SKRIPSI
Oleh:
HILMAN MASRI
NIM : 080600128
Departemen Ortodonti
Tahun 2012
Hilman Masri
xi + 56 halaman
Prevalensi maloklusi pada 4 Sekolah Menengah Umum di Kota Medan bahkan telah
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional.
Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang menjalani
perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa yang kemudian diseleksi
berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi sehingga didapatkan 50 sampel yang
mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara mengukur studi
dilakukan siswa perempuan, yakni 88% (44 orang) sedangkan siswa laki-laki 12% (6
orang). Siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20% (10 orang), sikap sedang
sebesar 58% (29 orang), dan sikap baik sebesar 22% (11 orang). Hasil penelitian pada
siswa yang memiliki nilai sikap buruk adalah siswa melakukan perawatan ortodonti
karena lebih cenderung karena trend, hal ini ditemukan dari penilaian IOTN (Dental
Health Component/DHC) yang disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut
tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan, sedangkan siswa yang memiliki
sikap yang sedang dan sikap baik melakukan perawatan dikarenakan tingkat
kebutuhan siswa sesuai dengan penilaian DHC. Dengan demikian dapat disimpulkan
TIM PENGUJI
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, maka skripsi ini
telah disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam penelitian ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta,
ayahanda Drs. Jamasri dan ibunda Nazrida, SH., yang telah begitu banyak
cinta, bimbingan dan semangat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih untuk kakak dan adikku tercinta Aulia Oktarina, S.S., dan Ilham Masri yang
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran
4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort. (K). dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort.,
selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu dan memberi masukan kepada
penulis.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan
7. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP. (K)., selaku ketua komisi etik
8. Drs. Sahlan Daulay, M.Pd., selaku kepala sekolah serta Bapak dan Ibu guru
di SMA N 3 Medan yang telah memberikan izin untuk penelitian dan telah membantu
9. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes. dan Maya Fitria, SKM., M.Kes., yang telah
statistik.
10. Teman-teman terbaikku, Aqwam, Ika, Riska, Ica, Imel, Nami dan Rora
atas dukungan, semangat, doa dan kebersamaan kita selama mendapat pendidikan di
FKG USU.
memberi dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
12. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi yang tidak dapat
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi fakultas, bangsa dan negara.
Penulis,
Hilman Masri
NIM: 080600128
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalahan............................................................... ... 6
1.3 Hipotesa Penelitian..................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... 7
LAMPIRAN
Tabel Halaman
Gambar Halaman
3 Anterior crossbite................................................................................. 19
Lampiran
1 Kerangka konsep
2 Kerangka teori
3 Ethical clearance
PENDAHULUAN
posisi gigi yang tidak teratur sampai pada tercapainya fungsi dan oklusi yang normal
serta bentuk wajah yang menyenangkan.1-3 Tujuan utama perawatan ortodonti adalah
untuk memperoleh oklusi yang optimal dan harmonis, baik fungsional maupun
estetis.1
Oklusi gigi yang menyimpang dari hubungan normal antara gigi-geligi pada
salah satu rahang atau pada gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah disebut
maloklusi.4,5 Gigi berjejal, tidak rata, dan protrusi telah menjadi masalah beberapa
orang sejak zaman dahulu sekitar tahun 1000 SM dan mereka telah berusaha untuk
memperbaikinya.6
menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Sejak puluhan
tahun yang lalu prevalensinya masih tinggi, sekitar 80% (Koesoemaharja, 1991).5
Prevalensi maloklusi di Kota Medan pada 4 Sekolah Menegah Umum bahkan telah
mencapai 83% (Marpaung, 2006). Hasil penelitian Agusni (1998) pada anak Sekolah
rongga mulut seperti karies, penyakit periodontal dan disfungsi TMJ, maloklusi
adalah suatu kelainan yang unik karena memiliki hubungan yang tidak langsung
perawatan.8
Need (IOTN), Dental Aesthetic Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index
of Complexity, Outcome and Need (ICON).9 IOTN yang dikemukakan oleh Brook
dan Shaw telah diakui secara internasional sebagai salah satu metode dalam
dari perawatan ortodonti.10 Sifat indeks ini sederhana dan mudah untuk digunakan
dan dipelajari, cepat waktu penggunaanya, secara klinik bisa dipertanggung jawabkan
sesuai dengan kebutuhan, dapat membedakan beberapa tingkatan dengan jelas dan
dapat dipertanggung jawabkan secara statistik karena adanya kesesuaian yang tinggi
antara dua komponen IOTN yaitu Aesthetic Component dan Dental Health
Component. Semua ini menunjang persyaratan kriteria indeks yang baik menurut
pada pasien : (1) diskriminasi karena tampilan wajah; (2) masalah fungsi rongga
dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara dan; (3) lebih besar
sehingga timbul permasalahan seperti penderita sering merasa rendah diri, minder,
dan enggan tersenyum.2 Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak
saat usia remaja (Kustiawan, 2003). Anak Sekolah Menengah Umum termasuk dalam
batasan usia remaja akhir, terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat
yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Pada masa ini mereka lebih
mementingkan daya tarik fisik, terutama wajah dalam proses sosialisasi.7 Sehingga
Internationale, 1970). Literatur lain juga mengatakan bahwa penilaian estetika gigi
ditinjau dari segi sosial dan psikologis sangat penting untuk dinilai (Howells and
Shaw, 1985). Dukungan literatur secara tidak langsung dari studi longitudinal
efek estetika terhadap maloklusi (Addy dkk., 1988; Helm and Peterson, 1989; Shaw
dkk., 1991). Penelitian ini menegaskan bahwa efek sakit dari maloklusi adalah
fungsional.13
Wajah sebagai satu kesatuan ekspresi jiwa dan raga memberi arti penting pada
menatapnya. Susunan gigi yang rapi dan normal adalah salah satu komponen penting
melihat susunan gigi yang tidak rapi, akan tetapi lebih karena faktor psikososial yaitu
tentang persepsi oklusi dan adanya rasa kurang percaya diri saat melihat wajahnya di
morfopsikologis yang berdampak pada rasa tidak nyaman, kurang percaya diri, tidak
bahagia dan cenderung membandingkan diri dengan orang lain.4 Khususnya Gosney
merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Karena alasan itu, dalam
tidak hanya faktor morfologi dan fungsional, tetapi berbagai masalah psikososial dan
bioetika juga.6
Trend penggunaan piranti ortodonti cekat mungkin sudah tidak asing lagi bagi
kita semua. Di Indonesia, penggunaan ortodonti cekat baru dimulai pada tahun 80-an
dan semakin populer pada awal tahun 2000-an. Ortodonti cekat mulanya ditemukan
Seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk tampil lebih cantik
dengan senyum yang indah, saat ini penggunaan piranti ortodonti ini bukan lagi
hanya untuk memperbaiki fungsi gigi, tetapi sudah menjadi aksesoris. Ortodonti cekat
boleh jadi disebut sebagai tindakan kosmetika gigi yang paling populer dan menjadi
trend. Tidak dapat dipungkiri, belakangan ini penggunaan ortodonti cekat semakin
banyak di masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan
karena masyarakat mulai menyadari bahwa gigi mempunyai peranan penting dalam
penampilan.2
membutuhkan perawatan tetapi banyak juga orang, khususnya pada kalangan remaja
menggunakan piranti ortodonti cekat, padahal secara klinis gigi mereka normal. Hal
yang mungkin melatarbelakangi penggunaan alat ini dari segi bentuknya yang lucu,
unik, warna-warni, dan lain sebagainya, atau mungkin karena harganya yang relatif
mahal sehingga ada paradigma sempit di antara masyarakat awam bahwa yang
menggunakan alat ini adalah orang kaya. Maka dari itu ada juga orang menggunakan
kalangan remaja tanpa indikasi yang kuat untuk dilakukan perawatan, serta sikap
masyarakat yang menggunakan jasa perawatan yang dilakukan oleh yang bukan
ahlinya di bidang tersebut, maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian
di SMA N 3 Medan untuk mengetahui gambaran sikap yang diambil siswa di Kota
ortodonti cekat.
ortodonti.
4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
pertama mengenai perawatan aktif dibuat oleh Aurelius Cornelius Celsus (25 SM-
tekanan jari untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Beberapa penulis era
terdahulu juga menganjurkan agar gigi dicabut untuk memperbaiki susunan yang
suatu anomali yang menyebabkan cacat atau gangguan fungsi, dan memerlukan
perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan bisa
maupun bicara. Defenisi yang umum seperti ini terutama digunakan dalam menilai
kebutuhan perawatan bagi pasien secara individual, dan melibatkan sejumlah besar
Hasil penelitian yang dilakukan pada 188 pelajar Sekolah Dasar untuk
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai makna sangat luas antara lain mencakup berjalan, berbicara,
bereaksi, berfikir tanggap dan emosi. Perilaku juga berarti aktifitas organisme, baik
rangsangan yang berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk
pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam
bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui tadi. Setelah rangsangan tadi
diketahui dan disadari sepenuhnya, akan timbul tanggapan lebih jauh lagi yaitu
berhubugan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Bentuk
operasional perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu :19
rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.
dari luar yang dipengaruhi faktor lingkungan fisik, biologi, dan sosial.
sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh karena itu pengukurannya pun
lingkungan teman sebaya, orang tua ataupun anjuran dari tenaga profesional seperti
petugas kesehatan.7
manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan adalah pemberi bukti oleh seseorang
melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang
seseorang terhadap objek tertentu dengan pernyataan baik atau buruk. Sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Jelaslah bahwa sikap belum
(2) Komponen afeksi yang berkaitan dengan kehidupan emosional, (3) Komponen
SMU Kota Medan mempunyai sikap yang positif terhadap pencegahan dan perawatan
Estetika, terutama susunan gigi anterior yang salah sering menjadi alasan utama
selain yang diungkapkan untuk memperoleh wajah yang menarik, tujuan lain yang
membonceng dan mendasari sangat bervariasi, berbeda dari satu pasien dengan
Pengukuran sikap secara sistematis dilakukan dengan skala sikap yang telah
distandarkan. Teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari Trurstone
yang disebut The equal-Appearring Interval dan dari Likert yang disebut Summated
Agreement. Skala Thrustone menggunakan kategori yang terdiri dari dua alternatif
jawaban, yaitu pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.19
sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
responden. Pengukuran tindakan ini sering mengalami kesulitan jika responden harus
Pada tahun terakhir ini, jumlah perawatan ortodonti meningkat tajam, dan
kesehatan gigi atau penampilan pasien, seperti dalam kasus traumatik gigi yang dapat
penutupan mandibula, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit dan disfungsi pada otot
dan sendi yang terkait. Maloklusi dapat membuat gigi lebih sulit dibersihkan dan
tersebut memiliki dampak yang penting pada kehidupan sosial individu dan bahkan
susunan gigi sebelum perawatan ortodonti sangat penting. Jenis kelamin, latar
mempunyai perhatian terhadap masalah yang menyangkut estetis, hal ini didukung
oleh penelitian Onyeaso, dkk. (2005), yang melaporkan bahwa wanita lebih banyak
bentuk wajahnya.7 Orang dengan pendidikan dan kehidupan sosial yang tinggi
harapan kesehatan mulut dan persepsi diri tentang citra tubuh. Pasien dengan
kehidupan sosial menengah biasanya menerima perawatan yang lebih baik dari dokter
Beberapa indeks oklusi yang sudah dapat diterapkan, merupakan suatu alat
penilaian yang objektif seperti indeks yang dikemukakan oleh Van Kirk & Pennell
(1959), Poulton & Aaronson (1961), Bjork dkk. (1964), Summers (1971). Indeks-
indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih
overbite insisal, malposisi gigi tunggal dan lainnya. Setiap komponen dianalisis
terpisah, menggunakan kriteria yang didefenisikan dengan cermat, dan bila mungkin,
ortodonti antara lain: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Dental Aesthetic
Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and
Need (ICON). ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai hasil perawatan.
Dalam beberapa segi, indeks IOTN, DAI dan ICON memiliki kesamaan,
kegunaannya menilai dua komponen morfologis dan estetika. Ketiga indeks tersebut
mengukur sifat yang sama seperti overjet, reverse overjet, openbite, overbite,
Salzmann (1968), Freer dan Adkins (1968) serta Freer (1972), sudah mengalami
perawatan bagi tujuan kesehatan masyarakat (Gray & Demirgian, 1977). Brook dan
Shaw (1989) sudah memperkenalkan garis besar dari indeks prioritas perawatan
ortodonti yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama menilai dan memberikan
Grade bagi faktor-faktor oklusi dan gangguan kesehatan rongga mulut, sedangkan
bagian kedua memberikan Grade untuk derajat gangguan estetik yang disebabkan
suatu indeks lain di Eropa yaitu The Swedish Dental Health Board, pada awalnya
dikemukakan di Inggris oleh Evans dan Shaw untuk komponen estetika kemudian
penelitian dilanjutkan oleh Brook dan Shaw.11 IOTN dikembangkan oleh Brook dan
Shaw (1989) dan dimodifikasi kembali oleh Richmond (1990) serta telah
estetis.9,11 Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasikan pasien yang lebih
perawatan ortodonti.10,11,22
analisis yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC).28
Dental Health Component (DHC) dipergunakan terlebih dahulu dan diikuti oleh
kesehatan dan fungsi dari gigi tersebut.3,9 DHC mencatat berbagai keadaan oklusal
dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya.
berbicara dengan baik. DHC biasanya dicatat saat pasien diperiksa di kursi unit oleh
dokter gigi tetapi dapat juga dinilai dari cetakan gigi pasien.9
dengan batas ambang yang jelas, yang terdiri dari 5 Grade keparahan maloklusi.
impeded eruption of teeth, celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and palate),
a. Overjet
rahang atas dengan rahang bawah. Diukur berdasarkan jarak maksimum antara
permukaan labial insisivus sentral atas dan bawah sejajar terhadap dataran oklusal
(Gambar 1).11
Reverse overjet terjadi bila gigi-gigi insisivus bawah terletak di anterior gigi-
gigi insisivus atas (Gambar 2). Terminologi ini biasanya untuk menerangkan kelainan
sekelompok gigi, bila hanya satu gigi yang terletak salah disebut gigitan silang atau
anterior crossbite (Gambar 3). Apabila reverse overjet jaraknya lebih dari 3,5 mm
maka kelainan akan masuk Grade 5; apabila jarak reverse overjet kurang atau sama
dengan 3,5 mm tetapi lebih dari 1 mm, maka akan termasuk Grade 4. Reverse overjet
dengan jarak lebih besar dari 0 mm, tetapi kurang atau sama dengan 1 mm, akan
c. Crossbite
bukolingual dapat terjadi pada satu sisi maupun kedua sisi dan dapat melibatkan satu
gigi atau lebih. Dapat pula terjadi di posterior melibatkan gigi-gigi di sebelah bukal
(Gambar 4). Posterior crossbite dapat terjadi di sisi bukal maupun lingual
(Gambar 5). Buccal crossbite terjadi apabila geligi rahang bawah terletak di sebelah
bukal geligi rahang atas, sedangkan lingual crossbite adalah apabila geligi rahang
dataran oklusal.11
d. Overbite
Overbite ialah jarak tumpang gigit vertikal gigi insisivus atas dan bawah. Pada
keadaan normal, bagian insisal insisivus bawah kontak dengan permukaan lingual
gigi-gigi insisivus atas pada dataran singulum (Gambar 6). Jadi, gigi-gigi insisivus
atas akan menutupi 1/3 atau 1/2 permukaan labial mahkota gigi-gigi insisivus bawah.
Bila proporsi tumpang gigit lebih besar maka tumpang gigit dikatakan bertambah.
(Gambar 7). Disebut incomplete bilamana tidak ada kontak gigi ke gigi atau ke
Gigitan terbuka dapat terjadi di anterior pada gigi-gigi insisivus (Gambar 9B),
atau di sebelah lateral gigi posterior (Gambar 9A). Gigitan terbuka dapat terjadi bila
gigi bawah tidak tumpang tindih dengan gigi atas pada arah vetikal. Pada IOTN,
gigitan terbuka anterior dan lateral diukur pada bagian terbuka terbesar antara tepi
insisal gigi insisivus dan ujung puncak tonjol gigi poterior terhadap bidang oklusal.
Yang diukur hanya gigitan terbuka yang melibatkan dua gigi atau lebih. Bila gigitan
terbuka lebih besar dari 4 mm, maka kelainan akan dimasukkan pada Grade 4.
Gigitan terbuka sebesar 1 mm atau kurang akan diabaikan pada pengukuran dengan
IOTN.11
Gigi-gigi yang gagal menempatkan diri pada posisi yang normal di dalam
IOTN diukur berdasarkan jarak antara titik kontak distal gigi yang bergeser dengan
titik kontak mesial dari gigi tetangga dan jarak antara titik kontak mesial gigi yang
bergeser dengan titik kontak distal gigi tetangga. Jadi semua pergeseran baik mesial
Grade keparahannya.11
Bila sebuah gigi tidak dapat erupsi atau gagal untuk erupsi yang diakibatkan
ataupun retensi gigi sulung dan sebab-sebab patologis yang lain, maka hal itu disebut
impeded eruption. IOTN mengabaikan adanya molar ke tiga (wisdom teeth). Pada
Semua kelainan yang berhubungan dengan celah bibir dan palatum, semua
termasuk Grade 5, yang merupakan kasus yang sangat membutuhkan perawatan pada
DHC.11
Pada oklusi Kelas I, Kelas II dan Kelas III gigi-gigi rahang atas dan bawah
masih mempunyai interdigitasi yang baik, IOTN tidak menganggap kelainan ini
merupakan hal parah yang harus mendapatkan prioritas perawatan. Tetapi apabila
gigi-gigi pada oklusi Kelas I (Gambar 12), Kelas II (Gambar 13) dan Kelas III
(Gambar 14) tersebut tidak mempunyai interdigitasi yang baik antara gigi-gigi atas
dan bawah sebesar setengah lebar premolar, maka IOTN menganggap sebagai Grade
2 pada DHC.11
j. Hypodontia
yang parah ditandai dengan adanya beberapa gigi yang hilang sedangkan keadaan
yang tidak parah hanya satu gigi saja yang tidak ada dalam satu kwadran. Dalam
klasifikasi IOTN, kelainan hypodontia yang parah ini termasuk Grade 5 pada DHC
tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi (Gambar 15).
Mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai
dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Grade 1 menunjukkan susunan gigi yang
susunan geligi yang paling tidak menarik. Dengan demikian Grade ini merupakan
foto hitam putih. Cara ini lebih menguntungkan karena penilaian terpengaruh oleh
keadaan kebersihan geligi, keadaan gusi maupun gangguan warna gigi depan.
berikut:10-13,26,29
Indeks PAR adalah indeks kuantitatif oklusal yang mengukur berapa banyak
penyimpangan oklusi pasien dari keseimbangan oklusi normal. Indeks ini dirancang
1. Segmen anterior atas dan bawah. Grade yang dicatat untuk keseimbangan
kedua segmen anterior atas dan bawah. Hal yang dicatat berupa crowding, spacing
2. Buccal occlusion. Oklusi bukal dicatat untuk kedua sisi kiri dan kanan.
3. Overjet. Hal yang dicatat berupa overjet yang positif dan jarak insisal gigi
insisivus yang prominent. Contoh: jika dua gigi insisivus lateral yang berada di posisi
crossbite sementara gigi insisivus sentral dengan overjet meningkat menjadi 4 mm,
Grade 3 untuk crossbite dan 1 untuk overjet positif, maka Grade totalnya adalah 4.
4. Overbite.
5. Analisis garis median. Perbedaan centreline antara midline gigi atas dan
oklusi normal.9
mengidentifikasi ciri oklusal yang menyimpang dan telah digunakan WHO sebagai
indeks antar-budaya. Indeks ini terdiri dari 10 ciri-ciri keadaan oklusal yang
openbite, gigi anterior yang berjejal, anterior spacing, maloklusi anterior yang parah
(mandibula and maksila), dan hubungan anteroposterior gigi molar. Kriteria penilaian
1. Gigi insisivus, kaninus dan premolar yang hilang : jumlah gigi permanen
2. Gigi berjejal pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan
bawah harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan: 0 = jika tidak ada gigi
berjejal, 1 = salah satu segmen ada yang berjejal, 2 = kedua segmen berjejal.
3. Spacing pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah
harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan : 0 = jika tidak ada spacing, 1 =
5. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila berupa : salah satu
gigi rotasi, atau pergeseran gigi dari susunan gigi yang normal. Keempat gigi
terbesar.
diperiksa sama dengan di atas, namun gigi yang diperiksa adalah pada mandibula.
9. Openbite anterior.
10. Hubungan anteroposterior gigi molar: kedua sisi kiri dan kanan dinilai
pada keadaan oklusi dan hanya penyimpangan hubungan molar terbesar yang dicatat.
11. perhitungan Grade DAI: rumus persamaan untuk menilai Grade DAI
(Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila) + (Maloklusi yang besar
Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini telah dikembangkan dan
pada penilaian subjektif dari 97 ortodontis dari sembilan negara. ICON ini terdiri dari
2. Crossbite: jika ditemukan hubungan antar gigi cusp to cusp atau lebih
buruk lagi di segmen bukal. Ini termasuk bukal dan lingual crossbite dari satu atau
kondisi pertumbuhan) dan deep bite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya Grade yang
6. Perhitungan nilai akhir : setelah semua nilai telah diperoleh dan dikalikan
Protrusi, iregular, atau maloklusi gigi dapat menyebabkan tiga tipe masalah
pada pasien: (1) Diskriminasi karena tampilan wajah; (2) Masalah fungsi rongga
dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara; dan (3) Lebih besar
kerentanan terhadap trauma, penyakit periodontal atau karies gigi.6 Sehingga alasan
Tabel 5. Protokol pemberian Grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond, 2000)9
Grade 0 1 2 3 4 5
Estetik 1-10
menggunakan
AC dari IOTN
Berjejal pada Grade Kurang 2,1-5 mm 5,1-9 mm 9,1-13 13,1-17 >17 mm
lengkung tertinggi dari dari 2 mm mm mm atau gigi
gigi atas spacing atau impaksi
gigi berjejal
Spacing pada Transversal ≤2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm >9 mm
lengkung
gigi atas
Crossbite Hubungan Tidak ada crossbite
cusp to cusp crossbite
atau lebih
Openbite Grade Gigitan kurang dari 1,1-2 mm 2,1-4 >4 mm
gigi insisivus tertinggi dari komplit 1 mm mm
openbite atau
overbite
Overbite gigi Mencakup ≤ 1/3 gigi 1/3-2/3 >1/3 - keselur
insisivus gigi insisivus hampir uhan
bawah keseluruhan mahkot
mahkota a gigi
Antero- kiri dan kanan hubungan hubungan cusp to cusp
posterior ditambahkan cusp cusp yang
segmen dengan lebih tinggi
bukal embrasur, tetapi
Klas I,II,III belum cusp
to cusp
gigi digunakan orang tua dalam menentukan kebutuhan perawatan atau rekomendasi
dengan masalah gigi dan penampilan wajahnya.4,6,31 Gigi dan mulut adalah salah satu
bagian yang penting dari keseluruhan wajah seseorang. 4 Masalah ini bukan "hanya
kosmetik", namun hal ini dapat memiliki pengaruh besar pada kualitas hidup.6
Letak gigi yang tidak teratur dapat menimbulkan bentuk wajah yang tidak
harmonis dan kurang estetis.1 Keadaan gigi yang maloklusi bisa mengganggu
sehat, sehingga timbul permasalahan seperti perasaan rendah diri, minder, enggan
kepala serta nyeri leher.2 Orang dewasa dengan maloklusi yang parah memiliki
fungsional, tetapi belum ada tes yang cukup efektif untuk mengukur kemampuan
mengunyah dan tidak ada cara objektif untuk mengukur tingkat dari setiap cacat
fungsional.6
Fungsi penguyahan yang betul dan berhasil guna, dapat dicapai semaksimal
mungkin jika susunan gigi-geligi baik, stabil dan seimbang, begitu juga hubungan
rahang. Pada gigi geligi yang tidak teratur atau pada lengkung gigi yang sempit dapat
mengakibatkan gerakan lidah tidak bebas, sehingga terjadi penelanan tidak betul yang
dapat menimbulkan anomali gigi geligi yang lebih berat.1 Pasien dengan gigitan
terbuka anterior (AOB) dan memiliki overjet yang besar sering mengeluhkan
kesulitan dalam makan, khususnya untuk memotong makanan dengan gigi depan
mereka.3
selain itu ditemukan kesulitan atau tidak mungkin untuk menghasilkan bunyi suara
memungkinkan tetapi membuat sulit, sehingga diperlukan upaya lebih keras untuk
lidah di antara kedua lengkung gigi akan terjadi maloklusi yang disebabkan karena
gigi-gigi yang terdorong ke atas oleh lidah dan terjadi gigitan terbuka, sehingga
terjadi kebiasaan bicara dengan bunyi suara yang tidak benar. Memperbaiki maloklusi
yang ada, berarti memperbaiki cara bicara yang salah.1 Maloklusi sedikit
memperbaiki cara bicara yang abnormal. Namun, jika pasien tidak dapat mencapai
perubahan patologis dalam sendi, tetapi hal tersebut lebih sering disebabkan oleh
kelelahan dan kejang otot. Nyeri otot hampir selalu berkorelasi dengan riwayat
clenching atau grinding gigi sebagai respon terhadap situasi stres, atau memposisikan
mandibula secara terus menerus ke anterior atau lateral.6 Dengan terkoreksinya letak
rahang dan susunan gigi akan menyebabkan kelainan-kelainan yang terdapat pada
sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum. Tapi yang paling penting
adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berjejal menjadi sulit untuk
melekat pada permukaan gigi yang kemudian akan terjadi penumpukan plak. Akibat
pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat dapat menimbulkan karies dan
makanan akan berkurang sehingga pembersihan plak mudah dilakukan serta akan
mempertinggi daya tahan gigi terhadap karies. Ada beberapa bukti menunjukkan
Gigi yang tidak teratur akan menghambat penyikatan gigi secara efektif. Gigi
yang crowded dapat menyebabkan satu atau lebih gigi berada lebih ke bukal atau
lingual dari tulang alveolar, hal ini menyebabkan penurunan dukungan periodontal
terhadap gigi tersebut. Hal ini juga dapat terjadi pada maloklusi Kelas III di mana gigi
seri mandibula yang crossbite lebih ke arah labial, sehingga dapat menyebabkan
kehilangan dukungan periodontal.3 Begitu juga dengan pasien dengan overjet dan
overbite yang besar memungkinan terjadinya penyakit periodontal lebih besar, hal ini
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional,
terhadap faktor dependen dengan menggunakan model observasi sekaligus pada satu
saat.
Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang
menjalani perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa dari keseluruhan
Besar sampel ditentukan dengan rumus untuk uji hipotesis pada satu populasi
data proporsi:
Keterangan:
Q0 = 1-P0
(P0-Pa) = 20%
yang telah ditetapkan dengan rumus di atas berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi:
b. Sampel memiliki model studi yang disimpan oleh dokter gigi, dokter gigi
c. Mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi yang
merawat siswa.
Kriteria ekslusi:
a. Model yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi
b. Sampel memasang alat ortodonti dengan dokter gigi, dokter gigi spesialis,
Tempat penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Medan dan tempat praktek dokter gigi
masing-masing sampel.
Bahan:
a. Model studi
b. Kuesioner
Alat:
a. Pena
b. Pensil
c. penghapus
d. Penggaris
e. Jangka
tingkatan derajat DHC tersebut menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan.
adalah sebagai berikut: 1) overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisivus
atas dan bawah ; 2) reverse overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi
insisivus atas dan bawah dengan posisi gigi insisivus bawah berada di depan gigi
insisivus atas; 3) crossbite, adalah keadaan di mana satu atau lebih gigi-geligi bawah
berada di sebelah depan (anterior) atau bukal/lingual (posterior) dari gigi-geligi atas;
4) overbite, adalah jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dan bawah;
5) openbite, adalah gigitan terbuka antara gigi atas dan bawah baik di anterior
menyimpang dari keadaan normal; 7) impeded eruption of teeth, adalah gigi yang
gagal atau tidak dapat erupsi; 8) celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and
palate), adalah suatu kelaian yang menyebabkan adanya celah pada bibir dan
anteroposterior gigi molar rahang atas dan bawah, IOTN menganggap kelainan jika
tidak ada kontak yang baik antara gigi atas dengan gigi bawah baik pada Kelas I,
Kelas II, maupun Kelas III; dan 10) hypodontia, adalah tidak adanya gigi dalam
diklasifikasikan menurut indeks komponen DHC pada Tabel 1, maka akan diperoleh
maloklusi dengan piranti ortodonti cekat. Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan
Kategori sikap dikatakan “Baik” apabila nilai yang didapat dari jawaban pada
kuesioner di atas 75% dari nilai tertinggi sampel, dikategorikan “Sedang” apabila
nilai tersebut diantara 40%-75% dari nilai tertinggi sampel, dan dikategorikan
Sedangkan data mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara
mengukur studi model sampel yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau
di SMA N 3 Medan.
dengan cara masuk ke setiap kelas dan dikumpulkan kembali pada saat pulang
sekolah.
4) Mengunjungi tempat praktek dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang
5) Setelah mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi
6) Hasil pengukuran tersebut dicatat pada tabel IOTN yang tersedia pada
HASIL PENELITIAN
sedang menjalani perawatan ortodonti cekat yang berjumlah 130 siswa. Seluruh siswa
yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, berdasarkan rumus besar sampel pada
bab 3 kemudian diambil 50 sampel yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Dari penelitian ini didapatkan beberapa data distribusi dan data korelasi sebagai
berikut. Pada tabel 7 berikut ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin.
ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan sebesar 88% (44 orang)
yang akan dinilai, yaitu: apakah keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti
berasal dari diri sendiri, alasan melakukan perawatan ortodonti karena adanya
kelainan susunan letak gigi, kesadaran akan adanya kelainan atau ada yang salah
pengunyahan dan berbicara, kelainan susunan gigi yang dialami dapat mengganggu
penampilan dan pergaulan, apakah memakai kawat gigi itu sebuah "Trend", dan
ortodonti cekat. Berikut jawaban dan persentasi jumlah responden pada setiap
sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya berasal dari orang
lain. Alasan tersbesar siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya
kelainan susunan letak gigi, yakni sebesar 96% (48 orang) dari jumlah responden.
Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan dengan susunan gigi mereka sebesar 94%
47 orang) dan yang merasa kelainan tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27
orang).
Sebagian besar siswa yang merasa kelainan susunan gigi yang dialaminya
tidak menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41
orang). Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat
mengganggu penampilan dan pergaulan adalah 46% (23 orang) dan yang tidak
sebesar 54% (27 orang). Siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu
adalah trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan
perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian kawat gigi sebesar 40% (20
orang).
dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Sikap dikategorikan “Buruk” apabila memiliki nilai
di bawah 40% dari nilai tertinggi, yakni nilai 1-3. Sikap dikategorikan “Sedang”
apabila memiliki nilai di antara 40%-75% dari nilai tertinggi, yakni nilai 4-6.
Sedangkan sikap dikategorikan “Baik” apabila nilai di atas 75% dari nilai tertinggi,
Siswa yang memiliki sikap baik sebesar 22% (11 orang), siswa dengan sikap
yang sedang sebesar 58% (29 orang), sedangkan siswa yang memiliki sikap buruk
Dari pengukuran 50 model studi sampel yang disimpan dokter gigi, dokter
gigi spesialis, atau tukang gigi didapatkan distribusi penilaian DHC dari indeks IOTN
Siswa yang berada dalam kelomok Grade 1 DHC adalah sebesar 12% (6
orang), Grade 2 sebesar 30% (15 orang), Grade 3 sebesar 18% (9 orang), Grade 4
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sikap dan tingkat
kebutuhan perawatan ortodonti yang dinilai sesuai dengan DHC dari indeks IOTN.
Hasil penelitian yang diperoleh untuk melihat hubungan kedua variabel dapat dilihat
Buruk 3 5 1 1 0 10 20
Sedang 3 8 6 11 1 29 58 0,000
Baik 0 2 2 6 1 11 22
Siswa yang memiliki “Sikap Buruk” sebesar 20% (10 orang), memiliki Grade
siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Sedangkan siswa yang
memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58% (29 orang), memiliki Grade 1 sebanyak 3
siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Siswa yang memiliki “Sikap Baik” sebesar
22% (11 orang), memiliki 0 jumlah siswa dengan Grade 1, sedangkan Grade 2 dan
Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa.
tersebut sejalan, semakin baik sikap siswa tersebut semakin tinggi pula tingkat
bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji
Dalam penelitian ini juga diteliti apakah ada atau tidaknya hubungan sikap
siswa yang berhubungan dengan trend pemakaian piranti ortodonti cekat terhadap
tingkat kebutuhan perawatan mereka, hal ini dapat dilihat pada tabel 12 berikut.
Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa
yang melakukan perawatan ortodonti dengan alasan trend yakni sebesar 40% (20
sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan
Grade 5. Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan
perawatan adalah sebesar 60% (30 orang), ditemukan tidak adanya siswa yang
piranti ortodonti cekat dengan tingkat kebutuhan perawatan sejalan, siswa yang tidak
dipengaruhi oleh trend memang memiliki tingkat kebutuhan perawatan yang tinggi,
sedangkan sebagian besar siswa yang dipengaruhi trend memiliki tingkat kebutuhan
yang rendah, namun ada juga dari mereka yang memang membutuhkan perawatan
piranti ortodonti cekat dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dimana hasil uji
Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05. dari hasil
cekat dengan kebutuhan perawatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 13 berikut.
dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa, dan
Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend pemakaian piranti ortodonti cekat
yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 30 siswa,
dan tidak ada siswa yang tidak membutuhkan perawatan. Dapat disimpulkan bahwa
memang benar ditemukan tujuan pencarian perawatan ortodonti yang salah yakni
“Tidak Butuh Perawatan” yang dikarenakan trend untuk melakukan perawatan dan
PEMBAHASAN
Siswa SMA N 3 Medan yang melakukan perawatan ortodonti cekat dari hasil
penelitian ini hanya 13% dari seluruh siswa kelas X dan kelas XI. Hasil ini hampir
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi O (2007) pada remaja SMU Kota
Medan, persentase yang melakukan perawatan kelainan susunan gigi sebesar 14%,
padahal prevalensi maloklusi yang didapati adalah sebesar 60,5%.7 Hal ini terjadi
Alamsyah RM., dkk. (2006), alasan terbesar siswa SMA Medan tidak melakukan
ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan 88% (44 orang)
sedangkan siswa laki-laki 12% (6 orang), hasil tersebut menggambarkan bahwa siswi
perempuan lebih banyak melakukan perawatan dari laki-laki. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Onyeaso, dkk. (2005) bahwa perempuan lebih sensitif terhadap
perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian terhadap masalah yang
khususnya terhadap susunan giginya.7,13,20 Hasil penelitian Mattick C.R., dkk. (2003)
dikatakan bahwa 75% pasien yang melakukan perawatan ortodonti karena alasan
laki.21
tetapi pada penelitian ini juga didapatkan siswa yang melakukan perawatan ortodonti
cekat dengan tukang gigi, namun siswa tersebut tidak dijadikan sampel penelitian
berasal dari diri sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya
berasal dari orang lain. Hasil penelitian Dewi O (2007) juga menunjukkan kalau
sebagian besar siswa yang melakukan perawatan berasal dari keinginan sendiri, yakni
sebesar 68,8%.7 Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja seorang anak
terhadap penampilan gigi yang menarik. Hal ini dapat dilihat dari alasan terbesar
siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya kelainan susunan letak
gigi, yakni sebesar 96% (48 orang). Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan
dengan susunan gigi mereka sebesar 94% (47 orang) dan yang merasa kelainan
tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27 orang) (Tabel 8).
pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41 orang). Sedangkan siswa yang
merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan dan pergaulan
adalah 46% (23 orang) dan yang tidak sebesar 54% (27 orang). Hal tersebut
masalah fungsional, tetapi lebih kepada gangguan estetis. Seperti yang dikatakan
sakit dari maloklusi adalah psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik,
perawatan ortodonti merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Salah satu
faktor tersebut saat ini adalah mengenai trend pemakaian piranti ortodonti cekat. Dari
hasil penelitian ini siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu adalah
trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan perawatan
ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat sebesar 40% (20
orang) (Tabel 8). Hasil tersebut menunjukkan hampir setengah dari responden
melakukan perawatan ortodonti karena ada pengaruh dari trend pemakaian piranti
ortodonti cekat.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memiliki “Sikap Buruk”
sebesar 20%, dimana yang memiliki Grade 1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5
siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang
dikategorikan Grade 5. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki nilai sikap
buruk tersebut melakukan perawatan karena lebih cenderung kepada trend, karena
dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut tidak atau
Sedangkan siswa yang memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58%, dimana yang
siswa, Grade 4 sebanyak 11 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Dan siswa yang
memiliki “Sikap Baik” sebesar 22%, dimana tidak ada siswa yang memiliki Grade 1,
Grade 5 sebanyak 1 siswa (Tabel 11). Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang
sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-
piranti ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan”
(Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% (Grade 2 sebanyak 11 siswa,
Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang
dikategorikan Grade 5), dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1
perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak ada siswa yang dikategorikan “Tidak
hubungan bermakna antara trend pemakaian kawat gigi dan tingkat kebutuhan
6.1 Kesimpulan
siswa perempuan 88% sedangkan siswa laki-laki 12%, hal ini membuktikan bahwa
Keinginan siswa untuk melakukan perawatan sebagian besar berasal dari diri
sendiri sebesar 88%, sedangkan 12% lainnya berasal dari orang lain. Dan alasan
terbesar siswa melakukan perawatan ortodonti karena adanya kelainan susunan letak
gigi, yakni sebesar 96%. Sebagian besar siswa yang merasa kelainan susunan gigi
sebesar 82%. Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat
Siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20%, sikap sedang sebesar 58%,
dan sikap baik sebesar 22%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang
memiliki nilai sikap buruk tersebut melakukan perawatan karena cenderung kepada
trend, terlihat dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar siswa tersebut
tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan (Grade 2), sedangkan siswa yang
antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson
Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa
ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-
5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% dan yang dikategorikan “Tidak Butuh
Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa atau 12 %. Sedangkan siswa yang tidak
dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak
ada siswa yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1), sedangkan yang
hubungan bermakna antara trend pemakaian piranti ortodonti cekat dan tingkat
Dari hasil diatas juga dapat disimpulkan bahwa trend pemakaian piranti
ortodonti cekat lebih cenderung sebagai faktor predisposisi bagi siswa untuk
melakukan perawatan ortodonti, karena dapat diliat dari data diatas bahwa tidak
sepenuhnya siswa yang dipengaruhi oleh trend itu tidak membutuhkan perawatan,
tetapi sebagian besar dari mereka membutuhkan perawatan, walaupun 22% hanya
Mengingat penelitian ini masih jauh dari sempurna maka perlu dilakukan
penelitian yang lebih lanjut dengan kriteria penilaian sikap dari perilaku kesehatan
gigi yang lebih rinci, terutama mengenai perawatan ortodonti, serta pemilihan sampel
edukasi kepada masyarakat pada umumnya dan kepada kalangan remaja khususnya
5,35-36.
2. Rusdy E. Peran dokter gigi dalam peningkatan SDM. Teroka Riau Juni 2008;
VIII: 96-103.
komponen penting bagi konsep masa mendatang. Jurnal ilmiah dan teknologi
2011;1-3.
8. Shetty C., Madhukar S., Srinivasa H., Nayak K. The correlation of occlusal
9. Hagg U., McGrath C., Zhang M. Quality of life and orthodontic treatment
need related to occlusal indices. Dental Buletin October 2007; 12: 8-12.
11. Agusni TI. Penggunaan IOTN untuk diagnosis maloklusi anak sekolah dasar
12. Trivedi K., Shyagali TR., Doshi J., Rajpara Y. Reliability of aesthetic
13. Hunt O., Hepper P., Johnston C., Stevenson M., Burden D. The aesthetic
15. Kok YV., Mageson P., Harradine NWT., Sprod AJ. Comparing a quality of
16. Ila. Arsip harian sumut pos. Kawat gigi atau behel bikin bangga sekaligus
2011).
18. Foster T.D. Buku ajar ortodonsi. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta: EGC,
1999: 164-167.
20. Harris EF. Sex differences in esthetic treatment needs in American black and
21. Mattick CR., Gordon PH., Gillgrass TJ. Smile aesthetics and malocclusion in
22. Soh J., Sandham A. Orthodontic treatment need in Asian adult males. Angle
24. Padisar P., Mohammadi Z., Nasseh R., Marami A. The use of IOTN in a
25. Prabu D., Naseem B et al. A relationship between socio-economic status and
26. Ho-A-Yun J., Crawford F., Clarkson J. The use of the index of orthodontic
pesawat ortodonti pada siswa-siswi 4 SMA di Medan. Dentika Juli 2006; 11:
9-15.
28. Meai CS., Ling SW., Chek WM. Orthodontic treatment need among dental
30. Dyken RA., Sadowsky PL., Hurst D. Orthodontic outcome assessment using
31. Zhang M., McGrath C., Hagg U. The impact of malocclusion and its
treatment on quality of life: a literatur review. Int J Pediatr Dent 2006; 16:
381-387.