Anda di halaman 1dari 72

HUBUNGAN SIKAP DAN TINGKAT KEBUTUHAN

PERAWATAN ORTODONTI (IOTN) PADA


SISWA SMA N 3 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HILMAN MASRI
NIM : 080600128

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti

Tahun 2012

Hilman Masri

Hubungan Sikap dan Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IOTN)

Pada Siswa SMA N 3 Medan.

xi + 56 halaman

Maloklusi masih merupakan masalah penting dalam kesehatan gigi, dan

menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal di Indonesia.

Prevalensi maloklusi pada 4 Sekolah Menengah Umum di Kota Medan bahkan telah

mencapai 83% (Marpaung, 2006). Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat,

khususnya remaja untuk melakukan perawatan terhadap maloklusinya. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti pada siswa SMA N 3 Medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional.

Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang menjalani

perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa yang kemudian diseleksi

berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi sehingga didapatkan 50 sampel yang

sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan rumus besar sampel. Pengumpulan

data tentang sikap dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data

mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara mengukur studi

Universitas Sumatera Utara


model sampel yang disimpan dokter gigi masing-masing sampel dengan acuan

pengukuran Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti cekat lebih banyak

dilakukan siswa perempuan, yakni 88% (44 orang) sedangkan siswa laki-laki 12% (6

orang). Siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20% (10 orang), sikap sedang

sebesar 58% (29 orang), dan sikap baik sebesar 22% (11 orang). Hasil penelitian pada

siswa yang memiliki nilai sikap buruk adalah siswa melakukan perawatan ortodonti

karena lebih cenderung karena trend, hal ini ditemukan dari penilaian IOTN (Dental

Health Component/DHC) yang disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut

tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan, sedangkan siswa yang memiliki

sikap yang sedang dan sikap baik melakukan perawatan dikarenakan tingkat

kebutuhan siswa sesuai dengan penilaian DHC. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa ditemukan hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan

ortodonti (IOTN/DHC) pada siswa tersebut.

Daftar Pustaka: 31 (1986-2011)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Mei 2012

Pembimbing: Tanda tangan

Erliera, drg., Sp.Ort ....................................

NIP. 19800113 200812 2 003

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 24 Mei 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Erliera, drg., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K)

2. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, maka skripsi ini

telah disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam penelitian ini penulis

ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta,

ayahanda Drs. Jamasri dan ibunda Nazrida, SH., yang telah begitu banyak

memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang,

cinta, bimbingan dan semangat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima

kasih untuk kakak dan adikku tercinta Aulia Oktarina, S.S., dan Ilham Masri yang

selalu memberikan dorongan dan semangat pada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis

ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K)., selaku Ketua Departemen Ortodonti

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran

dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


3. Erliera, drg., Sp.Ort., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan banyak waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan

semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort. (K). dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort.,

selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu dan memberi masukan kepada

penulis.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan

pegawai di Departemen Ortodonti Universitas Sumatera Utara.

6. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes., selaku penasihat akademik yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP. (K)., selaku ketua komisi etik

penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. Sahlan Daulay, M.Pd., selaku kepala sekolah serta Bapak dan Ibu guru

di SMA N 3 Medan yang telah memberikan izin untuk penelitian dan telah membantu

penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes. dan Maya Fitria, SKM., M.Kes., yang telah

meluangkan waktunya dan membantu dalam konsultasi metodelogi penelitian dan

statistik.

10. Teman-teman terbaikku, Aqwam, Ika, Riska, Ica, Imel, Nami dan Rora

atas dukungan, semangat, doa dan kebersamaan kita selama mendapat pendidikan di

FKG USU.

Universitas Sumatera Utara


11. Teman-teman angkatan 2008, senior dan junior di FKG USU yang telah

memberi dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

12. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih dalam

pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi fakultas, bangsa dan negara.

Medan, 24 Mei 2012

Penulis,

Hilman Masri
NIM: 080600128

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ........................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalahan............................................................... ... 6
1.3 Hipotesa Penelitian..................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perilaku Kesehatan................................................................. .... 9
2.2 Penilaian Kebutuhan Akan Perawatan Ortodonti....................... 12
2.2.1 IOTN................................................................................... .... 15
2.2.2 PAR..................................................................................... .... 26
2.2.3 DAI ...................................................................................... 27
2.2.4 ICON .................................................................................... 29
2.3 Penilaian Klinis Akan Perlunya Perawatan............................... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian........................................................................ ... 36
3.2 Populasi Penelitian................................................................... 36
3.3 Besar Sampel ........................................................................... 36
3.4 Waktu dan Lokasi Penelitian...................................................... 38
3.5 Bahan dan Alat........................................................................ ... 38

Universitas Sumatera Utara


3.6 Variabel Penelitian................................................................... 38
3.7 Defenisi Operasional................................................................ 39
3.8 Metode Pengumpulan Data..................................................... ... 41
3.9 Pengolahan Data ...................................................................... 42
3.10 Analisa Data......................................................................... .... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 43

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................ 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan.............................................................................. 54
6.2 Saran ....................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Grade 1-2 indeks komponen DHC dari IOTN ...................................... 16

2 Grade 3 indeks komponen DHC dari IOTN ......................................... 17

3 Grade 4-5 indeks komponen DHC dari IOTN ...................................... 17

4 Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan


berdasarkan Grade DAI ....................................................................... 29

5 Protokol pemberian Grade susunan oklusal


(Daniels dan Richmond, 2000) ............................................................. 31

6 Kategori Penilaian “Sikap”................................................................... 40

7 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ................................... 43

8 Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap


pertanyaan penilaian sikap ................................................................... 44

9 Distribusi responden berdasarkan hasil penilaian sikap......................... 45

10 Distribusi responden berdasarkan penilaian DHC dari IOTN ................ 46

11 Nilai DHC berdasarkan kategori sikap responden.................................. 47

12 DHC berdasarkan pengaruh trend pemakaian


piranti ortodonti cekat............................................................................. 48

13 Kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan pengaruh


trend pemakaian piranti ortodonti cekat.................................................. 49

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Pengukuran overjet .............................................................................. 18

2 Pengukuran reverse overjet .................................................................. 19

3 Anterior crossbite................................................................................. 19

4 Posterior buccal crossbite .................................................................... 19

5 Posterior lingual crossbite ................................................................... 20

6 Pengukuran overbite ............................................................................ 20

7 Complete overbite ................................................................................ 21

8 Incomplete overbite .............................................................................. 21

9 Lateral openbite dan anterior openbite................................................. 22

10 Pergeseran gigi-gigi ............................................................................. 22

11 Impeded eruption ................................................................................. 23

12 Oklusi Kelas I ...................................................................................... 24

13 Oklusi Kelas II ..................................................................................... 24

14 Oklusi Kelas III.................................................................................... 24

15 Skala Aesthetic Component .................................................................. 26

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka konsep

2 Kerangka teori

3 Ethical clearance

4 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

5 Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)


6 Kuesioner penelitian

7 Tabel penilaian IOTN


8 Surat keterangan telah melakukan penelitian di SMA N 3 Medan
9 Hasil pengolahan data dengan program SPSS Seri 17

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ortodonti adalah lapangan ilmu Kedokteran Gigi yang mengobservasi

pertumbuhan dan perkembangan dari gigi-geligi serta struktur anatomi yang

berhubungan dengan gigi-geligi tersebut. Ortodonti juga mencegah dan memperbaiki

posisi gigi yang tidak teratur sampai pada tercapainya fungsi dan oklusi yang normal

serta bentuk wajah yang menyenangkan.1-3 Tujuan utama perawatan ortodonti adalah

untuk memperoleh oklusi yang optimal dan harmonis, baik fungsional maupun

estetis.1

Oklusi gigi yang menyimpang dari hubungan normal antara gigi-geligi pada

salah satu rahang atau pada gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah disebut

maloklusi.4,5 Gigi berjejal, tidak rata, dan protrusi telah menjadi masalah beberapa

orang sejak zaman dahulu sekitar tahun 1000 SM dan mereka telah berusaha untuk

memperbaikinya.6

Maloklusi merupakan masalah penting dalam kesehatan gigi di Indonesia, dan

menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Sejak puluhan

tahun yang lalu prevalensinya masih tinggi, sekitar 80% (Koesoemaharja, 1991).5

Prevalensi maloklusi di Kota Medan pada 4 Sekolah Menegah Umum bahkan telah

mencapai 83% (Marpaung, 2006). Hasil penelitian Agusni (1998) pada anak Sekolah

Dasar di Surabaya menunjukkan 31% anak tidak memerlukan perawatan terhadap

maloklusi, 45% memerlukan perawatan ringan dan 24% sangat memerlukan

Universitas Sumatera Utara


perawatan karena keadaan maloklusi yang tergolong parah sehingga dapat

mengganggu kesehatan fisik dan kehidupan sosialnya.7

Berbeda dengan indeks yang telah digunakan untuk menilai penyakit di

rongga mulut seperti karies, penyakit periodontal dan disfungsi TMJ, maloklusi

adalah suatu kelainan yang unik karena memiliki hubungan yang tidak langsung

dengan ruang lingkup sosial-psikologis. Beberapa indeks maloklusi telah

dikembangkan dan telah digunakan untuk diagnostik, klasifikasi, epidemiologi

pengumpulan data, pencatatan kebutuhan perawatan dan penilaian keberhasilan

perawatan.8

Oklusal indeks yang umum digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan

berdasarkan keadaan maloklusi seseorang antara lain: Index of Orthodontic Treatment

Need (IOTN), Dental Aesthetic Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index

of Complexity, Outcome and Need (ICON).9 IOTN yang dikemukakan oleh Brook

dan Shaw telah diakui secara internasional sebagai salah satu metode dalam

menentukan kebutuhan perawatan. Indeks ini mengelompokkan keadaan maloklusi

secara signifikan dalam mengidentifikasi siapa yang paling mendapat keuntungan

dari perawatan ortodonti.10 Sifat indeks ini sederhana dan mudah untuk digunakan

dan dipelajari, cepat waktu penggunaanya, secara klinik bisa dipertanggung jawabkan

sesuai dengan kebutuhan, dapat membedakan beberapa tingkatan dengan jelas dan

dapat dipertanggung jawabkan secara statistik karena adanya kesesuaian yang tinggi

antara dua komponen IOTN yaitu Aesthetic Component dan Dental Health

Component. Semua ini menunjang persyaratan kriteria indeks yang baik menurut

Young dan Striffler.11

Universitas Sumatera Utara


Protrusi, irregular, atau maloklusi gigi dapat menyebabkan tiga tipe masalah

pada pasien : (1) diskriminasi karena tampilan wajah; (2) masalah fungsi rongga

mulut, termasuk kesulitan pergerakan rahang, temporomandibular joint dysfunction,

dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara dan; (3) lebih besar

kerentanan terhadap trauma, penyakit periodontal atau karies gigi.6

Keadaan gigi yang maloklusi bisa mengganggu penampilan seseorang,

sehingga timbul permasalahan seperti penderita sering merasa rendah diri, minder,

dan enggan tersenyum.2 Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak

yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada

saat usia remaja (Kustiawan, 2003). Anak Sekolah Menengah Umum termasuk dalam

batasan usia remaja akhir, terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Pada masa ini mereka lebih

mementingkan daya tarik fisik, terutama wajah dalam proses sosialisasi.7 Sehingga

remaja sangat mementingkan penampilan gigi yang menarik. 12

Setiap evaluasi dari kebutuhan untuk perawatan ortodonti harus mencakup

penilaian terhadap gangguan estetika dari maloklusi (Federation Dentaire

Internationale, 1970). Literatur lain juga mengatakan bahwa penilaian estetika gigi

ditinjau dari segi sosial dan psikologis sangat penting untuk dinilai (Howells and

Shaw, 1985). Dukungan literatur secara tidak langsung dari studi longitudinal

hubungan antara maloklusi dan penyakit gigi, ditemukan penggunaan pengukuran

efek estetika terhadap maloklusi (Addy dkk., 1988; Helm and Peterson, 1989; Shaw

dkk., 1991). Penelitian ini menegaskan bahwa efek sakit dari maloklusi adalah

Universitas Sumatera Utara


psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik, bukan karena kelemahan

fungsional.13

Wajah sebagai satu kesatuan ekspresi jiwa dan raga memberi arti penting pada

kepribadian seseorang. Estetika wajah sering mengundang perhatian orang yang

menatapnya. Susunan gigi yang rapi dan normal adalah salah satu komponen penting

pada penampilan wajah seseorang. Alasan terbesar seseorang mencari perawatan

ortodonti adalah untuk menanggulangi masalah psikologi yang berhubungan dengan

masalah gigi dan penampilan wajah.14

Hasil penelitain Klages (2007) mengungkapkan bahwa faktor pemicu

seseorang untuk melakukan serangkaian perawatan ortodonti bukanlah semata

melihat susunan gigi yang tidak rapi, akan tetapi lebih karena faktor psikososial yaitu

tentang persepsi oklusi dan adanya rasa kurang percaya diri saat melihat wajahnya di

cermin. Bahkan menurut Munizeh (2008) maloklusi lebih merupakan fenomena

morfopsikologis yang berdampak pada rasa tidak nyaman, kurang percaya diri, tidak

bahagia dan cenderung membandingkan diri dengan orang lain.4 Khususnya Gosney

(1989) telah mencatat bahwa motivasi untuk menjalani perawatan ortodonti

merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Karena alasan itu, dalam

mendefinisikan tujuan perawatan ortodonti, seseorang harus mempertimbangkan

tidak hanya faktor morfologi dan fungsional, tetapi berbagai masalah psikososial dan

bioetika juga.6

Trend penggunaan piranti ortodonti cekat mungkin sudah tidak asing lagi bagi

kita semua. Di Indonesia, penggunaan ortodonti cekat baru dimulai pada tahun 80-an

dan semakin populer pada awal tahun 2000-an. Ortodonti cekat mulanya ditemukan

Universitas Sumatera Utara


pada fosil manusia dengan gigi dipasangi kawat. Fungsinya bukan untuk mengatur

letak gigi, namun untuk mengikat gigi-gigi yang goyang. 16

Seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk tampil lebih cantik

dengan senyum yang indah, saat ini penggunaan piranti ortodonti ini bukan lagi

hanya untuk memperbaiki fungsi gigi, tetapi sudah menjadi aksesoris. Ortodonti cekat

boleh jadi disebut sebagai tindakan kosmetika gigi yang paling populer dan menjadi

trend. Tidak dapat dipungkiri, belakangan ini penggunaan ortodonti cekat semakin

banyak di masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan

karena masyarakat mulai menyadari bahwa gigi mempunyai peranan penting dalam

penampilan.2

Perawatan ortodonti tidak hanya dilakukan terhadap orang yang

membutuhkan perawatan tetapi banyak juga orang, khususnya pada kalangan remaja

menggunakan piranti ortodonti cekat, padahal secara klinis gigi mereka normal. Hal

yang mungkin melatarbelakangi penggunaan alat ini dari segi bentuknya yang lucu,

unik, warna-warni, dan lain sebagainya, atau mungkin karena harganya yang relatif

mahal sehingga ada paradigma sempit di antara masyarakat awam bahwa yang

menggunakan alat ini adalah orang kaya. Maka dari itu ada juga orang menggunakan

piranti ortodonti dengan tujuan supaya terpandang sebagai orang kaya.17

Maraknya penggunaan piranti ortodonti, khususnya ortodonti cekat pada

kalangan remaja tanpa indikasi yang kuat untuk dilakukan perawatan, serta sikap

masyarakat yang menggunakan jasa perawatan yang dilakukan oleh yang bukan

ahlinya di bidang tersebut, maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian

di SMA N 3 Medan untuk mengetahui gambaran sikap yang diambil siswa di Kota

Universitas Sumatera Utara


Medan yang menggunakan ortodonti cekat dan membandingkannya dengan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti siswa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan

ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Terdapat hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan

ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sikap siswa SMA N 3 Medan terhadap pemakaian piranti

ortodonti cekat.

2. Mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti yang sebenarnya pada

siswa SMA N 3 Medan yang memakai piranti ortodonti cekat.

3. Melihat apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan

perawatan ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat :

1. Menambah kesadaran akan indikasi perawatan ortodonti yang

sesungguhnya pada siswa SMA N 3 Medan.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kebutuhan perawatan

ortodonti.

3. Sebagai informasi bagi pihak yang berhubungan dengan pelayanan

kesehatan gigi untuk mengoptimalkan pelayanan dan penyuluhan mengenai

maloklusi beserta pencegahan dan perawatannya.

4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti mempunyai riwayat yang panjang, literatur tertulis yang

pertama mengenai perawatan aktif dibuat oleh Aurelius Cornelius Celsus (25 SM-

50M), yang pada edisi tujuh berjudul “Medicine”, memperkenalkan penggunaan

tekanan jari untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Beberapa penulis era

terdahulu juga menganjurkan agar gigi dicabut untuk memperbaiki susunan yang

berjejal dan tidak teratur.18

The World Health Organization (1962) memasukkan topik maloklusi di

bawah judul Anomali Dento-Facial yang mengganggu fungsi, didefenisikan sebagai

suatu anomali yang menyebabkan cacat atau gangguan fungsi, dan memerlukan

perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan bisa

menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien.

Salzmann (1968) mendefenisikan maloklusi yang berdampak merugikan sebagai

suatu maloklusi yang memberikan pengaruh merugikan terhadap estetik, fungsi,

maupun bicara. Defenisi yang umum seperti ini terutama digunakan dalam menilai

kebutuhan perawatan bagi pasien secara individual, dan melibatkan sejumlah besar

ukuran penilaian subjektif.18

Hasil penelitian yang dilakukan pada 188 pelajar Sekolah Dasar untuk

mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, diperoleh tiga komponen utama

yang mempengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti yaitu : 1) Kesadaran dari pelajar

Universitas Sumatera Utara


sendiri; 2) Pengetahuan pelajar tentang maloklusi dan alat-alat ortodonsia; dan

3) Adanya unsur kesediaan untuk melakukan perawatan ortodonti (Husein, 2007).14

2.1 Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai makna sangat luas antara lain mencakup berjalan, berbicara,

bereaksi, berfikir tanggap dan emosi. Perilaku juga berarti aktifitas organisme, baik

yang diamati secara langsung maupun tidak langsung.7

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi

manusia dengan lingkungannya. Wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap, dan

tindakan. Perilaku mulai dibentuk dari pengetahuan, subjek mengetahui adanya

rangsangan yang berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk

pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam

bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui tadi. Setelah rangsangan tadi

diketahui dan disadari sepenuhnya, akan timbul tanggapan lebih jauh lagi yaitu

berupa tindakan terhadap rangsangan.19

Perilaku kesehatan gigi adalah respon seseorang terhadap stimulus yang

berhubugan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Bentuk

operasional perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu :19

1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau

rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.

2. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan

dari luar yang dipengaruhi faktor lingkungan fisik, biologi, dan sosial.

Universitas Sumatera Utara


3. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan

terhadap situasi atau rangsangan luar.

Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat

tertutup, sedangkan perilaku kesehatan berupa tindakan bersifat terbuka. Sikap

sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh karena itu pengukurannya pun

berupa kecenderugan atau tanggapan terhadap fenomena tertentu.19

Perilaku kesehatan gigi berperan dalam cara pandang remaja terhadap

pengaruh maloklusi terhadap kualitas hidupnya. Perilaku kesehatan gigi yang

mempengaruhinya adalah pengetahuan remaja terhadap maloklusi, sikap remaja yaitu

keyakinan remaja terhadap keadaan maloklusinya, serta perilaku pencarian

pengobatan/perawatan pada remaja yang merasakan suatu kelainan yang dialaminya.

Dalam hal konsep perilaku pencarian pengobatan/perawatan, remaja mendapat

dorongan untuk melakukan tindakan yang berasal dari media cetak/elektronik,

lingkungan teman sebaya, orang tua ataupun anjuran dari tenaga profesional seperti

petugas kesehatan.7

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui

manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan adalah pemberi bukti oleh seseorang

melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang

diperoleh sebelumnya. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara

terencana yaitu melalui proses pendidikan. Seseorang memperoleh pengetahuan

melalui penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui indra pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.7,19

Universitas Sumatera Utara


Sikap adalah suasana batin atau hasil proses sosialisasi yaitu reaksi seseorang

terhadap rangsangan yang diterimanya.19 Sikap dapat diamati berupa penilaian

seseorang terhadap objek tertentu dengan pernyataan baik atau buruk. Sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Jelaslah bahwa sikap belum

berupa tindakan, namun merupakan predisposisi ke arah tindakan.7,19

Berdasarkan uraian Allport (1954), sikap mempunyai tiga komponen:

(1) Komponen yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep,

(2) Komponen afeksi yang berkaitan dengan kehidupan emosional, (3) Komponen

konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.19

Berdasarkan penelitian Dewi O (2007) menyatakan bahwa 82,6% remaja

SMU Kota Medan mempunyai sikap yang positif terhadap pencegahan dan perawatan

maloklusi, namun hanya 14,8% yang melakukan perawatan terhadap maloklusinya.7

Faktor pendorong remaja untuk mencari perawatan ortodonti sangat kompleks.

Estetika, terutama susunan gigi anterior yang salah sering menjadi alasan utama

untuk melakukan perawatan ortodonti dan memperbaiki susunan gigi-geligi adalah

tujuan penting perawatan.12,20-22 Motivasi pasien dalam mencari perawatan ortodonti,

selain yang diungkapkan untuk memperoleh wajah yang menarik, tujuan lain yang

membonceng dan mendasari sangat bervariasi, berbeda dari satu pasien dengan

pasien yang lain.1

Pengukuran sikap secara sistematis dilakukan dengan skala sikap yang telah

distandarkan. Teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari Trurstone

yang disebut The equal-Appearring Interval dan dari Likert yang disebut Summated

Agreement. Skala Thrustone menggunakan kategori yang terdiri dari dua alternatif

Universitas Sumatera Utara


jawaban. Sedangkan pada skala Likert subjek dihadapkan pada lima alternatif

jawaban, yaitu pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.19

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Mewujudkan

sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang

memungkinkan.7 Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

melalui wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa waktu

sebelumnya atau secara langsung dengan mengamati tindakan atau kegiatan

responden. Pengukuran tindakan ini sering mengalami kesulitan jika responden harus

mengingat kegiatan yang sudah lama dikerjakan.19

2.2 Penilaian Kebutuhan Akan Perawatan Ortodonti

Pada tahun terakhir ini, jumlah perawatan ortodonti meningkat tajam, dan

sudah dilakukan beberapa cara untuk mendefenisikan kebutuhan akan perawatan

ortodonti.18 Perawatan ortodonti dapat dibenarkan jika itu akan meningkatkan

kesehatan gigi atau penampilan pasien, seperti dalam kasus traumatik gigi yang dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan pendukung dan penyakit periodontal.

Beberapa kasus lain seperti penyimpangan yang menyebabkan perpindahan pada

penutupan mandibula, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit dan disfungsi pada otot

dan sendi yang terkait. Maloklusi dapat membuat gigi lebih sulit dibersihkan dan

akumulasi plak, yang akan menyebabkan karies dan penyakit periodontal.8

Banyak keadaan maloklusi mengganggu penampilan wajah sehingga hal

tersebut memiliki dampak yang penting pada kehidupan sosial individu dan bahkan

mempengaruhi prospek karir mereka. Perawatan ortodonti sepenuhnya dibenarkan

Universitas Sumatera Utara


dalam kasus ini.23 Memperhatikan sudut pandang individu tentang daya tarik dari

susunan gigi sebelum perawatan ortodonti sangat penting. Jenis kelamin, latar

belakang sosial ekonomi dan usia adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

kebutuhan dalam perawatan ortodonti.24

Perempuan lebih sensitif terhadap perubahan dalam hidupnya dan lebih

mempunyai perhatian terhadap masalah yang menyangkut estetis, hal ini didukung

oleh penelitian Onyeaso, dkk. (2005), yang melaporkan bahwa wanita lebih banyak

melakukan perawatan maloklusi dibandingkan laki-laki karena tidak nyaman dengan

bentuk wajahnya.7 Orang dengan pendidikan dan kehidupan sosial yang tinggi

cenderung memiliki norma-norma sosial yang baik dalam hubungannya dengan

harapan kesehatan mulut dan persepsi diri tentang citra tubuh. Pasien dengan

kehidupan sosial menengah biasanya menerima perawatan yang lebih baik dari dokter

gigi mereka dibandingkan dengan kelas di bawahnya.25 Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa lebih dari sepertiga orang dewasa mempunyai kebutuhan

perawatan dari sedang sampai berat (Soh dan Sandham, 2004).24

Indeks oklusal telah banyak digunakan sebagai metode untuk mencapai

evaluasi yang lebih seragam terhadap kebutuhan perawatan ortodonti selama

bertahun-tahun. Beberapa indeks telah dikembangkan untuk mengkategorikan

maloklusi ke dalam kelompok sesuai dengan tingkat kebutuhan perawatan.10

Beberapa indeks oklusi yang sudah dapat diterapkan, merupakan suatu alat

penilaian yang objektif seperti indeks yang dikemukakan oleh Van Kirk & Pennell

(1959), Poulton & Aaronson (1961), Bjork dkk. (1964), Summers (1971). Indeks-

indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih

Universitas Sumatera Utara


penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan antero-posterior, besar overjet dan

overbite insisal, malposisi gigi tunggal dan lainnya. Setiap komponen dianalisis

terpisah, menggunakan kriteria yang didefenisikan dengan cermat, dan bila mungkin,

menggunakan ukuran yang sesungguhnya.18

Oklusal indeks yang umum digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan

ortodonti antara lain: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Dental Aesthetic

Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and

Need (ICON). ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai hasil perawatan.

Dalam beberapa segi, indeks IOTN, DAI dan ICON memiliki kesamaan,

kegunaannya menilai dua komponen morfologis dan estetika. Ketiga indeks tersebut

mengukur sifat yang sama seperti overjet, reverse overjet, openbite, overbite,

hubungan molar antero-posterior, dan pergeseran gigi. Perbedaannya pada indeks

IOTN, analisis komponen estetika dipisahkan dari komponen kesehatan gigi.9

Metode-metode yang diperkenalkan oleh Draker (1960), Grainger (1967),

Salzmann (1968), Freer dan Adkins (1968) serta Freer (1972), sudah mengalami

banyak perkembangan guna mencapai tujuan yaitu penilaian kebutuhan akan

perawatan bagi tujuan kesehatan masyarakat (Gray & Demirgian, 1977). Brook dan

Shaw (1989) sudah memperkenalkan garis besar dari indeks prioritas perawatan

ortodonti yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama menilai dan memberikan

Grade bagi faktor-faktor oklusi dan gangguan kesehatan rongga mulut, sedangkan

bagian kedua memberikan Grade untuk derajat gangguan estetik yang disebabkan

karena malposisi gigi anterior.18

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) yang sebenarnya berdasarkan

suatu indeks lain di Eropa yaitu The Swedish Dental Health Board, pada awalnya

dikemukakan di Inggris oleh Evans dan Shaw untuk komponen estetika kemudian

penelitian dilanjutkan oleh Brook dan Shaw.11 IOTN dikembangkan oleh Brook dan

Shaw (1989) dan dimodifikasi kembali oleh Richmond (1990) serta telah

mendapatkan pengakuan nasional dan internasional sebagai metode objektif

mengukur kebutuhan perawatan.10,15,25 Brook dan Shaw mengembangkan IOTN

untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodonti.6,9,22,26,27

Indeks ini bertujuan untuk mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan adanya

kelainan susunan gigi secara perorangan dan penerimaan ketidaksempurnaan

estetis.9,11 Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasikan pasien yang lebih

mendapatkan prioritas perawatan dan memperoleh manfaat secara maksimal dengan

perawatan ortodonti.10,11,22

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) terdiri dari dua komponen

analisis yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC).28

Dental Health Component (DHC) dipergunakan terlebih dahulu dan diikuti oleh

analisis Aesthetic Component (AC).11 AC menunjukkan kebutuhan subjektif pasien

dan DHC mengungkapkan kebutuhan objektif perawatan ortodonti.24

Universitas Sumatera Utara


A. Dental Health Component (DHC)

Dental Health Component melibatkan faktor-faktor yang dapat merusak

kesehatan dan fungsi dari gigi tersebut.3,9 DHC mencatat berbagai keadaan oklusal

dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya.

Gangguan fungsional juga direkam, termasuk penilaian terhadap penutupan bibir,

pergeseran mandibula, oklusi dan pengunyahan yang traumatik atau kesulitan

berbicara dengan baik. DHC biasanya dicatat saat pasien diperiksa di kursi unit oleh

dokter gigi tetapi dapat juga dinilai dari cetakan gigi pasien.9

Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subjektifitas pengukuran

dengan batas ambang yang jelas, yang terdiri dari 5 Grade keparahan maloklusi.

Grade 1 menunjukkan kelompok yang tidak memerlukan perawatan ortodonti,

sedangkan Grade 5 merupakan keadaan maloklusi yang terparah, dan diindikasikan

sangat membutuhkan perawatan. Grade DHC menunjukkan berapa besar tingkat

prioritas untuk kebutuhan perawatan, dengan perincian sebagai berikut:10,11,12,13,26,29

Grade 1-2 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan. (Tabel 1)

Grade 3 : perawatan borderline/sedang. (Tabel 2)

Grade 4-5 : sangat memerlukan perawatan. (Tabel 3)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Grade 1-2 indeks komponen DHC dari IOTN.9
Grade 1
1. Maloklusi ringan, termasuk pergeseran kontak poin yang kurang dari 1 mm
Grade 2
2.a. Overjet yang lebih besar dari 3,5 mm tetapi kurang atau sama dengan 6 mm serta bibir yang
kompeten
2.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 0 mm tetapi kurang atau sama dengan 1 mm
2.c. Crossbite anterior atau posterior yang kurang atau sama dengan 1 mm diskrepansi antara
posisi kontak retrusi dan posisi intercuspid
2.d. Pergeseran titik kontak yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 2 mm
2.e. Openbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan
2 mm
2.f. Overbite yang lebih besar atau sama dengan 3,5 mm tanpa kontak pada gingiva
2.g. Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali

Tabel 2. Grade 3 indeks komponen DHC dari IOTN.9


Grade 3
3.a. Overjet yang lebih besar dari 3,5 mm tetapi kurang atau sama dengan 6 mm serta bibir yang
tidak kompeten
3.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 3.5 mm
3.c. Crossbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan
2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi intercuspid
3.d. Pergeseran titik kontak yang lebih besar dari 2 mm tetapi kurang atau sama dengan 4 mm
3.e. Openbite anterior atau lateral yang lebih besar dari 2 mm tetapi kurang atau sama dengan 4
mm
3.f. Deepbite yang komplit dengan atau tanpa trauma pada jaringan gingiva atau palatal

Tabel 3. Grade 4-5 indeks komponen DHC dari IOTN.9


Grade 4
4.h. Daerah hipodontia yang tidak begitu besar yang membutuhkan perawatan pre-restorasi
ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik
4.a. Overjet yang lebih besar dari 6 mm tetapi kurang atau sama dengan 9 mm
4.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 3.5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara
4.m. Reverse overjet yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 3.5 mm dengan
kesulitan pengunyahan atau bicara
4.c. Crossbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 2 mm diskrepansi antara posisi kontak
retrusi dan posisi intercuspid
4.l. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua
segmen bukal
4.d. Pergeseran titik kontak yang parah yang lebih besar dari 4 mm
4.e. Openbite anterior atau lateral yang ekstrim yang lebih besar dari 4 mm
4.f. Overbite yang besar dan komplit dengan trauma pada gingiva atau palatal
4.t. Gigi yang erupsi sebagian, miring atau terpendam
4.x. Gigi Supernumerary

Universitas Sumatera Utara


Grade 5
5.i. Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal, pergeseran kontak
poin, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya
5.h. Daerah hipodontia yang besar dengan implikasi restorasi ( lebih dari 1 gigi pada setiap
kwandrannya) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi
5.a. Overjet yang lebih besar dari 9 mm
5.m. Reverse overjet yang lebih besar dari 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara
5.p. Cacat akibat celah bibir dan palatum dan anomali kraniofasial lainnya
5.s. Gigi desidui yang terpendam

Pengukuran DHC yang dilakukan adalah sebagai berikut: overjet, reverse

overjet, crossbite, overbite, openbite, pergeseran gigi-gigi (displacement of teeth),

impeded eruption of teeth, celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and palate),

Class II dan Class III (buccal occlusion), dan hypodontia.9,11,27

a. Overjet

Pengukuran overjet menggambarkan jarak horizontal antara insisal insisivus

rahang atas dengan rahang bawah. Diukur berdasarkan jarak maksimum antara

permukaan labial insisivus sentral atas dan bawah sejajar terhadap dataran oklusal

(Gambar 1).11

Gambar 1. Pengukuran overjet.11

Universitas Sumatera Utara


b. Reverse Overjet

Reverse overjet terjadi bila gigi-gigi insisivus bawah terletak di anterior gigi-

gigi insisivus atas (Gambar 2). Terminologi ini biasanya untuk menerangkan kelainan

sekelompok gigi, bila hanya satu gigi yang terletak salah disebut gigitan silang atau

anterior crossbite (Gambar 3). Apabila reverse overjet jaraknya lebih dari 3,5 mm

maka kelainan akan masuk Grade 5; apabila jarak reverse overjet kurang atau sama

dengan 3,5 mm tetapi lebih dari 1 mm, maka akan termasuk Grade 4. Reverse overjet

dengan jarak lebih besar dari 0 mm, tetapi kurang atau sama dengan 1 mm, akan

masuk Grade 2.11

Gambar 2. Pengukuran reverse overjet.11

c. Crossbite

Pada kasus-kasus crossbite garis oklusi terletak salah pada jurusan

bukolingual dapat terjadi pada satu sisi maupun kedua sisi dan dapat melibatkan satu

gigi atau lebih. Dapat pula terjadi di posterior melibatkan gigi-gigi di sebelah bukal

(Gambar 4). Posterior crossbite dapat terjadi di sisi bukal maupun lingual

(Gambar 5). Buccal crossbite terjadi apabila geligi rahang bawah terletak di sebelah

bukal geligi rahang atas, sedangkan lingual crossbite adalah apabila geligi rahang

Universitas Sumatera Utara


bawah terletak lebih ke lingual dari geligi rahang atas, dan tidak terjadi kontak dari

dataran oklusal.11

Gambar 3. Anterior crossbite.11

Gambar 4. Posterior buccal crossbite.11

Gambar 5. Posterior lingual crossbite.11

d. Overbite

Overbite ialah jarak tumpang gigit vertikal gigi insisivus atas dan bawah. Pada

keadaan normal, bagian insisal insisivus bawah kontak dengan permukaan lingual

gigi-gigi insisivus atas pada dataran singulum (Gambar 6). Jadi, gigi-gigi insisivus

atas akan menutupi 1/3 atau 1/2 permukaan labial mahkota gigi-gigi insisivus bawah.

Bila proporsi tumpang gigit lebih besar maka tumpang gigit dikatakan bertambah.

Universitas Sumatera Utara


Overbite dikatakan complete bila kontak terjadi dari gigi ke gigi atau gigi ke gingiva

(Gambar 7). Disebut incomplete bilamana tidak ada kontak gigi ke gigi atau ke

gingiva (Gambar 8).11

Gambar 6. Pengukuran overbite.11

Gambar 7. Complete overbite.11

Gambar 8. Incomplete overbite.12

Universitas Sumatera Utara


e. Openbite

Gigitan terbuka dapat terjadi di anterior pada gigi-gigi insisivus (Gambar 9B),

atau di sebelah lateral gigi posterior (Gambar 9A). Gigitan terbuka dapat terjadi bila

gigi bawah tidak tumpang tindih dengan gigi atas pada arah vetikal. Pada IOTN,

gigitan terbuka anterior dan lateral diukur pada bagian terbuka terbesar antara tepi

insisal gigi insisivus dan ujung puncak tonjol gigi poterior terhadap bidang oklusal.

Yang diukur hanya gigitan terbuka yang melibatkan dua gigi atau lebih. Bila gigitan

terbuka lebih besar dari 4 mm, maka kelainan akan dimasukkan pada Grade 4.

Gigitan terbuka sebesar 1 mm atau kurang akan diabaikan pada pengukuran dengan

IOTN.11

Gambar 9. A. Lateral openbite. B. Anterior openbite.11

f. Pergeseran gigi-gigi (Displacement of teeth)

Gigi-gigi yang gagal menempatkan diri pada posisi yang normal di dalam

lengkung menandakan adanya pergeseran. Besarnya derajat pergeseran ini pada

IOTN diukur berdasarkan jarak antara titik kontak distal gigi yang bergeser dengan

titik kontak mesial dari gigi tetangga dan jarak antara titik kontak mesial gigi yang

bergeser dengan titik kontak distal gigi tetangga. Jadi semua pergeseran baik mesial

Universitas Sumatera Utara


maupun distal semua diukur satu per-satu dan pergeseran yang terbesar menentukan

Grade keparahannya.11

Gambar 10. Pergeseran gigi-gigi.11

g. Impeded eruption of teeth

Bila sebuah gigi tidak dapat erupsi atau gagal untuk erupsi yang diakibatkan

karena berdesakan, adanya pergeseran, adanya gigi berlebih (supernumery tooth)

ataupun retensi gigi sulung dan sebab-sebab patologis yang lain, maka hal itu disebut

impeded eruption. IOTN mengabaikan adanya molar ke tiga (wisdom teeth). Pada

semua kasus, impeded eruption termasuk Grade 5 pada DHC.11

Gambar 11. Impeded eruption.11

h. Celah bibir dan palatum-defect of cleft lip and palate

Semua kelainan yang berhubungan dengan celah bibir dan palatum, semua

termasuk Grade 5, yang merupakan kasus yang sangat membutuhkan perawatan pada

DHC.11

Universitas Sumatera Utara


i. Class II dan Class III-buccal occlusion

Pada oklusi Kelas I, Kelas II dan Kelas III gigi-gigi rahang atas dan bawah

masih mempunyai interdigitasi yang baik, IOTN tidak menganggap kelainan ini

merupakan hal parah yang harus mendapatkan prioritas perawatan. Tetapi apabila

gigi-gigi pada oklusi Kelas I (Gambar 12), Kelas II (Gambar 13) dan Kelas III

(Gambar 14) tersebut tidak mempunyai interdigitasi yang baik antara gigi-gigi atas

dan bawah sebesar setengah lebar premolar, maka IOTN menganggap sebagai Grade

2 pada DHC.11

Gambar 12. Oklusi Kelas I.11

Gambar 13. Oklusi Kelas II.11

Universitas Sumatera Utara


Gambar 14. Oklusi Kelas III.11

j. Hypodontia

Hypodontia diartikan sebagai tidak lengkapnya geligi dalam rahang. Keadaan

yang parah ditandai dengan adanya beberapa gigi yang hilang sedangkan keadaan

yang tidak parah hanya satu gigi saja yang tidak ada dalam satu kwadran. Dalam

klasifikasi IOTN, kelainan hypodontia yang parah ini termasuk Grade 5 pada DHC

yang merupakan kasus sangat membutuhkan perawatan ortodonti untuk

mempersiapkan gigi dalam lengkung yang baik untuk pemakaian protesa.11

B. Aesthetic Component (AC)

Aesthetic Component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan

tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi (Gambar 15).

Mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai

dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Grade 1 menunjukkan susunan gigi yang

paling menarik dari sudut estetika gigi-geligi, sedangkan Grade 10 menunjukkan

susunan geligi yang paling tidak menarik. Dengan demikian Grade ini merupakan

refleksi dari kelainan estetik susunan geligi.9,11

Universitas Sumatera Utara


Untuk menilai estetik susunan geligi dari suatu model, bisa digunakan acuan

foto hitam putih. Cara ini lebih menguntungkan karena penilaian terpengaruh oleh

keadaan kebersihan geligi, keadaan gusi maupun gangguan warna gigi depan.

Tingkatan derajat keparahan dari Aesthetic Component adalah sebagai

berikut:10-13,26,29

Grade 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan

Grade 5-7 : perawatan borderline/sedang

Grade 8-10: sangat memerlukan perawatan.

Gambar 15. Skala Aesthetic Component.12

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Peer Assesment Rating (PAR)

Indeks PAR adalah indeks kuantitatif oklusal yang mengukur berapa banyak

penyimpangan oklusi pasien dari keseimbangan oklusi normal. Indeks ini dirancang

untuk mengukur keberhasilan atau hasil dari perawatan ortodontik dengan

membandingkan keparahan oklusi pada sebelum dan sesudah perawatan.30

Indeks PAR memiliki lima komponen, yaitu:

1. Segmen anterior atas dan bawah. Grade yang dicatat untuk keseimbangan

kedua segmen anterior atas dan bawah. Hal yang dicatat berupa crowding, spacing

dan impacted teeth.

2. Buccal occlusion. Oklusi bukal dicatat untuk kedua sisi kiri dan kanan.

Daerah yang dicatat dari kaninus sampai ke molar terakhir. Pengukuran

penyimpangan dilakukan pada saat gigi berada dalam keadaan oklusi.

3. Overjet. Hal yang dicatat berupa overjet yang positif dan jarak insisal gigi

insisivus yang prominent. Contoh: jika dua gigi insisivus lateral yang berada di posisi

crossbite sementara gigi insisivus sentral dengan overjet meningkat menjadi 4 mm,

Grade 3 untuk crossbite dan 1 untuk overjet positif, maka Grade totalnya adalah 4.

4. Overbite.

5. Analisis garis median. Perbedaan centreline antara midline gigi atas dan

bawah dicatat dalam kaitannya dengan gigi isisivus bawah.

Nilai individu dihitung pada masing-masing komponen dan dikalikan dengan

bobot masing-masing komponen. Grade dijumlahkan untuk mendapatkan Grade total

Universitas Sumatera Utara


yang mewakili tingkat kasus yang menggambarkan sejauh mana penyimpangan dari

oklusi normal.9

2.2.3 Dental Aesthetic Index (DAI)

Dental Aesthetic Index (DAI) merupakan salah satu indeks untuk

mengidentifikasi ciri oklusal yang menyimpang dan telah digunakan WHO sebagai

indeks antar-budaya. Indeks ini terdiri dari 10 ciri-ciri keadaan oklusal yang

menyimpang, yaitu: overjet, underjet/overbite, gigi yang hilang, diastema, anterior

openbite, gigi anterior yang berjejal, anterior spacing, maloklusi anterior yang parah

(mandibula and maksila), dan hubungan anteroposterior gigi molar. Kriteria penilaian

terhadap 10 ciri-ciri keadaan oklusal di atas adalah sebagai berikut :9

1. Gigi insisivus, kaninus dan premolar yang hilang : jumlah gigi permanen

tersebut dihitung dan dicatat.

2. Gigi berjejal pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan

bawah harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan: 0 = jika tidak ada gigi

berjejal, 1 = salah satu segmen ada yang berjejal, 2 = kedua segmen berjejal.

3. Spacing pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah

harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan : 0 = jika tidak ada spacing, 1 =

salah satu segmen ada spacing, 2 = kedua segmen ada spacing.

4. Diastema: midline diastema diartikan celah di antara dua gigi insisivus

permanen maksila pada posisi normal kontak poin.

5. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila berupa : salah satu

gigi rotasi, atau pergeseran gigi dari susunan gigi yang normal. Keempat gigi

Universitas Sumatera Utara


insisivus pada lengkung maksila harus diperiksa untuk menentukan lokasi maloklusi

terbesar.

6. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior mandibula. Hal yang

diperiksa sama dengan di atas, namun gigi yang diperiksa adalah pada mandibula.

7. Overjet anterior maksila.

8. Overjet anterior mandibula: overjet pada mandibula dicatat ketika gigi

insisivus bawah lainnya pada keadaan crossbite.

9. Openbite anterior.

10. Hubungan anteroposterior gigi molar: kedua sisi kiri dan kanan dinilai

pada keadaan oklusi dan hanya penyimpangan hubungan molar terbesar yang dicatat.

Kode yang digunakan: 0 = normal, 1 = setengah cusp, 2 = satu cusp.

11. perhitungan Grade DAI: rumus persamaan untuk menilai Grade DAI

adalah: (gigi yang hilang x 6) + (gigi berjejal) + (spacing) + (diastema x 3) +

(Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila) + (Maloklusi yang besar

pada gigi-geligi anterior mandibula) + (Overjet anterior maksila x 2) + (Overjet

anterior mandibula x 4) + (Openbite anterior x 4) + (Hubungan anteroposterior gigi

molar x 3) + 13. Keparahan maloklusi diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan berdasarkan Grade DAI9


Keparahan maloklusi Indikasi perawatan Grade DAI
Tidak ada kelainan atau maloklusi minor Tidak atau sedikit <25
membutuhkan perawatan
Maloklusi yang nyata Perawatan pilihan 26-30
Maloklusi yang parah Keperluan yang tinggi 31-35
Maloklusi yang sangat parah Diharuskan ≥36

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini telah dikembangkan dan

digunakan untuk mengevaluasi kompleksitas perawatan ortodonti. ICON didasarkan

pada penilaian subjektif dari 97 ortodontis dari sembilan negara. ICON ini terdiri dari

lima komponen (Tabel 5) :9

1. Komponen Estetis (AC): yang digunakan adalah komponen estetika dari

IOTN. Setelah Grade diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.

2. Crossbite: jika ditemukan hubungan antar gigi cusp to cusp atau lebih

buruk lagi di segmen bukal. Ini termasuk bukal dan lingual crossbite dari satu atau

lebih gigi dengan atau tanpa perpindahan mandibula.

3. Hubungan vertikal anterior: Sifat ini termasuk openbite (tidak termasuk

kondisi pertumbuhan) dan deep bite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya Grade yang

tertinggi yang dicatat dan dihitung.

4. Lengkung gigi atas berjejal / spacing: Jumlah mesio-distal mahkota gigi-

geligi dibandingkan dengan lingkar lengkung yang tersedia.

5. Hubungan antero-posterior segmen bukal: dinilai sesuai dengan tabel 5

untuk setiap sisi secara bergantian, kemudian nilai keduanya ditambahkan.

6. Perhitungan nilai akhir : setelah semua nilai telah diperoleh dan dikalikan

dengan bobot masing-masing, kemudian ditambahkan untuk menghasilkan ringkasan

Grade akhir (Tabel 5).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Penilaian Klinis Akan Perlunya Perawatan

Protrusi, iregular, atau maloklusi gigi dapat menyebabkan tiga tipe masalah

pada pasien: (1) Diskriminasi karena tampilan wajah; (2) Masalah fungsi rongga

mulut, termasuk kesulitan pergerakan rahang, temporomandibular joint dysfunction,

dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara; dan (3) Lebih besar

kerentanan terhadap trauma, penyakit periodontal atau karies gigi.6 Sehingga alasan

yang biasa melatari penerapan perawatan ortodonti adalah perlunya memperbaiki

kesehatan rongga mulut, fungsi rongga mulut, dan penampilan pribadi.18

Tabel 5. Protokol pemberian Grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond, 2000)9
Grade 0 1 2 3 4 5

Estetik 1-10
menggunakan
AC dari IOTN
Berjejal pada Grade Kurang 2,1-5 mm 5,1-9 mm 9,1-13 13,1-17 >17 mm
lengkung tertinggi dari dari 2 mm mm mm atau gigi
gigi atas spacing atau impaksi
gigi berjejal
Spacing pada Transversal ≤2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm >9 mm
lengkung
gigi atas
Crossbite Hubungan Tidak ada crossbite
cusp to cusp crossbite
atau lebih
Openbite Grade Gigitan kurang dari 1,1-2 mm 2,1-4 >4 mm
gigi insisivus tertinggi dari komplit 1 mm mm
openbite atau
overbite
Overbite gigi Mencakup ≤ 1/3 gigi 1/3-2/3 >1/3 - keselur
insisivus gigi insisivus hampir uhan
bawah keseluruhan mahkot
mahkota a gigi
Antero- kiri dan kanan hubungan hubungan cusp to cusp
posterior ditambahkan cusp cusp yang
segmen dengan lebih tinggi
bukal embrasur, tetapi
Klas I,II,III belum cusp
to cusp

Universitas Sumatera Utara


A. Penampilan Pribadi

Penampilan pribadi tidak bergantung pada penilaian objektif, dan kebutuhan

akan perawatan tergantung sebagian besar pada keinginan pasien maupun

orangtuanya.18 Penampilan wajah dan pertimbangan psikososial, selain karakteristik

gigi digunakan orang tua dalam menentukan kebutuhan perawatan atau rekomendasi

dokter gigi untuk perawatan ortodonti.6

Alasan terbesar mengapa seseorang mencari perawatan ortodonti kebanyakan

adalah keinginan pasien untuk menanggulangi masalah psikologi yang berhubungan

dengan masalah gigi dan penampilan wajahnya.4,6,31 Gigi dan mulut adalah salah satu

bagian yang penting dari keseluruhan wajah seseorang. 4 Masalah ini bukan "hanya

kosmetik", namun hal ini dapat memiliki pengaruh besar pada kualitas hidup.6

Letak gigi yang tidak teratur dapat menimbulkan bentuk wajah yang tidak

harmonis dan kurang estetis.1 Keadaan gigi yang maloklusi bisa mengganggu

penampilan seseorang dan dapat mengakibatkan perkembangan mental yang kurang

sehat, sehingga timbul permasalahan seperti perasaan rendah diri, minder, enggan

tersenyum, tidak bebas mengeluarkan pendapat, malu-malu dan sebagainya.1,2,31

B. Fungsi Rongga Mulut

Gigi yang berjejal dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan sakit

kepala serta nyeri leher.2 Orang dewasa dengan maloklusi yang parah memiliki

kesulitan dalam mengunyah, dan setelah perawatan, pasien biasanya mengatakan

bahwa permasalahan pengunyahan mereka sebagian besar telah terkoreksi. Hal

Universitas Sumatera Utara


tersebut menggambarkan bahwa oklusi gigi yang buruk akan menyebabkan masalah

fungsional, tetapi belum ada tes yang cukup efektif untuk mengukur kemampuan

mengunyah dan tidak ada cara objektif untuk mengukur tingkat dari setiap cacat

fungsional.6

Fungsi penguyahan yang betul dan berhasil guna, dapat dicapai semaksimal

mungkin jika susunan gigi-geligi baik, stabil dan seimbang, begitu juga hubungan

rahang. Pada gigi geligi yang tidak teratur atau pada lengkung gigi yang sempit dapat

mengakibatkan gerakan lidah tidak bebas, sehingga terjadi penelanan tidak betul yang

dapat menimbulkan anomali gigi geligi yang lebih berat.1 Pasien dengan gigitan

terbuka anterior (AOB) dan memiliki overjet yang besar sering mengeluhkan

kesulitan dalam makan, khususnya untuk memotong makanan dengan gigi depan

mereka.3

Maloklusi yang parah dapat membuat perubahan adaptif dalam menelan,

selain itu ditemukan kesulitan atau tidak mungkin untuk menghasilkan bunyi suara

tertentu. Maloklusi juga cenderung mempengaruhi fungsi, bukan dengan

memungkinkan tetapi membuat sulit, sehingga diperlukan upaya lebih keras untuk

mengkompensasi kelainan anatomi tersebut.6 Pada orang yang selalu meletakkan

lidah di antara kedua lengkung gigi akan terjadi maloklusi yang disebabkan karena

gigi-gigi yang terdorong ke atas oleh lidah dan terjadi gigitan terbuka, sehingga

terjadi kebiasaan bicara dengan bunyi suara yang tidak benar. Memperbaiki maloklusi

yang ada, berarti memperbaiki cara bicara yang salah.1 Maloklusi sedikit

mempengaruhi produksi suara seseorang, dan koreksi anomali oklusal akan

memperbaiki cara bicara yang abnormal. Namun, jika pasien tidak dapat mencapai

Universitas Sumatera Utara


kontak antara gigi insisivus anterior, ini dapat berkontribusi untuk terjadinya cara

berbicara yang cadel bagi seseorang.3

Proffit dkk. (2007), menyatakan bahwa hubungan maloklusi dan fungsi

adaptif pada disfungsi temporomandibular (TMD) dinyatakan sebagai nyeri di dalam

dan sekitar sendi temporomandibular. Rasa sakit kemungkinan disebabkan oleh

perubahan patologis dalam sendi, tetapi hal tersebut lebih sering disebabkan oleh

kelelahan dan kejang otot. Nyeri otot hampir selalu berkorelasi dengan riwayat

clenching atau grinding gigi sebagai respon terhadap situasi stres, atau memposisikan

mandibula secara terus menerus ke anterior atau lateral.6 Dengan terkoreksinya letak

rahang dan susunan gigi akan menyebabkan kelainan-kelainan yang terdapat pada

sendi temporomandibular diperbaiki.1

C. Kesehatan Rongga Mulut

Keadaan maloklusi gigi bisa mengganggu penampilan seseorang. Penderita

sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum. Tapi yang paling penting

adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berjejal menjadi sulit untuk

dibersihkan, sehingga bisa menyebabkan karies dan penyakit periodontal.2

Keadaan gigi yang berjejal dapat menyebabkan sisa-sisa makanan mudah

melekat pada permukaan gigi yang kemudian akan terjadi penumpukan plak. Akibat

pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat dapat menimbulkan karies dan

penyakit periodontal.1,7 Dengan merapikan letak gigi, berarti tertinggalnya sisa

makanan akan berkurang sehingga pembersihan plak mudah dilakukan serta akan

mempertinggi daya tahan gigi terhadap karies. Ada beberapa bukti menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


bahwa maloklusi dan malposisi gigi menimbulkan efek yang merugikan terhadap

kesehatan rongga mulut khususnya terhadap kondisi jaringan periodontal.1

Gigi yang tidak teratur akan menghambat penyikatan gigi secara efektif. Gigi

yang crowded dapat menyebabkan satu atau lebih gigi berada lebih ke bukal atau

lingual dari tulang alveolar, hal ini menyebabkan penurunan dukungan periodontal

terhadap gigi tersebut. Hal ini juga dapat terjadi pada maloklusi Kelas III di mana gigi

seri mandibula yang crossbite lebih ke arah labial, sehingga dapat menyebabkan

resesi gingiva. Overbite yang traumatik juga dapat menyebabkan peningkatan

kehilangan dukungan periodontal.3 Begitu juga dengan pasien dengan overjet dan

overbite yang besar memungkinan terjadinya penyakit periodontal lebih besar, hal ini

berhubungan dengan kontak insisal.31

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional,

yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor independen

terhadap faktor dependen dengan menggunakan model observasi sekaligus pada satu

saat.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang

menjalani perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa dari keseluruhan

siswa kelas X dan XI yang berjumlah 986 siswa.

3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus untuk uji hipotesis pada satu populasi

data proporsi:

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

P0 = Proporsi siswa yang memakai pesawat ortodonti

Pa = Proporsi yang diharapkan tidak lebih dari 20% dari P0 = 33%

Q0 = 1-P0

Universitas Sumatera Utara


Qa = 1-Pa

Zα = Deviat baku alfa, untuk α= 0,05 Zα= 1,96

Zβ = Deviat baku beta, untuk β= 0,10 Zβ= 1,282

(P0-Pa) = 20%

Maka = 39,69 digenapkan menjadi 50 sampel

Setelah itu dilakukan pengambilan sampel dengan cara memilih 50 sampel

yang telah ditetapkan dengan rumus di atas berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi:

a. Siswa yang sedang memakai piranti ortodonti cekat.

b. Sampel memiliki model studi yang disimpan oleh dokter gigi, dokter gigi

spesialis, atau tukang gigi yang bersangkutan.

c. Mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi yang

merawat siswa.

Kriteria ekslusi:

a. Model yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi

tersebut dalam keadaan tidak baik.

b. Sampel memasang alat ortodonti dengan dokter gigi, dokter gigi spesialis,

atau tukang gigi di luar kota medan.

3.4 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yakni bulan Januari-Mei 2012.

Tempat penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Medan dan tempat praktek dokter gigi

masing-masing sampel.

Universitas Sumatera Utara


3.5 Bahan dan Alat

Bahan:

a. Model studi

b. Kuesioner

Alat:

a. Pena

b. Pensil

c. penghapus

d. Penggaris

e. Jangka

3.6 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah:

a. Kebutuhan perawatan ortodonti

b. Sikap siswa SMA N 3 Medan

3.7 Definisi Operasional

a. Kebutuhan perawatan ortodonti

Kebutuhan perawatan ortodonti yaitu penilaian secara objektif terhadap

kebutuhan perawatan maloklusi. Penilaian menggunakan Dental Health Component

dari Index Orthodontic Treatment Need (IOTN). DHC mempunyai 5 Grade,

tingkatan derajat DHC tersebut menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan.

Universitas Sumatera Utara


Pengukuran DHC yang dilakukan, diukur dan dilihat pada model studi sampel

adalah sebagai berikut: 1) overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisivus

atas dan bawah ; 2) reverse overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi

insisivus atas dan bawah dengan posisi gigi insisivus bawah berada di depan gigi

insisivus atas; 3) crossbite, adalah keadaan di mana satu atau lebih gigi-geligi bawah

berada di sebelah depan (anterior) atau bukal/lingual (posterior) dari gigi-geligi atas;

4) overbite, adalah jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dan bawah;

5) openbite, adalah gigitan terbuka antara gigi atas dan bawah baik di anterior

maupun posterior; 6) displacement of teeth, adalah pergeseran gigi-geligi yang

menyimpang dari keadaan normal; 7) impeded eruption of teeth, adalah gigi yang

gagal atau tidak dapat erupsi; 8) celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and

palate), adalah suatu kelaian yang menyebabkan adanya celah pada bibir dan

palatum; 9) Kelas II dan Kelas III (buccal occlusion), adalah hubungan

anteroposterior gigi molar rahang atas dan bawah, IOTN menganggap kelainan jika

tidak ada kontak yang baik antara gigi atas dengan gigi bawah baik pada Kelas I,

Kelas II, maupun Kelas III; dan 10) hypodontia, adalah tidak adanya gigi dalam

lengkung rahang dikarenakan tidak adanya benih dari gigi tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran pada model dan hasil pengukuran tersebut

diklasifikasikan menurut indeks komponen DHC pada Tabel 1, maka akan diperoleh

hasil akhir seperti berikut:

Grade 1-2 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan

Grade 3 : perawatan borderline/sedang

Grade 4-5 : sangat memerlukan perawatan.

Universitas Sumatera Utara


b. Sikap siswa SMA N 3 Medan

Sikap yaitu tanggapan atau reaksi responden terhadap kebutuhan perawatan

maloklusi dengan piranti ortodonti cekat. Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan

menggunakan kuesioner yang diberikan kepada sampel. Cara pengukuran sikap

terhadap sampel dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Kategori Penilaian “Sikap”.


Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Kategori penilaian

Kuesioner Nominal Jawaban salah = 0 Baik: > 75% dari nilai


Jawaban benar = 1 tertinggi
Sedang: 40-75% dari nilai
tertinggi
Kurang : < 40% dari nilai
tertinggi

Kategori sikap dikatakan “Baik” apabila nilai yang didapat dari jawaban pada

kuesioner di atas 75% dari nilai tertinggi sampel, dikategorikan “Sedang” apabila

nilai tersebut diantara 40%-75% dari nilai tertinggi sampel, dan dikategorikan

“Buruk” apabila nilai tersebut dibawah 40% dari nilai tertinggi.

3.8 Metode pengumpulan data

Pengumpulan data tentang sikap dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Sedangkan data mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara

mengukur studi model sampel yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau

tukang gigi masing-masing sampel dengan acuan pengukuran IOTN.

Tahap-tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


1) Setelah mendapat izin penelitian dari fakultas, Dinas Pendidikan Kota Medan

dan pihak sekolah, dilakukan pengumpulan data dengan kuesioner

di SMA N 3 Medan.

2) Kuesioner dibagikan kepada siswa yang memakai piranti ortodonti cekat

dengan cara masuk ke setiap kelas dan dikumpulkan kembali pada saat pulang

sekolah.

3) Dilakukan pemilihan sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan

ekslusi dari kuesioner yang telah terkumpul.

4) Mengunjungi tempat praktek dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang

gigi tempat sampel memasang kawat giginya.

5) Setelah mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi

tersebut, dilakukan pengukuran pada model studi sampel dengan

menggunakan penggaris dan jangka untuk menilai tingkat kebutuhan

perawatan ortodonti berdasarkan IOTN.

6) Hasil pengukuran tersebut dicatat pada tabel IOTN yang tersedia pada

kuesioner yang telah diisi sampel.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi

dengan bantuan program SPSS Seri 17.

3.10 Analisa Data

Untuk memperlihatkan hubungan sikap dan tingkat kebutuhan perawatan

ortodonti digunakan uji statistik

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Populasi penelitian adalah siswa kelas X dan IX SMA N 3 Medan yang

sedang menjalani perawatan ortodonti cekat yang berjumlah 130 siswa. Seluruh siswa

tersebut diberikan kuesioner dan yang dikembalikan kepada peneliti berjumlah 93

kuesioner. Kemudian dilakukan pemilihan sampel dengan cara purposive sampling

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, berdasarkan rumus besar sampel pada

bab 3 kemudian diambil 50 sampel yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.

Dari penelitian ini didapatkan beberapa data distribusi dan data korelasi sebagai

berikut. Pada tabel 7 berikut ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin


No. Jenis Kelamin n %
1. Laki-Laki 6 12
2. Perempuan 44 88

Dari 50 sampel yang diteliti, persentase siswa yang melakukan perawatan

ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan sebesar 88% (44 orang)

sedangkan siswa laki-laki sebesar 12% (6 orang).

Distribusi responden berdasarkan kuesioner terdiri dari 8 (delapan) alasan

yang akan dinilai, yaitu: apakah keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti

berasal dari diri sendiri, alasan melakukan perawatan ortodonti karena adanya

kelainan susunan letak gigi, kesadaran akan adanya kelainan atau ada yang salah

Universitas Sumatera Utara


dengan susunan letak gigi, keparahan kelainan susunan letak gigi sehingga butuh

perawatan ortodonti, kelainan susunan gigi yang dialami menyebabkan gangguan

pengunyahan dan berbicara, kelainan susunan gigi yang dialami dapat mengganggu

penampilan dan pergaulan, apakah memakai kawat gigi itu sebuah "Trend", dan

keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti karena adanya "Trend" pemakaian

ortodonti cekat. Berikut jawaban dan persentasi jumlah responden pada setiap

jawaban yang dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan


penilaian sikap
YA TIDAK
No. Indikator Penilaian Sikap
n % n %
Keinginan untuk melakukan perawatan
1. ortodonti berasal dari diri sendiri 44 88 6 12
Alasan melakukan perawatan ortodonti karena
2. adanya kelainan susunan letak gigi 48 96 2 4
Merasa ada kelaian atau ada yang salah
3. dengan susunan gigi-geligi 47 94 3 6
Kelainan susunan gigi yang dialami parah,
4. sehingga butuh perawatan ortodonti 27 54 23 46
Kelainan susunan gigi yang dialami
5. menyebabkan gangguan pengunyahan dan 9 18 41 82
berbicara
Kelainan susunan gigi yang dialami dapat
6. mengganggu penampilan dan pergaulan 23 46 27 54
Memakai kawat gigi itu sebuah "Trend"
7. 32 64 18 36
Keinginan untuk melakukan perawatan
8. ortodonti karena adanya "Trend" pemakaian 20 40 30 60
kawat gigi

Jawaban yang benar dari delapan pertanyaan dalam kuesioner di atas

berdasarkan kecenderungan sikap yang dianggap benar secara teori. Untuk

Universitas Sumatera Utara


pertanyaan nomor 1-6 jawaban yang benar adalah “YA” dan untuk pertanyaan nomor

7 dan 8 jawaban yang benar adalah “TIDAK”.

Siswa yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan keinginan dari diri

sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya berasal dari orang

lain. Alasan tersbesar siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya

kelainan susunan letak gigi, yakni sebesar 96% (48 orang) dari jumlah responden.

Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan dengan susunan gigi mereka sebesar 94%

47 orang) dan yang merasa kelainan tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27

orang).

Sebagian besar siswa yang merasa kelainan susunan gigi yang dialaminya

tidak menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41

orang). Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat

mengganggu penampilan dan pergaulan adalah 46% (23 orang) dan yang tidak

sebesar 54% (27 orang). Siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu

adalah trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan

perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian kawat gigi sebesar 40% (20

orang).

Distribusi responden berdasarkan kategori sikap atas penilaian kuesioner

dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Sikap dikategorikan “Buruk” apabila memiliki nilai

di bawah 40% dari nilai tertinggi, yakni nilai 1-3. Sikap dikategorikan “Sedang”

apabila memiliki nilai di antara 40%-75% dari nilai tertinggi, yakni nilai 4-6.

Sedangkan sikap dikategorikan “Baik” apabila nilai di atas 75% dari nilai tertinggi,

yakni nilai 7-8.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan
hasil penilaian sikap
Kategori Sikap n %
Baik 11 22
Sedang 29 58
Buruk 10 20

Siswa yang memiliki sikap baik sebesar 22% (11 orang), siswa dengan sikap

yang sedang sebesar 58% (29 orang), sedangkan siswa yang memiliki sikap buruk

sebesar 20% (10 orang).

Dari pengukuran 50 model studi sampel yang disimpan dokter gigi, dokter

gigi spesialis, atau tukang gigi didapatkan distribusi penilaian DHC dari indeks IOTN

yang dapat dilihat pada tabel 10 berikut.

Tabel 10. Distribusi penilaian DHC dari IOTN


DHC n %
Grade 1 6 12
Grade 2 15 30
Grade 3 9 18
Grade 4 18 36
Grade 5 2 4

Siswa yang berada dalam kelomok Grade 1 DHC adalah sebesar 12% (6

orang), Grade 2 sebesar 30% (15 orang), Grade 3 sebesar 18% (9 orang), Grade 4

sebesar 36% (18 orang), dan Grade 5 sebesar 4% (2 orang).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sikap dan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti yang dinilai sesuai dengan DHC dari indeks IOTN.

Hasil penelitian yang diperoleh untuk melihat hubungan kedua variabel dapat dilihat

pada tabel 11 berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 11. Nilai DHC berdasarkan kategori sikap responden
DHC Pearson
Kategori Sikap n %
1 2 3 4 5 Chi-Square

Buruk 3 5 1 1 0 10 20

Sedang 3 8 6 11 1 29 58 0,000

Baik 0 2 2 6 1 11 22

Siswa yang memiliki “Sikap Buruk” sebesar 20% (10 orang), memiliki Grade

1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5 siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1

siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Sedangkan siswa yang

memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58% (29 orang), memiliki Grade 1 sebanyak 3

siswa, Grade 2 sebanyak 8 siswa, Grade 3 sebanyak 6 siswa, Grade 4 sebanyak 11

siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Siswa yang memiliki “Sikap Baik” sebesar

22% (11 orang), memiliki 0 jumlah siswa dengan Grade 1, sedangkan Grade 2 dan

Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel

tersebut sejalan, semakin baik sikap siswa tersebut semakin tinggi pula tingkat

kebutuhan perawatan ortodontinya. Secara statistik terlihat adanya hubungan

bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji

Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Dalam penelitian ini juga diteliti apakah ada atau tidaknya hubungan sikap

siswa yang berhubungan dengan trend pemakaian piranti ortodonti cekat terhadap

tingkat kebutuhan perawatan mereka, hal ini dapat dilihat pada tabel 12 berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 12. Nilai DHC berdasarkan pengaruh trend pemakaian piranti ortodonti cekat
Pengaruh trend DHC Pearson

pemakaian piranti n % Chi-Square


1 2 3 4 5
ortodonti cekat

Tidak dipengaruhi trend 0 4 7 17 2 30 60

Dipengaruhi trend 6 11 2 1 0 20 40 0,000

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa

yang melakukan perawatan ortodonti dengan alasan trend yakni sebesar 40% (20

orang), memiliki Grade 1 sebanyak 6 siswa, Grade 2 sebanyak 11 siswa, Grade 3

sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan

Grade 5. Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan

perawatan adalah sebesar 60% (30 orang), ditemukan tidak adanya siswa yang

memiliki Grade 1, sedangkan Grade 2 sebanyak 4 siswa, Grade 3 sebanyak 7 siswa,

Grade 4 sebanyak 17 siswa, dan Grade 5 sebanyak 2 siswa.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan trend pemakaian

piranti ortodonti cekat dengan tingkat kebutuhan perawatan sejalan, siswa yang tidak

dipengaruhi oleh trend memang memiliki tingkat kebutuhan perawatan yang tinggi,

sedangkan sebagian besar siswa yang dipengaruhi trend memiliki tingkat kebutuhan

yang rendah, namun ada juga dari mereka yang memang membutuhkan perawatan

ortodonti. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara trend pemakaian

piranti ortodonti cekat dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dimana hasil uji

Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05. dari hasil

Universitas Sumatera Utara


tersebut dapat dilihat secara ringkas hubungan trend pemakaian piranti ortodonti

cekat dengan kebutuhan perawatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 13 berikut.

Tabel 13. Kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan pengaruh trend pemakaian


piranti ortodonti cekat
Kebutuhan Perawatan
Dipengaruhi oleh Trend n %
Butuh Tidak Butuh

Dipengaruhi trend 14 (28%) 6 (12%) 20 40

Tidak dipengaruhi trend 30 (60%) 0 30 60

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat yang

dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa, dan

yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa.

Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend pemakaian piranti ortodonti cekat

yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 30 siswa,

dan tidak ada siswa yang tidak membutuhkan perawatan. Dapat disimpulkan bahwa

memang benar ditemukan tujuan pencarian perawatan ortodonti yang salah yakni

menjadikan sebuah trend dengan ditemukannya 6 orang siswa yang dikategorikan

“Tidak Butuh Perawatan” yang dikarenakan trend untuk melakukan perawatan dan

adanya 14 orang siswa yang memang membutuhkan perawatan walaupun alasan

perawatan ortodonti mereka tidak tepat.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Siswa SMA N 3 Medan yang melakukan perawatan ortodonti cekat dari hasil

penelitian ini hanya 13% dari seluruh siswa kelas X dan kelas XI. Hasil ini hampir

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi O (2007) pada remaja SMU Kota

Medan, persentase yang melakukan perawatan kelainan susunan gigi sebesar 14%,

padahal prevalensi maloklusi yang didapati adalah sebesar 60,5%.7 Hal ini terjadi

karena beberapa faktor, seperti sedikitnya pengetahuan mengenai maloklusi, jenis

kelamin, sosioekonomi, usia, lingkungan, dll. 24 Namun dari hasil penelitian

Alamsyah RM., dkk. (2006), alasan terbesar siswa SMA Medan tidak melakukan

perawatan adalah biaya mahal 28,85%.27

Hasil penelitian ini ditemukan persentase siswa yang melakukan perawatan

ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan 88% (44 orang)

sedangkan siswa laki-laki 12% (6 orang), hasil tersebut menggambarkan bahwa siswi

perempuan lebih banyak melakukan perawatan dari laki-laki. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Onyeaso, dkk. (2005) bahwa perempuan lebih sensitif terhadap

perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian terhadap masalah yang

menyangkut estetis, sehingga perempuan lebih banyak melakukan perawatan keadaan

maloklusi dibandingkan laki-laki karena tidak nyaman dengan bentuk wajahnya,

khususnya terhadap susunan giginya.7,13,20 Hasil penelitian Mattick C.R., dkk. (2003)

dikatakan bahwa 75% pasien yang melakukan perawatan ortodonti karena alasan

Universitas Sumatera Utara


estetis dan perempuan lebih menyadari kelaianan susunan giginya dibandingkan laki-

laki.21

Sebagian besar siswa melakukan perawatan ortodonti dengan dokter gigi

tetapi pada penelitian ini juga didapatkan siswa yang melakukan perawatan ortodonti

cekat dengan tukang gigi, namun siswa tersebut tidak dijadikan sampel penelitian

karena tidak memenuhi syarat inklusi dan ekslusi.

Siswa yang mempunyai keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti yang

berasal dari diri sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya

berasal dari orang lain. Hasil penelitian Dewi O (2007) juga menunjukkan kalau

sebagian besar siswa yang melakukan perawatan berasal dari keinginan sendiri, yakni

sebesar 68,8%.7 Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja seorang anak

sudah mulai memperhatikan dan lebih peduli terhadap penampilannya, khususnya

terhadap penampilan gigi yang menarik. Hal ini dapat dilihat dari alasan terbesar

siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya kelainan susunan letak

gigi, yakni sebesar 96% (48 orang). Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan

dengan susunan gigi mereka sebesar 94% (47 orang) dan yang merasa kelainan

tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27 orang) (Tabel 8).

Siswa yang merasa kelainan susunan giginya tidak menyebabkan gangguan

pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41 orang). Sedangkan siswa yang

merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan dan pergaulan

adalah 46% (23 orang) dan yang tidak sebesar 54% (27 orang). Hal tersebut

menggambarkan bahwa sebagian besar remaja melakukan perawatan bukan karena

masalah fungsional, tetapi lebih kepada gangguan estetis. Seperti yang dikatakan

Universitas Sumatera Utara


Addy, dkk. (1988), Helm dan Peterson (1989) dan Shaw, dkk. (1991) bahwa efek

sakit dari maloklusi adalah psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik,

bukan karena kelemahan fungsional.13

Gosney (1989) menyatakan bahwa motivasi sesorang untuk menjalani

perawatan ortodonti merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Salah satu

faktor tersebut saat ini adalah mengenai trend pemakaian piranti ortodonti cekat. Dari

hasil penelitian ini siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu adalah

trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan perawatan

ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat sebesar 40% (20

orang) (Tabel 8). Hasil tersebut menunjukkan hampir setengah dari responden

melakukan perawatan ortodonti karena ada pengaruh dari trend pemakaian piranti

ortodonti cekat.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memiliki “Sikap Buruk”

sebesar 20%, dimana yang memiliki Grade 1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5

siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang

dikategorikan Grade 5. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki nilai sikap

buruk tersebut melakukan perawatan karena lebih cenderung kepada trend, karena

dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut tidak atau

hanya sedikit membutuhkan perawatan.

Sedangkan siswa yang memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58%, dimana yang

memiliki Grade 1 sebanyak 3 siswa, Grade 2 sebanyak 8 siswa, Grade 3 sebanyak 6

siswa, Grade 4 sebanyak 11 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Dan siswa yang

memiliki “Sikap Baik” sebesar 22%, dimana tidak ada siswa yang memiliki Grade 1,

Universitas Sumatera Utara


sedangkan Grade 2 dan Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan

Grade 5 sebanyak 1 siswa (Tabel 11). Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang

memiliki sikap baik melakukan perawatan memang karena kebutuhan mereka

berdasarkan penilaian DHC. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara

sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-

Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Siswa yang melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian

piranti ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan”

(Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% (Grade 2 sebanyak 11 siswa,

Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang

dikategorikan Grade 5), dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1

DHC) sebanyak 6 siswa atau 12 %.

Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan

perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak ada siswa yang dikategorikan “Tidak

Butuh Perawatan” (Grade 1), sedangkan yang dikategorikan “Butuh Perawatan”

sebanyak 30 siswa (Grade 2 sebanyak 4 siswa, Grade 3 sebanyak 7 siswa, Grade 4

sebanyak 17 siswa, dan Grade 5 sebanyak 2 siswa). Secara statistik terdapat

hubungan bermakna antara trend pemakaian kawat gigi dan tingkat kebutuhan

perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan

bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Siswa yang melakukan perawatan terhadap maloklusinya hanya sebesar 13%.

Persentase yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah

siswa perempuan 88% sedangkan siswa laki-laki 12%, hal ini membuktikan bahwa

perempuan lebih peduli terhadap penampilan dibandingkan laki-laki.

Keinginan siswa untuk melakukan perawatan sebagian besar berasal dari diri

sendiri sebesar 88%, sedangkan 12% lainnya berasal dari orang lain. Dan alasan

terbesar siswa melakukan perawatan ortodonti karena adanya kelainan susunan letak

gigi, yakni sebesar 96%. Sebagian besar siswa yang merasa kelainan susunan gigi

yang dialaminya tidak menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara adalah

sebesar 82%. Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat

mengganggu penampilan dan pergaulan adalah 46%. Hal tersebut menggambarkan

bahwa sebagian besar remaja melakukan perawatan bukan karena masalah

fungsional, tetapi lebih kepada gangguan estetis.

Siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20%, sikap sedang sebesar 58%,

dan sikap baik sebesar 22%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang

memiliki nilai sikap buruk tersebut melakukan perawatan karena cenderung kepada

trend, terlihat dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar siswa tersebut

tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan (Grade 2), sedangkan siswa yang

memiliki sikap baik melakukan perawatan memang karena mereka membutuhkan

Universitas Sumatera Utara


perawatan berdasarkan penilaian DHC. Secara statistik terdapat hubungan bermakna

antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson

Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa

yang melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti

ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-

5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% dan yang dikategorikan “Tidak Butuh

Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa atau 12 %. Sedangkan siswa yang tidak

dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak

ada siswa yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1), sedangkan yang

dikategorikan “Butuh Perawatan” sebanyak 30 siswa. Secara statistik terdapat

hubungan bermakna antara trend pemakaian piranti ortodonti cekat dan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti, dimana hasil uji Pearson Chi-Square tersebut

menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Dari hasil diatas juga dapat disimpulkan bahwa trend pemakaian piranti

ortodonti cekat lebih cenderung sebagai faktor predisposisi bagi siswa untuk

melakukan perawatan ortodonti, karena dapat diliat dari data diatas bahwa tidak

sepenuhnya siswa yang dipengaruhi oleh trend itu tidak membutuhkan perawatan,

tetapi sebagian besar dari mereka membutuhkan perawatan, walaupun 22% hanya

membutuhkan sedikit perawatan (Grade 2).

Universitas Sumatera Utara


6.2 Saran

Mengingat penelitian ini masih jauh dari sempurna maka perlu dilakukan

penelitian yang lebih lanjut dengan kriteria penilaian sikap dari perilaku kesehatan

gigi yang lebih rinci, terutama mengenai perawatan ortodonti, serta pemilihan sampel

yang representatif untuk menggambarkan populasi remaja di Kota Medan.

Kepada pihak-pihak yang terkait disarankan untuk melakukan sosialisasi dan

edukasi kepada masyarakat pada umumnya dan kepada kalangan remaja khususnya

mengenai maloklusi dan perawatannya.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti. Medan: Bina Insani Pustaka, 2002: 2-

5,35-36.

2. Rusdy E. Peran dokter gigi dalam peningkatan SDM. Teroka Riau Juni 2008;

VIII: 96-103.

3. Laura M. The rationale for orthodontic treatment: on an Intruduction to

orthodontics. Ed 3. New York: Oxford University Press Inc, 2007: 1-6.

4. Hoesin F. Faktor prediksi indikator kebutuhan perawatan ortodonti sebagai

komponen penting bagi konsep masa mendatang. Jurnal ilmiah dan teknologi

kedokteran gigi November 2010; 7: 55-58.

5. Sita SV. Gambaran kebutuhan perawatan maloklusi berdasarkan OFI pada

santriwati Pondok Pesantrend Al-Qodiri dan Pondok Pesantrend An-Nuriyah

2011;1-3.

6. Proffit WR, Fields HW Jr, Sarver DM. Contemporary orthodontics. Ed IV.

Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 3-23.

7. Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja

SMU Kota Medan tahun 2007. Tesis . Medan: USU, 2008.

8. Shetty C., Madhukar S., Srinivasa H., Nayak K. The correlation of occlusal

indices with patients perceptions of aesthetic, function, speech and

orthodontic treatment need. J Dent Sci Res 1: 22-40.

9. Hagg U., McGrath C., Zhang M. Quality of life and orthodontic treatment

need related to occlusal indices. Dental Buletin October 2007; 12: 8-12.

Universitas Sumatera Utara


10. Ucuncu N., Ertugay E. The use of the IOTN in a school population and

referred population. Journal of Orthodontics 2001; 28: 45-52.

11. Agusni TI. Penggunaan IOTN untuk diagnosis maloklusi anak sekolah dasar

di Surabaya. Majalah Kedokteran Gigi Agustus 2001; 34: 401-408.

12. Trivedi K., Shyagali TR., Doshi J., Rajpara Y. Reliability of aesthetic

component of IOTN in the assessment of subjective orthodontic treatment

need. Journal of Advanced Dental Research January 2011; II: 59-65.

13. Hunt O., Hepper P., Johnston C., Stevenson M., Burden D. The aesthetic

component of the index of orthodontic treatment need validated against lay

opinion. Eur J Orthodont 2002; 24: 53-59.

14. Hoesin F. Indikator kebutuhan perawatan ortodonsia (IKPO) sebagai

instrumen perencanaan pelayan ortodonsia. Indonesian Journal of Dentistry

2007; 14: 236-242.

15. Kok YV., Mageson P., Harradine NWT., Sprod AJ. Comparing a quality of

life measure and the aesthetic component of IOTN in assessing orthodontic

treatment need and concern. . Journal of Orthodontics 2004; 31: 312-318.

16. Ila. Arsip harian sumut pos. Kawat gigi atau behel bikin bangga sekaligus

merawat. 02 May 2010. http://www.sumutpos.com. html. (21 November

2011).

17. Ramdhani GS. Fenomena fixed orthodontic antara pemborosan dan

kebutuhan. 14 April 2011. Kompas.com. 14 November 2011.

18. Foster T.D. Buku ajar ortodonsi. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta: EGC,

1999: 164-167.

Universitas Sumatera Utara


19. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.

Jakarta: EGC, 2010:1-24.

20. Harris EF. Sex differences in esthetic treatment needs in American black and

white adolescent orthodontic patiens. Angle Orthodontist 2011; 81: 743-749.

21. Mattick CR., Gordon PH., Gillgrass TJ. Smile aesthetics and malocclusion in

UK teenage magazines assessed using the IOTN. Journal of Orthodontics

2004; 31: 17-19.

22. Soh J., Sandham A. Orthodontic treatment need in Asian adult males. Angle

Orthodontist 2004; 74: 769-773.

23. Houston WJB. Current trendds in orthodontic treatment. Archives of Disease

in Childhood 1986; 61: 536-537.

24. Padisar P., Mohammadi Z., Nasseh R., Marami A. The use of IOTN in a

referred iranian population. Res J Biol Sci 2009; 4: 438-443.

25. Prabu D., Naseem B et al. A relationship between socio-economic status and

orthodontic treatment need. Virtual J Orthod 2008; 8: 9-16.

26. Ho-A-Yun J., Crawford F., Clarkson J. The use of the index of orthodontic

treatment need in dental primary care. Br Dent J 2009; 206: 1-5.

27. Alamsyah RM., Tamba EHF., Natamiharja L. Kebutuhan dan pemakaian

pesawat ortodonti pada siswa-siswi 4 SMA di Medan. Dentika Juli 2006; 11:

9-15.

28. Meai CS., Ling SW., Chek WM. Orthodontic treatment need among dental

student of Universiti Malaya and National Taiwan University. Malaysian

Dental Journal 2009; 30: 6-12.

Universitas Sumatera Utara


29. Miguel JAM., Feu D., Bretas RM., Canavarro C., Almeida MADO.

Orthodontic treatment needs of Brazilian 12-year-old schoolchildren. World J

Orthod 2009; 10: 305-310.

30. Dyken RA., Sadowsky PL., Hurst D. Orthodontic outcome assessment using

the PAR index. Angle Orthod 2001; 71: 164-169.

31. Zhang M., McGrath C., Hagg U. The impact of malocclusion and its

treatment on quality of life: a literatur review. Int J Pediatr Dent 2006; 16:

381-387.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai