016 – Desember 2017.

3.12 Variabel yang Diamati

1. Demografi pasien :

a. Usia

b. Jenis

c. Kelamin

d. Pendidikan

e. Pekerjaan

2. Lokasi osteomielitis

a. Lokasi tulang panjang

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Lokasi selain tulang panjang

3.13. Analisis Statistik

Hasil penelitian dikumpulkan dan dinyatakan sebagai mean ± SD. Hasilnya dianalisis

dengan menggunakan Paket Statistik SPSS versi 17 (Perangkat Lunak SPSS, SPSS Inc.,

Chicago, AS). Analisis data deskriptif dilakukan dengan menggunakan frekuensi, mean dan

median data yang relevan. Seluruh data diolah menggunakan program komputer SPSS versi

17 dan hasil ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel, dan gambar.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019. Pengumpulan data penelitian

dilakukan di Instalasi rekam medis RSUP Haji Adam Malik pada pasien osteomielitis yang

datang berobat di tempat penelitian yang sudah ditentukan yaitu pada periode Januari 2016 –

Desember 2017. Data rekam medis RSUP Haji Adam Malik sebanyak 51 pasien

Osteomielitis.

4.1. Karaktristik subyek penelitian

Karakteristik subyek penelitian akan dilaporkan berdasarkan distribusi dermografik

yaitu jumlah pasien osteomieltis berdasarkan, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pekerjaan dan lokasi anatomis terjadinya osteomielitis.

4.1.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia

Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia

No Kelompok usia n %
1 <18 tahun 9 17,6
2 >18 tahun 42 82,4
Total 51 100

Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berada pada kelompok usia

< 18 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (17,6 %) dan pada kelompok usia > 18 tahun yaitu

sebanyak 42 pasien ( 82,4%) yang berarti pada pasien osteomyelitis lebih banyak terjadi pada

pasien berusia dewasa.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indira et al(2016) bahwa

osteomyelitis kronis paling banyak terjadi pada masa remaja akhir yaitu rentang usia 17

sampai 25 tahun sebanyak 22 kasus dengan persentase (35,5%),dan paling sedikit terjadi pada

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masa remaja awal yaitu rentang usia14 sampai 16 tahun sebanyak 4 kasus dengan persentase

(6,5%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang

dilakukan di rumah sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya pasien osteomyelitis paling

banyak pada rentang umur 18-27 tahun yaitu sebanyak 122 pasien (51,2%), kemudian diikuti

rantang umur 28 – 37 tahun yaitu 54 pasiem (22,6%) yang berarti lebih banyak penderita

osteomyelitis pada usia dewasa.

Osteomielitis pada orang dewasa biasanya bersifat kronis, penyakit berlangsung

selama beberapa bulan sampai tahunan. Kejadian osteomielitis kronis pada pasien dewasa

bisa terjadi karena inokulasi dari daerah infeksi lain yang berdekatan dan dapat pula melalui

kontaminasi langsung di lokasi cedera. Penyakit yang paling banyak mendahului

terjadinya osteomielitis di Indonesia ialah TBC (Tuberkulosis). Faktor hygiene yang buruk

dan trauma pada tulang meningkatkan terjadinya infeksi yang dapat menyebabkan luka

terbuka sehingga menjadi jalan masuk bagi bakteri penyebab infeksi.

4.1.2 Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin N %
1 Laki-laki 40 78,4
2 Perempuan 11 21,6
Total 51 100

Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang berjenis kelamin laki-laki

yaitu sebanyak 40 pasien (78,4%) sedangkan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11

pasien ( 21,6 %) yang artinya pasien osteomyelitis lebih banyak terjadi pada pasien dengan

jenis kelamin laki-laki.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indira et al (2016)

bahwa bahwa 51 kasus osteomielitis (82,3%) terjadi pada laki-laki dan 11 kasus (17,7%)

terjadi pada perempuan dengan perbandingan 4 : 1. Kemudian hasil penelitian

Adiwenanto dan Sutejo (2005) di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001 – 2005

juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda bahwa ditemukan jumlah pasien

osteomielitis kronis sebanyak 33 orang lebih banya pada pasien dengan jenis kelamin laki-

laki yaitu berjumlah 26 pasien sedankan pada perempuan berjumlah 7 pasien.

Tingginya kejadian osteomielitis pada laki-laki dibandingkan perempuan pada

penelitian ini kemungkinan dikarenakan masih banyaknya kasus trauma pada laki-laki

yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang yang tidak ditangani dengan cepat.

4.1.3 Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidkan

Tabel 4.3 Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan n %
1 Pendidikan Dasar (SD/SMP) 22 43,1
2 Pendidikan Menengah (SMA/SMK) 25 49,0
3 Pendidikan Tinggi (Diploma/Sarjana) 4 7,9
Total 51 100

Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis dengan tingkat pendidikan dasar

yaitu sebanyak 22 pasien (43,1%), tingkat pendidikan menengah 25 pasien (49,0%)

sedangkan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 4 pasien ( 7,9 %).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang

dilakukan di rumah sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya didapatkan untuk tingkat

pendidikan pada strata diploma atau lebih yang menderita osteomyelitis hanya sekitar 4

pasien (1,7%) dari total 238 pasien osteomyelitis. Untuk tingkat pendidikan menengah

terdapat sebanyak 97 pasien (40,8%) yang menderita osteomyelitis.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.4 Distribusi subyek penelitian berdasarkan pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi subyek penelitian berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan N %
1 Bekerja 34 66,7
2 Tidak Bekerja 17 33,3
Total 51 100

Pada hasi penelitian ini, dari 51 pasien osteomyelitis yang bekerja yaitu sebanyak 34

pasien (66,7%), sedangkan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17 pasien ( 33,3%).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nigatie et al (2017) yang dilakukan di rumah

sakit Etiopia bahwa pada hasil penelitiannya didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang

menderita osteomyelitis disana bekerja yaitu sebagai petani sebanyak 190 pasien (79,8%),

kemudian yang bekerja sebagai pegawai pemerintah sebanyak 10 pasien (4,2%).

4.1.5 Distribusi subyek penelitian berdasarkan lokasi osteomielitis

Tabel 4.5 Distribusi subyek penelitian berdasarkan lokasi tulang panjang dan selain

tulang panjang

No Lokasi Osteomielitis N %
1 Tulang Panjang 39 76,5
2 Selain Tulang Panjang 12 23,5
Total 51 100

Pada hasi penelitian ini, distribusi pasien dengan osteomyelitis berdasarkan lokasi

osteomyelitis pada kategori tulang panjang sebanyak 39 pasien (76,5%) kemudian pada

kategori selain tulang panjang yaitu sebanyak 12 pasien (23,5%).

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.6 Distribusi subyek penelitian berdasarkan Lokasi Osteomielitis

No Lokasi Osteomielitis n %
1 Tibia 10 19,6
2 Fibula 1 2,0
3 Tibia-Fibula 7 13,7
4 Femur 18 35,3
5 Femur-Tibia 1 2,0
6 Humerus 2 3,9
7 Pedis 6 11,8
8 Ankle 3 5,9
9 Pelvis 1 2,0
10 Klavikula 1 2,0
11 Digiti III Manus Dextra 1 2,0
Total 51 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi pasien osteomyelitis

berdasarkan lokasi anatomis osteomyelitis terdapat tiga lokasi paling banyak diantaranya

pada bagian tulang panjang yaitu di bagian tulang femur yaitu 18 pasien (35,5%), diikuti pada

bagian Tibia 10 pasien (19,6%) dan Tibia-Fibula 7 Pasien (13,7%). Untuk lokasi

osteomyelitis selain tulang panjang yang paling banyak yaitu pada bagian Pedis yaitu

sebanyak 6 pasien (11,8%), diikuti pada bagian Ankle sebanyak 3 pasien (5,9%) dan sisanya

untuk bagian Pelvis, Klavikula dan Digiti III Manus Dextra masing-masing hanya sebanyak 1

pasien (2,0%). Menurut Nwagbara (2017) osteomielitis dominan terjadinya infeksi berada di

bagian femur yaitu sebesar (53%). Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa tulang paha

banyak memiliki vaskularisasi dibandingkan bagian yang lain. Beberapa kasus infeksi

kemungkinan juga disebabkan oleh diabetes mellitus dengan adanya komplikasi gangren

yang terjadi pada kaki.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pozo et al

(2018) bahwa hasil penelitiannya didapatkan bahwa lokasi osteomyelitis yang paling banyak

pada bagian Tibia yaitu sebanyak 17 pasien (23,6%) dan femur sebanyak 6 psien (22,2%).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Peng et al (2017) dengan hasil yang tidak jauh berbeda

yaitu rata-rata pasien osteomyelitis mengalami infeksi di bagian tulang panjang yaitu 32

pasien (38,1%) dan bagian femur sebanyak 13 pasien (15,4%). Kemudian hasil penelitian

yang dilakukan oleh Jiang et al (2015) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu

untuk lokasi osteomileitis sebagian besar berada pada lokasi tulang panjang yaitu pada bagian

femur sebanyak 24,46 % dan tibia 39%. Untuk lokasi selain tulang panjang yaitu paling

banyak pada calcaneus yaitu 11,46%.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan

1. Gambaran pasien osteomyelitis lebih banyak dijumpai pada pasien dengan kelompok

usia > 18 tahun.

2. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan jenis

kelamin laki-laki dari pada perempuan.

3. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan tingkat

pendidikan menengah.

4. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien yang bekerja.

5. Gambaran pasien osteomyelitis paling banyak dijumpai pada pasien dengan lokasi

infeksi di bagian tulang panjang yaitu pada bagian femur.

5.2 Saran

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penambahan beberapa variabel penelitian

mengenai pola kuman penyebab, tindakan pembedahan dan jenis antibiotik yang

dipakai.

2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan memodifikasi metode penelitian dengan

memakai penelitian analitik dengan pendekatan crossectional untuk mengetahui

hubungan antara satu variable dengan variable lainnya.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Pustaka

1. Gomes D, Pareira M. Osteomielitis an overview of anti microbial therapi. Brazilian

Journal of Pharmaceutical Sciences vol. 49, jan/mar. 2013

2. Chiappini E, et al. A case of acute Osteomyelitis, internasional j aviron, res. Public

health. 2016. 13 539

3. Rostiana, Rusli B, et al. Microbial pattern based on type of speciments and its

sensitivity to antimicrobial drugs. Indonesian. Indonesian journal of clinacal

pathology, vol 13. no 1,nov 2016

4. Robbin SL, Kumar. Buku ajar patologi. Jakarta : EGC. 2000

5. Ruedi T, Buckley RE, Morgan CG. AO Principles of Fracture Management. Third

edition. Thiem. 2015. p543-545

6. Solomon L, Warwick D. Apley & Solomon’s Sistem of Orthopaedics and Trauma.

Tenth Edition. CRC Press. 2016

7. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System: an

Introduction to Orthopaedics, Reumatology, Metabolic Bone Disease, Rehablitation

and Fractures. Third Edition. Michigan : William & Wilkins. 2008

8. Azar FM, Beaty JH. Campbell’s Operative Orthopaedics. Thirteenth Edition.

Philadelphia: Elsevier. 2007

9. Kumar S. Textbook of Microbiology. New Delhi: Jaypee Bothers Medical Publisher

(P) Ltd. 2012

10. Katzung BG, Masters SB. Basic & Clinical Pharmacology. 12 th Edition. New York :

The Mc Graw-Hill Companies, Inc. 2012

11. Ramachandran M. Basic Orthopaedic Sciences. Second Edition. Danver : CRC Press

Taylor and Francis Group. 2017

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. White TO, Mackenzie SP. McRae’s Orthopedic Trauma and Emergency Fracture

Management. Third Edition. Edinburg : Elsevier. 2016. 107-109

13. Wang X, Yu S. Current data on extremities chronic osteomyelitis in southwest China:

epidemiology, microbiology and therapeutic consequences. Scientific report, 7 :

16251. 2017

14. Saltoglu N, et al. Influence of multidrugs resistant organisms on the outcome of

diabetic foot infection. Interntional journal of infecious diseases 70(2018) 10-14

15. Ma X, Han S et al. Epidemiology, microbiology and therapeutic consequences of

chronic osteomyelitis in northern china : A retrospective analysis of 255 patient.

Scientific Reports (2018) 8:14895

16. Del pozo EG, et al. Bacterial osteomielitis : microbiological, clinical, theurapeutic,

and evolutive characteristic of 344 episodes. Ref Esp quimioter (2018); 31(3): 217-

225

17. Jorge LS et al. Predisposing factors for recurence of chronic post traumatic

osteomyelitis: a retrospective obsevational cohort study from a tertiary referral center

in brazil. Open access (2017) 11:17

18. Population study evaluating fracture risk among patients with chronic osteomielitis.

PloS ONE(2017) 12(12) : e0189743

19. Sugiono. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung : CV alfabeta, 2008

20. Fucuta PS et al. Outcomes and risk factors for polimicrobial post traumatic

osteomielitis. IVISPRING, 2018; 3(1): 20-26

21. Catherine F, et al. Brodie Abscess in Children A 10-year Single Institution

Retrospective review. The Pediatric Infectious Disease Journal: January-2019

Vol 38 P e32-e34

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22. Indira, S.A, Lokarjana, L. Pohan, D.K. Gambaran Pasien Osteomieltis Kronis di

Bagian Bedah Ostopedi RSUP Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2011 –

Desember 2016. Fakultas Kedokteran Unjani. Cimahi, 2016.

23. Nagatie, A. Belay, W. Nega, G. Nutritional Status and Associated Factors among

Adult Chronic Osteomyelitis Patients in Felege Hiwot Referral Hospital, Bahir Dar,

North West Ethiopia. Journal of Food, Nutrition and Population Health: 1(3): 1-5.

2017.

24. Adiwenanto, W.A. Sutejo, B. Pengelolaan Pasien Osteomielitis Kronis di RSUP Dr.

KariadiSemarang Periode 2001-2005. Fakultas Kedokteran Diponegoro, Semarang.

2005.

25. Nwagbara, I.C. Opara, K.O. Chronic Osteomyelitis of the Long Bones. Orient Journal

of Medicine; Vol 29 [3-4]. 2017.

26. Pozo, E.G. Collazos, J. Carton, J.A. Camporro, D. Asens, V. Factors predictive of

relapse in adult bacterial osteomyelitis of long bones. BMC Infectious Diseases.

18:635. 2018.

27. Peng, J. Ren, Y. He, W. Li, Z. Yang, J. Zheng, J. Epidemiological, Clinical and

Microbiological Charactheristic of Patients With Post Traumatic Osteomyelitis of

Limb Fractures in South West China: Hospital Based Study. J Bone Jt Infect, 2017;

2(3): 149-153.

28. Jiang, N et al. Clinical Characteristics and Treatment of Extremity Chronic

Osteomyelitis in Southern China: A Retrospective Analysis of 394 Consecutive

Patients. Medicine: 94(42): 2015.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Print out Spss

Frequencies

Statistics

Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Fraktur Lokasi


Osteomielitis

Valid 51 51 51 51 51 51
N
Missing 0 0 0 0 0 0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

< 18 tahun 9 17.6 17.6 17.6

Valid > 18 tahun 42 82.4 82.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-laki 40 78.4 78.4 78.4

Valid Perempuan 11 21.6 21.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pendidikan Dasar (SD/SMP) 22 43.1 43.1 43.1

Pendidikan Menengah
25 49.0 49.0 92.2
(SMA/SMK)
Valid
Pendidikan Tinggi
4 7.8 7.8 100.0
(Diploma/Sarjana)

Total 51 100.0 100.0

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Bekerja 34 66.7 66.7 66.7

Valid Tidak Bekerja 17 33.3 33.3 100.0

Total 51 100.0 100.0

Lokasi Osteomielitis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tulang Panjang 39 76.5 76.5 76.5

Valid Selain Tulang Panjang 12 23.5 23.5 100.0

Total 51 100.0 100.0

Lokasi Osteomielitis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tibia 10 19.6 19.6 19.6

Tibia-Fibula 7 13.7 13.7 33.3

Femur 18 35.3 35.3 68.6

Humerus 2 3.9 3.9 72.5

Pedis 6 11.8 11.8 84.3

Ankle 3 5.9 5.9 90.2


Valid
Pelvis 1 2.0 2.0 92.2

Klavikula 1 2.0 2.0 94.1

Digiti III Manus Dextra 1 2.0 2.0 96.1

Femur-Tibia 1 2.0 2.0 98.0

Fibula 1 2.0 2.0 100.0

Total 51 100.0 100.0

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai