Anda di halaman 1dari 87

PERBEDAAN PEMBENTUKAN DENTINAL BRIDGE

ANTARA KARBONAT APATIT DAN KALSIUM


HIDROKSIDA SETELAH DILAKUKAN
DIRECT PULP CAPPING PADA MOLAR
SATU MAKSILA TIKUS WISTAR
(PENGAMATAN 2 MINGGU)

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:
MELFI ADE PUTRIANTI ZENDRATO
NIM: 150600144
Pembimbing:
Essie Octiara, drg., Sp.KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Kedokteran Gigi Anak
Tahun 2019

Melfi Ade Putrianti Zendrato


Perbedaan pembentukan dentinal bridge antara karbonat apatit dan kalsium
hidroksida setelah dilakukan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus wistar
(Pengamatan 2 Minggu)
xi+ 62 Halaman
Karies adalah biofilm yang diinduksi demineralisasi asam dari enamel atau
dentin yang diperantarai oleh saliva. Perawatan karies dentin dalam yang terbuka
pulpanya secara iatrogenik adalah direct pulp capping. Karbonat apatit awalnya
dibuat dengan tujuan menggantikan tulang yang hilang namun akan dikembangkan
sebagai bahan pulp capping. Bahan karbonat apatit mengandung kalsium dan fosfat
sehingga memiliki kemungkinan merangsang deposisi jaringan keras yang hilang
(dentinal bridge). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan reaksi
inflamasi, reaksi odontoblas dan pembentukan dentinal bridge antara karbonat apatit
dan Ca(OH)2.
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental jenis post only control group
design secara in vivo. Penelitian ini menggunakan 30 gigi tikus yang dibagi masing-
masing 10 gigi untuk kelompok karbonat apatit ( ®Gama-cha), kontrol positif
Ca(OH)2 (®Hydcal), dan kontrol negatif (tanpa bahan pulp capping) yang diamati
selama 2 minggu. Dua gigi molar satu kiri dan kanan maksila tikus Wistar jantan
dilakukan direct pulp capping, lalu bahan perawatan pulpa diaplikasikan pada
masing-masing kavitas dan ditumpat dengan GIC. Setelah 2 minggu, tikus dimatikan
dan dilakukan reseksi rahang untuk mengambil gigi molar satu dan dilakukan
pewarnaan HE. Dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 400x untuk melihat inflamasi, odontoblas, dan dentinal bridge.
Berdasarkan uji analisis Kruskal-Wallis dan post hoc Mann-Whitney tidak di-

Universitas Sumatera Utara


temukan perbedaan signifikan jenis inflamasi dan perluasan inflamasi antara ketiga
bahan (p>0,05). Perbedaan bermakna ditemukan pada pengamatan intensitas
inflamasi (p=0,031) antara ketiga bahan. Hasil post hoc diperoleh kelompok yang
bermakna secara statistik hanya pada kelompok karbonat apatit dibandingkan dengan
kontrol negatif (p=0,011). Hanya ada 1 sampel pada kelompok karbonat apatit yang
memiliki inisiasi dentinal bridge, dan hanya ada 1 sampel pada kelompok Ca(OH)2
dan kontrol negatif yang menunjukkan adanya odontoblast like cell. Dapat
disimpulkan bahwa karbonat apatit biokompatibel sebagai bahan pulp capping karena
kurang merangsang adanya inflamasi dibanding Ca(OH)2 dan kontrol negatif, serta
memiliki kemungkinan potensi untuk digunakan sebagai alternatif bahan direct pulp
capping karena secara substansi menunjukkan adanya sel odontoblas dan inisiasi
dentinal bridge.

Daftar Rujukan : 63 (1997-2018).


Kata kunci : karbonat apatit, Ca(OH)2, direct pulp capping.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji


pada tanggal 15 Mei 2019

TIM PENGUJI

KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc


2. Essie Octiara, drg., Sp.KGA

Universitas Sumatera Utara


6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat
penulis sayangi, Bapak Aperieli Zendrato dan Ibu Delima Lase atas segala kasih sayang,
doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada
saudara-saudara penulis, Kristian Ade Saputra Zendrato, Ade Sutrisni Zendrato.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara periode 2016- 2021.
2. Essie Octiara, drg., Sp. KGA, selaku dosen pembimbing dan Ketua
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes, selaku dosen penasehat akademik
atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.
4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc dan Siti Salmiah, drg., Sp.KGA
atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Anak atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
6. Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm. Klin., Apt selaku Kepala Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU, Kak Tiwi selaku laboran di
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU, dr. Jamaluddin
Siregar, Sp.PA selaku Ketua Departemen H. Adam Malik Medan atas izin bantuan
fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian, Ibu Titin selaku laboran yang

Universitas Sumatera Utara


7

membantu pembuatan slide, dan Ayu Panjaitan selaku asisten lab Animal House yang
membantu dalam proses pengerjaan penelitian.
7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan penelitian ini.
8. Kakak/abang/teman penulis Devi Manurung dan Prajogo H atas
bimbingannya kepada penulis selama proses penelitian dilakukan.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Kedokteran Gigi Anak,
Endang Silalahi yang selalu menemani dan berkeluh kesah selama penelitian, Novita,
Nafisa, Dicka, dan Tangse yang membantu peneliti ketika penelitian dilakukan dan
yang ikut menangis bersama penulis ketika pra-penelitian gagal dilakukan, Mudepa,
Pretty, Sanggry, Elkana, Fetus, dan Kak Yo yang selalu memberi dukungan dan waktu
untuk mendengar keluh kesah penulis, Dinta, Ela, Kak Kis dan Eldad yang selalu
tertawa bersama penulis ketika keadaan tidak berjalan dengan baik serta teman-teman
stambuk 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi
ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan
karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 15 Mei 2019

Penulis,

(Melfi Zendrato)
NIM : 150600144

Universitas Sumatera Utara


8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 5
1.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Patofisiologi Karies Dentin ............................................................ 8
2.2 Perawatan Pulp Capping untuk Karies Dentin............................... 11
2.2.1 Indirect Pulp Capping ................................................................. 11
2.2.2 Direct Pulp Capping ................................................................... 12
2.2.3 Kalsium Hidroksida sebagai Bahan Pulp Capping ..................... 13
2.3 Mekanisme Pembentukan Dentinal Bridge pada Perawatan
Kaping Pulpa .................................................................................. 15
2.4 Kandungan Karbonat Apatit (®Gama-cha) dan Kegunaannya ....... 19
2.5 Mekanisme Pembentukan Tulang dengan Karbonat Apatit ........... 20
2.6 Kerangka Teori ............................................................................... 23
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 25
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian.......................................................... 25
3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 25
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 25
3.3.2 Sampel ......................................................................................... 25
3.3.3 Besar Sampel ............................................................................... 25
3.4 Variabel dan Defenisi Operasional................................................. 26

i
Universitas Sumatera Utara
9

3.4.1 Variabel Penelitian ...................................................................... 26


3.4.2 Defenisi Operasional ................................................................... 26
3.5 Prosedur Penelitian ......................................................................... 29
3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 44
3.7 Etika Penelitian .............................................................................. 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 45

BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................. 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan..................................................................................... 56
6.2 Saran ............................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57

LAMPIRAN

ii
Universitas Sumatera Utara
10

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Defenisi Operasional ................................................................................... 26
2. Hasil Pengamatan Jenis Inflamasi ............................................................... 47
3. Hasil Pengamatan Intensitas Inflamasi ........................................................ 47
4. Hasil Pengamatan Perluasan Inflamasi ....................................................... 49

iii
Universitas Sumatera Utara
11

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Pulpa normal................................................................................................ 16
2. Bagian superfisial dari koagulasi nekrosis. Merupakan gambaran tahap
eksudasi yang terjadi dalam pembentukan dentinal bridge (setelah 1
hari) ............................................................................................................. 16
3. Dilatasi pembuluh darah yang menunjukkan respon inflamasi (a) dan
infiltrasi PMN (b) (setelah 1 minggu) ......................................................... 16
4. Proses inflamasi yang terlihat pada pulpa yang terbuka (setelah 1
minggu) ....................................................................................................... 16
5. Terlihat adanya barier jaringan keras yang baru terbentuk dengan
lapisan sel odontoblas di bawahnya pada daerah eksposur. Gambaran
dari tahap pembentukan osteodentin (setelah 2 minggu) ............................ 17
6. Terlihat adanya lapisan sel odontoblas di sekitar pulpa (setelah 2
minggu) ....................................................................................................... 17
7. Terlihat defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk (tanda
panah). D=dentin, R=reparatif dentin, P=pulpa (setelah 2 minggu) ........... 17
8. Ditemukannya inflamasi sedang tanpa disertai pembentukan dentinal
bridge (setelah 15 hari)................................................................................ 17
9. Anastesi ketamin secara IM ........................................................................ 30
10.Pembukaan mulut tikus Wistar ................................................................... 30
11.Disinfeksi molar satu dengan alkohol 70% ................................................. 31
12.Preparasi gigi dengan round diamond bur kecepatan sedang ..................... 31
13.Kavitas pada gigi molar yang sudah selesai dipreparasi ............................. 32
14.Pembersihan debris dan darah ..................................................................... 32
15.Produk karbonat apatit ................................................................................ 33
16.Penghalusan dengan lumpang ..................................................................... 33
17.Penimbangan karbonat apatit ...................................................................... 33
18.Perbandingan karbonat apatit dan salin....................................................... 34
19.Konsistensi setelah pencampuran ............................................................... 34
20.Pengambilan karbonat apatit ....................................................................... 35

iv
Universitas Sumatera Utara
12

21.Pengisian kavitas dengan ball aplicator ..................................................... 35


22.Kavitas yang sudah diisi dengan karbonat apatit ....................................... 35
23.Perbandingan GIC (1:1) .............................................................................. 36
24.Pengambilan GIC dengan plastic filling instrument ................................... 36
25.Penumpatan GIC ......................................................................................... 36
26.Penimbangan basis ...................................................................................... 37
27.Penimbangan basis dan katalis .................................................................... 37
28.Cara mematikan tikus.................................................................................. 38
29.Tikus pada parafin ....................................................................................... 39
30.Pencucian sampel ........................................................................................ 39
31.Sampel dalam formalin 10% ....................................................................... 40
32.Parafin blok ................................................................................................. 40
33.Pengisian cairan parafin .............................................................................. 41
34.Pemotongan blok jaringan........................................................................... 41
35.Perendaman dalam waterbath ..................................................................... 42
36.Pemisahan jaringan dengan parafin ............................................................ 42
37.Perendaman kaca objek ............................................................................... 43
38.Pewarnaan kaca objek ................................................................................. 43
39.Morfologi pulp-dentin complex................................................................... 45
40.Reaksi inflamasi pada karbonat apatit ........................................................ 50

v
Universitas Sumatera Utara
13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Lembar Pencatatan Hasil Pengamatan
2. Draft kasar hasil penelitian dan analisis uji Kruskall-Walis serta Mann-Whitney
3. Ethical Clearance
4. Surat izin penelitian Farmasi USU
5. Surat izin penelitian Lab PA RS. H. Adam Malik Medan

vi
Universitas Sumatera Utara
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karies adalah biofilm (plak) yang diinduksi demineralisasi asam dari enamel
atau dentin yang diperantarai oleh saliva.1 Karies pada gigi desidui dapat berdampak
bagi kegiatan sehari-hari anak, selain karena dapat menimbulkan keluhan rasa sakit,
juga dapat menyebabkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menurunkan
produktifitas anak. Kondisi ini dapat menyebabkan anak malas datang ke sekolah,
mengganggu konsentrasi belajar, hingga dapat mengurangi nafsu makan anak yang
berdampak pada buruknya status gizi anak.2 Mekanisme terjadinya karies terdiri dari 3
teori, yaitu teori protheolysis, proteolitic-chelation, dan chemoparasitic atau disebut
juga teori asidogenik. Teori asidogenik menjelaskan bahwa pembentukan karies gigi
disebabkan oleh asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme terhadap karbohidrat.
Reaksi ini ditandai dengan dekalsifikasi komponen inorganik dilanjutkan oleh
disintegrasi substansi organik yang berasal dari gigi.3
Kemajuan pengetahuan kedokteran gigi dalam menjaga tetap bertahannya gigi
semakin meningkat, namun kenyataannya masih banyak gigi yang hilang lebih awal
dari yang seharusnya.4 Menurut data survei World Health Organization tahun 2003,
tercatat bahwa di seluruh dunia 60-90% anak menderita karies gigi. Prevalensi tertinggi
karies pada anak-anak terjadi di Amerika dan kawasan Eropa. Sementara indeks paling
rendah terjadi di Asia Tenggara dan Afrika.5
Menurut data Riskesdas tahun 2013, proporsi penduduk bermasalah gigi dan
mulut di Indonesia untuk kelompok usia kurang dari 1 tahun sebesar 1,1 %, untuk
kelompok usia 1-4 tahun sebesar 10,4 % dan untuk kelompok usia 5-9 tahun sebesar
28,9 %. Sementara proporsi penduduk yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi
untuk kelompok usia kurang dari 1 tahun sebesar 36,9 %, untuk kelompok usia 1-4
tahun sebesar 25,8 % dan untuk kelompok usia 5-9 tahun sebesar 35,1 %.6 Menurut data

Universitas Sumatera Utara


2

Departemen Kesehatan RI tahun 2010, penderita karies gigi di Indonesia memiliki


prevalensi sebesar 50-70% dengan penderita terbesar adalah golongan balita.5
Penelitian yang dilakukan oleh Torres et al. di Brazil yang bertujuan menilai
kejadian karies enamel-dentin pada 607 premolar dan molar dari 47 pasien dengan
rentang usia 10-18 tahun menunjukkan bahwa sebanyak 23 pasien didiagnosis
mengalami karies enamel-dentin dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara
pasien laki-laki dan perempuan (p=0,972), selain itu penelitian ini juga menunjukkan
bahwa karies enamel-dentin lebih sering terjadi pada gigi molar dengan 15,12% (26
gigi) kasus karies enamel-dentin ditemukan pada molar pertama.7
Penelitian yang dilakukan oleh Hutquist dan Bagesund di Universitas Linköping,
Sweden menunjukkan sebanyak 20 anak (2,6%) yang berusia 3 tahun mengalami karies
dentin, dan sebanyak 4 (12%) dari 34 anak yang pada usia 1 tahun dinilai memiliki
risiko tinggi mengalami karies, setelah dilakukan follow-up selama 2 tahun kemudian
didiagnosis mengalami karies dentin. Disamping itu, sebanyak 16 (2%) dari 745 anak
yang pada usia 1 tahun dinilai tidak memiliki risiko karies yang tinggi setelah 2 tahun
follow-up ternyata didiagnosis mengalami karies dentin. Hal ini menunjukkan ada
hubungan yang signifikan (p=0,002) antara penilaian risiko positif karies pada saat anak
berusia 1 tahun dengan terjadinya karies dentin saat anak berusia 3 tahun. 8
Perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani karies yang telah mencapai
dentin adalah dengan melakukan pulp capping.9 Pulp capping sendiri dapat dibagi
menjadi indirect pulp capping dan direct pulp capping. Indirect pulp capping dilakukan
bila terdapat lesi karies yang dalam tetapi belum terjadi perforasi dentin ke arah pulpa.
Pembuangan semua jaringan dentin yang karies mungkin akan menyebabkan pulpa
terbuka.10
Direct pulp capping dilakukan ketika pulpa terbuka karena adanya karies,
trauma, atau iatrogenik pada saat preparasi gigi atau ketika melakukan eskavasi karies
yang telah mencapai dentin.11,12 Direct pulp capping juga dapat dilakukan karena
adanya karies dentin yang tidak dirawat sehingga demineralisasi dan dekalsifikasi
dentin meluas hingga mengenai atap pulpa.10

Universitas Sumatera Utara


3

Kalsium hidroksida merupakan bahan kedokteran gigi yang sering dipakai


karena dianggap paling baik (gold standard) dalam perbaikan pulpa terbuka.13 Kalsium
hidroksida memiliki rumus kimia Ca(OH)2 dan berat molekul sebesar 7,08. Bahan ini
memiliki pH yang tinggi (12,5-12,8) bersifat antibakteri dan merangsang pembentukan
dentinal bridge.14 Efek terapeutik bahan ini sangat bergantung pada bahan campurannya
untuk membentuk pasta serta daya larutnya yang dapat menghasilkan ion kalsium (Ca+)
dan ion hidroksil (OH-).15 Kandungan ion kalsium (Ca+) memicu proliferasi dari sel
pulpa yang belum berdiferensiasi.16 Beberapa contoh bahan ini dipasaran adalah Calxyl
yaitu bubuk kalsium hidroksida dalam larutan Ringer dan produk dalam bentuk pasta
seperti Dycal.15
Mellisa dkk. mengatakan bahwa Ca(OH)2 tidak dapat beradaptasi rapat dengan
dentin, cenderung akan menjadi lunak, disintegrasi dan larut dalam cairan dentin
sehingga pembentukan dentinal bridge dapat membentuk defek tunnel yang dapat
menjadi celah bagi mikroorganisme untuk menginduksi iritasi pulpa dan membentuk
kalsifikasi distrofi.13 Bahan ini memungkinkan terjadinya resorbsi internal karena dapat
menginduksi respon inflamatori pulpa yang mengaktivasi preodontoblas berdiferensiasi
menjadi odontoklas.17 Penelitian yang dilakukan oleh Aeinehchi M et al. pada 22 molar
ketiga maksila dari sampel berusia 20 dan 25 tahun yang terindikasi ekstraksi
menunjukkan adanya hiperemi pada semua sampel dan tidak ditemukannya lapisan
odontoblas yang terbentuk serta sering ditemukan terjadinya nekrosis pada hampir
semua sampel percobaan pulp capping menggunakan bahan ini.18
Produk hasil teknologi dan inovasi bone graft STP UGM (®Gama-cha) yang
menjadi produk komersial tahun 2014 diketahui memiliki struktur identik dengan tulang
manusia. Produk ini dibuat dengan tujuan penggunaan sebagai material substitusi tulang
untuk mempertahankan ruang pada tulang yang rusak, menggantikan matriks
ekstraseluler yang hilang dan memiliki kandungan yang identik dengan matriks
ekstraseluler yang hilang pada tulang yang rusak serta dapat menginduksi pembentukan
tulang baru. Digunakan sebagai pengisi area pasca pencabutan, reparasi fraktur tulang
rahang, pengisi area pasca osteotomi rahang, augmentasi sebelum pemasangan implan,

Universitas Sumatera Utara


4

perancah pada rekayasa jaringan tulang dan sistem pelepasan obat, mempercepat
penyembuhan luka pada jaringan tulang.19
Produk ini digunakan sebagai material graft yang bekerja dengan cara
menginduksi sel osteoblas untuk membantu proses mineralisasi kartilago dengan sekresi
kolagen. Proses ini mirip dengan proses pembentukan dentinal bridge yang juga diawali
dengan diinduksinya sel odontoblas (sel khas pada pulpa) yang kemudian akan
membentuk deposisi jaringan keras yang merupakan dentin reparatif.20,21
Laporan kasus tahun 2018 penggunaan karbonat apatit (®Gama-cha) sebagai
material graft dalam penanganan kasus impaksi gigi insisivus maksila kanan yang telah
berkembang menjadi kista dentigerous di RSUP Dr. Sardjito menunjukkan adanya
keberhasilan perawatan autotransplantasi dimana pada saat kontrol bulan ketiga pasca
tindakan bedah, tidak ditemukan tanda inflamasi maupun mobilitas gigi 11 dan 12 dan
pada saat kontrol bulan kelima pasca tindakan, tidak ada keluhan pasien baik secara
fungsional maupun estetik.22
Kandungan karbonat apatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dan gelatin (hasil denaturalisasi
kolagen) membuat produk ini dianggap mirip dengan struktur tulang manusia dan
memiliki daya resorbabilitas dan biodegradabilitas yang baik. 23 Apatit yang secara
umum dikenal sebagai hidroksiapatit (HAp) memiliki sifat yang biokompatibel dengan
tubuh termasuk gigi manusia dan sekitar 3-5 % tersusun oleh ion karbonat. Substitusi
dari ion karbonat pada gugus OH dikenal sebagai CO 3Ap tipe A sedangkan dengan
gugus PO4 dikenal sebagai CO3Ap tipe B. CO3Ap tipe B inilah yang merupakan apatit
yang terdapat di tubuh.24
Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti A dkk. terhadap 18 tikus putih galur
Wistar berusia 20-22 minggu dengan berat 350-400 gram untuk membandingkan
pengaruh pemberian KHA-PKT (karbonat hidroksi apatit dan plasma kaya trombosit)
dengan HA-PKT (hidroksi apatit dan plasma kaya trombosit) menunjukkan peningkatan
bertahap sejak minggu kedua sampai minggu keempat pertumbuhan tulang kalvaria
yang mencapai 45-95% pada minggu keempat untuk kelompok yang diberi KHA-PKT
sementara kelompok yang diberi HA-PKT menunjukkan perkembangan yang lebih
lambat dan pertumbuhan tulang kalvaria hanya mencapai 15-55% pada minggu

Universitas Sumatera Utara


5

keempat. KHA-PKT pada penelitian ini menggunakan produk Gama-cha yang diketahui
mengandung karbonat apatit.25 Mengingat karbonat apatit (®Gama-cha) memiliki
kemampuan menginduksi osteoblas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
menggunakan karbonat apatit (®Gama-cha) yang mungkin dapat digunakan sebagai
bahan alternatif lain dalam perawatan direct pulp capping.

1.2 Rumusan Masalah


Umum
1. Apakah ada perbedaan pembentukan dentinal bridge antara karbonat apatit
dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar
setelah pengamatan selama 2 minggu?
2. Apakah ada perbedaan reaksi odontoblas antara karbonat apatit dan pasta
Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah
pengamatan selama 2 minggu?
3. Apakah ada perbedaan reaksi inflamasi pulpa yang terjadi antara karbonat
apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar
setelah pengamatan selama 2 minggu?
Khusus
1. Apakah ada perbedaan kontinuitas, morfologi dan ketebalan dentinal bridge
antara karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu
maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu?
2. Apakah ada perbedaan jenis, intensitas, perluasan inflamasi yang terjadi
antara karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu
maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu?

1.3 Tujuan Penelitian


Umum
1. Mengetahui perbedaan pembentukan dentinal bridge antara karbonat apatit
dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar
setelah pengamatan selama 2 minggu

Universitas Sumatera Utara


6

2. Mengetahui perbedaan reaksi odontoblas antara karbonat apatit dan pasta


Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah
pengamatan selama 2 minggu
3. Mengetahui perbedaan reaksi inflamasi pulpa yang terjadi antara karbonat
apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar
setelah pengamatan selama 2 minggu
Khusus
1. Mengetahui perbedaan kontinuitas, morfologi dan ketebalan dentinal bridge
antara karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu
maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu
2. Mengetahui perbedaan jenis, intensitas, dan perluasan inflamasi yang terjadi
antara karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu
maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu

1.4 Hipotesis Penelitian


Umum
1. Ada perbedaan pembentukan dentinal bridge antara karbonat apatit dan pasta
Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah
pengamatan selama 2 minggu
2. Ada perbedaan reaksi odontoblas antara karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2
pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan
selama 2 minggu
3. Ada perbedaan reaksi inflamasi pulpa yang terjadi antara karbonat apatit dan
pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah
pengamatan selama 2 minggu
Khusus
1. Ada perbedaan kontinuitas, morfologi dan ketebalan dentinal bridge antara
karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila
tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu

Universitas Sumatera Utara


7

2. Ada perbedaan jenis, intensitas, dan perluasan inflamasi yang terjadi antara
karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila
tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu

1.5 Manfaat Penelitian


a. Bagi masyarakat
Sebagai informasi kepada orang tua agar ikut berperan untuk memperhatikan,
menjaga dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan
rongga mulut.
b. Bagi ilmu pengetahuan
Sebagai informasi bahan alternatif lain yang dapat digunakan dalam perawatan
direct pulp capping.
c. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian tentang bahan
alternatif lain yang dapat dipakai dalam perawatan direct pulp capping pada hewan coba
serta dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patofisiologi Karies Dentin


Karies adalah kerusakan jaringan keras gigi yang terlokalisir karena asam yang
dihasilkan dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri. Karies bersifat multifaktorial karena
dihasilkan dari interaksi bakteri yang memproduksi asam dengan substrat karbohidrat
serta faktor host termasuk saliva dan gigi yang berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Mekanisme proses karies hampir sama pada semua jenis karies. Proses ini diawali
dengan pembentukan biofilm bakteri (plak) yang menutupi permukaan gigi. Bakteri
endogen (Streptococcus mutans, Streptococcus sobrinus, Lactobacillus sp) yang
terdapat pada biofilm memproduksi asam organik lemah sebagai produk samping yang
dihasilkan dari metabolisme karbohidrat yang dapat difermentasi.26 Asam ini
menyebabkan nilai pH lokal rongga mulut menjadi turun pada nilai kritis. Nilai pH
kritis rongga mulut ditandai dengan menurunnya nilai pH saliva menjadi ≤ 5,5.27,28
Proses demineralisasi gigi yang menyebabkan karies terjadi karena ada aksi
pelarutan enamel oleh asam yang mengakibatkan lepasnya sebagian ion-ion pada
enamel: Ca10(PO4)6(OH)2(S) + 8H+(aq) 10Ca2+(aq) + 6HPO42-(aq) + 2H2O(l). Difusi ion
kalsium, fosfat, dan karbonat yang terus terjadi akan membentuk kavitas pada
permukaan enamel akibat hilangnya ion-ion mineral yang membentuk hidroksiapatit.26
Bila hal ini terus dibiarkan, maka terjadi difusi asam ke dalam dentin. Bakteri yang
berpenetrasi ke dalam enamel, akan menyebar sampai pada amelodentinal junction
sehingga dengan mudah akan menyebar pada struktur dentin. 29
Infeksi lesi karies difasilitasi oleh tubulus dentin yang merupakan jalan
masuknya bakteri. Setelah demineralisasi terjadi, matriks dentin secara progresif dirusak
oleh proteolisis. Bakteri Streptococcus berperan besar dalam pembentukan lesi karies
pada enamel namun dalam pembentukan karies pada dentin, bakteri Lactobacillus dan
Streptococcus memiliki peran yang sama besar. Saat pembentukan lesi karies

Universitas Sumatera Utara


9

berlangsung, populasi bakteri ini menjadi meningkat dan proses pembentukan karies
pada dentin menjadi sulit untuk dihentikan.29
Bakteri yang sudah mencapai amelodentinal junction akan masuk ke dalam
tubulus dentin dan menyebar sepanjang cabang lateral dari tubulus, sehingga tubulus
dentin akan membesar dan berbentuk spindel karena adanya massa bakteri dan produk
yang mereka hasilkan. Hal ini menyebabkan matriks dentin akan menjadi lebih lunak
sehingga tidak mampu lagi untuk menjadi pembatas penyebaran bakteri dari satu
tubulus ke tubulus dentin lainnya. Akibatnya, tubulus yang berdekatan dengan tubulus
dentin yang sudah terinfeksi bakteri akan menjadi membengkok. Kemudian, dinding
tubulus dentin yang sudah diintervensi bakteri akan rusak sehingga bakteri akan
membentuk focal liquefaction pada tubulus yang berdekatan dengan tubulus dentin yang
rusak. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada dentin menjadi meluas. 29
Dentin dibentuk dari odontoblas yang berasal dari ektomesenkim. Sebanyak
70% bahan anorganik dentin berupa kristal kalsium hidroksiapatit (Ca 10(PO4)6(OH)2)
dan 20% dentin terdiri dari komponen organik dan 10% air. Kristal hidroksiapatit yang
ditemukan pada dentin hampir sama dengan enamel hanya saja dalam jumlah yang lebih
sedikit sehingga dentin menjadi lebih lunak dari enamel. 28 Komponen organik pada
dentin kebanyakan merupakan kolagen tipe I (90%), juga ditemukan kolagen tipe III
dan kolagen tipe V. Protein non kolagen ditemukan dalam persentase yang kecil pada
matriks organik tetapi memiliki peranan yang penting seperti proteoglikan. 30
Berdasarkan waktu pembentukannya, dentin dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
dentin primer, dentin sekunder, dan dentin tersier. Dentin primer adalah dentin yang
terbentuk sebelum gigi erupsi. Dentin sekunder adalah dentin yang terbentuk setelah
gigi erupsi. Pembentukannya lebih lambat dan lebih termineralisasi dibanding dentin
primer. Pembentukan dentin sekunder menyebabkan ruang pulpa menjadi lebih kecil.
Dentin tersier adalah dentin yang terbentuk karena adanya rangsangan terhadap
odontoblas untuk membentuk lapisan dentin yang baru dengan tujuan untuk
mempertahankan vitalitas jaringan pulpa yang berada dibawah lapisan dentin, misalnya
ketika terjadi proses karies.28 Dentin tersier sendiri dibagi menjadi dua yaitu dentin
reaksioner dan dentin reparatif. Dentin reaksioner dibentuk oleh sel odontoblas yang

Universitas Sumatera Utara


10

masih ada pada lapisan odontoblastik sementara dentin reparatif dibentuk oleh
odontoblast-like cells yang terbentuk dari dental pulp stem cells (DPSC) setelah sel
odontoblas yang asli telah mati.30
Dentin dan pulpa membentuk pulp-dentinal complex. Pulpa pada gigi desidui
secara histologi sama dengan gigi permanen. Sel odontoblas membatasi bagian perifer
pulpa dan memperluas prosesus sitoplasmiknya kedalam tubulus dentin. Sel-sel
odontoblas memiliki beberapa junction yang menjadi perantara komunikasi interseluler
yang berfungsi memelihara posisi relatif antara satu sel dengan sel lainnya. Zona bebas
sel yang berada di bawah lapisan odontoblastik berisi perpanjangan plexus saraf yang
tidak bermielin dan kapiler darah yang berasal dari inti pulpa. Sel odontoblas
bertanggung jawab dalam pembentukan dentin dan predentin (immature mineralized
tissue),30 sehingga sel ini memegang peran penting dalam pulp-dentinal complex. Ketika
ada kerusakan pada kompleks ini akibat dari iritasi maupun prosedur operatif maka sel
odontoblas akan bereaksi untuk mempertahankan vitalitas pulpa. 31
Penelitian yang dilakukan oleh Borse M di Bangalor Utara yang bertujuan untuk
mengevaluasi karies pada gigi molar permanen dan desidui pada 100 anak berusia 7-8
tahun menunjukkan bahwa sebanyak 70% anak menderita karies dentin yang
kebanyakan ditemukan pada gigi molar pertama dan kedua desidui. 32 Penelitian lain
yang dilakukan oleh Shalan M di kota Mansoura yang bertujuan untuk memperoleh
informasi status kesehatan rongga mulut, kondisi gingiva, dan traumatik injuri pada
anak prasekolah secara cross-sectional study dengan subjek penelitian sebanyak 1.000
anak berusia 3-6 tahun menunjukkan bahwa fraktur dentin akibat karies menjadi
masalah kesehatan rongga mulut terbanyak kedua dengan rerata kejadian 0,032±0,176
(terbanyak pada anak laki-laki) setelah fraktur enamel.33 Penelitian yang dilakukan oleh
Autio-Gold JT di Alachua County, Florida yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi
lesi karies dengan kavitas dan tanpa kavitas pada gigi desidui dengan subjek penelitian
sebanyak 221 anak (109 anak perempuan dan 112 anak laki-laki) berusia 5 tahun
menunjukkan sebanyak 48% anak mengalami karies dentin dengan rerata 2,52±0,31.34

Universitas Sumatera Utara


11

2.2 Perawatan Pulp Capping untuk Karies Dentin


2.2.1 Indirect Pulp Capping
Perawatan indirect pulp capping direkomendasikan untuk gigi dengan lesi karies
yang dalam mendekati pulpa tetapi tidak diikuti dengan simtom degenerasi pulpa. Pada
pulp capping jenis ini lapisan terdalam dari dentin yang tersisa ditutup dengan material
yang biokompatibel untuk mencegah terbukanya pulpa dan kemungkinan trauma
tambahan lain pada jaringan lunak gigi. Material ini akan membentuk deposisi dari
dentin tersier yang akan meningkatkan jarak antara affected dentin dan pulpa, dan
deposisi dari peritubular (sklerotik) dentin yang akan mengurangi permeabilitas
dentin.31
Tujuan utama dari pulp capping indirek adalah menahan proses karies yang telah
terjadi dengan menstimulasi dentin reaksioner dengan remineralisasi dentin yang
terkena karies untuk menjaga vitalitas pulpa. Hal ini didasari dari teori yang
mengatakan bahwa affected zone, dentin yang terdemineralisasi berada di antara
infected zone dari dentin dengan pulpa. Ketika infected zone dibuang, maka affected
zone dapat teremineralisasi dan odontoblas membentuk dentin reaksioner untuk
menjaga vitalitas pulpa. Penting untuk membuang semua jaringan dentin yang terkena
karies dari dentinoenamel junction (DEJ) dan dari dinding lateral dari kavitas sehingga
tercapai segel interfasial yang optimal diantara gigi dan bahan restorasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya microleakage.31
Masalah yang sering dihadapi para klinisi adalah bagaimana menilai berapa
banyak jaringan yang harus ditinggalkan pada dasar aksial. Jaringan yang terkena karies
seharusnya disisakan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah terbukanya pulpa. Sulit
untuk menentukan apakah jaringan tersebut adalah area infected zone atau zona
demineralisasi yang bebas bakteri. Penanda utama bagi klinisi adalah kualitas dari
jaringan dentin itu sendiri, dentin yang lunak harus dibuang sementara dentin yang
mengalami diskolorisasi dan masih keras dapat ditinggalkan untuk dilakukan pulp
capping.31
Penelitian menunjukkan bahwa remineralisasi fisiologis dapat terjadi hanya jika
lapisan dentin paling dalam yang telah terkena karies masih berisi fiber kolagen dan

Universitas Sumatera Utara


12

prosesus odontoblas. Fiber kolagen berfungsi sebagai basis tempat kristal apatit melekat
sementara prosesus odontoblas berfungsi mensuplai kalsium fosfat dari pulpa yang
masih vital untuk remineralisasi fisiologis.31
Pulpa terbuka terjadi ketika proses karies terjadi lebih cepat dan mendahului
mekanisme reaksional dari pulpa untuk mempertahankan vitalitasnya. Tindakan
menahan proses karies yang sedang terjadi merangsang mekanisme reaksional dari
pulpa untuk membentuk dentin tambahan yang mencegah terbukanya pulpa. Dentin
yang terkena karies tentu berisi bakteri, tapi jumlahnya akan berkurang besar bila
lapisan dentin yang tersisa dilapisi dengan ZOE atau Ca(OH)2. GIC yang bersifat
antimikroba dan memiliki efek remineralisasi pada jaringan yang tersisa juga dapat
dijadikan pilihan bahan perawatan pulpa terbuka.31

2.2.2 Direct Pulp Capping


Perawatan direct pulp capping biasanya dilakukan untuk perforasi pulpa yang
terjadi pada waktu dilakukan preparasi kavitas. Indikasinya adalah:
a. Pulpa masih vital
b. Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril.
c. Hanya berhasil pada pasien yang berusia dibawah 30 tahun dan tidak
terdapat invasi bakteri maupun kontaminasi saliva. 35
Direct pulp capping melibatkan aplikasi bahan medikamen, dressing, atau
material dental pada pulpa yang terbuka untuk memelihara vitalitas pulpa. Sel
progenitor dari pulpa harus diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi sel odontoblast-like
yang bertanggung jawab untuk sekresi matriks dentin yang baru karena sel odontoblas
pada area pulpa yang terbuka akan hilang.31
Adanya penuaan normal dari pulpa gigi, maka kesuksesan pulp capping
berkurang seiring bertambahnya usia seseorang. Peningkatan jaringan fibrous dan
deposit yang terkalsifikasi serta berkurangnya ruang pulpa adalah hal yang dapat
diamati pada pulpa seseorang yang usianya jauh lebih tua. Semakin besar pulpa yang
terbuka, maka prognosis dari perawatan akan semakin buruk untuk pulp capping.
Terbukanya pulpa dalam diamater yang besar mengakibatkan semakin banyak jaringan

Universitas Sumatera Utara


13

pulpa yang terinflamasi dan semakin besar kesempatan terkontaminasinya pulpa oleh
bakteri. Lokasi dari bagian pulpa yang terbuka juga menjadi pertimbangan penting pada
prognosis perawatan. Jika lokasinya berada pada dinding aksial dan sisa jaringan pada
korona pulpa tidak mendapat suplai darah, maka daerah tersebut akan mengalami
nekrosis.31
Pada saat melakukan pembuangan jaringan karies untuk dilakukan pulp capping,
maka preparasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak membuat beberapa bagian
dentin terlepas dan terdorong masuk ke dalam jaringan pulpa yang tersisa. Adanya
eksposur mekanis pada pulpa, akan menyebabkan inflamasi akut terjadi pada daerah
yang terbuka. Pembuluh darah akan berdilatasi, terjadi edema, dan PMN leukosit akan
terakumulasi pada lokasi injuri. Bila kerusakan jaringan terlalu besar, pulpa akan
mengalami inflamasi kronis sehingga terjadi nekrosis. Terbukanya pulpa karena
prosedur mekanis memiliki prognosis yang lebih baik daripada terbukanya pulpa karena
proses karies. Perbaikan yang terjadi bergantung dari banyaknya jaringan yang rusak,
adanya pendarahan, usia pasien, ketahanan host dan beberapa faktor lain yang terlibat
dalam perbaikan jaringan ikat.31
Setelah adanya injuri pulpa, maka dentin reparatif akan terbentuk sebagai bagian
dari proses perbaikan pulpa. Pembentukan dentinal bridge telah dijadikan salah satu
kriteria suksesnya pulp capping, dentinal bridge hanya dapat terjadi pada gigi dengan
inflamasi irreversible. Segel marginal pada pulp capping menjadi hal yang utama.
Penyembuhan dan pembentukan dentin tersier adalah ciri pulpa yang inheren. Seperti
halnya jaringan ikat yang lain, maka sebenarnya pulpa akan mereparasi dirinya sendiri.
Penyembuhan setelah amputasi pulpa sama dengan kalsifikasi inisial yang terjadi pada
jaringan normal lain yang terkalsifikasi. Beberapa bahan yang biasa digunakan untuk
perawatan direct pulp capping adalah Ca(OH)2 dan GIC.31

2.2.3 Kalsium Hidroksida sebagai Bahan Direct Pulp Capping


Kalsium hidroksida sejak tahun 1921 sebagai gold standard dalam perawatan
direct pulp capping. Kalsium hidroksida memiliki efek antibakteri yang baik. Hal ini
menyebabkan eliminasi penetrasi bakteri ke dalam pulpa. Kalsium hidroksida dengan

Universitas Sumatera Utara


14

nilai pH-nya yang tinggi menyebabkan iritasi pada jaringan pulpa, sehingga dapat
memicu perbaikan jaringan salah satunya melalui mekanisme pelarutan protein bone
morphogenic (BMP) dan transforming growth factor-beta one (TGF-β1) dari dentin
yang menjadi mediator dalam perbaikan pulpa.36
Protein ini memiliki peran penting dalam memberi sinyal untuk proses
diferensiasi sel odontoblas dalam dentinogenesis. Selama proses disolusi karies pada
dentin, maka protein TGF-β1 yang mudah larut akan berdifusi melalui dentin yang
masih utuh sementara TGF-β1 yang tidak dapat larut akan dimobilisasi pada matriks
dentin yang tidak larut dan hal ini akan menstimulasi odontoblas seperti ikatan-ikatan
TGF-Beta selama odontogenesis.37
Kalsium hidroksida yang diaplikasikan langsung pada jaringan pulpa, akan
menyebabkan nekrosis koagulasi superfisial pada jaringan pulpa dan inflamasi pada
jaringan yang berdekatan. Pembentukan dentinal bridge terjadi pada junction jaringan
nekrotik dan jaringan vital yang terinflamasi. Kalsium hidroksida mampu memelihara
kondisi basa yang diperlukan dalam pembentukan dentin. Dibawah daerah yang
nekrosis, terjadi diferensiasi sel menjadi odontoblastic-like cells dan memperkuat
matriks dentin. 31
Kalsium yang terdapat pada dentinal bridge berasal dari aliran darah. Ion
kalsium dari Ca(OH)2 tidak secara langsung turut serta dalam pembentukan dentin yang
baru.31 Besarnya perubahan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh banyaknya ion OH-
yang dilepas.15 Aksi dari Ca(OH)2 dalam pembentukan dentinal bridge terjadi sebagai
hasil dari iritasi ringan yang terjadi dibawah jaringan pulpa setelah aplikasi bahan ini. 33
Keadaan ini menghasilkan reaksi yang mula-mula terbentuk jaringan keras atau
kalsifikasi yang tidak teratur dan tidak padat. Kemudian baru terbentuk dentin tubuler
dibawahnya oleh odontoblas dari jaringan pulpa vital dibawahnya. Pembentukan
jembatan kalsifikasi pada pulpa yang terbuka merupakan substansi seperti tulang sering
disebut osteodentin.15 Teori ini didukung dengan adanya demonstrasi pembentukan
dentinal bridge yang sukses setelah aplikasi Ca(OH)2 untuk waktu yang singkat, diikuti
dengan pembuangan material tersebut.31

Universitas Sumatera Utara


15

Matriks kolagen berperan dalam pembentukan jaringan keras, sedangkan ion Ca+
sangat berperan pada reaksi enzim dalam sintesis kolagen. Salah satu enzim yang
berperan dalam pembentukan jaringan keras adalah pyrofosfatase. Ion Ca + dalam
konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan peran enzim ini, mengaktifasi adenosin
trifosfatase (ATP) sehingga dapat mendorong terjadinya mekanisme pertahanan, dengan
terjadinya perbaikan atau mineralisasi dentin. 15
Efek antibakteri kalsium hidroksida secara langsung dipengaruhi oleh
banyaknya ion OH- yang dilepaskan menyebabkan terjadinya hidrolisa lipid
lipopolisakarida dari bakteri, meningkatkan permeabilitas membran sel, denaturasi
protein, inaktivasi enzim, dan kerusakan DNA sehingga mengakibatkan kematian
bakteri.15
Kalsium hidroksida merupakan bahan gold standard dalam perawatan pulp
capping, namun bahan ini diketahui memiliki beberapa kelemahan. Bahan ini tidak
memiliki kualitas adhesif yang inheren sehingga menghasilkan segel yang lemah. Selain
itu, ditemukannya defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk. Defek ini
ditemukan ada mulai dari lokasi tempat terbukanya pulpa sampai pada jaringan pulpa
yang lebih dalam melalui dentin reparatif, kadang-kadang ditemukan adanya fibroblas
dan kapiler dalam defek yang terjadi.36 Kadang walaupun pembentukan dentinal bridge
sukses terjadi, pulpa tetap mengalami inflamasi kronis atau menjadi nekrotik. Resorbsi
internal dapat terjadi setelah pulp capping dengan bahan ini.31 Hal ini terjadi karena
adanya pre-odontoklas pada gigi desidui sehingga ketika bahan yang memiliki pH yang
tinggi diletakkan diatas pulpa maka hal ini akan memicu berdiferensiasinya sel
progenitor tersebut menjadi odontoklas.38

2.3 Mekanisme Pembentukan Dentinal bridge pada Perawatan Pulp capping


Jaringan pulpa gigi adalah jaringan ikat longgar yang sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan jaringan ikat longgar lainnya, kecuali bahwa pulpa gigi tidak memiliki
epitel dan memiliki sel yang khas, yaitu sel odontoblas. Bila pulpa terbuka akibat jejas
mekanis maka akan terjadi respon inflamasi, lalu diikuti respon sel fibroblas dan sel
mesenkimal yang tidak terdiferensiasi. Respon inflamasi diawali dengan dilatasi

Universitas Sumatera Utara


16

pembuluh darah diikuti oleh udem dan akumulasi PMN leukosit. Sel fibroblas dan sel
mesenkimal yang tidak terdiferensiasi akan berdiferensiasi menghasilkan sel fibroblas
yang baru. Sel ini akan berproliferasi membentuk kolagen yang selanjutnya mengalami
mineralisasi membentuk dentin reparatif.39
Pembentukan dentinal bridge dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : (1) tahap eksudasi
berlangsung selama 1-5 hari setelah perawatan, (2) tahap proliferasi berlangsung selama
3-7 hari setelah perawatan, (3) tahap pembentukan osteodentin berlangsung selama 5-14
hari setelah perawatan dan (4) tahap pembentukan dentin tubular > 14 hari setelah
perawatan.39
Mekanisme pembentukan dentin reparatif sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun Yamamura dan Tziafas mengajukan dua mekanisme yang mungkin terjadi
dalam pembentukan dentin. Mekanisme pertama, sel odontoblas yang berada dibawah
daerah yang mengalami jejas mengalami degenerasi yang berlanjut menjadi nekrosis.
Sel-sel lain yang berada pada jaringan pulpa seperti sel endotel, sel perisit dan terutama
sel fibroblas yang tidak mengalami jejas akan mengalami mitosis (replikasi DNA)
secara intensif pada siklus sel dan menjadi sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi
(dediferensiasi). Mekanisme ini dibantu oleh sel odontoprogenitor yang mengalami
metaplasia. Sel ini kemudian memerlukan faktor induksi (multipotensial) untuk
berdiferensiasi kembali (rediferensiasi) menjadi sel odontoblas yang baru. Selanjutnya
sel yang telah mengalami rediferensiasi, terutam sel fibroblas akan membentuk serabut
kolagen yang akan teremineralisasi membentuk dentin tubular. 39
Mekanisme kedua, sel odontoprogenitor yang ada pada subodontoblastik daerah
yang kaya akan sel pulpa yang berasal dari sel preodontoblas akan mengalami
diferensiasi terminal menjadi sel odontoblas bila mendapat rangsangan berupa sinyal
molekul yang spesifik tanpa mereplikasi DNA-nya. Sel odontoblas ini selanjutnya akan
membentuk osteodentin. 39
Histological finding setelah direct pulp capping dengan Ca(OH)2 (bentuk dari
odontoblas layer dan dentinal bridge): Pulpa normal (Gambar 1), zona koagulasi
nekrosis (Gambar 2), dilatasi pembuluh darah (Gambar 3), proses inflamasi (Gambar 4),

Universitas Sumatera Utara


17

barrier jaringan keras (Gambar 5), lapisan sel odontoblas (Gambar 6), defek tunnel
pada dentin reparatif (Gambar 7), dan inflamasi sedang (Gambar 8) :

Gambar 1. Pulpa normal40 Gambar 2. Bagian superfisial dari


zona koagualasi nekrosis.
Merupakan gambaran
tahap eksudasi yang terjadi
dalam pembentukan
dentinal bridge (setelah 1
hari)41

Gambar 3. Dilatasi pembuluh darah Gambar 4. Proses inflamasi yang


yang menunjukkan respon terlihat pada pulpa yang
inflamasi (a) dan infiltrasi terbuka (setelah 1
PMN (b) (setelah 1 minggu)43
minggu)42

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 5. Terlihat adanya barrier Gambar 6. Terlihat adanya lapisan sel


jaringan keras yang baru odontoblas disekitar pulpa
terbentuk dengan lapisan sel (setelah 2 minggu)45
odontoblas dibawahnya pada
daerah eksposur. Gambaran
dari tahap pembentukan
osteodentin (setelah 2
minggu)44

Gambar 7.Terlihat defek tunnel pada Gambar 8. Ditemukannya inflamasi


dentin reparatif yang sedang tanpa disertai
terbentuk (tanda panah). pembentukan dentinal
D=dentin,R=reparatif bridge (setelah 15 hari)47
dentin, P=pulpa (setelah 2
minggu)46

Universitas Sumatera Utara


19

2.4 Kandungan Karbonat Apatit (®Gama-cha) dan Kegunaannya


Karbonat apatit (®Gama-cha) merupakan produk bone graft Indonesia pertama
di dunia yang mempunyai struktur identik dengan tulang manusia. Gama-cha
mengandung karbonat apatit (yang merupakan komponen tulang) serta polimer berupa
kolagen terdenaturalisasi. Terutama digunakan dalam bidang implan kedokteran gigi,
pengganti kehilangan struktur tulang pada trauma, tumor, maupun kelainan bawaan.
Pertama kali diluncurkan pada tanggal 18 Agustus 2014, hasil riset dari Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Terdiri atas dua varian, varian pertama
berisi 1 tube 70 mg diameter 6 mm dengan tinggi 10 mm sementara varian kedua berisi
2 tube 50 mg dengan diameter 6 mm dan tinggi 5 mm.48
Karbonat apatit sejauh ini digunakan sebagai material bone graft. Bone graft
adalah suatu bahan yang digunakan dalam proses operatif pada pasien dengan
kerusakan jaringan tulang. Pada jaringan tulang yang mengalami kerusakan, diperlukan
suatu perancah (scaffold) yang akan berfungsi sebagai pengganti lingkungan mikro yang
hilang selama proses kerusakan/kehilangan jaringan tulang. Karbonat apatit berfungsi
memberikan lingkungan mikro yang sesuai dengan jaringan yang hilang, maka bone
graft yang tepat akan membantu terjadinya rekruitmen sel dan menjadi penghubung
celah/gap yang terjadi pada jaringan yang rusak atau hilang sehingga dapat membantu
transportasi nutrisi, peredaran darah, dan zat-zat lain yang diperlukan untuk percepatan
regenerasi jaringan.23
Gama-cha terbuat dari mineral-mineral yang mengandung kalsium dan fosfat,
yang diubah menjadi karbonat apatit (CA). Reaksinya menggunakan reaksi disolusi-
presipitasi suhu tubuh. Karbonat apatit berfungsi untuk mempercepat regenerasi
jaringan tulang setelah proses operatif pada pasien, sebagai material substitusi tulang
untuk mempertahankan ruang (bone defect maintenance) pada tulang yang rusak/hilang,
sebagai material substitusi tulang untuk menggantikan matriks esktraseluler yang hilang
dan memiliki kandungan yang identik dengan matriks ekstraseluler yang hilang pada
tulang yang rusak/hilang, sebagai material substitusi tulang untuk memacu dan
menginduksi pertumbuhan tulang baru.23

Universitas Sumatera Utara


20

Kelebihan karbonat apatit (®Gama-cha) adalah:25


1. Graft tulang pertama di dunia yang identik dengan tulang asli manusia
2. Telah melalui serangkaian uji laboratoris dan klinis pada pasien, dan terbukti
memiliki kualitas yang baik.
3. Memiliki daya osteokonduktivitas yang unggul
4. Memiliki variasi aplikasi yang sangat beragam
5. Memiliki kemampuan pelepasan terkontrol
6. Memiliki sertifikasi halal dari LPOM MUI
7. Merupakan produk yang dikembangkan berdasar GMP (CPAKB)
8. Memiliki izin edar dari Kemenkes RI, terjangkau, produk nasional yang jelas
dan aman, serta mudah didapatkan
9. Dilengkapi database dan layanan konsultasi melalui situs www.gamacha.info
Aplikasi karbonat apatit (®Gama-cha) dilakukan seperti aplikasi graft tulang lain
yang berbentuk komposit. Namun khusus untuk karbonat apatit, dapat langsung
diaplikasikan ke area luka/defek/operasi dan akan mengembang dengan sendirinya saat
berkontak dengan darah atau cairan tubuh. Karbonat apatit dapat juga dibasahi terlebih
dahulu menggunakan salin steril, ataupun bahan tambahan lain seperti PRF (platelet
rich fibrin), PRP (platelet rich plasma) dan antibiotik dengan sediaan cair.23
Karbonat apatit (®Gama-cha) itu sendiri bersifat muko-adhesif dan merupakan
bentuk membran yang tebal. Oleh karena itu, dalam kasus-kasus bedah mulut maupun
periodonsia, penggunaan membran untuk karbonat apatit tidak diperlukan dan terbukti
hasilnya baik. Pada kasus-kasus periodontal, karbonat apatit berfungsi sebagai
membran. Karbonat apatit dapat teresorbsi seluruhnya secara perlahan mulai minggu
ke-4 dan habis pada minggu ke-12 saat tulang telah terbentuk sempurna, lalu mengalami
maturasi hingga minggu ke-24.23

2.5 Mekanisme pembentukan tulang dengan karbonat apatit


Komposisi kimia tulang terdiri dari 67% inorganik dan 33% organik. Inorganik
pada tulang terdiri dari hidroksiapatit sedangkan organik terdiri dari 28% kolagen dan
5% protein non-kolagen. Hal inilah yang menjadi dasar penggunaan karbonat apatit

Universitas Sumatera Utara


21

sebagai bahan bone graft, karena kandungan kalsium dan fosfat yang dimilikinya
membuatnya sama dengan struktur alami tulang manusia. 20 Karbonat apatit (®Gama-
cha) memiliki kandungan karbonat apatit yang secara umum digambarkan melalui
reaksi presipitasi-disolusi sebagai berikut:21
CaCO3 Ca2+ + CO32- (1)
Ca2+ + PO43- + CO32- + OH-
Ca10-a (PO4)6-b(CO3)c(OH)2-d (2)
Proses pembentukan tulang baru diawali oleh fase inflamasi, pada fase ini terjadi
pembentukan jendalan darah terjadi antara minggu pertama sampai minggu kedua. Pada
tingkat seluler, sel- sel inflamasi (neutrofil, makrofag dan fagosit) dan fibroblas akan
menginfiltrasi daerah luka yang distimulasi oleh prostaglandin. Sel-sel inflamasi
bersama dengan osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, serta untuk
mempersiapkan fase reparasi. Infiltrasi sel-sel ini menimbulkan jaringan granulasi,
meningkatkan pertumbuhan vaskuler serta migrasi sel-sel mesenkimal agar area yang
mengalami fraktur mendapat suplai oksigen dan nutrisi dengan baik.20
Selanjutnya terjadi fase reparasi, bone graft akan merangsang pertumbuhan
dengan cara menginduksi dan menjadi media bagi sel-sel punca dan osteoblas untuk
melekat, hidup dan berkembang dengan baik di dalam defek tulang. Kemudian luka
akan distabilisasi oleh kartilago (soft callus) yang nantinya akan menjadi tulang (hard
callus). Fase ini terjadi dalam hitungan beberapa bulan. Karakteristik fase reparatif yaitu
terjadinya diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Khondroblas dan fibroblas juga
akan menginvasi daerah hematom fraktur dan kemudian membawa matriks pada daerah
luka. Kemudian pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6 terbentuk soft callus, yang
tersusun oleh jaringan fibrous dan kartilago.20
Osteoblas ini akan membantu proses mineralisasi soft callus dengan cara
mensekresi matriks (kolagen tipe I) yang nantinya akan menjadi hard callus atau woven
bone. Tulang pada fase ini masih imatur, masih lemah terhadap kekuatan putar dan
kekuatan tekan. Fase reparasi ini menentukan kecepatan proses penyembuhan jaringan
tulang.20

Universitas Sumatera Utara


22

Proses penyembuhan tulang berakhir ketika tercapai fase remodelling tulang.


Fase ini berlangsung beberapa bulan sampai tahun dan berfungsi untuk memperbaiki
bentuk, struktur, serta sifat-sifat mekanis tulang. Pada fase ini, aktifitas osteoblas dan
osteoklas mengubah tulang imatur menjadi matur, dan woven bone yang susunannya
tidak beraturan menjadi lebih beraturan, dengan membentuk lamela yang lebih
terorganisir serta menjadikan daerah fraktur lebih stabil. 20

Universitas Sumatera Utara


23

2.6 Kerangka Teori

Karies
Patofisiologi Prevalensi
Dentin

Pulp Capping:
Direct dan Indirect

- Perforasi -Karies
pulpa< dalam
1mm mendekati
- Pulpa Direct Indirect pulpa
masih vital - Pulpa
- Iatroge- belum
nik terbuka

Ca(OH)2 Karbonat apatit

Kelebihan
Kelebihan:
-bone graft buatan
-gold standard
Indonesia pertama
- memiliki efek
-memiliki struktur
antibakteri yang baik
yang identik dengan
- mampu membentuk
tulang manusia
dentinal bridge
-mengandung
- mampu mensintesis
kalsium dan fosfat
kolagen
-memiliki daya
osteokonduktivitas

Pembentukan dentinal bridge


(keberhasilan perawatan pulpa)

Universitas Sumatera Utara


24

2.7 Kerangka Konsep

Pembentukan dentinal bridge


Direct pulp capping dengan
dilihat dari 3 aspek yaitu:
Karbonat Apatit dan Ca(OH)2
- Tidak adanya peradangan
atau inflamasi pulpa.
- Ditemukannya lapisan sel
odontoblas pada daerah
eksposur.
- Ditemukannya deposisi
jaringan keras pada daerah
yang tereksposur.

Universitas Sumatera Utara


25

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental in vivo. Adapun rancangan
penelitian yang digunakan adalah rancangan post only control group design.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-April 2019.
3.2.2. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Farmasi Universitas
Sumatera Utara dan Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3. Populasi dan sampel


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus Wistar jantan 49
3.3.2. Sampel
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah molar satu kanan dan kiri
maksila tikus Wistar. Tikus wistar yang digunakan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Tikus Wistar jantan putih.
b. Berat badan 200-250 gram.49
c. Usia 8-9 minggu.49
d. Tikus dalam keadaan sehat.
3.3.3. Besar sampel
Jumlah gigi yang digunakan dihitung dengan rumus Federer (1955) 50 yaitu : (t-
1)(n-1) ≥ 15. Dengan t adalah jumlah kelompok percobaan dan n adalah jumlah sampel
tiap kelompok. Kelompok percobaan pada penelitian ini terdiri dari 3 kelompok yaitu

Universitas Sumatera Utara


26

kelompok perlakuan yang diberi karbonat apatit ( ®Gama-cha) sebanyak 10 sampel,


kelompok kontrol positif yang diberi pasta Ca(OH)2 juga sebanyak 10 sampel yang
kedua-duanya ditumpat dengan GIC dan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi
perlakuan bahan pengisi pulpa, hanya dilakukan penambalan dengan bahan GIC juga
dengan jumlah sampel yang sama yaitu sebanyak 10 sampel. Ketiga kelompok
percobaan ini akan diamati selama 2 minggu, oleh karena itu, total gigi Tikus Wistar
yang akan digunakan adalah 30 gigi molar Tikus Wistar. Teknik pemilihan gigi yang
digunakan pada tiap kelompok percobaan adalah simple random sampling.

3.4. Variabel dan Defenisi Operasional


3.4.1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas : Karbonat apatit, kalsium hidroksida
b. Variabel Terikat : Respon inflamasi, reaksi sel odontoblas, pembentukan
dentinal bridge
c. Variabel Terkendali : Jenis tikus, elemen gigi tikus Wistar yang dipreparasi
3.4.2. Defenisi Operasional
Tabel 1. Defenisi Operasional

Defenisi Cara Alat Hasil Skala


No. Variabel
Opersional Ukur Ukur Ukur Ukur
Material
substitusi tulang
berbentuk
Karbo-
komposit padat Timba-
1. nat Penim- Nume-
silinder dengan ngan Miligram
Apatit bangan rik
merek Gama- Mikro
cha
Keluaran dari
STP UGM
Bahan
berbentuk pasta
dengan pH 12,5
Kalsium Timba-
terdiri dari basis Penim- Nume-
2. Hidrok- ngan Miligram
dan katalis bangan rik
sida mikro
perbandingan
1:1 dengan
merek Dycal

Universitas Sumatera Utara


27

No. Variabel Defenisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Opersional Ukur Ukur Ukur
3. Respon Ditemukannya Penga- Mikros- a.Jenis Ordinal
Inflamasi sel-sel matan kop inflamasi:
peradangan pada dengan cahaya skor 1:tidak ada
daerah eksposur, metode dengan inflamasi, skor
yang dapat histolo- perbe- 2: inflamasi
berbentuk sel gis saran kronis, skor 3:
dengan satu atau menggun 400x inflamasi akut
lebih inti yang akan dan kronis, skor
diklasifikasikan pewarna 4: inflamasi akut
menjadi sel an HE b.Intensitas
inflamasi akut dari inflamasi:
(dapat ditandai jaringan skor 1: tidak ada
dengan adanya setebal atau sangat
PMN leukosit, 2-3 sedikit sel
yaitu neutrofil, mikron inflamasi yang
basofil dan yang ditemukan,
eosinofil) dan dipotong skor 2: ringan,
inflamasi kronis dalam skor 3: sedang,
(ditandai dengan arah skor 4: berat
adanya limfosit). vertikal c. Perluasan
Ada 3 aspek inflamasi: skor
yang dinilai 1: tidak ada
yaitu jenis perluasan
inflamasi, inflamasi, skor
intensitas 2: ringan, skor
inflamasi, dan 3: sedang, skor
perluasan 4: berat
inflamasi
4. Reaksi sel Ditemukannya Penga- Mikros- Skor 1: terdapat Ordinal
odonto- sel-sel matan kop sel odontoblas
blas berbentuk dengan cahaya yang tersusun
kolumnar metode dengan rapi/palisade
dengan inti yang histolo- perbe- Skor 2: adanya
lebih besar dari gis saran sel odontoblas
sel inflamasi menggu- 400x dan odontoblast
pada tepi pulpa nakan like cell
yang pewarna- Skor 3: hanya
tereksposur an HE terdapat sel
dari odontblast like
jaringan cell
setebal Skor 4: tidak
2-3 terbentuk sel
mikron odontoblas

Universitas Sumatera Utara


28

No. Variabel Defenisi Cara Alat Hasil Skala


Opersional Ukur Ukur Ukur Ukur
yang
dipotong
dalam
arah
vertikal
5. Pemben- Penga- Mikros- a. Kontinuitas Ordinal
tukan Pembentukan matan kop dentinal bridge:
dentinal jaringan keras dengan cahaya skor 1: sudah
bridge diatas daerah metode dengan terbentuk
pulpa terbuka histolo- perbe- dentinal bridge
dilihat dari 3 gis saran secara
aspek, yaitu: menggun 400x sempurna, skor
kontinuitas akan 2: sudah
dentinal bridge, pewarna terbentuk
morfologi an HE dentinal bridge
dentinal bridge, dari lebih dari
dan ketebalan jaringan setengah
dentinal bridge setebal menutup daerah
2-3 eksposur, skor
mikron 3: sudah
yang terbentuk
dipotong inisiasi dentinal
dalam bridge yang
arah belum menutupi
vertikal setengah dari
daerah eksposur,
skor 4: tidak
terbentuk
dentinal bridge
b. Morfologi
dentinal bridge:
skor 1: sudah
terbentuk dentin
secara
sempurna, skor
2: hanya
terbentuk
deposisi
jaringan keras
yang tidak
teratur, skor 3:
hanya terbentuk

Universitas Sumatera Utara


29

No. Variabel Defenisi Cara Alat Hasil Skala


Opersional Ukur Ukur Ukur Ukur
lapisan tipis dari
deposisi
jaringan keras,
skor 4: tidak
terbentuk
deposisi
jaringan keras
c. Ketebalan
dentinal bridge:
skor 1:
>0,25mm, skor
2: 0,1-0,25 mm,
skor 3: <0,1mm,
skor 4: tidak
terbentuk
dentinal bridge
6. Jenis tikus Tikus Wistar Penim- Timba- gram Nume-
jantan putih bangan ngan rik
dengan berat
200-250 gram
7. Elemen Gigi molar satu Penga- - - Nomi-
gigi tikus kanan dan kiri matan nal
yang maksila
diprepa-
rasi

3.5. Prosedur Penelitian


a. Persiapan Hewan Coba:
1. Hewan coba diberi anastesi umum dengan injeksi intramuskular
menggunakan Ketamin HCL (0,2 ml/injeksi) menggunakan spuit ukuran 1 ml pada paha
tikus dan tunggu selama 3-4 menit sampai tikus Wistar lemas (Gambar 9). Lama kerja
bahan anastesi Ketamin HCL dalam tubuh tikus Wistar selama ± 20 menit.

Universitas Sumatera Utara


30

Gambar 9. Anastesi Ketamin secara IM

2. Buka mulut tikus Wistar dengan bantuan benang yang diikatkan pada gigi
depan tikus Wistar atas dan bawah (Gambar 10). Gunakan pinset untuk meretraksi pipi
dan spatula lidah untuk mengontrol posisi lidah. Pembukaan maksimal mulut tikus
Wistar adalah ±2-3 cm.

Gambar 10. Pembukaan mulut tikus Wistar

b. Prosedur Preparasi:
1. Preparasi gigi molar satu maksila dimulai dengan melakukan disinfeksi
dengan menggunakan cotton pellet yang sudah dibasahi dengan alkohol 70% dengan
bantuan pinset (Gambar 11).

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 11. Disinfeksi molar satu dengan


alkohol 70%

2. Dilakukan preparasi gigi molar dengan menggunakan round diamond bur di


bagian oklusal (klas I) sedalam kepala bur (±0,5 mm) (Gambar 12) sampai terlihat
adanya pendarahan (Gambar 13). Pengamatan pembukaan atap pulpa dibantu dengan
menggunakan loop. Prosedur preparasi dihentikan sebanyak ±3-4 kali untuk mencegah
terjadinya stres pada tikus Wistar selama ±30 detik-1 menit.

Gambar 12. Preparasi gigi dengan round


diamond bur kecepatan sedang

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 13. Kavitas pada gigi molar yang


sudah selesai di preparasi

3. Bersihkan debris dan darah yang ada dengan menggunakan cotton pellet yang
sudah dibasahi larutan salin dengan menggunakan pinset (Gambar 14).

Gambar 14. Pembersihan debris dan darah

4. Karbonat apatit (®Gama-cha) dibuka dari kemasan (Gambar 15) lalu


dihaluskan dengan menggunakan lumpang sampai menjadi butir-butir halus (Gambar
16). Kemudian ditimbang dengan timbangan mikro (Gambar 17). Banyaknya karbonat
apatit (®Gama-cha) yang digunakan adalah konsentrasi 20 mg yang dicampur dengan

Universitas Sumatera Utara


33

setetes salin diatas glass plate (Gambar 18) sampai konsistensinya menyatu dengan
menggunakan semen spatel (Gambar 19). Campuran bahan ini dapat digunakan untuk
mengisi 4 kavitas gigi molar tikus Wistar (satu kavitas ±5mg).

Gambar 15. karbonat apatit (®Gama-cha)

Gambar 16. Penghalusan dengan lumpang

Gambar 17. Penimbangan karbonat apatit

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 18. Perbandingan karbonat apatit


dan salin

Gambar 19. Konsistensi setelah pencam-


puran

5. Pada grup perlakuan, kavitas diisi dengan karbonat apatit ±1/3 dari dalamnya
kavitas (0,15-0,20 mm) dan sisanya ±2/3 dari dalamnya kavitas ditumpat dengan GIC.
Karbonat apatit diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas dengan plastic filling
instrument (Gambar 20) lalu ditekan dengan ball aplicator (Gambar 21) sampai kavitas
terisi dengan baik dan dipastikan tidak menimbulkan traumatik oklusi (Gambar 22)

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 20. Pengambilan karbonat apatit

Gambar 21. Pengisian kavitas dengan ball


aplicator

Gambar 22. Kavitas yang sudah diisi dengan


karbonat apatit

Universitas Sumatera Utara


36

6. GIC diaduk dengan menggunakan spatel agate di atas paper pad dengan
perbandingan antara powder dan liquid adalah 1:1 (Gambar 23) sampai homogen
dengan teknik melipat. Bahan tumpatan diambil dengan menggunakan plastic filling
instrument (Gambar 24), tumpatan diratakan dengan tangan yang sudah diolesi dengan
vaselin atau cocoa butter (Gambar 25)

Gambar 23. Perbandingan GIC (1:1)

Gambar 24. Pengambilan GIC dengan


plastic filling instrument

Gambar 25. Penumpatan GIC

Universitas Sumatera Utara


37

7. Pada grup kontrol positif, kavitas diisi dengan Ca(OH)2. Basis ditimbang
terlebih dahulu (Gambar 26). Perbandingan basis dan katalis adalah 1:1 (Gambar 27).
Basis dan katalis diaduk diatas paper pad dengan menggunakan ball aplicator sampai
tercampur merata lalu diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas dengan ball aplicator
dan ditekan dengan menggunakan ball aplicator.

Gambar 26. Penimbangan basis

Gambar 27. Penimbangan basis dan katalis

Universitas Sumatera Utara


38

8. Pada grup kontrol negatif, kavitas langsung ditumpat dengan GIC (sama
seperti cara sebelumnya).
9. Lakukan preparasi dengan cara yang sama pada gigi molar satu pada rahang
sebelahnya.
10.Tikus Wistar diobservasi selama 20 menit sampai tikus mulai sadar kemudian
tikus dimasukkan ke dalam kandang.
11. Dibuat cadangan tikus Wistar untuk mengantisipasi kematian tikus selama
perawatan sebanyak 3 ekor tikus Wistar yang mana masing-masing tikus dibagi menjadi
cadangan untuk kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif dan kontrol negatif.
12. Tikus diamati selama 2 minggu dan dipelihara di animal house oleh pihak
laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi USU. Peneliti melakukan observasi
keadaan tikus 2-3 kali seminggu untuk memastikan tikus dalam keadaan sehat dan tidak
mati.
c. Surgical Method:
1. Hewan coba dimatikan dengan klorofom secara inhalasi (Gambar 28). Hewan
coba dimasukkan ke dalam sebuah wadah tertutup yang sudah dimasukkan tumpukkan
kapas yang sebelumnya sudah dibasahi dengan klorofom. Hewan coba akan mati ±3-5
menit.

Gambar 28. Cara mematikan tikus

2. Hewan coba diletakkan terlentang di atas parafin (Gambar 29).

Universitas Sumatera Utara


39

Gambar 29. Tikus pada parafin

3. Kepala dan badan tikus Wistar dipisahkan dengan menggunakan pisau bedah.
Lalu kepala tikus dikuliti dengan menggunakan gunting yang dibantu dengan pinset
sampai bersih. Lalu maksila dipisahkan dari kepala dengan bantuan pisau bedah dan
gunting. Segmen maksila dicuci dengan menggunakan larutan salin untuk
membersihkan sampel dari darah dan kontaminasi bakteri (Gambar 30). Masukkan
segmen maksila ke dalam wadah berisi formalin 10% untuk menjaga keutuhan sampel
(Gambar 31).

Gambar 30. Pencucian sampel

Universitas Sumatera Utara


40

Gambar 31. Sampel dalam formalin 10%

d. Pembuatan slide pengamatan


1. Maksila dibagi menjadi dua bagian kanan dan kiri dengan pisau bedah.
2. Sampel didekalsifikasi dengan larutan HCl selama 1-4 hari. Kemudian larutan
diganti setiap hari. Cuci dengan air mengalir selama 24 jam. Kemudian dinetralkan
dengan formalin 10%.
3.Sampel yang sudah lunak dimasukkan ke dalam parafin blok (Gambar 32).
Kemudian diinfiltrasi dengan cairan parafin (lilin) dilakukan selama 15 menit dengan
suhu 620C (Gambar 33).

Gambar 32. Parafin blok

Universitas Sumatera Utara


41

Gambar 33. Pengisian cairan parafin

4. Dilakukan proses pemotongan blok jaringan dengan menggunakan pisau


mikrotom setebal 5-6 μm (Gambar 34) dan diletakkan pada kaca objek.

Gambar 34. Pemotongan blok jaringan

5. Jaringan yang sudah didapat melalui proses sectioning dimasukkan ke dalam


waterbath (450C) (Gambar 35).

Universitas Sumatera Utara


42

Gambar 35. Perendaman dalam waterbath

6. Pemisahan jaringan dengan parafin dilakukan dengan pemanasan di atas


mesin pemanas (Gambar 36) sehingga jaringan seluruhnya tertinggal pada kaca objek.

Gambar 36. Pemisahan jaringan dengan


parafin

7. Kaca objek direndam di dalam larutan xylol (Gambar 37) masing-masing 2


kali, alkohol masing-masing 2 kali selama 1 menit, alkohol 95% masing-masing selama
1 menit, larutan iodin selama 10 menit, kemudian dicelupkan 4 kali dalam air mengalir.

Universitas Sumatera Utara


43

Gambar 37. Perendaman kaca objek

8. Kaca objek diberi pewarnaan dengan hematoksilin selama 3-5 menit lalu
dicuci dengan air mengalir kemudian diberi pewarnaan eosin selama 2-3 menit (Gambar
38) lalu dicuci lagi dengan air mengalir.

Gambar 38. Pewarnaan kaca objek

9. Lalu kaca objek ditutup dengan deck glaser dan diberi perekat dengan Canada
Balsem. Kaca objek siap diamati di bawah mikroskop cahaya.
e. Pengamatan sediaan histopatologi
Histomorfologi dievaluasi dengan pengamatan kaca objek di bawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran 400x. Hasil pengamatan dibaca oleh dr.Jamalludin Siregar,

Universitas Sumatera Utara


44

Sp.PA dari Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, lalu
diberikan kepada peneliti. Masing-masing slide yang diperoleh akan diberi skor yang
sesuai, skor 1 adalah hasil yang paling diinginkan sementara skor 4 adalah hasil yang
paling tidak diinginkan.

3.6. Metode Analisis Data


Data yang diperoleh diediting lalu ditabulasi, lalu dilakukan uji statistik
nonparametrik yaitu Uji Kruskall-Wallis (bxk) karena tidak memenuhi syarat Uji Chi-
Square dengan derajat kemaknaan 95%. Apabila hasil yang diperoleh bermakna secara
statistik maka dilakukan uji post hoc yaitu Mann-Whitney test dengan α=0,05 untuk
menentukan kelompok mana yang memiliki perbedaan secara signifikan diantara ketiga
kelompok bahan yang telah diuji sebelumnya.

3.7. Etika Penelitian


Ethical Clearance dari Komisi Etik Pelaksanaan Bidang Kesehatan oleh Health
Research Ethical Committee USU dengan No. 68/TGL/KEPK FK USU-RSUP
HAM/2019.

Universitas Sumatera Utara


45

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada hasil pengamatan ternyata tidak ditemukan odontoblas maupun dentinal


bridge pada hampir semua kelompok percobaan. Pada pengamatan dentinal bridge,
hanya ditemukan satu sampel yang diberi perlakuan karbonat apatit yang menunjukkan
adanya inisiasi dentinal bridge berbentuk seperti lapisan tipis dengan tebal kurang dari
0,1 mm sementara pada dua kelompok percobaan lainnya tidak ditemukan adanya
sampel yang menunjukkan inisiasi tersebut. Pada pengamatan lapisan sel odontoblas,
masing-masing satu sampel dari ketiga kelompok percobaan menunjukkan adanya sel
odontoblas dan odontoblast like cell. Hal ini menunjukkan bahwa karbonat apatit juga
memiliki potensi merangsang deposisi jaringan keras sama halnya dengan Ca(OH)2
yang dianggap sebagai gold standard, dibuktikan dengan terlihatnya inisiasi dentinal
bridge yang terjadi pada sampel yang diberi karbonat apatit. Berikut adalah gambar
yang menunjukkan morfologi pulp-dentinal complex antara ketiga bahan yang diamati
(Gambar 39).

P D P
P
D D

a1 b1 c1

Universitas Sumatera Utara


46

P P P
D

D D
a2 b2 c2
Gambar 39. Morfologi pulp-dentin complex pada ketiga kelompok sampel.(a) kelompok
sampel yang diberi karbonat apatit, (b) kelompok sampel yang diberi
Ca(OH)2, (c) kelompok sampel kontrol negatif. Skala bar=200µm. (a1)
panah biru menunjukkan inisiasi deposisi jaringan keras yang mulai terjadi
2 minggu setelah diberi karbonat apatit. Panah merah menunjukkan
odontoblas dan odontoblast like cell. Ketiga kelompok sampel
menunjukkan adanya sel inflamasi (panah hitam). (c2) terlihat adanya
inflamasi kronis pada sampel kontrol negatif, ditunjukkan dengan adanya
sel limfosit yang basofilik. D=dentin; P=pulpa

Kelompok yang diberi karbonat apatit secara substansi pada pengamatan jenis
inflamasi menunjukkan 3 sampel yang mendapatkan skor 1 (tidak ada inflamasi)
sementara hanya ada 1 sampel dengan skor yang sama pada kelompok Ca(OH)2.
Kelompok yang diberi Ca(OH)2 lebih banyak mendapatkan skor 2 (inflamasi kronis)
sebanyak 6 sampel sementara pada kelompok karbonat apatit hanya ada 4 sampel
dengan skor yang sama. Pada kedua kelompok percobaan tidak ada yang mendapatkan
skor 4 (inflamasi akut). Hasil ini berbeda dengan kelompok kontrol negatif dimana tidak
ada sama sekali sampel yang mendapatkan skor 1 dan terdapat jumlah yang seimbang
antara sampel dengan skor 2 dan skor 3 pada kelompok perlakuan ini yakni masing-
masing sebanyak 5 sampel. Pada kelompok kontrol negatif juga tidak ada sama sekali
sampel yang mendapatkan skor 4. Hal ini menunjukkan bahwa karbonat apatit dan
Ca(OH)2 mampu mengeliminasi bakteri dan benda asing dari pulpa dengan baik, bila
inflamasi akut masih ditemukan maka hal itu dikaitkan dengan adanya jejas baru pada
pulpa karena inflamasi akut memiliki onset yang dini dan durasi yang pendek (hitungan
menit hingga hari).54 Hasil pengamatan terhadap jenis inflamasi menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


47

tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05) antara karbonat apatit, Ca(OH)2
dan kontrol negatif terhadap jenis inflamasi yang ditemukan pada daerah yang
tereksposur (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil pengamatan jenis inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok sampel
setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Jenis Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 4 3
10 -
apatit (30%) (40%) (30%)
1 6 3
Ca(OH)2 10 - 0,302
(10%) (60%) (30%)
5 5
Kontrol negatif 10 - -
(50%) (50%)
4 15 11
Total 30 -
(13,3%) (50,0%) (36,7%)
Ket: Skor 1= tidak ada inflamasi; Skor 2= inflamasi kronis (sel inflamasi tidak bergranular); Skor 3=
inflamasi akut dan kronis; Skor 4= inflamasi akut (sel inflamasi bergranular). (*) menggunakan uji
Kruskal Wallis dengan α=0,05.

Kelompok percobaan yang diberi karbonat apatit pada pengamatan intensitas


inflamasi menunjukkan sebanyak 3 sampel yang mendapatkan skor 1 (tidak ada
inflamasi), lebih banyak dibanding dengan kelompok Ca(OH)2 yang hanya ditemukan 1
sampel dengan skor yang sama. Skor 2 (jumlah sel inflamasi <10) lebih banyak
ditemukan pada kelompok Ca(OH)2 yaitu sebanyak 4 sampel sementara pada kelompok
karbonat apatit hanya ditemukan 3 sampel dengan skor yang sama. Kelompok yang
diberi karbonat apatit tidak menunjukkan adanya sampel yang mendapatkan skor 4
(jumlah sel inflamasi >25) berbeda dengan kelompok Ca(OH) 2 yang menunjukkan
sebanyak 2 sampel dengan skor 4 dan kelompok kontrol negatif sebanyak 3 sampel
dengan skor yang sama. Pada kelompok kontrol negatif tidak ada sama sekali sampel
yang mendapatkan skor 1, sampel pada kelompok percobaan ini lebih banyak
mendapatkan skor 3 (jumlah sel inflamasi 10-25) sebanyak 6 sampel. Hasil pengamatan

Universitas Sumatera Utara


48

terhadap intensitas inflamasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara


statistik (p<0,05) antara karbonat apatit, Ca(OH)2 dan kontrol negatif terhadap intensitas
inflamasi yang terjadi pada pulpa (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil pengamatan intensitas inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok
sampel setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Intensitas Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 3 4
10 -
apatit (30%) (30%) (40%)
1 4 3 2
Ca(OH)2 10
(10%) (40%) (30%) (20%)
0,031
1 6 3
Kontrol negatif 10 -
(10%) (60%) (30%)
4 8 13 5
Total 30
(13,3%) (26,7%) (43,3%) (16,7%)
Ket: Skor 1= tidak ada atau sangat sedikit sel inflamasi yang ditemukan; Skor 2= ringan (rata-rata
jumlah sel inflamasi <10); Skor 3=sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25); Skor 4= berat
(rata-rata jumlah sel inflamasi >25). (*) menggunakan uji Kruskal Wallis dengan α=0,05.

Dilakukan uji lanjutan (post hoc) antara ketiga bahan menggunakan Mann-
Whitney test dengan derajat α=0,05 untuk menentukan antara kelompok bahan yang
mana diantara ketiga kelompok bahan yang sudah diuji sebelumnya yang memiliki
perbedaan yang signifikan. Didapatkan hasil bahwa kelompok yang diberi karbonat
apatit dan kelompok sampel kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna secara
statistik (p=0,011). Pada kelompok yang diberi karbonat apatit dengan kelompok
sampel yang diberi Ca(OH)2 diperoleh hasil yang tidak signifikan (p= 0,315) sama
halnya antara kelompok sampel yang diberi Ca(OH) 2 dengan kelompok sampel kontrol
negatif juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p= 0,165).
Kelompok sampel yang diberi perlakuan karbonat apatit pada pengamatan
perluasan inflamasi menunjukkan lebih banyak sampel yang mendapatkan skor 1 (tidak
ada perluasan inflamasi) yaitu sebanyak 3 sampel sementara pada kelompok Ca(OH)2
hanya ada 1 sampel dengan skor yang sama. Skor 2 (meluas disekitar daerah eksposur)

Universitas Sumatera Utara


49

lebih banyak ditemukan pada kelompok Ca(OH) 2 yaitu sebanyak 5 sampel sementara
pada kelompok karbonat apatit hanya ada 4 sampel. Pada kelompok kontrol negatif
lebih banyak ditemukan sampel dengan skor 3 (meluas lebih dari atap pulpa sampai
pertengahan pulpa) sebanyak 6 sampel, sementara sisanya mendapatkan skor 2. Pada
ketiga kelompok percobaan tidak ada sama sekali sampel yang mendapatkan skor 4
(nekrosis pulpa). Hal ini menunjukkan bahwa karbonat apatit dan Ca(OH)2 berpotensi
digunakan dalam direct pulp capping karena tidak merangsang inflamasi yang berat
yang dapat memperburuk prognosis perawatan. Pada hasil pengamatan terhadap
perluasan inflamasi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik
(p>0,05) antara karbonat apatit, Ca(OH)2 dan kontrol negatif terhadap perluasan
inflamasi yang terjadi pada daerah yang tereksposur (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil pengamatan perluasan inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok
sampel setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Perluasan Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 4 3
10 -
apatit (30%) (40%) (30%)
1 5 4
Ca(OH)2 10 -
(10%) (50%) (40%)
0,200
4 6
Kontrol negatif 10 - -
(40%) (60%)
4 13 13
Total 30 -
(13,3%) (43,3%) (43,3%)
Ket: Skor 1= tidak ada perluasan inflamasi; Skor 2= ringan (sel inflamasi hanya terdapat dekat dengan
daerah eksposur pulpa/dentinal bridge); Skor 3=sedang (sel inflamasi ditemukan pada 1/3 atau
lebih dari atap pulpa sampai pertengahan pulpa); Skor 4= berat (semua pulpa terinfiltrasi sel
inflamasi/nekrosis pulpa). (*) menggunakan uji Kruskal Wallis dengan α=0,05.

Universitas Sumatera Utara


50

Adapun hasil pengamatan terhadap reaksi inflamasi yang terjadi pada pulpa pada
kelompok sampel yang diberi karbonat apatit (®Gama-cha) dapat dilihat pada gambar
berikut (Gambar 40).

D
P
D

a b

D
D
P

c d
Gambar 40. Reaksi inflamasi yang terjadi pada sampel yang diberi karbonat apatit.
Skala bar=200µm. (a) sampel yang menunjukkan inflamasi akut dan
inflamasi kronis. Intensitas inflamasi ringan (rata-rata jumlah sel inflamasi
<10). (b) sampel yang hanya mengalami inflamasi kronis. Intensitas
inflamasi sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25) dengan perluasan
inflamasi sedang yaitu ditemukan pada 1/3 atau lebih dari atap pulpa
sampai pertengahan pulpa. (c) sampel dengan inflamasi yang perluasan
inflamasinya ringan yaitu dekat dengan daerah eksposur. (d) sampel yang
tidak atau sedikit sekali mengalami inflamasi. Inflamasi akut ditandai
dengan adanya leukosit polimorfonukleus berupa neutrofil dengan 2-5
lobus, eosinofil yang berlobus dua dengan granul eosinofiliknya yang jelas
sedangkan inflamasi kronis ditandai dengan adanya limfosit dengan satu
inti bulat dan sitoplasma yang basofilik seperti lingkaran tipis yang
mengelilingi inti. Panah merah= inflamasi kronis; panah hijau= inflamasi
akut; D=dentin; P=pulpa

Universitas Sumatera Utara


51

BAB 5

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba karena tikus salah satu
jenis mamalia yang secara luas digunakan sebagai hewan coba pada penelitian dalam
laboratorium (in vivo). Selain itu, jenis tikus laboratorium seperti tikus Wistar pada
umumnya dapat menjadi jinak dan mudah dilatih. Susunan gigi pada satu rahang tikus
Wistar terdiri dari dua insisivus dan tiga molar yang keduanya terpisah cukup jauh. Gigi
insisivus tikus Wistar tidak dapat dibandingkan dengan gigi manusia karena bentuknya
khas hewan pengerat yaitu terus menerus tumbuh dengan apex yang terbuka lebar. Hal
ini sangat berbeda dengan gigi molar tikus Wistar yang dapat dikatakan sebagai bentuk
miniatur dari molar manusia karena kesamaan anatominya yakni terdiri dari kamar
pulpa, jaringan pulpa, akar gigi dan apikal delta dengan foramen apikal minor. 49,51
Pertimbangan etik dan harga tikus yang murah juga menjadikannya pilihan banyak
peneliti dalam model penelitian in vivo, walaupun tikus memiliki kelemahan bila
dibandingkan dengan hewan coba seperti monyet dan anjing yaitu ukuran giginya yang
jauh lebih kecil dan letak molarnya yang berada jauh dari insisivus sehingga
menyulitkan akses ketika preparasi dan mengaplikasikan bahan. 52 Penelitian ini
menerapkan prinsip etik 3R, yaitu Replacement (keperluan memanfaatkan hewan
percobaan sudah di perhitungkan secara seksama, dari pengalaman terdahulu maupun
literatur), Reduction (pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi
tetap mendapatkan hasil yang optimal), dan Refinement (memperlakukan hewan coba
secara manusiawi).
Penelitian ini menggunakan karbonat apatit sebagai bahan yang diuji cobakan
dalam perawatan direct pulp capping karena bahan ini mampu merangsang osteoblas
pada tulang. Dewi dan Triawan dalam penelitiannya menemukan bahwa karbonat apatit
(C-Ap) dan C-Ap-Chitosan sama-sama berpotensi memperbaiki regenerasi tulang,
bahkan substitusi karbonat apatit pada tulang menunjukkan proses penyembuhan yang
lebih cepat daripada C-Ap-Chitosan. Aktivitas osteoblas dan osteoklas adalah penanda

Universitas Sumatera Utara


52

biokemikal potensial dari pembentukan tulang, ditemukannya osteoblas


mengindikasikan bahwa proses pembentukan tulang terus terjadi, setelah proses
maturasi selesai, osteoblas akan terkalsifikasi dan menjadi osteosit dan berlanjut ke
tahap remodeling tulang oleh osteoklas.53 Osteoblas dan osteoklas pada tulang memiliki
fungsi yang sama dengan odontoblas dan odontoklas pada gigi. Bila karbonat apatit (C-
Ap) mampu merangsang adanya osteoblas pada tulang maka bahan ini juga mungkin
memiliki potensi untuk merangsang terdiferensiasinya odontoblas pada gigi, mengingat
gigi dan tulang memiliki komposisi yang hampir sama. Trowbridge et al.
mengemukakan bahwa dentinogenesis dan osteogenesis adalah proses yang hampir
mirip, maka tidak mengherankan bila odontoblas dan osteoblas memiliki banyak
kesamaan karakteristik. Kedua sel ini mampu memproduksi matriks yang tersusun dari
fiber kolagen dan proteoglikan yang selanjutnya akan mengalami mineralisasi. 54
Pada tabel 2 diperoleh hasil bahwa hampir semua kelompok sampel
menunjukkan adanya sel inflamasi kronis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Trongkij et al. yang menemukan adanya inflamasi akut lokal pada hari
pertama setelah direct pulp capping dilakukan, dan pada hari ke-7 ditemukan adanya
limfosit dan sel plasma, dengan sedikit PMN leukosit dan makrofag yang menunjukkan
inflamasi menahun (kronis) pada pulpa.55 Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu
(lebih dari 7 hari) maka sel-sel inflamasi yang ditemukan kebanyakan adalah jenis sel
limfosit karena menunjukkan inflamasi sudah terjadi dalam waktu yang sedikit lama.
Reaksi inflamasi akut berlangsung selama hari pertama hingga hari kelima setelah injuri
terjadi untuk mengeliminasi substansi yang dapat membahayakan jaringan dan
menghindari kerusakan lebih lanjut dari jaringan pulpa. 45 Beberapa sampel penelitian
(Tabel 2) menunjukkan masih adanya inflamasi akut yang terjadi, hal ini dapat
dikaitkan dengan masih adanya sisa-sisa bakteri didalam pulpa, mengingat neutrofil
sebagai sel PMN leukosit pertama yang dilepaskan pada daerah injuri bersama dengan
makrofag berfungsi memfagosit bakteri dan benda asing pada jaringan pulpa. Respon
inflamasi ini akan terus berlanjut sampai benda asing tereliminasi sepenuhnya dari
pulpa dan terjadi perbaikan jaringan.54

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 3 menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang bermakna secara statistik


pada intensitas inflamasi antara ketiga kelompok bahan yang diamati. Dilihat dari hasil
uji Mann-Whitney yang telah dilakukan ditemukan bahwa perbedaan paling signifikan
terdapat antara kelompok sampel yang diberi karbonat apatit dengan kelompok sampel
kontrol negatif. Hal ini mungkin disebabkan karena pada kontrol negatif, bahan GIC
kontak langsung dengan daerah pulpa sehingga akan terjadi zona nekrosis yang
terlokalisasi pada pulpa.56 GIC memberi segel bakteri dan biokompatibilitas yang baik
ketika digunakan dekat dengan pulpa tetapi tidak berkontak langsung dengan pulpa.
GIC diketahui memiliki beberapa kelemahan seperti menyebabkan inflamasi kronis,
kurangnya pembentukan reparatif dentin, sitotoksik ketika langsung kontak dengan sel,
dan karakteristik fisik yang lemah (kelarutan yang tinggi dan waktu setting yang
lambat).57 Sifat dari GIC yang sitotoksik ketika kontak langsung dengan sel inilah yang
mungkin menjadi penyebab mengapa secara substansi inflamasi lebih banyak terjadi
pada sampel yang hanya ditumpat dengan bahan ini.
Dalam tabel 2 dan tabel 4 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara reaksi inflamasi pulpa yang terjadi pada kelompok sampel yang diberi karbonat
apatit dan Ca(OH)2. Hal ini mungkin disebabkan karena pada dasarnya karbonat apatit
dan Ca(OH)2 sama-sama memiliki unsur basa yaitu OH- yang diketahui menyebabkan
denaturasi protein pada dinding sel bakteri yang memungkinkan terjadinya kematian
bakteri sehingga akan memberi sinyal pada sel inflamasi untuk memfagosit benda asing
tersebut.20 Tidak adanya perbedaan inflamasi yang signifikan juga dapat dikaitkan
dengan konsistensi prosedur eksperimen yang dilakukan dan keterampilan dari operator
yang bersangkutan, misalnya bila ukuran dari daerah yang dipreparasi tidak selalu
konsisten, dimana semakin besar area pulpa yang terbuka maka waktu penyembuhan
yang dibutuhkan akan semakin lama dan kesalahan yang dilakukan selama prosedur
preparasi dapat menjadikan penelitian bias hasilnya. 55
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara substansi, pada
kelompok sampel yang diberi Ca(OH)2 hanya ada 1 sampel yang menunjukkan adanya
odontoblast like cell. Hal ini mungkin berkaitan dengan beberapa hasil penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa Ca(OH)2 tidak memberikan adaptasi yang baik

Universitas Sumatera Utara


54

dengan dentin, tidak merangsang diferensiasi odontoblas secara konsisten dan dapat
bersifat sitotoksik terhadap perkembangan sel pulpa. 58 Berdasarkan penelitian
sebelumnya, pembentukan odontoblast like cell dapat terjadi mulai dari hari ke-7
maupun hari ke-21.59,60 Kerusakan dari odontoblas akan segera diikuti oleh
meningkatnya aktivitas mitosis dari fibroblas yang berasal dari rich cell zone yang
berdekatan yang akan menggantikan fungsi dari odontoblas yang sudah mati. Cox et al.
dalam penelitian yang telah dilakukannya menemukan bahwa penyembuhan pulpa lebih
bergantung pada kemampuan bahan kaping yang diberikan untuk mencegah masuknya
bakteri daripada karakteristik khusus yang dimiliki oleh bahan tersebut. Oleh karena itu,
penting untuk membuat segel marginal yang rapat sehingga pulpa memiliki kemampuan
untuk regenerasi dengan terdiferensiasinya sel-sel pulpa untuk membentuk dentin
tubuler.61 Ca(OH)2 mudah larut dalam air dan asam, kekuatan dari bahan ini relatif
rendah sementara kelarutannya tinggi.62
Setelah pengamatan dilakukan pada ketiga kelompok sampel percobaan, secara
substansi hanya terdapat 1 sampel yang menunjukkan adanya inisiasi dentinal bridge
serta odontoblas dan odontoblast like cell pada kelompok sampel yang diberi perlakuan
karbonat apatit. Hal ini mungkin mengindikasikan karbonat apatit memiliki potensi
sebagai bahan alternatif yang dapat digunakan dalam perawatan direct pulp capping
berdasarkan kemampuannya yang ternyata dapat merangsang deposisi jaringan keras
pada gigi, walaupun bahan ini sebelumnya dikenal sebagai bone graft. Penelitian yang
dilakukan oleh Yukawa et al. menunjukkan karbonat apatit memiliki osteokonduktivitas
yang lebih baik daripada kelompok kontrol yang diperlihatkan dengan ditemukannya sel
osteoblas dan deposisi matriks tulang disekitar granul karbonat apatit tanpa jaringan
fibrous dalam waktu 2 minggu.21 Hal ini sedikit berbeda dengan hasil pengamatan yang
ditemukan karena tidak semua sampel yang diberi karbonat apatit menunjukkan adanya
odontoblas maupun deposisi dari dentinal bridge, ini sangat mungkin terkait dengan
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa inisiasi dentinal bridge dimulai
setelah 14 hari perawatan. Decup et al. dan Andelin et al. dalam penelitiannya
menemukan bahwa dentinal bridge terbentuk pada hari ke-30 setelah setelah
dilakukannya direct pulp capping pada molar satu maksila.43 Frozoni et al. dalam

Universitas Sumatera Utara


55

penelitiannya menunjukkan bahwa dentinal bridge ditemukan setelah 4 minggu injuri


terjadi.54 Beberapa peneliti lain menemukan kecepatan pembentukan dari dentinal
bridge sendiri adalah 3,5mm/hari untuk 3 minggu pertama setelah terjadinya inisiasi
pembentukan dentin baru dan akan berhenti setelah 132 hari pos-operatif menurut hasil
penelitian yang dilakukan pada preparasi kavitas klas V dari gigi manusia. Pembentukan
reparatif dentinogenesis belum sepenuhnya diketahui meskipun banyak penelitian sudah
dilakukan.63 Waktu pengamatan selama 2 minggu mungkin menjadi penyebab mengapa
hanya ada sedikit sampel yang menunjukkan adanya inisiasi dentinal bridge, walaupun
demikian karbonat apatit ternyata secara substansi lebih cepat membentuk deposisi
jaringan keras dibandingkan Ca(OH)2 dan kontrol negatif, namun pembuktian penelitian
lebih lanjut perlu dilakukan dengan memperpanjang waktu pengamatan.

Universitas Sumatera Utara


56

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Karbonat apatit bersifat biokompatibel karena kurang menyebabkan munculnya
inflamasi dibandingkan bahan Ca(OH)2, dan berpotensi untuk digunakan sebagai
alternatif bahan direct pulp capping karena ditemukan 1 sampel yang menunjukkan
adanya sel odontoblas dan inisiasi dentinal bridge dibandingkan dengan Ca(OH)2 dan
kontrol negatif setelah pengamatan 2 minggu.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi karbonat apatit
dalam perawatan direct pulp capping dengan menambah waktu pengamatan lebih lama
lagi.
2. Sampel penelitian perlu ditambah agar hasil penelitian lebih terdistribusi
normal.

Universitas Sumatera Utara


57

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics. Policy on Early Childhood Caries (ECC):


classifications, consequences, and preventive strategies. J Pediatr Dent 2008; 37(6):
50-2.
2. Nurlila RU, Fua JL, Meliana. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
tentang kesehatan gigi pada siswa di SD Kartika XX-10 Kota Kendari tahun 2015. J
Al-Ta’dib 2016;9(1):94-119.
3. Ramayanti S, Purnakarya I. Peran makanan terhadap kejadian karies gigi. J Kes Mas
2013;7(2):89-93.
4. Noerdin S. Perawatan pulpotomi dengan formokresol yang dicairkan seperlima pada
gigi anak: suatu studi kepustakaan. J Ked Gigi Universitas Indonesia 1997;4(2):25-
38.
5. Widayanti N. Faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun.
J Berkala Epidemiologi 2014;2(2):196-205.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta 2013: 111.
7. Torres MGG,Santos AS, Neves FS, Arriaga ML,Campos PFS, Crusoe-Rebello I.
Assessment of enamel-dentin caries lesion detection using bitewing PSP digital
images. J Appl Oral Sci 2011;19(5):462-8.
8. Hultquist AI, Bagesund M. Dentin caries risk indicators in 1-year-olds. A 2 years
follow up study. Acta Odontologica Scandinavica 2016;74(8): 613-9.
9. Milcheva N, Kabaktchieva R, Gateva N. Direct pulp capping in treatment of
reversible pulpitis in primary teeth-clinical protocol. J IMAB 2016;22(4):1348-51.
10.Prijambodo SK. Stimulasi aktivitas fibroblas pulpa dengan pemberian TGF-β1
sebagai bahan perawatan direct pulp capping. Disertasi. Surabaya: Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, 2005:153-6.
11.AAPD. Guideline on pulp therapy for primary and immature permanent teeth.
Reference Manual 2009;32(6): 194-201.

Universitas Sumatera Utara


58

12.Alex G. Direct and indirect pulp capping: a brief history, material innovations, and
clinical case report. Compendium 2018; 39(3):182-9.
13.Mellisa, Hadriyanto W, Gunawan JA. Trioxide aggregate (MTA) studi pustaka.
MIKGI 2011 Edisi Khusus:86-91.
14.Trilaksana AC. Dinamika kadar leptin dan fibronektin terhadap calcium hydroxide
dan mineral trioxide aggregate sebagai bahan pulp capping. Disertasi. Makassar:
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2015: 19-51.
15.Sidharta W. Penggunaan kalsium hidroksida di bidang konservasi gigi. JKGUI
2000;7(edisi khusus): 435-43.
16.Gandolvi MG, Siboni F, Botero T, Bossu M, Riccitiello F, Prati C. Calcium silicate
and calcium hydroxide materials for pulp capping: biointeractivity, porosity,
solubility, and bioactivity of current formulations. J Appl Biomater Funct Mater
2014;0(0): 1-18.
17.Sujlana A, Pannu PK. Direct pulp capping: a treatment options in primary teeth
(Review). Pediatr Dent J 2017: 1-7.
18.Aeinehchi M, Eslami B, Ghanbaria M, Saffar AS. Mineral trioxide aggregate (MTA)
and calcium hydroxide as pulp-capping agents in human teeth: a preliminary report.
Int Endod J 2002; 36:225-31.
19.Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Laporan Kinerja 2016.
Jakarta 2016:87.
20.Ardhiyanto HB. Peran hidroksiapatit sebagai bone graft dalam proses penyembuhan
tulang. Stomatognatic J.K.G. Unej 2011;8(2):118-21.
21.Ayukawa Y, Suzuki Y, Tsuru K, Koyano K, Ishikawa K. Histological comparison in
rats between carbonate apatite fabricated from gypsum and sintered hydroxyapatite
on bone remodelling. Biomed Research 2015:1-7.
22.Wulansari I, Widiastuti MG, Prihartiningsih. Autotransplantasi gigi-gigi impaksi
insisivus maksila kanan disertai kista dentigerous dengan penambahan graft kolagen
karbonat apatit. Odonto Dent J 2018;5(1):9-17.
23.PT Swayasa Prakarsa. GamaCha your bone regeneration scaffold. 25 Juni 2013.
http://gamacha.info/profile (21 September 2018).

Universitas Sumatera Utara


59

24.Zakaria MN, Cahyanto A. An introduction to carbonate apatite as a biocompatible


material in dentistry. Dalam: Zakaria MN. Pertemuan Ilmiah Tahunan 8, Prodi
Kedokteran Gigi Unjani, 31 Maret 2017:81-4.
25.Surbakti A, Oley MC, Prasetyo E. Perbandingan antara penggunaan karbonat apatit
dan hidroksi apatit pada proses penutupan defek kalvaria dengan menggunakan
plasma kaya trombosit. JBM 2017;9(2):107-14.
26.Selwitz RH, Ismail AI, Pitts NB. Dental caries. Thelancet 2007;369:51-60.
27.Suratri MAL, Jovina TA, Tjahja I. Pengaruh (pH) saliva terhadap terjadinya karies
gigi pada anak usia prasekolah. Buletin penelitian kesehatan 2017;45(4):241-8.
28.Nasution AI. Dentin. In: Jaringan keras gigi- aspek mikrostruktur dan aplikasi riset.
Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2016:46.
29.Cawson RA, Odell EW. Dental caries. In: Cawson’s essentials of oral pathology
and oral medicine. London: Churchill Livingstone Elsevier, 2009: 124-9.
30.Kawashima N, Okiji T. Odontoblasts: specialized hard tissue forming cells in the
dentin pulp complex. Congenital anomalies 2016;56:144-53.
31.Cohen S, Hargreaves KM. Pediatric endodontics: endodontic treatment for the
primary and young permanent dentition. In: Keiser K ed. Pathways of the pulp, Ninth
Edition. Canada: Mosby Elsevier, 2002: 823-4.
32.Borse M, Nagar P, Jessy P, Tanvi P. Dental caries in primary and permanent in 7-8-
year old school children evaluated with caries assessment spectrum and treatment
(CAST) index from Bangalore North. IJCMR 2016;3(8):2275-8.
33.Shalan HM, Bakr RMA. Oral health status of preschool children in Egypt. Acta
Scientific Dent Sciences 2018: 67-72.
34.Autio Gold JT et al. Prevalence of noncavitated and cavitated carious lesions in 5-
year-old head start schoolchildren in Alachua County, Florida. Pediatric Dentistry
2005;27(1):54-60.
35.Tarigan R. Mempertahankan gigi dalam keadaan vital. Dalam: Juwono L ed.
Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Edisi ketiga. Jakarta: EGC, 2012: 97.
36.Hilton TJ. Keys to clinical success with pulp capping: a review of the literature.
Operative Dentistry 2009;34(5):615-25.

Universitas Sumatera Utara


60

37.Cohen S, Hargreaves KM. Pulpal reaction to caries and dental procedures. In: Keiser
K ed. Pathways of the pulp, Ninth Edition. Canada: Mosby Elsevier, 2002: 515.
38.Ravi GR, Subramanyam RV. Calcium hydroxide-induced resorption of deciduous
teeth: a possible explanation. Dental hypotheses 2012;3(3):90-4.
39.Sabir A, Sanusi VH. Perawatan pulp capping langsung pada gigi sulung. Dalam:
Achmad MH. Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Kedokteran Gigi Anak V, 2011:
179-94.
40.Kamal EM, Nabih SM, Obeid RF, Abdelhameed MA. The reparative capacity of
different bioactive dental materials for direct pulp capping. Dent Med Probl
2018;55(2):147-52.
41.Dammaschke T, Wolff P, Sagheri D, Stratmann U, Schafer E. Mineral trioxide
aggregate for direct pulp capping: a histologic comparison with calcium hydroxide in
rat molars. Quintessence Int 2010;41(2):e20-e30.
42.Salah M, Kataia MM, Kataia EM, Din EAE, Essa ME. Evaluation of egg shell
powder as an experimental direct pulp capping material. Future Dent J 2018;5:1-5.
43.Njeh A, Uzunoglu E, Osorio HA, Simon S, Berdal A, Kellermann O, et al.
Reactionary and reparative dentin formation after pulp capping: hydrogel vs dycal.
Evidence based Endodontics 2016;1(3):1-9.
44.Kim JH, Hong JB, Lim Bs, Cho BH. Histological evaluation of direct pulp capping
with DSP-derived synthetic peptide in beagle dog. 대한치과보존학회지 2009; 34(2):
120-9.
45.Dwiandhono I, Effendy R, Kunarti S. The thickness of odontoblast-like cell layer
after induced by propolis extract and calcium hydroxide. Dent J 2016;49(1):17-21.
46.Koike T, Polan MAA, Izumikawa M, Saito T. Induction of reparative dentin
formation on exposed dental pulp by dentin phosphoryn/collagen composite. BioMed
Resc Int 2014: 1-8.
47.Parolia A, Kundabala M, Rao NN, Acharya SR, Agrawal P, Mohan M, et al. A
comparative histological analysis of human pulp following direct pulp capping with
propolis, mineral trioxide aggregate and dycal. Australian Dent J 2010;55:59-64.

Universitas Sumatera Utara


61

48.PT Swayasa Prakarsa. Produk Hepro Gama.


http://swayasaprakarsa.com/product_list_hepro_gama. (13 Oktober 2018).
49.Dianat O, Mashhadiabbas F, Ahangari Z, Saedi S, Motamedian SR. Histologic
comparison of direct pulp capping of rat molars with MTA and different
concentrations of Simvastatin gel. J Oral Sci. 2018;60(1):57-63.
50.Purnamasari MR, Sudamarja IM, Swastika IK. Potensi ekstrak etanol daun pandan
wangi sebagai larvasida alami bagi Aedes Aegypti. E-J Medika 2017;6(6):11-5.
51.Pudyani PS. Pengaruh kekurangan protein pre dan posnatal terhadap mineralisasi
gigi. JKGUI 2001;8(2):54-9.
52.Goldberg M. Cells and extracellular matrices of dentin and pulp: a biological basis
for repair and tissue engineering. Cri Rev Oral Biol Med 2004;15(1):13-27.
53.Dewi AH, Triawan A. The newly bone formation with carbonate apatite-chitosan
bone substitute in the rat tibia. The Indonesian J Dent Res 2011;1(3):154-60.
54.Gohen S, Burns RC. Structure and functions of the dentin and pulp complex. In:
Barber R ed. Pathways of the pulp, eighth edition. USA: Mosby, 2002:420-45.
55.Trongkij P, Sutimuntanakul S, Lapthanasupkul P, Chaimanakarn C, Wong R,
Banomyong D. Effects of the exposure site on histological pulpal responses after
direct capping with 2 calcium-silicate based cement in a rat model. Restor Dent
Endod 2018;43(4):1-12.
56.Goldberg M. Indirect versus direct pulp capping: reactionary versus reparative
dentin. J Dent Health Oral Dissorders and Therapy 2019;10(1):95,96.
57.Qureshi A, Soujanya E, Nandakumar, Pratapkumar, Sambashivarao. Recent
advances in pulp capping materials: an overview. JCDR 2014;8(1):316-21.
58.Hilton TJ. Keys to clinical successwith pulp capping: a review of the literature.
Operative Dentistry 2009;34(5):615-25.
59.Y Li, X Lu, X sun, S Bai, S Li, J Shi. Odontoblast like cell differentiation and dentin
formation induced with TGF-β1. Arch Oral Biol 2011; 56(11): 1221-9.
60.Baldion PA, Myriam L, Romero V, Castellanos JE. Odontoblast like cell
differentiated from dental pulp stem cells retain their phenotype after subcultivation.
Hindawi Int J Cell Bio 2018:1-12.

Universitas Sumatera Utara


62

61.Eskandarizadeh A, Parirokh M, Eslami B, Asgary S, Eghbal MJ. A comparative


study between mineral trioxide aggregate and calcium hydroxide as pulp capping
agents in dog’s teeth. DRJ 2006;2(2):1-10.
62.Ravi GR, Subramanyam RV. Possible mechanisms of lack of dentin bridge
formation in response to calcium hydroxide in primary teeth. Dental Hyphoteses
2015;6(1):1-9.
63.Frozoni M, Balic A, Sagomonyants K, Zaia AA, Line SRP, Mina M. A feasibility
study for the analysis of reparative dentinogenesis in pOBCol3.6GFPtpz transgenic
mice. Int Endod J 2012;2(47):1-8.

Universitas Sumatera Utara


63

Lampiran 1 No. Slide


Tanggal Pemeriksaan: ___/___/___

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PERBEDAAN PEMBENTUKAN DENTINAL BRIDGE


ANTARA KARBONAT APATIT DAN KALSIUM HIDROKSIDA
SETELAH DILAKUKAN DIRECT PULP CAPPING
PADA MOLAR SATU MAKSILA TIKUS WISTAR
(PENGAMATAN SELAMA 2 MINGGU)

LEMBAR PENCATATAN HASIL PENGAMATAN

1. PEMERIKSAAN KONTINUITAS DENTINAL BRIDGE


SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN Check 1
List
1 Sudah terbentuk dentinal bridge secara sempurna (menutupi ...
penuh daerah eksposur)
2 Sudah terbentuk dentinal bridge lebih dari setengah menutupi ...
daerah eksposur
3 Sudah terbentuk inisiasi dentinal bridge yang belum menutupi
setengah dari daerah eksposur
4 Tidak terbentuk dentinal bridge

2. PEMERIKSAAN MORFOLOGI DENTINAL BRIDGE


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 2
List
Sudah terbentuk dentin secara sempurna (terdapat tubulus-
1 ...
tubulus dentin/dentin tubular)
2 Hanya terbentuk deposisi jaringan keras yang tidak teratur ...
3 Hanya terbentuk lapisan tipis dari deposisi jaringan keras ...
4 Tidak terbentuk deposisi jaringan keras ...

Universitas Sumatera Utara


64

3. PEMERIKSAAN KETEBALAN DENTINAL BRIDGE


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 3
List
1 >0,25 mm ...
2 0,1-0,25 mm ...
3 <0,1 mm ...
4 Tidak terbentuk dentinal bridge ...

4. PEMERIKSAAN JENIS INFLAMASI


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 4
List
1 Tidak ada inflamasi ...
2 Inflamasi kronis (Sel inflamasi tidak bergranular) ...
3 Inflamasi akut dan kronis ...
4 Inflamasi akut (Sel inflamasi bergranular) ...

5. PEMERIKSAAN INTENSITAS INFLAMASI


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 5
List
1 Tidak ada atau sangat sedikit sel inflamasi yang ditemukan ...
2 Ringan (rata-rata jumlah sel inflamasi <10) ...
3 Sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25) ...
4 Berat (rata-rata jumlah sel inflamasi >25) ...

6. PEMERIKSAAN PERLUASAN INFLAMASI


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 6
List
1 Tidak ada perluasan inflamasi ...
Ringan (sel inflamasi hanya terdapat dekat dengan daerah
2 ...
eksposur pulpa/dentinal bridge)
Sedang (sel inflamasi ditemukan pada 1/3 atau lebih dari atap
3 ...
pulpa sampai pertengahan pulpa)
4 Berat (semua pulpa terinfiltrasi sel inflamasi/nekrosis pulpa) ...

Universitas Sumatera Utara


65

7. PEMERIKSAAN LAPISAN SEL ODONTOBLAS


Check
SKOR DESKRIPSI PENGAMATAN 7
List
1 Terdapat sel odontoblas yang tersusun rapi/palisade ...
2 Adanya sel odontoblas dan odontoblast like cell ...
3 Hanya terdapat odontoblast like cell ...
4 Tidak terbentuk sel odontoblas ...

Universitas Sumatera Utara


66

Lampiran 2

No Slide Bahan Kont- Morf- tebal- Jns- Int- Luas- odont


Kaping db db db inf inf inf
1 1.0 Gamacha 3.0 3.0 3.0 3.0 2.0 2.0 2.0
2 2.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 3.0 4.0
3 3.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 4.0
4 4.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 2.0 4.0
5 5.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 2.0 4.0
6 6.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 3.0 4.0
7 7.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 3.0 4.0
8 8.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 1.0 1.0 1.0 4.0
9 9.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 1.0 1.0 1.0 4.0
10 10.0 Gamacha 4.0 4.0 4.0 1.0 1.0 1.0 4.0
11 1.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 2.0 4.0
12 2.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 4.0
13 3.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 4.0
14 4.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 3.0 4.0
15 5.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 2.0 4.0
16 6.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 1.0 1.0 1.0 4.0
17 7.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 4.0
18 8.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 4.0 3.0 4.0
19 9.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 3.0 3.0
20 10.0 Ca(OH)2 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 3.0 4.0
21 1.0 GIC 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 2.0 4.0
22 2.0 GIC 4.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 4.0
23 3.0 GIC 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 3.0 4.0
24 4.0 GIC 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 3.0 4.0
25 5.0 GIC 4.0 4.0 4.0 2.0 4.0 2.0 4.0
26 6.0 GIC 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 3.0 4.0
27 7.0 GIC 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 3.0 3.0
28 8.0 GIC 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 3.0 4.0
29 9.0 GIC 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 3.0 4.0
30 10.0 GIC 4.0 4.0 4.0 2.0 3.0 2.0 4.0

Universitas Sumatera Utara


67

1. Foto Sampel Kontrol Positif :

2. Foto Sampel Karbonat Apatit :

3. Foto Sampel Kontrol Negatif :

Universitas Sumatera Utara


68

Universitas Sumatera Utara


69

Hasil Uji Kruskal-Wallis

Universitas Sumatera Utara


70

Hasil uji Mann-Whitney dari intensitas inflamasi:

Universitas Sumatera Utara


71

Universitas Sumatera Utara


72

Lampiran 3

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


74

Lampiran 5

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai