SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
x + 50 Halaman
Key Word : salivary flow rate, pH salivary, salivary buffer capacity, aceton level
TIM PENGUJI
iii
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
Dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Yumi Lindawati, drg., M.DSc selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tersayang
H.Alfan Ade Nasution, SE dan Hj. Ummidah Siregar serta saudara penulis Ahmad
Fadil Nst, A.Md, Laili Purnama Nst A.Md. Keb, Aldi Dwi Rizki Nst A.Md, Alfina
Tri Ariani Nst, Almustopa Rizki Nst dan Alqodri Rizki Nst yang telah memberikan
kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan skripsi ini.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes selaku Ketua Departemen
Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Minasari, drg., MM. selaku sekretaris Departemen Biologi
Oral,Yendriwati, drg., M.Kes, Rehulina Ginting, drg., M.Si, dan Lisna Unita, drg.,
M.Kes selaku staf pengajar Departemen Biologi Oral serta Ibu Ngaisah dan Kak Dani
Irma Suryani selaku staf pegawai Departemen Biologi Oral yang telah memberi
saran, masukan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
iv
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LAMPIRAN
Gambar Halaman
vii
Tabel Halaman
vi
Lampiran
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
2. Sebagai data dan informasi mengenai efek diabetes melitus tipe 2 terhadap
kadar aseton rongga mulut, laju alir saliva, pH, buffer saliva rongga mulut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3Patofisiologis DM tipe 2
fibroblas atau sel yang tidak berdiferensiasi menjadi sel lemak dewasa. PPARg juga
terlibat dalam sintesis senyawa aktif biologis dari sel endotel vaskular dan sel
kekebalan.11
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-
sel B pankreas akan terjadi secara progresif dan akan menyebabkan defesiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor, yaitu resistensi insulin dan
defesiensi insulin.2
acetoacetate, yang berasal dari lipolisis atau peroksidasi lipid. Ketone bodies seperti
aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies
dalam darah (termasuk acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek
ketonemik ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam
pernafasan meningkat pada pasien diabtes melitus yang tidak terkontrol.9
Metabolisme pada manusia terjadi pada penyakit antara lain, penderita
penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol yang menimbulkan bau mulut dengan
aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan oleh karena ketoasidosis, dimana tubuh
menggunakan lemak karena tidak adanya glukosa akibat terlalu sedikitnya insulin
dalam darah atau jika resistensi insulin terlalu tinggi yang menyebabkan ambilan
glukosa dalam darah terganggu, hal ini menyebabkan molekul asam yang dikenal
sebagai keton membentuk produk limbah, limbah keton dapat dieksresikan pada nafas
yang menyebabkan bau mulut. Spektrum gas hembusan para penderita jika
dibandingkan dengan gas hembusan orang normal dapat dijadikan parameter untuk
mendeteksi adanya kelainan dan menentukan stadiumnya. 9
Diabetes melitus yang tidak terkontrol, terdapat glukosa darah yang tinggi
tetapi terjadi disregulasi penggunaan energi karbohidrat oleh sel. Keadaan ini dapat
menyebabkan pembentukan energi non karbohidrat dengan cara pembongkaran
protein dan lemak.20 Pada manusia hasil pencernaan lemak (asam lemak dan gliserol)
dan protein (asam amino) masuk kedalam jalur respirasi sel pada titik-titik yang
diperlihatkan. Beberapa titik yang sama bekerja untuk mengalirkan kelebihan zat
intermedier ke dalam jalur metabolisme ke sintesis lemak dan asam amino tertentu. 21
Siklus Krebs merupakan jalur metabolisme yang utama dari berbagai hasil
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hasil dari Siklus Krebs adalah energi
ATP, CO2, dan H2O. Siklus Krebs berperan sebagai penghasil energi. Lemak (asam
heksanoat) lebih banyak mengandung hidrogen terikat dan merupakan senyawa
karbon yang paling banyak tereduksi, sedangkan karbohidrat (glukosa) dan protein
(asam glutamat) banyak mengandung oksigen dan lebih sedikit hidrogen terikat
adalah senyawa yang lebih teroksidasi. Senyawa karbon yang tereduksi lebih banyak
menyimpanenergi dan apabila ada pembakaran sempurna akan membebaskan energi
lebih banyak karena adanya pembebasan elektron yang lebih banyak. Jumlah elektron
yang dibebaskan menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan. 21
Pada pasien diabtes melitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai
kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan tejadinya
pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton dapat
terdeteksi melalui kadar dihati dan paru-paru sehingga dapat dideteksi melalui udara
nafas. Untuk mempertahankan sumber energi pada kondisi puasa ataupun terjadi
defek sekresi insulin pada penderita DM, maka tejadi pembongkaran glikogen dan
glukoneogenesis serta terjadinya mobilisasi asam lemak bebas yang lebih tinggi dari
individu normal. Penggunaan energi non karbohidrat seperti asam lemak melalui
proses oksidasi asam lemak yang disebut dengan ketogenesis. 22
Ketogenesis berlangsung di mitokondria sel hati dan produk ketogenesis
menghasilkan benda keton yang berfusi dalam darah (ketonemia) dimana sebagian
akan digunakan oleh jaringan ekstrahepatik menjadi sumber energi, sebagian
dikeluarkan melalui urin (ketonuria) dan sebagian melalui nafas yaitu aseton.
Meskipun sel hati dapat memproduksi benda-benda keton akan tetapi tidak dapat
menggunakannya sebagai bahan energi yang disebabkan sedikitnya suksinik-koA
transferase sehingga perlu dimobilasi ke jaringan ekstrahepatik. 20 (Gambar 3)
2.3 Saliva
Saliva merupakan cairan eksokrin yang dikeluarkan kedalam rongga mulut
melalui kelenjar saliva.24 Saliva merupakan cairan eksokrin yang terdiri dari berbagai
komponen yang kompleks, tidak berwarna, yang disekresikan kelenjar saliva mayor
dan minor untuk mempertahankan homeostasis rongga mulut.7 Secara umum saliva
berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air, menjaga
integritas gigi aktivitas anti bakterial, buffer dan berperan penting bagi kesehatan
rongga mulut.7,24
Kecepatan sekresi saliva berubah-berubah pada individu atau bersifat
kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada
saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak
diproduksi dalam jumlah besar secara tetap hanya pada waktu tertentu saja sekresi
saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istrahat, 150 ml/jam
pada saat makan dan 20-50 ml pada saat tidur.Perubahan susunan ion-ion dalam
saliva dapat mempengaruhi fungsi dan peranannya didalam rongga mulut, sehingga
dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan rongga mulut. 24
Kelenjar parotid adalah kelenjar terbesar dari saliva utama. Dengan berat 15-
30g, Terletak didaerah preaurikular dan sepanjang permukaan posterior mandar,
masing-masing kelenjar parotid dibagi oleh saraf wajah ke dalam lobus superfisial
dan lobus dalam. Lobus superfisial, yang menutupi permukaan lateralmasseter,
Kelenjar parotid ini terletak posterior di atas batas superior sternokleidomastoid otot
ke arah ujung mastoid. 25
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua yang
terletak pada dasar mulut dibawah korpus mandibular. Salurannya bermuara melalui
lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis dengan berat 7-16g. Kelenjar
sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam, pada
dasar mulut antara mandibular dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar
sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa kelenjar di
sekitar frenulum lingualis dengan berat 2-4g.25
penting untuk mengetahui diagnosa dari kelainan kelenjar saliva. Pada diabetes
melitus penurunan aliran saliva kurang dari sama dengan 0,15ml/menit. 1,6,28
2.3.5 pH Saliva
Nilai pH saliva normal berkisar 6-7 dan bervariasi tergantung kecepatan
alirannya. Konsumsi karbohidrat padat maupun cair dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan difermentasi oleh bakteri dan akan
melekat di permukaan gigi. Protein saliva, fosfat dan bikarbonat berkontribusi
terhadap pH. Protein menjadi sebagian besar terionisasi memiliki bantalan minor dan
fosfat merupakan penentu utama pH pada keadaan istirahat dalam air liur. Air liur
tetap mengandung penuh kalsium fosfat yang konsentrasinya berhubungan terbalik
dengan pH. Kondisi pH yang asam diikuti dengan laju aliran saliva yang kental.29
dalam sel dan peningkatan darah), perubahan metabolisme lemak, protein, dan
karbohidrat.1
Diabetes Melitus terbagi menjadi DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 atau
insulin dependet diabetes mellitus (IDDM) banyak terjadi terhadap anak-anak dan
remaja, akibat dari proses autoimun pada sel pankreas yang memprosuksi insulin.
DM tipe 2 atau noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan penyakit
hiperglikemia akibat insensivitas sel terhadap insulin, ditandai dengan resistensi
insulin oleh reseptornya atau sekresi insulin yang tidak mencukupi, paling sering
diungkapkan pada orang dewasa obesitas.2,8,16,17
Perubahan komposisi saliva yang salah satunya diakibatkan oleh penyakit,
diabetes mellitus. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi perubahan laju aliran
saliva dan komponen saliva. Penurunan laju saliva pada pasien DM tipe 2, hal ini
terjadi karena kerusakan parankem kelenjar, perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva,
dehidrasi, dan gangguan pada kontraksi glikemik. 6,27 Beberapa faktor mampu
medorong disfungsi saliva pada DM seperti penuaan, radioterapi kepala dan leher,
kelainan sistemik, dan beberapa obat.8,28 Penurunan pH saliva terjadi pada pasien
diabetes melitus tipe 2, pH saliva dipertahankan oleh sistem asam karbonat dan
bikarbonat, sistem fosfat dan sistem protein dari buffer. Penurunan pH yang
signifikan pada penderita diabetes dibandingkan dengan subjek non diabetes. pH
asam juga diamati pada penderita diabetes dan ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba
atau penurunan bikarbonat, yang mana terjadi bersamaan dengan laju alir saliva.1,6,28
Pada pasien diabetes mellitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai
kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan terjadinya
pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton (C3H6O)
merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan
manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocyse melalui decarboxylation dari kelebihan
Acetyl-Coa. Aseton dibentuk oleh decarboxylation, yang berasal dari lipolisis atau
peroksidasi lipid. Ketone bodies, seperti aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam
jaringan peripheral. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada subjek
ketonemik, kelaparan dan pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol. 9
Diabetes Melitus
Resistensi insulin
Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 2 +
Defisiensi insulin
Defisiensi insulin
hiperglikemia
DIABETES MELITUS
Resistensi insulin
+
Defisiensi insulin
Hiperglikemia
Gangguan toleransi
glukosa
H1 : Terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan laju alir, nilai pH,
kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik Aviati
Padang Bulan, Medan usia 40 – 55 tahun yang yang sedang menjalani perawatan.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Memilih sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti agar maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai.
Berdasarkan pada hasil perhitungan besar sampel sesuai dengan rumus diatas,
diperoleh hasil sebanyak 16. Maka total minimal sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini sebesar 16 penderita diabetes melitus tipe 2.
3.4.2 Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
1. Pasien yang mengkonsumsi alkohol
2. Pasien Penyirih
3. Pasien Perokok
4. Belum pernah melakukan hemodialisis
5. Tidak memiliki penyakit hipertensi dan jantung
6. Pasien tanpa memiliki penyakit keganasan
7. Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi
komposisi saliva
8. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden atau berpartisipasi dalam
penelitian
9. Pasien pengguna suntik insulin
A B
C D
Gambar 7: Alat dan Bahan penelitian : (a) Pipet steril yang akan di
hubungkan ke diasen. (b) Diasen yang akan menghitung kadar aseton
(c) Perhitugan pH dan buffer saliva menggunakan saliva check buffer
(d) handphone, sarung tangan, masker, label nama, timbangan, dan alat
pemeriksaan.
tersimpan dalam dropbox. Apabila penguji ingin melakukan pengujian ulang dapat
dilakukan sensor terlebih dahulu dipulihkan dengan menggunakan silica gel yang
dipompa menggunakan pompa udara.
3.9Etika Penelitian
Etika penelitian mencakup hal sebagai berikut :
1. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik
penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent).
Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisifasi dalam penelitian
yang akan dilakukan. Subjek yang menyetujui diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan untuk berpartisifasi dalam penelitian.
3. Kerahasiaan
Data yang telah terkumpul pada peneliti dalam penelitian agar dijamin
kerahasian oleh peneliti.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel pada penelitian ini merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 yang
telah melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa di Klinik Aviati Medan. Jumlah
sampel yang diteliti sebanyak 31 orang, penelitian ini dilakukan pada bulan Maret –
Mei 2018 di Klinik Aviati Padang Bulan Medan dan Klinik Aviati Jamin Ginting
Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuisioner dan pemeriksaan
yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Penelitian
dilakukan pada subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi, seluruh subjek penelitian
telah mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai.
Variabel N x ± SD
Umur (tahun) 31 49,8± 4,40
Rata-rata laju aliran saliva pada pasien adalah 1,5 ml/menit pH saliva pasien juga
mayoritas berada pada kondisi normal yaitu 7,2 sedangkan rata-rata buffer saliva pada
pasien rendah yaitu 8,2. Rata-rata kadar aseton pada pasien tinggi yaitu 377,38 mV.
Tabel 2. Laju Aliran Saliva, Nilai pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel Kategori Frekuensi %
(Jumlah responden
/orang)
Hiposalivasi 2 6.5
(< 0,7 ml/menit)
Rendah 4 12.9
(0,7-1 ml/menit)
Laju aliran Normal 24 77.4
saliva (1-3 ml/menit)
Hipersalivasi 1 3,2
(> 3 ml/menit)
Total 31 100%
Normal 28 90.3
(6,7-7,8)
pH Saliva Asam 3 9.7
(6,0-6,6)
Total 31 100.0
Sangat Rendah 5 16.1
(0-5)
Rendah 14 45.2
Kapasitas (6-9)
Buffer Normal 12 38.7
(10-12)
Total 31 100.0
yaitu 4 orang, dan 2 orang memiliki laju aliran hiposalivasi dengan nilai 0,4 ml/menit
dan 1 orang memliki laju aliran saliva hipersalivasi dengan nilai 3,8ml/menit, dimana
hipersalivasi terjadi akibat dari ketakutan subjek yang sangat berlebihan terhadap
pemeriksaan yang menyebabkan syaraf parasimpatis menurun sehingga saliva
menjadi banyak. Nilai pH subjek penelitian hampir keseluruhan memiliki nilai pH
normal yaitu 28 orang(90.3%), dan hanya ada 3 orang yang memiliki pH saliva
asam, subjek dengan nilai pH saliva asam memiliki nilai buffer sangat rendah dengan
nilai buffer 3, pada penelitian terdapat juga subjek dengan kapasitas buffer sangat
rendah dengan nilai 1-5 sejumlah 5 orang, selain dipengaruhi oleh pH, buffer saliva
juga dipengaruhi laju aliran saliva, dimana ada beberapa pasien dengan kategori laju
aliran saliva hiposalivasi dan laju aliran saliva rendah memiliki kapasitas buffer
sangat rendah dan rendah dengan nilai kapasitas buffer 9-5, namun ada juga yang
memiliki kapasitas buffer saliva normal dengan nilai berkisar 6,8-7,8, hal ini juga
diikuti dengan laju aliran saliva dan pH saliva normal.
Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Laju Aliran
Saliva, pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva
Variabel Kadar Gula Darah Puasa
r p
Laju Aliran Saliva 0,181 0,527
pH Saliva 0,043 0,820
Buffer Saliva 0,192 0,300
Keterangan : Uji correlasi pearson signifikansi p<0,05
Tabel 3 menunjukkan hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran
saliva, pH saliva dan kapasitas buffer saliva, hal ini telah diuji dengan menggunakan
uji correlasi pearson signifikansi p<0,05. Korelasi pearson antara kadar gula darah
puasa dengan laju aliran saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05)
dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,181) nilai korelasi yang
bernilai positif dapat diartikan ketika kadar gula darah puasa meningkat maka laju
aliran saliva cenderung meningkat. Korelasi pearson antara kadar gula darah puasa
dengan pH saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe
korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,043) yang berarti kecenderungan kadar
gula darah puasa meningkat akan menyebabkan pH saliva meningkat, dan hasil yang
sama didapatkan pada korelasi kadar gula darah puasa dengan kapasitas buffer saliva
yang menunjukkan nilai tidak signifikan dengan tipe korelasi positif keeratan sangat
lemah (r = +0,192) yang bermakna ketika kadar gula darah puasa meningkat maka
akan menyebabkan kapasitas buffer saliva meningkat.
Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Kadar Aseton
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel Kadar Gula Darah Puasa
Kadar Aseton r P
0,078 0,678
Keterangan : Uji correlasi pearson signifikan pada nilai p<0,05
Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar aseton dengan kategori kadar gula darah
puasa normal, sedang, dan tinggi. Penelitian ini dengan kadar gula puasa tinggi
subjek memiliki nilai kadar aseton normal namun hanya ada sedikit perbedaan pada
kadar gula darah puasa tinggi subjek memiliki nilai kadar aseton tinggi. Pada tabel ini
menjelaskan hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar aseton pada diabetes
melitus tipe 2. Korelasi Pearson antara kadar gula darah puasa dengan kadar aseton
menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif
keeratan sangat lemah (r = +0,078) yang berarti kecenderungan kadar gula darah
puasa yang meningkatakan menyebabkan peningkatan kadar aseton.
BAB 5
PEMBAHASAN
Data hasil penelitian hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran
saliva, nilai pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga mulut pada
pasien diabetes melitus tipe 2 dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson.
Uji statistik dilakukan dengan tingkat signifikansi p<0,05. Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini antara lain adalah berupa data demografi responden, frekuensi laju
aliran saliva, nilai pH, kapasitas buffer saliva, dan frekuensi kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2, dan hubungan kadar gula darah puasa
dengan laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Data demografi responden menjelaskan rata-rata dan standar deviasi umur,
berat badan, tinggi badan, laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan
kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 (tabel 1), rata-rata umur subjek
penelitian ini adalah 49,81 ±4,40, rata-rata berat badan subjek penelitian adalah 66,48
± 12,24, dan rata-rata tinggi badan subjek adalah 163 ± 7,68, rata-rata saliva pada
subjek penelitian yang meliputi laju aliran saliva adalah 1,5±0,64, nilai pH adalah
7,21 ±0,41, kapasitas buffer saliva adalah 8,2 ±3,0. Rata-rata kadar aseton subjek
penelitian adalah normal dengan nilai 377,38 ± 171,20.
Menurut American Diabetes Association (ADA), bahwa DM berkaitan
dengan faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat di ubah. Faktor resiko
yang tidak dapat di ubah meliputi riwayat keluarga DM (first degree relative), umur
>45 tahun,dikaitkan pada subjek penelitian ini didapatkan rata-rata umur sesuai
kriteria inklusi yaitu 45-55 tahun. Faktor resiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT >25kg/m2 atau lingkar perut >80 cm padawanita dan >90 cm pada
laki-laki.2 Subjek pada penelitian ini memiliki berat badan rata-rata yaitu 66,5 kg
dengan tinggi badan 163 cm, namun kekurangan penelitian ini peneliti tidak
melakukan pengukuran lingkar perut, pada penelitian ini didapatkan jumlah dari
perhitungan IMT pasien adalah 25,09 kg/m2 yang dikategorikan overweight.33
Para peneliti dari Depertements Of Endocrinology And Metabolism And
Medicine, Nizam’s Institute Of Medical Sciences University, India telah
mengkarakteristikkan proteome saliva penderita diabetes melitus tipe 2 untuk
mengidentifikasi tanda-tanda diabetes melitus dalam tubuh pada tahun 2009. Mereka
mengkarakterisasi saliva dari penderita DM dengan multidimensional liquid
chromatography. Hasilnya terdapat perbedaan kandungan saliva pada penderita
diabetes melitus yang di kontrol, penderita pradiabetes dan penderita yang tidak
terkontrol.23
1. Analisis Rata – Rata Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Melitus
tipe 2
Penelitian ini rata-rata pasien memiliki laju aliran saliva normal dengan nilai
adalah 1,5 ± 0,64 (tabel 1), dan penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan
penelitian Bernadi et al (2007), hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata
laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus terkontrol adalah normal dengan nilai
1,95±0,73.6,34 Penelitian Prathibha (2013), menjelaskan rata-rata prevalensi laju
aliran saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah 0,46 ± 0,02 yang
dikategorikan hiposalivasi (<0,7ml/menit). Perbedaan hasil penelitian ini akibat dari
perbedaan subjek penelitian dan metode penelitian, Prathibha melakukan
pemeriksaan pada subjek diabetes melitus tidak terkontrol dan metode pengambilan
saliva dengan spitting tanpa stimulasi sedangkan penelitian ini melakukan
pemeriksaan pada pasien diabetes melitus terkontrol dan menggunakan metode
pengambilan sampel saliva spitting stimulasi.6,34
Penelitian oleh Lasisi dan Fasanmade (2012) menunjukkan laju aliran saliva
lebih rendah pada pasien diabetes melitus tidak terkontrol dibandingkan dengan
pasien diabetes melitus terkontrol pada penelitian tersebut subjek penelitian memiliki
kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol, rata-rata pasien diabetes melitus tipe
2 yang tidak terkontrol memiliki laju aliran saliva yang rendah.28
dibandingkan dengan pasien diabetes terkontrol, pH asam juga diamati pada penderita
diabetes melitus hal ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba atau penurunan
bikarbonat yang terjadi bersamaan dengan laju alir saliva. Namun pada penelitian ini
di dapat hasil laju aliran saliva pasien normal sehingga nilai pH juga normal.6
Perbedaan dari hasil laju aliran saliva juga dapat berpengaruh pada hasil nilai
pH saliva, laju aliran saliva yang normal akan menghasilkan pH saliva normal,
sedangkan laju aliran saliva yang lebih rendah akan menghasilkan nilai pH saliva
yang lebih rendah. Nilai pH saliva bervariasi, tergantung dari kecepatan aliran
salivanya, pH saliva yang diperiksa dengan nilai dibawah 5,5 menyebabkan laju
aliran saliva menjadi lebih kental, hal ini terjadi bersamaan dengan penurunan nilai
pH.29
Perbedaan metode penelitian juga dapat mempengaruhi nilai pH, pada
penelitian ini menggunakan metode dengan stimulasi. Roletta (2002) menyatakan
bahwa stimulasi dengan pengunyahan paraffin meningkatkan pH saliva dan pada
penelitiannya didapat rata-rata pH saliva yaitu 7,22 seperti diketahui pH saliva
dipengaruhi oleh laju aliran saliva. Kecepatan laju aliran saliva terstimulasi dengan
pengunyahan paraffin mengalami peningkatan, sehingga pH saliva dengan laju aliran
terstimulasi akan mengalami peningkatan juga.37
itu berkolerasi dengan laju alir saliva, pada saat laju alir saliva menurun cenderung
menurunkan kapasitas buffer.24
Pada penelitian ini didapat hasil kapasitas buffer pasien adalah rendah.
Penelitian Pradanta dkk (2016) menyatakan bahwa diet karbohidrat dapat
menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan kaya protein
mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Hal ini diperkuat dengan penelitian
Andriani (2012) menyatakan bahwa individu obesitas akan mengalami gangguan
proses metabolisme yang disebabkan oleh banyaknya mengkonsumsi karbohidrat,
subjek penelitian diabetes melitus pada penelitian ini memiliki indeks masa tubuh
obesitas, sehingga peneliti menduga bahwa pasien pada penelitian ini banyak
mengkonsumsi karbohidrat yang menyebabkan penurunan kapasitas buffer saliva,
hanya saja peneliti pada penelitian ini tidak melakukan perhitungan diet pasien, hal
ini merupakan kekurangan dari penelitian ini.38
Sekresi saliva sangat penting untuk kesehatan mulut, mencapai pembersihan
mekanisme dan perlindungan fungsi melalui sejumlah fisiologis dan mekanisme
biokimia. Saliva memiliki peranan protektif dengan menjaga integritas membran
mukosa mulut serta pelumasan dan perbaikan jaringan lunak. Hal ini sangat berkaitan
dengan Frekuensi saliva pada subjek penelitian ini yaitu pada pasien diabetes melitus
tipe 2 terkontrol, dimana pada penelitian ini rata-rata pasien memiliki saliva yang
baik hal ini sangat berpengaruh pada kesehatan mulut pasien diabetes melitus tipe 2
terkontrol dan akan membawa pada kualitas hidup yang baik. 34
4. Frekuensi Laju Aliran Saliva, pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva pada
Diabetes Melitus tipe 2
Frekuensi laju aliran saliva, nilai pH, dan kapasitas buffer saliva pada pasien
diabetes melitus tipe 2 terkontrol (tabel 2), pada hasil penelitian menunjukkan 24
pasien memiliki laju aliran normal dengan nilai 1-2 ml/menit, namun ada juga pasien
yang memiliki laju aliran saliva rendah sebanyak 4 orang dengan nilai0,7 ml/menit,
pada penelitian ini juga didapat laju aliran hiposalivasi dan hipersalivasi pada pasien
dengan nilai hiposalivasi yaitu 0,4 ml/menit dan nilai hipersalivasi 3,8 ml/menit. Nilai
pH pada subjek penelitian ini adalah 28 orang memiliki nilai pH normal dengan nilai
pH 6,8-7,8 dan pada nilai buffer saliva rata-rata subjek memiliki kapasitas buffer
rendah yaitu 14 orang, dan 12 orang memiliki buffer saliva normal. Secara teori rata-
rata pasien diabetes melitus mengalami penurunan laju aliran saliva yang dipengaruhi
oleh faktor angiopati, neuropati diabetik, dan perubahan kelenjar parotis serta poliuri
yang berat.28
Neuropati diabetik adalah jenis kerusakan saraf yang terjadi karena penyakit
diabetes melitus, kadar gula darah tinggi dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan kerusakan pada saraf di seluruh tubuh, proses kejadian neuropati
biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala
nyeri yang biasanya terjadi pada serabut saraf tungkai kaki atau lengan dan gangguan
saraf termasuk inervasi ke kelenjar saliva. Neuropati diabetik disebabkan karena
kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama yang menyebabkan dinding
pembuluh darah (kapiler) menjadi lemah sehingga tidak bisa memberi asupan oksigen
dan gizi pada saraf, hal ini menyebabkan sel saraf rusak. Neuropati diabetik
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus,
manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensorik, motorik, dan otonom. Neuropati
autonom pada diabetes melitus tipe 2 dapat mengurangi kemampuan kelenjar saliva
dalam menerima stimulus, dan sekresi saliva dikontrol oleh sistem saraf otonom.39
Angiopati periper diabetik atau dikenal dengan nama diabetic peripheral
angiopathy (DPA) merupakan penyakit pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar
gula darah tinggi, penyakit ini mempengaruhi pembuluh darah yang berfungsi
membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh, namun umunya
DPA mempengaruhi pembuluh darah kaki dan pergelangan tangan. Hal ini memiliki
pengaruh terhadap saliva, Karuniawati dkk (2015) menjelaskan bahwa sekresi saliva
sangat bergantung pada nutrisi yang dialirkan oleh pembuluh-pembuluh darah
menuju kelenjar saliva.40
Komplikasi diabetes melitus terjadi karena tingginya kadar glukosa darah
secara terus menerus, komplikasi yang terjadi pada diabetes melitus dapat
menyebabkan pengurangan laju aliran saliva dan komplikasi rongga mulut lainya.
Namun pada penelitian ini didapatkan hasil laju aliran saliva dan pH saliva yang
normal pada pasien diabetes melitus terkontrol sedangkan buffer saliva pada subjek
rendah.41
Laju aliran normal pada penelitian ini dapat dimungkinkan karena adanya
pengaruh stimulasi, adapun stimulasi pada penelitian ini adalah pengunyahan dengan
menggunakan permen paraffin, saliva yang terstimulasi akan merangsang kelenjar
saliva minor sehingga sekresi saliva akan lebih tinggi dibandingkan saliva yang tidak
terstimulasi. Sekresi saliva yang normal diikuti dengan pH saliva yang normal juga. 42
Selain karena pengunyahan sekresi saliva juga dipengaruhi oleh konsistensi
dan volume makanan, Indriani (2011) menyatakan bahwa produksi saliva dapat di
rangsang oleh berbagai stimulus, termasuk stimulus mekanik yaitu mengunyah.
Konsistensi dan volume makanan juga berpengaruh terhadap lajualiran saliva.
Makanan yang membutuhkan daya kunyah besar atau makanan yang memiliki rasa
yang sangat mencolok dapat meningkatkan laju aliran saliva dan juga merubah
komposisinya. Dalam hal ini permen karet paraffin merupakan bentuk makanan yang
membutuhkan daya kunyah besar yang akan menstimulasi pusat saliva untuk
mensekresikan saliva lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak di stimulasi.
Sejalan dengan pernyataan kasuma (2015) bahwa pengunyahan permen karet secara
berulang dapat meningkatkan aliran saliva.24,31
Glukosa merupakan molekul kecil yang mampu bergerak secara mudah di
dalam membran pembuluh darah, yang dapat dikeluarkan dari plasma darah menuju
ke cairan gingiva melalui sulkus gingiva, selanjutnya mencapai saliva. Peningkatan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus mampu menyebabkan kadar
glukosa pada saliva menjadi lebih tinggi. Secara teori kondisi hiperglikemia yang
terjadi secara kronis atau akut postpradial memberikan dampak buruk pada jaringan,
secara jangka panjang akan menimbulkan komplikasi kronis dari DM. Kadar glukosa
darah tinggi (glukotoksisitas) yang diikuti dengan dislipidemia (lipotoksisitas)
mengakibatkan kerusakan jaringan secara langsung melalui stress oksidatif dan
proses meluasnya glikolisis. Kerusakan jaringan terutama adalah mikrovaskular pada
tahap diabetes melitus. Perubahan mikrovaskular dapat menurunkan kemampuan
kelenjar saliva untuk menerima respon saraf atau hormonal sehingga pasien diabetes
melitus tipe 2 mengalami perubahan laju aliran saliva dan komponen saliva. 7,8,43,44
5. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Laju Aliran Saliva, Ph Saliva, Dan
Kapasitas Buffer Saliva
Hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva (tabel 3), hal ini
telah diuji dengan menggunakan uji correlasi pearson signifikansi p<0,05. Korelasi
pearson antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva menunjukkan nilai
yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r =
+0,181) nilai korelasi yang bernilai positif dapat diartikan ketika kadar gula darah
puasa meningkat maka laju aliran saliva cenderung meningkat.
Menurut Walukow (2013) menjelaskan pada penelitiannya bahwa penderita
DM yang mengalami xerostomia mempunyai kadar gula darah diatas 100 mg/dl,
berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan semakin tinggi kadar gula
darah pasien DM tipe 2 semakin tinggi pula kemungkinan untuk merasakan
xerostomia. Hal yang sama dikatakan Nasution, bahwa pada pasien DM dengan kadar
gula darah tinggi (hiperglikemia) dapat menimbulkan kelainan rongga mulut salah
satunya adalah xerostomia.Sejalan dengan pernyataan Bernardi et al (2007), bahwa
pada kelompok diabetes melitus terkontrol dengan yang tidak terkontrol terjadi
perubahan laju aliran saliva namun tidak signifikan, penelitian ini menjelaskan bahwa
ada hubungan antara laju aliran saliva dengan tingkat kadar gula darah. Konsentrasi
glukosa darah menunjukkan hiperglikemia adalah faktor yang mempengaruhi laju
aliran saliva menjadi lebih rendah, namun pada penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian sebelumnya, terbukti bahwa pada penelitian ini didapatkan hasil nilai laju
aliran saliva normal tetapi kadar gula darah pasien tinggi, hal ini dapat dipengaruhi
oleh hal-hal lain yang dapat menstimulasi sekresi saliva. 34,45,46
Laju aliran saliva yang distimulasi akan mengalami peningkatan. Penelitian
Andayani tahun 2016 menyatakan bahwa kecepatan laju aliran saliva yang
terstimulasi dengan pengunyahan wax paraffin menunjukkan peningkatan. Selain itu
peningkatan laju aliran saliva juga dapat terjadi karena adanya peningkatan kadar a-
amylase, karena diketahui bahwa kadar a-amylase akan meningkat seiring dengan
peningkatan kecepatan laju aliran saliva, pada penelitian aydin (2007) menyatakan
bahwa kadar a-amylase saliva penderita diabetes melitus sangat tinggi dibandingkan
pasien kontrol.40,47
Korelasi antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva (tabel 3)
menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif
keeratan sangat lemah (r = +0,043) yang berarti kecenderungan kadar gula darah
puasa meningkat akan menyebabkan pH saliva meningkat, dan hasil yang sama
didapatkan pada korelasi kadar gula darah puasa dengan kapasitas buffer saliva yang
menunjukkan nilai tidak signifikan dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah
(r = +0,192) yang bermakna ketika kadar gula darah puasa meningkat maka akan
menyebabkan kapasitas buffer saliva meningkat. Menurut penelitian Priyanto et al
(2017), menjelaskan hubungan kadar gula darah dengan pH saliva adalah tidak
terdapat hubungan yang signifikan, dan menurut Hegde et al (2010), menyebutkan
dalam hasil penelitiannya bahwa pada kelompok diabetes melitus secara signifikan
terjadi perubahan pH saliva menjadi asam dan hal tersebut menunjukkan kesehatan
mulut yang buruk. 48,49
Terdapat beberapa asumsi yang dapat menjelaskan mengapa tidak terdapat
hubungan kadar gula darah dengan derajat keasaman pH saliva. Kadar gula darah
memiliki nilai yang bervariasi kadang naik turun yang disebabkan oleh faktor
endogen dari masing-masing responden yang bersifat individual dan juga banyak
dipengaruhi oleh bebrapa faktor non fisik dan lingkungan. Kadar gula darah juga di
pengaruhi oleh obat diabetes dalam tubuh yang dapat berubah karena faktor
patologik, kesesuaian obat juga dapat menyebabkan reaksi efek obat menurun atau
meningkat. Penurunan efek obat akan menyebabkan kenaikan dari kadar gula darah
dan kenaikan efek obat akan menyebabkan penurunan kadar gula darah sedangkan
pH saliva selain dipengaruhi oleh faktor kesehatan umum yaitu penyakit diabetes
melitus, juga dapat dipengaruhi karena adanya mulut kering yang dipengaruhi karena
gangguan faktor lokal pada kelenjar saliva, efek obat-obatan dan stres.49
BAB 6
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil analisis rata-rata laju aliran saliva, pH saliva, dan buffer saliva pada
subjek penelitian yaitu penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol, laju aliran saliva
normal yaitu dengan nilai 1-3 ml/menit, pH saliva mayoritas subjek pada kondisi
normal yaitu dengan nilai 6,7-7,8, dan buffer saliva subjek rendah yaitu dengan nilai
6-9.
2. Rata-rata kadar aseton rongga mulut subjek penelitian yaitu diabetes
melitus tipe 2 terkontrol adalah normal dengan nilai berkisar 300-350 mV.
3. Hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva dan
buffer saliva pada subjek penelitian di uji dengan menggunakan uji korelasi pearson
signifikansi p<0,05 yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva dan
kapasitasbuffer saliva dengan korelasi positif keeratan sangat lemah.
4. Tidak ada hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2 terkontrol dengan korelasi positif keeratan
sangat lemah, hal ini telah dibuktikan dengan uji korelasi pearson signifikansi p<0,05.
6.2 Saran
1. Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan laju aliran saliva, pH saliva,
buffer saliva, dan kadar aseton dengan lama menderita diabetes melitus tipe 2 yang
terkontrol.
2. Penelitian lebih lanjutmengenai laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas
buffer saliva dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan
suntik insulin.
3. Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan laju aliran saliva, pH saliva, dan
buffer saliva dengan kadar aseton pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak
terkontrol.
4. Penelitian lebih lanjut melihat laju aliran saliva, pH saliva, dan kapasitas
buffer saliva dengan memperhatikan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Humairo dan Apriasari. Studi Deskripsi Laju Aliran Saliva Pada Pasien Diabetes
Melitus Di RSUD Ulin Banjarmasin. PDGI J 2014; 63(1) : 8-13.
2. Restyana N.F. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority 2015; 4(5): 93-101.
3. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS). Jakarta: badan penelitian dan
pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI; 2013.h. 87-90.
4. Loporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Sumatera Utara.
Jakarta: badan penelitian dan pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI;
2013. h. 91-92
5. Shrimali L, Astekar M, Sowmya GV. Correlation Of Oral Manifestations In
Controlled And Uncontrolled Diabetes Mellitus. Int J Oral & Maxillofacial
Pathology 2011; 2: 24-27.
6. Prathibha K.M, Johnson P, Mathangi Ganesh, Arcot S.S. Evaluation Of Salivary
Profile Among Adult Type 2 Diabetes Mellitus Patients In South India. Clinical
And Diagnostic Research J 2013; 7(8):1592-1595.
7. Almeida P.D.V, Gregio A.M.T, Machado M.A.N, Antonio Adilson, Luciana Reis
Azevedo Machado. Saliva Composition And Functions: A Comprehensive
Review. J Contemp Dent Pract 2008; (9)3: 1-11, 72-80.
8. Rosa Maria Lopez P, Elisabeth Casanas, Jose Gonzalez S, Julia Serrano, Lucia
Ramirez, Lorenzo d, dkk. Xerostomia, Hyposalivation, And Salivary Flow In
Diabetes Patients. Diabetes Research J 2016: 1-3.
9. Mitrayana, M.A.J. wasono, M.R. ikhsan. Pengukuran Konsentrasi Gas Aseton
(C3H6O) Dari Gas Hembus Relawan Berpotensi Penyakit Diabetes Mellitus
Dengan Metode Spektroskopi Fotoakustik Laser. Fisika Indonesia J 2014; 18(54):
94-96.
10. Marco Righettoni, Antoni Tricoli, Samuel Gass, Alex Schmid, Anton Amann, dan
Sotiris E. Pratsinis. Analytica Chimica Acta. 738 (2012) 69-75.
11. Ozougwu J.C, Obimba K.C, Belonwu C.D, dan Unakalamba C.B. The
Pathogenesis And Pathophysiology Of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. J.
Physiol. Pathophysiol 2013; 4(4): 46-57.
12. Ndraha S. Diabetes Mellitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Jakarta: depertemen
penyakit dalam fakultas kedokteran universitas krida wacana jakarta; 2014.
Medicus, 27(2): 9-16.
13. Soelistijo S.A, Hermina Novida, Achmad Rudijanto, Pradana Soewondo, Ketut
Suastika, Asman Manaf, dkk. Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015 :1-14.
14. Soegondo S. Penatalaksaan Diabetes Melitus Terpadu. 2th.,Jakarta: FKUI., 2011:
111-22.
15. R.M. Suryadi T. Angka Kejadian Dan Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di
78 RT Kotamadya Palembang tahun 2010. April 2014. MKS, Th 46(2): 85-94.
16. Srividya Kidambi, Shailendra B. Diabetes Mellitus Considerations For Dentistry.
J Am Dent Assoc 2008; 139(5): 8S-18S.
17. American Diabetes Association. Classification And Diagnosis Of Diabetes. Sec.2.
In Standards OfMedical Care Diabetes 2017. Diabetes Care 2017; 40(suppl. 1):
S11-S24.
18. Chaidir R, Wahyuni A.S, Furkhani D.W. Hubungan Self Care Dengan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus. Journal Endurance. Juni 2017; 2(2): 132-144.
19. Lamster I.B, Evanthia Lalla, Wenche S.B, George W.T. The Relationship
Between Oral Health And Diabetes Mellitus. JADA. October 2008; 139: 19S-
24S.
20. Ikhsan R, Purnomo L.B, Mitrayana. Pengukuran Kadar Aseton Udara Nafas
Sebagai Indikator Peningkatan Ketogenesis Pada Penderita Diabetes Melitus
Tidak Terkontrol. JKKI 2010; 2(6): 27-30.
21. Kistinnah I dan Endang S.L. Biologi 3 Makhluk Hidup Dan Lingkungannya
Untuk SMA/MA Kelas XII. 2009. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional; Jakarta.
35. Karuniawati, N.M.P., Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep.,M.Pd., Ns. Luh Gede
Maryati, S.Kep (2015). Pengaruh Pemberian Latihan Mengunyah Menggunakan
Permen Karet Terhadap Jumlah Sekresi Saliva Pada Pasien Dengan Diabetes
Melitus Tipe 2. Diploma Thesis. Universitas Udayana.
36. Arul A Sri Kennath J, R Sanjay, dan Palanivelu Peramachi. Evaluation of
Correlation Between Salivary pH and Prevalence of Dental Caries in Subjects
with and without Diabetes Mellitus. Res. J. Recent. Sci. 2014; 3: 224-226.
37. Roletta H.E. Pengaruh Stimulasi Pengunyahan dan Pengecapan Terhadap
Kecepatan Aliran dan pH Saliva. JKGUI. 2002; 9(1): 29-34.
38. Pradanta Y.E, Adhani R, Khatimah IH. Hubungan Kadar pH dan Volume Saliva
Terhadap Indeks Karies Masyarakat Menginang Kecamatan Lokpaikat Kabupaten
Tapin (Studi Observasional Dengan Pengumpulan Saliva Metode Spitting). J
Dent Ked Gigi 2016; 1(2): 158-163.
39. Sari R.K dan Widiajmono A. Pengaruh Komplikasi Neuropati Terhadap
Xerostomia Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. IDJ. 2012; 1(2): 20-26.
40. Hidayat A.R, dan Nurhayati I. Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus
di Rumah. Permata Indonesia J 2014; 5(2): 49-54.
41. Giovani MP. Chronic Kidney Disease Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. J
Agromed Unila 2015; 2(3): 234-247.
42. Andayani R, Sunnati, Sholiha A. Perbedaan Laju Alir Saliva Terstimulasi Antara
Pengunyahan Paraffin Wax Dengan Permen Karet Xylitol Pada Pasien
Terindikasi Gerd. J Odonto Dent 2016; 3(2): 105-10.
43. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor Etiologi dan Penanggulangannya.
JKGUI. 2000;7: 241-248.
44. Sumintarti dan Fildzah R. Korelasi Kadar Glukosa Saliva dengan Kadar Glukosa
Darah Terhadap Terjadinya Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Melitus.
Dentofasial. Februari 2015; 14(1): 29-31.
45. Nasution M. Kandidiasis Oral Pada Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Gigi
2008; 41(3): 200-296
46. Walukow W.G (2013). gambaran xerostomia pada penderita diabetes melius tipe
2 di Poliklinik Endokrin RSUP. Prof dr. R. D Kandou Manado. Skripsi.
Universitas Sam Ratulagi : program studi kedokteran): 1-5.
47. Aydin S. a comparison of ghrelin, glucose, alpha-amylase and protein levels in
saliva from diabetics. J Biochem Mol Bioligy 2007; 40(1): 29-35.
48. Hegde A, Shenoy R, D'MeIlo P, Smitha A, Tintu A, Manjrekar P. Alternative
markers of glycemic status in diabetes mellitus. Biomedical Research.
2010;21(3):252-256.
49. Priyanto M.H, Rusdi A, Tjut M.Z. Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Dan
HbA1c Dengan Derajat pH Saliva Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUDZA
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia. Februari 20017; 2(1): 28-34.
Latar Belakang
1. Berapakah rata-rata nilai laju aliran, pH, buffer saliva dan kadar aseton
rongga mulut pada diabetes mellitus tipe 2 ?
2. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut ?
3. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan kadar aseton rongga mulut ?
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut.
tipe 2 dengan laju alir, pH,dan buffer saliva pada rongga mulut.
Hipotesis
1. H1: Ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 terhadap pH, buffer,
dan laju alir saliva.
2. H2: Ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar
aseton rongga mulut.
3.
4. Terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus sp. antara beberapa
konsentrasi ekstrak bunga rosella.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini akan memberi masukan bagi tenaga kesehatan gigi
mengenai kadar aseton rongga mulut, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut
pada penderita diabetes melitus tipe 2.
pada hari penelitian pasien akan dijelaskan kembali maksud dan tujun
dari penelitian ini, serta menandatangani surat persetujuan, setelah itu
pasien akan di Tanya sesuai dengan kuisioner
Analisis Data
meminta kesediaan
pasien berpartisipasi
dalam penelitian
dengan memberikan
lembar penjelasan dan
informed concern
kepada calon sampel
penelitian
analisis data
No. Kartu :
A. Identitas Responden
Nama :
Laki – Laki Perempuan
1. Umur : ........ tahun
2. Pekerjaan :
a. Pegawai negri
b. Pegawai swasta
c. Wiraswasta
d. Lainnya :..........
B. Penyakit DM tipe 2
C. Penyakit Sistemik
Berdasarkan jawaban dari pertanyaan diatas, maka subjek dapat dijadikan sebagai
sampel penelitian (Ya / Tidak).
A. Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Alamat :
No Telp/HP :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Kadar Gula Darah Terakhir :
B. Pemeriksaan Saliva
1. Laju alir saliva
Kriteria laju alir saliva yang distimulasi:
Kriteria Laju alir saliva (ml/ menit)
Normal 1-3
Rendah 0,7-1
Hiposalivasi <0,7
2. pH saliva
Nilai pH :
Kriteria Nilai pH
Normal 6,8-7,8
Asam 6,0-6,6
Sangat Asam 5,0-5,8
5. Halitosis
Kriteria pengukuran halitosis :
Kriteria Halitosis
Normal 10 – 500
Rendah <10
Tinggi >500
Nilai halitosis pada sampel :
Kepada Yth:
Bapak/ Ibu,
Bersama ini saya, Almida Purnama Nasution yang sedang menjalani program
pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi USU, memohon kesediaan bapak/
ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “KADAR
ASETON DAN STATUS SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar aseton, laju alir, pH
dan kapasitas buffer air liur pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai pengaruh kadar
gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap aseton, laju alir, nilai
pH, dan kapasitas buffer air liur.
Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela tanpa paksaan. Setiap data yang ada
dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Untuk penelitian ini, bapak/ibu tidak dikenakan biaya apapun. Bila bapak/ ibu
membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya :
Nama : Almida Purnama Nasution
Alamat : Jl. Garu 1 Gg. Jambu Medan Amplas
No, HP : 082274133404
Dengan ini saya mengakui bahwa saya memahami sepenuhnya tentang penelitian ini,
dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela, tanpa paksaan. Saya
mengerti bahwa saya telah dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya
tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahasia oleh peneliti.
( )
Uji Normalitas
Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Umur 31 40.00 55.00 49.8065 4.40015
Berat 31 49.00 98.00 66.4839 12.24165
Tinggi 31 150.00 178.00 163.0000 7.68115
Kadar Gula Darah 31 70.00 452.00 191.7419 97.41115
Puasa
Laju Alir Saliva 31 .40 3.20 1.5000 .64550
pH Saliva 31 6.60 7.80 7.2129 .40967
Buffer Saliva 31 1.00 12.00 8.1613 3.07784
Kadar Aseton 31 190.00 900.00 377.3871 171.20391
Kadar VSC 31 10.00 59.00 13.3226 9.02362
OHIS 31 .00 6.00 2.0645 1.55017
DMFT 31 2.00 18.00 10.4516 4.38816
Valid N (listwise) 31
pH Saliva
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 28 90.3 90.3 90.3
Asam 3 9.7 9.7 100.0
Total 31 100.0 100.0
Kadar Aseton
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 14 45.2 45.2 45.2
Rendah 4 12.9 12.9 58.1
Tinggi 13 41.9 41.9 100.0
Total 31 100.0 100.0
Correlations
Kadar gula Laju aliran
darah saliva
Kadar gula Pearson Correlation 1 .118
darah Sig. (2-tailed) .527
N 31 31
Laju aliran Pearson Correlation .118 1
saliva Sig. (2-tailed) .527
N 31 31
Correlations
Kadar gula Buffer
darah3 saliva
Kadar gula Pearson Correlation 1 .192
darah3 Sig. (2-tailed) .300
N 31 31
Buffer saliva Pearson Correlation .192 1
Sig. (2-tailed) .300
N 31 31
Correlations
Kadar gula
darah4 Kadar aseton
Kadar gula Pearson Correlation 1 .078
darah4 Sig. (2-tailed) .678
N 31 31
Kadar aseton Pearson Correlation .078 1
Sig. (2-tailed) .678
N 31 31