Anda di halaman 1dari 74

ESTIMASI USIA BERDASARKAN PERUBAHAN

FISIOLOGIS GIGI DENGAN MENGGUNAKAN


METODE GUSTAFSON YANG DIMODIFIKASI
DALAM ODONTOLOGI FORENSIK
(Systematic Literature Review)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

DWITA APRIZA
NIM: 170600193

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Biologi Oral
Tahun 2021

Dwita Apriza

Estimasi Usia Berdasarkan Perubahan Fisiologis Gigi dengan Menggunakan


Metode Gustafson yang Dimodifikasi Dalam Odontologi Forensik (Systematic
Literature Review)
xii + 61 halaman

Estimasi usia saat kematian dan penentuan jenis kelamin korban atau jenazah
merupakan faktor penting saat identifikasi individu dalam odontologi forensik. Usia
kronologis dapat diketahui dengan menentukan estimasi usia dental. Tujuan studi
untuk mengetahui persamaan regresi dan formula indeks dari estimasi usia dental
menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi serta mengetahui perbedaan usia
rata-rata antara usia kronologis dan estimasi usia dental. Studi ini dianalisis oleh 2
reviewer. Literatur yang digunakan dalam studi ini didapatkan dari penelusuran pada
3 database jurnal yaitu PubMed, ProQuest dan Google Scholar hingga tanggal 08
Maret 2021 sesuai dengan tahapan PRISMA menggunakan kata kunci yang relevan
serta telaah kualitas literatur berdasarkan penilaian NOS. Data sintesis kualitatif
disajikan secara sistematis. Kriteria inklusi terdiri dari populasi (gigi dengan
perubahan fisiologis), intervensi (metode Gustafson yang dimodifikasi) dan hasil
(estimasi usia dental). Sintesis data yang dimasukkan kedalam studi ini berasal dari 5
literatur dengan total jumlah sampel 409 gigi. Hasil studi menunjukkan terdapat
persamaan regresi baru menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi menurut
Santosh et al (Y = 14.67 X + 20.25); Arora et al (Y = 10.692 X + 0.4964); Manas et
al (Y = 6.82 X + 15.11) dan Nishant et al (Y = 6.07 X + 0.27). Formula indeks
dalam menentukan estimasi usia dental yaitu memperoleh
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata usia kronologis
dan estimasi usia dental (± 1,15 tahun) dengan menggunakan 4 kriteria Gustafson,
yaitu atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder, nilai P
> 0,05. Kesimpulan studi ini adalah perubahan fisiologis gigi dapat digunakan dalam
menentukan estimasi usia dengan menggunakan metode Gustafson yang
dimodifikasi.

Kata kunci : Metode Gustafson yang dimodifikasi, Estimasi usia dental, Usia
kronologis.

Daftar Rujukan : 56 (1950-2020).

ii
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan


di hadapan Tim Penguji.

Medan, 16 April 2021


Pembimbing: Tanda tangan

Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF ………………………


NIP. 1963061319900320

iii
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini akan dipertahankan di hadapan Tim Penguji


pada tanggal 21 April 2021

TIM PENGUJI
KETUA : Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF

ANGGOTA :
1. Minasari, drg., MM
2. Dr. Filia Dana Tyasingsih, drg., M. Kes

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
segala kemudahan, petunjuk, kemampuan dan kekuatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta yaitu Ayahanda Rudiansyah, SE dan Ibunda Rita Ethika, SH yang
telah memberikan doa yang selalu mengalir, semangat, kasih sayang serta dukungan
secara penuh baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Alm. Dika Wiranda selaku saudara kandung penulis yang
senantiasa mendoakan penulis dari alamnya dan selalu menjadi motivasi penulis
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini guna membanggakan kedua orang tua. Dengan
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Yendriwati, drg., M.
Kes., Sp. OF selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan mengarahkan, serta memberikan nasehat dan dorongan semangat.
Demikian juga kepada Minasari, drg., MM dan Dr. Filia Dana Tyasingsih, drg., M.
Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun
sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,


pengarahan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M. Kes., Sp. PMM selaku Ketua
Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara dan Dosen Penasehat Akademik penulis.

v
Universitas Sumatera Utara
3. Seluruh staff pengajar serta pegawai Departemen Biologi Oral Universitas
Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi sehingga penulisan skripsi ini
berjalan dengan lancar.
4. Kepada MABES TNI dalam program MABEA (Mahasiswa Beasiswa) TNI
TA 2020 yang telah memberikan pelatihan terpusat MABEA TNI dan bantuan
dana dalam pembuatan skripsi ini kepada penulis.
5. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Yohana Anggie Purba, Bunga Felicia, Femy
Nawia, Aliftia Nur Salsabila, Jecicha Maria Purba, Ratih Fanisa, Stephanie
Artha Limbong dan Humairah Azzahra atas segala bantuan, perhatian,
dukungan dan dorongan semangat yang diberikan.
6. Teman satu bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi: Athaya Ula,
Clarinta, Adis yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Basic 17 yaitu Atika, Octa, Tengku Rizky, Tharis, Dilla, Nada,
Luqman, Rafli, Dessy, Ainun, Risfi dan Tiara serta teman-teman Angkatan
2017 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya
selama pengerjaan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna serta
masih ditemukan banyak kekurangan. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat kekeliruan selama melakukan penyusunan dan penulisan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangsih dalam pengembangan
disiplin ilmu di bidang kedokteran gigi khususnya bidang Odonologi Forensik.

Medan, 16 April 2021


Penulis,

(Dwita Apriza)
Nim. 170600193

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................................


PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii
TIM PENGUJI SKRIPSI ............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5


2.1 Definisi Odontologi Forensik .............................................................................. 5
2.2 Gigi Sebagai Indikator Estimasi Usia ................................................................. 5
2.3 Usia...................................................................................................................... 6
2.3.1 Usia Kronologis ............................................................................................ 6
2.3.2 Usia Mental ................................................................................................... 7
2.3.3 Usia Biologis ................................................................................................ 7
2.3.3.1 Usia Skeletal .......................................................................................... 7
2.3.3.2 Usia Seksual ........................................................................................... 8
2.3.3.3 Usia Dental ............................................................................................. 9
2.4 Perubahan Fisiologis Gigi Akibat Pertambahan Usia ......................................... 9
2.4.1 Enamel ........................................................................................................ 10
2.4.2 Dentin ......................................................................................................... 12
2.4.3 Pulpa ........................................................................................................... 12
2.4.4 Tulang Alveolar .......................................................................................... 13
2.4.5 Ligamen Periodontal ................................................................................... 14
2.4.6 Sementum ................................................................................................... 14
2.5 Metode dalam Menentukan Estimasi Usia ........................................................ 15
2.5.1 Metode Biokimia ........................................................................................ 15
2.5.2 Metode Radiografi ...................................................................................... 19
2.5.3 Metode Morfologi ....................................................................................... 22
2.5.3.1 Metode Gustafson ................................................................................ 23
2.5.3.2 Metode Johanson ................................................................................. 27
2.6 Landasan Teori .................................................................................................. 30

vii
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori .................................................................................................. 34
2.8 Kerangka Konsep .............................................................................................. 35

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 36


3.1 Jenis Penelitian .................................................................................................. 36
3.2 Waktu Penelitian ............................................................................................... 36
3.3 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ............................................................................ 36
3.3.1 Kriteria Inklusi ............................................................................................ 36
3.3.2 Kriteria Eksklusi ......................................................................................... 36
3.4 Metode Penelusuran Literatur ........................................................................... 37
3.5 Metode Telaah Kualitas Literatur ..................................................................... 37
3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 38
3.7 Definisi Operasional .......................................................................................... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................................... 42


4.1 Hasil Penelusuran Literatur ............................................................................... 42
4.2 Hasil Telaah Kualitas Literatur ......................................................................... 43
4.3 Karakteristik Studi Literatur .............................................................................. 44
4.4 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi ..................... 46
4.5 Formula Indeks Dalam Menentukan Estimasi Usia Dental Menggunakan
Metode Gustafson Yang Dimodifikasi .................................................................... 47
4.6 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental. ..................................................................................................................... 48

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................. 50


5.1 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi ...................... 50
5.1.1 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi
Menggunakan 1 Kriteria ...................................................................................... 51
5.1.2 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi
Menggunakan 3 Kriteria ...................................................................................... 52
5.1.3 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi
Menggunakan 5 Kriteria ...................................................................................... 53
5.2 Formula Indeks Dalam Menentukan Estimasi Usia Dental Menggunakan
Metode Gustafson Yang Dimodifikasi .................................................................... 53
5.3 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental. ..................................................................................................................... 54
5.3.1 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental Menggunakan 1 Kriteria ......................................................................... 54
5.3.2 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental Menggunakan 3 Kriteria .......................................................................... 55
5.3.3 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental Menggunakan 4 Kriteria .......................................................................... 55
5.3.4 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi Usia
Dental Menggunakan 5 Kriteria .......................................................................... 56
5.4 Keterbatasan Studi............................................................................................. 57

viii
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 58
6.1 Kesimpulan........................................................................................................ 58
6.2 Saran .................................................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 59

LAMPIRAN .................................................................................................................

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Newcastle-Ottawa Quality Assessment Scale Cross Sectional Study ............. 37


2. Hasil penelusuran literatur berdasarkan 3 database ....................................... 42
3. Kategori Newcastle-Ottawa Quality Assessment Scale .................................. 44
4. Hasil telaah kualitas literatur........................................................................... 44
5. Karakteristik Studi Literatur ........................................................................... 45
6. Kriteria metode Gustafson yang dimodifikasi ................................................ 46
7. Persamaan regresi dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson
yang dimodifikasi. ........................................................................................... 46
8. Indeks dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang
Dimodifikasi ................................................................................................... 47
9. Formula indeks dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson
yang dimodifikasi ............................................................................................ 48
10. Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi
usia dental ....................................................................................................... 49

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Radiografi pergelangan tangan .................................................................... 8


2. Erosi pada permukaan enamel menyebabkan gigi menjadi cekung
Dan mengkilap ............................................................................................. 10
3. Atrisi pada gigi ............................................................................................. 11
4. Abrasi pada servikal gigi kaninus dan premolar satu .................................. 11
5. Dead tracks yang merupakan tubulus kosong berisi udara pada
dentin gigi .................................................................................................... 12
6. Berkurangnya ukuran kamar pulpa .............................................................. 13
7. Resorpsi tulang alveolar ............................................................................... 14
8. Penebalan pada sementum ........................................................................... 15
9. Grafik data dentin pada penelitian Helfman dan Bada ................................ 16
10. Prosedur biopsi............................................................................................. 18
11. Grafik tingkat rasemisasi asam aspartat dengan usia dentin ........................ 18
12. Pengukuran yang dilakukan pada radiografi setiap gigi .............................. 20
13. Coronal length (CL) dan coronal pulp cavity height (CPCH)
pada gigi ....................................................................................................... 21
14. Gambar segmentasi enamel dan rongga pulpa molar ketiga
serta rekonstruksi tiga dimensinya ............................................................... 22
15. Dentin sekunder ........................................................................................... 24
16. Menunjukkan rentang skor 0-3 pada perubahan atrisi (A), deposisi
dentin sekunder (S), periodontotis(P), aposisi sementum (C), dan
resorpsi akar (R) menurut tingkat perkembangannya sebagai standar
untuk perbandingan usia .............................................................................. 25
17. Menunjukkan rentang skor 0-3 transparansi akar (Tp) sebagai standar
untuk perbandingan dengan perubahan usia ................................................ 26
18. T3 - Transparansi akar meluas lebih dari dua pertiga apikal ....................... 26
19. Hubungan antara usia dan skor berbanding lurus ........................................ 27
20. Sistem penilaian perubahan tujuh tahap perkembangan
oleh Johanson ............................................................................................... 30
21. Aliran diagram PRISMA ............................................................................. 39

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Penelusuran Literatur


2. Hasil Telaah Kualitas Literatur
3. Proses Mendapatkan Persamaan Regresi
4. Ethical Clearance

xii
Universitas Sumatera Utara
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Estimasi usia saat kematian dan penentuan jenis kelamin korban atau jenazah
merupakan faktor penting saat identifikasi individu dalam odontologi forensik.1 Usia
kronologis dapat diketahui dengan menentukan estimasi usia dental. Usia dental
adalah usia gigi seseorang yang dihitung dari waktu erupsi dan tahap kalsifikasi atau
maturasi gigi.2 Usia kronologis adalah usia seseorang yang terhitung mulai dari
tanggal lahir sampai saat dilakukan pemeriksaan. Gigi merupakan indikator yang
kuat dan termasuk salah satu substansi yang paling diandalkan untuk menentukan
estimasi usia karena keunikan dan kekuatannya.3 Gigi adalah bagian terkeras tubuh
yang memiliki sifat individual serta tahan terhadap suhu, kimia dan trauma sehingga
sangat tepat digunakan untuk proses identifikasi.4 Hal ini berguna dalam
mengidentifikasi jenazah, baik dalam bencana massal (seperti kecelakaan
penerbangan, peperangan, peristiwa pengeboman, dan lain-lain) maupun bencana
alam (seperti tsunami, gempa bumi, banjir, dan lain-lain).1
Estimasi usia juga digunakan pada kasus hukum seperti perkosaan,
penculikan, memperkerjakan anak di bawah umur, penentuan usia pada kasus
kriminal untuk anak, dan lain-lain.3 Pembuktian hukum untuk menentukan individu
masih dalam kategori anak atau dewasa, berkaitan dengan adanya perbedaan proses
hukum atau peradilan pada anak dengan orang dewasa. Estimasi usia juga
merupakan bukti yang kuat ketika tidak ada akta kelahiran atau diragukan
keasliannya.5
Penentuan estimasi usia dapat menggunakan beberapa metode, yaitu
radiografis, biokimia dan morfologi.4,6 Metode radiografi adalah metode penentuan
estimasi usia menggunakan sinar pengionan (sinar X, sinar gama) untuk membentuk
bayangan benda pada film. Berbagai radiografi dapat digunakan dalam menentukan
estimasi usia individu yaitu radiografi periapikal intraoral, radiografi panoramik,
cone-beam computed tomography (CBCT), dll. Metode biokimia adalah salah satu

Universitas Sumatera Utara


2

metode penentuan estimasi usia yang didasarkan pada rasemisasi asam amino.
Rasemisasi asam amino adalah perubahan isomer optik asam amino L menjadi
bentuk D.7 Metode morfologi adalah metode menentukan estimasi usia yang
membutuhkan ekstraksi gigi dan preparasi jaringan serta pemeriksaan miskroskopik
yang mendetail.8 Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.4,6
Pemilihan metode dilakukan berdasarkan jenis kasus (tunggal atau massal),
status individu (hidup atau mati), usia dan ketersediaan sarana dan prasarana. Jumlah
korban pada saat kejadian bencana memengaruhi pemilihan metode yang akan
digunakan untuk identifikasi usia korban. Pada kasus tunggal, dapat dipilih lebih
dari satu metode yang sesuai dengan karakteristik usia untuk memastikan usia
korban agar hasilnya lebih akurat. Pada bencana massal yang biasanya menimbulkan
banyak korban jiwa dan waktu yang terbatas untuk identifikasi, maka hanya dapat
dipilih satu metode yang paling efektif dan efisien sesuai dengan kondisi.4
Metode untuk status individu yang masih hidup menggunakan metode
noninvasif (tanpa ekstraksi) seperti radiografis, sedangkan pada individu yang telah
meninggal dapat dilakukan dengan semua jenis metode karena pada korban yang
telah meninggal dapat dilakukan ekstraksi gigi. Berdasarkan kategori usia, ada
beberapa metode yang dapat dipilih dalam menentukan estimasi usia. Metode yang
paling sesuai untuk korban kategori usia anak dan remaja adalah metode radiografis.
Metode biokimia juga dapat dilakukan pada kelompok usia anak sampai remaja
tetapi gigi harus diekstraksi. Metode yang dipilih untuk kategori usia dewasa adalah
metode morfologi.4 Hal ini disebabkan karena tahapan perkembangan gigi pada
orang dewasa telah sempurna, sehingga dalam menentukan estimasi usia digunakan
perubahan fisiologi akibat fungsi kerja gigi yang digunakan selama hidup.8
Beberapa metode morfologi yang digunakan dalam menentukan estimasi
usia adalah metode Gustafson dan metode Johanson.9 Penelitian pertama yang
dilakukan menggunakan metode morfologi untuk menentukan estimasi usia pada
orang dewasa dikemukakan oleh Gustafson (1950). Penelitian tersebut didasarkan
pada gigi yang dipotong secara longitudinal. Metode ini terdiri empat skor mulai
dari 0-3 dan menggunakan enam parameter perubahan fisiologis gigi yaitu atrisi,
transparansi akar, deposisi dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal

Universitas Sumatera Utara


3

dan resorpsi akar. Skor ditotalkan dan dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang
telah diperoleh sebelumnya, maka akan didapatkan hasil estimasi usia dental.1
Johanson melakukan penelitian lanjutan dari metode Gustafson. Johanson
menggunakan tujuh skor (0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3) dan enam kriteria Gustafson
yaitu atrisi, transparansi akar, dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal
dan resorpsi akar.10
Metode Johanson menggunakan gigi yang telah dipotong dengan ketebalan
0,25 mm untuk mengevaluasi transparansi akar. Metode tersebut menemukan rumus
persamaan regresi berganda sesuai dengan perhitungannya. Skor ditotalkan dan
dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang telah diperoleh sebelumnya, maka
akan mendapatkan hasil estimasi usia dental.10 Perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental pada Gustafson lebih besar daripada Johanson.11
Perbedaan yang besar tersebut, hasilnya dapat dioptimalkan dengan melakukan
modifikasi metode Gustafson ini menggunakan lima dari enam kriteria Gustafson
yaitu atrisi, transparansi akar, deposisi dentin sekunder, aposisi sementum dan
resorpsi akar. Kriteria yang tidak dapat dinilai adalah status periodontal, karena pada
penelitian ini menggunakan sampel gigi yang dicabut.1
Sampai saat ini gambaran mengenai estimasi usia berdasarkan perubahan
fisiologis gigi dengan menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi belum ada
dibahas dalam metode penelitian systematic literature review, maka berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Estimasi usia berdasarkan perubahan fisiologis gigi dengan
menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi dalam odontologi forensik:
systematic literature review.”

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah persamaan regresi dari estimasi usia dental menggunakan
metode Gustafson yang dimodifikasi?
2. Bagaimanakah formula indeks dalam menentukan estimasi usia dental
menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi?

Universitas Sumatera Utara


4

3. Apakah terdapat perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dan


estimasi usia dental?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui persamaan regresi dari estimasi usia dental menggunakan
metode Gustafson yang dimodifikasi.
2. Mengetahui formula indeks dari estimasi usia dental menggunakan metode
Gustafson yang dimodifikasi.
3. Mengetahui perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dan estimasi
usia dental.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Menambah pengetahuan mengenai metode Gustafson yang dimodifikasi
dalam bidang odontologi forensik.
2. Memberikan informasi mengenai penentuan estimasi usia dental
berdasarkan persamaan regresi menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi.
3. Merekomendasikan para ahli odontologi forensik untuk menggunakan
metode Gustafson yang dimodifikasi dalam menentukan estimasi usia dental
individu.
4. Memberikan data dan informasi sebagai sarana pengembangan ilmu
kedokteran gigi forensik yang didapat selama proses pembelajaran dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Odontologi Forensik


Odontologi forensik adalah cabang ilmu forensik dalam disiplin ilmu
kedokteran gigi yang fokus dalam mengevaluasi, mengelola dan menyajikan bukti
gigi demi memecahkan identitas seseorang, baik pada bencana alam atau bencana
masal dan masalah proses hukum untuk kepentingan peradilan. Dokter gigi forensik
sering berhubungan dengan antropolog, kriminolog, toksikolog, ahli patologi, dan
petugas penegak hukum yang terlibat dalam suatu kasus.12 Ruang lingkup
odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang keahlian kedokteran gigi.
Secara garis besar, odontologi forensik mengidentifikasi penentuan umur, ras, jenis
kelamin, etnik, analisis jejas gigit (bite mark), pemeriksaan DNA dari bahan gigi
dalam identifikasi personal dan peranannya dalam membantu tugas fungsi pelayanan
kedokteran forensik pada penanganan kasus-kasus yang memerlukan identifikasi
dengan sarana gigi.13
Pakar odontologi forensik memiliki keahlian dalam membandingkan catatan
gigi dari individu yang dikenal dengan gigi individu yang tidak dikenal. Analisis
komparatif ini adalah dasar untuk identifikasi gigi dan digunakan dalam
mengidentifikasi individu. Evaluasi mencakup semua catatan antemortem yang
tersedia untuk orang yang dikenal. Ini termasuk catatan formulir pendaftaran pasien,
riwayat kesehatan, rencana perawatan, catatan kemajuan perawatan, klaim asuransi,
catatan tagihan, foto, model gigi dan semua radiografi yang diambil dari individu
selama masa perawatan mereka.14

2.2 Gigi Sebagai Indikator Estimasi Usia


Rongga mulut memliki peran yang sangat penting dalam identifikasi di
bidang odontologi forensik.15 Rongga mulut dan maksilofasial dapat digunakan
untuk perbandingan data postmortem dan antemortem seperti anatomi tulang,
periodonsium, morfologi sinus maksilaris dan frontalis serta gigi.14 Gigi sangat baik

Universitas Sumatera Utara


6

digunakan untuk identifikasi karena kemungkinan dua orang mempunyai data gigi
dan mulut yang identik sangat kecil yaitu satu berbanding dua miliar dengan
perkiraan penduduk dunia lima miliar.
Gigi merupakan bahan terkeras dari tubuh manusia yang tahan terhadap
suhu, kimia, dan trauma. Hal ini dikarenakan gigi memiliki komposisi bahan organik
dan kadar air yang sangat sedikit. Sebagian besar terdiri dari bahan anorganik
sehingga tidak mudah rusak, terletak di dalam rongga mulut yang selalu basah oleh
air liur serta dilindungi dengan baik oleh otot pipi, bibir dan lidah, sehingga jaringan
tersebut yang terlebih dahulu mengalami kerusakan apabila terjadi trauma. Menurut
Scott, gigi menjadi abu pada 10000 F – 12000 F (5380 C – 6490 C). Manusia
mempunyai 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing memiliki 5
permukaan, berarti dalam mulut manusia terdapat 160 permukaan gigi dengan
variasi keadaan yang sangat banyak, mulai dari gigi sehat, gigi berlubang,
penambalan, pencabutan, gigi palsu, implan, dll.16 Variasi keadaan yang sangat
banyak ini sangat membantu dalam identifikasi gigi.14

2.3 Usia
Menurut Depkes RI, usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.17
Estimasi usia dapat ditentukan, karena pertambahan usia seiring dengan peningkatan
tahap pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh berupa perubahan fisik yang
konstan sehingga setiap tahap dari proses perubahan tersebut dapat dihubungkan
dengan usia seseorang. Usia terbagi menjadi usia kronologis, usia mental dan usia
biologis.18

2.3.1 Usia Kronologis


Usia kronologis adalah usia yang dihitung berdasarkan tanggal kelahiran
sampai dengan dilakukan pemeriksaan. Usia kronologis biasanya didokumentasikan
dalam bentuk akta kelahiran, rekam medis, kartu identitas, dan sebagainya. Usia
kronologis dinyatakan dengan jumlah tahun atau bulan sejak lahir dan
pengukurannya tidak bergantung faktor fisiologis, psikologis dan sosial budaya.19

Universitas Sumatera Utara


7

Secara umum, perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis.20 Usia


kronologis tidak bisa memberikan informasi tentang proses penuaan seseorang,
karena usia kronologis tidak membedakan individu melalui fisiologis dan mental,
namun membedakan seseorang berdasarkan tahun dan bulan lahir.19

2.3.2 Usia Mental


Menurut Depkes RI, usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan
dari taraf kemampuan mental seseorang. Seorang anak yang secara kronologis
berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan
kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu
tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.17

2.3.3 Usia Biologis


Usia biologis fokus pada perubahan terkait usia dalam proses biologis
maupun fisiologis. Tujuan umum dari semua proses biologis maupun fisiologis
adalah penentuan estimasi usia individu, atau sejauh mana seseorang menua lebih
cepat atau lebih lambat dari rata-rata orang pada usia kronologis yang sama,
misalnya seorang individu yang berhasil menua mungkin memiliki usia biologis
yang jauh lebih kecil dari usia kronologisnya, sedangkan seseorang yang menderita
berbagai komplikasi medis di usia tua dapat ditemukan memiliki usia biologis lebih
besar dari usia kronologisnya.19 Terdapat tiga bentuk usia biologis yaitu berdasarkan
perkembangan skeletal (usia skeletal), maturitas seksual (usia seksual) dan gigi
geligi (usia dental).21

2.3.3.1 Usia Skeletal


Usia skeletal adalah usia yang ditentukan berdasarkan struktur, ukuran
maupun bentuk tulang, serta pemeriksaan terhadap osifikasi dan penyatuan epifisis
tulang. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan membuat gambaran radiografi pada
daerah yang terdapat banyak tulang dan diskus epifiseal seperti tulang pergelangan
tangan (karpal) dan sefalometri dengan metode CVM (Cervical Vertebral Maturation) dari
setiap individu yang normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus

Universitas Sumatera Utara


8

seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai tersebut adalah radiografi
carpal index (Gambar 1). Penggunaan radiografi pergelangan tangan dapat
mengetahui status maturitas skeletal seseorang yang digunakan untuk memproduksi
waktu pubertal growth spurt.22,23 Dasar penentuan usia skeletal yaitu menggunakan
osifikasi yang terjadi pada tulang phalanges, karpal dan radius. Tahap
pertumbuhannya dinilai dengan melihat hubungan antara epifisis dengan diafisis.
Terjadi penyatuan epifisis dan diafisis tulang phalanges, karpal dan radius seiring
bertambahnya usia.24

Gambar 1. Radiografi pergelangan tangan.24

2.3.3.2 Usia Seksual


Usia seksual adalah usia pertumbuhan dan perkembangan pada maturitas
seksual. Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel, serta
jaringan intraseluler yang menyebabkan mahkluk bertambah besar. Perkembangan
adalah kejadian yang bertahap seperti dari pembuahan ovum (fertilisasi sel telur)
sampai keadaan dewasa. Perkembangan termasuk proses pembuahan sel telur oleh
sel sperma sampai terdapat bermacam-macam sel yang berbeda fungsi dan
macamnya.23 Perubahan karakteristik seks sekunder, perkembangan payudara dan
menstruasi pada perempuan, perkembangan penis, testis (alat kelamin) dan

Universitas Sumatera Utara


9

perubahan suara laki-laki serta rambut kemaluan pada kedua jenis kelamin
merupakan tanda maturitas seksual.25,26

2.3.3.3 Usia Dental


Usia dental adalah usia gigi yang ditentukan berdasarkan tahap erupsi gigi
dan pembentukan gigi atau maturasi gigi. Tahap erupsi gigi diawali dengan
penonjolan gingiva atau migrasi benih gigi ke arah oklusal. Tahapan ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ankilosis, pencabutan gigi sulung yang
terlambat atau terlalu cepat, gigi permanen yang impaksi dan crowded. Gigi
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan, serta perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai indikator estimasi usia
individu dari sejak usia intrauterin sampai usia dewasa.
Tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi sebagai indikator estimasi usia
lebih dikendalikan oleh faktor genetik dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Selain itu, gigi merupakan struktur tubuh yang paling keras dan resisten terhadap
pengaruh eksternal, serta mengalami perubahan biologis yang paling sedikit
sehingga dapat digunakan walaupun tubuh telah mengalami dekomposisi, mutilasi,
terbakar ataupun menjadi sisa rangka. Gigi dapat menyediakan informasi mengenai
identitas seorang individu karena cirinya yang khas.5 Usia dental dapat dinilai
berdasarkan fase erupsi gigi dan kalsifikasi gigi. Penilaian kalsifikasi gigi lebih
diutamakan daripada erupsi gigi karena proses erupsi gigi bersifat lebih cepat dan
waktunya sangat sulit ditentukan sedangkan kalsifikasi gigi bersifat terus-menerus
dan dapat dinilai dengan menggunakan radiografi.27

2.4 Perubahan Fisiologis Gigi Akibat Pertambahan Usia


Perubahan fisiologis gigi adalah perubahan gigi akibat pertambahan usia
yang berkaitan dengan tekanan fungsional. Gigi geligi mengalami perubahan karena
digunakan bertahun-tahun. Secara umum, perubahan tersebut terjadi pada enamel,
dentin, pulpa, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum gigi.28

Universitas Sumatera Utara


10

2.4.1 Enamel
Seiring bertambahnya usia, enamel mengalami perubahan fisiologis seperti
erosi, atrisi dan abrasi. Erosi adalah hilangnya lapisan terluar gigi secara progresif
akibat pengaruh bahan-bahan kimia tanpa adanya pengaruh bakteri. Penyebab utama
larutnya enamel gigi adalah makanan atau minuman mengandung asam yang
mempunyai pH kurang dari 5,5. Daerah erosi biasanya berbentuk cawan. Meskipun
sering terlihat pada permukaan labial gigi anterior atas, lesi-lesi ini kadang-kadang
dapat terlihat pada aspek lingual gigi serta pada permukaan oklusal. Hal yang
membedakan lesi yang disebabkan erosi adalah bahwa lesi lebih terasa sakit bila
dibandingkan dengan lesi yang disebabkan abrasi atau atrisi. Gigi sering menjadi
sensitif terhadap sentuhan.28

Gambar 2. Erosi pada permukaan enamel menyebabkan gigi


menjadi cekung dan mengkilap.28

Atrisi adalah hilangnya substansi gigi secara bertahap pada permukaan


oklusal atau insisal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat
pengunyahan. Hal ini terjadi pada permukaan oklusal atau insisal gigi akibat
kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggertakkan gigi saat tidur
(bruxism).28

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 3. Atrisi pada gigi.28

Abrasi adalah terkikisnya lapisan enamel gigi sehingga enamel menjadi


berkurang atau hilang hingga mencapai dentin. Penyebabnya yaitu gaya friksi
(gesekan) langsung antara gigi yang berkontak dengan objek eksternal karena cara
menyikat gigi yang tidak tepat. kebiasaan buruk atau pemakaian zat-zat abrasif
secara oral, merokok dengan pipa dan mengunyah tembakau. Akibat dari menyikat
gigi yang termasuk dalam kategori ini muncul sebagai penilaian transversal
permukaan gigi, terutama gigi kaninus dan premolar, dan biasanya sering ditandai di
daerah servikal pada permukaan bukal dan labial, serta cenderung asimetris,
keparahannya tergantung lokasi.28

Gambar 4. Abrasi pada servikal gigi kaninus dan


premolar satu.28

Universitas Sumatera Utara


12

2.4.2 Dentin
Reaksi kompleks dentin berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya pembentukan dentin sekunder yang merupakan kelanjutan dentinogenesis
serta reduksi jumlah odontoblas. Pembentukan dentin sekunder terjadi pada bagian
atas dan dasar kamar pulpa. Pada dentin juga terjadi sklerosis melalui pembentukan
yang berlanjut dari dentin tubular, hal ini menyebabkan reduksi kerentanan dentinal
pada orang yang sudah tua. Sklerosis selalu ditemukan pada akar gigi yang hampir
seperti bentuk gelas. Terjadi juga pembentukan dentin tersier yang merupakan
respons rangsangan dan odontoblas yang berdesakan serta tubulus dentin yang
membengkok. Dead tracks (saluran yang mati) berupa tubulus dentin yang kosong
juga dijumpai pada struktur dentin orang yang sudah tua.28

Gambar 5. Dead tracks yang merupakan tubulus


kosong berisi udara pada dentin gigi.28

2.4.3 Pulpa
Reaksi kompleks pulpa berkaitan dengan pertambahan usia adalah terjadi
peningkatan kalsifikasi jaringan kolagen pulpa, penurunan komponen seluler dan
vaskuler. Ukuran ruang pulpa menurun akibat pembentukan dentin sekunder yang
berlanjut sejalan dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan suplai arterial
melalui saluran akar, penurunan jumlah sel, penambahan fiber dan penurunan
jumlah kapiler di dalam pulpa. Dengan bertambahnya usia, pulpa menjadi kurang
selular, kurang vaskular dan lebih fibrous/berserat. Perubahan-perubahan utama
yang dapat dilihat pada serat-serat saraf pulpa, baik panjang maupun diameter serat-

Universitas Sumatera Utara


13

serat tersebut dalam jumlah besar berkurang dengan bertambahnya usia dan
perubahan-perubahan kualitatif, termasuk bukti demielinasi yang biasanya diamati.
Hal-hal tersebut mengakibatkan kepekaan dentin berkurang seiring bertambahnya
usia.28

Gambar 6. Berkurangnya ukuran kamar pulpa.28

2.4.4 Tulang Alveolar


Reaksi kompleks tulang alveolar berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya resorpsi tulang. Resorpsi tulang alveolar menyebabkan pengurangan
jumlah tulang akibat kerusakan tulang karena adanya peningkatan osteoklas yang
berfungsi untuk perusakan tulang sehingga terjadi proses osteolisis. Degenerasi
tulang alveolar menyebabkan gigi geligi tampak lebih panjang. Kepadatan tulang
mandibula menurun sekitar 20% pada usia 45-90 tahun dan lebih rendah pada
perempuan. Puncak tulang alveolar yang mengalami resorpsi berbentuk konkaf atau
datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorpsi berlebihan pada puncak tulang
alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikal
tulang.
Massa tulang (baik pada tulang alveolar atau sendi rahang) menurun akibat
menurunnya asupan kalsium dan hilangnya mineral tulang. Massa tulang dewasa
mencapai puncaknya sekitar 35 tahun. Kemudian massa tulang menurun sejalan
dengan usia, dengan hilangnya tulang kortikal maupun tulang trebekular. Pada usia
tua terutama pada perempuan, makin banyak proporsi tulang kortikal yang dipenuhi

Universitas Sumatera Utara


14

oleh pusat resorpsi, terutama di dekat permukaan endosteum. Terjadi penurunan


ketebalan kortikal yang lebih besar pada perempuan daripada laki-laki. Pada
perempuan kehilangan tulang dimulai pada usia 35-45 tahun dan berlangsung lebih
cepat daripada laki-laki. Total kalsium pada tubuh perempuan turun sebanyak 3%
untuk usia 45-55 tahun, dan menurun 9% per dekade pada perempuan pasca
menopause.28

Gambar 7. Resorpsi tulang alveolar.28

2.4.5 Ligamen Periodontal


Perubahan pada ligamen periodontal yang berkaitan dengan pertambahan
usia adalah terjadi kalsifikasi serat-serat kolagen yang menyebabkan berkurangnya
lebar ligamen periodontal. Fibroblas yang berkurang dan strukturnya lebih irregular,
berkurangnya produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta meningkatnya
jumlah serat elastis. Penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis, penurunan
produksi matriks organik dan hilangnya asam mukopolisakarida.28

2.4.6 Sementum
Perubahan pada sementum yang berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya penebalan sementum. Penebalan sementum di seluruh permukaan akar
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan penebalan ini lebih terlihat pada
sepertiga apikal akar. Peningkatan ketebalan sementum yang progresif, terlihat

Universitas Sumatera Utara


15

paling jelas pada apikal gigi. Resesi gingiva menyebabkan sementum terlihat dan
sering juga terjadi karies pada akar gigi.28

Gambar 8. Penebalan pada sementum.28

2.5 Metode dalam Menentukan Estimasi Usia


Banyak literatur telah menjelaskan berbagai metode dalam menentukan
estimasi usia individu menggunakan gigi geligi. Terdapat tiga kategori umum
metode yaitu metode biokimia, metode radiografis dan metode morfologi.7

2.5.1 Metode Biokimia


Metode biokimia adalah salah satu metode penentuan estimasi usia yang
didasarkan pada rasemisasi asam amino. Rasemisasi asam amino adalah perubahan
isomer optik asam amino L menjadi bentuk D. Asam aspartat telah dilaporkan
memiliki tingkat rasemisasi tertinggi dari semua asam amino dan terjadi selama
proses penuaan. Secara khusus, asam L-aspartat diubah menjadi asam D-aspartat.
Dengan demikian, kadar asam D-aspartat dalam enamel, dentin dan sementum
manusia meningkat seiring bertambahnya usia.7 Metode yang digunakan
berdasarkan reaksi biokimia antara lain adalah Metode Helfman dan Bada (1975,
1976) dan Metode Ritz dkk(1995).6,7

Universitas Sumatera Utara


16

1. Metode Helfman dan Bada (1975, 1976)


Helfman dan Bada melakukan pengukuran rasio asam aspartat D / L
menggunakan protein dentinal yang diekstraksi dari gigi manusia. Gigi dibersihkan
dari jaringan lunak, kemudian gigi dikeringkan, akarnya dicabut dan mahkota
digiling dengan mortar. Bagian dentin dipisahkan di bawah sinar ultraviolet, karena
dentin tampak lebih bercahaya dan enamel tidak. Bagian dentin dibersihkan dengan
ultrasonikasi dalam air suling ganda dan HCI encer, kemudian dilarutkan dalam 6 N
HCI, ditutup dalam tabung dan dihidrolisis pada suhu 100 C. Hidrolisis dilakukan
selama 6 jam untuk meminimalkan jumlah rasemisasi yang dikatalisis oleh
asam. Hidrolisat dikeringkan dalam evaporator dan garamnya dihilangkan pada resin
penukar kation Dowex 50W-X8 dan bagian yang mengandung asam asparilat
diisolasi serta diderivatisasi.29

Gambar 9. Grafik data dentin pada penelitian Helfman dan Bada.29

Berdasarkan data dentin, kuadrat terkecil yang sesuai dari titik-titik tersebut dapat
dinyatakan dengan rumus:29

In [1 + (D / L)] = 7.87 (±0.39) x 10-4 yr-1td + 0.014

Dimana td adalah usia dentin dalam beberapa tahun. Beberapa sifat fisikokimia
molekul akan berubah sebagai akibatnya dari sejumlah kecil rasemisasi dan efeknya

Universitas Sumatera Utara


17

akan menjadi lebih signifikan dengan bertambahnya usia. Jika proses rasemisasi
serupa terjadi pada semua protein yang tidak aktif secara metabolik, maka hal
tersebut merupakan bagian dari perubahan penuaan kompleks yang terjadi pada
manusia.29
Analisis rasemisasi dentin lebih dapat diandalkan. Hal ini dikarenakan dentin
memiliki proporsi yang jauh lebih besar menurut berat gigi daripada enamel. Selain
itu, persentase komposisi protein pada dentin adalah 100 kali lipat dari pada enamel.
Dengan demikian, kemungkinan kontaminasi sampel saat dentin dianalisis akan
berkurang secara signifikan. Enamel dapat mengalami perubahan permukaan (atrisi,
bakteri, karies) yang dapat mempengaruhi komposisi asam aminonya, sedangkan
dentin relatif terlindungi oleh lapisan enamel. Orang-orang yang mengalami atrisi
gigi berat dan hanya memiliki sedikit mahkota yang tersisa setelah 40-50 tahun,
dentin akar dapat dianalisis. Suhu juga merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan perbedaan kecil dalam tingkat rasemasi antar individu. Suhu tubuh
manusia rata-rata 36.9°C dan memiliki jarak sekitar ±0.7°C. Variasi suhu ini akan
menghasilkan perubahan pada hasil. 29

2. Metode Ritz dkk(1995)


Metode ini menggunakan teknik biopsi yang dapat diterapkan pada dentin.
Kelebihan teknik biopsi adalah dapat digunakan pada individu yang masih
hidup. Spesimen yang diambil dengan teknik biopsi berukuran panjang sekitar 1
mm, diameter sekitar 1 mm, dan berat sekitar 1,2 mg (berat basah). Jumlah dentin
ini terbukti cukup untuk menentukan tingkat rasemisasi asam aspartat di semua
kasus. Dalam kasus ini, biopsi harus dilakukan di lapisan dentin yang lebih dalam,
karena lokasi biopsi berpengaruh pada tingkat rasemisasi asam aspartat.30

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 10. Prosedur biopsi.30

Gambar 11. Grafik tingkat rasemisasi asam aspartat dengan usia


dentin.30

Berdasarkan data, usia dentin dapat dihitung dari luas rasemisasi asam
aspartat pada spesimen biopsi dentin saat biopsi dilakukan menggunakan rumus
berikut:30

Universitas Sumatera Utara


19

1 𝐷/𝐿
t = 786,9 In − 36 51
1−𝐷/𝐿

Metode ini dapat digunakan di semua kelompok usia. Ritz et al


mengembangkan teknik biopsi dentin untuk menerapkan metode ini pada orang
yang masih hidup dengan mematuhi peraturan etika dan hukum. Lapisan biopsi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil. Rasemisasi asam aspartat jelas
telah berkembang lebih jauh pada spesimen yang diambil dari lapisan yang lebih
dalam dibandingkan dengan spesimen biopsi yang diambil pada bagian luar gigi.30

2.5.2 Metode Radiografi


Metode radiografi adalah salah satu metode penentuan estimasi usia
menggunakan sinar pengionan (sinar X, sinar gama) untuk membentuk bayangan
benda pada film. Radiografi memainkan peran yang sangat penting pada ilmu
forensik untuk menentukan estimasi usia dalam melakukan identifikasi. Penilaian
radiografi usia termasuk metode sederhana dan non-invasif, dapat digunakan baik
pada jenazah individu yang tidak dikenali maupun pada individu yang masih hidup
Berbagai radiografi yang dapat digunakan dalam menentukan estimasi usia
individu adalah radiografi periapikal intraoral, radiografi panoramik, cone-beam
computed tomography (CBCT), dll. Secara klinis, perkembangan gigi permanen
selesai dengan erupsi gigi molar tiga pada usia 17-21 tahun, setelah itu estimasi usia
radiografi menjadi sulit. Beberapa metode radiografi yang digunakan dalam
menentukan estimasi usia adalah sebagai berikut:7

1. Metode rasio pulp-to-tooth oleh Kvaal et al


Dalam metode ini, rasio gigi-pulpa dihitung menggunakan enam gigi rahang
bawah dan atas, yaitu gigi insisivus sentral dan lateral maksila, gigi premolar dua
maksila, gigi insisivus lateral mandibula, gigi kaninus mandibula, dan gigi premolar
pertama. Usia ditentukan dengan menggunakan rasio pulpa terhadap gigi dalam
rumus untuk penentuan usia yang diberikan oleh Kvaal et al.31

Universitas Sumatera Utara


20

Metode Kvaal et al menggunakan radiografi periapikal intraoral, panjang


gigi maksimal (T), panjang akar pada permukaan mesial (R), panjang pulpa
maksimal (P), lebar akar dan pulpa pada CEJ cemento enamel junction (A), lebar
akar dan pulpa di tengah-tengah antara apeks dan CEJ (C), lebar akar dan pulpa di
tengah antara tingkat pengukuran A dan C (B) untuk keenam gigi diukur. Akhirnya,
nilai rata-rata dari semua rasio (M), nilai rata-rata rasio lebar B dan C (W) dan nilai
rata-rata rasio panjang P dan R (L) diganti dalam rumus berikut:31,32

Usia = 129,8 - (316,4 × M) (6,8 × [W - L])

Gambar 12. Pengukuran yang


dilakukan pada radiografi
setiap gigi.31

2. The Coronal Pulp Cavity Index


Metode ini menggunakan foto radiografi panoramik. Keuntungan
menggunakan panoramik sinar-X, yaitu:33
1) Tidak perlu memotong gigi

Universitas Sumatera Utara


21

2) Kasus besar dengan mudah dapat diperiksa dalam waktu singkat


3) Semua gigi rahang bawah dan rahang atas berada dalam satu film
4) Kelainan gigi mudah terlihat
Radiografi panoramik menunjukkan foto ysng kurang detail dibandingkan
dengan radiografi intraoral, terutama untuk gigi anterior, dan proyeksi hanya dapat
dilakukan pada satu sudut. Atas dasar kekurangan tersebut, metode ini memutuskan
untuk hanya menggunakan gigi posterior di mana ruang pulpa biasanya terlihat
sepenuhnya. Gigi yang digunakan yaitu gigi premolar dan molar (tidak termasuk
gigi molar ketiga) mandibula saja, karena gigi mandibula lebih terlihat daripada gigi
maksila.33
Pengukuran metode ini dalam milimeter menggunakan kaliper digital
mendekati 0,01 mm. Setiap gigi dihitung dari rata-rata (CL) length of the crown dan
(CPCH) coronal pulp cavity height untuk mendapatkan (TCI) tooth coronal index
sebagai berikut:33
𝐂𝐏𝐂𝐇 𝐗 𝟏𝟎𝟎
TCI = 𝐂𝐋

Gambar 13. Coronal length (CL) dan coronal pulp cavity height (CPCH) pada
gigi.33

3. Pulp/enamel volume ratio of impacted mandibular third molars (IMTM)


Impacted mandibular third molars (IMTM) dipilih sebagai subjek pada
metode ini. Hal ini dikarenakan segmentasi gambaran enamel IMTM lebih mudah

Universitas Sumatera Utara


22

dan akurat dibandingkan gigi lain karena enamel IMTM tidak bersentuhan dengan
enamel gigi tetangga atau gigi berlawanan. Kemudian, pada gigi non-IMTM dapat
menderita perikoronitis dan berisiko ekstraksi. IMTM juga jarang rusak dan proses
penuaannya bebas dari pengaruh fisiokimia, kebiasaan mengunyah, dan pola makan.
Rumus persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:34

Age = − 5.817 − 21.726 X ln PEr

Keterangan : PEr = pulp volume to enamel volume ratio

Gambar 14. Gambar segmentasi enamel dan rongga pulpa


molar ketiga serta rekonstruksi tiga dimensinya.34

2.5.3 Metode Morfologi


Metode morfologi adalah salah satu metode menentukan estimasi usia yang
membutuhkan ekstraksi gigi dan preparasi jaringan serta pemeriksaan miskroskopik
yang mendetail. Pemeriksaan miskroskopik ini bertujuan untuk menentukan tahapan
perkembangan gigi geligi. Tahapan perkembangan gigi yang telah sempurna, tidak
dapat lagi digunakan untuk estimasi usia, melainkan indikator yang menunjukkan
bahwa struktur gigi mengalami perubahan selama digunakan sepanjang hidup.8
Metode ini lebih cocok digunakan pada kasus post-mortem karena pada individu
yang masih hidup metode ini kemungkinan tidak diterima dengan alasan etik, agama

Universitas Sumatera Utara


23

dan budaya.35 Beberapa metode morfologi yang digunakan dalam menentukan


estimasi usia adalah metode Gustafson dan metode Johanson.9

2.5.3.1 Metode Gustafson


Gigi mengalami banyak perubahan selama digunakan sepanjang hidup.36
Pada tahun 1950, Gosta Gostafson mengembangkan sebuah metode estimasi usia
berdasarkan perubahan morfologi gigi geligi.37 Gustafson menggunakan empat skor
mulai dari 0, 1, 2, 3 sesuai dengan tingkat perubahan. Perubahan-perubahan yang
dimaksud yaitu:37

1. Atrisi (A) adalah hilangnya jaringan pada permukaan gigi akibat dari
gesekan fisik selama pengunyahan. Terjadi pada bagian permukaan insisal atau
oklusal. Perubahan ini terlihat secara visual.37,38
A0 - Tidak ada atrisi
A1 - Atrisi terbatas sampai tingkat enamel
A2 - Atrisi terbatas sampai tingkat dentin
A3 - Atrisi sampai ke rongga pulpa.

2. Periodontotis (P) merupakan penyakit periodontal berupa melonggarnya


gigi atau erupsi terus menerus, ditandai dengan perubahan perlekatan gigi. Erupsi
terus menerus terjadi dimana gigi terus tumbuh perlahan selama hidup. Hal tersebut
terlihat secara makroskopis dan mikroskopis.38
P0 - Tidak ada penyakit periodontal yang jelas
P1 - Awal penyakit periodontal tetapi tidak ada kehilangan tulang
P2 - Kehilangan tulang lebih dari sepertiga akar
P3 - Kehilangan tulang lebih dari dua pertiga akar.

3. Deposisi dentin sekunder (S) adalah pengerasan dentin yang terjadi


dengan sangat lambat selama hidup. Hal tersebut perlahan-lahan akan memperkecil
ruang pulpa seiring bertambahnya usia.40 Perubahan ini hanya dapat dilihat pada
secara mikroskopis.38

Universitas Sumatera Utara


24

S0 - Tidak ada pembentukan dentin sekunder


S1 - Dentin sekunder baru mulai terbentuk pada bagian atas rongga pulpa
S2 - Dentin sekunder mengisi setengah hingga dua pertiga rongga pulpa
S3 - Dentin sekunder hampir atau mengisi seluruh rongga pulpa

Gambar 15. Dentin sekunder.39

4. Aposisi sementum (C) adalah terjadinya pembentukan matriks pada


sementum yang mengakibatkan proses kalsifikasi. Aposisi sementum terjadi di akar
dan sekitarnya. Perubahan ini hanya dapat terlihat secara mikroskopis. Ketebalan
sementum sering bertambah pada akar seiring bertambahnya usia dan sementum
umumnya paling tipis di dekat CEJ (Cemento Enamel Junction) serta paling tebal
pada sepertiga apikal akar.41
C0 – Lapisan sementum normal
C1 - Sementum lebih tebal dari yang biasanya
C2 - Ketebalan sementum abnormal di dekat apeks akar
C3 - Ketebalan sementum abnormal secara umum di seluruh apeks akar

5. Resorpsi akar (R) adalah perusakan atau penghancuran yang disebabkan


oleh osteoklas mengakibatkan hilangnya struktur pada akar gigi. Resorpsi akar
terlihat secara mikroskopis. Resorpsi akar progresif seiring bertambahnya usia.41
R0 - Resorpsi akar tidak terlihat
R1 - Resorpsi seperti bercak

Universitas Sumatera Utara


25

R2 - Resorpsi terbatas pada sementum


R3 - Resorpsi yang luas pada sementum dan dentin

Gambar 16. Menunjukkan rentang skor 0-3 pada perubahan atrisi (A),
deposisi dentin sekunder (S), periodontotis(P), aposisi
sementum (C), dan resorpsi akar (R) menurut tingkat
perkembangannya sebagai standar untuk perbandingan usia.1

6. Transparansi akar (T) adalah proses kristalisasi bahan-bahan mineral dari


akar gigi sehingga terjadinya transparansi dari bagian apikal akar. Transparansi ini
meningkat seiring bertambahnya usia dan tampaknya tidak terlalu terkait erat
dengan kondisi atau pengobatan patologis. Transparansi akar dimulai di daerah
apikal, berkembang secara koronal seiring bertambahnya usia.41
T0 - Tidak ada transparansi akar
T1 – Transparansi akar kurang dari sepertiga apikal
T2 - Transparansi akar meluas lebih dari sepertiga apikal
T3 - Transparansi akar meluas lebih dari dua pertiga apikal (Gambar 18)

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 17. Menunjukkan rentang skor 0-3 transparansi akar (T)


sebagai standar untuk perbandingan dengan perubahan
usia.1

Gambar 18. T3 - Transparansi akar meluas lebih


dari dua pertiga apikal.1

Gustafson mengembangkan persamaan regresi tunggal yang harus valid


untuk semua kelompok gigi.42 Rumus persamaan regresi yang ditemukan oleh
Gustafson yaitu:38

Universitas Sumatera Utara


27

Y = 11.43 + 4.56 X

Keterangan: Y = estimasi usia, X = total skor


Total skor bergantung pada tingkat perubahan yang terjadi pada gigi sesuai dengan
keterangan kriteria Gustafson. Total skor didapat dengan menjumlahkan seluruh
perubahan yang terjadi dengan:38

X = An + Pn + Cn + Sn + Rn
+ Tn
Keterangan: n = skor perubahan
Metode Gustafson menemukan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan
peningkatan skor dan dapat menarik garis regresi untuk melihat korelasi antara usia
dan skor.38

Gambar 19. Hubungan antara usia dan skor


berbanding lurus.38

2.5.3.2 Metode Johanson


Metode Johanson merupakan metode modifikasi dari metode terdahulu yaitu
metode Gustafson.10 Penelitian Johanson 1971 mengevaluasi 162 gigi yang dicabut
dari 31 laki-laki dan 15 perempuan. Menilai usia dental dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


28

metode ini memerlukan beberapa gigi berakar tunggal (Insisivus dan kaninus) dari
lengkung rahang atas dan rahang bawah. Gigi dipotong longitudinal dalam bidang
bukal-lingual menjadi potongan 0,25 mm sepanjang bagian terluas dari pulpa gigi.14
Johanson menilai enam perubahan seperti yang dilakukan oleh Gustafson,
yaitu atrisi (A), transparansi akar (T), deposisi dentin sekunder (D), aposisi
sementum (C), status periodontal (P) dan resorpsi akar (R).10 Keenam perubahan
morfologi postformasi dinilai secara mikroskopis berdasarkan modifikasi metode
Gustafson yang dilakukan Johanson. Johanson melakukan modifikasi pada hitungan
skor. Johanson menggunakan tujuh skor, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3. Johanson
menemukan persamaan regresi baru yang sesuai dengan perhitungannya.10 Rumus
persamaan regresi yang ditemukan oleh Johanson yaitu:10

Y = 11,02 + 5,14A + 2,3S + 4,14P + 3,71C + 5,57R + 8.98T

Keterangan: Y = estimasi usia, A = atrisi, T = transparansi akar, D = dentin


sekunder, C = aposisi sementum, P = status periodontal, dan R = resorpsi akar.
Skor ditotalkan dan dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang telah diperoleh,
maka akan mendapatkan hasil estimasi usia dental.43
Tingkatan perubahan pada metode Johanson:11
A0 - Tidak ada atrisi
A 0,5 - Sedikit atrisi
A1 - Atrisi setengah dari ketebalan enamel
A 1,5 - Atrisi pada lapisan tipis enamel
A2 - Dentin telah tergerus sebagian kecil
A 2,5 - Atrisi telah mencapai setengah dentin
A3 - Atrisi sampai rongga pulpa

P0 - Tidak ada penyakit periodontal yang jelas


P 0,5 - Retraksi kecil dari sambungan semento-enamel
P1 - Retraksi sekitar 2 mm
P 1,5 - Retraksi 4 – 7 mm

Universitas Sumatera Utara


29

P2 - Retraksi 10 mm
P 2,5 - Retraksi 15 mm
P3 - Hanya sebagian kecil akar dikelilingi oleh periodonsium

S0 - Tidak ada pembentukan dentin sekunder


S 0,5 - Sedikit pembentukan dentin sekunder
S1 - Dentin sekunder sampai dengan bagian atas rongga pulpa
S 1,5 - Dentin sekunder sampai ke bagian tengah rongga pulpa
S2 - Dentin sekunder ke atas ke 2/3 dari rongga pulpa
S 2,5 - Kalsifikasi rongga pulpa hampir sempurna
S3 - Kalsifikasi difus seluruh rongga pulpa

T0 - Tidak terdapat transparansi


T 0.5 - Transparansi sangat sedikit
T1 - Awal transparansi
T 1.5 - Transparansi 1/3 dari akar apikal
T2 - Transparansi lebih dari 1/3 dari akar apikal
T 2.5 - Transparansi hampir mencapai 2/3 dari akar apikal
T3 - Transparansi lebih dari 2/3 dari akar apikal

C0 - Sementum normal
C 0,5 - Lapisan sementum lebih tebal
C1 - Sementum tebal lebih dari normal
C 1,5 - Lapisan sementum lebih besar
C2 - Ketebalan sementum abnormal di dekat apeks akar
C 2,5 - Lokalisasi sementum tebal yang abnormal
C3 - Secara umum penebalan abnormal sementum melalui apeks

R0 - Tidak ada resorpsi


R 0,5 - resorpsi kecil hanya pada satu tempat
R1 - Resorpsi di dua tempat atau lebih

Universitas Sumatera Utara


30

R 1.5 - Resorpsi ekstensif


R2 - Resorpsi dalam dan luas
R 2.5 - Resorpsi di seluruh permukaan
R3 - Resorpsi ekstensif menuju dentin

Gambar 20. Sistem penilaian perubahan tujuh tahap perkembangan oleh Johanson.43

2.6 Landasan Teori


Odontologi forensik adalah cabang ilmu forensik dalam disiplin ilmu
kedokteran gigi yang fokus dalam mengevaluasi, mengelola dan menyajikan bukti
gigi demi memecahkan identitas korban bencana alam atau bencana masal dan
masalah proses hukum untuk kepentingan peradilan.12 Usia kronologis dapat
diketahui dengan menentukan estimasi usia dental. Gigi sangat baik digunakan
untuk identifikasi karena gigi merupakan bahan terkeras dari tubuh manusia yang
tahan terhadap suhu, kimia, dan trauma. Hal ini dikarenakan gigi memiliki
komposisi bahan organik dan kadar air yang sangat sedikit. Sebagian besar terdiri
dari bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak di dalam rongga mulut
yang selalu basah oleh air liur serta dilindungi dengan baik oleh otot pipi, bibir dan
lidah, sehingga jaringan tersebut yang terlebih dahulu mengalami kerusakan apabila
terjadi trauma.16
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.17 Usia terbagi menjadi usia
kronologis, usia mental dan usia biologis.18 Usia kronologis adalah usia yang

Universitas Sumatera Utara


31

dihitung berdasarkan tanggal kelahiran sampai dengan dilakukan pemeriksaan.19 usia


mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental
seseorang.17 Usia biologis fokus pada perubahan terkait usia dalam proses biologis
maupun fisiologis.19
Terdapat tiga bentuk usia biologis yaitu berdasarkan perkembangan skeletal
(usia skeletal), maturitas seksual (usia seksual) dan gigi geligi (usia dental).21 Usia
skeletal adalah usia yang ditentukan berdasarkan struktur, ukuran maupun bentuk
tulang, serta pemeriksaan terhadap osifikasi dan penyatuan epifisis tulang.22,23 Usia
seksual adalah usia pertumbuhan dan perkembangan pada maturitas seksual.23 Usia
dental adalah usia gigi yang ditentukan berdasarkan tahap erupsi gigi dan
pembentukan gigi atau maturasi gigi.5
Perubahan fisiologis gigi adalah perubahan gigi akibat pertambahan usia
yang berkaitan dengan tekanan fungsional. Gigi geligi mengalami perubahan karena
digunakan bertahun-tahun. Secara umum, perubahan tersebut terjadi pada enamel,
dentin, pulpa, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum gigi. Seiring
bertambahnya usia, enamel mengalami perubahan fisiologis seperti erosi, atrisi dan
abrasi. Erosi adalah hilangnya lapisan terluar gigi secara progresif akibat pengaruh
bahan-bahan kimia tanpa adanya pengaruh bakteri. Atrisi adalah hilangnya substansi
gigi secara bertahap pada permukaan oklusal atau insisal gigi karena proses mekanis
yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan. Abrasi adalah terkikisnya lapisan
enamel gigi sehingga enamel menjadi berkurang atau hilang hingga mencapai
dentin.28
Reaksi kompleks dentin berkaitan dengan pertambahan usia adalah
terjadinya pembentukan dentin sekunder yang merupakan kelanjutan dentinogenesis
serta reduksi jumlah odontoblas. Reaksi kompleks pulpa berkaitan dengan
pertambahan usia adalah terjadi peningkatan kalsifikasi jaringan kolagen pulpa,
penurunan komponen seluler dan vaskuler. Reaksi kompleks tulang alveolar
berkaitan dengan pertambahan usia adalah terjadinya resorpsi tulang. Perubahan
pada ligamen periodontal yang berkaitan dengan pertambahan usia adalah terjadi
kalsifikasi serat-serat kolagen yang menyebabkan berkurangnya lebar ligamen

Universitas Sumatera Utara


32

periodontal. Perubahan pada sementum yang berkaitan dengan pertambahan usia


adalah terjadinya penebalan sementum.28
Terdapat tiga kategori umum metode dalam menentukan estimasi usia individu
menggunakan gigi geligi yaitu metode biokimia, metode radiografis dan metode
morfologi. Metode biokimia adalah salah satu metode penentuan estimasi usia yang
didasarkan pada rasemisasi asam amino. Rasemisasi asam amino adalah perubahan
isomer optik asam amino L menjadi bentuk D.7 Metode yang digunakan berdasarkan
reaksi biokimia antara lain adalah Metode Helfman dan Bada (1975, 1976) dan
Metode Ritz dkk(1995).6,7
Metode radiografi adalah salah satu metode penentuan estimasi usia
menggunakan sinar pengionan (sinar X, sinar gama) untuk membentuk bayangan
benda pada film. Berbagai radiografi yang dapat digunakan dalam menentukan
estimasi usia individu adalah radiografi periapikal intraoral, radiografi panoramik,
cone-beam computed tomography (CBCT), dll. Beberapa metode radiografi yang
digunakan dalam menentukan estimasi usia, yaitu metode rasio pulp-to-tooth oleh
Kvaal et al, The Coronal Pulp Cavity Index danPulp/enamel volume ratio of impacted
mandibular third molars (IMTM).9
Metode morfologi adalah salah satu metode menentukan estimasi usia yang
membutuhkan ekstraksi gigi dan preparasi jaringan serta pemeriksaan miskroskopik
yang mendetail.35 Beberapa metode morfologi yang digunakan dalam menentukan
estimasi usia adalah metode Gustafson dan metode Johanson.9
Penelitian pertama yang dilakukan menggunakan metode morfologi untuk
menentukan estimasi usia pada orang dewasa dikemukakan oleh Gustafson (1950).
Penelitian tersebut didasarkan pada gigi yang dipotong secara longitudinal. Metode
ini terdiri empat skor mulai dari 0-3 dan menggunakan enam parameter perubahan
fisiologis gigi yaitu atrisi, transparansi akar, deposisi dentin sekunder, aposisi
sementum, status periodontal dan resorpsi akar. Skor ditotalkan dan dimasukkan ke
dalam persamaan regresi yang telah diperoleh sebelumnya, maka akan didapatkan
hasil estimasi usia dental.1
Johanson melakukan penelitian lanjutan dari metode Gustafson. Johanson
menggunakan tujuh skor (0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3) dan enam kriteria Gustafson

Universitas Sumatera Utara


33

yaitu atrisi, transparansi akar, dentin sekunder, aposisi sementum, status periodontal
dan resorpsi akar. Johanson menggunakan gigi yang telah dipotong dengan
ketebalan 0,25 mm untuk mengevaluasi transparansi akar. Johanson menemukan
rumus persamaan regresi berganda sesuai dengan perhitungannya. Skor ditotalkan
dan dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang telah diperoleh sebelumnya, maka
akan mendapatkan hasil estimasi usia dental.10 Perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental pada Gustafson lebih besar daripada Johanson.11
Metode yang dipilih untuk kategori usia dewasa adalah metode morfologi.4 Hal ini
disebabkan karena tahapan perkembangan gigi pada orang dewasa telah sempurna,
sehingga dalam menentukan estimasi usia digunakan perubahan fisiologi akibat
fungsi kerja gigi yang digunakan selama hidup.8

Universitas Sumatera Utara


34

2.7 Kerangka Teori


Usia Kronologis
Usia
Gigi
Usia Mental

Usia Biologis

Usia Dental Usia Seksual Usia Skeletal


Perubahan Fisiologis
Metode Radiografi pada:
1. Enamel
Radiografi Periapikal intraoral 2. Dentin
3. Pulpa
Metode rasio pulp-to-tooth oleh Kvaal et al 4. Tulang alveolar,
5. Ligamen periodontal
RadiografiPanoramik 6. Sementum.

The Coronal Pulp Cavity Index

cone-beam computed tomography (CBCT)


1. Atrisi
Pulp/enamel volume ratio of impacted
2. Transparansi Akar
mandibular third molars
3. Dentin Sekunder

Metode Biokimia 4. Aposisi Sementum


5. Resorpsi Akar.
1. Metode Helfman dan Bada
2. Metode Ritz dkk

Metode Morfologi

Metode Gustafson

Metode Johanson
Estimasi Usia

Universitas Sumatera Utara


35

2.8 Kerangka Konsep

Gigi dengan perubahan 1. Perubahan fisiologis gigi


fisiologis dari populasi seperti atrisi, transparansi akar,
pasien di India. deposisi dentin sekunder, aposisi
sementum dan resorpsi akar
berdasarkan metode Gustafson
yang dimodifikasi.
2. Persamaan regresi estimasi
usia dental.

Universitas Sumatera Utara


36

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Desain penelitian ini merupakan penelitian telaah sistematika (systematic
literature review). Penelitian telaah sistematika merupakan penelitian yang
mengumpulkan semua bukti dari pengamatan penelitian yang sesuai dengan kriteria
inklusi yang sudah ditentukan sebelumnya untuk menjawab RQ (Research Question)
spesifik.44 Penelusuran literatur dilakukan sesuai dengan tahapan PRISMA
(Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses).

3.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021 - April 2021.

3.3 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi


3.3.1 Kriteria Inklusi
Population : Gigi dengan perubahan fisiologis
Intervention : Metode Gustafson yang dimodifikasi
Comparison : Tidak ada perbandingan
Outcome : Estimasi usia dental

3.3.2 Kriteria Eksklusi


1. Literatur yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
2. Literatur yang terbit di bawah tahun 2011
3. Literatur yang tidak dapat di akses atau download
4. Literatur yang tidak menyediakan full text

Universitas Sumatera Utara


37

3.4 Metode Penelusuran Literatur


Penelusuran literatur online bersumber dari 3 database jurnal literatur yaitu
PubMed (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov), ProQuest (proquest.com) dan Google Scholar
(scholar.google.co.id). Kata kunci menggunakan fasilitas advanced search dan
operator Boolean: “age estimation”, “physiological changes of the teeth”,
“Gustafson’s method”, “age estimation” AND “physiological changes of the teeth”
AND “Gustafson’s method”.

3.5 Metode Telaah Kualitas Literatur


Telaah kualitas literatur yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
sesuai dengan jenis penelitian yaitu cross sectional menggunakan Newcastle-Ottawa
Quality Assessment Scale (NOS). Evaluasi kualitas studi dilakukan oleh dua
reviewer (Dwita Apriza dan Yendriwati, drg., M.kes., Sp. OF). Pengambilan sampel,
metode pemeriksaan, perbandingan, dan hasil dinilai dengan kriteria NOS tersebut.
Skor “baik” mengharuskan 3-4 bintang pada pemilihan, 1-2 bintang pada
perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil. Skor “cukup” mengharuskan 2 bintang
pada pemilihan, 1-2 bintang pada perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil. Skor
“buruk” diberikan bila hanya terdapat 0-1 bintang pada pemilihan, 0 bintang pada
perbandingan, atau 0-1 bintang pada hasil. Untuk dapat ditelaah, jurnal minimal
memiliki skor “cukup”.45

Tabel 1. Newcastle-Ottawa Quality Assessment Scale Cross Sectional Study.45


Pemilihan (Selection): (Maksimal 5)
Keterwakilan sampel
a) Benar-benar representatif secara merata pada target populasi (semua
subjek/random sampling). (*)
b) Mungkin representatif secara merata pada target populasi (non-random
sampling). (*)
c) Kelompok yang dipilih oleh peneliti.
d) Tidak ada deskripsi pada strategi pengambilan sampel.
Besar sampel
a) Dijustifikasi dan memuaskan. (*)

Universitas Sumatera Utara


38

b) Tidak dijustifikasi.

Non-responden
a) Terdapat perbandingkan antara karakteristik responden dan non-responden,
dan tingkat respon yang memuaskan. (*)
b) Tingkat respon tidak memuaskan atau komparabilitas antara responden dan
non- responden tidak memuaskan.
c) Tidak ada deskripsi tingkat tanggapan atau karakteristik responden dan non-
responden.
Penentuan paparan (faktor resiko) :
a) Alat ukur yang di validasi. (**)
b) Alat pengukuran tidak divalidasi, tetapi alat tersebut tersedia atau dijelaskan.
(*)
c) Tidak ada deskripsi alat pengukuran.
Dapat diperbandingkan (Comparability): (Maksimal 2)
Subjek pada kelompok hasil yang berbeda dapat dibandingkan, berdasarkan
desain penelitian atau analisis. Faktor perancu dikendalikan
a) Kontrol studi untuk faktor yang paling penting (pilih satu). (*)
b) Kontrol studi untuk faktor tambahan lainnya (*)
Hasil (Outcome): (Maksimal 3)
Penilaian hasil:
a) Penilaian independent blind (**)
b) Rekam tautan (**)
c) Laporan sendiri (*)
d) Tidak deskripsi
Uji statistik:
a) Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data dijelaskan dengan
jelas dan sesuai, pengukuran asosiasi disajikan, termasuk confidence interval
dan tingkat probabilitas (nilai p). (*)
b) Uji statistik tidak sesuai, tidak dijelaskan atau tidak lengkap.

3.6 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu mencari jurnal yang
relevan atau yang berkaitan dengan estimasi usia berdasarkan perubahan fisiologis

Universitas Sumatera Utara


39

gigi dengan menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi menggunakan


standar pengumpulan data yang telah ditetapkan oleh 2 reviewer.

Gambar 21. Aliran diagram PRISMA.44

3.7 Definisi Operasional


1. Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai saat kelahiran
hingga dilakukan pemeriksaan pada sampel dan dibuktikan dengan kartu
identitas atau akta kelahiran.
2. Usia dental adalah usia gigi yang dihitung berdasarkan pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi kerja gigi selama digunakan.
3. Estimasi usia dental adalah memperkiraan usia gigi seseorang yang
dalam hal ini dilakukan dengan metode Gustafson yang dimodifikasi.

Universitas Sumatera Utara


40

4. Metode Gustafson adalah salah satu metode dalam menentukan estimasi


usia gigi dengan menggunakan skor 0-3 dan enam parameter perubahan
fisiologis gigi yaitu atrisi, transparansi akar, deposisi dentin sekunder,
aposisi sementum, status periodontal dan resorpsi akar.
5. Metode Gustafson yang dimodifikasi adalah metode dalam menentukan
estimasi usia gigi dengan menggunakan skor 0-3 dan beberapa parameter
perubahan fisiologis Gustafson.
6. Perubahan fisiologis gigi adalah perubahan yang terjadi karena fungsi
kerja gigi yang digunakan selama hidup.
7. Atrisi (A) adalah hilangnya jaringan pada permukaan gigi akibat dari
gesekan fisik selama pengunyahan.
 A0 - Tidak ada atrisi
 A1 - Atrisi terbatas sampai tingkat enamel
 A2 - Atrisi terbatas sampai tingkat dentin
 A3 - Atrisi sampai ke rongga pulpa.
8. Deposisi dentin sekunder (S) adalah pengerasan dentin yang terjadi karena
pengunyahan sesuai dengan bertambahnya usia.
 S0 - Tidak ada pembentukan dentin sekunder
 S1 - Dentin sekunder baru mulai terbentuk pada bagian atas rongga pulpa
 S2 - Dentin sekunder mengisi setengah hingga dua pertiga rongga pulpa
 S3 - Dentin sekunder hampir atau mengisi seluruh rongga pulpa
9. Resorpsi akar (R) adalah pengrusakan atau penghancuran yang
disebabkan oleh osteoklas mengakibatkan hilangnya struktur akar gigi.
 R0 - Resorpsi akar tidak terlihat
 R1 - Resorpsi seperti bercak
 R2 - Resorpsi terbatas pada sementum
 R3 - Resorpsi yang luas pada sementum dan dentin
10. Aposisi sementum (C) adalah terjadinya pembentukan matriks pada
sementum yang mengakibatkan proses kalsifikasi.
 C0 - Lapisan sementum normal

Universitas Sumatera Utara


41

 C1 - Sementum lebih tebal dari yang biasanya


 C2 - Ketebalan sementum abnormal di dekat apeks akar
 C3 - Ketebalan sementum abnormal secara umum di seluruh apeks akar
11. Transparansi akar (T) adalah proses kristalisasi bahan-bahan mineral dari
akar gigi sehingga terjadinya transparansi dari bagian apikal akar.
 T0 - Tidak ada transparansi akar
 T1 - Terlihat adanya transparansi akar
 T2 - Transparansi akar meluas lebih dari sepertiga apikal
 T3 - Transparansi akar meluas lebih dari dua pertiga apikal

Universitas Sumatera Utara


42

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelusuran Literatur


Hasil penelusuran literatur yang dilakukan hingga tanggal 08 Maret 2021
dari 3 database jurnal yaitu PubMed (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov), ProQuest
(proquest.com) dan Google Scholar (scholar.google.co.id), didapatkan 33 literatur.
Literatur yang didapatkan tersebut terdiri dari 2 literatur dari PubMed, 6 literatur
dari ProQuest dan 25 literatur dari Google Scholar. Sebanyak 13 literatur
diekslusikan karena merupakan literatur yang duplikat sehingga didapatkan 20
literatur yang akan dilakukan tahap screening. Sebanyak 15 literatur diekslusikan
pada tahap screening karena judul dan abstrak tidak memiliki hubungan yang
relevan atau berkaitan dengan kriteria inklusi dan merupakan penelitian yang tidak
fulltext.
Kemudian, sebanyak 5 literatur dilakukan pemeriksaan untuk eligibilitas,
tidak ada literatur yang dieksklusikan karena memiliki kualitas jurnal yang “baik”
menurut kriteria Newcastle-Ottawa Quality Assessment Scale Cross Sectional Study
(NOS). Sebanyak 5 literatur yang relevan atau berkaitan dengan penelitian ini akan
dianalisis untuk menyajikan penelitian data sintesis kualitatif. Penelusuran literatur
disajikan pada diagram dengan tahapan PRISMA (Preferred Reporting Items for
Systematic Reviews and Meta-Analyses).

Tabel 2. Strategi penelusuran literatur berdasarkan 3 database yaitu PubMed,


ProQuest dan Google Scholar.
PubMed ProQuest Google Scholar
#1 “age estimation” 2191 8881 60600
#2 “physiological
changes of the 2 1 6
teeth”
#3 “Gustafson’s
13 75 195000
method”
#4 #1 AND #2 AND
2 6 25
#3

Universitas Sumatera Utara


43

Diagram penelusuran literatur dengan tahap PRISMA (Preferred Reporting


Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses)

33 Artikel diperoleh dari penelusuran


Identification

di 3 database hingga 08 Maret 2021


(PubMed n = 2, ProQuest n = 6, Google
Scholar n = 25)

Hasil setelah duplikat dibuang


n = 20
Screening

Eksklusi (n = 15)
Judul dan abstrak di screening Judul dan abstrak tidak
n = 20 sesuai dengan kriteria
inklusi
Eligibility

Seluruh isi artikel dilakukan


pemeriksaan untuk eligibilitas
n=5
Included

Studi yang dilakukan analisis


(n = 5)

4.2 Hasil Telaah Kualitas Literatur


Setelah dilakukan proses penelusuran literatur tahap identifikasi dan
screening, maka dilakukan telaah kualitas literatur. Telaah kualitas literatur
dilakukan secara objektif menggunakan alat penilaian berupa Newcastle-Ottawa
Quality Assessment Scale (NOS) dan dilakukan secara subjektif oleh reviewer.
Interpretasi dari skor “baik” mengharuskan 3-4 bintang pada pemilihan, 1-2 bintang

Universitas Sumatera Utara


44

pada perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil. Skor “cukup” mengharuskan 2
bintang pada pemilihan, 1-2 bintang pada perbandingan, dan 2-3 bintang pada hasil.
Skor “buruk” diberikan bila hanya terdapat 0-1 bintang pada pemilihan, 0 bintang
pada perbandingan, atau 0-1 bintang pada hasil. Untuk dapat ditelaah, literatur
tersebut minimal memiliki skor “cukup” disajikan pada tabel 4.

Tabel 3. Interpretasi skor Newcastle-Ottawa Quality Assessment Scale (NOS).

Pemilihan Perbandingan Hasil


Kategori
(Selection) (Comparability) (Outcome)

Baik 3-4 bintang 1-2 bintang 2-3 bintang


Cukup 2 bintang 1-2 bintang 2-3 bintang
Buruk 0-1 bintang 0 bintang 0-1 bintang

Tabel 4. Hasil telaah kualitas literatur secara objektif menggunakan Newcastle-


Ottawa Quality Assessment Scale (NOS) dengan desain studi cross
sectional.
NO Penulis, Tahun Pemilihan Perbandingan Hasil Kriteria
(Selection) (Comparability) (Outcome)
1 Santosh et al, 2015.46 3 1 2 Baik
2 Arora et al, 2014.47 3 1 3 Baik
3 Manas et al, 2015.48 3 1 3 Baik
4 Ajay et al, 2020.49 3 1 3 Baik
5 Nishant et al,2014.1 3 1 3 Baik

4.3 Karakteristik Studi Literatur


Karakteristik studi literatur terdiri dari nama penulis, tahun, judul penelitian,
jumlah sampel, usia sampel dan populasi. Literatur yang dipilih membahas tentang
persamaan regresi dari estimasi usia dental menggunakan metode Gustafson yang
dimodifikasi, formula indeks dalam menentukan estimasi usia dental menggunakan
metode gustafson yang dimodifikasi dan perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental. Seluruh literatur merupakan penelitian analitik
observasional dengan studi cross sectional. Penelitian dilakukan di negara India.
Total sampel dari seluruh literatur adalah 409 gigi, disajikan pada tabel 5.

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 5. Karakteristik studi literatur


NO Penulis Tahun Judul Penelitian Jumlah Usia Populasi
Sampel Sampel
1 Santosh et 2015 Reliability of 40 25-60 Bagalkot, India
al.46 dental root
translucency in age
estimation among
adults aged
between 25 to 60
Years – An
autopsy study
2 Arora et 2014 Reliability of 109 18-75 Chandigarh,
al.47 Dental Attrition as India
a Sole Parameter
for Age Estimation
among North
Western Adult
Indians
3 Manas et 2015 Estimation of age 95 21-75 Kulasekhram,
al.48 by Secondary India
dentin deposition,
Root translucency
and cementum
apposition - A
unique
modification of
Gustafsons method
4 Ajay et 2020 Estimation of Age 95 20-70 Karad, India
al.49 by Modified
Gustafson’s
Method from
Incisor and Canine
Teeth
5 Nishant et 2014 Age estimation 70 20-65 Modinagar,
al.1 from physiological India
changes of teeth: A
reliable age
marker?

Sebanyak 5 literatur temuan menggunakan metode Gustafson yang


dimodifikasi. Terdapat 2 literatur yang memodifikasi metode Gustafson
menggunakan 1 kriteria yaitu Santosh et al, (2015) memodifikasi dengan hanya
menggunakan kriteria transparansi akar dan Arora et al, (2014) memodifikasi
dengan hanya menggunakan kriteria atrisi. Terdapat 1 literatur oleh Manas et al,
(2015) yang memodifikasi metode Gustafson dengan menggunakan 3 kriteria yaitu
aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder. Terdapat 1
literatur oleh Ajay et al, (2020) yang memodifikasi metode Gustafson dengan

Universitas Sumatera Utara


46

menggunakan 4 kriteria yaitu atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan


deposisi dentin sekunder. Terdapat 1 literatur oleh Nishant et al, (2014) yang
memodifikasi metode Gustafson dengan menggunakan 5 kriteria yaitu atrisi,
resorpsi akar, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder,
disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Kriteria metode Gustafson yang dimodifikasi.


NO Penulis, Tahun Gustafson Total
(A) (R) (C) (T) (S) (P)
1 Santosh et al, 2015.46 v 1
47
2 Arora et al, 2014. v 1
3 Manas et al, 2015.48 v v v 3
49
4 Ajay et al, 2020. v v v v 4
5 Nishant et al, 2014.1 v v v v v 5
Keterangan: Atrisi (A), Resorpsi Akar (R), Aposisi Sementum (C), Transparansi
Akar (T), Deposisi Dentin Sekunder (S) dan Status Periodontal (P).

4.4 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi


Persamaan regresi digunakan untuk menentukan nilai estimasi dari usia
dental berdasarkan metode Gustafson yang dimodifikasi. Persamaan regresi
didapatkan dari perhitungan data dari setiap literatur. Kriteria Gustafson yang
digunakan terdiri dari 1, 3 dan 5 kriteria dari 6 kriteria asli Gustafson. Persamaan
regresi metode Gustafson yang dimodifikasi disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Persamaan regresi dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang
dimodifikasi.
NO Penulis, Sampel Persamaan
Tahun Penelitian Regresi
1 Santosh et al, Gigi premolar satu rahang atas
Y = 14.67 X + 20.25
2015.46
2 Arora et al, 2014.47 Gigi berakar tunggal
Y = 10.692 X + 0.4964

3 Manas et al, 2015.48 Gigi premolar satu, premolar dua,


Y = 6.82 X + 15.11
kaninus, insisivus
4 Nishant et al, Gigi insisivus, kaninus, premolar,
Y = 6.07 X + 0.27
2014.1 molar

Universitas Sumatera Utara


47

4.5 Formula Indeks Dalam Menentukan Estimasi Usia Dental


Menggunakan Metode Gustafson Yang Dimodifikasi
Berdasarkan hasil penelusuran literatur, didapatkan 5 literatur yang akan
dianalisis. Terdapat 4 literatur yang menggunakan persamaan regresi dalam
menentukan estimasi usia pada tabel 7. Terdapat 1 literatur yang menggunakan
indeks dalam menentukan estimasi usia. Indeks didapatkan dari perhitungan yang
telah ditetapkan oleh peneliti yang disajikan pada tabel 8. Setelah indeks didapatkan,
nilai indeks dimasukkkan ke dalam formula indeks yang disajikan pada tabel 9.

Tabel 8. Indeks dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang


dimodifikasi.
NO Kriteria Indeks
1 Deposisi Dentin Sekunder (D)

2 Transparansi Akar (T)

3 Aposisi Sementum (CE)

4 Atrisi (A)

Keterangan : Panjang deposisi dentin sekunder di rongga pulpa (d), Panjang seluruh
rongga pulpa (D), Panjang transparansi akar (t), Panjang seluruh gigi (T), Lebar
penebalan sementum dari titik paling tebal di kedua sisi gigi (ce1 dan ce2), Lebar
gigi dengan sementum di titik paling tebal (CE), Lebar atrisi (a), Lebar gigi pada
margin servikal (A).

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 9. Formula indeks dalam menentukan estimasi usia metode Gustafson yang
dimodifikasi.
NO Penulis, Sampel Penelitian Rata-rata
Tahun

1 Ajay et al, Gigi insisivus dan


2020.49 kaninus

Keterangan : Deposisi Dentin Sekunder (D), Transparansi Akar (T), Aposisi


Sementum (CE), Atrisi (A).

4.6 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi


Usia Dental.
Berdasarkan literatur oleh Santosh et al, (2015) dengan hanya menggunakan
kriteria transparansi akar dan Arora et al, (2014) hanya menggunakan kriteria atrisi,
memiliki perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia dental
sebesar ± 5,17 dan nilai P < 0,001 serta ± 10 tahun dan nilai P < 0,05. Berdasarkan
literatur oleh Manas et al, (2015) dengan menggunakan 3 kriteria yaitu aposisi
sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder memiliki perbedaan usia
rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia dental sebesar ± 4,51 tahun dan
nilai P < 0,001. Berdasarkan literatur oleh Ajay et al, (2020) dengan menggunakan 4
kriteria yaitu atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin
sekunder memiliki perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi
usia dental sebesar ± 1,15 tahun dan nilai P > 0,05.Berdasarkan literatur oleh
Nishant et al, (2014) dengan menggunakan 5 kriteria yaitu atrisi, resorpsi akar,
aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder memiliki
perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia dental sebesar ±
2,64 tahun dan nilai P < 0,05. Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental disajikan pada tabel 10.

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 10. Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia
dental.
NO Penulis, Perbedaan P-Value Hasil Uji Statistik
Tahun usia rata-
rata
(Tahun)
1 Santosh et ± 5,17 < 0,001 Terdapat perbedaan yang signifikan
al, 2015.46 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
2 Arora et al, ± 10 < 0,05 Terdapat perbedaan yang signifikan
2014.47 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
3 Manas et al, ± 4,51 < 0,001 Terdapat perbedaan yang signifikan
2015.47 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental
4 Ajay et al, ± 1,15 > 0,05 Tidak terdapat perbedaan yang
2020.49 signifikan antara usia kronologis
dengan estimasi usia dental
5 Nishant et ± 2,64 < 0,05 Terdapat perbedaan yang signifikan
al, 2014.1 antara usia kronologis dengan
estimasi usia dental

Universitas Sumatera Utara


50

BAB 5
PEMBAHASAN

Estimasi usia saat kematian dan penentuan jenis kelamin korban atau jenazah
merupakan faktor penting saat identifikasi individu dalam odontologi forensik.1
Identifikasi adalah penetapan individualitas seseorang dan usia merupakan salah satu
faktor esensial dalam penentuan identitas.50 Gigi adalah bagian tubuh yang paling
tahan terhadap pengaruh eksternal seperti pembusukan, api, ledakan dan bahan
kimia serta dapat diandalkan dalam menentukan estimasi usia.1,51 Gigi secara
konstan mengalami perubahan selama digunakan sepanjang hidup seperti atrisi,
resorpsi akar, aposisi sementum, transparansi akar, deposisi dentin sekunder dan
lain-lain.47
Tujuan systematic literature review ini yaitu untuk mengetahui persamaan
regresi dari estimasi usia dental menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi,
mengetahui formula indeks dari estimasi usia dental menggunakan metode
Gustafson yang dimodifikasi dan mengetahui perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dan estimasi usia dental.

5.1 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi


Persamaan regresi didapatkan dari pengolahan data setiap sampel pada setiap
literatur. Persamaan regresi digunakan untuk menentukan nilai estimasi dari usia
dental berdasarkan metode Gustafson yang dimodifikasi. Bentuk umum persamaan
regresi, yaitu Y = a X + b, dimana a dan b adalah koefisien yang nilainya didapatkan
setelah pengolahan data sampel. Nilai X merupakan total skor yang didapat dari
perubahan fisiologis gigi sesuai dengan kriteria yang diamati. Kriteria Gustafson
yang digunakan terdiri dari 1, 3 dan 5 kriteria dari 6 kriteria asli Gustafson.1,46,47,48

Universitas Sumatera Utara


51

5.1.1 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi


Menggunakan 1 Kriteria
Berdasarkan tabel 6, literatur oleh Santosh et al, (2015) menentukan estimasi
usia dengan menggunakan hanya 1 dari kriteria Gustafson, yaitu transparansi akar.
Di antara 6 kriteria perubahan fisiologis pada gigi oleh Gustafson, transparansi akar
gigi ternyata membantu dalam banyak penelitian yang dilakukan
sebelumnya. Penelitian ini menggunakan sampel 40 gigi premolar pertama rahang
atas yang dicabut. Gigi dalam keadaan baik, tanpa ada karies maupun tambalan,
dipilih secara acak antara kelompok usia 25 hingga 60 tahun. Gigi premolar pertama
digunakan karena dianggap memberikan koefisien terkuat. Peningkatan yang
signifikan pada transparansi akar seiring bertambahnya usia. Akar mulai transparan
selama dekade ketiga kehidupan dimulai dari apeks dan berkembang ke arah
koronal. Panjang transparansi akar memiliki korelasi yang besar dengan
bertambahnya usia. Pemberian skor transparansi akar 0-3 sesuai dengan kriteria
Gustafson. Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Santosh et al, (2015)
yaitu Y = 14.67 X + 20.25.46
Berdasarkan tabel 6, literatur Arora et al, (2014) menentukan estimasi usia
dengan menggunakan 1 dari kriteria Gustafson, yaitu atrisi. Atrisi adalah keausan
gigi secara bertahap oleh oklusi dan pengunyahan dan lebih parah pada individu
yang lebih tua, dalam kondisi parah bahkan pulpa terbuka.47 Perubahan fisiologis
seperti atrisi memainkan peran penting untuk identifikasi pada orang dewasa.52
Beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan korelasi positif dan signifikan
antara atrisi dengan bertambahnya usia yaitu penelitian Helm dan Prydso, (1979),
Lovejoy, (1985), Kambe et al, (1991), Li dan Ji, (1995).53,54,55,56 Penelitian pada
literatur Arora et al, (2014) menggunakan sampel 109 gigi berakar tunggal orang
dewasa India Barat Laut berusia antara 18-75 tahun. Gigi berakar tunggal dipilih
untuk mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi akibat perbedaan morfologi,
anatomi dan fungsi gigi premolar dan molar, serta gigi berakar tunggal juga
memiliki insiden karies yang rendah sehingga cenderung bertahan lebih lama di
dalam mulut dibandingkan gigi lainnya. Pemberian skor atrisi 0-3 sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


52

kriteria Gustafson. Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Arora et al,
(2014) yaitu Y = 10.692 X + 0.4964.47

5.1.2 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi


Menggunakan 3 Kriteria
Berdasarkan tabel 6, literatur Manas et al, (2015) menentukan estimasi usia
dengan menggunakan 3 kriteria Gustafson yaitu aposisi sementum, transparansi akar
dan deposisi dentin sekunder. Dentin adalah jaringan tubuh yang mengalami
kalsifikasi, dan bersama dengan enamel, sementum, dan pulpa adalah salah satu dari
empat komponen utama gigi. Dentin terdiri dari 70% mineral hidroksilapatit, 20%
bahan organik dan 10% adalah air. Dentin sekunder dapat didefinisikan sebagai
dentin yang terbentuk terus menerus sepanjang hidup setelah mahkota terbentuk
sepenuhnya. Pembentukan dentin sekunder terjadi saat gigi digunakan secara
fungsional selama pengunyahan dan berkaitan dengan bertambahnya usia. Deposisi
dentin sekunder dapat digunakan sebagai salah satu parameter estimasi usia.48
Transparansi akar gigi termasuk ciri fisiologis yang tidak muncul sebelum
usia 20 tahun. Transparansi adalah hasil pengendapan kristal hidroksiapatit di tubuli
dentin. Sementum adalah jaringan kalsifikasi yang mengelilingi dentin dan
membentuk tempat perlekatan untuk serat periodontal yang menghubungkan gigi ke
tulang alveolar. Sementum terdiri dari kumpulan fibril kolagen padat yang kemudian
menjadi termineralisasi oleh kristal hidroksiapatit.48
Deposisi dentin sekunder, transparansi akar dan aposisi sementum adalah
tiga faktor yang tidak memerlukan pemeriksaan klinis seperti atrisi dan radiografi
seperti pada resorpsi akar dan kehilangan tulang periodontal, melainkan
menggunakan pemeriksaan secara mikroskopik. Keunggulan ini dapat digunakan
dalam bencana massal untuk identifikasi manusia. Faktor-faktor ini berkaitan erat
dengan usia karena dipengaruhi oleh faktor fisiologis.48
Sampel penelitian terdiri dari 95 gigi sehat. Prioritas sampel yaitu gigi
premolar satu, premolar dua, kaninus dan insisivus. Gigi premolar dipilih sebagai
prioritas utama untuk penelitian karena diketahui memberikan koefisien korelasi
terbaik dibandingkan dengan gigi lain sesuai penelitian sebelumnya. Pemberian skor

Universitas Sumatera Utara


53

aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder 0-3 sesuai dengan
kriteria Gustafson. Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Manas et al,
(2015) yaitu Y = 6.82 X + 15.11. 48

5.1.3 Persamaan Regresi Dari Metode Gustafson Yang Dimodifikasi


Menggunakan 5 Kriteria
Berdasarkan tabel 6, literatur Nishant et al, (2014) menentukan estimasi usia
dengan menggunakan 5 kriteria Gustafson yaitu atrisi, resorpsi akar, aposisi
sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder. Tidak menggunakan
kriteria (P) status periodontal karena pada literatur ini menggunakan sampel gigi
yang telah diekstraksi. Sampel terdiri dari gigi sehat tanpa karies yang dicabut dari
individu berusia 20-65 tahun. Literatur ini tidak spesifik menyebutkan gigi mana
saja yang akan digunakan. Gigi berakar tunggal dan berakar ganda tetap digunakan
dalam literatur ini. Pemberian skor atrisi, resorpsi akar, aposisi sementum,
transparansi akar dan deposisi dentin sekunder 0-3 sesuai dengan kriteria Gustafson.
Tabel 7 menyajikan persamaan regresi dari literatur Nishant et al, (2014) yaitu Y =
6.07 X + 0.27.1

5.2 Formula Indeks Dalam Menentukan Estimasi Usia Dental


Menggunakan Metode Gustafson Yang Dimodifikasi
Berdasarkan tabel 6, literatur Ajay et al, (2020) menentukan estimasi usia
dengan menggunakan 4 kriteria Gustafson yaitu atrisi, aposisi sementum,
transparansi akar dan deposisi dentin sekunder. Untuk orang dewasa, metode
menentukan estimasi usia didasarkan pada modifikasi fisiologis. Sampel penelitian
95 gigi memiliki kriteria, yaitu gigi insisivus dan kaninus yang bebas karies dan
tidak mengalami fraktur akar atau mahkota. Gigi diambil dari jenazah yang berusia
antara 20-70 tahun. Menggunakan gigi insisivus dan kaninus karena gigi ini tidak
terlalu terpengaruh oleh kondisi patologis seperti karies dibandingkan dengan gigi
molar dan premolar. Pemberian skor atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan
deposisi dentin sekunder pada literatur ini menggunakan indeks. 49

Universitas Sumatera Utara


54

Berdasarkan 5 literatur yang dilakukan analisis, terdapat 4 literatur yang


menemukan persamaan regresi baru sesuai dengan data sampel yang didapatkan.
Sebanyak 1 literatur oleh Ajay et al, (2020) menggunakan indeks dalam menentukan
estimasi usia berdasarkan metode Gustafson yang dimodifikasi yang disajikan pada
tabel 8. Mencari indeks deposisi dentin sekunder dengan cara membagi panjang
deposisi dentin sekunder di rongga pulpa dengan panjang seluruh rongga pulpa, lalu
dikali 100. Indeks transparansi akar dicari dengan membagi panjang transrapansi
akar dengan panjang seluruh gigi, lalu dikali 100. Mencari indeks atrisi dengan cara
lebar atrisi dibagi lebar gigi pada margin servikal, lalu dikali 100. Cara mendapatkan
indeks aposisi sementum dengan menjumlahkan lebar penebalan sementum dari titik
paling tebal di kedua sisi gigi, kemudian dibagi dengan lebar gigi dengan sementum
di titik paling tebal, lalu dikali 100. Hasil indeks yang telah didapatkan, kemudian
dimasukkan ke dalam formula indeks yang disajikan pada tabel 9 untuk
mendapatkan estimasi usia.49

5.3 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi


Usia Dental.
Hasil estimasi usia didapatkan dengan memasukkan total skor perubahan
kriteria yang digunakan ke dalam persamaan regresi yang telah ditemukan dari data
setiap sampel.1,46,47,48 Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dan estimasi
usia dental didapatkan dengan menentukan jumlah dari selisih antara usia kronologis
dan estimasi usia dental, lalu dibagikan dengan jumlah sampel.1,46,47,48,49

5.3.1 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan


Estimasi Usia Dental Menggunakan 1 Kriteria
Berdasarkan hasil penelitian dari literatur Santosh et al, (2015) menunjukkan
bahwa transparansi akar dapat menentukan estimasi usia dari jenazah yang
menjalani otopsi di Departemen Kedokteran Forensik, SN Medical College,
Bagalkot, India. Perkiraan umur dari transparansi akar gigi memberikan perbedaan
usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia dental yaitu ± 5,17 tahun.46

Universitas Sumatera Utara


55

Berdasarkan hasil penelitian dari literatur Arora et al, (2014) menunjukkan


bahwa atrisi dapat menentukan estimasi usia di antara orang dewasa di Barat Laut
India dengan perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia
dental ± 10 tahun. Menentukan estimasi usia dari atrisi dapat ditingkatkan dengan
menggabungkannya dengan faktor-faktor lain, karena gigi-geligi di dalam rongga
mulut tidak memiliki tekanan yang sama selama digunakan secara fungsional
sehingga cenderung aus pada tingkat yang berbeda. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan keausan permukaan oklusal gigi seperti diet, maloklusi dan bruxism.47

5.3.2 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi


Usia Dental Menggunakan 3 Kriteria
Berdasarkan hasil penelitian dari literatur Manas et al, (2015) menunjukkan
bahwa aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder dapat
menentukan estimasi usia dengan perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis
dengan estimasi usia dental ± 4,51 tahun. Dipastikan bahwa deposisi dentin
sekunder, transparansi akar dan aposisi sementum merupakan faktor yang dapat
diandalkan atau faktor yang berkaitan dengan usia dibandingkan dengan tiga faktor
lain yang disarankan oleh Gustafson (resorpsi akar, atrisi, dan status
periodontal). Deposisi dentin sekunder, transparansi akar, dan aposisi sementum
adalah tiga faktor yang tidak memerlukan pemeriksaan klinis dan radiografi,
melainkan secara mikroskopik.48

5.3.3 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan Estimasi


Usia Dental Menggunakan 4 Kriteria
Berdasarkan hasil penelitian dari literatur Ajay et al, (2020) menunjukkan
bahwa atrisi, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder
dapat menentukan estimasi usia dengan perbedaan usia rata-rata antara usia
kronologis dengan estimasi usia dental ± 1,15 tahun. Perbedaan usia rata-rata antara
usia kronologis dan estimasi usia dental ini didapatkan dengan menentukan selisih
antara usia kronologis dan estimasi usia dental, lalu dijumlahkan dan dibagikan
dengan banyaknya sampel. Analisis 95 sampel gigi pada penelitian ini menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


56

korelasi positif antara usia kronologis, atrisi, dentin sekunder, aposisi sementum dan
transparansi akar.49

5.3.4 Perbedaan Usia Rata-Rata Antara Usia Kronologis Dengan


Estimasi Usia Dental Menggunakan 5 Kriteria
Berdasarkan hasil penelitian dari literatur Nishant et al, (2014) menunjukkan
bahwa atrisi, resorpsi akar, aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin
sekunder dapat menentukan estimasi usia dengan perbedaan usia rata-rata antara
usia kronologis dengan estimasi usia dental ± 2,64 tahun. Hasil literatur
ini menetapkan korelasi yang baik antara usia kronologis dan total skor dari setiap
gigi yang dipilih. Modifikasi yang diusulkan dalam literatur ini sejalan dengan
metode Gustafson, hanya saja melakukan pengecualian satu parameter, yaitu
penilaian status periodontal yang ternyata memberikan hasil lebih baik dari
penelitian sebelumnya.1

Berdasarkan 5 literatur yang dianalisis, 4 literatur mendapatkan persamaan


regresi baru dan 1 literatur mendapatkan formula indeks dalam menentukan estimasi
usia. Sebanyak 4 literatur mendapatkan persamaan regresi baru yang berbeda-beda.
Perbedaan usia rata-rata antara usia kronologis dengan estimasi usia dental dari 4
literatur mendapatkan hasil yang signifikan. Jarak antara usia kronologis dan
estimasi usia dental juga lebih besar dibandingkan dengan 1 literatur yang
menggunakan formula indeks. Hal-hal tersebut tergantung kepada jumlah sampel,
usia sampel dan banyak kriteria Gustafson yang digunakan. Perbedaan tersebut juga
diakibatkan karena pada 4 literatur yang menggunakan persamaan regresi,
mendapatkan nilai skor dengan menggunakan skor 0-3 dari Gustafson tanpa
melakukan pengukuran yang pasti sedangkan pada 1 literatur menggunakan formula
indeks mendapatkan nilai skor lebih valid dengan cara perhitungan indeks yang
ditetapkan oleh Ajay et al, (2020). Hasilnya menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara usia kronologis dengan estimasi usia dental yaitu ±
1,15 tahun, dimana nilai P > 0,05.

Universitas Sumatera Utara


57

5.4 Keterbatasan Studi


Terdapat beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini. Pertama,
seluruh jurnal yang digunakan berasal bukan dari negara Indonesia, sehingga hal ini
dapat menimbulkan banyak bias, baik dari karakteristik epidemiologi maupun bias
regional yang disebabkan oleh perbedaan kebiasaan, adat, sosial budaya. Kedua,
tidak adanya jurnal literatur review yang dapat dijadikan pembanding. Ketiga,
kurangnya sumber database literatur yang ingin dicari. Literatur yang dicari hanya
berasal dari 3 database jurnal literatur yaitu PubMed (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov),
ProQuest (proquest.com) dan Google Scholar (scholar.google.co.id), sehingga
kemungkinan literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi tidak menjadi literatur
yang dapat dianalisis dalam penelitian ini. Keempat, penetapan database literatur
sebagai sumber penelusuran literatur merupakan subjektivitas dari peneliti, dimana
hanya dapat mengakses beberapa database dengan label free dan tidak dapat
mengakses beberapa database yang berbayar.

Universitas Sumatera Utara


58

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Terdapat persamaan regresi baru yang diperoleh dari pengolahan data setiap
sampel menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi menurut Santosh et
al (Y = 14.67 X + 20.25); Arora et al (Y = 10.692 X + 0.4964); Manas et al
(Y = 6.82 X + 15.11) dan Nishant et al (Y = 6.07 X + 0.27).
2. Formula indeks dalam menentukan estimasi usia dental menggunakan metode

Gustafson yang dimodifikasi yaitu , memperoleh

hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata usia
kronologis dan estimasi usia dental sekitar ± 1,15 tahun dengan metode
Gustafson yang dimodifikasi menggunakan 4 kriteria Gustafson, yaitu atrisi,
aposisi sementum, transparansi akar dan deposisi dentin sekunder, nilai P >
0,05.
3. Perubahan fisiologis gigi dapat digunakan dalam menentukan estimasi usia
dengan menggunakan metode Gustafson yang dimodifikasi.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan sebagai
berikut:
1. Perlu penelitian systematic literature review lebih lanjut untuk menentukan
estimasi usia tanpa menggunakan persamaan regresi dengan jumlah studi yang
lebih banyak agar hasil yang diperoleh lebih representatif.
2. Penggunaan database literatur dan strategi penelusuran literatur yang lebih
bervariasi agar mendapatkan literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan topik yang sama di Indonesia, agar data
yang dihasilkan dapat relevan dengan kondisi di yang ada.

Universitas Sumatera Utara


59

DAFTAR PUSTAKA

1. Nishant et al. Age estimation from physiological changes of teeth: a reliable


age marker?. Journal of Forensic Dental Sciences 2014; 6(2):113-21.
2. Khanal S, Acharya J, Shah P. Dental age estimation by demirjian’s and
nolla’s method in children of jorpati, Kathmandu. Journal of College of
Medical Sciences-Nepal 2018; 14(3):137-41.
3. Swastirani A, Utomo H. Sylvia M. Estimasi usia dengan orthopantomogram
pada pasien rumah sakit gigi dan mulut pendidikan universitas airlangga. E-
Prodenta Journal of Dentistry 2018; 2(1):124-9.
4. Larasati AW, Irianto MG, Bustomi, Cania E. Peran pemeriksaan odontologi
forensik dalam mengidentifikasi identitas korban bencana masal. Majority
2018; 7(3):228-33.
5. Agitha SRA, Sylvia M, Utomo H. Estimasi usia anak etnis tionghoa di
indonesia dengan menggunakan metode willems. Jurnal Biosains
Pascasarjana 2016; 18(1):35.
6. Apriyono DK. Metode penentuan usia melalui gigi dalam proses identifikasi
korban. Jurnal Forensik 2016; 43(1):71-4.
7. Priyadarshini C, Puranik MP, Uma. SR. Dental age estimation: a review.
International Journal of Advanced Health Sciences 2015; 1(12):19-25.
8. Uzuner FD, Kaygısız E, Darendeliler N. Defining dental age for
chronological age determination. In Post Mortem Examination and Autopsy -
Current Issues From Death to Laboratory Analysis 2018:77-104.
9. Ajmal M, Mody B, Kumar G. Age estimation using three established
methods. a study on indian population. Forensic Science International 2001;
122:150-4.
10. Johanson G. Age determination from human teeth. Odont Revy 1971;
22(21):40-6.
11. Foltasová ML et al. Reliability comparison of two forensic dental age
estimation methods. Journal of Dental and Medical Sciences 2016; 15(2):60-
3.
12. Nelson SJ. WHEELER’S Occlusion physiology, and dental anatomy. 2015;
Ed 9:65-7.
13. Senn DR, Stimson PG. Forensic dentistry, Ed 2. Boca Raton:CRC Press.
2010:28-9.
14. David TJ. Forensic odontology principle and practice. United States:Mika
Haley. 2019; 53(9):19-29.
15. Budi AT. Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban. Jurnal PDGI
2014; 63(2):41-5.
16. Murniwati M. Peran rekam medik gigi sebagai sarana identifikasi. Majalah
Kedokteran Andalas 2012; 36(2):163-72.
17. Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
18. Putri AS, dkk. Prakiraan usia individu melalui pemeriksaan gigi untuk
kepentingan forensik kedokteran gigi. Jurnal PDGI 2013; 62(3):55-63.

Universitas Sumatera Utara


60

19. Williams, Wilkins. Exercise for older adult. Ed 1. Baltimore:Chris Johnson.


2014:2-5.
20. Rai B, Anand S. Tooth developments: an accuracy of age estimation of
radiographic methods. World J Med Sci 2006; 3(1):25-7.
21. Tamher S, dkk. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan 2009.
22. Budiyanto A, dkk. Ilmu kedokteran forensik, Ed 1, Cetakan Kedua. Bagian
Ilmu kedokteran Forensik FK UI 1997.
23. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan
kraniofasial. Medan:Bina Insani Pustaka 2002; 2(45):1-13.
24. Pawinru AS. Analisis radiografi tangan pada perawatan ortodontik. Makassar
Dent J 2015; 4(2):67-70.
25. Nassar AS. The relationships between cervical vertebral maturation and
dental calcification amog malays. Universiti Sains Malaysia 2008; 49(1):1-
24.
26. Flores-Mir C, Nebbe B, Major PW. Use of skeletal maturation based on
hand-wrist radiographic analysis as a predictor of facial growth: A
Systematic Review. Angle Orthodontist 2004; 74(1):118-24.
27. Alemran S. Dental age assessment of 8,5 to 17 years old saudi children using
demirjian’s method. The Journal of Contemporary Dental Practice 2008;
9(3):6471.
28. Primasari A. Proses penuaan dari aspek kedokteran gigi, Ed 2. Medan:USU
Press. 2018:112-20.
29. Helfman P, Bada J. Aspartic acid racemisation in dentine as a measure of
aging. Nature 1976; 262:279-81.
30. Ritz S, Stock R, Schütz HW, Kaatsch HJ. Age estimation in biopsy
specimens of dentin. International Journal of Legal Medicine 1995;
108(3):135-9.
31. Kvaal S, Kolltveit K, Thomsen I. Age estimation of malawian adults from
dental radiographs. West African Journal of Medicine1995; 24(4):175-85.
32. Panchbhai AS. Dental radiographic indicators, a key to age estimation.
Dentomaxillofacial Radiology 2011; 40(4):199-212.
33. Drusini AG. The coronal pulp cavity index: a forensic tool for age
determination in human adults. Cuad Med Forensic 2008; 53(54):235-49.
34. Zhang Z et al. Age estimation using pulp/enamel volume ratio of impacted
mandibular third molars measured on cbct images in a northern chinese
population. International Journal of Legal Medicine 2019; 133(6):1925-33.
35. Alshihri AM, Kruger E, Tennant M. Dental age assessment of western saudi
children and adolescents. Saudi Dental Journal 2015; 27(3):131-6.
36. Adams C, Carabott RES. Forensic Odontology: An essential guide. Ed 1.
United Kingdom:John Willey. 2014:152.
37. Nayak S, George R, Shenoy A, Shivapathasundaram. Age estimation in
forensic dentistry: a review. Journal of Forensic Science & Criminology
2014; 3:333-8.
38. Gustafson G. Age determination on teeth. journal of the american dental
association 1950; 41(1):45-54.

Universitas Sumatera Utara


61

39. Kumar GS. Orban’s oral histology and embryology, Ed 14. Haryana:Elsevier
2019:79.
40. Solheim T. Amount of secondary dentin as an indicator of age. Scandinavian
Journal of Dental Research 1992; 100(4):193-9.
41. Tabor MP, Schrader BA. Forensic dental identification. In Forensic
Dentistry. Ed 2. 2010:63-8.
42. RÜtzscher K. Forensic and legal dentistry. In Forensic and Legal Dentistry.
Germany:Springer 2014:206.
43. Oktaviani J. Manual of forensic odontology. Ed 5. Boca Raton:CRC Press.
2018; 51(1):237-7.
44. Liberati A et al. The prisma statement for reporting systematic reviews and
metaanalyses of studies that evaluate health care interventions: Explanation
and Elaboration. PLoS Medicine 2009: 6(7):1-28.
45. Wells G et al. The newcastle-ottawa scale (nos) for assessing the quality of
nonrandomised studies in meta-analyses 2020. Accessed 12 Maret 2021,
Available at: http://www.ohri.ca/programs/clinical_epidemiology/oxford.asp
46. Santosh et al. Reliability of dental root translucency in age estimation among
adults aged between 25 to 60 years – an autopsy study. Medicalnnovantica
2015; 4(1):1-6.
47. Arora et al. Reliability of dental attrition as a sole parameter for age
estimation among north western adult indians. Human Biology Review 2014:
3(4):292-9.
48. Manas et al. Estimation of age by secondary dentin deposition, root
translucency and cementum apposition - a unique modification of gustafsons
method. European Journal of Forensic Sciences 2015: 2(3):1-6.
49. Ajay et al. Estimation of age by modified gustafson’s method from incisor
and canine teeth. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology
2020:14(1):5-11.
50. Rajendran R, Shivpathsundhean. Shafer’s text book of oral pathology. 6th
ed.Noida; ELSEVIR:885.
51. Brkic H, Milicevic M, Petrovecki M. Age estimation methods using
anthropological parameters on human teeth. Forensic SciInt 2006: 162(1-
3):13-6.
52. Sebecic V, Hoch A, Sabalic M. How to estimate dental age in
paleodontology?. Bull Int Assoc Paleodont 2010: 4(1):27-32.
53. Helm S , Prydso U. 1979. Assessment of age at death from mandibular molar
attrition in medieval danes. Scand J Dent Res 1979: 87 (2):79-90.
54. Kambe T, Yonemitsu K, Kibayashi K, Tsunenari S. Application of computer
assisted image analyzer to the assessment of area and number of sites of
dental attrition and its use for age estimation. Forensic Sci Int 1991:
50(1):97-109.
55. Li C, Ji G. Age estimation from the permanent molar in northeast china by
the method of average stage of attrition. Forensic Sci Int 1995: 75:186-96.
56. Lovejoy CO. 1985. Dental wear in libben population: its functional pattern
and role in the determination of adult skeletal age at death. Am J Phy
Anthropol 1985: 68(1):47-56.

Universitas Sumatera Utara


62

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai