Oleh:
130100389
130100389
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PROFIL PENDERITA ANGIOFIBROMA NASOFARING DI
RSUP H.ADAM MALIK PERIODE 2011 - 2015
SKRIPSI
“Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan
Sarjana Kedokteran”
Oleh:
130100389
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
i
ABSTRAK
This study is a descriptive cross sectional study design. Population and sample in
this study was all patients with nasopharyngeal angiofibroma that were treated at
the RSUP HAM in 2011-2015. Data were obtained from medical records
subsequently processed using statistical processing application and made in to
table.
the number of samples is 18 people. The age group with the highest prevalence
were age 11-15 years (66.7%). patients with nasopharyngeal angiofibroma
predominantly male gender (94.4%). Stadium of most the patients are stage II
(55.6%), based on the location of the tumor the most common location in people
is the nasopharynx (100%) and nasal cavity (88.9%). For most types of treatment
which is performed with the surgical technique degloving midfacial (72.7%).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nyasehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Penderita
Angiofibroma Nasofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik periode
2011-2015” ini dengan baik sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian berupa skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, baik dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
yang berguna untuk perbaikan skripsi ini dikemudian hari. Semoga penelitian ini
dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di
bidang ilmu kedokteran dan kesehatan.
Medan, Desember
2016
peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan........................................................................... i
Abstrak............................................................................................... ii
Abstract.............................................................................................. iii
Kata Pengantar.................................................................................. iv
Daftar Isi ............................................................................................ vi
Daftar Tabel....................................................................................... ix
Daftar Gambar .................................................................................. xi
Daftar Singkatan................................................................................ xii
Daftar Lampiran................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3.Tujuan Penelitian ............................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ......................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................ 2
1.4.Manfaat Penelitian ............................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 37
DAFTAR TABEL
Judul Halaman
Tabel 5.1 Distribusi angka kejadian angiofibroma nasofaring
periode 2011-2015 ........................................................ 29
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan usia ............................ 29
Tabel 5.3 Distribusi fekuensi berdasarkan jenis kelamin............... 30
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan stadium...................... 30
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan lokasi tumor............... 31
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis pengobatan ........ 31
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
yang ditandai dengan adanya CD34 lebih padat bila dibandingkan dengan OCH.
Hal ini mendukung adanya pendapat bahwa Angiofibroma nasofaring belia
mempunyai karakteristik biologis angiogenic histogenetic tumor.14
2.2.5 Stadium
Sistem staging dibuat untuk menentukan perluasan tumor. Ada dua sistem
yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.
Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut:11
1. Stage IA : Tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal voult
2. Stage IB : Tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult
dengan meluas sedikitnya 1 sinus paranasal.
3. Stage IIA : Tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila
4. Stage IIB : Tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi
tulang orbita
5. Stage IIIA : Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit
ke Intrakranial
6. Stage IIIB : Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa
meluas ke sinus kavernosus.
Klasifikasi menurut Fisch:11
1. Stage I : Tumor terbatas di rongga hidung, nasofaring tanpa
mendestruksi tulang.
2. Stage II : Tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal
dengan destruksi tulang.
3. Stage III : Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dengan
atau regio parasellar.
4. Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, regio chiasma optik
dan atau fossa pituitari.
Gambar 2.2. Foto polos lateral menunjukkan adanya massa besar di nasofaring
yang menggeser diding antral posterior ke anterior (tanda panah). Massa tersebut
juga meluas ke sinus sphenoid. (sumber:JP. Windfuhr, 2009)
2. CT Scan
Pemeriksaan CT scan didasarkan menurut letak lesi pada fossa
pterigopalatina. Pemeriksaan ini akan memberikan gambaran adanya massa di
daerah posterior rongga hidung dan fossa pterigopalatina serta adanya erosi tulang
di belakang foramen spenopalatina. Pada CT scan dengan zat kontras akan tampak
secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya.11
Gambar 2.3. CT scan non kontras angiofibroma nasofaring belia. A. CT scan axial
non kontras memperlihatkan suatu massa jaringan lunak homogen yang membesar
di aperture nasal kanan. Suatu komponen yang besar dari tumor terproyeksi secara
posterior ke nasofaring dan orofaring. C. CT scan koronal non kontras juga
memperlihatkan opasifikasi yang sempurna dan perluasan massa jaringan lunak di
aperture nasal kanan. Tumor meluas ke dalam dan memperlebar celah infraorbital
kanan (tanda panah). Tumor tersebut (tanda asterisk) telah mendestruksi dasar
tulang, terlihat di sinus sphenoid. (sumber:JP. Windfuhr, 2009)
1.Embolisasi
Embolisasi preoperatif direkomendasikan sebagai prosedur standar untuk
mengurangi kehilangan darah selama operasi, sehingga memungkinkan eksisi
total, mengurangi komplikasi dan meminimalkan residu tumor. Tujuannya adalah
mengurangi suplai darah ke tumor, dan hal ini akan efisien jika agen emboli dapat
masuk ke pembuluh darah di dalam tumor, yang paling baik dicapai dengan
partikel berukuran kecil seperti polivinil alkohol. Pemilihan ukuran partikel
merupakan keseimbangan antara keamanan dan efisiensi dan tergantung apakah
posisi kateter dapat dicapai dengan injeksi langsung agen emboli ke dalam tumor.
Partikel kecil akan masuk lebih dalam ke dalam tumor tetapi mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk terjadi nekrosis kulit dan kelumpuhan saraf kranial. Bahan
yang paling sering digunakan adalah polivinil alkohol atau gelfoam. Embolisasi
18
2. Pembedahan
Pengangkatan tumor tetap merupakan penatalaksanaan utama, dimana
pendekatan dari insisi yang akan digunakan sangat ditentukan oleh stadium tumor
berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi. Pendekatan yang digunakan harus dapat
memvisualisasi tumor secara keseluruhan untuk mempermudah proses operasi.
Caroll dalam bukunya menulis bahwa pendekatan untuk pengangkatan tumor ini
dapat transfasial maupun transbasal. Dimana pendekatan secara transfasial lebih
jauh lagi dapat dibagi menjadi transoral, transnasoethmoidal dan transmaksila.
Sedangkan pendekan transbasal dapat dibagi lagi menjadi anterior dan lateral.
Oliveira dkk (2012) menyatakan bahwa waktu operasi yang dibutuhkan pada
pendekatan dengan endoskopik lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang
dibutuhkan pada pendekatan terbuka dan kebutuhan transfusi intraoperatif yang
19
lebih sedikit. dan Llorente dkk (2011) menyatakan kesimpulan bahwa
pendekatan endoskopik baik digunakan pada angiofibroma stadium awal (Fisch 1
dan II), sedang pembedahan terbuka baik digunakan pada stadium lanjut (Fisch
IIIIV). 20
Tumor yang berada pada kavum nasi dan meluas ke anterior dan inferior ke
sinus maksila dapat dilakukan insisi midfasial degloving. Insisi transoral ini
diperkenalkan oleh Conley 1979 dimana letak insisi adalah pada sulkus
ginggivobukal dari tuberositas maksila ke tuberositas maksila kontralateral dan
diperluas hingga mencapai apertura piriformis dan dinding anterior maksila
ditembus sehingga massa dapat terekspos maksimal.
Gambar 2.7. Midfasial degloving. (sumber : Oliveira JAA, Tavares MG, Aguiar
CV, Azevedo J, Sousa J, Almeida P et al. Comparison between endoscopic and
open surgery in 37 patients with nasopharyngeal angiofibroma. Braz J
Otorhinolaryngol. 2012;78 (1); 7580)
Tumor yang meluas dan melibatkan sinus ethmoid dan nasofaring dapat
dilakukan pendekatan rinotomi lateral.
Gambar 2.8,. Rinotomi lateral. (sumber : Oliveira JAA, Tavares MG, Aguiar CV,
Azevedo J, Sousa J, Almeida P et al. Comparison between endoscopic and open
surgery in 37 patients with nasopharyngeal angiofibroma. Braz J
Otorhinolaryngol. 2012;78 (1); 7580)
3.Radioterapi
Pemberian radiasi eksternal pada angiofibroma nasofaring belia umumnya
diberikan pada tumor yang besar yang diperkirakan tidak dapat direseksi,
misalnya tumor yang telah mencapai intrakranial dan melibatkan sinus kavernosus
dan kiasma optikus. Komplikasi jangka panjang dari pemberian radioterapi
eksternal adalah adanya retardasi pertumbuhan, panhipopitutari, nekrosis lobus
temporal, katarak. 21
23
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Pemeriksaan Fisik
1. Usia
2. Jenis kelamin
Penyakit
3. Stadium Angiofibroma
4. Lokasi ekspansi Nasofaring
dan penyebarannya
5. Jenis pengobatan
4. Lokasi ekspansi
Definisi Operasional : Lokasi ekspansi tumor dan penyebarannya
pada penderita angiofibroma nasofaring
Cara Ukur : Observasi atas hasil CT scan
Alat Ukur : Data rekam medis
Hasil Ukur : 1. Rongga Hidung
2. Sinus Sfenoidalis
3. Sinus Maksilaris
4. Sinus Etmoidalis
5. Orofaring
6. Rongga Orbita
7. Basis Kranii
8. Intra Kranial
9. Fossa Pterygopalatina
10. Fossa Infratemporalis
Skala Ukur : Nominal
5. Jenis Pengobatan
Definisi Operasional : Pilihan jenis penanganan yang dilakukan
pada penderita angiofibroma selama pengobatan
Cara Ukur : Observasi
Alat Ukur : Data rekam medis
Hasil Ukur : 1. Midfasial degloving
2. Rinotomi lateral
3. Insisi weber ferguson
4. Transpalatal
Skala Ukur : Nominal
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP HAM Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang
dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara,
RSUP HAM mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat
jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.
Padatahun 1990 RSUP HAM berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan
SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Kemudian di tahun 1991 ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes
No.502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP HAM juga sebagai Pusat Rujukan wilayah
Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat
dan Riau. Rumah sakit ini terletak di Jl. Bunga Lau No. 17.
dari Tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa pasien terbanyak didapatkan pada
tahun 2015 yaitu 5 orang penderita (27,8%) diikuti oleh tahun 2011 dan 2013
dengan 4 orang penderita (22,2%) lalu tahun 2014 dengan 3 orang penderita
(16,7%) dan yang terendah adalah tahun 2012 dengan 2 orang penderita (11,1%)
Dari Tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa kelompok usia tertinggi
penderita angiofibroma nasofaring adalah kelompok 11-15 tahun yaitu sebanyak
12 orang penderita (66,7%) dan pada tingkat kedua adalah kelompok usia 16-20
tahun yaitu sebanyak 4 orang penderita (22,2%) dan yang terendah adalah
kelompok usia5-10 tahun dan 21-25 tahun yang masing-masing 1 orang penderita
(5,6%).
5.1.4 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.3. Distribusi fekuensi berdasarkan jenis kelamin
Dari Tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa jenis kelamin tertinggi penderita
angiofibroma nasofaring adalah laki-laki dengan jumlah 17 orang
penderita(94,4%) sedangkan jenis kelamin perempuan 1orang penderita (5,6%).
Dari Tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi penderita
angiofibroma nasofaring adalah stadium II dengan jumlah 10 orang penderita
(55,6%) tertinggi kedua adalah stadium III dengan jumlah 4 orang penderita
(22,2%) kemudian diikuti oleh stadium IV dengan jumlah 3 orang penderita
(16,7%) dan yang terendah adalah stadium I dengan jumlah 1 orang penderita
(5,6%)
31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6,2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, G.L., Boies, L.R., dan Hilger, P.A,. Boies: Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 2013.
2. Jatin shah. Head and neck surgery and oncology. 3rd ed.2003:85-92
3. Pradillo, et al. Nasopharyngeal Angiofibroma in The Elderly: Report of a
Case. Laryngoscope 1974:1063-65
4. Garca Fatih M, Yuca AS, Yuca K. Juvenile Nasopharingeal Angiofibroma.
Eur Gen Med 2010; 7(4): 419-425
5. Pardhan B, Thapa N. Juvenile angiofibroma and its management. Nepal Med
Coll J. 2009; 11(3); 186-188
6. Gleeson, Michael J. Scott-Brown’s Otorhinolaryngology head and neck
surgery. Edisi 7, 2008; 187: 2437-2444
7. Paulsen F.& J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum
Dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC. 2013.
8. Pearce, C, Evelyn, Anatomi dan fisiologi untuk paramedis, Jakarta :Gramedia.
2009.
9. Tewfik TL. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Journal [serial on the
Internet]. 2011 Date [cited 2012 November 15th]: Available
from:http://www.emedicine.medscape.com/article/872580-overview.
10. Anderson D. Kamus Kedokteran Dorland. 29 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 100-
1, 829.
11. Soepardi EA, Iskandar N, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
TenggorokKepala & Leher. Edisi Ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.Hal. 188-90.
12. Anggeani L, Adham M, Musa Z, Lisnawati, Bardosono S. Gambaran Ekspresi
Reseptor Estrogen β pada Angiofibroma Nasofaring Belia dengan
Menggunakan Pemeriksaan Histokimia. Otorhinolaryngologica Indonesiana.
Vol 41, No 1 (2011): Januari-Juni 2011
13. Schuon R, Brieger J, Heinrich YR, Szyfter W, Mann WJ.
Immunohistochemical Analysis of Growth Mechanisms in Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma. 2007.
14. Zhang M, Sun X, Yu H, Hu L, Wang D. Biological Distinctions Between
Juvenile Naopharyngeal Angiofibroma and Vascular Malformation: An
Immunohistochemical Study. Acta Histochemica. 2011; 113: 626-30
15. Adams GL. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Boeis Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997. Hal. 324
16. Sjahril, Munir. Angiofibroma Nasofaring dalam Penatalaksanaan Penyakit dan
Kelainan Telinga, Hidung Tenggorokan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
17. Panda NK, Gupta G, Sharma S, Gupta A. Nasopharyngeal angiofibroma-
changing trends in the Management. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg.
2012; 64(3):233-9
18. Nicolai P, Schreiber A, Villaret AB. Juvenile Angiofibroma: Evolution of
Management. International Journal of Pediatrics. 2012: 1-11
19. Oliveira JAA, Tavares MG, Aguiar CV, Azevedo J, Sousa J, Almeida P et al.
Comparison between endoscopic and open surgery in 37 patients with
nasopharyngeal angiofibroma. Braz J Otorhinolaryngol. 2012;78 (1); 7580.
20. Llorente JL, Lopez F, Suarez V, Costales M, Suarez C. Evolution in the
treatment of Juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Acta Otorinolaringol Esp.
2011;62(4): 279-86.
21. Chakraborty S, Ghoshal S, Patil VM, Oinam AS, Sharma SC. Conformal
Radiotherapy in The Treatment of Advanced Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma with Intracranial Extension: an Institutional Experience. Int. J.
Radiation Biol. Phys. 2011;80 (5):1398-404
22. Gaillard LA, Anastacio VM, Piatoo VB, Maniglia JV et al. A Seven Year
Experience with Patient with Nasopharygeal Angiofibroma. Braz J
Otorhinolaryngol. 2010;76(2):245-50.
23. Moorthy PNS, Reddy BR, Qaiyum HA, Madhira S, Kolloju S. Management of
Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Indian J Otolaryngol Head Neck
Surg . 2010: 62(4):390–394.
24. Hasan S, Abdullah J, Abdullah B, Jaafar H et al. Appraisal of Clinical Profile
and Management of Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma in Malaysia.
2007 (18-22)
Lampiran 1
NIM : 130100389
Lampiran 3
41
Lampiran 4
43
Lampiran 5
Keterangan :
Lokasi Tumor: pengobatan :
Lampiran 6
Tahun
Kategori Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1.00 1 5.6 5.6 5.6
2.00 12 66.7 66.7 72.2
3.00 4 22.2 22.2 94.4
4.00 1 5.6 5.6 100.0
Total 18 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 17 94.4 94.4 94.4
perempuan 1 5.6 5.6 100.0
Total 18 100.0 100.0
Stadium
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 1 5.6 5.6 5.6
2 10 55.6 55.6 61.1
3 4 22.2 22.2 83.3
4 3 16.7 16.7 100.0
Total 18 100.0 100.0
Rongga Hidung
Cumulative
Frequency Sinus Sfenoidalis
Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 2 11.1 11.1 Cumulative
11.1
Frequency Percent Valid Percent Percent
ya 16 88.9 88.9 100.0
Valid tidak
Total 11
18 61.1
100.0 61.1
100.0 61.1
ya 7 38.9 38.9 100.0
Total 18 100.0 100.0
Sinus Maksilaris
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 13 72.2 72.2 72.2
ya 5 27.8 27.8 100.0
Total 18 100.0 100.0
Sinus Etmoidalis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 13 72.2 72.2 72.2
ya 5 27.8 27.8 100.0
Total 18 100.0 100.0
Fossa Pterygopalatina
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 16 88.9 88.9 88.9
ya 2 11.1 11.1 100.0
Total 18 100.0 100.0
Fossa Infratemporalis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 17 94.4 94.4 94.4
ya 1 5.6 5.6 100.0
Total 18 100.0 100.0
Orofaring
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 16 88.9 88.9 88.9
ya 2 11.1 11.1 100.0
Total 18 100.0 100.0
48
Rongga Orbita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 17 94.4 94.4 94.4
ya 1 5.6 5.6 100.0
Total 18 100.0 100.0
Basis Kranii
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 17 94.4 94.4 94.4
ya 1 5.6 5.6 100.0
Total 18 100.0 100.0
Intrakranial
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 15 83.3 83.3 83.3
ya 3 16.7 16.7 100.0
Total 18 100.0 100.0
Teknik Operasi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid Degloving Midfasial 13 72.2 72.2 72.2
transpalatal 4 22.2 22.2 94.4
Transpalatal +
1 5.6 5.6 100.0
Rinotomi Lateral
Total 18 100.0 100.0