Anda di halaman 1dari 87

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN

STATUS SALIVA PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Almida Purnama Nasution


140600072

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Biologi Oral
Tahun 2018

Almida Purnama Nst

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA PADA

PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 (IN VITRO)

x + 50 Halaman

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai oleh


hiperglikemia karena berkurangnya produksi insulin dan merupakan penyakit
sistemik yang berhubungan dengan manifestasi oral. Pengurangan laju aliran saliva
adalah salah satu komplikasi rongga mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
dapat menyebabkan mulut kering dan penurunan pH rongga mulut. Aseton
merupakan sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan, konsentrasi
aseton meningkat pada pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva, dan untuk menganalisis hubungan kadar
gula darah dengan kadar aseton, laju alir, pH, dan buffer saliva. Penelitian ini
merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan
penelitian cross sectional dengan jumlah sampel penelitian adalah 31 orang.
Pengambilan sampel saliva dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
klinik Aviati Medan. Laju aliran saliva diperoleh dengan mengukur saliva yang
dikumpulkan selama 5 menit dalam pot saliva, sedangkan untuk mengukur pH dan
buffer saliva menggunakan GC Saliva Check Buffer, dan mengukur kadar aseton
digunakan alat Diasen. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata laju aliran saliva
normal dengan nilai 1,5 ml/menit, dan pH normal dengan nilai 7,2 sedangkan rata-
rata buffer saliva rendah dengan nilai 8,2, dan rata-rata kadar aseton pada penelitian
ini normal dengan nilai 377,38mV. Uji korelasi pearson menunjukkan nilai korelasi

Universitas Sumatera Utara


tidak signifikan antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva,
buffer saliva dan kadar aseton dengan tipe korelasi keseluruhan positif, yang dapat
diartikan bahwa kecenderungan kadar gula darah puasa meningkat akan
menyebabkan laju aliran, pH, buffer saliva dan kadar aseton meningkat. Kesimpulan
dari penelitian ini status saliva yang normal akan memberikan kadar aseton normal.

Key Word : salivary flow rate, pH salivary, salivary buffer capacity, aceton level

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi


pada tanggal 29 Agustus 2018

TIM PENGUJI

KETUA : Yumi Lindawati, drg., MDSc


NIP : 198103292009122004
ANGGOTA : 1. Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc, M. Kes
NIP : 196803111992032001
2. Yendriwati, drg., M. Kes
NIP : 196306131990032002

iii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
Dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Yumi Lindawati, drg., M.DSc selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tersayang
H.Alfan Ade Nasution, SE dan Hj. Ummidah Siregar serta saudara penulis Ahmad
Fadil Nst, A.Md, Laili Purnama Nst A.Md. Keb, Aldi Dwi Rizki Nst A.Md, Alfina
Tri Ariani Nst, Almustopa Rizki Nst dan Alqodri Rizki Nst yang telah memberikan
kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan skripsi ini.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes selaku Ketua Departemen
Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Minasari, drg., MM. selaku sekretaris Departemen Biologi
Oral,Yendriwati, drg., M.Kes, Rehulina Ginting, drg., M.Si, dan Lisna Unita, drg.,
M.Kes selaku staf pengajar Departemen Biologi Oral serta Ibu Ngaisah dan Kak Dani
Irma Suryani selaku staf pegawai Departemen Biologi Oral yang telah memberi
saran, masukan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

iv

Universitas Sumatera Utara


4. Rini Octavia Nst, drg., sp. Perio., M. Kes selaku dosen pembimbing
akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani
pendidikan akademis.
5. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan skripsi
di Departemen Biologi Oral yaitu Muthia Savira, Robby, Syakinah, Arbi, Admen,
Afifah, Ester, Fatin, Ridho, Mahfira, Hanif, Rebecca, Christine, dan Qistina atas
dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.
6. Sahabat-sahabat penulis yaitu Rainbow, Classicteen, Intan Baizuri, Lily
Suryani, khairiyani Asri dan Ahmad Fadlan Srg yang telah membantu, memberikan
doa dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang
lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
USU, pengembangan ilmu kedokteran gigi, dan masyarakat.

Medan, 16 Agustus 2018


Penulis

Almida Purnama Nst


NIM. 140600072

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii

BAB 1PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................. 3
1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................... 3
1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5


2.1 Diabetes Melitus ................................................................................ 5
2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ............................................................ 6
2.1.2 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2..... ........................................... 7
2.1.3 Patofisiologis Diabetes Melitus tipe 2 ............................................. 8
2.1.4 Diagnosa ......................................................................................... 9
2.1.5 Patogenesis Diabetes Melitus Pada Rongga Mulut ......................... 9
2.2 Gas Aseton . ....................................................................................... 10
2.3 Saliva ... . .......................................................................................... 14

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Anatomi kelenjar saliva ................................................................... 14
2.3.2 Peran saliva ...................................................................................... 15
2.3.3 Laju alir saliva ................................................................................. 16
2.3.4 pH saliva .......................................................................................... 17
2.3.5 Buffer saliva ..................................................................................... 17
2.4 Landasa teori ... . ............................................................................... 17
2.5 Kerangka Teori ... .............................................................................. 19
2.6 Kerangka Konsep ... . ......................................................................... 20

BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 21


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 21
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 21
3.2.1 Lokasi Penelitian............................................................................. 21
3.2.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 21
3.3 Populasi dan Penelitian ...................................................................... 21
3.3.1 Populasi ............................................................................................ 21
3.3.2 Sampel .............................................................................................. 21
3.3.3 Besar Sampel .................................................................................... 22
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................................. 22
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................................. 22
3.4.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................... 23
3.5 Variabel Penelitian ............................................................................. 23
3.5.1 Variabel Bebas ................................................................................. 23
3.5.2 Variabel Tergantung ......................................................................... 23
3.5.3 Variabel Terkendali .......................................................................... 24
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali................................................................ 24
3.6 Definisi Operasional........................................................................... 24
3.7 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 25
3.7.1 Alat Penelitian .................................................................................. 25
3.7.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 26
3.8 Prosedur Penelitian............................................................................. 27
3.8.1 Pengumpulan Data Demografi ......................................................... 27
3.8.2 Penandatanganan informed consent ................................................. 27
3.8.3 Pengukuran saliva ............................................................................ 27
3.8.4 Pengukuran kadar aseton. ................................................................. 28
3.8.5 Pencatatan Hasil Pemeriksaan. ......................................................... 29
3.8.6 Pengelolahan Dan Analisis Data. ..................................................... 29
3.9 Etika Penelitian .................................................................................. 29

Universitas Sumatera Utara


BAB 4 HASIL PENELITIAN .............................................................................. 30
4.1 Data Demografi Subjek Penelitian ..................................................... 30
4.2 Frekuensi Saliva pada subjek penelitian ............................................ 31
4.3 Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Saliva .................................... 32
4.4 Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kadar Aseton ........................ 33

BAB 5 PEMBAHASAN ....................................................................................... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Delapan organ berperan dalam patogenesis diabetes melitus tipe 2 .............. 7


2. Patofisiologis diabetes melitus tipe 2 ............................................................. 8
3. Skema metabolisme pembentukan energi pada tubuh manusia ..................... 11
4. Generasi aseton pada hati melalui decarboxylation asetoasetat. ................... 13
5. Grafik hubungan konsentrasi aseton dengan saliva. ...................................... 13
6. Gambar kelenjar saliva mayor. ...................................................................... 14
7. Alat dan bahan penelitian............................................................................... 26

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA .................................................. 7


2. Data Demografi Subjek Penelitian................................................................. 31
3. Frekuensi Saliva pada subjek penelitian ........................................................ 32
4. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Saliva ................................................ 33
5. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kadar Aseton .................................... 34

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir


2. Skema Alur Penelitian
3. Kuesioner
4. Lembar Penjelasan Subjek Penelitian
5. Informed Consent
6. Lembar Pengamatan Sampel
7. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian
8. Lembar Pengolahan Data

viii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
adanya hiperglikemia karena berkurangnya sekresi insulin secara absolut maupun
relatif atau disebabkan karena terjadinya resistensi insulin. Kadar glukosa darah puasa
pada penderita diabetes melitus adalah >126 mg/dl, dan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl.1,2 World health organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2025
jumlah pengidap diabetes melitus akan membengkak menjadi 300 juta orang dan
akan bertambah menjadi 438 juta orang pada tahun 2030 di seluruh dunia. Menurut
perkiraan WHO, 70% prevalensi DM ditemukan pada negara berkembang. Hasil
Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penyakit diabetes
melitus di provinsi Sumatera Utara sebesar 1,8 %.1,3,4
Beberapa faktor fisiologis pada fungsi saliva dapat membahayakan pada DM
tipe 2 yang tidak terkontrol dengan baik yang bermanifestasi pada mukosa mulut
penderita DM berupa kandidiasis, burning mouth syndrome, oral lichen planus,
stomatitis aftosa rekuren, xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva. Pada pasien DM
terjadi penurunan saliva, baik pada pasien DM yang terkontrol dan yang tidak
terkontrol, komplikasi kesehatan mulut yang dilaporkan terkait dengan DM tipe 2,
yang biasanya ditemui oleh praktisi meliputi xerostomia, kehilangan gigi, radang
gusi, periodontitis, abses odontogenik dan lesi jaringan lunak pada lidah dan mukosa
mulut.1,5,6
Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva
dan cairan krevikuler gingiva, sekitar 90% saliva diproduksi oleh kelenjar saliva
mayor, dan sekitar 10% saliva diproduksi oleh kelenjar saliva minor. Diabetes
dikaitkan dengan mikrovaskular komplikasi, neuropati otonom, keduanya dapat
mempengaruhi sekresi saliva. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi perubahan
laju aliran saliva dan komponen saliva, hal ini terjadi karena adanya kerusakan

Universitas Sumatera Utara


2

kelenjar parenkim, perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva, dehidrasi, dan gangguan


pada kontraksi glikemik. Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan disfungsi saliva
pada pasien DM yaitu penuaan, radioterapi kepala dan leher, kelainan sistemik, dan
beberapa obat. Penelitian Prathibha K.M dkk tahun 2013 menyatakan bahwa terdapat
penurunan pH saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang signifikan
dibandingkan dengan subjek non diabetes. pH asam juga terjadi pada penderita
diabetes, hal ini berkaitan dengan aktivitas mikroba atau penurunan bikarbonat, yang
terjadi bersamaan dengan laju alir saliva.3,6,7,8
Aseton (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah
pada pernafasan manusia. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada
pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol. Konsentrasi aseton dalam nafas pada
orang yang tidak menderita diabetes adalah 800-900ppb, sedangkan pada penderita
diabetes konsentrasi aseton dalam nafas berkisar 1800ppb. Penderita diabetes melitus
menimbulkan bau mulut dengan aroma bau pir, hal ini disebabkan oleh karena
ketoasisodis.9,10
Penderita DM tipe 2 meningkat setiap tahun dan banyak manifestasi yang
terjadi di rongga mulut, salah satu dari manifestasi di rongga mulut adalah penurunan
laju alir saliva, diketahui penderita diabetes memiliki konsentrasi aseton dalam
pernafasan yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian mengenai kadar aseton dan status saliva pada diabetes melitus
tipe 2 di Klinik Aviati di Jl. Jamin Ginting Padang Bulan, Medan.

Universitas Sumatera Utara


3

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapakah rata-rata nilai laju alir, pH, buffer saliva, dan kadar aseton pada
pasien diabetes melitus tipe 2 ?
2. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut ?
3. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan kadar aseton rongga mulut ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian diatas adalah :
1. Untuk menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut.
2. Untuk menganalisis hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe
2 dengan laju alir, pH, dan buffer saliva pada rongga mulut.
3. Untuk menganalisis hubungan kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
terhadap kadar aseton rongga mulut.

1.4 Hipotesis Penelitian


H1: ada hubungan kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 terhadap laju alir,
pH, dan buffer saliva rongga mulut.
H2: Ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 terhadap
kadar aseton rongga mulut.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian diatas adalah :
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai data awal pengaruh tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2
terhadap kadar aseton, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut untuk
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi, khususnya biologi oral.

Universitas Sumatera Utara


4

2. Sebagai data dan informasi mengenai efek diabetes melitus tipe 2 terhadap
kadar aseton rongga mulut, laju alir saliva, pH, buffer saliva rongga mulut.

1.5.2 Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini akan memberi masukan bagi tenaga kesehatan gigi
mengenai kadar aseton rongga mulut, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut
pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.11,12,13 Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa
peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal, hiperglikemia
merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus.13 Diabetes melitus
dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi, berasal dari kata diabere yang artinya
siphon atau tabung untuk mengaliri cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain dan
kemudian ditambahkan kata mellitus yang artinya adalah madu.14
Diabetes melitus disebut juga dengan the silent killer karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. 11
Salah satu dari keluhan yang dialami pasien diabtes melitus tidak lain dari penurunan
laju alir saliva yang dikaitkan dengan terjadinya xerostomia.1,6 Prevalensi diabetes
melitus meningkat dengan cepat di seluruh dunia World health organization (WHO)
memperkirakan bahwa pada tahun 2025 jumlah pengidap diabetes melitus akan
membengkak menjadi 300 juta orang dan akan bertambah menjadi 438 juta orang
pada tahun 2030 di seluruh dunia, diantaranya pasien DM tipe 2. Menurut perkiraan
WHO, 70% prevalensi DM ditemukan pada negara berkembang. 1,11,15
Menurut Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) (2014), kawasan Asia
Pasifik merupakan kawasan terbanyak yang menderita diabetes melitus, dengan
angka kejadianya 138 juta kasus (8.5%). IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah
insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 205 juta kasus penderita DM pada
usia 40-59 tahun (IDF, 2014).6

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dibagi menjadi 2 kategori, yaitu diabetes melitus tipe 1 atau
DM tergantung insulin (IDDM = Insulin dependent diabetes mellitus) dan diabetes
melitus tipe 2 atau DM tidak tergantung insulin (NIDDM = noninsulin dependent
diabetes mellitus).2,16,17
Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association
2010, dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus, dimana DM tipe
1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Pada DM
tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan
dalam level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama
sekali.
2. Diabetes melitus tipe 2 atau insulin non dependent diabetes mellitus, pada
penderita DM ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan periferdan untuk menghambat produksi glukosa ke hati.
3. Diabetes melitus tipe lain, diabetes melitus ini terjadi karena etiologi lain,
misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,
penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes melitus gestasional, DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal.12,18

Universitas Sumatera Utara


7

Tabel 1. Klasifikasi DM menurut ADA 2010

2.1.2 Patogenesis DM tipe 2


Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2, kegagalan sel beta
pankreas terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya.
Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak (meningkatnya
lipolisis), gastrointestinal (defisiensi increatin), sel alpa pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), otak (resistensi insulin),
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa
pada DM tipe 2. Defronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot,
liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita
DM tipe 2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang di sebut sebagai the ominous
octet (delapan organ yang terlibat dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2).
( Gambar 1 ) 2,11,13

Gambar 1: Delapan organ yang berperan dalam


patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2.13

Universitas Sumatera Utara


8

2.1.3Patofisiologis DM tipe 2

Gambar 2 : patofisiologis diabetes mellitus tipe 2.11


Individu dengan NIDDM memiliki tingkat insulin sirkulasi yang terdeteksi,
tidak seperti pasien IDDM dan patofisiologi diabetes tipe 2 dijelaskan pada Gambar
2. Atas dasar pengujian toleransi glukosa oral, elemen penting NIDDM dapat dibagi
menjadi empat kelompok yang berbeda:
a) Mereka yang memiliki toleransi glukosa normal.
b) Diabetes kimia (disebut gangguan toleransi glukosa).
c) Diabetes dengan hiperglikemia puasa minimal (glukosa plasma puasa kurang dari
140 mg / dl).
d) Diabetes mellitus berhubungan dengan hiperglikemia puasa terbuka (glukosa
plasma puasa lebih dari 140 mg / dl).
Tingkat penurunan insulin menunjukkan bahwa pasien dengan DM tipe 2
telah menurunkan sekresi insulin. Resistensi insulin dan defisiensi insulin umum
terjadi pada pasien NIDDM. Kelas obat yang relatif baru digunakan untuk
meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin adalah obat thiazolidinedione.
Senyawa ini mengikat dan mengubah fungsi proliferator peroksisom-reseptor aktif g
(PPARg). PPARg juga merupakan faktor transkripsi dan bila diaktifkan berikatan
dengan faktor transkripsi lain yang dikenal sebagai reseptor x retinoid (RXR). Ketika
kedua protein ini dikomplekskan satu set gen tertentu menjadi aktif. PPARg adalah
pengatur utama diferensiasi adiposit, Hal ini dapat menyebabkan diferensiasi

Universitas Sumatera Utara


9

fibroblas atau sel yang tidak berdiferensiasi menjadi sel lemak dewasa. PPARg juga
terlibat dalam sintesis senyawa aktif biologis dari sel endotel vaskular dan sel
kekebalan.11
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-
sel B pankreas akan terjadi secara progresif dan akan menyebabkan defesiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor, yaitu resistensi insulin dan
defesiensi insulin.2

2.1.4 Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.13
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. 2
Keluhan yang terjadi pada pasien diabetes melitus, yaitu poliuria, polifagia,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, lemak badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva
pada wanita.11,12 Terdapat keluhan rongga mulut pasien seperti bau mulut (bau
aseton), xerostomia, penurunan laju alir saliva, penyakit periodontal, karies, infeksi
mukosa oral, pengecapan dan gangguan neuro sensori.1,8,19

2.1.5 Patogenesis Diabetes Melitus Pada Kelainan Rongga Mulut


Kadar glukosa darah yang tinggi disebabkan karena adanya masalah pada
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hal ini merupakan akibat dari adanya

Universitas Sumatera Utara


10

perubahan pada proses asimilasi, metabolisme dan keseimbangan konsentrasi gula


darah. DM menyebabkan terjadi hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme
karbohidrat yang dapat dikaitkan dengan obesitas, gangguan protein dan elektrolit,
serta penyakit lainnya.1,11,12
Semakin lama seorang menderita DM maka komplikasi dalam rongga mulut
seperti hiposalivasi dan xerostomia akan lebih banyak muncul. Hubungan level kadar
glukosa darah pada pasien diabetes melitus dengan kejadian penurunan aliran saliva.
Adanya peningkatan dieresis yang berhubungan dengan penurunan cairan
ekstraseluler karena adanya hiperglikemia, sehingga berefek langsung pada produksi
saliva. Beberapa faktor fisiologis juga dapat mempengaruhi dari fungsi saliva pada
pasien diabetes melitus. DM dapat mengakibatkan perubahan hormonal,
mikrovaskular dan neuronal yang dapat mempengaruhi fungsi dari berbagai organ.
Perubahan mikrovaskular dapat mempengaruhi kemampuan kelenjar saliva dalam
merespon stimulus neural dan hormonal. Saliva juga dikontrol oleh system saraf
autonom sehingga kemungkinan dengan adanya neuropati dapat mengganggu
kemampuan seseorang dalam merespon dan menstimulasi kelenjar saliva, serta
mengubah aliran dan komposisi saliva. Penggantian fungsi jaringan oleh jaringan
adipose pada kelenjar saliva mayor dapat mengurangi jumlah dan kuantitas sekresi
saliva.1,3
Beberapa faktor mampu mendorong disfungsi saliva pada pasien diabetes
melitus seperti penuaan, radiografi, kelainan sistemik dan beberapa faktor obat. Ada
juga penelitian menunjukkan pada pasien diabetes melitus terjadi perubahan saliva
dari pada pasien non diabetes melitus, terjadi masalah ini karena kerusakan kelenjar
parenkim, perubahan mikrosirkulasi kelenjar ludah, dehidrasi, dan gangguan
glikemik.6

2.2 Metabolisme Gas Aseton Pada Tubuh


Gas aseton merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah
dalam pernafasan manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocytes melalui
decorboxylation dari kelebihan acetyl-Coa. Aseton dibentuk oleh decarboxylation

Universitas Sumatera Utara


11

acetoacetate, yang berasal dari lipolisis atau peroksidasi lipid. Ketone bodies seperti
aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies
dalam darah (termasuk acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek
ketonemik ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam
pernafasan meningkat pada pasien diabtes melitus yang tidak terkontrol.9
Metabolisme pada manusia terjadi pada penyakit antara lain, penderita
penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol yang menimbulkan bau mulut dengan
aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan oleh karena ketoasidosis, dimana tubuh
menggunakan lemak karena tidak adanya glukosa akibat terlalu sedikitnya insulin
dalam darah atau jika resistensi insulin terlalu tinggi yang menyebabkan ambilan
glukosa dalam darah terganggu, hal ini menyebabkan molekul asam yang dikenal
sebagai keton membentuk produk limbah, limbah keton dapat dieksresikan pada nafas
yang menyebabkan bau mulut. Spektrum gas hembusan para penderita jika
dibandingkan dengan gas hembusan orang normal dapat dijadikan parameter untuk
mendeteksi adanya kelainan dan menentukan stadiumnya. 9
Diabetes melitus yang tidak terkontrol, terdapat glukosa darah yang tinggi
tetapi terjadi disregulasi penggunaan energi karbohidrat oleh sel. Keadaan ini dapat
menyebabkan pembentukan energi non karbohidrat dengan cara pembongkaran
protein dan lemak.20 Pada manusia hasil pencernaan lemak (asam lemak dan gliserol)
dan protein (asam amino) masuk kedalam jalur respirasi sel pada titik-titik yang
diperlihatkan. Beberapa titik yang sama bekerja untuk mengalirkan kelebihan zat
intermedier ke dalam jalur metabolisme ke sintesis lemak dan asam amino tertentu. 21

Gambar 3 : skema metabolisme pembentukan


energi pada tubuh manusia. 21

Universitas Sumatera Utara


12

Siklus Krebs merupakan jalur metabolisme yang utama dari berbagai hasil
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hasil dari Siklus Krebs adalah energi
ATP, CO2, dan H2O. Siklus Krebs berperan sebagai penghasil energi. Lemak (asam
heksanoat) lebih banyak mengandung hidrogen terikat dan merupakan senyawa
karbon yang paling banyak tereduksi, sedangkan karbohidrat (glukosa) dan protein
(asam glutamat) banyak mengandung oksigen dan lebih sedikit hidrogen terikat
adalah senyawa yang lebih teroksidasi. Senyawa karbon yang tereduksi lebih banyak
menyimpanenergi dan apabila ada pembakaran sempurna akan membebaskan energi
lebih banyak karena adanya pembebasan elektron yang lebih banyak. Jumlah elektron
yang dibebaskan menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan. 21
Pada pasien diabtes melitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai
kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan tejadinya
pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton dapat
terdeteksi melalui kadar dihati dan paru-paru sehingga dapat dideteksi melalui udara
nafas. Untuk mempertahankan sumber energi pada kondisi puasa ataupun terjadi
defek sekresi insulin pada penderita DM, maka tejadi pembongkaran glikogen dan
glukoneogenesis serta terjadinya mobilisasi asam lemak bebas yang lebih tinggi dari
individu normal. Penggunaan energi non karbohidrat seperti asam lemak melalui
proses oksidasi asam lemak yang disebut dengan ketogenesis. 22
Ketogenesis berlangsung di mitokondria sel hati dan produk ketogenesis
menghasilkan benda keton yang berfusi dalam darah (ketonemia) dimana sebagian
akan digunakan oleh jaringan ekstrahepatik menjadi sumber energi, sebagian
dikeluarkan melalui urin (ketonuria) dan sebagian melalui nafas yaitu aseton.
Meskipun sel hati dapat memproduksi benda-benda keton akan tetapi tidak dapat
menggunakannya sebagai bahan energi yang disebabkan sedikitnya suksinik-koA
transferase sehingga perlu dimobilasi ke jaringan ekstrahepatik. 20 (Gambar 3)

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar 4: Generasi aseton pada hati melalui


decarboxylation asetoasetat.23
Hubungan kadar aseton dalam salivadan gula darah dari penderita diabetes
melitus, pada gambar di bawah menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan linear
(R2= 0,986) dari konsentrasi aseton dalam saliva dengan kadar gula darah.
Peningkatan kadar aseton setelah 12 jam berpuasa ini sebanding dengan peningkatan
gula darah dalam tubuh penderita diabetes melitus. Ini terjadi karena tubuh penderita
DM tidak dapat merespon dengan baikkeberadaan hormon insulin, sehingga
pemecahan glukosa menjadi energi tidak berlangsung sebagaimana semestinya.
Ditambah lagi dalam 12 jam tidak makan, tubuh harus mencari alternatif sebagai
sumber energi lain selain glukosa. Salah satu sumber energi alternatif adalah asam
lemak. Hal ini memicu peningkatan kadar aseton sebagai hasil dari proses
pembakaran asam lemak menjadi sumber energi utama bagi tubuh penderita diabetes
melitus.23

Gambar 5 : Grafik hubungan konsentrasi aseton dengan saliva


dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus setelah berpuasa
12 jam.23

Universitas Sumatera Utara


14

2.3 Saliva
Saliva merupakan cairan eksokrin yang dikeluarkan kedalam rongga mulut
melalui kelenjar saliva.24 Saliva merupakan cairan eksokrin yang terdiri dari berbagai
komponen yang kompleks, tidak berwarna, yang disekresikan kelenjar saliva mayor
dan minor untuk mempertahankan homeostasis rongga mulut.7 Secara umum saliva
berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air, menjaga
integritas gigi aktivitas anti bakterial, buffer dan berperan penting bagi kesehatan
rongga mulut.7,24
Kecepatan sekresi saliva berubah-berubah pada individu atau bersifat
kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada
saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak
diproduksi dalam jumlah besar secara tetap hanya pada waktu tertentu saja sekresi
saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istrahat, 150 ml/jam
pada saat makan dan 20-50 ml pada saat tidur.Perubahan susunan ion-ion dalam
saliva dapat mempengaruhi fungsi dan peranannya didalam rongga mulut, sehingga
dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan rongga mulut. 24

2.3.2 Anatomi Kelenjar Saliva


Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar
saliva mayor serta beberapa kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari
kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari
kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal dan glossopalatinal.25

Gambar 6 : Gambar kelenjar saliva mayor.25

Universitas Sumatera Utara


15

Kelenjar parotid adalah kelenjar terbesar dari saliva utama. Dengan berat 15-
30g, Terletak didaerah preaurikular dan sepanjang permukaan posterior mandar,
masing-masing kelenjar parotid dibagi oleh saraf wajah ke dalam lobus superfisial
dan lobus dalam. Lobus superfisial, yang menutupi permukaan lateralmasseter,
Kelenjar parotid ini terletak posterior di atas batas superior sternokleidomastoid otot
ke arah ujung mastoid. 25
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua yang
terletak pada dasar mulut dibawah korpus mandibular. Salurannya bermuara melalui
lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis dengan berat 7-16g. Kelenjar
sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam, pada
dasar mulut antara mandibular dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar
sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa kelenjar di
sekitar frenulum lingualis dengan berat 2-4g.25

2.3.3 Peran Saliva


Saliva berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan
air, menjaga integritas gigi, aktivitas anti bacterial, buffer, dan berperan penting
dalam kesehatan rongga mulut.24 Beberapa fungsi saliva diantaranya sebagai lubrikasi
dan pelidung jaringan lunak rongga mulut, menjaga kesetimbangan pH rongga mulut,
dan menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat
menekan naik turunnya derajat keasaman (pH).26
Sistem kelenjar ludah manusia dapat dibagi menjadi duakelompok eksokrin
yang berbeda. Kelenjar ludah utama meliputi parotid, submandibular, dan sublingual
kelenjar. Saluran itu dilapisi oleh ratusan saliva kecil kecil. Fungsi utama kelenjar
ludah adalah mengeluarkan air liur, yang berperan penting dalam pelumasan,
pencernaan, imunitas, dan pemeliharaan keseluruhan homeostasis di dalam tubuh
manusia.7 Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi
jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi ini terjadi karena musin (protein dengan
karbohidrat tinggi) berperan sebagai pelumas, pelindung mencegah dehidrasi, dan
mempertahankan viskoelastisitas saliva. Selain itu secara selektif memodulasi

Universitas Sumatera Utara


16

perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang berperan


dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur, pengunyahan, pengucapan, dan
penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein.7
Saliva berperan sebagai sistem buffer untuk melindungi mulut antara lain
untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang
diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel.
Sialin, peptida saliva, memiliki peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm
setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi. Urea adalah penyangga lain
yang terkandung dalam saliva, merupakan produk katabolisme asam amino dan
protein menyebabkan peningkatan pH yang cepat pada biofilm dengan menghasilkan
amonia dan karbondioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri. Asam karbonat
bikarbonat adalah buffer yang paling penting pada saliva yang distimulasi, sedangkan
pada saliva yang tidak distimulasi berupa sistem buffer fosfat.7

2.3.4 Laju Alir Saliva


Laju aliran saliva merupakan parameter yang menggambarkan normal, tinggi,
rendah atau sangat rendahnya aliran saliva yang dinyatakan dalam satuan ml/menit.
Total saliva ketika berada dalam kondisi istirahat selama 14 jam adalah 700-1500 ml.
Laju aliran saliva dapat mengalami perubahan karena beberapa faktor, diantaranya
derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya, irama siang dan malam, obat, usia, jenis
kelamin, dan status gizi. Beberapa studi tentang laju aliran saliva yang tidak
distimulasi pada individu yang sehat didapatkan rata-rata whole saliva sekitar 0,3
ml/menit. Hasil di bawah 0,1 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil di
antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju aliran rendah. Metode yang banyak
digunakan untuk mengukur saliva yang tidak distimulasi adalah metode meludah,
metode sedot, dan metode swab. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva
yang tidak distimulasi adalah derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan terhadap cahaya,
stimulasi sebelumnya, ritme sirkadian, ritme sirkanual, dan obat-obatan.7,26,27
Pada penderita diabetes melitus laju aliran saliva terjadi penurunan yang
dikaitkan dengan xerostomia. Pengukuran laju alir saliva merupakan informasi

Universitas Sumatera Utara


17

penting untuk mengetahui diagnosa dari kelainan kelenjar saliva. Pada diabetes
melitus penurunan aliran saliva kurang dari sama dengan 0,15ml/menit. 1,6,28

2.3.5 pH Saliva
Nilai pH saliva normal berkisar 6-7 dan bervariasi tergantung kecepatan
alirannya. Konsumsi karbohidrat padat maupun cair dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan difermentasi oleh bakteri dan akan
melekat di permukaan gigi. Protein saliva, fosfat dan bikarbonat berkontribusi
terhadap pH. Protein menjadi sebagian besar terionisasi memiliki bantalan minor dan
fosfat merupakan penentu utama pH pada keadaan istirahat dalam air liur. Air liur
tetap mengandung penuh kalsium fosfat yang konsentrasinya berhubungan terbalik
dengan pH. Kondisi pH yang asam diikuti dengan laju aliran saliva yang kental.29

2.3.6 Buffer Saliva


Kapasitas buffer saliva penting dalam mempertahankan pH saliva dan plak.
Kapasitas buffer saliva yang distimulasi dan tidak distimulasi melibatkan tiga sistem
buffer, yaitu sistem buffer asam karbonat/bikarbonat, sistem buffer fosfat, dan sistem
buffer protein. Sistem buffer yang paling penting adalah sistem asam
karbonat/bikarbonat. Ada hubungan antara pH, laju aliran, dan kapasitas buffer saliva.
pH rendah pada saliva yang distimulasi dianggap memiliki kapasitas buffer rendah.
Buffer saliva juga penting dalam remineralisasi gigi. Kapasitas buffer saliva dasarnya
tergantung pada konsentrasi bikarbonat hal itu, berkolerasi dengan laju alir saliva,
pada saat laju alir saliva menurun cenderung untuk menurunkan kapasitas buffer dan
meningkatkan resiko perkembangan karies.24

2.4 Landasan Teori


Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia karena berkurangnya sekresi insulin baik secara absolut maupun relatif
atau disebabkan karena terjadinya resistensi insulin (penurunan glukosa masuk ke

Universitas Sumatera Utara


18

dalam sel dan peningkatan darah), perubahan metabolisme lemak, protein, dan
karbohidrat.1
Diabetes Melitus terbagi menjadi DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 atau
insulin dependet diabetes mellitus (IDDM) banyak terjadi terhadap anak-anak dan
remaja, akibat dari proses autoimun pada sel pankreas yang memprosuksi insulin.
DM tipe 2 atau noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan penyakit
hiperglikemia akibat insensivitas sel terhadap insulin, ditandai dengan resistensi
insulin oleh reseptornya atau sekresi insulin yang tidak mencukupi, paling sering
diungkapkan pada orang dewasa obesitas.2,8,16,17
Perubahan komposisi saliva yang salah satunya diakibatkan oleh penyakit,
diabetes mellitus. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi perubahan laju aliran
saliva dan komponen saliva. Penurunan laju saliva pada pasien DM tipe 2, hal ini
terjadi karena kerusakan parankem kelenjar, perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva,
dehidrasi, dan gangguan pada kontraksi glikemik. 6,27 Beberapa faktor mampu
medorong disfungsi saliva pada DM seperti penuaan, radioterapi kepala dan leher,
kelainan sistemik, dan beberapa obat.8,28 Penurunan pH saliva terjadi pada pasien
diabetes melitus tipe 2, pH saliva dipertahankan oleh sistem asam karbonat dan
bikarbonat, sistem fosfat dan sistem protein dari buffer. Penurunan pH yang
signifikan pada penderita diabetes dibandingkan dengan subjek non diabetes. pH
asam juga diamati pada penderita diabetes dan ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba
atau penurunan bikarbonat, yang mana terjadi bersamaan dengan laju alir saliva.1,6,28
Pada pasien diabetes mellitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai
kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan terjadinya
pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton (C3H6O)
merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan
manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocyse melalui decarboxylation dari kelebihan
Acetyl-Coa. Aseton dibentuk oleh decarboxylation, yang berasal dari lipolisis atau
peroksidasi lipid. Ketone bodies, seperti aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam
jaringan peripheral. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada subjek
ketonemik, kelaparan dan pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol. 9

Universitas Sumatera Utara


19

2.5 Kerangka Teori

Diabetes Melitus

Resistensi insulin
Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 2 +
Defisiensi insulin
Defisiensi insulin
hiperglikemia

Dieresis Oksidasi asam


lemak
Kerusakan meningkat
kelenjer neuropati Penyediaan energy
parenkim non karbohidrat
meningkat
Perubahan mempengaruh Ketoasidosis
mikrosirkulasi pada produksi
kelenjar saliva saliva
Aseton Heptocytes
Perubahan hormonal
Laju alir pH saliva Buffer produk limbah
Perubahan neuronal saliva saliva

Dehidrasi dan gangguan Bau mulut


pada kontraksi glikemik (Halitosis)

Universitas Sumatera Utara


20

2.6 Kerangka Konsep

DIABETES MELITUS

Diabetes melitus tipe 2

Resistensi insulin
+
Defisiensi insulin

Hiperglikemia

Gangguan toleransi
glukosa

Saliva Kadar aseton

Laju aliran pH saliva Buffer saliva


saliva

H1 : Terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan laju alir, nilai pH,
kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Universitas Sumatera Utara


21

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik
observasional, dengan rancangan cross-sectional yaitu penelitian yang mempelajari
hubungan faktor resiko dan efek dengan cara tiap subjek di observasi satu kali, dan
pengukuran variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel tergantung
dilakukan pada saat yang sama.30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Pengambilan dan pengukuran sampel dilakukan di Klinik Aviati di Jl. Jamin
Ginting No. 15 Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara.Pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian yaitu Februari 2018 – juni 2018. Dimulai dari pencarian alat
penelitian, persiapan penelitian, pengumpulan sampel, kemudian dilakukan
penelitian, analisa data dan penentuan hasil serta pembahasan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Popolasi penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2.

3.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik Aviati
Padang Bulan, Medan usia 40 – 55 tahun yang yang sedang menjalani perawatan.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

Universitas Sumatera Utara


22

Memilih sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti agar maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai.

3.3.3 Besar Sampel


Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :31
n = 2 σ2 {z(n-µ)}+{z(1-β)}2
(µ1-µ2)2
n = 2. 0,322. {1,96 + 1,65}2
0,42
n = 2. 0,1024. 13,032
0,16
n = 16
Keterangan:
n = besar sampel
s 2 = varians gabungan
m1 = rata-rata pada kelompok 1 penelitian terdahulu
m 2 = rata-rata pada kelompok 2 penelitian terdahulu
z(n-m ) = level of significant, penelitian ini menggunakan α = 5%, sehingga Zα = 1,96
z(1-b ) = nilai Z kekuatan uji yang dikehendaki

Berdasarkan pada hasil perhitungan besar sampel sesuai dengan rumus diatas,
diperoleh hasil sebanyak 16. Maka total minimal sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini sebesar 16 penderita diabetes melitus tipe 2.

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


3.4.1 Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol

Universitas Sumatera Utara


23

2. Penderita diabetes melitus rentang usia 40-55 tahun


3. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
4. Pasien yang tidak mengalami gangguan fungsi kesadaran
5. Pasien diabetes yang tidak memiliki penyakit lain atau komplikasi

3.4.2 Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
1. Pasien yang mengkonsumsi alkohol
2. Pasien Penyirih
3. Pasien Perokok
4. Belum pernah melakukan hemodialisis
5. Tidak memiliki penyakit hipertensi dan jantung
6. Pasien tanpa memiliki penyakit keganasan
7. Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi
komposisi saliva
8. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden atau berpartisipasi dalam
penelitian
9. Pasien pengguna suntik insulin

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Identifikasi Variabel
3.5.1.1 Variabel Bebas
1. Penderita diabetes melitus tipe 2

3.5.1.2 Variabel Tegantung


1. Kadar aseton pada penderita DM tipe 2
2. Laju alir saliva
3. pH saliva
4. Buffer saliva

Universitas Sumatera Utara


24

3.5.1.3 Variabel Terkendali


1. Aktivitas Fisik
2. Faktor Diet
3. Tekanan Darah
4. Oral Hygiene

3.5.1.4 Variabel Tak Terkendali


1. Berat badan
2. Waktu konsumsi sarapan

3.6 Defenisi Operasional


1. Diabtes Melitus tipe 2 adalah penyakit hiperglikemia akibat
insensivitas sel terhadap insulin, ditandai dengan resistensi insulin oleh reseptornya
atau sekresi insulin yang tidak mencukupi. Sampel terkontrol dengan pengguna obat
anti diabetik (bukan pemakai insulin). Diabetes melitus terkontrol adalah penderita
diabetes melitus yang sedang menjalani pengobatan penyakit diabetes melitus atau
pasien yang rutin meminum obat diabetes melitus.
2. Status Saliva adalah gambaran dari laju alir saliva, pH saliva dan
buffer saliva pada rongga mulut penderita diabetes melitus tipe 2
3. Laju Alir Saliva adalah jumlah saliva yang dikeluarkan dalam satuan
volume (ml) dalam setiap satuan waktu (menit) yaitu ml/menit. Laju alir saliva
normal adalah 1-3 ml/menit, laju alir saliva rendah adalah 0,7-1,0 ml/menit,
hiposalivasi adalah < 0,7 ml/menit.
4. pH Saliva adalah gambaran nilai derajat keasaman saliva yang diukur
menggunakan indicator pH saliva berdasarkan indikator GC saliva check buffer. Hasil
ukur pH saliva dikategorikan normal jika bernilai 6,8-7,8, asam 6,0-6,6 dan sangat
asam 5,0-5,8.
5. Buffer Saliva adalah gambaran nilai kapasitas buffer pada rongga
mulut yang di ukur dengan menggunakan GC Saliva Check buffer. Buffer saliva
dikategorikan normal jika bernilai 10-15, rendah 6-9, sangat rendah 0-5.

Universitas Sumatera Utara


25

6. Kadar Aseton adalah satu dari sebagian besar senyawa yang


berlimpah dalam pernafasan manusia. Konsentrasi aseton rongga mulut diabetes
melitus dikategorikan rendah jika bernilai < 300 mV, sedang 300mV, dan tinggi >
300mV dengan menggunakan alat Diasen.
7. Teknik Pengambilan Saliva dilakukan dengan metode spitting,
metode spitting adalah metode yang sering digunakan dalam peumpulan saliva karena
lebih reliable. Pasien diminta untuk mengumpulkan salivanya di dalam mulut
kemudian diludahkan ke dalam wadah selama 60 detik sampai 5 menit.
8. Waktu Pengumpulan Saliva dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB
yaitu dua jam sebelum makan siang. pada saat pengukuran pasien tidak
diperkenankan makan dan minum dalam kurun waktu kurang lebih 60 menit sebelum
dilakukan pengukuran saliva. Kecuali meminum air mineral.
9. Waktu Pengukuran Aseton adalah di ukur pada saat pagi hari
sebelum sarapan dan di instruksikan pada pasien untuk berpuasa selama 8 jam
sebelum pengukuran.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian


3.7.1 Alat Pemeriksaan
1. Sarung Tangan
2. Masker
3. Kertas Tissue
4. Lembar Penelitian dan Informed Consent
5. Timbangan Digital
6. Hand Phone Tipe Android
7. Pipet Tetes
8. Diasen (sensor dan mikrokontroler berbasis arduino)
9. Botol Reagen Transpasi Kaca
10. Pipet Steril
11. GC Saliva Check Buffer
12. Label Nama

Universitas Sumatera Utara


26

13. Kuesioner dan Pena

A B

C D

Gambar 7: Alat dan Bahan penelitian : (a) Pipet steril yang akan di
hubungkan ke diasen. (b) Diasen yang akan menghitung kadar aseton
(c) Perhitugan pH dan buffer saliva menggunakan saliva check buffer
(d) handphone, sarung tangan, masker, label nama, timbangan, dan alat
pemeriksaan.

3.7.2 Bahan Penelitian


1. Saliva sebagai bahan pemeriksaan
2. Napas sebagai bahan pemeriksaan
3. Sensor Aseton
4. Silica Gel
5. Permen Karet Paraffin

Universitas Sumatera Utara


27

3.8 Prosedur Penelitian


3.8.1 Pengumpulan Data Demografi
Pengumpulan data subjek penelitian didapatkan dari buku pasien di Klinik
Aviati Jl. Jamin Ginting No. 15 Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, yaitu berupa
nama, umur, dan riwayat medis.

3.8.2 Penandatangan Informed Consent


Sampel penelitian diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan,
manfaat dan prosedur penelitian, lalu diminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam
penelitian atau menjadi subjek penelitian dengan mengisi dan menandatangani
informed consent.

3.8.3 Pengukuran Saliva


3.8.3.1 Pengumpulan Saliva
Setelah pasien telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian maka
subjek penelitian dipersiapkan untuk mengikuti prosedur penelitian. Pengambilan
saliva dilakukan dengan metode spitting dan dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB
yaitu dua jam sebelum makan siang, selama pengukuran tidak diperbolehkan makan,
minum, menyikat gigi, dan merokok.
Pasien diminta untuk duduk tegak dan rileks kemudian diinstruksikan untuk
mengumpulkan saliva dengan bantuan mengunyah permen karet paraffin kemudian
membiarkan saliva tergenang didalam mulut selama 60 detik sampai 5 menit,
kemudian saliva di buang atau diludahkan ke dalam wadah yang telah disediakan. 32

3.8.3.2 Pengukuran Laju Alir Saliva


Pengukuran laju aliran saliva dengan cara menyalakan timbangan digital dan
timbangan menunjukkan angka 0. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu. Saliva
yang sudah dikumpulkan kemudian di timbang dan dikurangkan dengan hasil
timbangan pot saliva yang sudah ditimbang kemudian hasil yang diperoleh
dinyatakan dalam satuan mL saliva.32

Universitas Sumatera Utara


28

3.8.3.3 Pengukuran pH Saliva


pH saliva merupakan gambaran derat keasaman dan kebasaan saliva. pH
saliva akan diukur dengan menggunakan pH meter digital, sebelum digunakan pH
meter digital dibersihkan terlebih dahulu dengan cara mencuci sensor elekroda
dibawah air yang mengalir, kemudian dikeringkan. Lalu, pH meter dicelupkan
kedalam larutan buffer untuk proses kalibrasi. pH meter dicelupkan dalam pot berisi
saliva hingga sensor elektroda tercelup. Kemudian amati derajat pH yang telah
tertera.32

3.8.3.4 Pengukuran Buffer Saliva


Kapasitas buffer saliva Mengukur saliva yang sudah ditampung dalam cup
dengan indikator kapasitas buffer berdasarkan indikator GC Saliva Check Buffer.
Kapasitas buffer saliva diukur dengan menggunakan GC Saliva Check, dimana
kriteria dari buffer saliva adalah hijau = 4 point, biru kehijauan= 3 point, biru= 2
point, merah kebiruan= 1 point, merah= 0 point Hasil pengukuran berdasarkan
indikator GC Saliva Check Buffer adalah perjumlahan dari 3 pad pada strip buffer,
dengan variasi nilai 0-5 adalah sangat rendah, 6-9 adalah rendah, 10-12 adalah
normal.32

3.8.4 Pengukuran Kadar Aseton


Pengukuran aseton dilakukan pada pagi hari setelah pasien subjek penelitian
diinstruksikan untuk puasa minimal 8 jam. Setelah itu subjek diambil sampel udara
nafas dengan cara menghembuskan nafas biasa masing-masing sebanyak 3 kali yang
ditampung dalam suatu tabung khusus yang kemudian dilakukan analisis kandungan
gas dengan alat, yang terlebih dahulu dilakukan yaitu, menyiapkan alat dengan
menghidupkan diasen dan dihubungkan ke handphone melalui bluetooth, kemudian
pipet steril dipasangkan pada diasen, kemudian diinstruksikan kepada pasien subjek
penelitian menghembuskan nafas selama 7 detik. Data pembaca kemudian ditransfer
dan ditampilkan di layar handphone, setelah 5 menit pengujian dapat dihentikan dan
data dapat ditampilkan dalam bentuk screenshot atau dalam bentuk data yang

Universitas Sumatera Utara


29

tersimpan dalam dropbox. Apabila penguji ingin melakukan pengujian ulang dapat
dilakukan sensor terlebih dahulu dipulihkan dengan menggunakan silica gel yang
dipompa menggunakan pompa udara.

3.8.5 Pencatatan Hasil Pemeriksaan


Setelah semua rangkaian pemeriksaan diatas telah dilaksanakan, kemudian
lakukan pencatan pada hasil pengamatan yang dilakukan. Pencatatan hasil
pengamatan dilakukan pada lembar pemeriksaan yang tersedia. Seluruh data hasil
pengamatan pada subjek penelitian akan dikumpulkan dan dilakukan pengolahan dan
analisis data.

3.8.6 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan editing, koding dan entry data.
Data hasil penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi. Data hasil
penelitian dianalisis secara statistik dengan tingkat kepercayaan α = 0,05.

3.9Etika Penelitian
Etika penelitian mencakup hal sebagai berikut :
1. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik
penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent).
Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisifasi dalam penelitian
yang akan dilakukan. Subjek yang menyetujui diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan untuk berpartisifasi dalam penelitian.
3. Kerahasiaan
Data yang telah terkumpul pada peneliti dalam penelitian agar dijamin
kerahasian oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara


30

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Sampel pada penelitian ini merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 yang
telah melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa di Klinik Aviati Medan. Jumlah
sampel yang diteliti sebanyak 31 orang, penelitian ini dilakukan pada bulan Maret –
Mei 2018 di Klinik Aviati Padang Bulan Medan dan Klinik Aviati Jamin Ginting
Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuisioner dan pemeriksaan
yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Penelitian
dilakukan pada subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi, seluruh subjek penelitian
telah mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai.

Tabel 1. Data Demografi Responden


DESKRIPSI STATISTIK

Variabel N x ± SD
Umur (tahun) 31 49,8± 4,40

Berat (kg) 31 66,5± 12,2

Tinggi (cm) 31 163,0± 7,68

Laju Alir Saliva (ml/menit) 31 1,5± 0,7


pH Saliva 31 7,2± 0,5

Buffer Saliva 31 8,2± 3,0

Kadar Aseton (mV) 31 377,38 ± 171,20

Tabel 1 menunjukkan data demografi pada responden dengan kisaran usia


sampel sesuai dengan kriteria inklusi yaitu 40-55 tahun. Berat badan rata-rata pasien
adalah 66,5 kg dengan berat badan minimun responden pada penelitian ini adalah
49kg dan maksimumnya adalah 98 kg, sedangkan tinggi badan rata-rata 163 cm
dengan tinggi badan minimum 150 cm dan tinggi badan maksimum adalah 178 cm.

Universitas Sumatera Utara


31

Rata-rata laju aliran saliva pada pasien adalah 1,5 ml/menit pH saliva pasien juga
mayoritas berada pada kondisi normal yaitu 7,2 sedangkan rata-rata buffer saliva pada
pasien rendah yaitu 8,2. Rata-rata kadar aseton pada pasien tinggi yaitu 377,38 mV.

Tabel 2. Laju Aliran Saliva, Nilai pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel Kategori Frekuensi %
(Jumlah responden
/orang)
Hiposalivasi 2 6.5
(< 0,7 ml/menit)
Rendah 4 12.9
(0,7-1 ml/menit)
Laju aliran Normal 24 77.4
saliva (1-3 ml/menit)
Hipersalivasi 1 3,2
(> 3 ml/menit)
Total 31 100%
Normal 28 90.3
(6,7-7,8)
pH Saliva Asam 3 9.7
(6,0-6,6)
Total 31 100.0
Sangat Rendah 5 16.1
(0-5)
Rendah 14 45.2
Kapasitas (6-9)
Buffer Normal 12 38.7
(10-12)
Total 31 100.0

Tabel 2 menunjukkan frekuensi laju aliran saliva, nilai pH saliva, dan


kapasitas buffer saliva, nilai laju aliran saliva pada subjek rata-rata memiliki nilai laju
aliran saliva normal yaitu berjumlah 24 orang dari 31 orang subjek dengan nilai laju
alir 1-1,8ml/menit, namun ada beberapa orang yang memiliki laju aliran saliva rendah

Universitas Sumatera Utara


32

yaitu 4 orang, dan 2 orang memiliki laju aliran hiposalivasi dengan nilai 0,4 ml/menit
dan 1 orang memliki laju aliran saliva hipersalivasi dengan nilai 3,8ml/menit, dimana
hipersalivasi terjadi akibat dari ketakutan subjek yang sangat berlebihan terhadap
pemeriksaan yang menyebabkan syaraf parasimpatis menurun sehingga saliva
menjadi banyak. Nilai pH subjek penelitian hampir keseluruhan memiliki nilai pH
normal yaitu 28 orang(90.3%), dan hanya ada 3 orang yang memiliki pH saliva
asam, subjek dengan nilai pH saliva asam memiliki nilai buffer sangat rendah dengan
nilai buffer 3, pada penelitian terdapat juga subjek dengan kapasitas buffer sangat
rendah dengan nilai 1-5 sejumlah 5 orang, selain dipengaruhi oleh pH, buffer saliva
juga dipengaruhi laju aliran saliva, dimana ada beberapa pasien dengan kategori laju
aliran saliva hiposalivasi dan laju aliran saliva rendah memiliki kapasitas buffer
sangat rendah dan rendah dengan nilai kapasitas buffer 9-5, namun ada juga yang
memiliki kapasitas buffer saliva normal dengan nilai berkisar 6,8-7,8, hal ini juga
diikuti dengan laju aliran saliva dan pH saliva normal.

Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Laju Aliran
Saliva, pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva
Variabel Kadar Gula Darah Puasa
r p
Laju Aliran Saliva 0,181 0,527
pH Saliva 0,043 0,820
Buffer Saliva 0,192 0,300
Keterangan : Uji correlasi pearson signifikansi p<0,05

Tabel 3 menunjukkan hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran
saliva, pH saliva dan kapasitas buffer saliva, hal ini telah diuji dengan menggunakan
uji correlasi pearson signifikansi p<0,05. Korelasi pearson antara kadar gula darah
puasa dengan laju aliran saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05)
dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,181) nilai korelasi yang
bernilai positif dapat diartikan ketika kadar gula darah puasa meningkat maka laju

Universitas Sumatera Utara


33

aliran saliva cenderung meningkat. Korelasi pearson antara kadar gula darah puasa
dengan pH saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe
korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,043) yang berarti kecenderungan kadar
gula darah puasa meningkat akan menyebabkan pH saliva meningkat, dan hasil yang
sama didapatkan pada korelasi kadar gula darah puasa dengan kapasitas buffer saliva
yang menunjukkan nilai tidak signifikan dengan tipe korelasi positif keeratan sangat
lemah (r = +0,192) yang bermakna ketika kadar gula darah puasa meningkat maka
akan menyebabkan kapasitas buffer saliva meningkat.

Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Kadar Aseton
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel Kadar Gula Darah Puasa
Kadar Aseton r P
0,078 0,678
Keterangan : Uji correlasi pearson signifikan pada nilai p<0,05

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar aseton dengan kategori kadar gula darah
puasa normal, sedang, dan tinggi. Penelitian ini dengan kadar gula puasa tinggi
subjek memiliki nilai kadar aseton normal namun hanya ada sedikit perbedaan pada
kadar gula darah puasa tinggi subjek memiliki nilai kadar aseton tinggi. Pada tabel ini
menjelaskan hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar aseton pada diabetes
melitus tipe 2. Korelasi Pearson antara kadar gula darah puasa dengan kadar aseton
menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif
keeratan sangat lemah (r = +0,078) yang berarti kecenderungan kadar gula darah
puasa yang meningkatakan menyebabkan peningkatan kadar aseton.

Universitas Sumatera Utara


34

BAB 5

PEMBAHASAN

Data hasil penelitian hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran
saliva, nilai pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga mulut pada
pasien diabetes melitus tipe 2 dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson.
Uji statistik dilakukan dengan tingkat signifikansi p<0,05. Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini antara lain adalah berupa data demografi responden, frekuensi laju
aliran saliva, nilai pH, kapasitas buffer saliva, dan frekuensi kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2, dan hubungan kadar gula darah puasa
dengan laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Data demografi responden menjelaskan rata-rata dan standar deviasi umur,
berat badan, tinggi badan, laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan
kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 (tabel 1), rata-rata umur subjek
penelitian ini adalah 49,81 ±4,40, rata-rata berat badan subjek penelitian adalah 66,48
± 12,24, dan rata-rata tinggi badan subjek adalah 163 ± 7,68, rata-rata saliva pada
subjek penelitian yang meliputi laju aliran saliva adalah 1,5±0,64, nilai pH adalah
7,21 ±0,41, kapasitas buffer saliva adalah 8,2 ±3,0. Rata-rata kadar aseton subjek
penelitian adalah normal dengan nilai 377,38 ± 171,20.
Menurut American Diabetes Association (ADA), bahwa DM berkaitan
dengan faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat di ubah. Faktor resiko
yang tidak dapat di ubah meliputi riwayat keluarga DM (first degree relative), umur
>45 tahun,dikaitkan pada subjek penelitian ini didapatkan rata-rata umur sesuai
kriteria inklusi yaitu 45-55 tahun. Faktor resiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT >25kg/m2 atau lingkar perut >80 cm padawanita dan >90 cm pada
laki-laki.2 Subjek pada penelitian ini memiliki berat badan rata-rata yaitu 66,5 kg
dengan tinggi badan 163 cm, namun kekurangan penelitian ini peneliti tidak

Universitas Sumatera Utara


35

melakukan pengukuran lingkar perut, pada penelitian ini didapatkan jumlah dari
perhitungan IMT pasien adalah 25,09 kg/m2 yang dikategorikan overweight.33
Para peneliti dari Depertements Of Endocrinology And Metabolism And
Medicine, Nizam’s Institute Of Medical Sciences University, India telah
mengkarakteristikkan proteome saliva penderita diabetes melitus tipe 2 untuk
mengidentifikasi tanda-tanda diabetes melitus dalam tubuh pada tahun 2009. Mereka
mengkarakterisasi saliva dari penderita DM dengan multidimensional liquid
chromatography. Hasilnya terdapat perbedaan kandungan saliva pada penderita
diabetes melitus yang di kontrol, penderita pradiabetes dan penderita yang tidak
terkontrol.23

1. Analisis Rata – Rata Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Melitus
tipe 2
Penelitian ini rata-rata pasien memiliki laju aliran saliva normal dengan nilai
adalah 1,5 ± 0,64 (tabel 1), dan penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan
penelitian Bernadi et al (2007), hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata
laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus terkontrol adalah normal dengan nilai
1,95±0,73.6,34 Penelitian Prathibha (2013), menjelaskan rata-rata prevalensi laju
aliran saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah 0,46 ± 0,02 yang
dikategorikan hiposalivasi (<0,7ml/menit). Perbedaan hasil penelitian ini akibat dari
perbedaan subjek penelitian dan metode penelitian, Prathibha melakukan
pemeriksaan pada subjek diabetes melitus tidak terkontrol dan metode pengambilan
saliva dengan spitting tanpa stimulasi sedangkan penelitian ini melakukan
pemeriksaan pada pasien diabetes melitus terkontrol dan menggunakan metode
pengambilan sampel saliva spitting stimulasi.6,34
Penelitian oleh Lasisi dan Fasanmade (2012) menunjukkan laju aliran saliva
lebih rendah pada pasien diabetes melitus tidak terkontrol dibandingkan dengan
pasien diabetes melitus terkontrol pada penelitian tersebut subjek penelitian memiliki
kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol, rata-rata pasien diabetes melitus tipe
2 yang tidak terkontrol memiliki laju aliran saliva yang rendah.28

Universitas Sumatera Utara


36

Karuniawani dkk (2015) menyatakan sekresi kelenjar saliva dapat distimulasi


dengan beberapa cara seperti rangsangan mekanis dengan mengunyah makanan,
rangsangan kimiawi dengan rasa makanan yaitu asam, manis, asin, pahit, pedas,
rangsangan neuronal melalui saraf otonom, rangsangan psikis, serta rangsangan rasa
sakit. Refleks saliva dapat dirangsang dengan gerakan mekanis dalam mulut dengan
menstimulasi reseptor pengecap oleh nervus trigeminal (V) dan nervus fasialis (V2).
Mengunyah dapat meningkatkan sekresi saliva, hal ini terjadi karena aktivitas
mengunyah akan menstimulasi saraf parasimpatis kemudian mendilatasi pembuluh
darah pada kelenjar saliva sehingga dapat mengalirkan saliva, karena sekresi saliva
sangat bergantung pada nutrisi yang dialirkan oleh pembuluh-pembuluh darah
menuju kelenjar saliva.35

2. Analisis Rata – Rata pH Saliva Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2


Nilai pH pada subjek penelitian ini yaitu normal dengan nilai 7,21 ± 0,41
(tabel 1), sedangkan nilai pH yang telah diamati Bernadi et al (2007) pada penderita
diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol memiliki hasil nilai yang berbeda namun hasil
kategori sama dengan penelitian ini, adapun rata-rata nilai pH saliva menurut Bernadi
et al adalah 6,7±1,8 nilai ini termasuk pada kategori normal, temuan ini juga diamati
oleh Kennath et al (2014) yang menyatakan bahwa rata-rata pH saliva pada pasien
diabetes melitus terkontrol adalah normal dengan nilai pH saliva adalah 7,4 ±0,20.
Berbeda dengan nilai pH yang telah diamati Prathibha K.M (2013) secara signifikan
yaitu rendah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan nilai adalah 6,69 ± 0,35.
Perbedaan metode penelitian yang digunakan menyebabkan hasil nilai laju aliran
saliva berbeda, subjek penelitian yang berbeda juga mempengaruhi nilai laju aliran
saliva sehingga berpengaruh juga pada nilai pH, pada penelitian ini dan penelitian
Bernadi melakukan pemeriksaan pada kelompok pasien diabetes melitus tipe 2
terkontrol sedangkan pada penelitian Prathibha melakukan penelitian pada kelompok
diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol.6,34,36
Secara teori penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol mengalami
penurunan sekresi saliva, yang menyebabkan terjadinya penurunan pH saliva

Universitas Sumatera Utara


37

dibandingkan dengan pasien diabetes terkontrol, pH asam juga diamati pada penderita
diabetes melitus hal ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba atau penurunan
bikarbonat yang terjadi bersamaan dengan laju alir saliva. Namun pada penelitian ini
di dapat hasil laju aliran saliva pasien normal sehingga nilai pH juga normal.6
Perbedaan dari hasil laju aliran saliva juga dapat berpengaruh pada hasil nilai
pH saliva, laju aliran saliva yang normal akan menghasilkan pH saliva normal,
sedangkan laju aliran saliva yang lebih rendah akan menghasilkan nilai pH saliva
yang lebih rendah. Nilai pH saliva bervariasi, tergantung dari kecepatan aliran
salivanya, pH saliva yang diperiksa dengan nilai dibawah 5,5 menyebabkan laju
aliran saliva menjadi lebih kental, hal ini terjadi bersamaan dengan penurunan nilai
pH.29
Perbedaan metode penelitian juga dapat mempengaruhi nilai pH, pada
penelitian ini menggunakan metode dengan stimulasi. Roletta (2002) menyatakan
bahwa stimulasi dengan pengunyahan paraffin meningkatkan pH saliva dan pada
penelitiannya didapat rata-rata pH saliva yaitu 7,22 seperti diketahui pH saliva
dipengaruhi oleh laju aliran saliva. Kecepatan laju aliran saliva terstimulasi dengan
pengunyahan paraffin mengalami peningkatan, sehingga pH saliva dengan laju aliran
terstimulasi akan mengalami peningkatan juga.37

3. Analisis Rata-Rata Buffer Saliva Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2


Nilai rata-rata kapasitas buffer saliva pada subjek penelitian ini adalah 8,2
±3,0 (tabel 1) nilai ini termasuk pada kategori rendah dan berbeda dengan penelitian
Bernadi et al (2007) menjelaskan nilai buffer saliva pada penderita diabetes melitus
tipe 2 terkontrol adalah sangat rendah dengan nilai rata-rata 4,81 ± 1,21. perbedaan
hasil dapat dipengaruhi oleh laju aliran saliva dan nilai pH. 34
Kapasitas buffer saliva yang distimulasi dan tidak distimulasi melibatkan tiga
sistem buffer, yaitu sistem buffer asam karbonat/bikarbonat, sistem buffer fosfat, dan
sistem buffer protein. Sistem buffer yang paling penting adalah sistem asam
karbonat/bikarbonat. Buffer saliva memiliki hubungan antara pH saliva dan laju aliran
saliva. Kapasitas buffer saliva dasarnya tergantung pada konsentrasi bikarbonat hal

Universitas Sumatera Utara


38

itu berkolerasi dengan laju alir saliva, pada saat laju alir saliva menurun cenderung
menurunkan kapasitas buffer.24
Pada penelitian ini didapat hasil kapasitas buffer pasien adalah rendah.
Penelitian Pradanta dkk (2016) menyatakan bahwa diet karbohidrat dapat
menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan kaya protein
mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Hal ini diperkuat dengan penelitian
Andriani (2012) menyatakan bahwa individu obesitas akan mengalami gangguan
proses metabolisme yang disebabkan oleh banyaknya mengkonsumsi karbohidrat,
subjek penelitian diabetes melitus pada penelitian ini memiliki indeks masa tubuh
obesitas, sehingga peneliti menduga bahwa pasien pada penelitian ini banyak
mengkonsumsi karbohidrat yang menyebabkan penurunan kapasitas buffer saliva,
hanya saja peneliti pada penelitian ini tidak melakukan perhitungan diet pasien, hal
ini merupakan kekurangan dari penelitian ini.38
Sekresi saliva sangat penting untuk kesehatan mulut, mencapai pembersihan
mekanisme dan perlindungan fungsi melalui sejumlah fisiologis dan mekanisme
biokimia. Saliva memiliki peranan protektif dengan menjaga integritas membran
mukosa mulut serta pelumasan dan perbaikan jaringan lunak. Hal ini sangat berkaitan
dengan Frekuensi saliva pada subjek penelitian ini yaitu pada pasien diabetes melitus
tipe 2 terkontrol, dimana pada penelitian ini rata-rata pasien memiliki saliva yang
baik hal ini sangat berpengaruh pada kesehatan mulut pasien diabetes melitus tipe 2
terkontrol dan akan membawa pada kualitas hidup yang baik. 34

4. Frekuensi Laju Aliran Saliva, pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva pada
Diabetes Melitus tipe 2
Frekuensi laju aliran saliva, nilai pH, dan kapasitas buffer saliva pada pasien
diabetes melitus tipe 2 terkontrol (tabel 2), pada hasil penelitian menunjukkan 24
pasien memiliki laju aliran normal dengan nilai 1-2 ml/menit, namun ada juga pasien
yang memiliki laju aliran saliva rendah sebanyak 4 orang dengan nilai0,7 ml/menit,
pada penelitian ini juga didapat laju aliran hiposalivasi dan hipersalivasi pada pasien
dengan nilai hiposalivasi yaitu 0,4 ml/menit dan nilai hipersalivasi 3,8 ml/menit. Nilai

Universitas Sumatera Utara


39

pH pada subjek penelitian ini adalah 28 orang memiliki nilai pH normal dengan nilai
pH 6,8-7,8 dan pada nilai buffer saliva rata-rata subjek memiliki kapasitas buffer
rendah yaitu 14 orang, dan 12 orang memiliki buffer saliva normal. Secara teori rata-
rata pasien diabetes melitus mengalami penurunan laju aliran saliva yang dipengaruhi
oleh faktor angiopati, neuropati diabetik, dan perubahan kelenjar parotis serta poliuri
yang berat.28
Neuropati diabetik adalah jenis kerusakan saraf yang terjadi karena penyakit
diabetes melitus, kadar gula darah tinggi dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan kerusakan pada saraf di seluruh tubuh, proses kejadian neuropati
biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala
nyeri yang biasanya terjadi pada serabut saraf tungkai kaki atau lengan dan gangguan
saraf termasuk inervasi ke kelenjar saliva. Neuropati diabetik disebabkan karena
kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama yang menyebabkan dinding
pembuluh darah (kapiler) menjadi lemah sehingga tidak bisa memberi asupan oksigen
dan gizi pada saraf, hal ini menyebabkan sel saraf rusak. Neuropati diabetik
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus,
manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensorik, motorik, dan otonom. Neuropati
autonom pada diabetes melitus tipe 2 dapat mengurangi kemampuan kelenjar saliva
dalam menerima stimulus, dan sekresi saliva dikontrol oleh sistem saraf otonom.39
Angiopati periper diabetik atau dikenal dengan nama diabetic peripheral
angiopathy (DPA) merupakan penyakit pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar
gula darah tinggi, penyakit ini mempengaruhi pembuluh darah yang berfungsi
membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh, namun umunya
DPA mempengaruhi pembuluh darah kaki dan pergelangan tangan. Hal ini memiliki
pengaruh terhadap saliva, Karuniawati dkk (2015) menjelaskan bahwa sekresi saliva
sangat bergantung pada nutrisi yang dialirkan oleh pembuluh-pembuluh darah
menuju kelenjar saliva.40
Komplikasi diabetes melitus terjadi karena tingginya kadar glukosa darah
secara terus menerus, komplikasi yang terjadi pada diabetes melitus dapat
menyebabkan pengurangan laju aliran saliva dan komplikasi rongga mulut lainya.

Universitas Sumatera Utara


40

Namun pada penelitian ini didapatkan hasil laju aliran saliva dan pH saliva yang
normal pada pasien diabetes melitus terkontrol sedangkan buffer saliva pada subjek
rendah.41
Laju aliran normal pada penelitian ini dapat dimungkinkan karena adanya
pengaruh stimulasi, adapun stimulasi pada penelitian ini adalah pengunyahan dengan
menggunakan permen paraffin, saliva yang terstimulasi akan merangsang kelenjar
saliva minor sehingga sekresi saliva akan lebih tinggi dibandingkan saliva yang tidak
terstimulasi. Sekresi saliva yang normal diikuti dengan pH saliva yang normal juga. 42
Selain karena pengunyahan sekresi saliva juga dipengaruhi oleh konsistensi
dan volume makanan, Indriani (2011) menyatakan bahwa produksi saliva dapat di
rangsang oleh berbagai stimulus, termasuk stimulus mekanik yaitu mengunyah.
Konsistensi dan volume makanan juga berpengaruh terhadap lajualiran saliva.
Makanan yang membutuhkan daya kunyah besar atau makanan yang memiliki rasa
yang sangat mencolok dapat meningkatkan laju aliran saliva dan juga merubah
komposisinya. Dalam hal ini permen karet paraffin merupakan bentuk makanan yang
membutuhkan daya kunyah besar yang akan menstimulasi pusat saliva untuk
mensekresikan saliva lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak di stimulasi.
Sejalan dengan pernyataan kasuma (2015) bahwa pengunyahan permen karet secara
berulang dapat meningkatkan aliran saliva.24,31
Glukosa merupakan molekul kecil yang mampu bergerak secara mudah di
dalam membran pembuluh darah, yang dapat dikeluarkan dari plasma darah menuju
ke cairan gingiva melalui sulkus gingiva, selanjutnya mencapai saliva. Peningkatan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus mampu menyebabkan kadar
glukosa pada saliva menjadi lebih tinggi. Secara teori kondisi hiperglikemia yang
terjadi secara kronis atau akut postpradial memberikan dampak buruk pada jaringan,
secara jangka panjang akan menimbulkan komplikasi kronis dari DM. Kadar glukosa
darah tinggi (glukotoksisitas) yang diikuti dengan dislipidemia (lipotoksisitas)
mengakibatkan kerusakan jaringan secara langsung melalui stress oksidatif dan
proses meluasnya glikolisis. Kerusakan jaringan terutama adalah mikrovaskular pada
tahap diabetes melitus. Perubahan mikrovaskular dapat menurunkan kemampuan

Universitas Sumatera Utara


41

kelenjar saliva untuk menerima respon saraf atau hormonal sehingga pasien diabetes
melitus tipe 2 mengalami perubahan laju aliran saliva dan komponen saliva. 7,8,43,44

5. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Laju Aliran Saliva, Ph Saliva, Dan
Kapasitas Buffer Saliva
Hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva (tabel 3), hal ini
telah diuji dengan menggunakan uji correlasi pearson signifikansi p<0,05. Korelasi
pearson antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva menunjukkan nilai
yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r =
+0,181) nilai korelasi yang bernilai positif dapat diartikan ketika kadar gula darah
puasa meningkat maka laju aliran saliva cenderung meningkat.
Menurut Walukow (2013) menjelaskan pada penelitiannya bahwa penderita
DM yang mengalami xerostomia mempunyai kadar gula darah diatas 100 mg/dl,
berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan semakin tinggi kadar gula
darah pasien DM tipe 2 semakin tinggi pula kemungkinan untuk merasakan
xerostomia. Hal yang sama dikatakan Nasution, bahwa pada pasien DM dengan kadar
gula darah tinggi (hiperglikemia) dapat menimbulkan kelainan rongga mulut salah
satunya adalah xerostomia.Sejalan dengan pernyataan Bernardi et al (2007), bahwa
pada kelompok diabetes melitus terkontrol dengan yang tidak terkontrol terjadi
perubahan laju aliran saliva namun tidak signifikan, penelitian ini menjelaskan bahwa
ada hubungan antara laju aliran saliva dengan tingkat kadar gula darah. Konsentrasi
glukosa darah menunjukkan hiperglikemia adalah faktor yang mempengaruhi laju
aliran saliva menjadi lebih rendah, namun pada penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian sebelumnya, terbukti bahwa pada penelitian ini didapatkan hasil nilai laju
aliran saliva normal tetapi kadar gula darah pasien tinggi, hal ini dapat dipengaruhi
oleh hal-hal lain yang dapat menstimulasi sekresi saliva. 34,45,46
Laju aliran saliva yang distimulasi akan mengalami peningkatan. Penelitian
Andayani tahun 2016 menyatakan bahwa kecepatan laju aliran saliva yang
terstimulasi dengan pengunyahan wax paraffin menunjukkan peningkatan. Selain itu
peningkatan laju aliran saliva juga dapat terjadi karena adanya peningkatan kadar a-

Universitas Sumatera Utara


42

amylase, karena diketahui bahwa kadar a-amylase akan meningkat seiring dengan
peningkatan kecepatan laju aliran saliva, pada penelitian aydin (2007) menyatakan
bahwa kadar a-amylase saliva penderita diabetes melitus sangat tinggi dibandingkan
pasien kontrol.40,47
Korelasi antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva (tabel 3)
menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif
keeratan sangat lemah (r = +0,043) yang berarti kecenderungan kadar gula darah
puasa meningkat akan menyebabkan pH saliva meningkat, dan hasil yang sama
didapatkan pada korelasi kadar gula darah puasa dengan kapasitas buffer saliva yang
menunjukkan nilai tidak signifikan dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah
(r = +0,192) yang bermakna ketika kadar gula darah puasa meningkat maka akan
menyebabkan kapasitas buffer saliva meningkat. Menurut penelitian Priyanto et al
(2017), menjelaskan hubungan kadar gula darah dengan pH saliva adalah tidak
terdapat hubungan yang signifikan, dan menurut Hegde et al (2010), menyebutkan
dalam hasil penelitiannya bahwa pada kelompok diabetes melitus secara signifikan
terjadi perubahan pH saliva menjadi asam dan hal tersebut menunjukkan kesehatan
mulut yang buruk. 48,49
Terdapat beberapa asumsi yang dapat menjelaskan mengapa tidak terdapat
hubungan kadar gula darah dengan derajat keasaman pH saliva. Kadar gula darah
memiliki nilai yang bervariasi kadang naik turun yang disebabkan oleh faktor
endogen dari masing-masing responden yang bersifat individual dan juga banyak
dipengaruhi oleh bebrapa faktor non fisik dan lingkungan. Kadar gula darah juga di
pengaruhi oleh obat diabetes dalam tubuh yang dapat berubah karena faktor
patologik, kesesuaian obat juga dapat menyebabkan reaksi efek obat menurun atau
meningkat. Penurunan efek obat akan menyebabkan kenaikan dari kadar gula darah
dan kenaikan efek obat akan menyebabkan penurunan kadar gula darah sedangkan
pH saliva selain dipengaruhi oleh faktor kesehatan umum yaitu penyakit diabetes
melitus, juga dapat dipengaruhi karena adanya mulut kering yang dipengaruhi karena
gangguan faktor lokal pada kelenjar saliva, efek obat-obatan dan stres.49

Universitas Sumatera Utara


43

6. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kadar Aseton Rongga Mulut


Hipotesa penelitian mengenai hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar
aseton (tabel 4) di tolak, karena hasil analisis yang dibuktikan dengan menggunakan
uji korelasi pearson dengan signifikansi p<0,05 tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan korelasi positif keeratan sangat lemah. Menurut mitrayana dkk
(2014), aseton merupakan senyawa berlimpah pada pernafasan manusia, konsentrasi
aseton dalam pernafasan meningkat pada penderita diabetes melitus yang tidak
terkontrol. Menurut penelitian Muttaqin (2012), kadar gula darah dan kadar aseton
pada saliva memang memiliki hubungan, dimana seseorang dengan kadar gula darah
yang lebih tinggi memiliki kadar aseton yang juga lebih tinggi di dalam saliva.9,23
Hasil dari penelitian yang telah di teliti Muttaqin (2012) berbeda karena
adanya perbedaan dalam penggunaan alat untuk pemeriksaan, dimana pada
penelitiann Muttaqin dilakukan penelitian dengan menggunakan alat Spektroskopi
dengan satuan konsentrasi kadar aseton mol/l sedangkan penelitian yang telah
dilakukan menggunakan alat Diasen dengan satuan mV. Kasus-kasus kelainan
metabolime manusia terjadi antara lain pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang
tidak terkontrol menimbulkan nafas atau bau mulut dengan aroma buah pir, hal ini
disebabkan ketoasidosis, dimana molekul asam yang dikenal sebagai keton
membentuk produk limbah, limbah keton dapat dieksresikan pada nafas yang
menyebabkan bau mulut.9,23

Universitas Sumatera Utara


44

BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil analisis rata-rata laju aliran saliva, pH saliva, dan buffer saliva pada
subjek penelitian yaitu penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol, laju aliran saliva
normal yaitu dengan nilai 1-3 ml/menit, pH saliva mayoritas subjek pada kondisi
normal yaitu dengan nilai 6,7-7,8, dan buffer saliva subjek rendah yaitu dengan nilai
6-9.
2. Rata-rata kadar aseton rongga mulut subjek penelitian yaitu diabetes
melitus tipe 2 terkontrol adalah normal dengan nilai berkisar 300-350 mV.
3. Hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva dan
buffer saliva pada subjek penelitian di uji dengan menggunakan uji korelasi pearson
signifikansi p<0,05 yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva dan
kapasitasbuffer saliva dengan korelasi positif keeratan sangat lemah.
4. Tidak ada hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar aseton rongga
mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2 terkontrol dengan korelasi positif keeratan
sangat lemah, hal ini telah dibuktikan dengan uji korelasi pearson signifikansi p<0,05.

6.2 Saran
1. Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan laju aliran saliva, pH saliva,
buffer saliva, dan kadar aseton dengan lama menderita diabetes melitus tipe 2 yang
terkontrol.
2. Penelitian lebih lanjutmengenai laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas
buffer saliva dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan
suntik insulin.

Universitas Sumatera Utara


45

3. Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan laju aliran saliva, pH saliva, dan
buffer saliva dengan kadar aseton pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak
terkontrol.
4. Penelitian lebih lanjut melihat laju aliran saliva, pH saliva, dan kapasitas
buffer saliva dengan memperhatikan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Universitas Sumatera Utara


46

DAFTAR PUSTAKA

1. Humairo dan Apriasari. Studi Deskripsi Laju Aliran Saliva Pada Pasien Diabetes
Melitus Di RSUD Ulin Banjarmasin. PDGI J 2014; 63(1) : 8-13.
2. Restyana N.F. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority 2015; 4(5): 93-101.
3. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS). Jakarta: badan penelitian dan
pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI; 2013.h. 87-90.
4. Loporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Sumatera Utara.
Jakarta: badan penelitian dan pengembangan kesehatan depertemen kesehatan RI;
2013. h. 91-92
5. Shrimali L, Astekar M, Sowmya GV. Correlation Of Oral Manifestations In
Controlled And Uncontrolled Diabetes Mellitus. Int J Oral & Maxillofacial
Pathology 2011; 2: 24-27.
6. Prathibha K.M, Johnson P, Mathangi Ganesh, Arcot S.S. Evaluation Of Salivary
Profile Among Adult Type 2 Diabetes Mellitus Patients In South India. Clinical
And Diagnostic Research J 2013; 7(8):1592-1595.
7. Almeida P.D.V, Gregio A.M.T, Machado M.A.N, Antonio Adilson, Luciana Reis
Azevedo Machado. Saliva Composition And Functions: A Comprehensive
Review. J Contemp Dent Pract 2008; (9)3: 1-11, 72-80.
8. Rosa Maria Lopez P, Elisabeth Casanas, Jose Gonzalez S, Julia Serrano, Lucia
Ramirez, Lorenzo d, dkk. Xerostomia, Hyposalivation, And Salivary Flow In
Diabetes Patients. Diabetes Research J 2016: 1-3.
9. Mitrayana, M.A.J. wasono, M.R. ikhsan. Pengukuran Konsentrasi Gas Aseton
(C3H6O) Dari Gas Hembus Relawan Berpotensi Penyakit Diabetes Mellitus
Dengan Metode Spektroskopi Fotoakustik Laser. Fisika Indonesia J 2014; 18(54):
94-96.
10. Marco Righettoni, Antoni Tricoli, Samuel Gass, Alex Schmid, Anton Amann, dan
Sotiris E. Pratsinis. Analytica Chimica Acta. 738 (2012) 69-75.

Universitas Sumatera Utara


47

11. Ozougwu J.C, Obimba K.C, Belonwu C.D, dan Unakalamba C.B. The
Pathogenesis And Pathophysiology Of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. J.
Physiol. Pathophysiol 2013; 4(4): 46-57.
12. Ndraha S. Diabetes Mellitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Jakarta: depertemen
penyakit dalam fakultas kedokteran universitas krida wacana jakarta; 2014.
Medicus, 27(2): 9-16.
13. Soelistijo S.A, Hermina Novida, Achmad Rudijanto, Pradana Soewondo, Ketut
Suastika, Asman Manaf, dkk. Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015 :1-14.
14. Soegondo S. Penatalaksaan Diabetes Melitus Terpadu. 2th.,Jakarta: FKUI., 2011:
111-22.
15. R.M. Suryadi T. Angka Kejadian Dan Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di
78 RT Kotamadya Palembang tahun 2010. April 2014. MKS, Th 46(2): 85-94.
16. Srividya Kidambi, Shailendra B. Diabetes Mellitus Considerations For Dentistry.
J Am Dent Assoc 2008; 139(5): 8S-18S.
17. American Diabetes Association. Classification And Diagnosis Of Diabetes. Sec.2.
In Standards OfMedical Care Diabetes 2017. Diabetes Care 2017; 40(suppl. 1):
S11-S24.
18. Chaidir R, Wahyuni A.S, Furkhani D.W. Hubungan Self Care Dengan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus. Journal Endurance. Juni 2017; 2(2): 132-144.
19. Lamster I.B, Evanthia Lalla, Wenche S.B, George W.T. The Relationship
Between Oral Health And Diabetes Mellitus. JADA. October 2008; 139: 19S-
24S.
20. Ikhsan R, Purnomo L.B, Mitrayana. Pengukuran Kadar Aseton Udara Nafas
Sebagai Indikator Peningkatan Ketogenesis Pada Penderita Diabetes Melitus
Tidak Terkontrol. JKKI 2010; 2(6): 27-30.
21. Kistinnah I dan Endang S.L. Biologi 3 Makhluk Hidup Dan Lingkungannya
Untuk SMA/MA Kelas XII. 2009. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional; Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


48

22. Wang Z Dan Wang C. Is Breath Acetone A Biomarker Of Diabetes? A Historical


Review On Breath Acetone Measurements. J. Breath Res 2013; 7(2013) 037109
(18pp): 1-18.
23. Muttaqin A, Mursaini T. Penentuan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus (DM) Melalui Uji Spektroskopi Aseton Dalam Air Liur. Ilmu fisika J.
maret 2012;4(1):8-13.
24. Indriana T. Perbedaan Laju Aliran Saliva Dan Ph Karena Pengaruh Stimulus
Kimiawi Dan Mekanis. J Kedokt Meditek. Mei-Agust 2011; 17(44): 1-5.
25. Holsinger C.F, Bui D.T. Anantomy Function And Evaluation Of Salivary Gland.
In: Mayer EN, Ferris RL. Salivary Gland Disorders. Berlin: Springer Berlin
Heildelberg, 2007: 1-13.
26. Animireddy D, Bekkem R, Vallala P, Kotha B.S, Ankireddy S, Mohammad N.
Evaluation Of Ph, Buffering Capacity, Viscosity And Flow Rate Leves Of Saliva
In Caries-Free, Minimal Caries And Nursing Caries Children: An In Vivo
Study.Comtemp Clin Dent 2014; 5(3): 324-6.
27. Brosky M.E. The Role Of Saliva In Oral Health: Strategies For Prevention And
Management Of Xerostomia. Supportive Oncology J. Mei 2007; 5(5): 215-225.
28. Lasisi T.J dan Fasanmade A.A. Salivary Flow And Composition In Diabetic And
Non Diabetic Subjects. Niger.J.Physiol.Sci 2012: 79-82.
29. Pandey A.K. Physiology Of Saliva : An Overview. J Dent Ind. 2014; 21(1): 32-38.
30. Nugrahaeni DK. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC; 2011: 136.
31. Noor N.N. Epidemiologi. Ed 2. Jakarta: Rineka Cipta, 2014: 208-9.
32. Nila Kasuma. Fisiologi Dan Patologi Saliva. Padang: Andalas University Press,
2015: 22-26.
33. Fathmi A. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar
Tahun 2012. Skripsi. Surakarta: Program Studi Kedokteran) 12: 2-13.
34. Bernardi M.J, Reis A, Loguecio A.D dkk. Study Of The Buffering Capacity, Ph
And Salivary Flow Rate In Type 2 Well-Controlled And Poorly Controlled
Diabetic Patients. Oral Health Prev Dent J. 2007; 5: 73-78.

Universitas Sumatera Utara


49

35. Karuniawati, N.M.P., Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep.,M.Pd., Ns. Luh Gede
Maryati, S.Kep (2015). Pengaruh Pemberian Latihan Mengunyah Menggunakan
Permen Karet Terhadap Jumlah Sekresi Saliva Pada Pasien Dengan Diabetes
Melitus Tipe 2. Diploma Thesis. Universitas Udayana.
36. Arul A Sri Kennath J, R Sanjay, dan Palanivelu Peramachi. Evaluation of
Correlation Between Salivary pH and Prevalence of Dental Caries in Subjects
with and without Diabetes Mellitus. Res. J. Recent. Sci. 2014; 3: 224-226.
37. Roletta H.E. Pengaruh Stimulasi Pengunyahan dan Pengecapan Terhadap
Kecepatan Aliran dan pH Saliva. JKGUI. 2002; 9(1): 29-34.
38. Pradanta Y.E, Adhani R, Khatimah IH. Hubungan Kadar pH dan Volume Saliva
Terhadap Indeks Karies Masyarakat Menginang Kecamatan Lokpaikat Kabupaten
Tapin (Studi Observasional Dengan Pengumpulan Saliva Metode Spitting). J
Dent Ked Gigi 2016; 1(2): 158-163.
39. Sari R.K dan Widiajmono A. Pengaruh Komplikasi Neuropati Terhadap
Xerostomia Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. IDJ. 2012; 1(2): 20-26.
40. Hidayat A.R, dan Nurhayati I. Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus
di Rumah. Permata Indonesia J 2014; 5(2): 49-54.
41. Giovani MP. Chronic Kidney Disease Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. J
Agromed Unila 2015; 2(3): 234-247.
42. Andayani R, Sunnati, Sholiha A. Perbedaan Laju Alir Saliva Terstimulasi Antara
Pengunyahan Paraffin Wax Dengan Permen Karet Xylitol Pada Pasien
Terindikasi Gerd. J Odonto Dent 2016; 3(2): 105-10.
43. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor Etiologi dan Penanggulangannya.
JKGUI. 2000;7: 241-248.
44. Sumintarti dan Fildzah R. Korelasi Kadar Glukosa Saliva dengan Kadar Glukosa
Darah Terhadap Terjadinya Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Melitus.
Dentofasial. Februari 2015; 14(1): 29-31.
45. Nasution M. Kandidiasis Oral Pada Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Gigi
2008; 41(3): 200-296

Universitas Sumatera Utara


50

46. Walukow W.G (2013). gambaran xerostomia pada penderita diabetes melius tipe
2 di Poliklinik Endokrin RSUP. Prof dr. R. D Kandou Manado. Skripsi.
Universitas Sam Ratulagi : program studi kedokteran): 1-5.
47. Aydin S. a comparison of ghrelin, glucose, alpha-amylase and protein levels in
saliva from diabetics. J Biochem Mol Bioligy 2007; 40(1): 29-35.
48. Hegde A, Shenoy R, D'MeIlo P, Smitha A, Tintu A, Manjrekar P. Alternative
markers of glycemic status in diabetes mellitus. Biomedical Research.
2010;21(3):252-256.
49. Priyanto M.H, Rusdi A, Tjut M.Z. Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Dan
HbA1c Dengan Derajat pH Saliva Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUDZA
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia. Februari 20017; 2(1): 28-34.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

SKEMA ALUR PIKIR

Latar Belakang

1. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai


dengan adanya hiperglikemia karena berkurangnya sekresi insulin baik
secara absolut maupun relatif atau disebabkan karena terjadinya resistensi
insulin (penurunan glukosa masuk ke dalam sel dan peningkatan darah),
perubahan metabolisme lemak, protein,dan karbohidrat.
2. Diabetes melitus terbagi menjadi 2 bagian yaitu, diabetes melitus tipe 1
atau IDDM dan diabetes melitus tipe 2 atau NIDDM.
3. World health organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun
2025 jumlah pengidap diabetes melitus akan membengkak menjadi 300
juta orang dan akan bertambah menjadi 438 juta orang pada tahun 2030 di
seluruh dunia, diantaranya pasien DM tipe 2.
4. Hasil Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi
penyakit diabetes melitus di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1,8%.
5. Kelainan yang ditemukan yang bermanifestasi di rongga mulut yaitu,
kandidiasis, burning mouth syndrome, oral lichen planus, stomatitis
aftosa rekuren, xerostomia, dan disfungsi kelenjar saliva.
6. Diabetes dikaitkan dengan mikrovaskular komplikasi, neuropati otonom,
keduanyadapat mempengaruhi sekresi ludah. Pada pasien diabetes melitus
tipe 2 terjadi perubahan laju aliran saliva dan komponen saliva.
7. Penurunan laju saliva terjadi pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan
non-DM, hal ini terjadi karena terjadinya kerusakan kelenjar parenkim,
perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva, dehidrasi, dan gangguan pada
kontraksi glikemik.
8. Aseton (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang
berlimpah pada pernafasan manusia. Konsentrasi aseton dalam pernafasan
meningkat pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol.

Universitas Sumatera Utara


Rumusan Masalah

1. Berapakah rata-rata nilai laju aliran, pH, buffer saliva dan kadar aseton
rongga mulut pada diabetes mellitus tipe 2 ?
2. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut ?
3. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2
dengan kadar aseton rongga mulut ?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut.

2. Untuk menganalisis hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus

tipe 2 dengan laju alir, pH,dan buffer saliva pada rongga mulut.

3. Untuk menganalisis hubungan kadar gula darah diabetes melitus tipe 2

terhadap kadar aseton rongga mulut.

Hipotesis

1. H1: Ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 terhadap pH, buffer,
dan laju alir saliva.
2. H2: Ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar
aseton rongga mulut.
3.
4. Terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus sp. antara beberapa
konsentrasi ekstrak bunga rosella.

Universitas Sumatera Utara


Manfaat Teoritis

1. Sebagai data awal pengaruh tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2


terhadap kadar aseton, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut untuk
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi, khususnya biologi oral.
2. Sebagai data dan informasi mengenai efek diabetes melitus tipe 2
terhadap kadar aseton rongga mulut, laju alir saliva, pH, buffer saliva rongga
mulut.

Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini akan memberi masukan bagi tenaga kesehatan gigi
mengenai kadar aseton rongga mulut, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut
pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada


masyarakat bahwa bunga rosella adalah salah satu bahan alami yang mempunyai
efek antimikroba.
.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

SKEMA ALUR PENELITIAN

Pengumpulan data dapat dilkukan dengan menggunakan atau


mendapatkan dari catatan medis Klinik Aviati Padang Bulan, Medan

Menyusun kriteria inklusi dan ekslusi berdasarkan maksud dan tujuan


dari penelitian di atas.

Sebelum penelitian , sample yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi


diberi penjelasan tentang maksud penelitian yang akan dilakukan, dan
instruksikan untuk berpuasa minimal 8 jam

pada hari penelitian pasien akan dijelaskan kembali maksud dan tujun
dari penelitian ini, serta menandatangani surat persetujuan, setelah itu
pasien akan di Tanya sesuai dengan kuisioner

Kemudian melakukan pengumpulan saliva yang dilakukan salam


beberapa putaran, setiap putaran terdiri atas 2 orang subjek

Persiapan sebelum pengumpulan saliva, diposisikan dengan tenang


pasien, kemudian diinstruksikan untuk mengunyah permen paraffin
selama 5 menit, kemudian saliva yang tergenang akan di ludahkan
beberapa kali ke dalam wadah yang telah disediakan

Pot diberi label, kemudian dimasukkan dalam termos, dan melakukan


pengukuran saliva tentang ph, laju alir, dan buffer.

Universitas Sumatera Utara


Kemudian melakukan pengukuran gas aseton pasien diabetes dengan
menggunakan alat yang telah di sediakan

Pencatatan hasil pemeriksaan

Pengumpulan dan pengelolaan data

Analisis Data

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2 : SKEMA ALUR PENELITIAN

populasi Mencari sampel berdasarkan


kriteria inklusi dan eksklusi
dari populasi penelitian

meminta kesediaan
pasien berpartisipasi
dalam penelitian
dengan memberikan
lembar penjelasan dan
informed concern
kepada calon sampel
penelitian

pengisian kuisioner Melakukan pengukuran


berat badan

Universitas Sumatera Utara


melakukan pengukuran melakukan pemeriksaan
tinggi badan kadar gula darah puasa

pengambilan sampel saliva persiapan pengambilan


jam 08.00-10.00

pengukuran kadar aseton melakukan pengukuran


laju aliran saliva, pH
saliva, dan kapasitas
buffer

Universitas Sumatera Utara


pencatatan hasil penelitian pengumpulan dan
pengolahan data

analisis data

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1 : KUESIONER
DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA


PADA DIABETES MELITUS TIPE 2

No. Kartu :
A. Identitas Responden
Nama :
Laki – Laki Perempuan
1. Umur : ........ tahun
2. Pekerjaan :
a. Pegawai negri
b. Pegawai swasta
c. Wiraswasta
d. Lainnya :..........

B. Penyakit DM tipe 2

3. Lama menderita DM tipe 2


a. 1 – 5 tahun
b. 6 – 10 tahun
c. 11 – 15 tahun
d. 16 – 20 tahun

Universitas Sumatera Utara


4. Jenis makanan utama :
a. Nasi
b. Gandum
c. Roti
d. Lainnya :.........

5. Frekuensi makan makanan utama setiap hari :


a. 2 kali / hari
b. 3 kali / hari
c. 4 kali / hari
d. > 4 kali / hari

6. Frekuensi olah raga fisik :


a. Setiap hari
b. Tidak pernah
c. Lainnya :...........

C. Penyakit Sistemik

7. Apakah anda memiliki penyakit sistemik lain selain DM tipe 2?


a. ya
b. tidak

8. Apakah anda sedang mengkonsumsi obat-obatan lain selain obat diabetes?


a. Ya
b. Tidak

9. Apakah anda pernah menjalani radioterapi ?


a. pernah
b. Tidak pernah

Universitas Sumatera Utara


10. Apakah anda mengkonsumsi alkohol ?
a. Ya
b. Tidak

11. Apakah anda merokok ?


a. Ya
b. Tidak

12. Apakah anda memiliki kebiasaan menyirih ?


a. Ya
b. Tidak

13. Apakah anda menggunakan insulin ?


a. Ya
b. Tidak

Berdasarkan jawaban dari pertanyaan diatas, maka subjek dapat dijadikan sebagai
sampel penelitian (Ya / Tidak).

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2: LEMBAR PENGAMATAN SAMPEL

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA


PADA DIABETES MELITUS TIPE 2
No :
Tanggal :

A. Identitas Pasien

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Alamat :
No Telp/HP :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Kadar Gula Darah Terakhir :

B. Pemeriksaan Saliva
1. Laju alir saliva
Kriteria laju alir saliva yang distimulasi:
Kriteria Laju alir saliva (ml/ menit)
Normal 1-3
Rendah 0,7-1
Hiposalivasi <0,7

Laju alir saliva sampel : ml/ menit

Universitas Sumatera Utara


Kriteria pada sampel : Normal/ Rendah/ Hiposalivasi

2. pH saliva
Nilai pH :
Kriteria Nilai pH
Normal 6,8-7,8
Asam 6,0-6,6
Sangat Asam 5,0-5,8

Nilai pH pada sampel :

Kriteria pada sampel : Normal/ Asam/ Sangat Asam

3. Kapasitas buffer saliva


Kriteria kapasitas buffersaliva:
a. Hijau = 4 point
b. Biru kehijauan = 3 point
c. Biru = 2 point
d. Merah kebiruan = 1 point
e. Merah = 0 point
Hasil pengukuran berdasarkan indikator GC saliva Check Buffer(perjumlahan
dari 3 pad pada strip buffer).
Kriteria Kapasitas Buffer
Sangat Rendah 0-5
Rendah 6-9
Normal 10-12

Kapasitas buffer pada sampel :

Kriteria pada sampel: Sangat Rendah/ Rendah/ Normal

Universitas Sumatera Utara


4. Kadar aseton
Kriteria pengukuran kadar aseto:
Kriteria Kadar Aseton
DM 1800
Non DM 800-900

Konsentrasi kadar aseton pada sampel :

Kriteria konsentrasi kadar aseton : DM / Non DM

5. Halitosis
Kriteria pengukuran halitosis :
Kriteria Halitosis
Normal 10 – 500
Rendah <10
Tinggi >500
Nilai halitosis pada sampel :

Kriteria halitosis pada pasien : Normal /Rendah / Tinggi

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1:

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth:

Bapak/ Ibu,

Bersama ini saya, Almida Purnama Nasution yang sedang menjalani program
pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi USU, memohon kesediaan bapak/
ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “KADAR
ASETON DAN STATUS SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2”

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar aseton, laju alir, pH
dan kapasitas buffer air liur pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai pengaruh kadar
gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap aseton, laju alir, nilai
pH, dan kapasitas buffer air liur.

Laju aliran air liur merupakan parameter yang menggambarkan normal,


tinggi, rendah atau sangat rendahnya aliran air liur yang dinyatakan dalam satuan
ml/menit. Perubahan laju alir air liur dapat menyebabkan perubahan pH dan kapasitas
buffer yang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah penyakit diabetes
melitus tipe 2. Perubahan laju alir air liur akibat penyakit diabetes melitus tipe 2
memengaruhi ada atau tidaknya gangguan fungsi air liur dalam mulut.

Proses penelitian memerlukan kerjasama yang baik dari bapak/ibu untuk


meluangkan sedikit waktunya. Dalam penelitian ini saudari/ibu akan melakukan :
1. Wawancara dan pengisian kuesioner.
2. Pengisian lembar persetujuan (informed consent).
3. Mengunyah permen karet paraffin dan melakukan pengambilan air liur.
4. Menghembus alat pengukuran kadar aseton

Universitas Sumatera Utara


5. Meniup alat pengukur bau mulut

Adapun ketidaknyamanan bapak/ibu yang dialami dalam prosedur penelitian


yaitu rasa tidak nyaman saat mengunyah permen karet paraffin dan pengambilan air
liur. Keuntungan menjadi subjek penelitian yaitu mengetahui efek penyakit diabetes
melitus terhadap kadar aseton, laju alir, volume, nilai pH, dan kapasitas buffer pada
air liur bapak/ ibu.

Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela tanpa paksaan. Setiap data yang ada
dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Untuk penelitian ini, bapak/ibu tidak dikenakan biaya apapun. Bila bapak/ ibu
membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya :
Nama : Almida Purnama Nasution
Alamat : Jl. Garu 1 Gg. Jambu Medan Amplas
No, HP : 082274133404

Jika bapak/ibu bersedia, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian


terlampir harap ditanda tangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat
ketersediaan tersebut tidak mengikat bapak/ibu dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian berlangsung.

Terimakasih saya ucapkan kepada bapak/ibu yang telah ikut berpartisipasi


pada penelitian ini. Keikutsertaan bapak/ibu dalam penelitian ini akan
menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2018


Peneliti,

Almida Purnama Nst

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2:

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/HP :

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini,


JudulPenelitian : Kadar Aseton Rongga Mulut Dan Status Saliva Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Nama Peneliti : Almida Purnama Nst
NIM : 140600072
Fakultas : Fakultas Kedokteran Gigi USU

Dengan ini saya mengakui bahwa saya memahami sepenuhnya tentang penelitian ini,
dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela, tanpa paksaan. Saya
mengerti bahwa saya telah dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya
tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahasia oleh peneliti.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat digunakan sepenuhnya.

Medan, ..... Maret 2018


Yang Menyetujui,

( )

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 7

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 8: LEMBAR HASIL PENELITIAN

Jenis KGD KGD Laju Laju Kadar Kadar


No Umur Berat Tinggi pH pH Buffer Buffer
Kelamin Puasa Puasa Alir Alir Aseton Aseton
1 Perempuan 52 49 150 403 Tinggi 1.4 Normal 7.2 Normal 12 Nomal 300 Normal
2 Laki-Laki 51 87 175 85 Normal 1 Normal 7.0 Normal 10 Nomal 239 Rendah
3 Perempuan 43 63 154 438 Tinggi 1.4 Normal 7.8 Normal 12 Nomal 286 Rendah
Hipo
4 Perempuan 48 52 153 148 Tinggi 0.4 7.6 Normal 9 Rendah 454 Tinggi
salivasi
Sangat
5 Perempuan 47 70 165 131 Tinggi 0.7 Rendah 6.8 Normal 5 240 Rendah
Rendah
6 Laki-Laki 53 65 167 206 Tinggi 0.7 Rendah 7.6 Normal 7 Rendah 250 Rendah
7 Perempuan 55 62 163 228 Tinggi 1.6 Normal 7.0 Normal 11 Nomal 305 Normal
8 Perempuan 40 75 170 149 Tinggi 1.4 Normal 7.8 Normal 12 Nomal 264 Rendah
9 Perempuan 52 53 152 93 Normal 0.7 Rendah 7.6 Normal 7 Rendah 349 Tinggi
10 Laki-Laki 51 70 167 91 Normal 0.7 Rendah 7.6 Normal 9 Rendah 318 Normal
11 Laki-Laki 55 85 172 169 Tinggi 2 Normal 7.0 Normal 11 Nomal 508 Tinggi
12 Perempuan 47 75 163 215 Tinggi 1 Normal 6.6 Asam 6 Rendah 600 Tinggi
13 Perempuan 48 55 166 245 Tinggi 1.6 Normal 7.0 Normal 10 Nomal 540 Tinggi
14 Laki-Laki 47 72 165 129 Tinggi 1.8 Normal 7.6 Normal 6 Rendah 520 Tinggi
Sangat
15 Perempuan 42 60 160 259 Tinggi 2 Normal 6.6 Asam 3 800 Tinggi
Rendah
Sangat
16 Laki-Laki 48 52 160 260 Tinggi 2 Normal 6.6 Asam 1 900 Tinggi
Rendah
17 Laki-Laki 53 60 170 185 Tinggi 2 Normal 6.8 Normal 10 Nomal 224 Rendah
18 Laki-Laki 54 68 165 183 Tinggi 2 Normal 7.2 Normal 8 Rendah 500 Tinggi
19 Laki-Laki 55 62 165 170 Tinggi 1.6 Normal 6.8 Normal 8 Rendah 229 Rendah
Sangat
20 Perempuan 40 58 160 253 Tinggi 1 Normal 6.8 Normal 3 298 Rendah
Rendah
21 Perempuan 47 85 164 132 Tinggi 1.6 Normal 7.0 Normal 6 Rendah 315 Normal
22 Laki-Laki 53 67 178 70 Normal 1.4 Normal 7.4 Normal 9 Rendah 298 Rendah
Hipersal
23 Perempuan 51 56 155 90 Normal 3.2 7.8 Normal 12 Nomal 200 Rendah
ivasi

Universitas Sumatera Utara


Hiposali
24 Perempuan 50 58 157 122 Sedang 0.7 7.0 Normal 9 Rendah 400 Tinggi
vasi
25 Perempuan 49 60 150 257 Tinggi 2.8 Normal 7.6 Normal 10 Nomal 239 Rendah
26 Laki-Laki 55 69 165 200 Tinggi 2.6 Normal 6.8 Normal 5 Rendah 380 Tinggi
27 Perempuan 50 63 155 153 Tinggi 1.6 Normal 7.0 Normal 8 Rendah 190 Rendah
28 Laki-Laki 54 50 154 189 Tinggi 1.4 Normal 7.8 Normal 12 Nomal 286 Rendah
29 Laki-Laki 55 83 175 110 Sedang 1.2 Normal 7.4 Normal 6 Rendah 559 Tinggi
Sangat
30 Laki-Laki 53 79 173 129 Tinggi 1.6 Normal 7.0 Normal 4 430 Tinggi
Rendah
31 Laki-Laki 46 98 165 452 Tinggi 1.4 Normal 7.8 Normal 12 Nomal 278 Rendah

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 9: LEMBAR PENGOLAHAN DATA

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Laju Alir pH Buffer Kadar Kadar
Saliva Saliva Saliva Aseton VSC
N 31 31 31 31 31
Normal Mean 1.5000 7.2129 8.1613 377.3871 13.3226
Parametersa,,b Std. Deviation .64550 .40967 3.07784 171.20391 9.02362
Most Extreme Absolute .148 .214 .124 .216 .356
Differences Positive .148 .214 .106 .216 .289
Negative -.116 -.182 -.124 -.137 -.356
Kolmogorov-Smirnov Z .825 1.194 .688 1.204 1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .505 .115 .732 .110 .001
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Descriptive Statistics

Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Umur 31 40.00 55.00 49.8065 4.40015
Berat 31 49.00 98.00 66.4839 12.24165
Tinggi 31 150.00 178.00 163.0000 7.68115
Kadar Gula Darah 31 70.00 452.00 191.7419 97.41115
Puasa
Laju Alir Saliva 31 .40 3.20 1.5000 .64550
pH Saliva 31 6.60 7.80 7.2129 .40967
Buffer Saliva 31 1.00 12.00 8.1613 3.07784
Kadar Aseton 31 190.00 900.00 377.3871 171.20391
Kadar VSC 31 10.00 59.00 13.3226 9.02362
OHIS 31 .00 6.00 2.0645 1.55017
DMFT 31 2.00 18.00 10.4516 4.38816
Valid N (listwise) 31

Universitas Sumatera Utara


Frequencies

Kadar Gula Darah Puasa


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 5 16.1 16.1 16.1
Sedang 2 6.5 6.5 22.6
Tinggi 24 77.4 77.4 100.0
Total 31 100.0 100.0

Laju Alir Saliva


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Hiposalivasi 2 6.5 6.5 6.5
Rendah 4 12.9 12.9 19.4
Normal 24 77.4 77.4 96.8
Hipersalivasi 1 3.2 3.2 100.0
Total 31 100.0 100.0

pH Saliva
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 28 90.3 90.3 90.3
Asam 3 9.7 9.7 100.0
Total 31 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Buffer Saliva
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Rendah 5 16.1 16.1 16.1
Rendah 14 45.2 45.2 61.3
Normal 12 38.7 38.7 100.0
Total 31 100.0 100.0

Kadar Aseton
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 14 45.2 45.2 45.2
Rendah 4 12.9 12.9 58.1
Tinggi 13 41.9 41.9 100.0
Total 31 100.0 100.0

Uji Correlasi Pearson

Correlations
Kadar gula Laju aliran
darah saliva
Kadar gula Pearson Correlation 1 .118
darah Sig. (2-tailed) .527
N 31 31
Laju aliran Pearson Correlation .118 1
saliva Sig. (2-tailed) .527
N 31 31

Universitas Sumatera Utara


Correlations
Kadar gula
darah2 pH saliva
Kadar gula Pearson Correlation 1 .043
darah2 Sig. (2-tailed) .820
N 31 31
pH saliva Pearson Correlation .043 1
Sig. (2-tailed) .820
N 31 31

Correlations
Kadar gula Buffer
darah3 saliva
Kadar gula Pearson Correlation 1 .192
darah3 Sig. (2-tailed) .300
N 31 31
Buffer saliva Pearson Correlation .192 1
Sig. (2-tailed) .300
N 31 31

Correlations
Kadar gula
darah4 Kadar aseton
Kadar gula Pearson Correlation 1 .078
darah4 Sig. (2-tailed) .678
N 31 31
Kadar aseton Pearson Correlation .078 1
Sig. (2-tailed) .678
N 31 31

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai