Skripsi
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
MELFI ADE PUTRIANTI ZENDRATO
NIM: 150600144
Pembimbing:
Essie Octiara, drg., Sp.KGA
TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat
penulis sayangi, Bapak Aperieli Zendrato dan Ibu Delima Lase atas segala kasih sayang,
doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada
saudara-saudara penulis, Kristian Ade Saputra Zendrato, Ade Sutrisni Zendrato.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara periode 2016- 2021.
2. Essie Octiara, drg., Sp. KGA, selaku dosen pembimbing dan Ketua
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes, selaku dosen penasehat akademik
atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.
4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc dan Siti Salmiah, drg., Sp.KGA
atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Anak atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
6. Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm. Klin., Apt selaku Kepala Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU, Kak Tiwi selaku laboran di
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU, dr. Jamaluddin
Siregar, Sp.PA selaku Ketua Departemen H. Adam Malik Medan atas izin bantuan
fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian, Ibu Titin selaku laboran yang
membantu pembuatan slide, dan Ayu Panjaitan selaku asisten lab Animal House yang
membantu dalam proses pengerjaan penelitian.
7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan penelitian ini.
8. Kakak/abang/teman penulis Devi Manurung dan Prajogo H atas
bimbingannya kepada penulis selama proses penelitian dilakukan.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Kedokteran Gigi Anak,
Endang Silalahi yang selalu menemani dan berkeluh kesah selama penelitian, Novita,
Nafisa, Dicka, dan Tangse yang membantu peneliti ketika penelitian dilakukan dan
yang ikut menangis bersama penulis ketika pra-penelitian gagal dilakukan, Mudepa,
Pretty, Sanggry, Elkana, Fetus, dan Kak Yo yang selalu memberi dukungan dan waktu
untuk mendengar keluh kesah penulis, Dinta, Ela, Kak Kis dan Eldad yang selalu
tertawa bersama penulis ketika keadaan tidak berjalan dengan baik serta teman-teman
stambuk 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi
ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan
karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Penulis,
(Melfi Zendrato)
NIM : 150600144
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 5
1.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................... 7
i
Universitas Sumatera Utara
9
LAMPIRAN
ii
Universitas Sumatera Utara
10
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Defenisi Operasional ................................................................................... 26
2. Hasil Pengamatan Jenis Inflamasi ............................................................... 47
3. Hasil Pengamatan Intensitas Inflamasi ........................................................ 47
4. Hasil Pengamatan Perluasan Inflamasi ....................................................... 49
iii
Universitas Sumatera Utara
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pulpa normal................................................................................................ 16
2. Bagian superfisial dari koagulasi nekrosis. Merupakan gambaran tahap
eksudasi yang terjadi dalam pembentukan dentinal bridge (setelah 1
hari) ............................................................................................................. 16
3. Dilatasi pembuluh darah yang menunjukkan respon inflamasi (a) dan
infiltrasi PMN (b) (setelah 1 minggu) ......................................................... 16
4. Proses inflamasi yang terlihat pada pulpa yang terbuka (setelah 1
minggu) ....................................................................................................... 16
5. Terlihat adanya barier jaringan keras yang baru terbentuk dengan
lapisan sel odontoblas di bawahnya pada daerah eksposur. Gambaran
dari tahap pembentukan osteodentin (setelah 2 minggu) ............................ 17
6. Terlihat adanya lapisan sel odontoblas di sekitar pulpa (setelah 2
minggu) ....................................................................................................... 17
7. Terlihat defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk (tanda
panah). D=dentin, R=reparatif dentin, P=pulpa (setelah 2 minggu) ........... 17
8. Ditemukannya inflamasi sedang tanpa disertai pembentukan dentinal
bridge (setelah 15 hari)................................................................................ 17
9. Anastesi ketamin secara IM ........................................................................ 30
10.Pembukaan mulut tikus Wistar ................................................................... 30
11.Disinfeksi molar satu dengan alkohol 70% ................................................. 31
12.Preparasi gigi dengan round diamond bur kecepatan sedang ..................... 31
13.Kavitas pada gigi molar yang sudah selesai dipreparasi ............................. 32
14.Pembersihan debris dan darah ..................................................................... 32
15.Produk karbonat apatit ................................................................................ 33
16.Penghalusan dengan lumpang ..................................................................... 33
17.Penimbangan karbonat apatit ...................................................................... 33
18.Perbandingan karbonat apatit dan salin....................................................... 34
19.Konsistensi setelah pencampuran ............................................................... 34
20.Pengambilan karbonat apatit ....................................................................... 35
iv
Universitas Sumatera Utara
12
v
Universitas Sumatera Utara
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar Pencatatan Hasil Pengamatan
2. Draft kasar hasil penelitian dan analisis uji Kruskall-Walis serta Mann-Whitney
3. Ethical Clearance
4. Surat izin penelitian Farmasi USU
5. Surat izin penelitian Lab PA RS. H. Adam Malik Medan
vi
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
perancah pada rekayasa jaringan tulang dan sistem pelepasan obat, mempercepat
penyembuhan luka pada jaringan tulang.19
Produk ini digunakan sebagai material graft yang bekerja dengan cara
menginduksi sel osteoblas untuk membantu proses mineralisasi kartilago dengan sekresi
kolagen. Proses ini mirip dengan proses pembentukan dentinal bridge yang juga diawali
dengan diinduksinya sel odontoblas (sel khas pada pulpa) yang kemudian akan
membentuk deposisi jaringan keras yang merupakan dentin reparatif.20,21
Laporan kasus tahun 2018 penggunaan karbonat apatit (®Gama-cha) sebagai
material graft dalam penanganan kasus impaksi gigi insisivus maksila kanan yang telah
berkembang menjadi kista dentigerous di RSUP Dr. Sardjito menunjukkan adanya
keberhasilan perawatan autotransplantasi dimana pada saat kontrol bulan ketiga pasca
tindakan bedah, tidak ditemukan tanda inflamasi maupun mobilitas gigi 11 dan 12 dan
pada saat kontrol bulan kelima pasca tindakan, tidak ada keluhan pasien baik secara
fungsional maupun estetik.22
Kandungan karbonat apatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dan gelatin (hasil denaturalisasi
kolagen) membuat produk ini dianggap mirip dengan struktur tulang manusia dan
memiliki daya resorbabilitas dan biodegradabilitas yang baik. 23 Apatit yang secara
umum dikenal sebagai hidroksiapatit (HAp) memiliki sifat yang biokompatibel dengan
tubuh termasuk gigi manusia dan sekitar 3-5 % tersusun oleh ion karbonat. Substitusi
dari ion karbonat pada gugus OH dikenal sebagai CO 3Ap tipe A sedangkan dengan
gugus PO4 dikenal sebagai CO3Ap tipe B. CO3Ap tipe B inilah yang merupakan apatit
yang terdapat di tubuh.24
Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti A dkk. terhadap 18 tikus putih galur
Wistar berusia 20-22 minggu dengan berat 350-400 gram untuk membandingkan
pengaruh pemberian KHA-PKT (karbonat hidroksi apatit dan plasma kaya trombosit)
dengan HA-PKT (hidroksi apatit dan plasma kaya trombosit) menunjukkan peningkatan
bertahap sejak minggu kedua sampai minggu keempat pertumbuhan tulang kalvaria
yang mencapai 45-95% pada minggu keempat untuk kelompok yang diberi KHA-PKT
sementara kelompok yang diberi HA-PKT menunjukkan perkembangan yang lebih
lambat dan pertumbuhan tulang kalvaria hanya mencapai 15-55% pada minggu
keempat. KHA-PKT pada penelitian ini menggunakan produk Gama-cha yang diketahui
mengandung karbonat apatit.25 Mengingat karbonat apatit (®Gama-cha) memiliki
kemampuan menginduksi osteoblas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
menggunakan karbonat apatit (®Gama-cha) yang mungkin dapat digunakan sebagai
bahan alternatif lain dalam perawatan direct pulp capping.
2. Ada perbedaan jenis, intensitas, dan perluasan inflamasi yang terjadi antara
karbonat apatit dan pasta Ca(OH)2 pada direct pulp capping pada molar satu maksila
tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
berlangsung, populasi bakteri ini menjadi meningkat dan proses pembentukan karies
pada dentin menjadi sulit untuk dihentikan.29
Bakteri yang sudah mencapai amelodentinal junction akan masuk ke dalam
tubulus dentin dan menyebar sepanjang cabang lateral dari tubulus, sehingga tubulus
dentin akan membesar dan berbentuk spindel karena adanya massa bakteri dan produk
yang mereka hasilkan. Hal ini menyebabkan matriks dentin akan menjadi lebih lunak
sehingga tidak mampu lagi untuk menjadi pembatas penyebaran bakteri dari satu
tubulus ke tubulus dentin lainnya. Akibatnya, tubulus yang berdekatan dengan tubulus
dentin yang sudah terinfeksi bakteri akan menjadi membengkok. Kemudian, dinding
tubulus dentin yang sudah diintervensi bakteri akan rusak sehingga bakteri akan
membentuk focal liquefaction pada tubulus yang berdekatan dengan tubulus dentin yang
rusak. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada dentin menjadi meluas. 29
Dentin dibentuk dari odontoblas yang berasal dari ektomesenkim. Sebanyak
70% bahan anorganik dentin berupa kristal kalsium hidroksiapatit (Ca 10(PO4)6(OH)2)
dan 20% dentin terdiri dari komponen organik dan 10% air. Kristal hidroksiapatit yang
ditemukan pada dentin hampir sama dengan enamel hanya saja dalam jumlah yang lebih
sedikit sehingga dentin menjadi lebih lunak dari enamel. 28 Komponen organik pada
dentin kebanyakan merupakan kolagen tipe I (90%), juga ditemukan kolagen tipe III
dan kolagen tipe V. Protein non kolagen ditemukan dalam persentase yang kecil pada
matriks organik tetapi memiliki peranan yang penting seperti proteoglikan. 30
Berdasarkan waktu pembentukannya, dentin dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
dentin primer, dentin sekunder, dan dentin tersier. Dentin primer adalah dentin yang
terbentuk sebelum gigi erupsi. Dentin sekunder adalah dentin yang terbentuk setelah
gigi erupsi. Pembentukannya lebih lambat dan lebih termineralisasi dibanding dentin
primer. Pembentukan dentin sekunder menyebabkan ruang pulpa menjadi lebih kecil.
Dentin tersier adalah dentin yang terbentuk karena adanya rangsangan terhadap
odontoblas untuk membentuk lapisan dentin yang baru dengan tujuan untuk
mempertahankan vitalitas jaringan pulpa yang berada dibawah lapisan dentin, misalnya
ketika terjadi proses karies.28 Dentin tersier sendiri dibagi menjadi dua yaitu dentin
reaksioner dan dentin reparatif. Dentin reaksioner dibentuk oleh sel odontoblas yang
masih ada pada lapisan odontoblastik sementara dentin reparatif dibentuk oleh
odontoblast-like cells yang terbentuk dari dental pulp stem cells (DPSC) setelah sel
odontoblas yang asli telah mati.30
Dentin dan pulpa membentuk pulp-dentinal complex. Pulpa pada gigi desidui
secara histologi sama dengan gigi permanen. Sel odontoblas membatasi bagian perifer
pulpa dan memperluas prosesus sitoplasmiknya kedalam tubulus dentin. Sel-sel
odontoblas memiliki beberapa junction yang menjadi perantara komunikasi interseluler
yang berfungsi memelihara posisi relatif antara satu sel dengan sel lainnya. Zona bebas
sel yang berada di bawah lapisan odontoblastik berisi perpanjangan plexus saraf yang
tidak bermielin dan kapiler darah yang berasal dari inti pulpa. Sel odontoblas
bertanggung jawab dalam pembentukan dentin dan predentin (immature mineralized
tissue),30 sehingga sel ini memegang peran penting dalam pulp-dentinal complex. Ketika
ada kerusakan pada kompleks ini akibat dari iritasi maupun prosedur operatif maka sel
odontoblas akan bereaksi untuk mempertahankan vitalitas pulpa. 31
Penelitian yang dilakukan oleh Borse M di Bangalor Utara yang bertujuan untuk
mengevaluasi karies pada gigi molar permanen dan desidui pada 100 anak berusia 7-8
tahun menunjukkan bahwa sebanyak 70% anak menderita karies dentin yang
kebanyakan ditemukan pada gigi molar pertama dan kedua desidui. 32 Penelitian lain
yang dilakukan oleh Shalan M di kota Mansoura yang bertujuan untuk memperoleh
informasi status kesehatan rongga mulut, kondisi gingiva, dan traumatik injuri pada
anak prasekolah secara cross-sectional study dengan subjek penelitian sebanyak 1.000
anak berusia 3-6 tahun menunjukkan bahwa fraktur dentin akibat karies menjadi
masalah kesehatan rongga mulut terbanyak kedua dengan rerata kejadian 0,032±0,176
(terbanyak pada anak laki-laki) setelah fraktur enamel.33 Penelitian yang dilakukan oleh
Autio-Gold JT di Alachua County, Florida yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi
lesi karies dengan kavitas dan tanpa kavitas pada gigi desidui dengan subjek penelitian
sebanyak 221 anak (109 anak perempuan dan 112 anak laki-laki) berusia 5 tahun
menunjukkan sebanyak 48% anak mengalami karies dentin dengan rerata 2,52±0,31.34
prosesus odontoblas. Fiber kolagen berfungsi sebagai basis tempat kristal apatit melekat
sementara prosesus odontoblas berfungsi mensuplai kalsium fosfat dari pulpa yang
masih vital untuk remineralisasi fisiologis.31
Pulpa terbuka terjadi ketika proses karies terjadi lebih cepat dan mendahului
mekanisme reaksional dari pulpa untuk mempertahankan vitalitasnya. Tindakan
menahan proses karies yang sedang terjadi merangsang mekanisme reaksional dari
pulpa untuk membentuk dentin tambahan yang mencegah terbukanya pulpa. Dentin
yang terkena karies tentu berisi bakteri, tapi jumlahnya akan berkurang besar bila
lapisan dentin yang tersisa dilapisi dengan ZOE atau Ca(OH)2. GIC yang bersifat
antimikroba dan memiliki efek remineralisasi pada jaringan yang tersisa juga dapat
dijadikan pilihan bahan perawatan pulpa terbuka.31
pulpa yang terinflamasi dan semakin besar kesempatan terkontaminasinya pulpa oleh
bakteri. Lokasi dari bagian pulpa yang terbuka juga menjadi pertimbangan penting pada
prognosis perawatan. Jika lokasinya berada pada dinding aksial dan sisa jaringan pada
korona pulpa tidak mendapat suplai darah, maka daerah tersebut akan mengalami
nekrosis.31
Pada saat melakukan pembuangan jaringan karies untuk dilakukan pulp capping,
maka preparasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak membuat beberapa bagian
dentin terlepas dan terdorong masuk ke dalam jaringan pulpa yang tersisa. Adanya
eksposur mekanis pada pulpa, akan menyebabkan inflamasi akut terjadi pada daerah
yang terbuka. Pembuluh darah akan berdilatasi, terjadi edema, dan PMN leukosit akan
terakumulasi pada lokasi injuri. Bila kerusakan jaringan terlalu besar, pulpa akan
mengalami inflamasi kronis sehingga terjadi nekrosis. Terbukanya pulpa karena
prosedur mekanis memiliki prognosis yang lebih baik daripada terbukanya pulpa karena
proses karies. Perbaikan yang terjadi bergantung dari banyaknya jaringan yang rusak,
adanya pendarahan, usia pasien, ketahanan host dan beberapa faktor lain yang terlibat
dalam perbaikan jaringan ikat.31
Setelah adanya injuri pulpa, maka dentin reparatif akan terbentuk sebagai bagian
dari proses perbaikan pulpa. Pembentukan dentinal bridge telah dijadikan salah satu
kriteria suksesnya pulp capping, dentinal bridge hanya dapat terjadi pada gigi dengan
inflamasi irreversible. Segel marginal pada pulp capping menjadi hal yang utama.
Penyembuhan dan pembentukan dentin tersier adalah ciri pulpa yang inheren. Seperti
halnya jaringan ikat yang lain, maka sebenarnya pulpa akan mereparasi dirinya sendiri.
Penyembuhan setelah amputasi pulpa sama dengan kalsifikasi inisial yang terjadi pada
jaringan normal lain yang terkalsifikasi. Beberapa bahan yang biasa digunakan untuk
perawatan direct pulp capping adalah Ca(OH)2 dan GIC.31
nilai pH-nya yang tinggi menyebabkan iritasi pada jaringan pulpa, sehingga dapat
memicu perbaikan jaringan salah satunya melalui mekanisme pelarutan protein bone
morphogenic (BMP) dan transforming growth factor-beta one (TGF-β1) dari dentin
yang menjadi mediator dalam perbaikan pulpa.36
Protein ini memiliki peran penting dalam memberi sinyal untuk proses
diferensiasi sel odontoblas dalam dentinogenesis. Selama proses disolusi karies pada
dentin, maka protein TGF-β1 yang mudah larut akan berdifusi melalui dentin yang
masih utuh sementara TGF-β1 yang tidak dapat larut akan dimobilisasi pada matriks
dentin yang tidak larut dan hal ini akan menstimulasi odontoblas seperti ikatan-ikatan
TGF-Beta selama odontogenesis.37
Kalsium hidroksida yang diaplikasikan langsung pada jaringan pulpa, akan
menyebabkan nekrosis koagulasi superfisial pada jaringan pulpa dan inflamasi pada
jaringan yang berdekatan. Pembentukan dentinal bridge terjadi pada junction jaringan
nekrotik dan jaringan vital yang terinflamasi. Kalsium hidroksida mampu memelihara
kondisi basa yang diperlukan dalam pembentukan dentin. Dibawah daerah yang
nekrosis, terjadi diferensiasi sel menjadi odontoblastic-like cells dan memperkuat
matriks dentin. 31
Kalsium yang terdapat pada dentinal bridge berasal dari aliran darah. Ion
kalsium dari Ca(OH)2 tidak secara langsung turut serta dalam pembentukan dentin yang
baru.31 Besarnya perubahan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh banyaknya ion OH-
yang dilepas.15 Aksi dari Ca(OH)2 dalam pembentukan dentinal bridge terjadi sebagai
hasil dari iritasi ringan yang terjadi dibawah jaringan pulpa setelah aplikasi bahan ini. 33
Keadaan ini menghasilkan reaksi yang mula-mula terbentuk jaringan keras atau
kalsifikasi yang tidak teratur dan tidak padat. Kemudian baru terbentuk dentin tubuler
dibawahnya oleh odontoblas dari jaringan pulpa vital dibawahnya. Pembentukan
jembatan kalsifikasi pada pulpa yang terbuka merupakan substansi seperti tulang sering
disebut osteodentin.15 Teori ini didukung dengan adanya demonstrasi pembentukan
dentinal bridge yang sukses setelah aplikasi Ca(OH)2 untuk waktu yang singkat, diikuti
dengan pembuangan material tersebut.31
Matriks kolagen berperan dalam pembentukan jaringan keras, sedangkan ion Ca+
sangat berperan pada reaksi enzim dalam sintesis kolagen. Salah satu enzim yang
berperan dalam pembentukan jaringan keras adalah pyrofosfatase. Ion Ca + dalam
konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan peran enzim ini, mengaktifasi adenosin
trifosfatase (ATP) sehingga dapat mendorong terjadinya mekanisme pertahanan, dengan
terjadinya perbaikan atau mineralisasi dentin. 15
Efek antibakteri kalsium hidroksida secara langsung dipengaruhi oleh
banyaknya ion OH- yang dilepaskan menyebabkan terjadinya hidrolisa lipid
lipopolisakarida dari bakteri, meningkatkan permeabilitas membran sel, denaturasi
protein, inaktivasi enzim, dan kerusakan DNA sehingga mengakibatkan kematian
bakteri.15
Kalsium hidroksida merupakan bahan gold standard dalam perawatan pulp
capping, namun bahan ini diketahui memiliki beberapa kelemahan. Bahan ini tidak
memiliki kualitas adhesif yang inheren sehingga menghasilkan segel yang lemah. Selain
itu, ditemukannya defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk. Defek ini
ditemukan ada mulai dari lokasi tempat terbukanya pulpa sampai pada jaringan pulpa
yang lebih dalam melalui dentin reparatif, kadang-kadang ditemukan adanya fibroblas
dan kapiler dalam defek yang terjadi.36 Kadang walaupun pembentukan dentinal bridge
sukses terjadi, pulpa tetap mengalami inflamasi kronis atau menjadi nekrotik. Resorbsi
internal dapat terjadi setelah pulp capping dengan bahan ini.31 Hal ini terjadi karena
adanya pre-odontoklas pada gigi desidui sehingga ketika bahan yang memiliki pH yang
tinggi diletakkan diatas pulpa maka hal ini akan memicu berdiferensiasinya sel
progenitor tersebut menjadi odontoklas.38
pembuluh darah diikuti oleh udem dan akumulasi PMN leukosit. Sel fibroblas dan sel
mesenkimal yang tidak terdiferensiasi akan berdiferensiasi menghasilkan sel fibroblas
yang baru. Sel ini akan berproliferasi membentuk kolagen yang selanjutnya mengalami
mineralisasi membentuk dentin reparatif.39
Pembentukan dentinal bridge dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : (1) tahap eksudasi
berlangsung selama 1-5 hari setelah perawatan, (2) tahap proliferasi berlangsung selama
3-7 hari setelah perawatan, (3) tahap pembentukan osteodentin berlangsung selama 5-14
hari setelah perawatan dan (4) tahap pembentukan dentin tubular > 14 hari setelah
perawatan.39
Mekanisme pembentukan dentin reparatif sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun Yamamura dan Tziafas mengajukan dua mekanisme yang mungkin terjadi
dalam pembentukan dentin. Mekanisme pertama, sel odontoblas yang berada dibawah
daerah yang mengalami jejas mengalami degenerasi yang berlanjut menjadi nekrosis.
Sel-sel lain yang berada pada jaringan pulpa seperti sel endotel, sel perisit dan terutama
sel fibroblas yang tidak mengalami jejas akan mengalami mitosis (replikasi DNA)
secara intensif pada siklus sel dan menjadi sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi
(dediferensiasi). Mekanisme ini dibantu oleh sel odontoprogenitor yang mengalami
metaplasia. Sel ini kemudian memerlukan faktor induksi (multipotensial) untuk
berdiferensiasi kembali (rediferensiasi) menjadi sel odontoblas yang baru. Selanjutnya
sel yang telah mengalami rediferensiasi, terutam sel fibroblas akan membentuk serabut
kolagen yang akan teremineralisasi membentuk dentin tubular. 39
Mekanisme kedua, sel odontoprogenitor yang ada pada subodontoblastik daerah
yang kaya akan sel pulpa yang berasal dari sel preodontoblas akan mengalami
diferensiasi terminal menjadi sel odontoblas bila mendapat rangsangan berupa sinyal
molekul yang spesifik tanpa mereplikasi DNA-nya. Sel odontoblas ini selanjutnya akan
membentuk osteodentin. 39
Histological finding setelah direct pulp capping dengan Ca(OH)2 (bentuk dari
odontoblas layer dan dentinal bridge): Pulpa normal (Gambar 1), zona koagulasi
nekrosis (Gambar 2), dilatasi pembuluh darah (Gambar 3), proses inflamasi (Gambar 4),
barrier jaringan keras (Gambar 5), lapisan sel odontoblas (Gambar 6), defek tunnel
pada dentin reparatif (Gambar 7), dan inflamasi sedang (Gambar 8) :
sebagai bahan bone graft, karena kandungan kalsium dan fosfat yang dimilikinya
membuatnya sama dengan struktur alami tulang manusia. 20 Karbonat apatit (®Gama-
cha) memiliki kandungan karbonat apatit yang secara umum digambarkan melalui
reaksi presipitasi-disolusi sebagai berikut:21
CaCO3 Ca2+ + CO32- (1)
Ca2+ + PO43- + CO32- + OH-
Ca10-a (PO4)6-b(CO3)c(OH)2-d (2)
Proses pembentukan tulang baru diawali oleh fase inflamasi, pada fase ini terjadi
pembentukan jendalan darah terjadi antara minggu pertama sampai minggu kedua. Pada
tingkat seluler, sel- sel inflamasi (neutrofil, makrofag dan fagosit) dan fibroblas akan
menginfiltrasi daerah luka yang distimulasi oleh prostaglandin. Sel-sel inflamasi
bersama dengan osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, serta untuk
mempersiapkan fase reparasi. Infiltrasi sel-sel ini menimbulkan jaringan granulasi,
meningkatkan pertumbuhan vaskuler serta migrasi sel-sel mesenkimal agar area yang
mengalami fraktur mendapat suplai oksigen dan nutrisi dengan baik.20
Selanjutnya terjadi fase reparasi, bone graft akan merangsang pertumbuhan
dengan cara menginduksi dan menjadi media bagi sel-sel punca dan osteoblas untuk
melekat, hidup dan berkembang dengan baik di dalam defek tulang. Kemudian luka
akan distabilisasi oleh kartilago (soft callus) yang nantinya akan menjadi tulang (hard
callus). Fase ini terjadi dalam hitungan beberapa bulan. Karakteristik fase reparatif yaitu
terjadinya diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Khondroblas dan fibroblas juga
akan menginvasi daerah hematom fraktur dan kemudian membawa matriks pada daerah
luka. Kemudian pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6 terbentuk soft callus, yang
tersusun oleh jaringan fibrous dan kartilago.20
Osteoblas ini akan membantu proses mineralisasi soft callus dengan cara
mensekresi matriks (kolagen tipe I) yang nantinya akan menjadi hard callus atau woven
bone. Tulang pada fase ini masih imatur, masih lemah terhadap kekuatan putar dan
kekuatan tekan. Fase reparasi ini menentukan kecepatan proses penyembuhan jaringan
tulang.20
Karies
Patofisiologi Prevalensi
Dentin
Pulp Capping:
Direct dan Indirect
- Perforasi -Karies
pulpa< dalam
1mm mendekati
- Pulpa Direct Indirect pulpa
masih vital - Pulpa
- Iatroge- belum
nik terbuka
Kelebihan
Kelebihan:
-bone graft buatan
-gold standard
Indonesia pertama
- memiliki efek
-memiliki struktur
antibakteri yang baik
yang identik dengan
- mampu membentuk
tulang manusia
dentinal bridge
-mengandung
- mampu mensintesis
kalsium dan fosfat
kolagen
-memiliki daya
osteokonduktivitas
BAB 3
METODE PENELITIAN
2. Buka mulut tikus Wistar dengan bantuan benang yang diikatkan pada gigi
depan tikus Wistar atas dan bawah (Gambar 10). Gunakan pinset untuk meretraksi pipi
dan spatula lidah untuk mengontrol posisi lidah. Pembukaan maksimal mulut tikus
Wistar adalah ±2-3 cm.
b. Prosedur Preparasi:
1. Preparasi gigi molar satu maksila dimulai dengan melakukan disinfeksi
dengan menggunakan cotton pellet yang sudah dibasahi dengan alkohol 70% dengan
bantuan pinset (Gambar 11).
3. Bersihkan debris dan darah yang ada dengan menggunakan cotton pellet yang
sudah dibasahi larutan salin dengan menggunakan pinset (Gambar 14).
setetes salin diatas glass plate (Gambar 18) sampai konsistensinya menyatu dengan
menggunakan semen spatel (Gambar 19). Campuran bahan ini dapat digunakan untuk
mengisi 4 kavitas gigi molar tikus Wistar (satu kavitas ±5mg).
5. Pada grup perlakuan, kavitas diisi dengan karbonat apatit ±1/3 dari dalamnya
kavitas (0,15-0,20 mm) dan sisanya ±2/3 dari dalamnya kavitas ditumpat dengan GIC.
Karbonat apatit diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas dengan plastic filling
instrument (Gambar 20) lalu ditekan dengan ball aplicator (Gambar 21) sampai kavitas
terisi dengan baik dan dipastikan tidak menimbulkan traumatik oklusi (Gambar 22)
6. GIC diaduk dengan menggunakan spatel agate di atas paper pad dengan
perbandingan antara powder dan liquid adalah 1:1 (Gambar 23) sampai homogen
dengan teknik melipat. Bahan tumpatan diambil dengan menggunakan plastic filling
instrument (Gambar 24), tumpatan diratakan dengan tangan yang sudah diolesi dengan
vaselin atau cocoa butter (Gambar 25)
7. Pada grup kontrol positif, kavitas diisi dengan Ca(OH)2. Basis ditimbang
terlebih dahulu (Gambar 26). Perbandingan basis dan katalis adalah 1:1 (Gambar 27).
Basis dan katalis diaduk diatas paper pad dengan menggunakan ball aplicator sampai
tercampur merata lalu diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas dengan ball aplicator
dan ditekan dengan menggunakan ball aplicator.
8. Pada grup kontrol negatif, kavitas langsung ditumpat dengan GIC (sama
seperti cara sebelumnya).
9. Lakukan preparasi dengan cara yang sama pada gigi molar satu pada rahang
sebelahnya.
10.Tikus Wistar diobservasi selama 20 menit sampai tikus mulai sadar kemudian
tikus dimasukkan ke dalam kandang.
11. Dibuat cadangan tikus Wistar untuk mengantisipasi kematian tikus selama
perawatan sebanyak 3 ekor tikus Wistar yang mana masing-masing tikus dibagi menjadi
cadangan untuk kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif dan kontrol negatif.
12. Tikus diamati selama 2 minggu dan dipelihara di animal house oleh pihak
laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi USU. Peneliti melakukan observasi
keadaan tikus 2-3 kali seminggu untuk memastikan tikus dalam keadaan sehat dan tidak
mati.
c. Surgical Method:
1. Hewan coba dimatikan dengan klorofom secara inhalasi (Gambar 28). Hewan
coba dimasukkan ke dalam sebuah wadah tertutup yang sudah dimasukkan tumpukkan
kapas yang sebelumnya sudah dibasahi dengan klorofom. Hewan coba akan mati ±3-5
menit.
3. Kepala dan badan tikus Wistar dipisahkan dengan menggunakan pisau bedah.
Lalu kepala tikus dikuliti dengan menggunakan gunting yang dibantu dengan pinset
sampai bersih. Lalu maksila dipisahkan dari kepala dengan bantuan pisau bedah dan
gunting. Segmen maksila dicuci dengan menggunakan larutan salin untuk
membersihkan sampel dari darah dan kontaminasi bakteri (Gambar 30). Masukkan
segmen maksila ke dalam wadah berisi formalin 10% untuk menjaga keutuhan sampel
(Gambar 31).
8. Kaca objek diberi pewarnaan dengan hematoksilin selama 3-5 menit lalu
dicuci dengan air mengalir kemudian diberi pewarnaan eosin selama 2-3 menit (Gambar
38) lalu dicuci lagi dengan air mengalir.
9. Lalu kaca objek ditutup dengan deck glaser dan diberi perekat dengan Canada
Balsem. Kaca objek siap diamati di bawah mikroskop cahaya.
e. Pengamatan sediaan histopatologi
Histomorfologi dievaluasi dengan pengamatan kaca objek di bawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran 400x. Hasil pengamatan dibaca oleh dr.Jamalludin Siregar,
Sp.PA dari Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, lalu
diberikan kepada peneliti. Masing-masing slide yang diperoleh akan diberi skor yang
sesuai, skor 1 adalah hasil yang paling diinginkan sementara skor 4 adalah hasil yang
paling tidak diinginkan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
P D P
P
D D
a1 b1 c1
P P P
D
D D
a2 b2 c2
Gambar 39. Morfologi pulp-dentin complex pada ketiga kelompok sampel.(a) kelompok
sampel yang diberi karbonat apatit, (b) kelompok sampel yang diberi
Ca(OH)2, (c) kelompok sampel kontrol negatif. Skala bar=200µm. (a1)
panah biru menunjukkan inisiasi deposisi jaringan keras yang mulai terjadi
2 minggu setelah diberi karbonat apatit. Panah merah menunjukkan
odontoblas dan odontoblast like cell. Ketiga kelompok sampel
menunjukkan adanya sel inflamasi (panah hitam). (c2) terlihat adanya
inflamasi kronis pada sampel kontrol negatif, ditunjukkan dengan adanya
sel limfosit yang basofilik. D=dentin; P=pulpa
Kelompok yang diberi karbonat apatit secara substansi pada pengamatan jenis
inflamasi menunjukkan 3 sampel yang mendapatkan skor 1 (tidak ada inflamasi)
sementara hanya ada 1 sampel dengan skor yang sama pada kelompok Ca(OH)2.
Kelompok yang diberi Ca(OH)2 lebih banyak mendapatkan skor 2 (inflamasi kronis)
sebanyak 6 sampel sementara pada kelompok karbonat apatit hanya ada 4 sampel
dengan skor yang sama. Pada kedua kelompok percobaan tidak ada yang mendapatkan
skor 4 (inflamasi akut). Hasil ini berbeda dengan kelompok kontrol negatif dimana tidak
ada sama sekali sampel yang mendapatkan skor 1 dan terdapat jumlah yang seimbang
antara sampel dengan skor 2 dan skor 3 pada kelompok perlakuan ini yakni masing-
masing sebanyak 5 sampel. Pada kelompok kontrol negatif juga tidak ada sama sekali
sampel yang mendapatkan skor 4. Hal ini menunjukkan bahwa karbonat apatit dan
Ca(OH)2 mampu mengeliminasi bakteri dan benda asing dari pulpa dengan baik, bila
inflamasi akut masih ditemukan maka hal itu dikaitkan dengan adanya jejas baru pada
pulpa karena inflamasi akut memiliki onset yang dini dan durasi yang pendek (hitungan
menit hingga hari).54 Hasil pengamatan terhadap jenis inflamasi menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05) antara karbonat apatit, Ca(OH)2
dan kontrol negatif terhadap jenis inflamasi yang ditemukan pada daerah yang
tereksposur (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil pengamatan jenis inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok sampel
setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Jenis Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 4 3
10 -
apatit (30%) (40%) (30%)
1 6 3
Ca(OH)2 10 - 0,302
(10%) (60%) (30%)
5 5
Kontrol negatif 10 - -
(50%) (50%)
4 15 11
Total 30 -
(13,3%) (50,0%) (36,7%)
Ket: Skor 1= tidak ada inflamasi; Skor 2= inflamasi kronis (sel inflamasi tidak bergranular); Skor 3=
inflamasi akut dan kronis; Skor 4= inflamasi akut (sel inflamasi bergranular). (*) menggunakan uji
Kruskal Wallis dengan α=0,05.
Tabel 3. Hasil pengamatan intensitas inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok
sampel setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Intensitas Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 3 4
10 -
apatit (30%) (30%) (40%)
1 4 3 2
Ca(OH)2 10
(10%) (40%) (30%) (20%)
0,031
1 6 3
Kontrol negatif 10 -
(10%) (60%) (30%)
4 8 13 5
Total 30
(13,3%) (26,7%) (43,3%) (16,7%)
Ket: Skor 1= tidak ada atau sangat sedikit sel inflamasi yang ditemukan; Skor 2= ringan (rata-rata
jumlah sel inflamasi <10); Skor 3=sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25); Skor 4= berat
(rata-rata jumlah sel inflamasi >25). (*) menggunakan uji Kruskal Wallis dengan α=0,05.
Dilakukan uji lanjutan (post hoc) antara ketiga bahan menggunakan Mann-
Whitney test dengan derajat α=0,05 untuk menentukan antara kelompok bahan yang
mana diantara ketiga kelompok bahan yang sudah diuji sebelumnya yang memiliki
perbedaan yang signifikan. Didapatkan hasil bahwa kelompok yang diberi karbonat
apatit dan kelompok sampel kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna secara
statistik (p=0,011). Pada kelompok yang diberi karbonat apatit dengan kelompok
sampel yang diberi Ca(OH)2 diperoleh hasil yang tidak signifikan (p= 0,315) sama
halnya antara kelompok sampel yang diberi Ca(OH) 2 dengan kelompok sampel kontrol
negatif juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p= 0,165).
Kelompok sampel yang diberi perlakuan karbonat apatit pada pengamatan
perluasan inflamasi menunjukkan lebih banyak sampel yang mendapatkan skor 1 (tidak
ada perluasan inflamasi) yaitu sebanyak 3 sampel sementara pada kelompok Ca(OH)2
hanya ada 1 sampel dengan skor yang sama. Skor 2 (meluas disekitar daerah eksposur)
lebih banyak ditemukan pada kelompok Ca(OH) 2 yaitu sebanyak 5 sampel sementara
pada kelompok karbonat apatit hanya ada 4 sampel. Pada kelompok kontrol negatif
lebih banyak ditemukan sampel dengan skor 3 (meluas lebih dari atap pulpa sampai
pertengahan pulpa) sebanyak 6 sampel, sementara sisanya mendapatkan skor 2. Pada
ketiga kelompok percobaan tidak ada sama sekali sampel yang mendapatkan skor 4
(nekrosis pulpa). Hal ini menunjukkan bahwa karbonat apatit dan Ca(OH)2 berpotensi
digunakan dalam direct pulp capping karena tidak merangsang inflamasi yang berat
yang dapat memperburuk prognosis perawatan. Pada hasil pengamatan terhadap
perluasan inflamasi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik
(p>0,05) antara karbonat apatit, Ca(OH)2 dan kontrol negatif terhadap perluasan
inflamasi yang terjadi pada daerah yang tereksposur (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil pengamatan perluasan inflamasi yang terjadi pada setiap kelompok
sampel setelah 2 minggu dilakukannya direct pulp capping
Jumlah Perluasan Inflamasi
Bahan Kaping sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 p(*)
(n) n (%) n (%) n (%) n (%)
Karbonat 3 4 3
10 -
apatit (30%) (40%) (30%)
1 5 4
Ca(OH)2 10 -
(10%) (50%) (40%)
0,200
4 6
Kontrol negatif 10 - -
(40%) (60%)
4 13 13
Total 30 -
(13,3%) (43,3%) (43,3%)
Ket: Skor 1= tidak ada perluasan inflamasi; Skor 2= ringan (sel inflamasi hanya terdapat dekat dengan
daerah eksposur pulpa/dentinal bridge); Skor 3=sedang (sel inflamasi ditemukan pada 1/3 atau
lebih dari atap pulpa sampai pertengahan pulpa); Skor 4= berat (semua pulpa terinfiltrasi sel
inflamasi/nekrosis pulpa). (*) menggunakan uji Kruskal Wallis dengan α=0,05.
Adapun hasil pengamatan terhadap reaksi inflamasi yang terjadi pada pulpa pada
kelompok sampel yang diberi karbonat apatit (®Gama-cha) dapat dilihat pada gambar
berikut (Gambar 40).
D
P
D
a b
D
D
P
c d
Gambar 40. Reaksi inflamasi yang terjadi pada sampel yang diberi karbonat apatit.
Skala bar=200µm. (a) sampel yang menunjukkan inflamasi akut dan
inflamasi kronis. Intensitas inflamasi ringan (rata-rata jumlah sel inflamasi
<10). (b) sampel yang hanya mengalami inflamasi kronis. Intensitas
inflamasi sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25) dengan perluasan
inflamasi sedang yaitu ditemukan pada 1/3 atau lebih dari atap pulpa
sampai pertengahan pulpa. (c) sampel dengan inflamasi yang perluasan
inflamasinya ringan yaitu dekat dengan daerah eksposur. (d) sampel yang
tidak atau sedikit sekali mengalami inflamasi. Inflamasi akut ditandai
dengan adanya leukosit polimorfonukleus berupa neutrofil dengan 2-5
lobus, eosinofil yang berlobus dua dengan granul eosinofiliknya yang jelas
sedangkan inflamasi kronis ditandai dengan adanya limfosit dengan satu
inti bulat dan sitoplasma yang basofilik seperti lingkaran tipis yang
mengelilingi inti. Panah merah= inflamasi kronis; panah hijau= inflamasi
akut; D=dentin; P=pulpa
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba karena tikus salah satu
jenis mamalia yang secara luas digunakan sebagai hewan coba pada penelitian dalam
laboratorium (in vivo). Selain itu, jenis tikus laboratorium seperti tikus Wistar pada
umumnya dapat menjadi jinak dan mudah dilatih. Susunan gigi pada satu rahang tikus
Wistar terdiri dari dua insisivus dan tiga molar yang keduanya terpisah cukup jauh. Gigi
insisivus tikus Wistar tidak dapat dibandingkan dengan gigi manusia karena bentuknya
khas hewan pengerat yaitu terus menerus tumbuh dengan apex yang terbuka lebar. Hal
ini sangat berbeda dengan gigi molar tikus Wistar yang dapat dikatakan sebagai bentuk
miniatur dari molar manusia karena kesamaan anatominya yakni terdiri dari kamar
pulpa, jaringan pulpa, akar gigi dan apikal delta dengan foramen apikal minor. 49,51
Pertimbangan etik dan harga tikus yang murah juga menjadikannya pilihan banyak
peneliti dalam model penelitian in vivo, walaupun tikus memiliki kelemahan bila
dibandingkan dengan hewan coba seperti monyet dan anjing yaitu ukuran giginya yang
jauh lebih kecil dan letak molarnya yang berada jauh dari insisivus sehingga
menyulitkan akses ketika preparasi dan mengaplikasikan bahan. 52 Penelitian ini
menerapkan prinsip etik 3R, yaitu Replacement (keperluan memanfaatkan hewan
percobaan sudah di perhitungkan secara seksama, dari pengalaman terdahulu maupun
literatur), Reduction (pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi
tetap mendapatkan hasil yang optimal), dan Refinement (memperlakukan hewan coba
secara manusiawi).
Penelitian ini menggunakan karbonat apatit sebagai bahan yang diuji cobakan
dalam perawatan direct pulp capping karena bahan ini mampu merangsang osteoblas
pada tulang. Dewi dan Triawan dalam penelitiannya menemukan bahwa karbonat apatit
(C-Ap) dan C-Ap-Chitosan sama-sama berpotensi memperbaiki regenerasi tulang,
bahkan substitusi karbonat apatit pada tulang menunjukkan proses penyembuhan yang
lebih cepat daripada C-Ap-Chitosan. Aktivitas osteoblas dan osteoklas adalah penanda
dengan dentin, tidak merangsang diferensiasi odontoblas secara konsisten dan dapat
bersifat sitotoksik terhadap perkembangan sel pulpa. 58 Berdasarkan penelitian
sebelumnya, pembentukan odontoblast like cell dapat terjadi mulai dari hari ke-7
maupun hari ke-21.59,60 Kerusakan dari odontoblas akan segera diikuti oleh
meningkatnya aktivitas mitosis dari fibroblas yang berasal dari rich cell zone yang
berdekatan yang akan menggantikan fungsi dari odontoblas yang sudah mati. Cox et al.
dalam penelitian yang telah dilakukannya menemukan bahwa penyembuhan pulpa lebih
bergantung pada kemampuan bahan kaping yang diberikan untuk mencegah masuknya
bakteri daripada karakteristik khusus yang dimiliki oleh bahan tersebut. Oleh karena itu,
penting untuk membuat segel marginal yang rapat sehingga pulpa memiliki kemampuan
untuk regenerasi dengan terdiferensiasinya sel-sel pulpa untuk membentuk dentin
tubuler.61 Ca(OH)2 mudah larut dalam air dan asam, kekuatan dari bahan ini relatif
rendah sementara kelarutannya tinggi.62
Setelah pengamatan dilakukan pada ketiga kelompok sampel percobaan, secara
substansi hanya terdapat 1 sampel yang menunjukkan adanya inisiasi dentinal bridge
serta odontoblas dan odontoblast like cell pada kelompok sampel yang diberi perlakuan
karbonat apatit. Hal ini mungkin mengindikasikan karbonat apatit memiliki potensi
sebagai bahan alternatif yang dapat digunakan dalam perawatan direct pulp capping
berdasarkan kemampuannya yang ternyata dapat merangsang deposisi jaringan keras
pada gigi, walaupun bahan ini sebelumnya dikenal sebagai bone graft. Penelitian yang
dilakukan oleh Yukawa et al. menunjukkan karbonat apatit memiliki osteokonduktivitas
yang lebih baik daripada kelompok kontrol yang diperlihatkan dengan ditemukannya sel
osteoblas dan deposisi matriks tulang disekitar granul karbonat apatit tanpa jaringan
fibrous dalam waktu 2 minggu.21 Hal ini sedikit berbeda dengan hasil pengamatan yang
ditemukan karena tidak semua sampel yang diberi karbonat apatit menunjukkan adanya
odontoblas maupun deposisi dari dentinal bridge, ini sangat mungkin terkait dengan
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa inisiasi dentinal bridge dimulai
setelah 14 hari perawatan. Decup et al. dan Andelin et al. dalam penelitiannya
menemukan bahwa dentinal bridge terbentuk pada hari ke-30 setelah setelah
dilakukannya direct pulp capping pada molar satu maksila.43 Frozoni et al. dalam
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Karbonat apatit bersifat biokompatibel karena kurang menyebabkan munculnya
inflamasi dibandingkan bahan Ca(OH)2, dan berpotensi untuk digunakan sebagai
alternatif bahan direct pulp capping karena ditemukan 1 sampel yang menunjukkan
adanya sel odontoblas dan inisiasi dentinal bridge dibandingkan dengan Ca(OH)2 dan
kontrol negatif setelah pengamatan 2 minggu.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi karbonat apatit
dalam perawatan direct pulp capping dengan menambah waktu pengamatan lebih lama
lagi.
2. Sampel penelitian perlu ditambah agar hasil penelitian lebih terdistribusi
normal.
DAFTAR PUSTAKA
12.Alex G. Direct and indirect pulp capping: a brief history, material innovations, and
clinical case report. Compendium 2018; 39(3):182-9.
13.Mellisa, Hadriyanto W, Gunawan JA. Trioxide aggregate (MTA) studi pustaka.
MIKGI 2011 Edisi Khusus:86-91.
14.Trilaksana AC. Dinamika kadar leptin dan fibronektin terhadap calcium hydroxide
dan mineral trioxide aggregate sebagai bahan pulp capping. Disertasi. Makassar:
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2015: 19-51.
15.Sidharta W. Penggunaan kalsium hidroksida di bidang konservasi gigi. JKGUI
2000;7(edisi khusus): 435-43.
16.Gandolvi MG, Siboni F, Botero T, Bossu M, Riccitiello F, Prati C. Calcium silicate
and calcium hydroxide materials for pulp capping: biointeractivity, porosity,
solubility, and bioactivity of current formulations. J Appl Biomater Funct Mater
2014;0(0): 1-18.
17.Sujlana A, Pannu PK. Direct pulp capping: a treatment options in primary teeth
(Review). Pediatr Dent J 2017: 1-7.
18.Aeinehchi M, Eslami B, Ghanbaria M, Saffar AS. Mineral trioxide aggregate (MTA)
and calcium hydroxide as pulp-capping agents in human teeth: a preliminary report.
Int Endod J 2002; 36:225-31.
19.Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Laporan Kinerja 2016.
Jakarta 2016:87.
20.Ardhiyanto HB. Peran hidroksiapatit sebagai bone graft dalam proses penyembuhan
tulang. Stomatognatic J.K.G. Unej 2011;8(2):118-21.
21.Ayukawa Y, Suzuki Y, Tsuru K, Koyano K, Ishikawa K. Histological comparison in
rats between carbonate apatite fabricated from gypsum and sintered hydroxyapatite
on bone remodelling. Biomed Research 2015:1-7.
22.Wulansari I, Widiastuti MG, Prihartiningsih. Autotransplantasi gigi-gigi impaksi
insisivus maksila kanan disertai kista dentigerous dengan penambahan graft kolagen
karbonat apatit. Odonto Dent J 2018;5(1):9-17.
23.PT Swayasa Prakarsa. GamaCha your bone regeneration scaffold. 25 Juni 2013.
http://gamacha.info/profile (21 September 2018).
37.Cohen S, Hargreaves KM. Pulpal reaction to caries and dental procedures. In: Keiser
K ed. Pathways of the pulp, Ninth Edition. Canada: Mosby Elsevier, 2002: 515.
38.Ravi GR, Subramanyam RV. Calcium hydroxide-induced resorption of deciduous
teeth: a possible explanation. Dental hypotheses 2012;3(3):90-4.
39.Sabir A, Sanusi VH. Perawatan pulp capping langsung pada gigi sulung. Dalam:
Achmad MH. Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Kedokteran Gigi Anak V, 2011:
179-94.
40.Kamal EM, Nabih SM, Obeid RF, Abdelhameed MA. The reparative capacity of
different bioactive dental materials for direct pulp capping. Dent Med Probl
2018;55(2):147-52.
41.Dammaschke T, Wolff P, Sagheri D, Stratmann U, Schafer E. Mineral trioxide
aggregate for direct pulp capping: a histologic comparison with calcium hydroxide in
rat molars. Quintessence Int 2010;41(2):e20-e30.
42.Salah M, Kataia MM, Kataia EM, Din EAE, Essa ME. Evaluation of egg shell
powder as an experimental direct pulp capping material. Future Dent J 2018;5:1-5.
43.Njeh A, Uzunoglu E, Osorio HA, Simon S, Berdal A, Kellermann O, et al.
Reactionary and reparative dentin formation after pulp capping: hydrogel vs dycal.
Evidence based Endodontics 2016;1(3):1-9.
44.Kim JH, Hong JB, Lim Bs, Cho BH. Histological evaluation of direct pulp capping
with DSP-derived synthetic peptide in beagle dog. 대한치과보존학회지 2009; 34(2):
120-9.
45.Dwiandhono I, Effendy R, Kunarti S. The thickness of odontoblast-like cell layer
after induced by propolis extract and calcium hydroxide. Dent J 2016;49(1):17-21.
46.Koike T, Polan MAA, Izumikawa M, Saito T. Induction of reparative dentin
formation on exposed dental pulp by dentin phosphoryn/collagen composite. BioMed
Resc Int 2014: 1-8.
47.Parolia A, Kundabala M, Rao NN, Acharya SR, Agrawal P, Mohan M, et al. A
comparative histological analysis of human pulp following direct pulp capping with
propolis, mineral trioxide aggregate and dycal. Australian Dent J 2010;55:59-64.
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5