SKRIPSI
DWITA APRIZA
NIM: 170600193
Dwita Apriza
Estimasi usia saat kematian dan penentuan jenis kelamin korban atau jenazah
merupakan faktor penting saat identifikasi individu dalam odontologi forensik. Usia
kronologis dapat diketahui dengan menentukan estimasi usia dental. Tujuan studi
untuk mengetahui persamaan regresi dan formula indeks dari estimasi usia dental
menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi serta mengetahui perbedaan usia
rata-rata antara usia kronologis dan estimasi usia dental. Studi ini dianalisis oleh 2
reviewer. Literatur yang digunakan dalam studi ini didapatkan dari penelusuran pada
3 database jurnal yaitu PubMed, ProQuest dan Google Scholar hingga tanggal 08
Maret 2021 sesuai dengan tahapan PRISMA menggunakan kata kunci yang relevan
serta telaah kualitas literatur berdasarkan penilaian NOS. Data sintesis kualitatif
disajikan secara sistematis. Kriteria inklusi terdiri dari populasi (gigi dengan
perubahan fisiologis), intervensi (metode Gustafson yang dimodifikasi) dan hasil
(estimasi usia dental). Sintesis data yang dimasukkan kedalam studi ini berasal dari 5
literatur dengan total jumlah sampel 409 gigi. Hasil studi menunjukkan terdapat
persamaan regresi baru menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi menurut
Santosh et al (Y = 14.67 X + 20.25); Arora et al (Y = 10.692 X + 0.4964); Manas et
al (Y = 6.82 X + 15.11) dan Nishant et al (Y = 6.07 X + 0.27). Formula indeks
dalam menentukan estimasi usia dental yaitu memperoleh
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata usia kronologis
dan estimasi usia dental (± 1,15 tahun) dengan menggunakan 4 kriteria Gustafson,
yaitu atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder, nilai P
> 0,05. Kesimpulan studi ini adalah perubahan fisiologis gigi dapat digunakan dalam
menentukan estimasi usia dengan menggunakan metode Gustafson yang
dimodifikasi.
Kata kunci : Metode Gustafson yang dimodifikasi, Estimasi usia dental, Usia
kronologis.
ii
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
iii
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
TIM PENGUJI
KETUA : Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF
ANGGOTA :
1. Minasari, drg., MM
2. Dr. Filia Dana Tyasingsih, drg., M. Kes
iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
segala kemudahan, petunjuk, kemampuan dan kekuatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta yaitu Ayahanda Rudiansyah, SE dan Ibunda Rita Ethika, SH yang
telah memberikan doa yang selalu mengalir, semangat, kasih sayang serta dukungan
secara penuh baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Alm. Dika Wiranda selaku saudara kandung penulis yang
senantiasa mendoakan penulis dari alamnya dan selalu menjadi motivasi penulis
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini guna membanggakan kedua orang tua. Dengan
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Yendriwati, drg., M.
Kes., Sp. OF selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan mengarahkan, serta memberikan nasehat dan dorongan semangat.
Demikian juga kepada Minasari, drg., MM dan Dr. Filia Dana Tyasingsih, drg., M.
Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun
sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
v
Universitas Sumatera Utara
3. Seluruh staff pengajar serta pegawai Departemen Biologi Oral Universitas
Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi sehingga penulisan skripsi ini
berjalan dengan lancar.
4. Kepada MABES TNI dalam program MABEA (Mahasiswa Beasiswa) TNI
TA 2020 yang telah memberikan pelatihan terpusat MABEA TNI dan bantuan
dana dalam pembuatan skripsi ini kepada penulis.
5. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Yohana Anggie Purba, Bunga Felicia, Femy
Nawia, Aliftia Nur Salsabila, Jecicha Maria Purba, Ratih Fanisa, Stephanie
Artha Limbong dan Humairah Azzahra atas segala bantuan, perhatian,
dukungan dan dorongan semangat yang diberikan.
6. Teman satu bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi: Athaya Ula,
Clarinta, Adis yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Basic 17 yaitu Atika, Octa, Tengku Rizky, Tharis, Dilla, Nada,
Luqman, Rafli, Dessy, Ainun, Risfi dan Tiara serta teman-teman Angkatan
2017 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya
selama pengerjaan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna serta
masih ditemukan banyak kekurangan. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat kekeliruan selama melakukan penyusunan dan penulisan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangsih dalam pengembangan
disiplin ilmu di bidang kedokteran gigi khususnya bidang Odonologi Forensik.
(Dwita Apriza)
Nim. 170600193
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
vii
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori .................................................................................................. 34
2.8 Kerangka Konsep .............................................................................................. 35
viii
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 58
6.1 Kesimpulan........................................................................................................ 58
6.2 Saran .................................................................................................................. 58
LAMPIRAN .................................................................................................................
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
metode penentuan estimasi usia yang didasarkan pada rasemisasi asam amino.
Rasemisasi asam amino adalah perubahan isomer optik asam amino L menjadi
bentuk D.7 Metode morfologi adalah metode menentukan estimasi usia yang
membutuhkan ekstraksi gigi dan preparasi jaringan serta pemeriksaan miskroskopik
yang mendetail.8 Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.4,6
Pemilihan metode dilakukan berdasarkan jenis kasus (tunggal atau massal),
status individu (hidup atau mati), usia dan ketersediaan sarana dan prasarana. Jumlah
korban pada saat kejadian bencana memengaruhi pemilihan metode yang akan
digunakan untuk identifikasi usia korban. Pada kasus tunggal, dapat dipilih lebih
dari satu metode yang sesuai dengan karakteristik usia untuk memastikan usia
korban agar hasilnya lebih akurat. Pada bencana massal yang biasanya menimbulkan
banyak korban jiwa dan waktu yang terbatas untuk identifikasi, maka hanya dapat
dipilih satu metode yang paling efektif dan efisien sesuai dengan kondisi.4
Metode untuk status individu yang masih hidup menggunakan metode
noninvasif (tanpa ekstraksi) seperti radiografis, sedangkan pada individu yang telah
meninggal dapat dilakukan dengan semua jenis metode karena pada korban yang
telah meninggal dapat dilakukan ekstraksi gigi. Berdasarkan kategori usia, ada
beberapa metode yang dapat dipilih dalam menentukan estimasi usia. Metode yang
paling sesuai untuk korban kategori usia anak dan remaja adalah metode radiografis.
Metode biokimia juga dapat dilakukan pada kelompok usia anak sampai remaja
tetapi gigi harus diekstraksi. Metode yang dipilih untuk kategori usia dewasa adalah
metode morfologi.4 Hal ini disebabkan karena tahapan perkembangan gigi pada
orang dewasa telah sempurna, sehingga dalam menentukan estimasi usia digunakan
perubahan fisiologi akibat fungsi kerja gigi yang digunakan selama hidup.8
Beberapa metode morfologi yang digunakan dalam menentukan estimasi
usia adalah metode Gustafson dan metode Johanson.9 Penelitian pertama yang
dilakukan menggunakan metode morfologi untuk menentukan estimasi usia pada
orang dewasa dikemukakan oleh Gustafson (1950). Penelitian tersebut didasarkan
pada gigi yang dipotong secara longitudinal. Metode ini terdiri empat skor mulai
dari 0-3 dan menggunakan enam parameter perubahan fisiologis gigi yaitu atrisi,
transparansi akar, deposisi dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal
dan resorpsi akar. Skor ditotalkan dan dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang
telah diperoleh sebelumnya, maka akan didapatkan hasil estimasi usia dental.1
Johanson melakukan penelitian lanjutan dari metode Gustafson. Johanson
menggunakan tujuh skor (0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3) dan enam kriteria Gustafson
yaitu atrisi, transparansi akar, dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal
dan resorpsi akar.10
Metode Johanson menggunakan gigi yang telah dipotong dengan ketebalan
0,25 mm untuk mengevaluasi transparansi akar. Metode tersebut menemukan rumus
persamaan regresi berganda sesuai dengan perhitungannya. Skor ditotalkan dan
dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang telah diperoleh sebelumnya, maka
akan mendapatkan hasil estimasi usia dental.10 Perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental pada Gustafson lebih besar daripada Johanson.11
Perbedaan yang besar tersebut, hasilnya dapat dioptimalkan dengan melakukan
modifikasi metode Gustafson ini menggunakan lima dari enam kriteria Gustafson
yaitu atrisi, transparansi akar, deposisi dentin sekunder, aposisi sementum dan
resorpsi akar. Kriteria yang tidak dapat dinilai adalah status periodontal, karena pada
penelitian ini menggunakan sampel gigi yang dicabut.1
Sampai saat ini gambaran mengenai estimasi usia berdasarkan perubahan
fisiologis gigi dengan menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi belum ada
dibahas dalam metode penelitian systematic literature review, maka berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Estimasi usia berdasarkan perubahan fisiologis gigi dengan
menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi dalam odontologi forensik:
systematic literature review.”
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
digunakan untuk identifikasi karena kemungkinan dua orang mempunyai data gigi
dan mulut yang identik sangat kecil yaitu satu berbanding dua miliar dengan
perkiraan penduduk dunia lima miliar.
Gigi merupakan bahan terkeras dari tubuh manusia yang tahan terhadap
suhu, kimia, dan trauma. Hal ini dikarenakan gigi memiliki komposisi bahan organik
dan kadar air yang sangat sedikit. Sebagian besar terdiri dari bahan anorganik
sehingga tidak mudah rusak, terletak di dalam rongga mulut yang selalu basah oleh
air liur serta dilindungi dengan baik oleh otot pipi, bibir dan lidah, sehingga jaringan
tersebut yang terlebih dahulu mengalami kerusakan apabila terjadi trauma. Menurut
Scott, gigi menjadi abu pada 10000 F – 12000 F (5380 C – 6490 C). Manusia
mempunyai 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing memiliki 5
permukaan, berarti dalam mulut manusia terdapat 160 permukaan gigi dengan
variasi keadaan yang sangat banyak, mulai dari gigi sehat, gigi berlubang,
penambalan, pencabutan, gigi palsu, implan, dll.16 Variasi keadaan yang sangat
banyak ini sangat membantu dalam identifikasi gigi.14
2.3 Usia
Menurut Depkes RI, usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.17
Estimasi usia dapat ditentukan, karena pertambahan usia seiring dengan peningkatan
tahap pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh berupa perubahan fisik yang
konstan sehingga setiap tahap dari proses perubahan tersebut dapat dihubungkan
dengan usia seseorang. Usia terbagi menjadi usia kronologis, usia mental dan usia
biologis.18
seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai tersebut adalah radiografi
carpal index (Gambar 1). Penggunaan radiografi pergelangan tangan dapat
mengetahui status maturitas skeletal seseorang yang digunakan untuk memproduksi
waktu pubertal growth spurt.22,23 Dasar penentuan usia skeletal yaitu menggunakan
osifikasi yang terjadi pada tulang phalanges, karpal dan radius. Tahap
pertumbuhannya dinilai dengan melihat hubungan antara epifisis dengan diafisis.
Terjadi penyatuan epifisis dan diafisis tulang phalanges, karpal dan radius seiring
bertambahnya usia.24
perubahan suara laki-laki serta rambut kemaluan pada kedua jenis kelamin
merupakan tanda maturitas seksual.25,26
2.4.1 Enamel
Seiring bertambahnya usia, enamel mengalami perubahan fisiologis seperti
erosi, atrisi dan abrasi. Erosi adalah hilangnya lapisan terluar gigi secara progresif
akibat pengaruh bahan-bahan kimia tanpa adanya pengaruh bakteri. Penyebab utama
larutnya enamel gigi adalah makanan atau minuman mengandung asam yang
mempunyai pH kurang dari 5,5. Daerah erosi biasanya berbentuk cawan. Meskipun
sering terlihat pada permukaan labial gigi anterior atas, lesi-lesi ini kadang-kadang
dapat terlihat pada aspek lingual gigi serta pada permukaan oklusal. Hal yang
membedakan lesi yang disebabkan erosi adalah bahwa lesi lebih terasa sakit bila
dibandingkan dengan lesi yang disebabkan abrasi atau atrisi. Gigi sering menjadi
sensitif terhadap sentuhan.28
2.4.2 Dentin
Reaksi kompleks dentin berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya pembentukan dentin sekunder yang merupakan kelanjutan dentinogenesis
serta reduksi jumlah odontoblas. Pembentukan dentin sekunder terjadi pada bagian
atas dan dasar kamar pulpa. Pada dentin juga terjadi sklerosis melalui pembentukan
yang berlanjut dari dentin tubular, hal ini menyebabkan reduksi kerentanan dentinal
pada orang yang sudah tua. Sklerosis selalu ditemukan pada akar gigi yang hampir
seperti bentuk gelas. Terjadi juga pembentukan dentin tersier yang merupakan
respons rangsangan dan odontoblas yang berdesakan serta tubulus dentin yang
membengkok. Dead tracks (saluran yang mati) berupa tubulus dentin yang kosong
juga dijumpai pada struktur dentin orang yang sudah tua.28
2.4.3 Pulpa
Reaksi kompleks pulpa berkaitan dengan pertambahan usia adalah terjadi
peningkatan kalsifikasi jaringan kolagen pulpa, penurunan komponen seluler dan
vaskuler. Ukuran ruang pulpa menurun akibat pembentukan dentin sekunder yang
berlanjut sejalan dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan suplai arterial
melalui saluran akar, penurunan jumlah sel, penambahan fiber dan penurunan
jumlah kapiler di dalam pulpa. Dengan bertambahnya usia, pulpa menjadi kurang
selular, kurang vaskular dan lebih fibrous/berserat. Perubahan-perubahan utama
yang dapat dilihat pada serat-serat saraf pulpa, baik panjang maupun diameter serat-
serat tersebut dalam jumlah besar berkurang dengan bertambahnya usia dan
perubahan-perubahan kualitatif, termasuk bukti demielinasi yang biasanya diamati.
Hal-hal tersebut mengakibatkan kepekaan dentin berkurang seiring bertambahnya
usia.28
2.4.6 Sementum
Perubahan pada sementum yang berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya penebalan sementum. Penebalan sementum di seluruh permukaan akar
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan penebalan ini lebih terlihat pada
sepertiga apikal akar. Peningkatan ketebalan sementum yang progresif, terlihat
paling jelas pada apikal gigi. Resesi gingiva menyebabkan sementum terlihat dan
sering juga terjadi karies pada akar gigi.28
Berdasarkan data dentin, kuadrat terkecil yang sesuai dari titik-titik tersebut dapat
dinyatakan dengan rumus:29
Dimana td adalah usia dentin dalam beberapa tahun. Beberapa sifat fisikokimia
molekul akan berubah sebagai akibatnya dari sejumlah kecil rasemisasi dan efeknya
akan menjadi lebih signifikan dengan bertambahnya usia. Jika proses rasemisasi
serupa terjadi pada semua protein yang tidak aktif secara metabolik, maka hal
tersebut merupakan bagian dari perubahan penuaan kompleks yang terjadi pada
manusia.29
Analisis rasemisasi dentin lebih dapat diandalkan. Hal ini dikarenakan dentin
memiliki proporsi yang jauh lebih besar menurut berat gigi daripada enamel. Selain
itu, persentase komposisi protein pada dentin adalah 100 kali lipat dari pada enamel.
Dengan demikian, kemungkinan kontaminasi sampel saat dentin dianalisis akan
berkurang secara signifikan. Enamel dapat mengalami perubahan permukaan (atrisi,
bakteri, karies) yang dapat mempengaruhi komposisi asam aminonya, sedangkan
dentin relatif terlindungi oleh lapisan enamel. Orang-orang yang mengalami atrisi
gigi berat dan hanya memiliki sedikit mahkota yang tersisa setelah 40-50 tahun,
dentin akar dapat dianalisis. Suhu juga merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan perbedaan kecil dalam tingkat rasemasi antar individu. Suhu tubuh
manusia rata-rata 36.9°C dan memiliki jarak sekitar ±0.7°C. Variasi suhu ini akan
menghasilkan perubahan pada hasil. 29
Berdasarkan data, usia dentin dapat dihitung dari luas rasemisasi asam
aspartat pada spesimen biopsi dentin saat biopsi dilakukan menggunakan rumus
berikut:30
1 𝐷/𝐿
t = 786,9 In − 36 51
1−𝐷/𝐿
Gambar 13. Coronal length (CL) dan coronal pulp cavity height (CPCH) pada
gigi.33
dan akurat dibandingkan gigi lain karena enamel IMTM tidak bersentuhan dengan
enamel gigi tetangga atau gigi berlawanan. Kemudian, pada gigi non-IMTM dapat
menderita perikoronitis dan berisiko ekstraksi. IMTM juga jarang rusak dan proses
penuaannya bebas dari pengaruh fisiokimia, kebiasaan mengunyah, dan pola makan.
Rumus persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:34
1. Atrisi (A) adalah hilangnya jaringan pada permukaan gigi akibat dari
gesekan fisik selama pengunyahan. Terjadi pada bagian permukaan insisal atau
oklusal. Perubahan ini terlihat secara visual.37,38
A0 - Tidak ada atrisi
A1 - Atrisi terbatas sampai tingkat enamel
A2 - Atrisi terbatas sampai tingkat dentin
A3 - Atrisi sampai ke rongga pulpa.
Gambar 16. Menunjukkan rentang skor 0-3 pada perubahan atrisi (A),
deposisi dentin sekunder (S), periodontotis(P), aposisi
sementum (C), dan resorpsi akar (R) menurut tingkat
perkembangannya sebagai standar untuk perbandingan usia.1
Y = 11.43 + 4.56 X
X = An + Pn + Cn + Sn + Rn
+ Tn
Keterangan: n = skor perubahan
Metode Gustafson menemukan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan
peningkatan skor dan dapat menarik garis regresi untuk melihat korelasi antara usia
dan skor.38
metode ini memerlukan beberapa gigi berakar tunggal (Insisivus dan kaninus) dari
lengkung rahang atas dan rahang bawah. Gigi dipotong longitudinal dalam bidang
bukal-lingual menjadi potongan 0,25 mm sepanjang bagian terluas dari pulpa gigi.14
Johanson menilai enam perubahan seperti yang dilakukan oleh Gustafson,
yaitu atrisi (A), transparansi akar (T), deposisi dentin sekunder (D), aposisi
sementum (C), status periodontal (P) dan resorpsi akar (R).10 Keenam perubahan
morfologi postformasi dinilai secara mikroskopis berdasarkan modifikasi metode
Gustafson yang dilakukan Johanson. Johanson melakukan modifikasi pada hitungan
skor. Johanson menggunakan tujuh skor, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3. Johanson
menemukan persamaan regresi baru yang sesuai dengan perhitungannya.10 Rumus
persamaan regresi yang ditemukan oleh Johanson yaitu:10
P2 - Retraksi 10 mm
P 2,5 - Retraksi 15 mm
P3 - Hanya sebagian kecil akar dikelilingi oleh periodonsium
C0 - Sementum normal
C 0,5 - Lapisan sementum lebih tebal
C1 - Sementum tebal lebih dari normal
C 1,5 - Lapisan sementum lebih besar
C2 - Ketebalan sementum abnormal di dekat apeks akar
C 2,5 - Lokalisasi sementum tebal yang abnormal
C3 - Secara umum penebalan abnormal sementum melalui apeks
Gambar 20. Sistem penilaian perubahan tujuh tahap perkembangan oleh Johanson.43
yaitu atrisi, transparansi akar, dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal
dan resorpsi akar. Johanson menggunakan gigi yang telah dipotong dengan
ketebalan 0,25 mm untuk mengevaluasi transparansi akar. Johanson menemukan
rumus persamaan regresi berganda sesuai dengan perhitungannya. Skor ditotalkan
dan dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang telah diperoleh sebelumnya, maka
akan mendapatkan hasil estimasi usia dental.10 Perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental pada Gustafson lebih besar daripada Johanson.11
Metode yang dipilih untuk kategori usia dewasa adalah metode morfologi.4 Hal ini
disebabkan karena tahapan perkembangan gigi pada orang dewasa telah sempurna,
sehingga dalam menentukan estimasi usia digunakan perubahan fisiologi akibat
fungsi kerja gigi yang digunakan selama hidup.8
Usia Biologis
Metode Morfologi
Metode Gustafson
Metode Johanson
Estimasi Usia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
b) Tidak dijustifikasi.
Non-responden
a) Terdapat perbandingkan antara karakteristik responden dan non-responden,
dan tingkat respon yang memuaskan. (*)
b) Tingkat respon tidak memuaskan atau komparabilitas antara responden dan
non- responden tidak memuaskan.
c) Tidak ada deskripsi tingkat tanggapan atau karakteristik responden dan non-
responden.
Penentuan paparan (faktor resiko) :
a) Alat ukur yang di validasi. (**)
b) Alat pengukuran tidak divalidasi, tetapi alat tersebut tersedia atau dijelaskan.
(*)
c) Tidak ada deskripsi alat pengukuran.
Dapat diperbandingkan (Comparability): (Maksimal 2)
Subjek pada kelompok hasil yang berbeda dapat dibandingkan, berdasarkan
desain penelitian atau analisis. Faktor perancu dikendalikan
a) Kontrol studi untuk faktor yang paling penting (pilih satu). (*)
b) Kontrol studi untuk faktor tambahan lainnya (*)
Hasil (Outcome): (Maksimal 3)
Penilaian hasil:
a) Penilaian independent blind (**)
b) Rekam tautan (**)
c) Laporan sendiri (*)
d) Tidak deskripsi
Uji statistik:
a) Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data dijelaskan dengan
jelas dan sesuai, pengukuran asosiasi disajikan, termasuk confidence interval
dan tingkat probabilitas (nilai p). (*)
b) Uji statistik tidak sesuai, tidak dijelaskan atau tidak lengkap.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Eksklusi (n = 15)
Judul dan abstrak di screening Judul dan abstrak tidak
n = 20 sesuai dengan kriteria
inklusi
Eligibility
pada perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil. Skor “cukup” mengharuskan 2
bintang pada pemilihan, 1-2 bintang pada perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil.
Skor “buruk” diberikan bila hanya terdapat 0-1 bintang pada pemilihan, 0 bintang
pada perbandingan, atau 0-1 bintang pada hasil. Untuk dapat ditelaah, literatur
tersebut minimal memiliki skor “cukup” disajikan pada tabel 4.
Tabel 7. Persamaan regresi dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang
dimodifikasi.
NO Penulis, Sampel Persamaan
Tahun Penelitian Regresi
1 Santosh et al, Gigi premolar satu rahang atas
Y = 14.67 X + 20.25
2015.46
2 Arora et al, 2014.47 Gigi berakar tunggal
Y = 10.692 X + 0.4964
4 Atrisi (A)
Keterangan : Panjang deposisi dentin sekunder di rongga pulpa (d), Panjang seluruh
rongga pulpa (D), Panjang transparansi akar (t), Panjang seluruh gigi (T), Lebar
penebalan sementum dari titik paling tebal di kedua sisi gigi (ce1 dan ce2), Lebar
gigi dengan sementum di titik paling tebal (CE), Lebar atrisi (a), Lebar gigi pada
margin servikal (A).
Tabel 9. Formula indeks dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang
dimodifikasi.
NO Penulis, Sampel Penelitian Rata-rata
Tahun
Tabel 10. Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia
dental.
NO Penulis, Perbedaan P-Value Hasil Uji Statistik
Tahun usia rata-
rata
(Tahun)
1 Santosh et ± 5,17 < 0,001 Terdapat perbedaan yang signifikan
al, 2015.46 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
2 Arora et al, ± 10 < 0,05 Terdapat perbedaan yang signifikan
2014.47 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
3 Manas et al, ± 4,51 < 0,001 Terdapat perbedaan yang signifikan
2015.47 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
4 Ajay et al, ± 1,15 > 0,05 Tidak terdapat perbedaan yang
2020.49 signifikan antara usia kronologis
dengan estimasi usia dental
5 Nishant et ± 2,64 < 0,05 Terdapat perbedaan yang signifikan
al, 2014.1 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
BAB 5
PEMBAHASAN
Estimasi usia saat kematian dan penentuan jenis kelamin korban atau jenazah
merupakan faktor penting saat identifikasi individu dalam odontologi forensik.1
Identifikasi adalah penetapan individualitas seseorang dan usia merupakan salah satu
faktor esensial dalam penentuan identitas.50 Gigi adalah bagian tubuh yang paling
tahan terhadap pengaruh eksternal seperti pembusukan, api, ledakan dan bahan
kimia serta dapat diandalkan dalam menentukan estimasi usia.1,51 Gigi secara
konstan mengalami perubahan selama digunakan sepanjang hidup seperti atrisi,
resorpsi akar, aposisi sementum, transparansi akar, deposisi dentin sekunder dan
lain-lain.47
Tujuan systematic literature review ini yaitu untuk mengetahui persamaan
regresi dari estimasi usia dental menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi,
mengetahui formula indeks dari estimasi usia dental menggunakan metode
Gustafson yang dimodifikasi dan mengetahui perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental.
kriteria Gustafson. Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Arora et al,
(2014) yaitu Y = 10.692 X + 0.4964.47
aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder 0-3 sesuai dengan
kriteria Gustafson. Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Manas et al,
(2015) yaitu Y = 6.82 X + 15.11. 48
korelasi positif antara usia kronologis, atrisi, dentin sekunder, aposisi sementum dan
transparansi akar.49
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat persamaan regresi baru yang diperoleh dari pengolahan data setiap
sampel menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi menurut Santosh et
al (Y = 14.67 X + 20.25); Arora et al (Y = 10.692 X + 0.4964); Manas et al
(Y = 6.82 X + 15.11) dan Nishant et al (Y = 6.07 X + 0.27).
2. Formula indeks dalam menentukan estimasi usia dental menggunakan metode
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata usia
kronologis dan estimasi usia dental sekitar ± 1,15 tahun dengan metode
Gustafson yang dimodifikasi menggunakan 4 kriteria Gustafson, yaitu atrisi,
aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder, nilai P >
0,05.
3. Perubahan fisiologis gigi dapat digunakan dalam menentukan estimasi usia
dengan menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan sebagai
berikut:
1. Perlu penelitian systematic literature review lebih lanjut untuk menentukan
estimasi usia tanpa menggunakan persamaan regresi dengan jumlah studi yang
lebih banyak agar hasil yang diperoleh lebih representatif.
2. Penggunaan database literatur dan strategi penelusuran literatur yang lebih
bervariasi agar mendapatkan literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan topik yang sama di Indonesia, agar data
yang dihasilkan dapat relevan dengan kondisi di yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
39. Kumar GS. Orban’s oral histology and embryology, Ed 14. Haryana:Elsevier
2019:79.
40. Solheim T. Amount of secondary dentin as an indicator of age. Scandinavian
Journal of Dental Research 1992; 100(4):193-9.
41. Tabor MP, Schrader BA. Forensic dental identification. In Forensic
Dentistry. Ed 2. 2010:63-8.
42. RÜtzscher K. Forensic and legal dentistry. In Forensic and Legal Dentistry.
Germany:Springer 2014:206.
43. Oktaviani J. Manual of forensic odontology. Ed 5. Boca Raton:CRC Press.
2018; 51(1):237-7.
44. Liberati A et al. The prisma statement for reporting systematic reviews and
metaanalyses of studies that evaluate health care interventions: Explanation
and Elaboration. PLoS Medicine 2009: 6(7):1-28.
45. Wells G et al. The newcastle-ottawa scale (nos) for assessing the quality of
nonrandomised studies in meta-analyses 2020. Accessed 12 Maret 2021,
Available at: http://www.ohri.ca/programs/clinical_epidemiology/oxford.asp
46. Santosh et al. Reliability of dental root translucency in age estimation among
adults aged between 25 to 60 years – an autopsy study. Medicalnnovantica
2015; 4(1):1-6.
47. Arora et al. Reliability of dental attrition as a sole parameter for age
estimation among north western adult indians. Human Biology Review 2014:
3(4):292-9.
48. Manas et al. Estimation of age by secondary dentin deposition, root
translucency and cementum apposition - a unique modification of gustafsons
method. European Journal of Forensic Sciences 2015: 2(3):1-6.
49. Ajay et al. Estimation of age by modified gustafson’s method from incisor
and canine teeth. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology
2020:14(1):5-11.
50. Rajendran R, Shivpathsundhean. Shafer’s text book of oral pathology. 6th
ed.Noida; ELSEVIR:885.
51. Brkic H, Milicevic M, Petrovecki M. Age estimation methods using
anthropological parameters on human teeth. Forensic SciInt 2006: 162(1-
3):13-6.
52. Sebecic V, Hoch A, Sabalic M. How to estimate dental age in
paleodontology?. Bull Int Assoc Paleodont 2010: 4(1):27-32.
53. Helm S , Prydso U. 1979. Assessment of age at death from mandibular molar
attrition in medieval danes. Scand J Dent Res 1979: 87 (2):79-90.
54. Kambe T, Yonemitsu K, Kibayashi K, Tsunenari S. Application of computer
assisted image analyzer to the assessment of area and number of sites of
dental attrition and its use for age estimation. Forensic Sci Int 1991:
50(1):97-109.
55. Li C, Ji G. Age estimation from the permanent molar in northeast china by
the method of average stage of attrition. Forensic Sci Int 1995: 75:186-96.
56. Lovejoy CO. 1985. Dental wear in libben population: its functional pattern
and role in the determination of adult skeletal age at death. Am J Phy
Anthropol 1985: 68(1):47-56.