Oleh:
ILWANDY KOSASIH
NIM : 100600073
SUKU
Oleh:
ILWANDY KOSASIH
NIM : 100600073
SUKU
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Tanda tangan
....
TIM PENGUJI
KETUA
ANGGOTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Nilai
Sefalometri Mahasiswa FKG USU Suku Batak menurut Analisa Tweed sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada Ayahanda Ko Su Eng dan Ibunda The Gek Kiaw atas segala kasih
sayang, doa, dan dukungan serta bantuan baik berupa moral ataupun materi kepada
penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada saudari - saudari penulis
yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan bantuan
dari pelbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang
tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1.
Ketua
Departemen
Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji
yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.
3. Siti Bahirrah,drg., Sp.Ort., sebagai pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu, tenaga, pikiran, dan motivasi untuk membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort., sebagai penguji yang telah memberikan
saran dan masukan untuk penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Universitas
Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
6.
dan bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
7. Sahabat-sahabat penulis, Yosua, Faber, Arun, Megawaty, Evi, Fandra,
Dedi, Malfi, Steffi, Vincent Tannius, Vincent Tanoto, Nicolas, Andy, Shelvia, Edward,
Budi, Selly, dan Robin yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis.
8.
Dea, Ester, Mega, Henny, Dency, Melisa, Fajri, Fathiyah, dan lainnya atas bantuan
dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi ini, serta senior dan junior lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan selama
pengerjaan skripsi.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan
( Ilwandy Kosasih)
NIM: 1000600073
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI .........................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
vi
viii
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
Latar Belakang.......................................................................
Rumusan Masalah..................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................
Manfaat Penelitian.................................................................
1
2
3
3
Sefalometri.............................................................................
Teknik Tracing.......................................................................
Titik-titik (landmarks) pada Jaringan Keras..........................
Analisis Tweed.......................................................................
Suku Batak.............................................................................
Kerangka Teori ......................................................................
Kerangka Konsep...................................................................
4
4
6
7
12
13
14
Jenis Penelitian.......................................................................
15
15
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian.............................................
15
3.3.1 Populasi Penelitian.................................................................
15
3.3.2 Sampel Penelitian...................................................................
15
21
3.3.2.1 Kriteria Inklusi.......................................................................
16
21
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi....................................................................
17
3.4
Variabel dan Definisi Operasional..........................................
17
23
3.4.1 Variabel Penelitian..................................................................
17
18........................................................................................................
3.4.2 Definisi Operasional...............................................................
17
3.5 Alat dan Bahan........................................................................
18
23
3.5.1 Alat...................................................................................
18
3.5.2 Bahan......................................................................................
18
3.6
Prosedur Kerja........................................................................
19
24
3.7
Pengolahan dan Analisis Data.................................................
21
3.7.1 Pengolahan Data.....................................................................
21
3.7.2 Analisis Data...........................................................................
21
BAB 4 HASIL PENELITIAN ........................................................................
22
25
29
29
30
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Rerata Sudut FMA, FMIA, dan IMPA pada Mahasiswa FKG USU Suku
Batak.............................................................................................
22
2. Rerata Sudut FMA, FMIA, dan IMPA Mahasiswa FKG USU Suku Batak
berdasarkan Jenis Kelamin dengan Uji T-Independen.................
23
3. Persentase Rerata Nilai FMA Mahasiswa FKG USU Suku Batak berdasarkan
Prognosisnya.................................................................................
24
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
7
9
10
11
11
19
20
Lampiran
1.
Hasil Pengukuran Rerata Sudut Segitiga Tweed Pada Mahasiwa FKG USU
Ras Proto Melayu
2.
Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Rerata Sudut FMA, FMIA, dan IMPA
Pada Mahasiswa FKG USU Ras Proto Melayu
3.
4.
5.
BAB I
PENDAHULUAN
adalah
28, 56, dan 96. Pada etnis Nepal tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria
dan wanita.8 Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Hashim dan Al-Balkhi
pada etnis Saudi. Pada penelitian tersebut diperoleh bahwa nilai FMA, FMIA, dan
IMPA berturut-turut adalah 35,4, 51,5, dan 93,1. Hasil penelitian yang dilakukan
kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iwasawa dkk.,
pada studi di Jepang tahun 1977. Mereka menemukan bahwa nilai FMA lebih tinggi
pada etnis Saudi dimana ini menunjukkan bahwa orang Saudi memiliki mandibula
yang lebih vertikal dan retrusi. Sedangkan nilai FMIA dan IMPA lebih tinggi pada
etnis Jepang. Perbedaan ini menunjukkan bahwa setiap etnis mempunyai nilai
normalnya sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis
sefalometri pada setiap etnik yang ada agar dapat diperoleh nilai normal pada masingmasing etnik sehingga diagnosis dan perencanaan perawatan akan lebih baik.10
Pada
penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata sudut FMA, FMIA, dan IMPA berturut-turut
adalah 28,09, 56,29, dan 95,62 Nilai FMA dan IMPA pada ras Deutro Melayu
lebih tinggi daripada ras Kaukasoid sedangkan nilai FMIA lebih rendah daripada ras
Kaukasoid. Hal ini disebabkan karena inklinasi insisivus bawah ras Deutro Melayu
cenderung lebih proklinasi daripada ras Kaukasoid. Namun demikian, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.11
Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Melayu Tua (Proto Melayu) dan
Melayu Muda (Deutro Melayu). Bangsa Melayu tua/ Proto Melayu merupakan ras
mongoloid yang memiliki ciri-ciri antara lain kulit sawo matang, rambut lurus, badan
tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang. 12 Bangsa ini menyebar di Sulawesi
Selatan (suku Toraja), Lombok (suku Sasak), Kalimantan Tengah (suku Dayak),
Sumatera Barat (suku Nias), Sumatera Utara (suku Batak), dan Sumatra Selatan (suku
Kubu).12,13 Suku Batak merupakan salah satu suku yang banyak dijumpai di wilayah
Sumatera Utara. Oleh karena penelitian ini belum pernah dilakukan pada suku Batak,
maka penulis tertarik melakukan penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Berapakah rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG
Apakah ada perbedaan rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada
1.3.3
Untuk mengetahui perbedaan rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sefalometri
Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman
dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi
beserta disproporsi rahang.14,15 Radiografi sefalometri merupakan alat yang penting
dalam bidang kedokteran gigi karena dapat mengukur perubahan posisi gigi maupun
rahang yang disebabkan oleh pertumbuhan maupun perawatan.7
Menurut Salzmann, radiografi sefalometri dapat digunakan untuk:7
ortodontik.
Menunjukkan perubahan pertumbuhan dentofasial setelah perawatan selesai.
Analisis sefalometri meliputi analisis skeletal, dental, dan jaringan lunak.
Nasion (N) : Titik paling depan diantara tulang frontal dan tulang nasal pada
sutura frontonasalis.
b. Sella (S) : Titik yang terletak di tengah-tengah sella tursika atau fossa
pituitary.
c. Titik A (Subspinale) : Titik paling dalam pada pertengahan spina nasalis
anterior dan prosthion.
d. Titik B (Supramentale) : Titik paling dalam pada pertengahan tulang alveolar
mandibula dan prosesus mentalis.
e. Spina Nasalis Anterior (ANS) : Titik paling anterior dari maksila pada level
palatum.
f. Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum keras.
g. Pogonion (Pog) : Titik paling anterior dari tulang dagu.
h. Gnation (Gn) : Titik paling depan dan paling dalam dari simpisis mandibula
atau titik tengah antara pogonion dan menton.
i. Menton (Me) : Titik paling bawah pada dagu.
j. Porion (Po) : Titik paling tinggi pada tepi atas meatus auditorius eksternal.
k. Orbitale (Or) : Titik terendah pada tepi bawah rongga mata.
l. Artikulare (Ar) : Titik perpotongan antara batas posterior ramus dan batas
inferior dari basis kranial posterior.
m. Gonion (Go) : Titik perpotongan yang dibentuk oleh garis tangen ke posterior
ramus dan garis tangen ke tepi bawah mandibula.
n. Pterigomaxillary (PTM) : Kontur fissura pterigomaxilary yang dibentuk di
anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari
prosesus pterigoid pada tulang sphenoid.
o. Basion (Ba) : Titik paling bawah pada tepi anterior dari foramen magnum.
(landmarks)
pada
jaringan
Gambar 1. Titik-titik
keras19
Reports of Cases Treated with Edgewise Arch Mechanism. Tweed memegang teguh
pendirian Angle bahwa seseorang tidak boleh melakukan ekstraksi gigi. Namun
pendirian ini hanya bertahan selama empat tahun. Empat tahun berikutnya, Tweed
menemukan suatu penemuan bahwa posisi gigi insisivus mandibula mempunyai andil
dalam keseimbangan wajah setelah perawatan. Beliau menyimpulkan bahwa untuk
mendapatkan posisi insisivus mandibula yang tepat, dokter gigi perlu melakukan
preparasi penjangkaran dan mencabut keeempat gigi premolar satu. Prinsip ini sangat
bertentangan dengan prinsip Angle.21
Sebelum Tweed mempublikasikan analisis sefalometrinya pada tahun 1954,
beliau mengikuti pembelajaraan tentang sefalometri yang diajarkan oleh Moore,
Wylie, Downs, dan Riedel untuk lebih memahami tentang pengaruh sefalometri
terhadap hasil perawatan. Setelah pertemuan itu, beliau memfokuskan penelitiannya
pada peranan sefalometri dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan. 5
Tweed menemukan bahwa pada wajah yang normal, dengan beberapa pengecualian,
mempunyai oklusi normal atau maloklusi kelas I. Beliau juga menyatakan bahwa
pada semua kasus, gigi insisivus bawah terletak pada tulang basal dan ada korelasi
pasti antara garis wajah yang seimbang dengan posisi gigi insisivus bawah terhadap
tulang basal.10
Tweed pada penelitiannya menggunakan 3 bidang yang bergabung
membentuk segitiga diagnostik. Bidang tersebut antara lain :
a)
b)
c)
1.
bidang
Frankfurt
Horizontal
dengan
bidang
mandibula. 19
FMA merupakan sudut yang terpenting dari segitiga Tweed karena dapat
2.
3.
maksila dan mandibula. Margolis menambahkan bahwa ada terjadi reduksi dari
tulang alveolar manusia yang menyebabkan dagu berkembang. Ini menyebabkan
insisivus mandibula tumbuh tegak selama proses evolusi berlangsung.23
Gambar
4.
Pasien
bawah, posisi mandibula yang bervariasi dapat ditentukan dan posisi gigi insisivus
atas dapat disesuaikan dengan gigi insisivus bawah. Posisi gigi insisivus bawah yang
badan tinggi
ramping, bentuk mulut dan hidung sedang. Bangsa ini menyebar di Sulawesi Selatan
(suku Toraja), Lombok (suku Sasak), Kalimantan Tengah (suku Dayak), Sumatra
Barat (suku Nias), Sumatra Utara (suku Batak), dan Sumatra Selatan (suku Kubu).12
Suku bangsa Batak adalah salah satu suku bangsa yang mendiami
provinsi Sumatera Utara. Suku Batak terbagi menjadi 6 jenis, yaitu Batak Toba, Batak
Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun
pada prinsipnya, akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak. Berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2010, suku Batak yang termasuk bagian dari ras Proto
Melayu merupakan suku terbesar yang menempati Sumatera Utara dengan persentase
44,56%.24
2.6 Kerangka Teori
Perawatan Ortodonti
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Ras
klinis /
/Suku
Identifikasi
Model /
Cetakan
Analisis
Analisis
Tweed
skeletal
Foto Profil
Sefalometri
Analisis
Analisis
Analisis
jaringan
Steiner
Downs
Analisis
Analisis
dental
Ricketts
Analisis
Sefalometri
Analisis
Skeletal
Nilai Sefalometri
menurut analisis
Tweed
FMA
FMIA
Analisis
Data
Hasil
IMPA
BAB 3
METODE PENELITIAN
penelitian
adalah
penelitian
deskriptif
yang
bertujuan
untuk
mendapatkan nilai rata-rata sefalometri menurut analisa Tweed pada suku Batak
mahasiswa FKG USU.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Departemen Ortodonsia FKG USU yang
bertempat di Jalan Alumni No. 2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu
penelitian dilakukan mulai dari bulan Agustus 2014 sampai dengan Maret 2015.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU suku Batak yang
berusia 18 tahun.
3.3.2 Sampel penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode
purposive sampling yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel berupa
foto sefalometri lateral yang merupakan data sekunder dari penelitian Simanjuntak
tahun 2011. Sampel tersebut diambil dari mahasiswa suku Batak
Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memenuhi kriteria yang
ditetapkan.
n
Keterangan :
n
: besar sampel
nilai sefalometri normal pada ras Deutro Melayu oleh Susanti Musnandar
pada tahun 1992
: presisi relatif (tingkat ketepatan), ditetapkan = 1,00
sehingga
n
n 31,86 digenapkan menjadi 32
Maka, jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 32 orang. Sampel
dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Jumlah sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah 40 sampel.
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Oklusi normal
Tidak ada cacat di kepala dan wajah yang dapat mempengaruhi hasil
sefalogram
Jenis Kelamin
Frankfurt Mandibular Plane Angle (FMA)
Frankfurt Mandibular Incisor Angle (FMIA)
Incisor Mandibular Plane Angle (IMPA)
Mahasiswa FKG USU Suku Batak
Usia
3. Mahasiswa FKG USU : mahasiswa yang masih aktif kuliah di FKG USU.
4. Frankfurt Horizontal (FH) : bidang yang menghubungkan titik orbitale
dengan titik porion.
5. Bidang mandibula : bidang yang merupakan garis tangen terhadap tepi
bawah mandibula (menurut Tweed).
6. Frankfurt Mandibular Plane Angle (FMA), yaitu sudut yang dibentuk dari
hubungan bidang Frankfurt Horizontal dengan bidang mandibula.
7. Incisor Mandibular Plane Angle (IMPA), yaitu sudut antara inklinasi aksial
gigi insisivus bawah dengan bidang mandibula.
8. Frankfurt Mandibular Incisor Angle (FMIA), yaitu sudut yang dibentuk
dari hubungan aksis sepanjang gigi insisivus bawah dengan bidang Franfurt
Horizontal.
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat
1. Tracing box
2. Pensil 2B merk Faber Castle
3. Pensil mekanik
4. Penggaris
5. Penghapus
6. Pulpen
7. Busur
8. Kalkulator
3.5.2 Bahan
1. Kertas asetat (8x10 inci, tebal 0,003 inci)
2. Selotip
3. Sefalogram lateral (8x10 inci)
(a
(b
)
Gambar 6. Alat dan Bahan penelitian. (a) Tracing box dan kertas asetat,
(b) Alat-alat Penelitian
3.6 Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Pengumpulan foto sefalometri lateral diperoleh dari peneltian sebelumnya
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 23 orang laki-laki dan
17 orang perempuan. Sampel merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU
ras Proto Melayu yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (metode
purposive sampling).
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada sefalogram lateral, maka
diperoleh hasil rerata dan standar deviasi sudut FMA, FMIA, dan IMPA segitiga
Tweed pada tabel 1.
Tabel 1. Rerata Nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada Mahasiswa FKG USU
Suku Batak
Pengukuran
Sudut FMA
Sudut FMIA
Sudut IMPA
Rerata
Standar
Batas Bawah
Batas Atas
26,69
56,54
96,84
Deviasi
4,94
5,35
5,72
16,0
46,5
81,0
38,0
67,0
110,0
Dari tabel di atas terlihat bahwa rerata sudut FMA yaitu 26,69 4,94
dengan batas bawah adalah 16 dan batas atas adalah 38, rerata sudut FMIA
yaitu 56,54 5,35 dengan batas bawah 46,5 dan batas atas 67, dan rerata sudut
IMPA yaitu 96,84 5,72 dengan batas bawah 81 dan batas atas 110.
Sebelum dilakukan uji t-independen terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai ketiga sudut (FMA, FMIA, dan IMPA)
memiliki distribusi data yang normal (p > 0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
t-independen.
Tabel 2. Rerata Nilai FMA, FMIA, dan IMPA Mahasiswa FKG USU Suku Batak
Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Uji t-Independen
Rerata
Standar deviasi
Pengukuran
Uji t*
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Sudut FMA
27,17
26,03
4,83
5,17
0,48
Sudut FMIA
57,04
56,38
5,17
5,61
0,70
97,65
6,04
4,11
0,20
Sudut IMPA
95,46
*Perbedaan bermakna (p > 0,05)
Dari tabel 2 dapat dilihat rerata sudut FMA pada laki-laki yaitu 27,17 4,83
dan perempuan yaitu 26,03 5,17. Rerata sudut FMIA pada laki-laki
yaitu
57,04 5,17 dan perempuan yaitu 56,38 5,61. Rerata sudut IMPA pada laki-laki
yaitu 95,46 6,04 dan perempuan yaitu 97,65 4,11. Hasil pengukuran rerata
dan standar deviasi pada tabel di atas dengan uji t-independen diperoleh bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada sudut FMA,
sudut FMIA, dan sudut IMPA (p > 0,05).
Persentase rerata nilai FMA berdasarkan prognosisnya dapat dilihat pada tabel
3 berikut.
Tabel 3. Persentase Rerata Nilai FMA Mahasiswa FKG USU Suku Batak Menurut
Analisa Tweed Berdasarkan Prognosisnya
Rerata Sudut FMA
16-28
28-35
> 35
Prognosis
Baik
Sedang
Buruk
Persentase
62,5%
35%
2,5%
Pada tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa persentase rerata nilai FMA dengan
prognosis baik adalah 62,5% dari jumlah sampel, persentase rerata nilai FMA dengan
prognosis sedang adalah 35% dari jumlah sampel, dan persentase nilai FMA dengan
prognosis buruk adalah 2,5% dari jumlah sampel.
BAB 5
PEMBAHASAN
sesuai dengan penelitian Khursheed Alam dkk., yang mendapatkan nilai rata-rata
FMA pada etnis Bangladesh sebesar 26,69 2,7. Hasil ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Tukasan dkk., dimana rerata nilai FMA pada etnis Brasil
adalah
25,12 2,74. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Bhattarai dan Shrestha yang
memperoleh rerata nilai FMA pada orang Nepal sebesar 28 5,9. Rerata nilai FMA
yang diperoleh dari hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang
ditetapkan Tweed pada ras Kaukasoid yaitu 25. Hal ini disebabkan karena orang
Batak mempunyai pola pertumbuhan mandibula yang cenderung lebih vertikal
daripada ras Kaukasoid sehingga didapatkan sudut yang lebih besar daripada ras
Kaukasoid.8,22,25
Pada tabel 1 juga dapat dilihat rerata sudut FMIA suku Batak
yaitu
56,54 5,35 dimana nilai ini sesuai dengan penelitian Bhattarai dan Shrestha yang
mendapatkan rerata nilai FMIA pada populasi Nepal sebesar 57 6,8. Hasil ini juga
didukung oleh Nahidh dkk., yang mendapatkan rerata nilai FMIA pada orang dewasa
Irak sebesar 58,73 6,48. Rerata nilai FMIA yang diperoleh dari hasil penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan Tweed
menunjukkan bahwa inklinasi gigi insisivus bawah suku Batak cenderung lebih
proklinasi daripada ras Kaukasoid.8,26
Selain itu tabel 1 juga dapat dilihat rerata sudut IMPA pada suku Batak
yaitu 96,84 5,72 dengan batas bawah 81 dan batas atas 110. Hasil ini sesuai
dengan
penelitian
Nahidh
dkk
yang
mendapatkan
rerata
sudut
IMPA
sebesar 97,17 6,12. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Bhattarai dan Shrestha
pada populasi Nepal dimana didapatkan rerata nilai IMPA sebesar 95. Rerata
penelitian ini lebih tinggi daripada nilai yang ditetapkan Tweed untuk
sudut IMPA (90). Hal ini disebabkan oleh karena lebih protrusifnya gigi insisivus
bawah suku Batak sehingga didapatkan nilai yang lebih besar daripada ras
Kaukasoid.8,26
Pada tabel 2 dapat dilihat rerata sudut FMA antara laki-laki dan perempuan
suku Batak, dimana tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bhattarai dan Shrestha pada etnis Nepal dimana tidak dijumpai perbedaan yang
signifikan antara laki-laki dan perempuan (p > 0,05) dengan rerata sudut FMA sama
pada laki-laki maupun perempuan yakni sebesar 28. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian Kuramae dkk., di Brasil, yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan kulit hitam Brasil dimana
rerata sudut FMA pada laki-laki sebesar 30,875 8,815 dan rerata sudut FMA
pada perempuan sebesar 27,375 5,084. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Nahidh dkk., dijumpai tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan Irak dimana rerata sudut FMA pada laki-laki yaitu 24,56 dan pada
perempuan yaitu 23,74.8,26,27
Dari tabel 2 dapat dilihat rerata sudut FMIA antara laki-laki dan perempuan
suku Batak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara laki-laki dan perempuan (p > 0,05) dimana rerata sudut FMIA pada
laki-laki dan perempuan berturut-turut adalah 57,04 5,17 dan 56,38 5,61.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Tukasan dkk., pada sampel Brasil dimana tidak
dijumpai perbedaan yang bermakna antara laki-laki (62,95) dan perempuan (62,91).
Hasil ini juga didukung oleh penelitian Kuramae dkk., yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dimana rerata sudut
FMIA pada laki-laki yaitu 48,87 8,66 dan pada perempuan yaitu 52,93 7,58.
Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Bhattarai dan Shrestha pada etnis
Nepal dimana dijumpai tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki (56)dan
perempuan (58).8,22,27
Pada tabel 2 juga dapat dilihat rerata sudut IMPA antara laki-laki
dan
perbedaan
rerata sudut
adalah 95,46
6,04 dan 97,65 4,11. Hasil ini didukung oleh penelitian Tukasan dkk., dimana
tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan Brasil
dengan rerata sudut IMPA pada laki-laki yaitu 91,48 dan pada perempuan yaitu
92,41. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Nahidh dkk., yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan Irak, dimana
rerata sudut IMPA pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 97,09
5,69 dan 97,24 6,12. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian
Kuramae dkk., di Brasil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara laki-laki dan perempuan dimana rerata sudut IMPA pada laki-laki yaitu
100,25 4,53 dan pada perempuan yaitu 99,50 4,41.22,26,27
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa suku Batak cenderung mempunyai insisivus bawah
yang lebih proklinasi dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Hal ini ditandai dengan
rerata sudut IMPA yang lebih besar pada ras Proto Melayu (97,09 berbanding 90).
Selain itu, rerata sudut FMA dan FMIA lebih besar pada laki-laki dan rerata sudut
IMPA lebih besar pada perempuan. Ini berarti perempuan suku Batak mempunyai
inklinasi insisivus bawah yang lebih proklinasi dibandingkan dengan laki-laki.
Namun demikian, perbedaan ini tidak signifikan yang berarti bahwa nilai-nilai
segitiga Tweed ini tidak dipengaruhi oleh parameter jenis kelamin.8,22,25,26
Pada saat ini, nilai normal untuk ras Kaukasoid masih sering digunakan dalam
perawatan ortodonti. Padahal nilai normal ini sering tidak sesuai untuk ras-ras
lainnya. Ketidaksesuaian nilai normal ini dapat menjadi kendala ortodontis dalam
menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai analisis sefalometri pada setiap etnik yang ada agar dapat
diperoleh nilai normal pada masing-masing etnik sehingga diagnosis dan perencanaan
perawatan akan lebih baik.10
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Rerata sudut FMA mahasiswa FKG USU suku Batak adalah 26,69
4,94, rerata sudut FMIA mahasiwa FKG USU suku Batak adalah 56,53 5,35, dan
rerata sudut IMPA mahasiswa FKG USU suku Batak adalah 96,84 5,72.
6.1.2 Rerata sudut FMA pada laki-laki yaitu 27,17 4,83 dan pada
perempuan yaitu 26,03 5,17, sedangkan rerata sudut FMIA pada laki-laki yaitu
57,04 5,17 dan pada perempuan yaitu 56,38 5,61, dan rerata sudut IMPA pada
laki-laki yaitu 95,46 6,04 dan pada perempuan yaitu 97,65 4,11.
6.2 Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak agar didapatkan validitas yang lebih tinggi.
6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap suku-suku lain di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
(23
13. Habibie
S.
Bangsa
Melayu
Tua
Proto
Melayu.
<http://sohabibie.blogspot.com/2013/03/bangsa-melayu-tua-proto
melayu.html#uds-search-results> (3 Maret 2013).
14. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodonthics. 4 th ed.,
Canada: Elsevier, 2007: 201-10.
15. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Surabaya: Airlangga University Press, 2009: 1649.
16. Alam MK. A to Z Orthodontics. Malaysia: PPSP Publication, 2011: 3-10.
17. Jacobson A. Radiographic cephalometry from Basics to 3-D imaging. 2nd ed.
Alabama: Quintessence Publishing Co, 1995: 39-61.
18. Rahardjo P. Diagnosis ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press,
2008: 71-7.
19. Iyyer BS. Orthodontics: The Art and Science. 3 rd ed. New Delhi: Arya (MEDI)
Publishing House, 2003: 147-60.
20. Wu JYC, Hagg U, Wong RWK, McGrath C. Comprehensive cephalometric
analyses of 10 to 14 year ola Southern Chinese. The Open Anthropology
Journal 2010; 3: 85-95.
21. Graber TM. Orthodontics: Current Principles and Techniques. 4th ed. India:
Elsevier Inc, 2005: 675-81.
22. Tukasan PC, Magnani MBBA, Nouer DF, Nouer PRA, Neto JSP, Garbui IU.
Craniofacial analysis of the Tweed foundation in Angle class II, division 1
malocclusion. Braz Oral Res 2005; 19(1):69-75.
23. Tweed CH. The Frankfurt-mandibular plane angle in orthodontic diagnosis,
classification, treatment planning and prognosis. American Journal of
Orthodontics and oral surgery 1946; 32(4): 175-221.
24. Adrya
A.
Akuratkah
hasil
sensus
penduduk
tahun
2010.
<http://afandriadya.com/2014/05/21/akuratkah-hasil-sensus-bps-2010
mengapa-persentase-orang-jawa-mengalami-penurunan-dan-etnis-batakmeloncat-tajam/> (18 Desember 2014)
25. Alam MK, Basri R, Purmal K, Sikder MA, Saifuddin M, Iida J. Craniofacial
Morphology of Bangladeshi adult using Tweeds and Wits analysis.
International Medical Journal 2013; 20(2): 197-200.
26. Nahidh M, Yassir YA, Al-Khawaja NFK. Wits Appraisal and Tweed triangle
for a sample of Iraqi adults. J Bagh Coll Dentistry 2011; 23(4): 134-40.
27. Kuramae M, Araujo MBB de, Magnani, Nouer DF, Ambrosano GMB, Inoue
RC. Analysis of Tweeds facial triangle in black Brazillian youngsters with
normal occlusion. Braz J Oral Sci 2004; 3(8): 401-3.
Lampiran 1
HASIL PENGUKURAN RERATA SUDUT SEGITIGA TWEED
PADA MAHASISWA FKG USU SUKU BATAK
Jenis
No.
Nama Pasien
Kelamin
1
2
Laki-laki
Perempuan
FMA
FMIA
IMPA
28
25
60
57
92
98
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
22
32
28
25
30
28
24
27
29
27,5
23
16
16
18
38
29
31
28
31
31,5
33
28
25
29,5
29
25
22
28
34
29
24
26
31
32
22
26
18
19
54
51
64
56
56
58
60
62
53
58
63,5
64
62
55
61
52
53
55
51
46,5
55
58
57,5
52,5
48
63
54
49
50
52
65
52
67
51
64
57
63
51
104
97
90
99
94
94
96
91
98
94,5
93,5
100
102
107
81
99
96
97
98
102
92
94
94,5
98
103
92
104
103
96
99
91
102
82
97
94
97
99
110
Lampiran 2
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK DESKRIPTIF RERATA
SUDUT FMA, FMIA, DAN IMPA PADA MAHASISWA FKG USU
SUKU BATAK
Descriptive Statistics
Minimum Maximum
N
FMA
FMIA
IMPA
Valid N (listwise)
40
40
40
40
16.0
46.5
81.0
38.0
67.0
110.0
Mean
Std. Deviation
26.688
56.537
96.838
4.9429
5.3534
5.7215
Group Statistics
Jenis Kelamin
N
Sudut
FMA
Sudut
FMIA
Sudut
IMPA
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
dimension1
Perempuan
Laki-laki
dimension1
Perempuan
dimension1
23
17
23
17
23
17
Mean
27.1739
26.0294
57.0435
56.3824
95.4565
97.6471
Std.
Deviation
4.82797
5.16742
5.17405
5.61118
6.03760
4.10702
Std. Error
Mean
1.00670
1.25328
1.07886
1.36091
1.25893
.99610
Lampiran 3
HASIL UJI T INDEPENDEN
Sig
F
.
T
.189
. .719
666
Sudu Equal
t
varianc
FMA es
assume
d
Equal
.712 33.24
varianc
3
es not
assume
d
Sudu Equal
.334
. .385
38
t
varianc
567
FMI es
A
assume
d
Equal
.381 32.96
varianc
2
es not
assume
d
Sudu Equal
2.15
.
38
t
varianc
6 150 1.29
IMP es
0
A
assume
d
Equal
- 37.79
varianc
1.36
9
- 4.4141
2.1251
5
4
.702
.66113 1.71516
- 4.1332
2.8110
8
3
.706
.66113 1.73667
- 4.1945
2.8723
6
1
- 1.2482
5.6293
8
6
- 1.0598
5.4409
7
Lampiran 4
HASIL UJI NORMALITAS DATA
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
FMA
.130
40
.088
.967
40
*
FMIA
.096
40
.200
.962
40
*
IMPA
.103
40
.200
.959
40
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Sig.
.283
.204
.149