Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH POLA TIDUR TERHADAP TERJADINYA

STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA


MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:
MUNIFAH ZAINI
NIM: 150600236

Pembimbing:
Sayuti Hasibuan,drg., Sp. PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2019

Munifah Zaini

Pengaruh Pola Tidur Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada
Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

x + 42 halaman

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu penyakit yang sering
menyerang rongga mulut. Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa pola tidur
merupakan salah satu dari faktor predisposisi SAR. Gangguan pola tidur dapat
mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten sehingga
keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut lebih peka terhadap rangsangan
dan inflamasi sehingga menyebabkan SAR terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR. Penelitian ini merupakan
penelitian survei analitik dengan pendekatan cross-sectional yang menggunakan
pemilihan sampel secara purposive sampling dengan jumlah sampel 41 mahasiswa
kedokteran gigi USU yang merupakan penderita SAR Penelitian ini dilaksanakan
dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut dan pengisian kuesioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI) oleh responden. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji Chi-square (X2) untuk mengetahui pengaruh pola tidur terhadap
terjadinya SAR. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan 65,9%
penderita SAR memiliki pola tidur yang buruk dan didapatkan 34,1% penderita SAR
memiliki pola tidur yang baik. Analisis hubungan pola tidur terhadap terjadinya SAR
pada subjek penelitian dengan uji statistik chi-square menunjukkan nilai p = 0,042 atau
p < sig α (0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pola tidur
terhadap terjadinya SAR, hal ini dapat membantu dokter gigi dalam memberikan

Universitas Sumatera Utara


pelayanan edukasi, preventif, dan perawatan yang sebaiknya terhadap kejadian SAR
dalam menunjang kesehatan individu baik kesehatan rongga mulut maupun
keseluruhannya.

Daftar Rujukan : 52 (2002 – 2018)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk mempertahankan


di hadapan tim skripsi

Pembimbing: Medan, 18 September 2019

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 18 September 2019

TIM PENGUJI

1. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si


2. Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc
3. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

Universitas Sumatera Utara


iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Tidur Terhadap
Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi USU” dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan,
dan saran-saran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tercinta Zaini Sulaiman dan
Morney Harun, serta kepada kakak dan adik tersayang Munirah Zaini dan Muhammad
Adam Harith Zaini yang telah mendoakan serta memberikan kesabaran, perhatian,
bantuan, motivasi, pengorbanan dan juga materil yang tak ternilai kepada penulis.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
saran dan masukan dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
3. Ika Andryas, drg., MDSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran dan masukan untuk penulis.
5. Aida Fadhillah Darwis, drg., MDSc selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran dan masukan untuk penulis.

Universitas Sumatera Utara


v

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi.
7. Seluruh responden yang telah ikut serta dalam membantu penulis untuk
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
8. Isra R yang telah banyak memberi bantuan, semangat, dan doa kepada
penulis dari awal sampai akhir pengerjaan skripsi ini.
9. Teman- teman baik yaitu Syasya Humaira, Yamuna, Fatimah, Syasya Zain,
Ainaa, Dini Maghfira dan teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu
Penyakit Mulut, serta teman-teman angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan motivasi serta
semangat kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ilmu Penyakit Mulut.

Medan, 18 September 2019


Penulis,

Munifah Zaini
NIM: 150600236

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN. ......................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.2.1 Masalah Umum .......................................................................... 3
1.2.2 Masalah Khusus ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 3
1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ......................................................................... 4
1.5.2 Manfaat Praktis .......................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pola Tidur .................................................................................. 5
2.1.1 Definisi ..................................................................................... 5
2.1.2 Fungsi ........................................................................................ 6
2.1.3 Tahapan ..................................................................................... 7
2.1.4 Respon ....................................................................................... 8
2.2 Stomatitis Aftosa Rekuren ........................................................ 10
2.2.1 Definisi ...................................................................................... 10
2.2.2 Etiologi ...................................................................................... 10

Universitas Sumatera Utara


vii

2.2.3 Gambaran Klinis ....................................................................... 13


2.2.4 Diagnosis ................................................................................... 15
2.2.5 Perawatan .................................................................................. 16
2.3 Hubungan Pola Tidur Terhadap Stomatitis Aftosa Rekuren .... 16
2.4 Kerangka Teori ........................................................................ 18
2.5 Kerangka Konsep ..................................................................... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 20
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 20
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................ 20
3.3.1 Populasi .................................................................................... 20
3.3.2 Sampel ...................................................................................... 21
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................... 21
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................... 22
3.5.1 Variabel Penelitian ................................................................... 22
3.5.2 Definisi Operasional ................................................................ 22
3.6. Sarana Penelitian ...................................................................... 24
3.7 Cara Pengumpulan Data ........................................................... 25
3.8 Pengolahan Data dan Analisis Data ......................................... 26
3.8.1 Analisis Data ............................................................................ 26
3.9 Etika Penelitian ........................................................................ 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan jenis
kelamin ............................................................................................. 28
4.2 Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan waktu
tidur .................................................................................................. 28
4.3 Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan durasi
tidur .................................................................................................. 29
4.4 Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan
kualitas tidur ..................................................................................... 29
4.5 Distribusi dan frekuensi penderta SAR di FKG USU berdasarkan pola
tidur .................................................................................................. 30
4.6 Pengaruh waktu tidur terhadap penderita SAR di FKG USU .......... 30
4.7 Pengaruh durasi tidur terhadap penderita SAR di FKG USU .......... 31
4.8 Pengaruh kualitas tidur terhadap penderita SAR di FKG USU ....... 31
4.9 Pengaruh pola tidur terhadap penderita SAR di FKG USU ............. 32

BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 33

Universitas Sumatera Utara


viii

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan........................................................................................ 37
6.2 Saran .................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional untuk variabel terikat dan variabel bebas.............. 22

2. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan jenis


kelamin…………………………………………………………………. 28

3. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan waktu


tidur……………………………………………………………………… 28

4. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan durasi


tidur………………………………………………………………………. 29
5. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan kualitas
tidur………………………………………………………………………. 29
6. Distribusi dan frekuensi penderta SAR di FKG USU berdasarkan pola
tidur………………………………………………………………………. 30
7. Pengaruh waktu tidur terhadap penderita SAR di FKG USU……………. 30

8. Pengaruh durasi tidur terhadap penderita SAR di FKG USU……………. 31

9. Pengaruh kualitas tidur terhadap penderita SAR di FKG USU…………… 31

10. Pengaruh pola tidur terhadap penderita SAR di FKG USU……………….. 32

Universitas Sumatera Utara


x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor .................................................. 14

2. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Mayor ................................................. 15

3. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Herpetiformis...................................... 15

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian

2. Informed Consent

3. Lembar Kuesioner

4. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan (Ethical


Clearance)

5. Hasil Uji Statistik

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu penyakit yang sering menyerang
rongga mulut dengan ciri khas ulkus single atau multiple, bulat atau oval dengan batas
jelas kemerahan, dasar abu-abu atau kuning dan terjadi rekuren.1-4 Prevalensi SAR
berkisar 20% dari seluruh populasi umum.5,6 Menurut hasil penelitian Patil dkk pada
tahun 2014, SAR mengenai 21,7% penduduk India.7 SAR paling sering terjadi pada
dekade kedua dan ketiga kehidupan seseorang.3,8 Hal ini terbukti pada penelitian
Sulistiani dkk pada tahun 2017 yang menyebutkan bahwa terjadi prevalensi SAR
paling tinggi pada usia 20-24 tahun, yaitu sebesar 54%.3
SAR pada umumnya menimbulkan rasa sakit dan dapat terjadi pada interval waktu
beberapa hari dan seringnya dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-14 hari tanpa
pengobatan dan dapat kambuh kembali.3,5,9 SAR dapat mengurangi kualitas kehidupan
seseorang. Komplikasi SAR adalah penderita susah berbicara, mengunyah dan
menelan makanan4,6,9
Etiologi SAR hingga saat ini masih tidak diketahui dengan pasti namun ada beberapa
faktor predisposisi yang dianggap berhubungan dengan terjadinya SAR.3-6 Beberapa
faktor predisposisi tersebut meliputi genetik, defisiensi hematinik, pengaruh sistem
imun, hipersensivitas makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, stress
dan obat-obatan.3-6,9 Perawatan SAR merupakan tantangan dikarenakan belum ada
etiologi defenitif yang diketahui.
Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa faktor pola tidur turut diduga menjadi
pencetus timbulnya SAR.10,11 Menurut hasil penelitian Maurice M pada tahun 2011,
diperkirakan sekitar 20% sampai 41,7% orang dewasa melaporkan adanya gangguan
tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius.12 Kondisi tidur dengan
durasi kurang dari waktu tidur normal atau tidur larut malam dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


2

peningkatan risiko penyakit, serta perubahan fungsi sistem imun dan


neuroendokrin.13,14
Pola tidur merupakan model, bentuk, atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif
menetap dan meliputi jadwal tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam
sehari, serta kualitas tidur. Menurut hasil penelitian Jiunn dan Shih pada tahun 2009,
terdapat banyak faktor yang berkontribusi terhadap pola tidur, mulai dari gaya hidup,
faktor lingkungan dan kondisi medis lainnya.16 Individu yang memiliki gaya hidup
dengan aktivitas yang padat sering memiliki pola tidur yang buruk. Pola tidur yang
buruk dapat berakibat kepada gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi.
Dampak fisiologi meliputi penurunan aktifitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, penurunan
daya tahan tubuh dan ketidakstabilan tanda-tanda vital.17 Gangguan pola tidur pada
seseorang dapat melemahkan sistem imun, salah satunya disebabkan peningkatan
sitotoksisitas natural killer cell (NKC) yang terdiri dari beberapa komponen aktif
lainnya dari sistem kekebalan tubuh.18
Pada tahun 2014, Panduranga dkk melakukan penelitian tentang hubungan SAR dan
faktor predisposisi SAR pada 50 mahasiswa. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa 30% kejadian SAR dipicu oleh kurangnya durasi tidur.19 Pada tahun 2012,
Fuxiang dkk melakukan penelitian tentang “get-the-fire-evil” (sebuah istilah dalam
pengobatan tradisional China) dan menemukan bahwa 61,4% responden yang memiliki
waktu tidur larut malam mempunyai gejala “get-the-fire-evil” tersebut yang mana
merupakan salah satu manifestasi dari penyakit SAR.20 Menurut hasil penelitian Du
dkk pada tahun 2017, terdapat hubungan terjadinya SAR dengan waktu tidur. Mereka
menyatakan bahwa individu dengan kebiasaan waktu tidur lambat lebih rentan untuk
menderita SAR dibandingkan dengan individu yang sering tidur awal.21
Dari beberapa laporan penelitian diatas menunjukkan terdapat pengaruh tidur terhadap
terjadinya SAR. Namun dari penelitian tersebut belum ada menjelaskan mengenai
pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR. Mengacu pada hal-hal yang
dikemukakan diatas, penulis merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa kedokteran gigi di
Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Masalah Umum
1. Apakah terdapat pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?

1.2.2 Masalah Khusus


1. Apakah terdapat pengaruh waktu tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?
2. Apakah terdapat pengaruh durasi tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?
3. Apakah terdapat pengaruh kualitas tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengaruh waktu tidur terhadap terjadinya SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh durasi tidur terhadap terjadinya SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui pengaruh kualitas tidur terhadap terjadinya SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian ini yaitu :
Ada pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR pada mahasiswa kedokteran gigi
Universitas Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau
kontribusi bagi badan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
(BALITBANG), khususnya dalam bidang ilmu penyakit mulut dalam hal pengaruh
pola tidur terhadap terjadinya SAR.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
tenaga medis dan penderita SAR mengenai pola tidur dan efeknya terhadap penyakit
SAR.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dan
menyediakan data untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pola tidur dan
terjadinya SAR.

1.5.2 Manfaat Praktis


1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dokter gigi dalam
memberikan pelayanan edukasi, preventif, dan perawatan yang sebaiknya terhadap
kejadian SAR dalam menunjang kesehatan individu baik kesehatan rongga mulut
maupun keseluruhannya.
2. Bagi penderita SAR, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
dalam usaha peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan sebagai salah satu upaya
pencegahan SAR.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Tidur


2.1.1 Definisi Pola Tidur
Pola tidur adalah model, bentuk, atau corak tidur dalam jangka waktu yang
relatif menetap dan meliputi jadwal tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam
sehari, serta kualitas tidur. Menurut Schupp dan Hanning, tidur adalah suatu keadaan
tidak sadarkan diri yang reversibel dimana otak kurang responsif terhadap rangsangan
eksternal.22 Tidur turut didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana
seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan
rangsang lainnya.22,23

2.1.2 Fungsi Tidur


Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis.24 Tidur
memainkan peran penting dalam fungsi fisiologis vital, antara lain untuk konservasi
energi, fungsi kognitif, sekresi hormon dan metabolisme, modulasi respon imunitas
dan kondisi psikologis.24,25

1. Restoratif
Tidur mempunyai fungsi restoratif yaitu fungsi pemulihan kembali bagian-
bagian tubuh yang lelah, merangsang pertumbuhan, serta pemeliharaan kesehatan
tubuh. Menurut hipotesis Benington dan Heller, banyak gen yang terlibat dalam
mengatur metabolisme mengalami peningkatan selama tidur dibandingkan selama
kondisi terjaga.26 Tidur membantu dalam pengisian glikogen yang merupakan hasil
akhir dari formasi glukosa dalam tubuh yang tersimpan dalam sel
sebagai cadangan energi.24,26 Menurut teori Schdmidt, siklus tidur-bangun berevolusi

Universitas Sumatera Utara


6

untuk melakukan proses biologis yang unik dan penting sebagai cara untuk mengurangi
kebutuhan energi dan mengurangi total pengeluaran energi harian.25

2. Kognitif
Tidur mempunyai fungsi kognitif, banyak bukti menunjukkan kekurangan tidur
dapat mempengaruhi performa dari berpikir dan motorik.23,26 Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa orang yang tetap terjaga dalam waktu 19 jam mempunyai
performa dan kesadaran yang menurun.27 Tidur turut berperan sebagai faktor penting
dalam penyimpanan memori jangka panjang.22 Penelitian lain menemukan bahwa
setelah kekurangan tidur satu malam, skor dari subjek mengalami penurunan dalam tes
judgment, simple reaction time, memory explicit, dan membaca kata secara terbalik.28

3. Hormon dan Metabolisme


Tidur adalah waktu ketika tubuh mensekresi banyak hormon penting yang
mempengaruhi pertumbuhan, regulasi energi, dan kontrol metabolik.25 Sebagai contoh,
kadar hormon stress kortisol dalam darah, yang dapat menyebabkan keaadaan terjaga,
meningkat pada akhir siklus tidur.29 Growth Hormone, yang berkontribusi untuk
pertumbuhan anak dan membantu meregulasi masa otot pada dewasa, juga
disekresikan pada saat tidur.25,29 Follicle Stimulating Hormone dan Luteinizing
Hormone, keduanya berfungsi dalam hal reproduksi, juga dilepas saat tidur.29 Lebih
lanjut, siklus tidur mempengaruhi sekresi hormon yang berfungsi dalam hal nafsu
makan dan berat badan. Seseorang dengan kekurangan tidur memiliki resiko menderita
obesitas dan diabetes.25,30

4. Imunitas
Bukti terbaik untuk fungsi pada sistem kekebalan tubuh berasal dari sebuah
penelitian terbaru menunjukan bahwa efektifitas vaksinasi flu sangat tertunda pada
individu yang kurang tidur.25 Vaksin flu diberikan kepada orang yang tidur malamnya
dibatasi terus menerus dan kepada orang yang tidurnya normal. Beberapa hari setelah
vaksinasi, mereka yang kekurangan tidur secara substansial memiliki respon imun yang
rendah dibandingkan mereka yang tidurnya cukup.25

Universitas Sumatera Utara


7

5. Psikologis
Bukti-bukti medis menghubungkan fungsi tidur dengan kondisi psikologis
seseorang. Peneliti Universitas Pennsylvania menemukan bahwa ketika subjek
penelitian hanya diperbolehkan tidur 4,5 jam setiap malam dalam satu minggu, mereka
melaporkan merasa lebih stress, marah, sedih, dan kelelahan pikiran, dengan skor mood
dan semangat menurun sejalan dengan waktu tes. Ketika subjek penelitian diberikan
waktu tidur yang cukup, skor mood mereka meningkat secara dramatis.31

2.1.3 Tahapan Tidur


Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye
Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye
Movement (NREM).22,25,32,33 Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat
stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur
stadium empat, lalu diikuti oleh fase REM.22,32,33 Fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian sekitar 3-6 siklus dalam semalam.22

1. Stadium Tidur
Stadium satu memainkan peran transisi dalam siklus tidur. Tahap ini biasanya
berlangsung 1 hingga 7 menit di siklus awal, yang merupakan 2% hingga 5% dari total
tidur.32,33 Selama tahap pertama tidur, didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot
berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri.22 Pada tahap ini
seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh
karena suara atau gangguan lain.32,33
Stadium dua biasanya berlangsung sekitar 10 hingga 25 menit.25,32,33 Tahap ini
merupakan antara 45% hingga 55% dari total episode tidur.32,33 Selama tahap kedua
tidur, bola mata berhenti bergerak dan tonus otot masih berkurang. Pada tahap ini,
seseorang akan mengalami tidur yang lebih dalam sehingga membutuhkan rangsangan
yang lebih intens daripada di tahap satu untuk bangun.14,32
Stadium tiga hanya merupakan antara 3% hingga 8% dari total episode tidur.33
Selama tahap ketiga tidur, keadaan fisik pada seseorang dicirikan lemah lunglai karena

Universitas Sumatera Utara


8

fungsi tonus muskular menurun.22 Kondisi tidur lebih dalam dari tahap sebelumnya.
Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut
tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa
menit.22
Tahap NREM terakhir adalah tahap empat, yang berlangsung sekitar 20 hingga
40 menit di siklus pertama, yang merupakan 10% hingga 15% dari total tidur.32,33
Dalam tahap tidur keempat badan lemah seperti pada tahap tidur ketiga. Tahap ini
merupakan tahap tidur yang paling dalam.
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep. Fase tidur
NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM.22 Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih
cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.

2.1.4 Respon Pola Tidur


1. Sistem Respiratori
Selama tidur NREM, ada penurunan pada jalur respiratori dan pengurangan
tonus otot saluran napas bagian atas yang menyebabkan penurunan 25% volume menit
dan ventilasi alveolar. Turut berlaku penggandaan resistensi saluran napas disertai
dengan peningkatan kecil (0,5 kPa) PaCO2 dan penurunan PaO2. Jalur ventilator
hiperkarbik dan hipoksia berkurang dibandingkan pada kondisi sadar. Pola pernapasan
teratur kecuali pada transisi dari bangun menjadi tidur yang umumnya sering terjadi
apnea sentral.22
Selama tidur REM, ada penurunan lebih lanjut dalam jalur hiperkarbik
terutamanya ventilasi hipoksia. Pola pernapasan tidak teratur terutama selama fase
dasar tidur REM.32 Hilangnya tonus otot rangka pada tidur REM mempengaruhi
interkostal dan otot-otot lain yang menstabilkan dinding dada selama inspirasi.

Universitas Sumatera Utara


9

2. Sistem Kardiovaskular
Tekanan darah menurun selama tidur NREM dan tidur REM tonik tetapi dapat
meningkat di atas nilai bangun selama tidur REM fasik. Output kardiak umumnya
menurun selama semua fase tidur.22 Resistensi vaskular sistemik (SVR) dan denyut
jantung keduanya berkurang selama tidur NREM dan tidur REM tonik dan meningkat
selama tidur REM fase dasar.32 Kekurangan tidur telah dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah pada malam hari yang berlangsung hingga hari
selanjutnya.22
3. Sistem Nervus Sentral
Aliran darah cerebral meningkat sebesar 50-100% di atas tingkat istirahat
selama tidur REM tonik dan bahkan lebih besar selama tidur REM phasic. Tingkat
metabolisme serebral, konsumsi oksigen dan laju pelepasan neuronal berkurang selama
tidur NREM tetapi meningkat di atas nilai istirahat selama tidur REM. Sistem saraf
otonom menunjukkan penurunan umum nada simpatis dan peningkatan nada
parasimpatis, kecuali pada tidur REM fase fasik.22
4. Sistem Renal
Tingkat filtrasi glomerulus dan fraksi filtrasi berkurang dan sekresi ADH
meningkat sehingga volume urin selama tidur terkonsentrasi rendah.32
5. Sistem Endokrin
Fungsi endokrin seperti hormon pertumbuhan, hormon tiroid, dan sekresi
melatonin dipengaruhi oleh tidur. Sekresi hormon pertumbuhan biasanya terjadi
selama beberapa jam pertama setelah onset tidur dan umumnya terjadi selama SWS,
sementara sekresi hormon tiroid berlangsung di malam hari.22 Melatonin menginduksi
proses ngantuk dengan mengurangi efek peringatan dari nukleus suprakiasmatik dan
dipengaruhi oleh siklus terang-gelap dan ditekan oleh cahaya.

6. Sistem Imun
Sistem kekebalan tubuh berubah sepanjang hari seiring dengan siklus tidur-
bangun. Sel-sel imun dalam darah berada pada tingkat tertinggi di sore hari dan kadar
darah terendah mereka di pagi hari.24,25 Tingkat sitokin, molekul yang berfungsi

Universitas Sumatera Utara


10

sebagai pembawa pesan kimiawi untuk menarik dan mengarahkan komponen lain dari
sistem kekebalan tubuh, juga di area yang paling tinggi.13 Gangguan siklus tidur dapat
secara signifikan mempengaruhi fungsi kekebalan pada manusia.25

2.2 Stomatitia Aftosa Rekuren


Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan salah satu ulser pada mukosa
rongga oral yang paling umum terjadi secara berulang yang berbentuk oval atau bulat.1-
3,8
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang di teliti. Angka
prevalensi SAR berkisar 20% dari populasi penduduk di seluruh dunia.5,6,35

2.2.1 Definisi
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu penyakit yang sering
menyerang rongga mulut dengan ciri khas ulkus single atau multiple, bulat atau oval,
dikelilingi halo merah dengan dasar abu-abu atau kuning dan terjadi secara
kambuhan.1-4

2.2.2 Faktor Predisposisi

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti, namun ada
beberapa faktor yang berhubung dengan SAR seperti genetik, gangguan immunologi,
trauma, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal dan penyakit sistemik.

1. Genetik
Lebih dari 42% pasien dengan SAR memiliki saudara kandung yang juga
menderita SAR. Menurut Ship, kemungkinan untuk seseorang itu menderita SAR
adalah 90% apabila kedua orang tuanya menderita SAR, sedangkan hanya 20% apabila
orang tuanya tidak pernah mempunyai riwayat SAR.35 Faktor genetik SAR diduga
berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA).35- 37 HLA
menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel

Universitas Sumatera Utara


11

mononukleus ke epitelium.37 Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita


SAR sejak usia muda dan lebih parah dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga
SAR.8,38

2. Gangguan Imunologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor autoimun dan reaksi
hipersensitivitas pada mikroflora rongga mulut merupakan faktor etiologi terjadinya
SAR.39 Selama 30 tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan bahwa
limfositotoksisitas, sitotoksisitas oleh antibody-dependent cell-mediated dan
kerusakan pada sel limfosit merupakan beberapa faktor etiologi terjadinya SAR.35
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa TNF α memegang peranan penting dalam
terjadinya SAR.8 TNF α menginduksi inflamasi dengan memberi efek pada adhesi sel
endothelial dan khemotaksis sel netrofil. Gangguan pola tidur dapat mengakibatkan
perubahan immunologi dimana terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Perubahan pada
sitokin, seperti interleukin-2 (IL-2) dan interleukin-10 (IL10) dan penurunan aktivitas
sel NK, memegang peranan terjadinya SAR.8,15

3. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma. Beberapa insiden yang dapat menimbulkan trauma pada rongga mulut seperti
menyikat gigi, flossing, mengonsumsi makanan, maloklusi, dan beberapa perawatan
dental telah dibuktikan menjadi faktor predisposisi terjadinya SAR.8,35

4. Alergi dan Sensifitas


SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik, bahan gigi tiruan atau bahan
tambalan, serta bahan makanan.38 Setelah kontak dengan bahan tersebut terjadi
rangsangan terhadap mukosa, maka mukosa akan meradang. Alergi terhadap beberapa
makanan seperti coklat, kacang, keju, stroberi, tomato, tepung terigu dihubungkan
sebagai makanan yang memicu alergi bagi sebagian pasien SAR. Hasil sebuah
penelitian yang menggunakan patch test dalam meneliti hubungan makanan dan

Universitas Sumatera Utara


12

penderita SAR, menunjukkan ada perbaikan klinis sebesar 50% apabila makanan
tersebut tidak dikonsumsi dalam diet mereka.8,36

5. Stres
Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak
langsung terhadap SAR.35,39 Menurut Kozier & Erb’s, stres memberikan dampak yang
besar terhadap seseorang untuk bisa tertidur yang sesuai dengan kebiasaannya.
Individu yang stres sering mempunyai kebiasaan tidur lewat dan durasi tidur yang tidak
mencukupi. Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis HPA
(hypothalamus-pituitary-adrenal cortex). Aderenal korteks mengeluarkan kortisol
yang menghambat komponen dari respon imun. Kortisol ini akan melepaskan
glukokortikoid dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi INF-γ
(sitokin tipe 1) dan meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan
memicu terjadinya perubahan keseimbangan sitokin tipe 1 atau tipe 2. Berbagai
perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa
rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan.38

6. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi yang diukur dalam serum telah
ditemukan dalam persentase kecil pasien SAR.35,36,38 Vitamin B12 bertindak sebagai
ko-enzim untuk metabolisme lemak dan karbohidrat, sintesis protein dan
hematopoiesis. Vitamin B9 (asam folat) juga terlibat dalam pembentukan ko-enzim
untuk sintesis protein dan eritropoiesis.40 Telah dibuktikan baru-baru ini bahwa
perubahan pada mukosa mulut termasuk glositis dan stomatitis merupakan tanda klinis
awal kekurangan vitamin B12 atau asam folat.35
Wray meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat,
13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat
dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi,
vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90%
dari pasien tersebut mengalami perbaikan.40

Universitas Sumatera Utara


13

7. Hormonal
Pada wanita, SAR sering terjadi pada masa menstruasi.8,35 Ini berhubungan
dengan fase luteal yang menekan pada siklus menstruasi.38,39 Penurunan estrogen pada
siklus menstruasi mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk
sel epitel oral dan memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi
yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga
mudah terjadi SAR.38
Hormon pertumbuhan berperan dalam proliferasi fibroblast. Hormon
pertumbuhan berperan dalam mempromosikan penyembuhan dan perbaikan luka,
sebuah proses kompleks di mana proliferasi bersama, migrasi, dan reorganisasi
fibroblast memainkan peran penting dalam penyembuhan SAR.
8. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan SAR adalah penyakit Behcet’s
syndrome, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS serta
Sweet’s syndrome.8,39
Penyakit sistemik yang sering menunjukkan SAR sebagai salah satu
manifestasi penyakitnya adalah Behcet’s syndrome. Manifestasi penyakit ini ditandai
dengan ulkus oral dan genital berulang, dan lesi mata.8 Behcet’s syndrome adalah
gangguan multisistem yang dihasilkan dari vaskulitis pembuluh kecil dan menengah
dan peradangan epitel. Respon inflamasi abnormal pada Behcet’s syndrome
disebabkan oleh kompleks imun yang disebabkan oleh limfosit T dan sel plasma.

2.2.3 Gambaran Klinis


Episode pertama SAR dimulai dengan gejala prodromal yang digambarkan
dengan rasa terbakar atau sakit selama 24-48 jam sebelum ulser muncul.8,35 Ulser yang
terbentuk terasa sakit, terlihat jelas, dangkal, berbentuk oval atau bulat, ditutupi eksudat
putih keabu-abuan dan dikelilingi oleh pinggiran eritema.1-4 Klasifikasi SAR
berdasarkan gambaran klinis dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa rekuren

Universitas Sumatera Utara


14

tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa rekuren tipe
herpetiformis.2,8,35,36,39

1. SAR Tipe Minor


SAR tipe minor turut dikenali sebagai Mikulicz's apthae dan tipe ini mengenai
sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan SAR.8
Ulser dangkal, berwarna abu-abu kuning, oval, berbatas jelas, dan berukuran kecil.
SAR tipe ini memiliki diameter kurang dari 1 cm dan dapat muncul secara tunggal atau
berjumlah lebih dari satu.2,8,35 Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-
daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut.8,35,39 SAR
tipe minor biasanya sembuh secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas jaringan parut.2,8,35

Gambar 1. SAR tipe minor.35

2. SAR Tipe Mayor


Prevalensi SAR tipe mayor terjadi kira-kira 10-15% dari penderita SAR.8 SAR
subtipe ini sering disebut tipe ulser periadenitis.8,39 Ciri khasnya berupa ulser berbentuk
kawah, asimetris, dan unilateral. SAR tipe ini memiliki diameter lebih dari 1 cm dan
biasanya disertai dengan rasa nyeri yang lebih ekstrem berbanding tipe minor.2,8,35 Lesi
ini sering muncul pada bibir, palatum lunak dan pangkal tenggorokan. SAR tipe mayor
berlangsung selama lebih dua minggu atau bulan serta meninggalkan bekas jaringan
parut karena keparahan dan lamanya ulser.2,36,39

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 2. SAR Tipe Mayor.8

3. SAR Tipe Herpetiformis


SAR tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari kasus SAR.
SAR tipe ini dapat mencapai 10 sampai 100 ulser kecil-kecil dengan diameter 1-2 mm
dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur.2,8,35 SAR tipe herpetiformis bisa
mengenai hampir semua mukosa rongga mulut. Gambaran klinis ini mirip dengan
gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran
etiologi pada SAR tipe herpetiformis.39 Setiap ulser berlangsung selama 10 hingga 14
hari dan tidak meninggalkan jaringan parut ketika sembuh.8,39

Gambar 3. SAR tipe herpertiformis.36

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.8
Tanda khas yang utama merupakan satu atau lebih ulser yang rekuren, sakit, dengan
interval beberapa hari atau berbulan.36,38 Gambaran klinis berguna untuk menentukan
klasifikasi SAR. Riwayat kesehatan digunakan untuk mengetahui apakah ada keadaan

Universitas Sumatera Utara


16

sistemik yang dapat menyebabkan terjadinya SAR.35 Pemeriksaan tambahan


diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung
sembuh dan episode SAR menjadi lebih parah.8,35

2.2.5 Perawatan
Disebabkan etiologi dari SAR yang belum diketahui secara pasti hingga saat
ini, perawatan terhadap SAR masih belum dapat ditentukan secara pasti. Perawatan
terhadap SAR bertujuan untuk:
1. Mengurangi gejala-gejala SAR8
2. Mengurangi jumlah dan ukuran ulser8
3. Meningkatkan periode bebas SAR8
Perawatan SAR bersifat simtomatik yaitu dengan menghilangkan faktor
predisposisi dan melalui pemberian obat. Edukasi tindakan pencegahan timbulnya
SAR dapat dilakukan diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat
besi. Dalam pengobatan SAR, obat yang dapat digunakan antara lain anestetikum
(benzocaine 4% dalam borax glycerine), obat kumur antibiotika (chlorhexidine
gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%), anti inflamasi (sodium hyaluronat), dan
kortikosteroid topikal (triamcinolone in orabase).8,35,36,39

2.3 Hubungan Pola Tidur Terhadap Stomatitis Aftosa Rekuren


Menurut Ferrie, tidur dapat memberi efek jangka pendek dan panjang pada
kesehatan dan kesejahteraan individu.42 Gaya hidup sehat mencakup pola tidur yang
baik berperan dalam mengurangkan resiko seseorang itu terhadap suatu penyakit
termasuklah penyakit rongga mulut yang umumnya sering diderita orang ramai yaitu
SAR. Salah satu faktor pemicu yang berkontribusi pada patogenesis SAR adalah
inflamasi yang diakibatkan oleh penekanan pada sistem imun tubuh.5,8
Beberapa peneliti telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara
pola tidur dengan pengaruh sistem imun. Literatur menyatakan bahwa peningkatan

Universitas Sumatera Utara


17

aktivitas bangun yang terjadi selama kondisi terjaga berkepanjangan dapat memodulasi
sistem kekebalan tubuh. Buktinya, status tidur seekor hewan dapat mempengaruhi
kemampuan respon hewan tersebut dalam melawan infeksi dan penyembuhan luka.24
Kehilangan tidur mempengaruhi mekanisme seluler dan genom yang
berkontribusi terhadap aktivitas sitokin inflamasi.13,25 Menurut penelitian Irwin, setelah
satu malam dengan kehilangan tidur, produksi monosit IL-6 dan TNF α pada 30 orang
dewasa yang sehat meningkat lebih banyak daripada setelah tidur tanpa gangguan.
Kehilangan tidur memicu peningkatan lebih dari 3 kali lipat dalam transkripsi IL-6
asam ribonukleat pembawa (mRNA) dan peningkatan 2 kali lipat dalam TNF α
messenger RNA.44
Pola tidur yang tidak cukup dan tidak teratur dapat menginduksi atau
memperparah SAR, yang mungkin dapat dikaitkan dengan gangguan dalam siklus
sekresi hormon harian seperti hormon pertumbuhan dan kortisol.10 Puncak sekresi
hormon pertumbuhan adalah pada waktu malam dan berlangsung selama beberapa jam,
dimana hal ini mempengaruhi proliferasi fibroblas, migrasi keratinosit dan juga
diferensiasi sel T. Penurunan sekresi hormon pertumbuhan meningkatkan terjadinya
SAR dan menghambat penyembuhan.43
Perubahan dari pola tidur dapat mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada
berbagai sel imunokompeten.13 Berbagai perubahan tersebut dapat mengakibatkan
keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka
terhadap rangsangan. Oleh karena itu, pola tidur berpotensi meningkatkan reaksi
inflamasi sehingga meningkatkan kejadian SAR.

Universitas Sumatera Utara


18

2.4 Kerangka Teori

Pola Tidur

Rapid Eye Movement Non Rapid Eye


(REM) Movement (NREM)

Fungsi

Restoratif Imunitas Hormon dan Kognitif Psikologis


Metabolisme

Respon

Perubahan
pada
Rongga
Mulut

Stomatitis Aftosa
Rekuren

Universitas Sumatera Utara


19

2.5 Kerangka Konsep

Pola Tidur Stomatitis Aftosa


- Waktu tidur Rekuren
-
- Durasi Tidur
- KualitasTidur

Universitas Sumatera Utara


20

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik untuk mengetahui pengaruh
pola tidur dengan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional dimana pengambilan data variabel bebas
(pola tidur) dan variabel tergantung (SAR) dilakukan sekaligus pada waktu yang
sama.45

3.2 Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara. Lokasi ini dipilih atas dasar hasil penelitian Tahan yang menyatakan prevalensi
SAR tertinggi terdapat pada mahasiswa kedokteran gigi yaitu 7,20% dari seluruh
penderita SAR pada mahasiswa USU.46 Waktu penelitian adalah dari bulan April 2019
sehingga Juli 2019.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran gigi Universitas


Sumatera Utara yang sedang menderita SAR.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera


Utara yang memenuhi kriteria penelitian. Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara

Universitas Sumatera Utara


21

mengambil subjek didasarkan atas adanya pertimbangan tertentu berdasarkan ciri dari
populasi.
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis pada
sampel tunggal untuk data proporsi yaitu45:
[𝑍𝛼 √𝑃0 ( 1− 𝑃0) +𝑍𝛽 √𝑃𝑎 ( 1−𝑃𝑎 )] 2
n =
( 𝑃𝑎 − 𝑃0 )2

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

𝑍𝛼 = nilai sebaran normal baku pada tertentu, α= 5%, sehingga


𝑍𝛼 = 1,96
𝑍𝛽 = nilai sebaran normal baku pada tertentu, β= 10%, sehingga
𝑍𝛽 = 1,282
Po = proporsi penelitian sebelumnya yaitu 30% (Panduranga, 2014)

Pa = perkiraan proporsi penelitian, pada penelitian ini digunakan 10%

[1,96√0,30( 1− 0,30+1,282 √0,10 ( 1−0,10) ] 2


n=
( 0,10−0,30)2

= 41,1  41 orang

Berdasarkan perhitungan, besar sampel minimum yang dibutuhkan untuk


penelitian ini adalah 41 orang.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi:

1. Mahasiswa yang sedang menderita SAR.

2. Mahasiswa yang tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik yang dapat


menyebabkan gangguan tidur seperti Sistemik Lupus Eritematosus (SLE),
Multiple Sclerosis, Asma dan penyakit jantung koroner.

Universitas Sumatera Utara


22

Kriteria Eksklusi:

Mahasiswa yang tidak kooperatif.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Pola Tidur

- Waktu tidur

- Durasi tidur

- Kualitas tidur

2. Variabel terikat : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

3.5.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Penelitian Operasional Ukur
Pola Tidur Pengukuran pola Menggunakan a. Pola tidur Nominal
tidur yang meliputi Kuesioner baik = skor
waktu tidur, durasi Pittsburgh <5
tidur, gangguan Sleep Quality b. Pola tidur
tidur yang dialami Index (PSQI). buruk = skor
serta penilaian >5
kualitas tidur dalam
waktu 1 bulan 22
Waktu Rata-rata waktu Menggunakan a. < jam 23.00 Nominal
Tidur individu memulai Kuesioner b. > jam 23.00
tidur di malam hari Pittsburgh

Universitas Sumatera Utara


23

dalam waktu 1 Sleep Quality


bulan terakhir. Index (PSQI).

Durasi Total jumlah dari Menggunakan a. 0 = > 7 jam Ordinal


Tidur tidur yang Kuesioner b. 1 = 6-7 jam
diperoleh dalam 24 Pittsburgh c. 2 = 5-6 jam
jam. Sleep Quality d. 3 = < 5 jam
Index (PSQI).

Kualitas Pengukuran Menggunakan a. 0 = Sangat Ordinal


Tidur kepuasan tidur Kuesioner baik
individu secara Pittsburgh b. 1 = Cukup
subjektif. Sleep Quality baik
Index (PSQI). c. 2 = Cukup
buruk
d. 3 = Sangat
buruk
Stomatitis Ulser dalam rongga Pemeriksaan a. SAR minor Ordinal
Aftosa mulut dengan klinis pada b. SAR mayor
Rekuren gambaran klinis subjek
(SAR) berupa ulser penelitian.
dangkal, berbentuk
bulat atau oval
ditutupi
pseudomembran
putih kekuning-
kuningan serta
dikelilingi halo
merah dan terjadi

Universitas Sumatera Utara


24

berulang dengan
diameter kurang
dari 10 mm bagi
SAR minor dan
diameter lebih dari
10 mm bagi SAR
mayor. 1-4

3.6 Sarana Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

1. Kaca Mulut

2. Alat tulis

3. Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

3.6.2 Bahan Penelitian

1. Masker

2. Sarung tangan

3. Desinfektan

4. Kapas

3.7 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan menemukan mahasiswa kedokteran gigi


USU yang sedang menderita SAR dan melakukan seleksi subjek sesuai dengan kriteria
inklusi dan ekslusi penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan sifat

Universitas Sumatera Utara


25

keikutsertaan dalam penelitian kepada subjek peneliti. Apabila subjek bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek diminta untuk menandatangani lembar
informed consent.
Peneliti melakukan pemeriksaan rongga mulut untuk mengetahui ada tidaknya
SAR pada rongga mulut mahasiswa. Proses pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dari sumber data primer dengan cara pengisian kuesioner oleh responden.
Pada saat pengisian kuesioner, peneliti ikut mendampingi responden untuk menjaga
adanya kesalahan dalam memahami pertanyaan atau ada pertanyaan yang kurang jelas.
Kuesioner yang telah selesai dikumpul selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

3.8 Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari lembar kuesioner subjek penelitian kemudian


dianalisis sesuai dengan sifatnya. Data yang bersifat univariat dianalisis secara manual
dan data yang bersifat bivariat dianalisis dengan menggunakan sistem komputerisasi.

3.8.1 Analisis Data


Data Univariat
Analisis univariat berupa analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.43 Data univariat disajikan dalam bentuk tabel
yang meliputi:

1. Distribusi data frekuensi penderita SAR dengan pola tidur berdasarkan


jenis kelamin.
2. Distribusi data frekuensi penderita SAR berdasarkan waktu tidur.
3. Distribusi data frekuensi penderita SAR berdasarkan durasi tidur.
4. Distribusi data frekuensi penderita SAR berdasarkan kualitas tidur.
5. Distribusi data frekuensi penderita SAR berdasarkan pola tidur.

Universitas Sumatera Utara


26

Data Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan dua variabel yaitu variabel
bebas dan variabel terikat yang diduga berhubungan atau berkolerasi.43 Data bivariat
disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi tabulasi silang antara pola tidur dengan
SAR.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi-square (X2) untuk
mengetahui pengaruh pola tidur dengan terjadinya SAR. Berdasarkan uji statistik
tersebut dapat diputuskan:
 Menolak Ho, jika diperoleh nilai p ≤ 𝛼 ( 0.05)

 Menerima Ho, jika diperoleh nilai p > 𝛼 ( 0.05)

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:

1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik


Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional, diperlukan untuk memenuhi aspek legal tatacara penelitian yang telah
disepakati.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian


menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta
menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian.
Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan
(informed consent) agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara


27

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti,
karena itu data yang ditampilkan dalam bentuk data pribadi subjek.

Universitas Sumatera Utara


28

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 41 mahasiswa kedokteran gigi


Universitas Sumatera Utara yang merupakan penderita SAR. Dari hasil penelitian ini
ditemukan SAR pada 15 subjek laki-laki (36,6%) dan 26 subjek perempuan (63,4%)
(Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan jenis
kelamin.

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)


Laki-laki 15 36,6
Perempuan 26 63,4

Total 41 100

Pada 41 subjek pendertita SAR ditemukan 12 subjek (29,3%) memiliki waktu


tidur sebelum jam 23.00 dan 29 subjek (70,7%) memiliki waktu tidur setelah jam 23.00.
(Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan waktu tidur.

Waktu Tidur (jam) Jumlah (n) Persentase (%)

< jam 23.00 12 29,3


> jam 23.00
29 70,7

Total 41 100

Universitas Sumatera Utara


29

Hasil penelitian menunjukkan jumlah subjek yang mempunyai durasi tidur 8


jam ke atas 7 orang (19,5%), durasi tidur selama 6-7 jam 7 orang (17,1%), diikuti
dengan durasi tidur selama 5-6 jam 12 orang (29,3%), kemudian jumlah yang tertinggi
pada durasi tidur kurang dari 5 jam sebanyak 14 orang (34,1%)(Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan durasi tidur.

Durasi Tidur (jam) Jumlah (n) Persentase (%)

> 7 jam 8 19,5


6-7 jam 7 17,1
5-6 jam 12 29,3
< 5 jam 14 34,1
Total 41 100

Pada 41 subjek penelitian, ditemukan 9 subjek yang memiliki kualitas tidur


yang sangat baik (22,0%), 6 subjek memiliki kualitas tidur yang cukup baik (14,6%),
kemudian 17 subjek dengan kualitas tidur yang cukup buruk (41,4%) dan 9 subjek
dengan kualitas tidur yang sangat buruk (22,0%)(Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi penderita SAR di FKG USU berdasarkan kualitas
tidur.

Kualitas Tidur Jumlah (n) Persentase (%)

Sangat baik 9 22,0


Cukup baik 6 14,6
Cukup buruk 17 41,4
Sangat buruk 9 22,0

Total 41 100

Universitas Sumatera Utara


30

Berdasarkan hasil skor kuesioner PSQI, pada penelitian ini didapatkan sebagian
besar subjek memiliki pola tidur yang buruk yaitu sebanyak 27 orang (65,9%).
Seterusnya, didapatkan 14 orang (34,1%) memiliki pola tidur yang baik. (Tabel 6).
Tabel 6. Distribusi dan frekuensi penderta SAR di FKG USU berdasarkan pola tidur.

Pola Tidur Jumlah (n) Persentase (%)

Baik 14 34,1
Buruk 27 65,9
Total 41 100

Tabel 7 menunjukkan pengaruh waktu tidur dengan terjadinya SAR.


Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square diperoleh nilai signifikasi p =
0,008 atau p = < α 0,05. Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara waktu tidur dengan
terjadinya SAR pada subjek penelitian.

Tabel 7. Pengaruh waktu tidur terhadap penderita SAR di FKG USU.

Waktu Tidur SAR P


< jam 23.00 12
> jam 23.00 29 0,008
Jumlah 41

Tabel 8 menunjukkan pengaruh durasi tidur dengan terjadinya SAR.


Berdasarkan durasi tidur penderita SAR tersebut, hasil uji statistik menggunakan chi-
square diperoleh nilai signifikasi p = 0,363 atau p = > α 0,05, maka Ho diterima. Oleh
karena itu pada penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna antara
durasi tidur dengan terjadinya SAR pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara


31

Tabel 8. Pengaruh durasi tidur terhadap penderita SAR di FKG USU.

Durasi Tidur SAR P


> 7 jam 8
6-7 jam 7
5-6 jam 12 0,363
< 5 jam 14
Jumlah 41

Tabel 9 menunjukkan pengaruh kualitas tidur dengan terjadinya SAR. Hasil uji
statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai p < 0,05 yaitu 0,039
maka Ho ditolak. Oleh karena itu, pada penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang
bermakna antara kualitas tidur dengan terjadinya SAR.

Tabel 9. Pengaruh kualitas tidur terhadap penderita SAR di FKG USU.

Kualitas Tidur SAR P


Sangat baik 9
Cukup baik 6
Cukup buruk 17 0,039
Sangat buruk 9
Jumlah 41

Berdasarkan pola tidur dengan terjadinya SAR, hasil uji statistik menggunakan
chi-square diperoleh nilai signifikasi p = 0,042 atau p = < α 0,05. Dengan demikian,
Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara pola tidur dengan terjadinya SAR pada subjek penelitian.(Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh pola tidur terhadap penderita SAR di FKG USU.

Universitas Sumatera Utara


32

Pola Tidur SAR P


Baik 14
Buruk 27 0,042
Jumlah 41

Universitas Sumatera Utara


33

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi dan persentase penderita SAR


pada mahasiswa FKG USU lebih banyak dijumpai pada perempuan, dibanding pada
laki-laki. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa perempuan
lebih sering terserang SAR dari laki-laki dengan rasio 3:2.7,8 Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Du dkk pada tahun 2017 yang menunjukkan mayoritas
penderita SAR adalah perempuan.21 Tingginya angka kejadian SAR pada perempuan
dapat dihubungkan dengan tingkat stres dan faktor ketidakseimbangan hormonal pada
saat terjadinya siklus menstruasi.5,8 Stres lebih banyak ditemukan pada perempuan
dibanding laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma pada
tahun 2017.46 Hal ini karena terdapat perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan
saat menghadapi konflik, otak perempuan memiliki kewaspadaan yang lebih negatif
pada saat menghadapi konflik sehingga lebih mudah untuk memunculkan stres,
gelisah, dan rasa takut.48 Pada kondisi stres, adrenal korteks mengeluarkan kortisol
yang menghambat komponen dari respon imun sehingga menimbulkan reaksi
anafilatik pada jaringan dan menyebabkan jaringan mulut rentan terhadap jejas dan
menganggu metabolisme sel-sel mulut sehingga dapat memicu terjadinya SAR.46 Dari
segi hormonal, penurunan estrogen pada saat sebelum menstruasi mengakibatkan
penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut sehingga menimbulkan reaksi
yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga
mudah terjadi SAR.35-36
Berdasarkan waktu tidur penderita SAR dalam penelitian ini, didapatkan hasil
bahwa SAR paling banyak terjadi pada kelompok yang memiliki waktu tidur setelah
jam 11 malam. Dalam penelitian ini, salah satu penyebab mayoritas mahasiswa
mempunyai waktu tidur setelah jam 11 malam adalah dikarenakan adanya aktivitas dan
tuntutan akan tugas-tugas kuliah yang harus diselesaikan dengan tepat waktu. Terdapat

Universitas Sumatera Utara


34

juga sebagian mahasiswa yang mempunyai jam tidur larut akibat lama penggunaan
gadget sebelum tidur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lee dan Low pada tahun 2016, yang menyatakan ada hubungan antara intensitas
penggunaan situs jejaring sosial dan online games dengan waktu tidur pada
mahasiswa.49
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara
waktu tidur terhadap kejadian SAR dengan nilai p = 0,008 dari hasil uji statistik.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Du dkk pada tahun 2017 dan
Ma dkk pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa ada pengaruh waktu tidur terhadap
terjadinya SAR.21,43 Hasil penelitian Ma dkk menunjukkan bahwa 86,2% subjek yang
menderita SAR mempunyai waktu tidur setelah jam 11 malam.21 Sekresi hormon
seperti hormon pertumbuhan, kortisol dan hormon andrenorkortikotropik dipengaruhi
oleh pola tidur. Jumlah kortisol dan adrenokortikotropik kadarnya rendah selama
beberapa jam awal pada orang yang tidur pada jam 11 malam.43 Hasil penelitian
Manisha pada tahun 2017 mengatakan bahwa jam 11 malam sampai 3 pagi merupakan
waktu seseorang itu memiliki lebih banyak fase tidur NREM dimana selama tidur
NREM, tubuh memperbaiki dan meregenerasi jaringan dan memperkuat sistem
kekebalan tubuh.50 Penelitian selama beberapa tahun terakhir telah membuktikan
bahwa tidur larut mempengaruhi berbagai fungsi kekebalan tubuh, termasuk jumlah
himpunan bagian spesifik leukosit dalam sirkulasi darah, produksi sitokin spesifik sel,
dan fungsi sel imun lebih lanjut dimana berpotensi meningkatkan reaksi inflamasi,
sehingga meningkatkan kejadian SAR.38,44
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 34,1 % penderita SAR mempunyai
durasi tidur kurang dari 5 jam. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Panduranga dkk
pada tahun 2013, yang mendapatkan hasil bahwa faktor kekurangan durasi tidur pada
penderita SAR adalah sebesar 30%.19 Namun hasil dari uji statistik pada penelitian ini
tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara durasi tidur terhadap kejadian SAR
dengan nilai p = 0,363. Hal ini karena dengan hanya menggunakan pengukuran durasi
tidur, tidak selalu dapat dihubungkan dengan gangguan tidur.47 Pada penelitian ini tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok durasi tidur pada

Universitas Sumatera Utara


35

penderita SAR, namun jumlah penderita SAR yang tertinggi adalah pada durasi tidur
kurang dari 5 jam diikuti dengan durasi tidur selama 5-6 jam.Teori menyatakan bahwa
jumlah kebutuhan jam tidur yang diperlukan seseorang bervariasi, tetapi umumnya
kebanyakan orang dewasa muda memerlukan tidur sekitar 7 sampai 8 jam.25,42
Kekurangan durasi tidur yang dikeluhkan penderita SAR berhubungan dengan hasil
dari periode terbangun yang semakin panjang atau menurunnya waktu tidur setiap
harinya. Kehilangan tidur memicu peningkatan lebih dari 3 kali lipat dalam transkripsi
IL-6 asam ribonukleat pembawa (mRNA) dan peningkatan 2 kali lipat dalam TNF α
messenger RNA. Penelitian Chen dkk pada tahun 2019 mengatakan bahwa kekurangan
jam tidur dapat meningkatkan derajat keparahan dan menunda penyembuhan ulkus
akibat dari perubahan sistem kekebalan tubuh yang dibuktikan dengan produksi sitokin
proinflamasi dan IgM yang berlebihan.51
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan penderita SAR
mempunyai kualitas tidur yang cukup buruk. Menurut analisis uji statistik penelitian
ini berdasarkan kualitas tidur, diperoleh nilai p = 0,039 yang berarti adanya pengaruh
signifikan kualitas tidur terhadap terjadinya SAR. Hasil distribusi frekuensi variabel
kualitas tidur di dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Putra dkk dimana didapatkan hasil bahwa mahasiswa lebih dominan memiliki
kualitas tidur buruk daripada kualitas tidur baik.51 Beberapa penelitian tersebut
termasuk penelitian ini membuktikan bahwa kualitas tidur pada masa perkuliahan
cenderung lebih buruk disebabkan oleh berbagai faktor eksternal yang dapat
menyebabkan supresi dari pengeluaran melatonin yang pada akhirnya akan dapat
menyebabkan gangguan tidur.52
Penelitian ini mendapatkan hasil bahawa mayoritas penderita SAR mempunyai
pola tidur yang buruk. Analisis hubungan pola tidur terhadap terjadinya SAR pada
subjek penelitian dengan uji statistik chi-square menunjukkan nilai p = 0,042 yang
berarti adanya pengaruh pola tidur terhadap kejadian SAR. Pola tidur dinilai dengan
melakukan penilaian yang terdiri dari tujuh komponen meliputi jumlah jam tidur,
waktu yang diperlukan untuk dapat memulai tidur, persentase antara waktu tidur
dengan waktu yang dihabiskan diatas tempat tidur, gangguan tidur, kebiasaan

Universitas Sumatera Utara


36

pengunaan obat tidur, aktivitas sehari-hari yang terkait dengan tidur, dan kedalaman
tidur secara subyektif.47 Perubahan dari pola tidur dapat mengakibatkan perubahan
tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten sehingga meningkatkan resiko
seseorang itu terkena penyakit termasuklah penyakit SAR.13 Hal ini sesuai dengan
pembahasan L Ge pada tahun 2017 tentang gaya hidup sehat berperan dalam tingkat
rekuren SAR dan ulserasi tipe SAR, di mana salah satu daripada gaya hidup sehat yang
ditekankan adalah pola tidur yang baik.10

Universitas Sumatera Utara


37

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat
diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:
1. Ada pengaruh waktu tidur terhadap terjadinya SAR.
2. Tidak ada pengaruh durasi tidur terhadap terjadinya SAR.
3. Ada pengaruh kualitas tidur terhadap terjadinya SAR.
4. Ada pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR.

6.2 Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh pola tidur terhadap


kejadian SAR dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
2. Pada penelitian ini pola tidur diukur dengan menggunakan kuesioner PSQI,
pada penelitian selanjutnya dianjurkan melakukan pengukuran dan penilaian tidur
melalui pemeriksaan klinis tidur dengan menggunakan peralatan seperti
Polysomnography.
2. Diharapkan pasien SAR supaya mengatur pola tidur yang baik sehingga
kebutuhan tidur dapat tercapai secara optimal agar dapat memperkecil resiko terjadinya
SAR dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.

Universitas Sumatera Utara


38

DAFTAR PUSTAKA

1. Junhar MG, Suling PL, Supit SR. Gambaran stomatitis aftosa rekuren dan stress
pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Bitung. Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi. J e-gigi Unsrat 2015; 3(1): 101-2.
2. Edgar NR, Saleh D, Miller RA. Recurrent aphthous stomatitis. J Clin Aesthet
Dermatol 2017; 10(3): 26-36.
3. Sulistiani A, Hernawati S, Ayu MP. Prevalensi dan distribusi penderita stomatitis
aftosa rekuren di klinik penyakit mulut RSGM FKG Universitas Jember pada
tahun 2014. E- J Pustaka Kesehatan 2017; 5(1): 169-74.
4. Esma KG, Merve OE, Cakir O, Uysal O. Quality of life in patients with recurrent
aphthous stomatitis treated with a mucoadhesive patch containing citrus essential
oil. Patient Preference and Adherence 2016; 10: 967-71.
5. Hudson J. Recurrent aphthous stomatitis: diagnosis and management in primary
care. J Patient Cent Res Rev 2014;1: 197-200.
6. A.Hapa et al. Does recurrent aphthous stomatitis affect quality of life? A
prospective study with 128 patients evaluating different treatment modalities. J
Dermatological Treatment 2011; 22: 215-7.
7. Patil S, Reddy SN, Maheshwari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B. Prevalence
of recurrent aphtous ulceration in Indian population. J Clint Exp Dent 2014; 6(1):
36-41.
8. Scully C. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis. JADA
2003; 134: 200-4.
9. Akbar R et al. Prevalence of recurrent aphthous stomatitits ulcers in Gulf Medical
University students. GMJ. ASM 2016; 5(S1): 115-120.
10. L.Ge. Healthy lifestyle habits benefit remission of recurrent aphthous stomatitis
and RAS type ulceration. British Dent J 2018; 224(2): 70-1.
11. Widyastutik O, Permadi A. Faktor yang berhubungan dengan stomatitis aftosa
rekuren pada mahasiswa di Pontianak. JKMK 2017; 4(3): 222-5.

Universitas Sumatera Utara


39

12. Maurice M. Epidemiological overview of sleep disorders in the general


population. Sleep Med Res 2011; 2(1): 1
13. Simpson N, Dinges DF. Sleep and inflammation. Nutrition Reviews 2007; 65(12):
244-9.
14. Ganz FD. Sleep and immune function. Critical Care Nurse 2012; 32(2): 19-23.
15. Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Recurrent aphthous stomatitis: genetic
aspects of etiology. Postepy Dermatol Alergol 2013; 30(2): 96-9.
16. Gradner MA et al. Age and sleep disturbances among American men and women:
data from the U.S behavioural risk factor surveillance system. J List Sleep
2012; 35(3): 395-7.
17. Jiunn HK, Shih CC. Effects of an irregular bedtime schedule on sleep quality,
daytime sleepiness, and fatigue among university students in Taiwan. BMC Public
Health 2009; 9: 248-9.
18. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
19. Panduranga KM et.al. A clinical study on recurrent aphthous stomatitis: an
assessment of multiple etiological factor. JEMDS 2014; 3(64): 63-6.
20. Fuxiang, L., Weiying, C. 1051 cases of college students “irritated” study. J World
Sci Tech 2012; 1: 38.
21. Du Q, Ni S, Fu Y, Liu S. Analysis of dietary related factors of recurrent aphthous
stomatitis among college students. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine 2018; 1-7.
22. Schupp M, Hanning CD. Physiology of sleep. British Journal of Anaesthesia 2003;
3(3): 69-72.
23. Coenen A. Subconscious stimulus recognition and processing during sleep psyche;
6(2): 1-2.
24. Zielinski, Mark R. Functions and mechanism of sleep. AIMS neuroscience 2016;
3(1); 1-3,11-2.
25. Assefa SZ, Diaz MA, Wickwire EM, Scharf SM. The function of sleep. AIMS
neuroscience 2015; 2(3): 158-62.

Universitas Sumatera Utara


40

26. Benington JH, Heller C. Restoration of brain energy metabolism as the function of
sleep. rogress in Neurobiology 2002; 45: 347-50.
27. Kuo AA. Does sleep deprivation impair cognitive and motor performance as much
as alcohol intoxication? West J Med 2001; 174(3). 180.
28. Drosopoulos S, Wagner U, Born J. Sleep enhances explicit recollection in
recognition memory. Learn Mem 2005; 12(1): 44-9.
29. Rubin RT, Kales, Odell W. Secretion of LH and FSH during sleep.
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4684-2007-4_52 (20 Desember
2018)
30. Leproult R, Cauter EV. Role of sleep and sleep loss in hormonal release and
metabolism. Endocr Dev 2010; 17: 11-8.
31. Baum KT et al. Sleep restriction worsens mood and emotion regulation in
adolescents. J Child Psychology and Psychiatry 2014; 55(2): 184–7.
32. Insitute of Medicine (US) Comitee on Sleep Medicine and Research; Colten HR,
Allevgot BM editors. Sleep Disorders and Sleep Deprivation: An Unmet Public
Health Problem. Washington: National Academics Press (US); 2006.
33. James W, Donald A, Craig SM, Nelson L. Dental management of the medically
compromised patient. 8 th ed., Minnesota: Elsevier, 2009: 128-31.
34. Carskadon MA, Dement W. Normal Human Sleep; an overview. 15-7.
35. Glick M. Burket’s oral medicine. 12 th ed., New York: People’s Medical
Publishing House-USA. 2015: 73-6.
36. Regezi, Sciubba, Jordan. Oral pathology clinical pathology correlations. 6 th ed.,
Califotnia: Elsevier. 2012: 38-41.
37. Albanidou-Farmaki E, Deligiannidis A, Markopoulos k, Katares V. HLA
haplotypes in recurrent aphtous stomatitis: a mode or inheritance?
International J of Immunogenetics 2008; 35: 430-2.
38. Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Etiopathogenesis of recurrent aphthous
stomatitis and the role of immunologic aspects: literature review. Arch
Immunol Ther Exp (Warsz) 2014; 62(3): 4-8.

Universitas Sumatera Utara


41

39. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s essentials of pathology and oral medicine. 8 th
ed., London: Elsevier, 2008: 220-3.
40. Kozlak ST, Walsh SJ, Lalla RV. Reduced dietary intake of vitamin B12 and folate
in patients with recurrent aphthous stomatitis. J Oral Pathol Med 2010; 39(5):
420–3.
41. Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J
Oral Maxillofac Pathol 2011; 15(3): 252–256.
42. Ferrie JE et.al. A prospective study of change in sleep duration: associations with
mortality in the whitehall II cohort. J Sleep 2007 1; 30(12): 1659.
43. Ma R et.al. Effect of bedtime on recurrent aphthous stomatitis in college students.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol 2015; 119(2); 196-201.
44. Irwin M, Wang M, Capella O, Alicia CH. Sleep deprivation and activation of
morning levels of cellular and genomic markers of inflammation. Arch Intern Med
2006; 166: 1756- 61.
45. Metodologi Penelitian Komprehensif.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Metodolo
gi-Penelitian-Komprehensif.pdf (5 Januari 2019)
46. Tahan H. Prevalensi terjadinya stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa
USU yang berpengalaman sar. Skripsi. Medan: FKG USU, 2009: 33-4.
47. InstrumenPSQI.http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15631/7.
%20BAB%20III.pdf?sequence=7&isAllowed=y (6 Desember 2018)
48. Kania. The relationship between gender differences and stress. Huron University
College Journal of Learning and Motivation 2014; 52(1): 96-8.
49. Lee, Y.S.,Low B.S. Sleep pattern among electronic device users and its
relationship with users’ practice in Malaysia University Community.Journal of
Sleep and Biological Rhythms July 2016; 14(3): 271-4.
50. Manisha. Managing sleep deprivation in older adults: A role for occupational
Therapy. AOTACEU 2017; 5-7.

Universitas Sumatera Utara


42

51. Putra PB. Hubungan antara kualitas tidur dengan inteligensia pada siswa kelas X
SMA Santo Thomas 2. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara;
2011.
52. Angelika A, Anja F,Merle C. Sleep problems in university students – an
intervention. Neuropsychiatric Disease and Treatment 2017; 13: 1994-8.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,
Saya Munifah Zaini, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pola Tidur Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa
Rekuren Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU”. Saya mengikut sertakan
Saudara/Saudari dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh pola tidur terhadap terjadinya SAR. Penelitian ini melibatkan 41 subjek
penelitian. Dalam penelitian ini, saya akan melakukan pemeriksaan langsung pada
rongga mulut Saudara/Saudari. Saya awali penelitian ini dengan mencatatkan data
demografi Saudara/Saudari. Setelah itu, Saudara/Saudari diminta untuk mengisi
kuesioner dengan memilih jawaban yang disediakan. Setelah pengisian kuesioner
selesai, dapat dikembalikan kepada saya, untuk hal tersebut saya akan menggunakan
waktu Saudara/Saudari sekitar ± 10 menit.
Pada saat proses penelitian, risiko yang kemungkinan terjadi adalah
ketidaknyamanan sewaktu melakukan pemeriksaan rongga mulut dan pada saat
pengisian kuesioner, tetapi saya akan berusaha melakukan prosedur ini sebaik
mungkin. Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada
Saudara/Saudari mengenai pola tidur yang dapat menyebabkan SAR terjadi. Manfaat
lainnya adalah Saudara/Saudari dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap
terjadinya SAR dengan mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik.
Partisipasi Saudara/Saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada
penelitian ini, identitas Saudara/Saudari akan disamarkan. Hanya dokter gigi peneliti
dan anggota peneliti yang bisa melihat datanya. Kerahsiaan data Saudara/Saudari akan
dijamin sepenuhnya.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai ucapan terima kasih atas turut serta dalam penelitian ini saya akan
memberikan imbalan berupa obat kumur yang dapat membantu dalam pemeliharaan
kesehatan rongga mulut dengan lebih baik.
Jika selama menjalankan penelitian ini ada terjadi keluhan pada
Saudara/Saudari, dapat langsung menghubungi saya:

Nama : Munifah Zaini


Alamat : Jl. Dr. Mansyur Dalam No.49 C, Medan.
No. HP : 081264569375

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu


Saudara/Saudari, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

(Munifah Zaini)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

“Pengaruh Pola Tidur Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren Pada


Mahasiswa Kedokteran Gigi USU”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)
Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan


penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia
berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, 2019

Saksi Peserta Penelitian

( ) ( )

Universitas Sumatera Utara


Keterangan: *) coret yang tidak perlu

Lampiran 3

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Penelitian Pengaruh Pola Tidur Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa


Rekuren pada Mahasiswa FKG USU

No :
Tanggal :

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki/ Perempuan

Umur :

B. KUESIONER PITTSBURGH SLEEP QUALITY INDEX (PSQI)

No Pertanyaan
1 Sekitar pukul berapa anda biasanya tidur di malam hari? ...................
2 Berapa menit anda membutuhkan waktu untuk dapat tertidur di malam hari?
........................
3 Sekitar pukul berapa anda biasanya bangun tidur di pagi hari? .................
4 Berapa jam lamanya waktu tidur anda dapatkan di malam hari? ...................

Universitas Sumatera Utara


5 Seberapa sering Tidak Kurang 1 atau 2 3 kali atau
masalah-masalah pernah dari sekali kali dalam lebih dalam
dibawah ini mengganggu (0) dalam seminggu seminggu
tidur anda? seminggu (2) (3)
(1)
a. Tidak dapat tertidur
dalam waktu 30 menit
b. Terbangun di tengah
malam atau pagi-pagi
sekali
c. Terbangun untuk ke
kamar mandi
d. Tidak dapat bernafas
dengan nyaman
e. Batuk atau berdengkur
dengan keras

f. Merasa terlalu dingin


g. Merasa terlalu panas

h. Mengalami mimpi
buruk
i. Mengalami nyeri
j. Alasan lain: ______
____________________

6 Seberapa sering anda


mengkonsumsi obat agar
dapat tidur?

Universitas Sumatera Utara


7 Seberapa sering anda
mengalami kesulitan
untuk tetap terjaga ketika
mengemudikan
kenderaan, makan atau
terlibat dalam kegiatan
sosial?

Tidak Masalah Sedikit Masalah


ada yang masalah (2) yang
masalah sangat sangat
sama kecil (1) besar (3)
sekali
(0)
8 Berapa banyak masalah
yang anda hadapi untuk
mempertahankan minat
untuk menyelesaikan
sesuatu kerja?
Sangat Cukup baik Cukup Sangat
baik (0) (1) buruk (2) buruk (3)

9 Bagaimana anda menilai


kualitas tidur anda secara
keseluruhan?

KESIMPULAN :*diisi oleh peneliti


Waktu tidur : < jam 23.00 / > jam 23.00
Skor durasi tidur :
Skor kualitas tidur :
Jumlah skor :
Pola tidur : Baik / Buruk

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

Jenis Kelamin Subjek


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 15 36.6 36.6 36.6
Perempuan 26 63.4 63.4 100.0
Total 41 100.0 100.0

Waktu Tidur Subjek


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < jam 23.00 12 29.3 29.3 29.3
> jam 23.00 29 70.7 70.7 100.0
Total 41 100.0 100.0

Hasil Uji Chi Square bagi waktu tidur

Waktu Tidur SAR


Chi-Square 7.049a 7.049a
df 1 1
Asymp. Sig. .008 .008
a. 0 cells (,0%) have expected frequencies
less than 5. The minimum expected cell
frequency is 20,5.

Universitas Sumatera Utara


durasi tidur subjek
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 7 jam 8 19.5 19.5 19.5
6-7 jam 7 17.1 17.1 36.6
5-6 jam 12 29.3 29.3 65.9
< 5 jam 14 34.1 34.1 100.0
Total 41 100.0 100.0

Hasil Uji Chi Square bagi durasi tidur

Durasi SAR
Chi-Square 3.195a 3.195a
df 3 3
Asymp. Sig. .363 .363
a. 0 cells (,0%) have expected
frequencies less than 5. The minimum
expected cell frequency is 10,3.

kualitas tidur subjek


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat baik 9 22.0 22.0 22.0
Cukup baik 6 14.6 14.6 36.6
Cukup buruk 17 41.4 41.4 78.0
Sangat buruk 9 22.0 22.0 100.0
Total 41 100.0 100.0

Hasil Uji Chi Square bagi kualitas tidur

Kualitas SAR
Chi-Square 6.512a 6.488b
df 3 2
Asymp. Sig. .089 .039
a. 0 cells (,0%) have expected
frequencies less than 5. The minimum
expected cell frequency is 10,3.
b. 0 cells (,0%) have expected
frequencies less than 5. The minimum
expected cell frequency is 13,7.

Universitas Sumatera Utara


Pola tidur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 14 34.1 34.1 34.1
Buruk 27 65.9 65.9 100.0
Total 41 100.0 100.0

Hasil Uji Chi Square bagi pola tidur

PolaTidur SAR
Chi-Square 4.122a 4.122a
df 1 1
Asymp. Sig. .042 .042
a. 0 cells (,0%) have expected frequencies
less than 5. The minimum expected cell
frequency is 20,5.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai