Tujuan Percobaan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Dasar Teori
Osiloscope dual channel (dua masukan) digunakan untuk mengukur dua gejala
listrik sekaligus, sedangkan osiloscope dual beam (dua sumber elektrom) dapat
digunakan untuk mengukur 3 gejala listrik sekaligus dengan kemampuan yang
cukup tinggi.
1
Gambar 1.1 Prinsip kerja osiloskop
Keterangan:
K = sumber elektron gun yang disebut katoda.
G1 = grid 1 (diberi tegangan negatif terhadap katoda), digunakan untuk
mengatur intensitas gambar (terang/tidaknya gambar).
G2 dan G3 = grid 2 dan grid 3 (diberi tegangan positif terhadap katoda),
digunakan untuk memfokuskan berkas elektron sehingga berkas
sinar yang diperoleh pada tabir menjadi jelas dan tajam.
A = anoda (diberi tegangan positif hingga ± 1000 V), digunakan untuk
menarik elektron dan katode menuju tabir.
T = tabir yang terlihat dari zat-zat pendar yang akan bercahaya jika
ditambah elektron.
Lv = lempeng vertikal yang digunakan untuk menarik berkas elektron
ke atas-bawah.
Lh = lempeng horizontal yang digunakan untuk menarik berkas
elektron ke kiri-kanan.
Karena elektron bermuatan negatif, maka jika pada lempeng vertikal bagian atas
diberi muatan/tegangan positif, elektron akan berbelok ke atas. Jika lempeng
vertikal diberi tegangan bolak-balik (lempeng atas positif dan lempeng bawah
kemudian dibalik lempeng atas dan lempeng bawah positif, begitu seterusnya).
Maka pada layar akan diperoleh berkas elektron yang naik turun dan karena
geraknya sangat cepat maka akan terlihat sebagai garis lurus vertikal saja.
Besarnya tegangan AC yang masuk pada lempeng vertikal menentukan panjang
garis tabir, makin besar tegangan pada Lv maka makin panjang garis yang
2
diperoleh. Gejala naik turun ini dapat dibuat bergerak ke kiri dan ke kanan
dengan cara memasukkan tegangan TGG pada lempeng Lh dan gambar sebagai
tegangan alas waktu (time base) karena selain untuk menarik garis naik turun
tadi kearah horizontal juga berfungsi sebagai pengatur agar gambar menjadi
stabil (diam dan tidak lari-lari). Caranya adalah dengan mengatur agar frekuensi
TGG sebanding dengan frekuensi tegangan yang diukur (pada Lv).
Pembentukan gambar pada tabir tersebut akan diterangkan berdasarkan gambar
berikut:
Suatu gejala sinus yang akan diukur dimasukkan pada layar Lv dan secara
bersamaan TGG dimasukkan pada Lh. Kalau saat awal naiknya tegangan
sinusoida tersebut bersamaan dengan saat awal naiknya TGG, dan frekuensi
sinusoida sebanding dengan frekuensi TGG maka pada layar akan diperoleh
gambar sinusoida yang diam. Tetapi kalau kedua syarat diatas tidak dipenuhi
maka gambar akan free-running untuk mengatasi hal itu dikenal istilah
sinkronisasi.
Sinkronisasi digunakan untuk membuat frekuensi TGG sebanding (kelipatan
bilangan bulat) dengan frekuensi sinusoida. Sinkronisasi ini dapat dilakukan
baik secara internal maupun eksternal. Sinkronisasi internal artinya sinkronisasi
tersebut dikerjakan oleh rangkaian yang ada di dalam osiloskop sendiri,
sedangkan sinkronisasi eksternal berarti sinkronisasi tersebut dilakukan oleh
tegangan dari luar osiloskop. Istilah lain bahwa osiloskop digunakan secara
internal artinya TGG yang ada dalam osiloskop diputus sambungan terhadap
lempeng Lh dan sebagai gantinya gelombang eksternal (dari luar osiloskop)
3
dimasukkan ke dalam Lh untuk menggantikan fungsi TGG. Prinsip ini
digunakan untuk mengukur beda fase dan perbedaan frekuensi secara lissajous.
Di dalam CRO, masalah sinkronisasi kebanyakan dilaksanakan dengan cara
triggering artinya time base (TGG) dibangunkan (ditenggar) oleh sebagian
sinyal dari Lv. Dengan cara triggering ini dapat dibuat agar saat awal gelombang
pada tabir adalah naik (slope +), saat akhir gelombang adalah turun (slope -) dan
saat awal dapat diatur levelnya (tinggi dan letak saat awal tersebut). Salah satu
kesulitan dalam CRO adalah bahwa untuk membedakan berkas elektron pada
lempeng-lempeng tersebut (Lh dan Lv) diperlukan tegangan yang cukup tinggi.
Untuk mengatasi hal ini pada setiap masukan vertikal dilengkapi dengan
amplifier. Amplifier ini dapat diatur penguatannya dan disesuaikan dengan
besarnya tegangan input yang masuk (pada panel depan CRO dikenal sebagai
tombol V/div).
Pada panel depan CRO terhadap tombol time/div, digunakan untuk mengatur
frekuensi tegangan TGG dalam CRO. Tombol-tombol yang lain yang berada
pada depan panel CRO dapat dilihat pada hambatan terlampir. Mengenai
kegunaan tombol-tombol tersebut dapat dilihat secara mendetail pada instruction
manual straronge osciloscope Vp-5753 A.
Osiloskop
Trafo
Signal generator
Kabel penghubung
R = 15 k𝛺
C = 0,001 nf
Langkah Percobaan
4
a. Hubungkan kabel osiloskop ke stopkontak PLN.
b. Tekan tombol power untuk menghidupkan lampu "on".
c. Gunakan tombol "intensity" untuk mengatur terang/gelapnya berkas garis
yang terlihat dilayar.
d. Gunakan tombol "fokus" jika gambar tidak terfokus.
e. Gunakan tombol "horizontal position" atau "vertikal position" untuk
mengatur kedudukannya hingga berada di tengah-tengah layar.
f. Perhatikan sebelum CRO digunakan tombol lain adalah:
V/div masing-masing chanel pada 10 volt (CCW)
Varabel v/div pada harga kalibrasi (CW)
Switch AC pada norm
Mode pada Ch I
Trigger pada norm
Slope pada kedudukan positif
Level pada auto fiv (CCW)
Coupling pada AC
Source pada int (x-y)
Sweep mode pada auto
T/div pada 4 ms/div
Variabel f/div pada kalibrasi L
g. Jika berkas garis mendatar tidak horizontal (agak miring) maka tekan
tombol (trace rotation) pada badan samping CRO.
h. Atur terang/gelapnya garis-garis skala pada layar dengan tombol “scale
illumination” (yang juga berada pada samping kanan badan CRO).
2. Mengukur Tegangan Peack To Peak (Vpp)
Ambil trafo step down, ukur tegangannya pada 4,5 volt RMS dari lilitan
sekunder trafo yang dihubungkan dengan tegangan PLN 220 V dengan CRO
dengan cara:
a. Sambung input chanel x (chanel 1) CRO dengan kutub-kutub trafo tersebut.
b. Putar tombol v/div chanel 1 pada kedudukan 0,2 volt.
c. Atur kedudukan gambar pada layar melalui penekanan tombol vertikal
position.
5
d. Kedudukan time/div diputar pada 2 msec, dan kalau gambar pada laar masih
belum stabil putar tombol variabel time/div sehingga gambar stabil.
e. Ukur tinggi antara puncak atas dan puncak bawah gambar gelombang yang
diperoleh pada layar. Tegangan Vpp = 10 × tinggi gelombang × kedudukan
v/div 10 merupakan besarnya perbesaran pada probe.
f. Hitung vrms dengan cara 1/rms = 0,5 × 0,7 × Vpp.
3. Mengukur Frekuensi
Sama seperti percobaan 2 diatas setelah didapat gambar bentuk gelombangnya
maka catatlah:
a. Panjang gelombang (λ) dan tinggi gelombang
b. Cari frekuensi dengan cara:
T = 𝜆 × time/div
1
F= Hz
T
4. Melihat Dua Gelombang Secara Bersamaan
a. Sebagai kelanjutan dari percobaan 2, input V (Ch2) CRO dihubungkan
pada kutub-kutub yang dipakai oleh channel 1.
b. Kedudukan v/div pada kedua channel 1 dan channel 2 diletakkan pada
harga 0,5 volt, tombol time/div pada 5 msec dan tombol trigger pada
channel 1 (x-y).
c. Jika kedudukan mode diletakkan pada kedudukan ALT (Alternate) maka
gelombang dapat diukur pada input x (channel 1) dan input y (channel 2)
akan terlihat secara bergantian pada layar.
d. Sekarang pada layar terhadap 2 gelombang dan masing-masing gelombang
dapat diatur kedudukannya dengan tombol vertikal position pada channel
1 dan channel 2.
Tugas:
6
Dengan mengubah kedudukan mode, buatlah gambar yang diperoleh pada
layar, baik pada saat ch 1, ch 2, Alt, chop maupun ADD.
Note:
Perbedaan antara chop dan Alt adalah biasanya bahwa chop digunakan untuk
gelombang frekuensi rendah (harga time/div besar) sedangkan Alt biasanya
digunakan untuk gelombang frekuensi tinggi (harga time/div kecil).
Tugas:
1) Putar tombol time/div pada kedudukan 10 msec, mode pada Alt dan trigger
pada channel 1, amati dan catat yang terjadi.
2) Letakkan kedudukan mode pada chop, amati yang terjadi.
3) Letakkan tombol frekuensi range pada kedudukan ×1000 dan tombol
frekuensi dial pada 70, sehingga SG adalah 70 kHz.
4) Lakukan langkah seperti pada 1 dan 2 amati yang terjadi.
6. Mengukur Frekuensi PLN dengan Cara Lissajous
Frekuensi tegangan PLN dapat diukur dengan perbandingan terhadap frekuensi
SG yang telah diketahui caranya:
7
a. Putar tombol v/div pada input (channel 1) pada kedudukan 0,2 v/div dan
tombol trigger pada kedudukan channel 1 (x-y), kemudian hubungkan
tegangan PLN 4,5 V atau 6 V dengan input x ini.
b. Hidupkan SG pasang “output Alt” pada odb, output level max, tombel
c. Putar tombol v/div pada input y (channel 2) pada kedudukan 0,5 v/div dan
f. Ulangi hal tersebut untuk frekuensi 30 Hz, 50 Hz, 100 Hz, 150 Hz dan 200
8
Gambar 1.3 Rangkaian RC
Batas frekuensi dimana rangkaian menyaring sinyal (out off frekuensi) dapat
diketahui dengan cara memasukkan gelombang kotak pada rangkaian tersebut.
Misalnya gelombang kotak dari FG dengan frekuensi 25 kHz dimasukan pada
rangkaian tersebut, maka pada layar osiloskop akan terlihat suatu cara
menghitung rise time adalah:
Tinggi gelombang 10% dan 90% diproyeksikan ke sumbu x sehingga didapat
interval TR (rise time) lihar gambar dibawah ini.
Gambar 1.4 Cuplikan suatu gelombang gigi gergaji yang terlihat pada CRO
9
e. Dari gambar output yang diperoleh pada layar CRO carilah Tr-nya dan
frekuensi cut offnya.
8. Mengukur Beda Fase
a. Buat rangkaian seperti gambar dibawah ini.
Perhatikan:
1. Jangan biarkan gambar yang terlalu terang dalam waktu yang lama, karena
akan mengakibatkan rusaknya zat pendar layar CRO.
2. Sebelum memulai percobaan yang baru, letakkan tombol v/div pada
kedudukan 10 V, karena sinyal input yang terlalu tinggi mengakibatkan
rusaknya rangkaian dalam CRO.
10
Tugas
Tugas Pendahuluan
Tugas Akhir
11
PERCOBAAN II MULTIMETER
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
12
5. Penyesuaian jarum penunjuk pada angka nol pada posisi ohmmeter.
6. Kotak baterai untuk penggunaan ohmmeter (tempat baterai terletak dibelakang
multimeter).
7. Test load (kabel penghubung).
a. Posisikan jarum penunjuk pada posisi nol pada bagian kiri busur skala. Jika
tidak tepat pada posisi nol atur dengan menggunakan obeng trim pada posisi 2
gambar. 2.1. proses penempatan jarum pada posisi nol disebut “kalibrasi”.
b. Putar saklar pengatur fungsi pada bagian no 3 sampai tanda panah pada saklar
berada pada kedudukan:
Fungsi pengukuran yang diinginkan
Batas ukur tertinggi
c. Pasangkan kabel tes (no 7) pada bagian no 4 yang terdiri dari terminal (+) dan
(-) untuk mempermudah gunakan kabel tes warna merah untuk terminal (+) dan
kabel tes warna hitam untuk terminal (-).
d. Perhatikan kondisi baterai dan sikring pada multimeter.
e. Cara pembacaan multimeter untuk pengukuran tegangan dan arus adalah
posisi jarum penunjuk
× batas ukur = hasil sebenarnya………...……(2.1)
skala maksimum
13
g. Biasanya batas pengukuran hambatan terbagi atas 3 bagian yaitu batas ukur × 1
untuk mengukur hambatan antara 0 − 500𝛺, batas ukur × 10 untuk hambatan
0 − 5 k𝛺 dan batas ukur k𝛺 untuk hambatan 0 − 1 M𝛺.
h. Cara pembacaan ohmmeter sebenarnya.
Posisi jarum penunjuk × batas ukur = hasil sebenarnya……………(2.2)
Contoh: Sebuah resistor dengan warna coklat hitam, orange dan emas diukur
dengan ohmmeter dengan batas ukur × 1k, posisi jarum penunjuk pada posisi
10. Berapa besar tahanan terbaca?
Jawab:
10 × 1k = 10k𝛺
Prosedur Kerja
14
No. Jumlah baterai Hasil pengukuran
15
4. Mengukur Hambatan
a. Susun rangkaian seperti Gambar 2.4.
Tugas
Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan multimeter analog dan multimeter digital? Jelaskan
2 buah perbedaannya!
2. Bagaimana cara pembacaan tegangan yang mempunyai besaran diatas 250 volt,
misalnya hendak diukur tegangan 400 volt? Jelaskan pada skala berapa jerum
penunjuk terbuka!
Tugas Akhir
16
PERCOBAAN III RESISTOR DAN KAPASITOR
Tujuan Percobaan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Dasar Teori
1. Resistor (Tahanan)
a. Menahan sebagian arus listrik agar sesuai dengan kebutuhan suatu rangkaian
elektronika.
b. Menurunkan tegangan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rangkaian
elektronika.
c. Sebagai pembagi tegangan.
d. Sebagai penghubung antara berbagai rangkaian.
e. Bekerjasama dengan transistor dan kapasitor dalam suatu rangkaian untuk
membangkitkan frekuensi tinggi dan rendah.
f. Sebagai penghambat besarnya tegangan yang masuk ke suatu rangkaian.
17
a. Resistor Tetap
Resistor tetap terdiri dari resistor kawat logam, dan resistor orang (resistor
komposisi).
b. Resistor Variabel (Potensiometer)
Resistor variabel orang merupakan potensiometer yang dapat diputar/digesar
dan resistor variabel kawat orang.
Simbol dan gambar resistor adalah seperti gambar dibawah ini.
Hitam - 0 1 -
Coklat 1 1 10 1%
Merah 2 2 102 2%
Orange 3 3 103 -
18
Kuning 4 4 104 -
Hijau 5 5 105 -
Biru 6 6 106 -
Ungu 7 7 107 -
Abu-abu 8 8 108 -
Putih 9 9 109 -
Emas - - 10−1 5%
2. Kapasitor (Kondensator)
19
Resistor 15 buah
Kapasitor 5 buah, Elco 5 buah
Multimeter analog/digital
Prosedur Kerja
1. Resistor
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Ambil resistor 15 buah.
c. Kalibrasi multimeter sebelum digunakan.
d. Dengan menggunakan multimeter, melakukan pengukuran pada resistor
seperti pada gambar di bawah ini.
e. Dimana test load warna merah pada multimeter ditempatkan pada kaki
resistor dan test load warna hitam pada multimeter pada kaki satunya.
Contoh: kabel test load merah/hitam pada multimeter untuk pengukuran
nilai tahanan bolik-balik tidak apa-apa.
f. Catat hasil pengukurannya pada tabel pengamatan.
No Warna Nilai Pembacaan pada Keadaan
gelang multimeter resistor
2. Kapasitor/Kondensator
a. Ambil sembarang kapasitor 5 buah dan kapasitor elektrolit 5 buah.
b. Lakukan pengukuran kapasitor elektrolit dengan menggunakan multimeter
seperti gambar dibawah ini.
c. Dimana test load multimeter pada Elco dan test load hitam multimeter pada
Elco maka jarum pada mulțimeter bergerak dan kembali ke kedudukan
20
semula. Dan test load multimeter di balik maka jarum pada multimeter
bergerak dan kembali ke kedudukan awal ini beararti Elco dalam keadaan
baik selain itu Elco rusak.
d. Catat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.
No Jenis kapasitor Nilai teori Keadaan kapasitor
Tugas
1. Suatu resistor memiliki kode warna hitam, merah, kuning, emas. Berapa nilai
resistor tersebut?
2. Sebutkan fungsi dari kapasitor dan resistor?
3. Berikan contoh resistor dan kapasitor yang ada dipasaran masing-masing 5
buah dan berikan keterangan nilainya?
Buatlah analisa lengkap mengenai resistor dan kapasitor yang telah diamati pada
percobaan ini!
21
PERCOBAAN IV RANGKAIAN DIODA
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Dalam dunia elektronika sering dibutuhkan suatu alat yang dapat mengalirkan arus
bila diberikan tegangan pada satu arah saja, tetapi tidak akan mengalirkan arus bila
diberikan beda tegangan. Pada arah yang berlawanan komponen yang dapat berlaku
demikian adalah "dioda". Bahan utama dari sebuah dioda adalah bahan
semikonduktor yang berjenis P disatukan/disambung dengan semikonduktor jenis
N penyambungan ini terdapat juga dioda yang terbuat dari bahan vakum dan biasa
digunakan untuk keperluan tegangan tinggi.
Gambar 4.1 (a) Bentuk bola dioda, (b) Susunan dioda sambungan p.n, (c)
Lambang dioda
22
diperhatikan adalah penghubung kutub anoda (+) dan penghubung kutub katoda (-)
pada perangkaian alat. Jenis-jenis dioda antara lain:
Prosedur Percobaan
1. Karakteristik dioda
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.2.
23
Gambar 4.3 Penggunting dioda seri
b. Gunakan isyarat masukan berbentuk sinusoida.
c. Catat bentuk tegangan isyarat Vi dan Vo yang terlihat pada osiloskop
gunakan R L = 100Ω, dan R L = 1kΩ, dan R L = 10kΩ.
3. Elipper Dioda Pararel
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.4.
24
Gambar 4.7 Penggunting dioda zener
b. Lakukan percobaan 4 poin b dan c.
7. Elamp Dioda (Pengapit Dioda)
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.8.
Tugas
Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tegangan balik puncak (peak inverse
voltage)?
2. Jelaskan tentang pengaruh suhu terhadap lengkung karakteristik dioda?
Tugas Akhir
25
1. Jelaskan perbedaan antara dioda biasa dengan dioda zener?
2. Jelaskan maksud dari pemberian tegangan maju dan terbalik pada rangkaian
pengiris dan penggunting terpanjar?
26
PERCOBAAN V RANGKAIAN RC
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengukur besarnya tegangan pada resistor dan juga tegangan
pada kapasitor.
2. Dapat mengukur arus yang tersimpan dalam kapasitor selama pengisian.
3. Mahasiswa mampu mengukur waktu RC pada pengisian dan pengosongan
kapasitor.
4. Mahasiswa mampu menganalisa bentuk isyarat keluaran rangkaian
differensiator dan integrator bila diberi masukan berupa sinyal persegi.
Dasar Teori
27
Perilaku rangkaian RC seri untuk isyarat persegi dan denyut erat hubungannya
dengan perubahan tegangan dan arus pada pengisian dan pengosongan kapasitor.
Dalam percobaan ini akan diamati pengukuran pada pengisian dan pengosongan
kapasitor yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap pengaruh rangkaian RC
pada isyarat berbentuk persegi. Dalam melakukan pengukuran pada pengisian dan
pengosongan kapasitor akan terasa bahwa pada proses pemuatan dan pembuangan
muatan ternyata membutuhkan waktu karena itulah rangkaian ini sangat berguna
sekali. Untuk lebih memahaminya maka hasil pengukuran yang diperoleh segera
digambarkan ke kertas grafik mm.
Catu daya
Signal generator
Bread board
Stop watch
Osiloskop
Kabel penghubung
Resistor R = 100Ω (1 buah) dan R = 1kΩ (1 buah)
Kapasitor elektrolit (polar) (2 buah) dan (2buah)
Kertas grafik mm
Multimeter
Prosedur Percobaan
28
Gambar 5.1 rangkaian pengisian kapasitor
b. Ukur arus I dan tegangan V setiap 5 detik secara bergantian. Lakukan
pengukuran sebanyak 5 kali waktu RC (5 c) sejak a-b terhubung. Tuliskan
pengukuran anda dalam bentuk tabel pengamatan.
No I (Ampere) V (Volt)
29
3. Rangkaian Integrator
a. Pasang rangkaian seperti dibawah pada bread board.
Tugas
Tugas Pendahuluan
Tugas Akhir
30
2. Apakah yang akan terjadi jika input rangkaian integrator dan differensiator
diberi sinyal input sinusoida? Gambarkan pada kertas grafik mm!
31
PERCOBAAN VI RANGKAIAN PENYEARAH DAN CATU DAYA
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
1. Transformator (Trafo)
V = I ∙ R O ……………………………………………………..…………..(6.1)
32
Dan tegangan output dalam kondisi terbeban adalah:
Vb = VO − I ∙ R O …………………………………………………………..(6.2)
Dimana:
I = arus beban
2. Penyearah
Tegangan keluaran dari sebuah trafo masih bersifat bolak-balik sehingga perlu
di buat menjadi searah dengan menggunakan dioda. Untuk mendapatkan
tegangan searah yang cukup konstan pada suatu harga tertentu kita dapat
membuat penyearah tegangan dengan menggunakan dioda zener. Sedangkan
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat ditambahkan kapasitor yang
berfungsi sebagai perata tegangan output. Terdapat beberapa jenis penyearah
antara lain:
Dioda
Transformator
Resistor
Kapasitor
Multimeter
33
Osiloskop
Papan rangkai (break board)
Kabel penghubung
Prosedur Percobaan
34
Gambar 6.4 Rangkaian penyearah jembatan
b. Ukur tegangan Vi dan Vo dengan menggunakan multimeter.
c. Amati dan catat bentuk gelombang input dan outputnya.
4. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Filter
a. Buatlah rangkaian seperti gambar 6.5.
Tugas
Tugas Pendahuluan
35
Buat catatan tentang penyearah dan catu daya!
36
PERCOBAAN VII RANGKAIAN AC
Tujuan Percobaan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
a. Mengukur tegangan amplitudo dan fasa untuk tapis lolos rendah dan tapis lolos
tinggi pada rangkaian AC.
b. Dapat memperlihatkan bentuk isyarat keluaran pada rangkaian tapis lolos
rendah dan tapis lolos tinggi bila diberi isyarat masukan persegi.
c. Mengukur tanggapan amplitudo rangkaian RLC seri dan RLC pararel terhadap
sumber arus tetap sinusoida.
d. Dapat menentukan lebar resonansi dan faktor kualitas pada rangkaian RLC seri
dan pararel.
Dasar Teori
Tanggapan amplitudo dan fasa pada rangkaian tapis lolos rendah akan sangat
bermanfaat dalam mambahas sifat penguat maupun saklar elektronika untuk daerah
37
frekuensi rendah, sedangkan tanggapan amplitudo dan fasa pada rangkaian tapis
lolos tinggi mambahas tentang pembatasan kemampuan penguat pada daerah
frekuensi rendah (isyarat dengan frekuensi tinggi diteruskan ke keluaran tanpa
redaman).
̅̅̅
antara tegangan keluaran kompleks V O (w) dan tegangan masukan kompleks
1
̅̅̅̅
V O (w) 𝑗𝑤𝑐 1
V̅I (w) disebut fungsi alih: G(w) = ̅̅̅I (w)
= 1 = . Bentuk fisik
V 𝑅+ 𝑗𝑤𝑟𝑐+1
𝑗𝑤𝑐
1 1 𝑤𝑝
alih G(w) dapat dibuat lebih sederhana menjadi : G(w) = ∙ 1 =
𝑅𝐶 𝑗𝑤+ 𝑗𝑤+𝑤𝑝
𝑟𝑐
1
dengan 𝑤𝑝 = 𝑟𝑐 dengan menggunakan rumus dan aturan-aturan dalam
38
̅̅̅̅
VO (w) 𝑤𝑝
𝐺̅ (w)(dB) = 20 log = 20 log
V̅I (w) (𝑤 2 + 𝑤 2 𝑝)
1⁄
2
= 20 log 𝑤𝑝 − 10 log(𝑤 2 + 𝑤 2 𝑝)
Peristiwa penapisan ini terjadi pada penguat ataupun satu rangkaian elektronika
dengan yang lain, dengan R menyatakan hambatan keluaran suatu rangkaian
dan RC menyatakan kapasitansi masukan pada rangkaian berikutnya. Penapisan
seperti ini membatasi kemampuan peralatan elektronika untuk bekerja pada
frekuensi tinggi.
39
Rangkaian tapis lolos tinggi ditunjukkan pada gambar dibawah ini yang
merupakan differensial RC.
Penapisan lolos tinggi ini dirancang untuk membuat isyarat frekuensi tinggi
lebih kuat dari isyarat frekuensi rendah. Pada penguat penapisan lolos tinggi
terjadi oleh adanya kapasitansi penggandeng dan hambatan dalam penguat.
Penapisan lolos tinggi ini akan membatasi kemampuan penguat pada daerah
frekuensi rendah.
Salah satu rangkaian RLC seri adalah seperti gambar di bawah ini:
40
𝑉𝑠
Besarnya arus yang mengalir 𝐼 = dengan 𝑉𝑠 adalah tegangan rms kompleks
𝑍
1 1
sumber dan Z adalah impedansi Z = 𝑅 + 𝑗𝑤𝐼 + 𝑗𝑤𝑐 = 𝑅 + 𝑗(𝑤𝐼 − 𝑤𝑐)
1 2
𝑍 = |𝑍| = √𝑅 2 + (𝑤𝐼 − )
𝑤𝑐
𝑉𝑠
Jadi, 𝐼 = 2
√𝑅 2 +(𝑤𝐼− 1 )
𝑤𝑐
Dari gambar diatas kita anggap L adalah induktansi murni, yang tidak
mengandung hambatan. Rangkaian ini mempunyai nilai admintansi 𝑦. Untuk
1 1
𝑤𝑐 = 𝑤𝐼, atau 𝑤 = , administrasi mempunyai nilai minimum, yaitu
√𝐿𝑐
1
𝑦(𝑤 = 𝑤𝑜 ) = 𝑅 ini berarti bahwa pada resonansi, impedansi rangkaian RLC
1
Jika dialiri arus tetap pada keadaan resonansi, 𝑤 = 𝑤𝑜 = 𝐿𝑐, 𝑉𝑎𝑏 mencapai nilai
𝑅
Dan besarnya 𝑄𝑝 = 𝑤 = 𝑤𝑜 𝐶𝑅
𝑜
41
𝐼𝑅 𝑉𝑎𝑏 𝑚𝑎𝑥
𝑉𝑎𝑏 = atau 𝑉𝑎𝑏 = jika:
√2 √2
𝑤 𝑤𝑜
𝑄𝑝 = (𝑤 − )=1
𝑜 𝑤
1 𝑤 𝑤
𝑤+= 𝑤𝑜 √1 + 4𝑄 2 + 2𝑄𝑜 = 𝑤𝑜 + 2𝑄𝑜 atau
𝑝 𝑝
1 𝑤 𝑤
𝑤−= 𝑤𝑜 √1 + 4𝑄 2 − 2𝑄𝑜 = 𝑤𝑜 − 2𝑄𝑜 , jika 4𝑄 2 ≫ 1
𝑝 𝑝
𝑤𝑜
Lebar resonansi ∆𝑤 = (𝑤 +) − (𝑤 −) = 𝑄𝑝
Bread board
R = 150Ω, 15 kΩ
C = 0,1 μF, 1 nF
L = 1 mH
Signal generator atau audio generator
Osiloskop
Kabel penghubung dan kertas grafik mm
Multimeter
Prosedur Kerja
42
a. Pasang rangkaian seperti gambar di bawah ini pada bread board.
1 10 Hz
2 100 Hz
3 1 kHz
4 10 kHz
5 100 kHz
6 1 MHz
43
b. Lakukan percobaan seperti percobaan 1 poin b, c, d, e, f, g.
3. Rangkaian RLC Seri
a. Pasang rangkaian seperti gambar di bawah ini pada bread board.
b. Input rangkaian diberi isyarat dari sinyal generator dan output rangkaian
dihubungkan dengan osiloskop.
c. Pada frekuensi 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 100 kHz, dan 1 MHz dari sinyal
generator cari isyarat keluarannya dengan osiloskop.
d. Gambarkan pada kertas grafik mm bentuk isyarat keluarannya dan bentuk
isyarat pada titik a-c.c-d, dan b-d.
e. Setelah itu ganti osiloskop dengan multimeter dan ukur tegangan Vi dan Vo
pada setiap frekuensi pada langkah C dan juga berapa besarnya tegangan
pada Vac , Vcd , Vbd , dan Vbc .
f. Catat hasil pengamatan anda pada tabel.
No F Vi Vo Vac Vcd Vbd Vbc
1 10 Hz
2 100 Hz
3 1 kHz
44
i. Hitung juga faktor kualitasnya.
4. Rangkaian RLC Paralel
a. Rangkai rangkaian seperti gambar dibawah ini.
1 10 Hz
2 100 Hz
3 1 kHz
4 10 kHz
5 100 kHz
6 1 MHz
Tugas
Tugas Pendahuluan
45
1. Suatu rangkaian RC lolos rendah dengan R = 100Ω dan C = 1nF. Suatu sumber
isyarat dengan keluaran 10 Vpp dipasang pada masukan dan frekuensinya dapat
dirubah.
a. Tentukan kutub tapis tersebut?
b. Gambarkan bagan bade G(w)!
c. Tentukan tegangan isyarat keluaran untuk frekuensi 10 Hz dan 100 Hz?
2. Apa yang dimaksud dengan tapis lolos rendah dan tapis lolos tingkat dua pada
tapis lolos tinggi mempunyai kemiringan berapa? Dan bagaimana membuatnya?
3. Mengapa rangkaian RLC seri disebut sebagai tapis sekat pita dan rangkaian RLC
paralel disebut sebagai lolos pita?
Tugas Akhir
1. Apakah percobaan saudara terbukti antara teori dan prakteknya jika iya atau
tidak mengapa?
2. Hal apa saja yang mempengaruhi percobaan anda?
3. Lukiskan bagan bode atau tanggapan amplitudo pada tapis lolos rendah dan
tinggi serta lengkung resonansi pada rangkaian RLC seri dan paralel!
46
PERCOBAAN VIII TRANSISTOR
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Transistor adalah suatu komponen aktif di buat dari bahan semikonduktor. Ada dua
macam transistor, yaitu transistor dwikutub (bipolar) dan transistor efek medan
(field effect transistor).
Secara Ekivalen transistor dapat dibandingkan dengan dua buah dioda yang salah
satu kutubnya bertemu dengan kutub yang sama dengan benda lain.
47
Konfigurasi dasar transistor sebagai rangkaian adalah common base, common
emitor dan common colektor. Sifat transistor yang mengalami pada nilai tegangan
tertentu antara basis dan emitor menjadikan transistor dapat berfungsi sebagai
saklar elektronik. Nilai penguat dari transistor dapat dinaikkan dengan
menggunakan konfigurasi rangkaian darlington.
Tansistor
Resistor
Kapasitor
Dioda zener
Multimeter
Catu daya
Signal generator
Osiloskop
Kabel penghubung
Prosedur Percobaan
1. Karakteristik Transistor
a. Buat rangkasian seperti Gambar 8.2.
48
e. Amati dan catat hasil pengukuran pada tabel pengamatan.
Tabel 8.1 Tabel pengamatan
No Rv Vi Vbe Vo
49
c. Naikan harga V2 dengan mengatur potensiometer dengan interval 0,5 V
hingga 3 V dan catat tiap percobaan.
4. Regulator
a. Buat rangkaian seperti Gambar 8.5 dibawah ini.
Tugas
Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan region cut off, cut in, actif dan saturasi?
2. Membuat catatan tentang karakteristik transistor, transistor sebagai penguat
darlington, common base, common emitor dan common colektor!
3. Apa yang dimaksud dengan CMPR?
Tugas Akhir
50
PERCOBAAN IX FILTER RC
Tujuan Percobaan
1. Mengenali, menganalisis, dan membuat sketsa grafik karakteristik low pass filter
dan high pass filter.
2. Mendesain sirkuit bertindak untuk low pass filter dan high pass filter.
1
3. Menggunakan persamaan 𝑋𝐶 = 2𝜋𝑓𝐶.
rangkaian RC.
6. Mendefinisikan dan menghitung frekuensi jatuh, memilih dan 1 menggunakan
1
persamaan 𝑓𝑏 = 2𝜋𝑅𝐶.
Dasar Teori
1. Filter
1. Filter pasif
2. Filter aktif
Pada percobaan ini kita akan membahas lebih dalam mengenai filter pasif.
Sedangkan fileter aktif akan dibahas pada bagian op amp.
51
Filter pasif dapat digunakan untuk menekan atau meloloskan frekuensi frekuensi
tertentu dalam spektrum frekuensi. Filter ini dapat dibuat dari kombinasi resistor,
kapasitor dan induktor.
Sebuah low pass filter (LPF) atau kadang disebut juga sebagai tapis lolos rendah
digunakan untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi dari spektrum sinyal.
Rangkaian ini seperti pada gambar di bawah ini:
Rangkaian terdiri dari sebuah resistor secara seri dengan kapasitor. Untuk
memahami cara rangkaian ini bekerja kita harus mengingat bahwa kita pada
dasarnya berurusan dengan rangkaian tegangan AC. Adanya kapasitor dalam
rangkaian ini akan bersifat memblok tegangan DC yang masuk kedalam
komponen. Hal inilah mengapa dikatakan bahwa kapasitor tidak memiliki
resistansi tapi memiliki reaktansi untuk mengidentifikasi bahwa komponen
tersebut berada dalam rangkaian AC dan diberi simbol 𝑋𝐶 . Sedangkan satuan
yang digunakan tetap dalam Ohm (Ω).
Besarnya reaktansi pada kapasitor ditentukan oleh faktor frekuensi yang masuk
kedalam komponen kapasitor itu sendiri. Dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
1
𝑋𝐶 =
2𝜋𝑓𝐶
52
Adanya hambatan dan kapasitansi secara bersamaan pada suatu rangkaian maka
kita mendefinisikan istilah baru untuk efek gabungan dari resistansi dan
reaktansi yang disebut sebagai impedansi (𝑍). Jika terdapat tambahan komponen
resistor dan kapasitor, maka penentuan impedansi total rangkaian tidak bisa
dilakukan dengan cara menambahkan reaktansi yang kapasitor dan resistor,
namun perlu persamaan yang berbeda.
Persamaan total impedansi dari rangkaian yang diukur (Ω) adalah sebagai
berikut:
𝑍 = √𝑅 2 + 𝑋𝐶 2
Jika kita menganggap bahwa rangkaian ini sebagai rangkaian pembagi tegangan,
meskipun dengan catu tegangan AC, kita dapat menuliskan persamaan untuk
tegangan output dalam cara yang mirip dengan rangkaian dengan dua resistor,
yaitu:
𝑉𝑖 𝑉𝑖
𝑉𝑜 = × 𝑋𝐶 = × 𝑋𝐶
𝑍 2
√𝑅 2 + 𝑋𝐶
𝑉𝑜 𝑋𝐶
=
𝑉𝑖
√𝑅 2 + 𝑋𝐶 2
Dengan mengambil dua buah keadaan ekstrem, yaitu frekuensi sangat rendah
dan sangat tinggi, maka kita dapat membuat beberapa hipotesa:
53
Dimana besarnya gain akan < 1 sehingga sinyal frekuensi tinggi akan ditekan.
Tapi apa yang terjadi pada frekuensi pertengahan? Pada rentang pertengahan
frekuensi nilai 𝑋𝐶 akhirnya akan menjadi sama dengan 𝑅 pada titik ini kita telah
mencapai transisi antara dua ekstrem, dan diberi nama khusus yang disebut
frekuensi break. Frekuensi break ini memiliki simbol khusus (𝑓𝑏 ). Persamaan
untuk menentukan 𝑓𝑏 diperoleh dari menyamakan perlawanan dengan reaktansi
dari kapasitor.
𝑋𝐶 = 𝑅
1
=𝑅
2𝜋𝑓𝑏 𝐶
1
𝑓𝑏 =
2𝜋𝑅𝐶
𝑉𝑜 𝑋𝐶 𝑋𝐶 𝑋𝐶 1
Gain(G) = = = = =
𝑉𝑖 √2 × 𝑋𝐶 √2
√𝑋𝐶 2 + 𝑋𝐶 2 √2𝑋𝐶 2
1
Kemudian, 𝑉𝑜 = × 𝑉𝑖 = 0,707 × 𝑉𝑖
√2
Sebuah rangkaian high pass filter (HPF) atau tapis lolos tinggi digunakan untuk
menghilangkan sinyal frekuensi rendah dari spektrum sinyal. Rangkaian ini
sangat sederhana, konsep yang sama dengan Low Pass Filter hanya yang berbeda
adalah penempatan posisi kapasitor dan resistor. Gambar berikut ini adalah
rangkaian untuk sistem HPF.
54
Gambar 9.2 High pass filter
𝑉𝑖 𝑉𝑖
𝑉𝑜 = ×𝑅 = ×𝑅
𝑍 2
√𝑅 2 + 𝑋𝐶
Hal ini dapat diatur kembali untuk melihat ‘gain’ dari rangkaian ini. Dari
percobaan sebelumnya Anda akan ingat bahwa gain didefinisikan sebagai
𝑉𝑜 𝑋𝐶
=
𝑉𝑖
√𝑅 2 + 𝑋𝐶 2
Dengan mengambil dua buah keadaan ekstrem, yaitu frekuensi sangat rendah
dan sangat tinggi, maka ketika frekuensi tinggi, 𝑅 2 ≫ 𝑋𝐶 2 , 𝑋𝐶 2 akan sangat kecil
dan dapat diabaikan dibandingkan dengan ukuran 𝑅 2 dan gain akan mendekati
1. Yakni tidak ada perubahan antara tegangan masukan dan keluaran. Ketika
frekuensi rendah, 𝑋𝐶 2 ≫ 𝑅 2, 𝑅 2 akan sangat kecil dapat diabaikan dibandingkan
dengan ukuran 𝑋𝐶 2 dan keuntungan akan diberikan oleh:
𝑉𝑜 𝑅 1
Gain(G) = = = = 2𝜋𝑓𝐶𝑅
𝑉𝑖 𝑋𝐶 1
2𝜋𝑓𝐶
Dimana gain akan < 1 sehingga sinyal frekuensi rendah akan ditekan
(mengingat bahwa ukuran kapasitor yang digunakan dalam filter ini berada di
kisaran nF). Sedangkan untuk frekuensi pertengahan, seperti sebelumnya pada
55
kisaran pertengahan frekuensi nilai 𝑅 dan 𝑋𝐶 akan menjadi sama pada frekuensi
break, 𝑓𝑏 . Persamaan untuk menentukan 𝑓𝑏 diperoleh dari menyamakan
resistansi dengan reaktansi dari kapasitor.
𝑋𝐶 = 𝑅
1
=𝑅
2𝜋𝑓𝑏 𝐶
1
𝑓𝑏 =
2𝜋𝑅𝐶
Persamaan HPF identik dengan bahwa untuk low pass filter (LPF). Dalam cara
yang sama nilai 𝑉𝑜 pada frekuensi break akan diberikan oleh
1
𝑉𝑜 = × 𝑉𝑖
√2
Prosedur Percobaan
b. Hitung reaktansi dari kapasitor pada 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 10 kHz dan 100
kHz.
c. Hitung tegangan output pada masing-masing frekuensi.
d. Hitung frekuensi break dari sirkuit ini.
e. Hitung 𝑉𝑜 pada frekuensi break.
f. Plot grafik dari tegangan output terhadap frekuensi pada kertas grafik log.
g. Dengan menggunakan protoboard, buatlah rangkaian seperti berikut ini:
56
h. Lakukan percobaan seperti poin b, c, d, e, dan f.
2. High Pass Filter (HPF)
a. Perhatikan rangkaian berikut:
b. Hitung reaktansi dari kapasitor pada 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 10 kHz dan 100
kHz.
c. Hitung tegangan output pada masing-masing frekuensi.
d. Hitung frekuensi break dari sirkuit ini.
e. Hitung 𝑉𝑜 pada frekuensi break.
f. Plot grafik dari tegangan output terhadap frekuensi pada kertas grafik log.
g. Perhatikan rangkaian berikut:
57
MODUL X TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Apabila terdapat sinyal kecil yang masuk kedalam transistor melalui basis, yang
kemudian menghasilkan sinyal keluaran pada akhir rangkaian, sinyal keluaran
tersebut lebih besar dari pada sinyal masukan maka perbandingan antara
keluaran dan masukan disebut sebagai penguatan (amplification).
Pada bagian ini akan dibahas mengenai penguatan sinyal kecil pada kaki
kolektor. Rangkaian yang paling umum digunakan adalah rangkaian yang
digerakkan pada basis (base driven), dan digerakkan pada emiter (emitter
driven).
58
Langkah utama untuk menghasilkan solusi adalah dengan menentukan besarnya
arus emitter yang akan menentukan besarnya 𝐼𝑒 , 𝐼𝑐 , dan 𝐼𝑏 . Pada rangkaian bias
basis, dengan menggunakan analisa loop (searah jarum jam), maka
𝐼
Diperoleh −𝑉𝑏𝑏 + 𝛽𝑒 + 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 ) ≅ 0
𝑉𝑏𝑏
sehingga 𝐼𝑒 = 𝑅 ′
𝑒 +𝑅𝑒 +𝑅𝑏 /𝛽
𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐 atau 𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑐
𝑉𝑏 = 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )
𝑉𝑐 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑐 𝑅𝑐
𝐴= = ′ = ′
𝑉𝑏 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 + 𝑅𝑒 ) 𝑅𝑒 + 𝑅𝑒
Contoh:
Tentukan harga 𝑅𝑒 ′ dan 𝐼𝑒 pada gambar di bawah ini, bila 𝑉𝑏𝑏 dengan puncak 1
mV.
59
Gambar 10.3 Rangkaian penguat satu tingkat
Jawab:
𝑅2 10 k
𝑉2 = 𝑅 𝑉𝐶𝐶 = 10 k+20 k 30 = 10 𝑉
1 +𝑅2
𝑉2 −𝑉𝑏𝑒 10−0,7
Sedangkan 𝐼𝑒 = = ≅ 1 mA
𝑅𝑒 10,1 k
25 mV 25 mV
Sehingga 𝑅𝑒 ′ = = = 25Ω
𝐼𝑒 1 mA
Pada rangkaian b, besarnya nilai 𝑅𝑐 merupakan hasil jumlah secara paralel antara
𝑅𝑐 dan 𝑅𝐿 . sedangkan 𝑉𝑏 sama halnya dengan 𝑉𝑏𝑏 yaitu 1 mV karena nilai
60
hambatan untuk tiap rangkaian resistor paralel akan selalu sama. Hal ini sama
halnya 𝑅𝑏 = 0. 𝑅𝑏 ≠ 0 bila resistor terangkai secara seri dengan titik basis
transistor. Sehingga:
𝑉𝑏𝑏 0,001
𝐼𝑒 = ′ = = 8 μA
𝑅𝑒 + 𝑅𝑒 + 𝑅𝑏 /𝛽 100 + 25
Penguat emitor bersama berarti kaki emitor digunakan sebagai ground atau pada
kondisi common emitter (CE). Gambar di bawah ini merupakan rangkaian CE.
𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐
𝑉𝑒 ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒 ′
𝑉𝑐 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐 𝑅𝑐
𝐴= ≅ ′ =
𝑉𝑏 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒 𝑅𝑒 ′
Contoh:
61
Jawab:
25 mV
Sehingga diperoleh 𝑅𝑒 ′ = = 25Ω
1 mA
𝑅𝑐 5000
𝐴= ′ = = 200 kali
𝑅𝑒 25
62
Pada beberapa lembar data sering disertakan besarnya ℎ𝑓𝑒 dan ℎ𝑖𝑒 sehingga
besarnya 𝑅𝑒 ′ dapat ditentukan secara langsung,
ℎ𝑖𝑒
𝑅𝑒 ′ ≅
ℎ𝑓𝑒
𝑉𝑐 𝑅𝑐
=
𝑉𝑏 𝑅𝑒
bila 𝑅𝑒 ≫ 𝑅𝑒 ′ maka,
𝑉𝑏 = 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 ) ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒
5. Impedansi Input
6. Definisi Impedansi
Pada keadaan normal pada sebuah penguat ketika arus AC melewati kapasitor
tanpa penghalang, maka semua reaktansi dapat diabaikan sehinga impedansi
input AC didefinisikan sebagai:
𝑉𝑖
𝑍𝑖 =
𝐼𝑖
63
dengan 𝑉𝑖 dan 𝐼𝑖 adalah harga puncak rms atau harga lain yang sesuai. Misalnya
penguat menarik AC sebesar 5 𝜇A dan jika tegangan input 50 mV maka
impedansi input AC adalah:
𝑉𝑖 50 mV
𝑍𝑖 = = = 10 kΩ
𝐼𝑖 5 𝜇A
Artinya bila keadaan penguat identik dan baik, maka semakin kecil input yang
ditarik maka semakin sedikit beban yang dialami penguat. Untuk rangkaian yang
memiliki komponen hambatan seperti pada gambar di bawah ini. Besarnya R,
dirumuskan
𝑅𝑏 = 𝑅1 //𝑅2
Maka,
𝑍𝑖 = 𝑅𝑏 //𝑍𝑖(basis)
𝑉𝑏 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )
𝑍𝑖(basis) = = = 𝛽(𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )
𝐼𝑏 𝐼𝑒 /𝛽
𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒 ′
64
𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒
Contoh:
Jawab:
𝑅2 30 k
𝑉2 = 𝑅 𝑉𝐶𝐶 = 60 k+30 k 30 = 10 𝑉
1 +𝑅2
𝑉2 −𝑉𝑏𝑒 10−0,7
𝐼𝑒 = = ≅ 1 mA
𝑅𝑒 10 k
25 mV 25 mV
Sehingga 𝑅𝑒 ′ = = = 25Ω
𝐼𝑒 1 mA
𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒 ′ = 200 ∙ 25 = 5 kΩ
𝑍𝑖 = 𝑅𝑏 //𝑍𝑖(basis) = 20//5 k = 4 kΩ
𝑅𝑐 2,5 k
𝐴= ′ = = 100 kali
𝑅𝑒 25
65
Prosedur Percobaan
66
MODUL XI OSILATOR RC
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Seperti kita ketahui pada penguat CE, output dan input berbeda fasa 180°, sehingga
untuk memperoleh beda fasa 360° (syarat osilasi) rangkaian umpan balik harus
mempunyai perbedaan fasa 180°. Hal ini dapat diperoleh dengan tiga buah
rangkaian RC yang identik, dimana setiap pasangan RC memberikan beda fasa 60°.
Dari perhitungan, besar frekuensi osilator adalah:
1
𝑓𝑜 =
2𝜋 ∙ 𝑅 ∙ 𝐶 ∙ √6 + 4 K
67
𝑅𝐶
K=
𝑅
Prosedur Percobaan
68
4. Hubungkan generator sinyal pada input, dengan tegangan 2 𝑉𝑝−𝑝 , dan frekuensi
1 kHz. Ukurlah beda fasa antara sinyal input dan output (dalam keadaan ada
beban).
5. Aturlah frekuensi input, sehingga diperoleh beda fasa antara input dan output
= 0°. Catatlah nilai frekuensi ini.
6. Dengan menggunakan multimeter, ukurlah tegangan pada input, basis dan
kolektor. Masukkan hasilnya ke dalam tabel 2.
𝑉𝐶
𝐴𝑉 = penguatan transistor =
𝑉𝑏
𝑉𝑏
𝐿 = pelemahan umpan balik =
𝑉𝑖
7. Sekarang hubungkan rangkaian seperti Gambar 11.2, dengan 𝑉𝐶𝐶 = 12 V.
Tugas
69
4. Berapakah frekuensi osilator ini?
5. Bandingkan frekuensi dari hasil pengukuran dan perhitungan.
70
PERCOBAAN XII OPERATIONAL AMPLIFIER
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Secara umum terdapat dua buah simbol input pada op-amp yaitu positif dan
negatif. Yang menunjukkan input inverting dan input non-inverting. Terdapat
pula dua buah catu daya yang berfungsi memberikan batas atas dan bawah
besarnya sinyal output yang terukur pada bagian output op-amp. Koneksi ke catu
71
daya pada op-amp tidak selalu digambarkan dalam diagram, namun harus
dimasukkan pada rangkaian yang sebenarnya.
2. IC Op-Amp
IC op-amp yang digunakan pada percobaan ini ditunjukkan pada Gambar 12.2
Meskipun tidak menutup kemungkinan terdapat IC lain yang memiliki
konfigurasi pin yang berbeda bahkan dalam satu IC terdapat lebih dari satu op-
amp. Salah satu IC op-amp adalah 741, 324, 351 sampal 357 dan lain sebagainya.
Setiap jenis IC memiliki kelebihan masing-masing. Umumnya yang harus
diperhatikan adalah besarnya tegangan range operasi, frekuensi operasi,
kecepatan operasi, noise dan sebagainya.
Pada IC ini terdapat dua pin input, dua pin power supply, satu pin output, satu
pin NC (no connection), dan dua pin offset null. Pin offset null memungkinkan
kita untuk melakukan sedikit pengaturan terhadap arus internal di dalam IC
untuk memaksa tegangan output menjadi nol ketika kedua input bernilai nol.
72
3. Arus output dari sebagian besar op-amp memiliki batas pada 30 mA, yang
berarti bahwa resistansi beban yang ditambahkan pada output op-amp harus
cukup besar sehingga pada tegangan output maksimum, arus output yang
mengalir tidak melebihi batas arus maksimum.
3. Rangkaian Op-Amp
Rangkaian ideal op-amp yang digunakan adalah rangkaian dengan tipe loop
terbuka seperti halnya rangkaian pada gambar skema op-amp. Meskipun dalam
pemanfaatannya, rangkaian loop terbuka tidak umum digunakan, karena dalam
aplikasi dasar-dasar rangkalan op-amp umumnya menggunakan rangkaian loop
tertutup. Untuk mengoperasikan sistem dengan metode loop terbuka ini dapat
dilakukan dengan menjadikan salah satu pin input sebagai masukan dan meng-
ground-kan pin input yang lain. Op-amp ideal ini menguatkan suatu tegangan
100.000 kali, tapi dengan membuat rangkaian feedback dari output menjadi input
kembali maka faktor penguatan dapat dikurangi dan dapat pula ditentukan
berapa kali penguatan yang diinginkan. Berikut ini adalah jenis-jenis rangkaian
op-amp dengan loop tertutup:
1. Inverting Amplifier
2. Non Inverting Amplifier
3. Summing Amplifier
4. Voltage follower
5. Diferensiator
6. Intergrator
7. Comparator dan comparator dengan hyterisis
4. Inverting Amplifier
73
Gambar 12.3 Rangkaian op-amp inverting
𝐼𝑖 = −𝐼𝑓
𝑉𝑖 𝑉𝑂
=−
𝑅𝑖 𝑅𝑓
𝑅𝑓 𝑉𝑂
=−
𝑅𝑖 𝑉𝑖
𝑉𝑂 𝑅𝑓
=−
𝑉𝑖 𝑅𝑖
Sehingga
𝑅𝑓
𝐴=−
𝑅𝑖
dari persamaan diatas, akan terlihat bahwa 𝐼𝑓 adalah arus yang keluar dari op-
amp. Nilai 𝐼𝑓 sama dengan nilia dari 𝐼𝑖 . Hal ini menunjukkan bahwa arus input
akan sama dengan arus output, artinya op-amp inverting tidak menguatkan arus,
namun hanya memperkuat nilai tegangan. Tanda minus (−) menunjukkan bahwa
tegangan output mengalami pembalikan fase 180°. Jika input bernilai −2 mV,
maka outputnya setelah dikalikan penguatan akan bernilai −𝐴. −2 mV atau
+𝐴. 2 mV.
5. Karaketeristik Input/Output
74
Linearisasi dari op-amp ditentukan oleh 𝑉𝐶𝐶 op-amp itu sendiri. Gambar di
bawah ini memperlihatkan saturasi tegangan untuk 𝑉𝐶𝐶 ± 15 V, ketika V output
sampai pada VS (tegangan saturasi) yang bernilai ±13 V (pengurangan ini
merupakan kejadian praktek karena adanya konsumsi hambatan pada komponen
op-amp). Nilai peningkatan tegangan tidak akan menghasilkan output yang lebih
besar lagi. Hampir setiap op-amp, linearitas hanya 4 volt lebih kecil dari 𝑉𝐶𝐶 -
nya.
Nilai impedansi input seharusnya selalu kecil. Impedansi input dipengaruhi oleh
𝑅𝑖 yang akan mengakibatkan peningkatan impedansi input dan terjadi
pengurangan penguatan. Sesuai dengan nilai penguatan yang tergantung pada
𝑅𝑓 , maka penguatan dapat diatur sekehendaknya, hanya saja nilai penguatan
terbatas pada nilai saturasi VS tersebut.
75
Gambar 12.5 Rangkaian non-inverting op-amp
𝐼𝑖 = −𝐼𝑓
𝑉𝑖 𝑉𝑂
=
𝑅𝑖 𝑅𝑖 + 𝑅𝑓
𝑅𝑖 + 𝑅𝑓 𝑉𝑂
=
𝑅𝑖 𝑉𝑖
𝑅𝑖 + 𝑅𝑓
𝐴=
𝑅𝑖
𝑅𝑖 + 𝑅𝑓 𝑅𝑖 𝑅𝑓
𝐴= = +
𝑅𝑖 𝑅𝑖 𝑅𝑖
𝑅𝑓
𝐴=1+
𝑅𝑖
bila nilai perbandingan 𝑅𝑓 dan 𝑅𝑖 cukup besar, nilai 1 tidak banyak berarti.
76
Gambar 12.6 Voltage follower
Jika dua buah rangkaian hendak dihubungkan maka impedansi keduanya harus
dibuat sama dengan memberikan hambatan tambahan baik secara seri atau
parallel (matching impedancy). Kerugian bila terjadi perbedaan impedansi, maka
sinyal tegangan dari rangkaian pendahulu akan menjadi kecil kadang tak terukur.
Sebagai salah satu solusi adalah dengan membuat arus dari rangkaian pendahulu
seakan murni dari sebuah sumber tegangan (catu daya) dengan menggunakan
voltage follower. Untuk lebih mudah memahaminya, dapat dibuat sebuah
contoh: sebuah sensor meng-outputkan tegangan sebesar 5 V. Dengan tegangan
ini, seharusnya sudah mampu untuk mengaktifkan sebuah relay 5 V. Tapi pada
kenyataannya tegangan tersebut tidak mampu mengaktifkan relay. Jika kita
lakukan pengukuran pada rangkaian setelah terhubung dengan relay, ternyata
tegangan yang mengalir pada relay tidak lagi sebesar 5 V. Hal ini disebabkan
rangkaian sebelumnya memiliki hambatan (impedansi), dan relay juga sebuah
hambatan yang terhubung seri dengan rangkaian sensor. Terjadilah pembagian
tegangan (aturan rangkaian seri).
77
8. Adder (Summing Amplifier)
𝐼𝑓 = 𝐼1 + 𝐼2 + ⋯ + 𝐼𝑛
Dimana
𝑉1 𝑉2 𝑉𝑛
𝐼1 = , 𝐼2 = , 𝐼𝑛 =
𝑅1 𝑅2 𝑅𝑛
𝑉𝑂 = −𝐼𝑓 ∙ 𝑅𝑓
𝑉1 𝑉2 𝑉𝑛
𝑉𝑂 = −𝐼𝑓 ( + + ⋯+ )
𝑅1 𝑅2 𝑅𝑛
Prosedur Percobaan
1. Penguat Non-Inverting
a. Perhatikan dan buatlah rangkaian berikut.
78
Gambar 12.9 Rangkaian penguat non-inverting
b. Ukur dan catat nilai aktual resistor 1 kΩ.
c. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik A, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
d. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik B, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
e. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik C, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
f. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik D, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
g. Bagaimana hubungan antara 𝑉𝑂 dengan 𝑉𝑖 ? Catat dan analisis pada laporan.
2. Penguat Inverting
a. Perhatikan rangkaian berikut.
79
f. Selanjutnya, pasang generator sinyal sebagai 𝑉𝑖 dengan frekuensi 500 Hz.
Atur keluaran generator sinyal sehingga menghasilkan output op-amp
sebesar 4 V peak to peak.
g. Catat besar tegangan 𝑉𝑖 peak to peak. Pastikan setting osiloskop
menggunakan DC coupling. Bagaimana hubungan antara 𝑉𝑂 dengan 𝑉𝑖 ?
Lakukan analisis pada laporan.
3. Summing Amplifier
a. Buatlah Gambar 12.11 rangkaian berikut ini.
80