Anda di halaman 1dari 80

PERCOBAAN I OSILOSKOP

Tujuan Percobaan

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan akan dapat menguji


rangkaian elektronika sederhana sekaligus dapat menganalisa gelombang output
menggunakan osiloskop.

Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:

a. Menggunakan osiloskop dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur

b. Memahami cara kerja osilosikop

c. Mengetahui fungsi dari masing-masing tombol pada osiloskop

Dasar Teori

Cathade Ray Osiloscope (CRO) merupakan alat pengukuran besaran-besaran


elektronika yang memiliki frekuensi 0-0 MHz. Pada prinsipnya CRO dapat
digunakan untuk mengukur tegangan AC dan DC, bentuk gelombang AC dan DC,
frekuensi gelombang/tegangan listrik dan beda fase tegangan listrik.

Osiloscope dual channel (dua masukan) digunakan untuk mengukur dua gejala
listrik sekaligus, sedangkan osiloscope dual beam (dua sumber elektrom) dapat
digunakan untuk mengukur 3 gejala listrik sekaligus dengan kemampuan yang
cukup tinggi.

1. Prinsip kerja osiloskop


Perhatikan gambar dibawah ini.

1
Gambar 1.1 Prinsip kerja osiloskop

Keterangan:
K = sumber elektron gun yang disebut katoda.
G1 = grid 1 (diberi tegangan negatif terhadap katoda), digunakan untuk
mengatur intensitas gambar (terang/tidaknya gambar).
G2 dan G3 = grid 2 dan grid 3 (diberi tegangan positif terhadap katoda),
digunakan untuk memfokuskan berkas elektron sehingga berkas
sinar yang diperoleh pada tabir menjadi jelas dan tajam.
A = anoda (diberi tegangan positif hingga ± 1000 V), digunakan untuk
menarik elektron dan katode menuju tabir.
T = tabir yang terlihat dari zat-zat pendar yang akan bercahaya jika
ditambah elektron.
Lv = lempeng vertikal yang digunakan untuk menarik berkas elektron
ke atas-bawah.
Lh = lempeng horizontal yang digunakan untuk menarik berkas
elektron ke kiri-kanan.
Karena elektron bermuatan negatif, maka jika pada lempeng vertikal bagian atas
diberi muatan/tegangan positif, elektron akan berbelok ke atas. Jika lempeng
vertikal diberi tegangan bolak-balik (lempeng atas positif dan lempeng bawah
kemudian dibalik lempeng atas dan lempeng bawah positif, begitu seterusnya).
Maka pada layar akan diperoleh berkas elektron yang naik turun dan karena
geraknya sangat cepat maka akan terlihat sebagai garis lurus vertikal saja.
Besarnya tegangan AC yang masuk pada lempeng vertikal menentukan panjang
garis tabir, makin besar tegangan pada Lv maka makin panjang garis yang

2
diperoleh. Gejala naik turun ini dapat dibuat bergerak ke kiri dan ke kanan
dengan cara memasukkan tegangan TGG pada lempeng Lh dan gambar sebagai
tegangan alas waktu (time base) karena selain untuk menarik garis naik turun
tadi kearah horizontal juga berfungsi sebagai pengatur agar gambar menjadi
stabil (diam dan tidak lari-lari). Caranya adalah dengan mengatur agar frekuensi
TGG sebanding dengan frekuensi tegangan yang diukur (pada Lv).
Pembentukan gambar pada tabir tersebut akan diterangkan berdasarkan gambar
berikut:

Gambar 1.2 Proses pembentukan gambar sinusoida pada layar

Suatu gejala sinus yang akan diukur dimasukkan pada layar Lv dan secara
bersamaan TGG dimasukkan pada Lh. Kalau saat awal naiknya tegangan
sinusoida tersebut bersamaan dengan saat awal naiknya TGG, dan frekuensi
sinusoida sebanding dengan frekuensi TGG maka pada layar akan diperoleh
gambar sinusoida yang diam. Tetapi kalau kedua syarat diatas tidak dipenuhi
maka gambar akan free-running untuk mengatasi hal itu dikenal istilah
sinkronisasi.
Sinkronisasi digunakan untuk membuat frekuensi TGG sebanding (kelipatan
bilangan bulat) dengan frekuensi sinusoida. Sinkronisasi ini dapat dilakukan
baik secara internal maupun eksternal. Sinkronisasi internal artinya sinkronisasi
tersebut dikerjakan oleh rangkaian yang ada di dalam osiloskop sendiri,
sedangkan sinkronisasi eksternal berarti sinkronisasi tersebut dilakukan oleh
tegangan dari luar osiloskop. Istilah lain bahwa osiloskop digunakan secara
internal artinya TGG yang ada dalam osiloskop diputus sambungan terhadap
lempeng Lh dan sebagai gantinya gelombang eksternal (dari luar osiloskop)

3
dimasukkan ke dalam Lh untuk menggantikan fungsi TGG. Prinsip ini
digunakan untuk mengukur beda fase dan perbedaan frekuensi secara lissajous.
Di dalam CRO, masalah sinkronisasi kebanyakan dilaksanakan dengan cara
triggering artinya time base (TGG) dibangunkan (ditenggar) oleh sebagian
sinyal dari Lv. Dengan cara triggering ini dapat dibuat agar saat awal gelombang
pada tabir adalah naik (slope +), saat akhir gelombang adalah turun (slope -) dan
saat awal dapat diatur levelnya (tinggi dan letak saat awal tersebut). Salah satu
kesulitan dalam CRO adalah bahwa untuk membedakan berkas elektron pada
lempeng-lempeng tersebut (Lh dan Lv) diperlukan tegangan yang cukup tinggi.
Untuk mengatasi hal ini pada setiap masukan vertikal dilengkapi dengan
amplifier. Amplifier ini dapat diatur penguatannya dan disesuaikan dengan
besarnya tegangan input yang masuk (pada panel depan CRO dikenal sebagai
tombol V/div).
Pada panel depan CRO terhadap tombol time/div, digunakan untuk mengatur
frekuensi tegangan TGG dalam CRO. Tombol-tombol yang lain yang berada
pada depan panel CRO dapat dilihat pada hambatan terlampir. Mengenai
kegunaan tombol-tombol tersebut dapat dilihat secara mendetail pada instruction
manual straronge osciloscope Vp-5753 A.

Alat dan Bahan

 Osiloskop
 Trafo
 Signal generator
 Kabel penghubung
 R = 15 k𝛺
 C = 0,001 nf

Langkah Percobaan

1. Cara Menghidupkan CRO

4
a. Hubungkan kabel osiloskop ke stopkontak PLN.
b. Tekan tombol power untuk menghidupkan lampu "on".
c. Gunakan tombol "intensity" untuk mengatur terang/gelapnya berkas garis
yang terlihat dilayar.
d. Gunakan tombol "fokus" jika gambar tidak terfokus.
e. Gunakan tombol "horizontal position" atau "vertikal position" untuk
mengatur kedudukannya hingga berada di tengah-tengah layar.
f. Perhatikan sebelum CRO digunakan tombol lain adalah:
 V/div masing-masing chanel pada 10 volt (CCW)
 Varabel v/div pada harga kalibrasi (CW)
 Switch AC pada norm
 Mode pada Ch I
 Trigger pada norm
 Slope pada kedudukan positif
 Level pada auto fiv (CCW)
 Coupling pada AC
 Source pada int (x-y)
 Sweep mode pada auto
 T/div pada 4 ms/div
 Variabel f/div pada kalibrasi L
g. Jika berkas garis mendatar tidak horizontal (agak miring) maka tekan
tombol (trace rotation) pada badan samping CRO.
h. Atur terang/gelapnya garis-garis skala pada layar dengan tombol “scale
illumination” (yang juga berada pada samping kanan badan CRO).
2. Mengukur Tegangan Peack To Peak (Vpp)
Ambil trafo step down, ukur tegangannya pada 4,5 volt RMS dari lilitan
sekunder trafo yang dihubungkan dengan tegangan PLN 220 V dengan CRO
dengan cara:
a. Sambung input chanel x (chanel 1) CRO dengan kutub-kutub trafo tersebut.
b. Putar tombol v/div chanel 1 pada kedudukan 0,2 volt.
c. Atur kedudukan gambar pada layar melalui penekanan tombol vertikal
position.

5
d. Kedudukan time/div diputar pada 2 msec, dan kalau gambar pada laar masih
belum stabil putar tombol variabel time/div sehingga gambar stabil.
e. Ukur tinggi antara puncak atas dan puncak bawah gambar gelombang yang
diperoleh pada layar. Tegangan Vpp = 10 × tinggi gelombang × kedudukan
v/div 10 merupakan besarnya perbesaran pada probe.
f. Hitung vrms dengan cara 1/rms = 0,5 × 0,7 × Vpp.

3. Mengukur Frekuensi
Sama seperti percobaan 2 diatas setelah didapat gambar bentuk gelombangnya
maka catatlah:
a. Panjang gelombang (λ) dan tinggi gelombang
b. Cari frekuensi dengan cara:
T = 𝜆 × time/div
1
F= Hz
T
4. Melihat Dua Gelombang Secara Bersamaan
a. Sebagai kelanjutan dari percobaan 2, input V (Ch2) CRO dihubungkan
pada kutub-kutub yang dipakai oleh channel 1.
b. Kedudukan v/div pada kedua channel 1 dan channel 2 diletakkan pada
harga 0,5 volt, tombol time/div pada 5 msec dan tombol trigger pada
channel 1 (x-y).
c. Jika kedudukan mode diletakkan pada kedudukan ALT (Alternate) maka
gelombang dapat diukur pada input x (channel 1) dan input y (channel 2)
akan terlihat secara bergantian pada layar.
d. Sekarang pada layar terhadap 2 gelombang dan masing-masing gelombang
dapat diatur kedudukannya dengan tombol vertikal position pada channel
1 dan channel 2.

Tugas:

6
Dengan mengubah kedudukan mode, buatlah gambar yang diperoleh pada
layar, baik pada saat ch 1, ch 2, Alt, chop maupun ADD.

Note:

Perbedaan antara chop dan Alt adalah biasanya bahwa chop digunakan untuk
gelombang frekuensi rendah (harga time/div besar) sedangkan Alt biasanya
digunakan untuk gelombang frekuensi tinggi (harga time/div kecil).

5. Mempergunakan Mode Alt dan Chop


a. Hidupkan frekuensi generator (SG).
b. Letakkan tombol “output ATT (db)” pada kedudukan o db. Dan tombol
“output level” pada max (CW).
c. Putar tombol frekuensi dial sehingga jarum menunjukkan pada skala 20,
tombol frekuensi range pada kedudukan 1 × dan tombol mave form pada
kedudukan sinusoida, sehingga dari terminal output akan keluar sinyal
sinusoida dengan frekuensi 20 Hz.
d. Untuk melihat gelombang outputnya maka sambungkan terminal output
pada probe channel 1 atau channel 2 pada osiloskop.
e. Letakkan kedua tombol v/div pada channel 1 dan channel 2 pada kedudukan
IV sehingga gambar yang diperoleh cukup besar.

Tugas:

1) Putar tombol time/div pada kedudukan 10 msec, mode pada Alt dan trigger
pada channel 1, amati dan catat yang terjadi.
2) Letakkan kedudukan mode pada chop, amati yang terjadi.
3) Letakkan tombol frekuensi range pada kedudukan ×1000 dan tombol
frekuensi dial pada 70, sehingga SG adalah 70 kHz.
4) Lakukan langkah seperti pada 1 dan 2 amati yang terjadi.
6. Mengukur Frekuensi PLN dengan Cara Lissajous
Frekuensi tegangan PLN dapat diukur dengan perbandingan terhadap frekuensi
SG yang telah diketahui caranya:

7
a. Putar tombol v/div pada input (channel 1) pada kedudukan 0,2 v/div dan
tombol trigger pada kedudukan channel 1 (x-y), kemudian hubungkan
tegangan PLN 4,5 V atau 6 V dengan input x ini.
b. Hidupkan SG pasang “output Alt” pada odb, output level max, tombel

pengantar frekuensi pada kedudukan jarum skala 20 frekuensi range pada

×1 dan kedudukan tombol wave form pada sinusoida.

c. Putar tombol v/div pada input y (channel 2) pada kedudukan 0,5 v/div dan

masukkan sinyal dari SG ke input (channel 2) pada osiloskop.

d. Lakukan tombol-tombol ini:

 Time/div pada Ext (x-y)

 Trig (ch 1) pada ch 1 (x-y)

 Mode pada ch 2 (x-y)

 Coupling pada DC (x-y)

 Atur kedudukan horizontal position dan vertikal position (ch 2) agar

gambar tepat ditengah.

e. Pada tombol SG pada frekuensi 25 Hz dan buatlah gambarnya.

f. Ulangi hal tersebut untuk frekuensi 30 Hz, 50 Hz, 100 Hz, 150 Hz dan 200

Hz serta buat gambarnya.

7. Mengukur Rise Time (Waktu Bangkit)


Kebanyakan rangkaian mempunyai sifat memfilter, artinya hanya sinyal-sinyal
dengan frekuensi tertentu saja yang dapat dilewatkan. Sinyal-sinyal dengan
frekuensi lain akan diperlemah, sehingga relatif tidak dilewatkan ke bagian
outputya. Sebagai contoh rangkaian RC yang hanya melewatkan sinyal-sinyal
pada frekuensi rendah saja.

8
Gambar 1.3 Rangkaian RC
Batas frekuensi dimana rangkaian menyaring sinyal (out off frekuensi) dapat
diketahui dengan cara memasukkan gelombang kotak pada rangkaian tersebut.
Misalnya gelombang kotak dari FG dengan frekuensi 25 kHz dimasukan pada
rangkaian tersebut, maka pada layar osiloskop akan terlihat suatu cara
menghitung rise time adalah:
Tinggi gelombang 10% dan 90% diproyeksikan ke sumbu x sehingga didapat
interval TR (rise time) lihar gambar dibawah ini.

Gambar 1.4 Cuplikan suatu gelombang gigi gergaji yang terlihat pada CRO

Dari gambar terlihat bahwa TELOGO REJO sesungguhnya adalah:


TR: panjang interval skala x time/div
0,35
Sedangkan frekuensi out offnya: 𝑓 =
𝑇𝑟

Cara kerja alat:


a. Rangkai seperti pada gambar 1.3.
b. Set output Alt SE pada odb dan output level pada max.
c. Switch wave form pada persegi (kotak) dan frekuensi pada 20 kHz.
d. Tombol v/div pada ch 1 CRO diputar pada 0,1 v/div, time/div pada 10 nsel,
trig pada norm, mode pada ch 1 dan coupling pada AC.

9
e. Dari gambar output yang diperoleh pada layar CRO carilah Tr-nya dan
frekuensi cut offnya.
8. Mengukur Beda Fase
a. Buat rangkaian seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1.5 Rangkaian beda fase


b. Masukkan input 𝑉1 (ch 1) dan ourpur 𝑉0 (ch 2) dengan harga 0,2 v/div.
c. Putar potensiometer sehingga R = 0 dan buat gambar yang diperoleh pada
CRO.
d. Putar potensiometer pada R = max dan buat gambarnya.
𝑎
e. Hitung beda fasenya dengan cara Φ = arc sin dimana a dan A diperoleh
𝐴

dari Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Menghitung beda fase

Perhatikan:

1. Jangan biarkan gambar yang terlalu terang dalam waktu yang lama, karena
akan mengakibatkan rusaknya zat pendar layar CRO.
2. Sebelum memulai percobaan yang baru, letakkan tombol v/div pada
kedudukan 10 V, karena sinyal input yang terlalu tinggi mengakibatkan
rusaknya rangkaian dalam CRO.

10
Tugas

Tugas Pendahuluan

1. Apa yang dimaksud dengan osiloskop?


2. Apa yang dimaksud dengan frekuensi?

Tugas Akhir

1. Berikan penjelasan tentang pengukuran pada percobaan 2 secara teori dan


praktek.
2. Berikan analisa pada percobaan 4 dan 5.
3. Buatlah gambar pada percobaan 6 kemudian cari frekuensi tegangan PLN dari
gambar-gambar dan harga frekuensi SG.
4. Buat gambar pada percobaan 8 dan beri penjelasan serta hitung beda fasenya.

11
PERCOBAAN II MULTIMETER

Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan multimeter diharapkan mahasiswa dapat:

a. Menjelaskan pengertian dan fungsi multimeter dalam bidang elektronika.


b. Menggunakan multimeter sebagai alat ukur elektronika dengan benar.

Dasar Teori

Untuk melakukan pengukuran besaran listrik umumnya digunakan peralatan


pengukuran yang kompak yang terdiri dari amperemeter yang berfungsi sebagai
pengukur arus listrik, voltmeter yang berfungsi untuk mengukur besaran-besaran
tegangan listrik dan ohmmeter berfungsi untuk mengukur hambatan listrik. Alat
tersebut dinamakan multimeter.

Gambar 2.1 Bentuk umum multimeter

Pada gambar diatas multimeter terbagi atas bagian-bagian, yaitu:

1. Busur skala penyimpangan jarum penunjuk.


2. Pengatur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol.
3. Saklar pengatur fungsi pengukuran.
4. Terminal hubungan titik pengukuran.

12
5. Penyesuaian jarum penunjuk pada angka nol pada posisi ohmmeter.
6. Kotak baterai untuk penggunaan ohmmeter (tempat baterai terletak dibelakang
multimeter).
7. Test load (kabel penghubung).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan multimeter adalah:

a. Posisikan jarum penunjuk pada posisi nol pada bagian kiri busur skala. Jika
tidak tepat pada posisi nol atur dengan menggunakan obeng trim pada posisi 2
gambar. 2.1. proses penempatan jarum pada posisi nol disebut “kalibrasi”.
b. Putar saklar pengatur fungsi pada bagian no 3 sampai tanda panah pada saklar
berada pada kedudukan:
 Fungsi pengukuran yang diinginkan
 Batas ukur tertinggi
c. Pasangkan kabel tes (no 7) pada bagian no 4 yang terdiri dari terminal (+) dan
(-) untuk mempermudah gunakan kabel tes warna merah untuk terminal (+) dan
kabel tes warna hitam untuk terminal (-).
d. Perhatikan kondisi baterai dan sikring pada multimeter.
e. Cara pembacaan multimeter untuk pengukuran tegangan dan arus adalah
posisi jarum penunjuk
× batas ukur = hasil sebenarnya………...……(2.1)
skala maksimum

Contoh: Seorang instatatir listrik mengukur tegangan listrik bolak-balik dari


jala-jala PLN. Posisi jarum penunjuk pada multimeter menunjuk angka 220 V
pada skala maximum 250 V dan batas ukur 250 V. Berapakah hasil pengukuran
tegangan bolak-balik tersebut.
Jawab:
posisi jarum penunjuk
× batas ukur = hasil sebenarnya
skala maksimum
220 𝑉
× 250 𝑉 = 220 𝑉
250 𝑉
f. Untuk pengukuran hambatan, skala yang digunakan didalam busur skala terbagi
atas 2 bagian yaitu skala ohm yang digunakan untuk mengukur hambatan
dibawah 1000 ohm dan skala kilo ohm untuk pengukuran hambatan diatas 1000
ohm.

13
g. Biasanya batas pengukuran hambatan terbagi atas 3 bagian yaitu batas ukur × 1
untuk mengukur hambatan antara 0 − 500𝛺, batas ukur × 10 untuk hambatan
0 − 5 k𝛺 dan batas ukur k𝛺 untuk hambatan 0 − 1 M𝛺.
h. Cara pembacaan ohmmeter sebenarnya.
Posisi jarum penunjuk × batas ukur = hasil sebenarnya……………(2.2)
Contoh: Sebuah resistor dengan warna coklat hitam, orange dan emas diukur
dengan ohmmeter dengan batas ukur × 1k, posisi jarum penunjuk pada posisi
10. Berapa besar tahanan terbaca?
Jawab:
10 × 1k = 10k𝛺

Alat dan Bahan


 Multimeter
 Baterai
 Resistor
 Protoboard
 Kabel penghubung

Prosedur Kerja

1. Mengukur Tegangan Searah (Voltmeter DC)


a. Putar saklar pengatur pada posisi volt DC pada batas ukur tertinggi.
b. Letakkan test load merah pada terminal (+) dan test load hitam pada terminal
(-).
c. Ambil sebuah baterai.
d. Ukur baterai tersebut dengan menempelkan test load merah (+) pada sumber
tegangan positif pada baterai dan test load hitam (-) pada sumber (-)
e. Baca hasil pengukuran dengan cara pada pers 2.1.
f. Jika jarum tidak bergerak turunkan batas ukur dan ulangi kegiatan diatas.
g. Lakukan kegiatan diatas untuk jumlah baterai 2,3,4 dan 5 yang disusun secara
seri.
Tabel 2.1 Data hasil pengamatan

14
No. Jumlah baterai Hasil pengukuran

h. Untuk pengukuran tegangan DC pada rangkaian dapat dilihat pada Gambar


2.2.

Gambar 2.2 Pengukuran tegangan searah


2. Mengukur Tegangan Bolak-Balik
a. Posisikan saklar pengatur pada posisi voltmeter AC dengan batas ukur
tertinggi.
b. Ukur besar tegangan PLN.
c. Pada tegangan AC tidak terdapat polaritas sehingga dapat dipasang bolak-
balik.
d. Perhatikan jangan menyentuh ujung kabel test karena tegangan bolak-balik
sangat berbahaya dan jangan biarkan kabel test terhubung terus menerus.
3. Mengukur Arus Searah
a. Susun rangkaian seperti Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengukuran arus searah


b. Pilih batas ukur tertinggi.
c. Perhatikan dan catat jarum penunjuk dengan persamaan 2.1.
d. Jika tidak bergerak turunkan batas ukur.

15
4. Mengukur Hambatan
a. Susun rangkaian seperti Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pengukuran hambatan


b. Amati dan catat hasil pengukuran pada ohmmeter.
c. Bandingkan dengan perhitungan secara teori.

Tugas

Tugas Pendahuluan

1. Apa yang dimaksud dengan multimeter analog dan multimeter digital? Jelaskan
2 buah perbedaannya!
2. Bagaimana cara pembacaan tegangan yang mempunyai besaran diatas 250 volt,
misalnya hendak diukur tegangan 400 volt? Jelaskan pada skala berapa jerum
penunjuk terbuka!

Tugas Akhir

Berikan perbedaan pengukuran menggunakan multimeter dengan penggunaan


osiloskop (minimal 3).

16
PERCOBAAN III RESISTOR DAN KAPASITOR

Tujuan Percobaan

Tujuan Umum

Mahasiswa dapat membuat rangkaian elektronika sederhana menggunakan resistor


dan kapasitor sekaligus dapat menganalisa rangkaian secara teori maupun praktek.

Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan:

a. Mengetahui jenis-jenis resistor dan kapasitor serta dapat membedakannya.


b. Dapat menentukan ukuran resistor dan kapasitor baik secara teori maupun
praktek dengan menggunakan alat ukur (multimeter).
c. Dapat menentukan baik tidaknya resistor dan kapasitor dengan alat ukur.

Dasar Teori

1. Resistor (Tahanan)

Fungsi resistor antara lain:

a. Menahan sebagian arus listrik agar sesuai dengan kebutuhan suatu rangkaian
elektronika.
b. Menurunkan tegangan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rangkaian
elektronika.
c. Sebagai pembagi tegangan.
d. Sebagai penghubung antara berbagai rangkaian.
e. Bekerjasama dengan transistor dan kapasitor dalam suatu rangkaian untuk
membangkitkan frekuensi tinggi dan rendah.
f. Sebagai penghambat besarnya tegangan yang masuk ke suatu rangkaian.

Jenis-jenis resistor antara lain:

17
a. Resistor Tetap
Resistor tetap terdiri dari resistor kawat logam, dan resistor orang (resistor
komposisi).
b. Resistor Variabel (Potensiometer)
Resistor variabel orang merupakan potensiometer yang dapat diputar/digesar
dan resistor variabel kawat orang.
Simbol dan gambar resistor adalah seperti gambar dibawah ini.

Simbol resistor tetap Simbol resistor variabel

Gambar 3.1 Resistor

Resistor orang (resistor komposisi) diberi kode warna untuk mempermudah


penentuan ukurannya. Kode warna diciptakan oleh Radio Manufaktur
Association (RMA) yang merupakan perkumpulan pabrik-pabrik radio di
Eropa dan Amerika. Kode wama yang ditetapkan oleh RMA ini menentukan
besarnya ukuran resistor. Selain itu resistor dapat diukur dengan ohmmeter
yang terdapat dalam multimeter.
Pada beban tahanan dilukiskan 4 warna yang masing-masing menerapkan 3
cincin pertama menyatakan besarnya tahanan dan cincin ke 4 menyatakan batas
toleransinya dari harga yang tertera.
Adapun jenis warna beserta nilai toleransinya dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 1 Kode RAM untuk resistor komposisi.
Gelang Toleransi
Warna
1 2 3 4

Hitam - 0 1 -

Coklat 1 1 10 1%

Merah 2 2 102 2%

Orange 3 3 103 -

18
Kuning 4 4 104 -

Hijau 5 5 105 -

Biru 6 6 106 -

Ungu 7 7 107 -

Abu-abu 8 8 108 -

Putih 9 9 109 -

Emas - - 10−1 5%

Perak - - 10−2 10%

Tak berwarna - - - 20%

Contoh pengukuran dengan kode RMA:


Gambar Resistor dan cara pembacaannya

2. Kapasitor (Kondensator)

Kapasitor adalah alat yang memiliki kemampuan untuk memuat (menyimpan)


elektron-elektron atau tenaga listrik selama waktu yang tidak tertentu (biasa
disebut kapasitas kapasitor/kondensator). Berikut ini adalah bentuk-bentuk
kapasitor.

Simbol kapasitor Kapasitor elektrolit

Gambar 3.2 Kapasitor dalam rangkaian

Alat dan Bahan

19
 Resistor 15 buah
 Kapasitor 5 buah, Elco 5 buah
 Multimeter analog/digital

Prosedur Kerja

1. Resistor
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Ambil resistor 15 buah.
c. Kalibrasi multimeter sebelum digunakan.
d. Dengan menggunakan multimeter, melakukan pengukuran pada resistor
seperti pada gambar di bawah ini.

e. Dimana test load warna merah pada multimeter ditempatkan pada kaki
resistor dan test load warna hitam pada multimeter pada kaki satunya.
Contoh: kabel test load merah/hitam pada multimeter untuk pengukuran
nilai tahanan bolik-balik tidak apa-apa.
f. Catat hasil pengukurannya pada tabel pengamatan.
No Warna Nilai Pembacaan pada Keadaan
gelang multimeter resistor

2. Kapasitor/Kondensator
a. Ambil sembarang kapasitor 5 buah dan kapasitor elektrolit 5 buah.
b. Lakukan pengukuran kapasitor elektrolit dengan menggunakan multimeter
seperti gambar dibawah ini.

c. Dimana test load multimeter pada Elco dan test load hitam multimeter pada
Elco maka jarum pada mulțimeter bergerak dan kembali ke kedudukan

20
semula. Dan test load multimeter di balik maka jarum pada multimeter
bergerak dan kembali ke kedudukan awal ini beararti Elco dalam keadaan
baik selain itu Elco rusak.
d. Catat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.
No Jenis kapasitor Nilai teori Keadaan kapasitor

Tugas

Tugas pendahuluan (dikumpul sebelum praktikum dimulai)

1. Suatu resistor memiliki kode warna hitam, merah, kuning, emas. Berapa nilai
resistor tersebut?
2. Sebutkan fungsi dari kapasitor dan resistor?
3. Berikan contoh resistor dan kapasitor yang ada dipasaran masing-masing 5
buah dan berikan keterangan nilainya?

Tugas akhir (dikumpul bersama laporan akhir)

Buatlah analisa lengkap mengenai resistor dan kapasitor yang telah diamati pada
percobaan ini!

21
PERCOBAAN IV RANGKAIAN DIODA

Tujuan Percobaan

1. Mengetahui fungsi dioda dan dapat menentukan kondisi baik/buruk sebuah


dioda.
2. Mengetahui macam-macam dioda.
3. Mampu membaca skema rangkaian dioda.
4. Mampu membuat rangkaian dioda sederhana.

Dasar Teori

Dalam dunia elektronika sering dibutuhkan suatu alat yang dapat mengalirkan arus
bila diberikan tegangan pada satu arah saja, tetapi tidak akan mengalirkan arus bila
diberikan beda tegangan. Pada arah yang berlawanan komponen yang dapat berlaku
demikian adalah "dioda". Bahan utama dari sebuah dioda adalah bahan
semikonduktor yang berjenis P disatukan/disambung dengan semikonduktor jenis
N penyambungan ini terdapat juga dioda yang terbuat dari bahan vakum dan biasa
digunakan untuk keperluan tegangan tinggi.

Gambar 4.1 (a) Bentuk bola dioda, (b) Susunan dioda sambungan p.n, (c)
Lambang dioda

Berdasarkan sifat-sifat dari dioda yang dapat berfungsi sebagai pembentuk


gelombang diantaranya: rangkaian penggunting dioda seri, penggunting dioda
sejajar, penggunting terpanjar, pengiris, pengapit dioda, pengait bertegangan panjar
pelipat dua tegangan dan lain-lain.

Untuk mengetahui nilai/kode dioda dapat dilihat pada masing-masing dioda


sedangkan untuk mengetahui kondisi baik/buruk sebuah dioda dapat digunakan
multimeter dengan batas ukuran ohmmeter. Dalam pemakaian dioda yang perlu

22
diperhatikan adalah penghubung kutub anoda (+) dan penghubung kutub katoda (-)
pada perangkaian alat. Jenis-jenis dioda antara lain:

1. Dioda kontak titik


2. Dioda hubungan
3. Dioda zener
4. LED (light emiting dioda)

Alat dan Bahan


 Dioda silikon/Germanium
 Dioda zener
 Multimeter
 Power supply
 Kapasitor
 Osiloskop
 Signal generator
 Kabel penghubung

Prosedur Percobaan

1. Karakteristik dioda
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pengukuran Dioda


b. Buat tegangan VDD = 2 V, kemudian ukur tegangan dioda (VD ) dengan
tahanan beban (R L ) = 100Ω.
c. Tentukan arus yang mengalir pada dioda (𝐼D )
VDD = VD + ID ∙
R L ………………………………………….……………….………….(4.1)
d. Ubah tegangan VDD menjadi 3V, 4V dan 5V. tentukan arus ID -nya.
2. Elipper Dioda Seri (Penggunting Dioda Seri)
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.3.

23
Gambar 4.3 Penggunting dioda seri
b. Gunakan isyarat masukan berbentuk sinusoida.
c. Catat bentuk tegangan isyarat Vi dan Vo yang terlihat pada osiloskop
gunakan R L = 100Ω, dan R L = 1kΩ, dan R L = 10kΩ.
3. Elipper Dioda Pararel
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Penggunting dioda paralel


b. Lakukan percobaan 2 poin b dan c.
4. Biased Dioda Elipper (Rangkaian Penggunting Terpanjar)
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Penggunting dioda terpanjar


b. Gunakan isyarat berbentuk sinusoida.
c. Catat bentuk tegangan masukan dan keluaran.
5. Slicer (Rangkaian Pengiris)
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Dioda pengiris


b. Lakukan percobaan 4 poin b dan c.
6. Elipper Dioda Zener
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.7.

24
Gambar 4.7 Penggunting dioda zener
b. Lakukan percobaan 4 poin b dan c.
7. Elamp Dioda (Pengapit Dioda)
a. Buat rangkaian seperti Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Pengapit dioda


b. Beri isyarat persegi.
c. Catat bentuk tegangan masukan dan keluaran.

Tugas

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tegangan balik puncak (peak inverse
voltage)?
2. Jelaskan tentang pengaruh suhu terhadap lengkung karakteristik dioda?

Tugas Akhir

25
1. Jelaskan perbedaan antara dioda biasa dengan dioda zener?
2. Jelaskan maksud dari pemberian tegangan maju dan terbalik pada rangkaian
pengiris dan penggunting terpanjar?

26
PERCOBAAN V RANGKAIAN RC

Tujuan

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan akan dapat membuat


rangkaian elektronika yang menggunakan resistor dan kapasitor sekaligus dapat
menganalisa rangkaian tersebut baik secara teori maupun praktek.

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat mengukur besarnya tegangan pada resistor dan juga tegangan
pada kapasitor.
2. Dapat mengukur arus yang tersimpan dalam kapasitor selama pengisian.
3. Mahasiswa mampu mengukur waktu RC pada pengisian dan pengosongan
kapasitor.
4. Mahasiswa mampu menganalisa bentuk isyarat keluaran rangkaian
differensiator dan integrator bila diberi masukan berupa sinyal persegi.

Dasar Teori

Rangkaian RC memegang peranan penting dalam elektronika. Rangkaian ini


biasanya digunakan dalam rangkaian pasif (tanpa catu daya) membentuk tapis pasif.
Rangkaian yang sama pada keadaan tertentu dapat berlaku sebagai integrator dan
differensiator.

Peristiwa pengisian dan pengosongan muatan juga sangat penting dalam


elektronika. Arus yang berhubungan dengan ini mengecil dengan waktu sehingga
disebut arus transien, yang berarti arus yang hanya timbul sebentar, jadi bukan arus
tetap. Peristiwa ini digunakan untuk mengubah denyut, mengolah denyut dalam
pesawat televisi, penundaan waktu, menghasilkan pengapitan tegangan dan
sebagainya.

27
Perilaku rangkaian RC seri untuk isyarat persegi dan denyut erat hubungannya
dengan perubahan tegangan dan arus pada pengisian dan pengosongan kapasitor.

Dalam percobaan ini akan diamati pengukuran pada pengisian dan pengosongan
kapasitor yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap pengaruh rangkaian RC
pada isyarat berbentuk persegi. Dalam melakukan pengukuran pada pengisian dan
pengosongan kapasitor akan terasa bahwa pada proses pemuatan dan pembuangan
muatan ternyata membutuhkan waktu karena itulah rangkaian ini sangat berguna
sekali. Untuk lebih memahaminya maka hasil pengukuran yang diperoleh segera
digambarkan ke kertas grafik mm.

Alat dan Bahan

 Catu daya
 Signal generator
 Bread board
 Stop watch
 Osiloskop
 Kabel penghubung
 Resistor R = 100Ω (1 buah) dan R = 1kΩ (1 buah)
 Kapasitor elektrolit (polar) (2 buah) dan (2buah)
 Kertas grafik mm
 Multimeter

Prosedur Percobaan

1. Pengisian Muatan pada Kapasitor


a. Membuat rangkaian seperti pada gambar dibawah ini pada bread board.
Perhatikan polaritas kapasitor sebelum menghubungkan a-b, untuk
voltmeter V (20kΩ/V) gunakan jangka ukur 20 V agar R V = 400Ω
sehingga tidak terlalu banyak membocorkan muatan kapasitor.

28
Gambar 5.1 rangkaian pengisian kapasitor
b. Ukur arus I dan tegangan V setiap 5 detik secara bergantian. Lakukan
pengukuran sebanyak 5 kali waktu RC (5 c) sejak a-b terhubung. Tuliskan
pengukuran anda dalam bentuk tabel pengamatan.
No I (Ampere) V (Volt)

c. Lukiskan grafik V (+) pada kertas grafik danjuga grafik I (+).


d. Setelah kapasitor terisi penuh, lepaskan atau offkan a-b, dan untuk
membuat muatan pada kapasitor hubung singkatkan kaki kapasitor,
bersiaplah untuk melihat letupan mini.
2. Pengosongan Muatan Kapasitor
Kapasitor dapat dimulai dengan cepat dengan menghubungkan langsung ke
sumber tegangan tetap.
a. Buat rangkaian seperti dibawah ini pada brend board.

Gambar 5.2 Rangkaian pengosongan kapasitor


b. Hubungkan a-b dan ukur tegangan kapasitor. Gunakan jangka ukur 15 V
setelah mencapai 15 V lepaskan a-b dan catat tegangan pada voltmeter
setiap 5 detik ingat selama pengukuran jangka ukur voltmeter jangan
diubah.
c. Hubungkan a-b kembali. Lalu lepaskan a-b, hubungkan b-c agar kapasitor
membuang muatan melalui R ukur arus I dan tegangan V tiap 5 detik
sebanyak 5 kali catat pengukuran anda pada tabel.
d. Gambarkan hasil pengukuran pada kertas grafik mm.

29
3. Rangkaian Integrator
a. Pasang rangkaian seperti dibawah pada bread board.

b. Atur SG pada frekuensi 10 Hz dan gunakan bentuk gelombang persegi


setelah itu lihat kekurangan dengan osiloskop dan gambarkan bentuk
gelombangnya.
c. Ubah SG pada frekuensi 100 Hz, 1 kHz, 10 kHz, 100 kHz dan lihat bentuk
gelombang keluarannya kemudian gambarkan.
4. Rangkaian Differensiator
a. Rangkaikan seperti gambar dibawah pada bread board.

b. Lakukan langkah seperti pada percobaan 3 poin b dan c.

Tugas

Tugas Pendahuluan

1. Komponen apa saja yang mempengaruhi pada proses pengisian kapasitor


jelaskan?
2. Apa fungsi rangkaian integrator dan differensiator?
3. Gambarkan bentuk keluaran pada rangkaian integrator dan differensiator jika
diberi sinyal persegi!

Tugas Akhir

1. Hasil pengamatan yang anda buat, gambarkan dengan kertas grafik!

30
2. Apakah yang akan terjadi jika input rangkaian integrator dan differensiator
diberi sinyal input sinusoida? Gambarkan pada kertas grafik mm!

31
PERCOBAAN VI RANGKAIAN PENYEARAH DAN CATU DAYA

Tujuan Percobaan

Setelah melaksanakan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:

a. Membuat rangkaian penyearah dan catu daya


b. Membaca dan menganalisa skema rangkaian penyearah dan catu daya
c. Mengetahui fungsi dari komponen-komponen pada rangkaian penyearah dan
catu daya
d. Mengetahui perbedaan antara penyearah 1⁄2 gelombang, gelombang penuh
dan penyearah jembatan

Dasar Teori

1. Transformator (Trafo)

Transformator berfungsi sebagai penaik tegangan (step-up) dan penurun


tegangan (step-down). Dalam dunia elektronika, penggunaan transformator di
dalam suatu rangkaian elektronikak sering menggunakan transformator
penurun tegangan.

Fungsi dari transformator penurun tegangan adalah untuk menurunkan


tegangan masukan dari PLN menjadi lebih kecil, namun masih tetap berbentuk
tegangan bolak balik (AC). Pada transformator terdapat 2 macam lilitan, yaitu
lilitan primer yang terhubung langsung dengan jala-jala PLN dan lilitan
sekunder sebagai keluarannya.

Setiap transformator mempunyai hambatan keluaran (R O ). Hal ini akan


menyebabkan turunnya tegangan sekunder dari transformator tersebut. Jika
dipasang beban antara CT dengan V, maka turunnya tegangan ini dapat
dinyatakan dengan rumus:

V = I ∙ R O ……………………………………………………..…………..(6.1)

32
Dan tegangan output dalam kondisi terbeban adalah:

Vb = VO − I ∙ R O …………………………………………………………..(6.2)

Dimana:

Vb = tegangan output terbeban

VO = tegangan output tanpa beban yang besarnya dapat diukur langsung


dengan multimeter

I = arus beban

R O = hambatan dalam transformator

2. Penyearah

Tegangan keluaran dari sebuah trafo masih bersifat bolak-balik sehingga perlu
di buat menjadi searah dengan menggunakan dioda. Untuk mendapatkan
tegangan searah yang cukup konstan pada suatu harga tertentu kita dapat
membuat penyearah tegangan dengan menggunakan dioda zener. Sedangkan
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat ditambahkan kapasitor yang
berfungsi sebagai perata tegangan output. Terdapat beberapa jenis penyearah
antara lain:

a. Penyearah 1⁄2 gelombang


b. Penyearah gelombang penuh
c. Penyearah jembatan

Alat dan Bahan

 Dioda
 Transformator
 Resistor
 Kapasitor
 Multimeter

33
 Osiloskop
 Papan rangkai (break board)
 Kabel penghubung

Prosedur Percobaan

1. Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang


a. Buat rangkaian seperti Gambar 6.2.

Gambar 6.2 Rangkaian penyearah setengah gelombang


b. Ukur tegangan Vi dan Vo dengan menggunakan multimeter dan amati
bentuk gelombang.
c. Balikan polaritas dioda lalu ukur tegangan Vi dan Vo dengan multimeter
dan amati bentuk gelombang dengan osiloskop.
2. Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh
a. Buatlah rangkaian seperti gambar 6.3.

Gambar 6.3 Rangkaian penyearah gelombang penuh


b. Ukur tegangan Vi dan Vo dengan menggunakan multimeter.
c. Amati dan catat bentuk gelombang output pada osiloskop.
3. Rangkaian Penyearah Jembatan
a. Buatlah rangkaian seperti gambar 6.4.

34
Gambar 6.4 Rangkaian penyearah jembatan
b. Ukur tegangan Vi dan Vo dengan menggunakan multimeter.
c. Amati dan catat bentuk gelombang input dan outputnya.
4. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Filter
a. Buatlah rangkaian seperti gambar 6.5.

Gambar 6.5 Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter


b. Dengan menggunakan osiloskop amati sinyal keluaran (Vo) bandingkan
dengan percobaan 2.
5. Catu Daya Dengan Pengatur Tegangan
a. Buatlah rangkaian seperti gambar 6.6.

Gambar 6.6 Rangkaian catu daya dengan pengatur tegangan


b. Dengan menggunakan multimeter ukur tegangan 𝑉1, 𝑉2, 𝑉3, dan 𝑉4.
c. Amati sinyal 𝑉1, 𝑉2, 𝑉3, dan 𝑉4 dengan menggunakan osiloskop.

Tugas

Tugas Pendahuluan

35
Buat catatan tentang penyearah dan catu daya!

36
PERCOBAAN VII RANGKAIAN AC

Tujuan Percobaan

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat membuat


rangkaian AC sederhana dan dapat menganalisa rangkaian tersebut baik secara teori
maupun praktek.

Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu:

a. Mengukur tegangan amplitudo dan fasa untuk tapis lolos rendah dan tapis lolos
tinggi pada rangkaian AC.
b. Dapat memperlihatkan bentuk isyarat keluaran pada rangkaian tapis lolos
rendah dan tapis lolos tinggi bila diberi isyarat masukan persegi.
c. Mengukur tanggapan amplitudo rangkaian RLC seri dan RLC pararel terhadap
sumber arus tetap sinusoida.
d. Dapat menentukan lebar resonansi dan faktor kualitas pada rangkaian RLC seri
dan pararel.

Dasar Teori

Tegangan bolak-balik adalah tegangan yang berubah tanda secara berulang.


Respons frekuensi sebuah jaringan adalah penampilan jaringan tersebut sekitar
suatu rentang frekuensi penggerak. Dalam percobaan rangkaian AC kita gunakan
rangkaian RC untuk mempelajari tanggapannya terhadap isyarat tegangan
sinusoida dan untuk menganalisa hasil pengukurannya digunakanlah bagan bode
untuk tanggapan amplitudo fasa.

Tanggapan amplitudo dan fasa pada rangkaian tapis lolos rendah akan sangat
bermanfaat dalam mambahas sifat penguat maupun saklar elektronika untuk daerah

37
frekuensi rendah, sedangkan tanggapan amplitudo dan fasa pada rangkaian tapis
lolos tinggi mambahas tentang pembatasan kemampuan penguat pada daerah
frekuensi rendah (isyarat dengan frekuensi tinggi diteruskan ke keluaran tanpa
redaman).

1. Tapis RC Lolos Rendah

Untuk frekuensi rendah tegangan ke keluaran sama dengan tegangan


maksimum, akan tetapi pada frekuensi tinggi isyarat keluaran diperkecil. Untuk
mempelajarinya, digunakan rangkaian integrator RC dengan masukan isyarat
sinusoida seperti gambar dibawah ini.

Gambar 7.1 Rangkaian integrator RC (tapis RC lolos rendah)

Hambatan R dan reaktansi kapasitor C membentuk pembagi tegangan


̅̅̅̅
Z 1
kompleks. ̅̅̅
VO (w) = ̅̅̅̅
Z
̅̅̅̅
V̅I (w) dengan ̅̅̅
Z1 = R dan ̅̅̅
𝑍2 = 𝑗𝑤𝑐 perbandingan
Z1 +Z 2

̅̅̅
antara tegangan keluaran kompleks V O (w) dan tegangan masukan kompleks
1
̅̅̅̅
V O (w) 𝑗𝑤𝑐 1
V̅I (w) disebut fungsi alih: G(w) = ̅̅̅I (w)
= 1 = . Bentuk fisik
V 𝑅+ 𝑗𝑤𝑟𝑐+1
𝑗𝑤𝑐

1 1 𝑤𝑝
alih G(w) dapat dibuat lebih sederhana menjadi : G(w) = ∙ 1 =
𝑅𝐶 𝑗𝑤+ 𝑗𝑤+𝑤𝑝
𝑟𝑐
1
dengan 𝑤𝑝 = 𝑟𝑐 dengan menggunakan rumus dan aturan-aturan dalam

menguraikan rangkaian AC kita akan mendapat uraian tentang tegangan


amplitudo 𝐺̅ (w) dan tanggapan fase ∆Φ(w). Dimana grafik fungsi alih
merupakan tanggapan amplitudo 𝐺̅ (w).

Didalam melukiskan grafik tanggapan amplitudo, biasanya digunakan nisbah


tegangan dalam dB (desibel), yang didefinisikan sebagai:

38
̅̅̅̅
VO (w) 𝑤𝑝
𝐺̅ (w)(dB) = 20 log = 20 log
V̅I (w) (𝑤 2 + 𝑤 2 𝑝)
1⁄
2

= 20 log 𝑤𝑝 − 10 log(𝑤 2 + 𝑤 2 𝑝)

Tanggapan amplitudo umumnya dilukiskan dengan menggunakan skala


logaritma pada sumbu frekuensi, dan dB pada sumbu vertikal seperti gambar
dibawah ini:

Gambar 7.2 Tanggapan amplitude tapis lolos rendah

Untuk w ≪ wp maka G(w)(dB) = 20 log 𝑤𝑝 − 20 log 𝑤𝑝 = 0 dB tidak


bergantung pada frekuensi. Untuk daerah frekuensi ini G(w) digambarkan
sebagai garis a-b pada Gambar 7.2 diatas untuk w ≫ wp G(w)(dB) =
20 log 𝑤𝑝 − 20 log 𝑤.

Dengan sumbu horizontal menggunakan skala logaritma, tanggapan amplitude


𝐺(w) berupa garis lurus yang memotong sumbu w(log) pada wo = wp dan

mempunyai kemiringan −20 dB⁄dekade = −6 dB⁄oktaf . Untuk 𝐺(w) pada


w = wp maka 𝐺(w) = −3 dB.

Jika isyarat masukan berupa campuran sinusoida dengan berbagai nilai


frekuensi maka komponen isyarat frekuensi tinggi akan teredam, sedangkan
komponen isyarat frekuensi rendah akan diteruskan kekeluaran tanpa redaman.
Karena itu rangkaian ini disebut tapis lolos rendah.

Peristiwa penapisan ini terjadi pada penguat ataupun satu rangkaian elektronika
dengan yang lain, dengan R menyatakan hambatan keluaran suatu rangkaian
dan RC menyatakan kapasitansi masukan pada rangkaian berikutnya. Penapisan
seperti ini membatasi kemampuan peralatan elektronika untuk bekerja pada
frekuensi tinggi.

2. Tapis Lolos Tinggi

39
Rangkaian tapis lolos tinggi ditunjukkan pada gambar dibawah ini yang
merupakan differensial RC.

Gambar 7.3 Tapis RC lolos tinggi

Rangkaian ini akan meredam dengan frekuensi f ≪ fp dengan pelemahan dan


tapis ini akan meneruskan isyarat dengan frekuensi tinggi yaitu f ≫ fp tanpa
pelemahan. Inilah sebabnya mengapa rangkaian ini disebut sebagai rangkaian
tapis lolos tinggi. Rangkaian tapis RC mempunyai keluaran yang merupakan
1
differensial dari masukannya bila RC ≪ T atau jika F ≪ RC yaitu f ≪ fp =
1
RC.

Penapisan lolos tinggi ini dirancang untuk membuat isyarat frekuensi tinggi
lebih kuat dari isyarat frekuensi rendah. Pada penguat penapisan lolos tinggi
terjadi oleh adanya kapasitansi penggandeng dan hambatan dalam penguat.
Penapisan lolos tinggi ini akan membatasi kemampuan penguat pada daerah
frekuensi rendah.

3. Rangkaian RLC Seri

Salah satu rangkaian RLC seri adalah seperti gambar di bawah ini:

Gambar 7.4 Rangkaian RLC seri

40
𝑉𝑠
Besarnya arus yang mengalir 𝐼 = dengan 𝑉𝑠 adalah tegangan rms kompleks
𝑍
1 1
sumber dan Z adalah impedansi Z = 𝑅 + 𝑗𝑤𝐼 + 𝑗𝑤𝑐 = 𝑅 + 𝑗(𝑤𝐼 − 𝑤𝑐)

1 2
𝑍 = |𝑍| = √𝑅 2 + (𝑤𝐼 − )
𝑤𝑐

𝑉𝑠
Jadi, 𝐼 = 2
√𝑅 2 +(𝑤𝐼− 1 )
𝑤𝑐

4. Rangkaian RLC Paralel

Berikut ini rangkaian RLC paralel.

Gambar 7.5 Rangkaian RLC paralel

Dari gambar diatas kita anggap L adalah induktansi murni, yang tidak
mengandung hambatan. Rangkaian ini mempunyai nilai admintansi 𝑦. Untuk
1 1
𝑤𝑐 = 𝑤𝐼, atau 𝑤 = , administrasi mempunyai nilai minimum, yaitu
√𝐿𝑐
1
𝑦(𝑤 = 𝑤𝑜 ) = 𝑅 ini berarti bahwa pada resonansi, impedansi rangkaian RLC

paralel mempunyai nilai maksimum.

1
Jika dialiri arus tetap pada keadaan resonansi, 𝑤 = 𝑤𝑜 = 𝐿𝑐, 𝑉𝑎𝑏 mencapai nilai

maksimum, yaitu 𝑉𝑎𝑏 = 𝐼 ∙ 𝑅. Jika dilukiskan 𝑉𝑎𝑏 terhadap frekuensi 𝑤 kita


peroleh lengkung resonansi seperti gambar di bawah ini:

𝑅
Dan besarnya 𝑄𝑝 = 𝑤 = 𝑤𝑜 𝐶𝑅
𝑜

41
𝐼𝑅 𝑉𝑎𝑏 𝑚𝑎𝑥
𝑉𝑎𝑏 = atau 𝑉𝑎𝑏 = jika:
√2 √2

𝑤 𝑤𝑜
𝑄𝑝 = (𝑤 − )=1
𝑜 𝑤

Keadaan ini terjadi untuk:

1 𝑤 𝑤
𝑤+= 𝑤𝑜 √1 + 4𝑄 2 + 2𝑄𝑜 = 𝑤𝑜 + 2𝑄𝑜 atau
𝑝 𝑝

1 𝑤 𝑤
𝑤−= 𝑤𝑜 √1 + 4𝑄 2 − 2𝑄𝑜 = 𝑤𝑜 − 2𝑄𝑜 , jika 4𝑄 2 ≫ 1
𝑝 𝑝

𝑤𝑜
Lebar resonansi ∆𝑤 = (𝑤 +) − (𝑤 −) = 𝑄𝑝

Perhatikan bahwa 𝑄𝑝 adalah kebalikan dari 𝑄𝑠 , dari rangkain RLC pararel


bersifat sebagai tapis yang meneruskan isyarat dengan frekuensi di sekitar 𝑤𝑜 −
1
dan menahan isyarat dengan frekuensi jauh dari 𝑤𝑜 . Tapis semacam ini
√𝐿𝑐

disebut tapis lolos pita.

Alat dan Bahan

 Bread board
 R = 150Ω, 15 kΩ
 C = 0,1 μF, 1 nF
 L = 1 mH
 Signal generator atau audio generator
 Osiloskop
 Kabel penghubung dan kertas grafik mm
 Multimeter

Prosedur Kerja

1. Tapis Lolos Rendah

42
a. Pasang rangkaian seperti gambar di bawah ini pada bread board.

b. Pasang input ke sinyal generator dan output rangkaian pada osiloskop


untuk melihat sinyal keluaran dari rangkaian tersebut.
c. Lihat sinyal keluaran dari rangkaian tersebut dengan menggunakan
osiloskop pada frekuensi sinyal generator 10 Hz. 100 Hz, 1 kHz, 100 kHz.
dan 1 mHz.
d. Kemudian gambar isyarat keluaran dari osiloskop pada kertas grafik mm.
e. Setelah itu matikan osiloskop dan ganti dengan mutimeter untuk mengukur
tegangan keluaran 𝑉𝑂 pada rangkaian tersebut untuk setiap frekuensi dan
SG.
f. Catat hasil pengukuran pada tabel.
No F Vi (V) VO (V)

1 10 Hz

2 100 Hz

3 1 kHz

4 10 kHz

5 100 kHz

6 1 MHz

g. Gambarkan pada grafik mm, tanggapan amplitudo yang merupakan


tanggapan frekuensi.
2. Tapis Lolos Tinggi
a. Pasang rangkaian pada bread board seperti gambar di bawah ini.

43
b. Lakukan percobaan seperti percobaan 1 poin b, c, d, e, f, g.
3. Rangkaian RLC Seri
a. Pasang rangkaian seperti gambar di bawah ini pada bread board.

b. Input rangkaian diberi isyarat dari sinyal generator dan output rangkaian
dihubungkan dengan osiloskop.
c. Pada frekuensi 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 100 kHz, dan 1 MHz dari sinyal
generator cari isyarat keluarannya dengan osiloskop.
d. Gambarkan pada kertas grafik mm bentuk isyarat keluarannya dan bentuk
isyarat pada titik a-c.c-d, dan b-d.
e. Setelah itu ganti osiloskop dengan multimeter dan ukur tegangan Vi dan Vo
pada setiap frekuensi pada langkah C dan juga berapa besarnya tegangan
pada Vac , Vcd , Vbd , dan Vbc .
f. Catat hasil pengamatan anda pada tabel.
No F Vi Vo Vac Vcd Vbd Vbc

1 10 Hz

2 100 Hz

3 1 kHz

g. Gambarkan lengkung resonansi tegangan Vab terhadapa 𝑤 dan berapa


lebar resonansi ∆𝑤.
h. Berapakah besarnya Imaks dan gambarkan grafik arus terhadap frekuensi.

44
i. Hitung juga faktor kualitasnya.
4. Rangkaian RLC Paralel
a. Rangkai rangkaian seperti gambar dibawah ini.

b. Lakukan seperti pada percobaan 3 poin b dan c.


c. Gambar pada kertas grafik mm bentuk isyarat keluaran dari osiloskop.
d. Ganti osiloskop dengan multimeter dan ukur Vo dan RLC paralel tersebut
pada setiap harga frekuensi dari SG.
e. Catat hasil pengamatan pada tabel.
No F Vi VO

1 10 Hz

2 100 Hz

3 1 kHz

4 10 kHz

5 100 kHz

6 1 MHz

f. Lakukan langkah seperti percobaan 2 poin g, h, dan i.


g. Tentukan lebar resonansi pada saat R1 dilepas dengan teori dan buktikan
dengan praktikum.

Tugas

Tugas Pendahuluan

45
1. Suatu rangkaian RC lolos rendah dengan R = 100Ω dan C = 1nF. Suatu sumber
isyarat dengan keluaran 10 Vpp dipasang pada masukan dan frekuensinya dapat
dirubah.
a. Tentukan kutub tapis tersebut?
b. Gambarkan bagan bade G(w)!
c. Tentukan tegangan isyarat keluaran untuk frekuensi 10 Hz dan 100 Hz?
2. Apa yang dimaksud dengan tapis lolos rendah dan tapis lolos tingkat dua pada
tapis lolos tinggi mempunyai kemiringan berapa? Dan bagaimana membuatnya?
3. Mengapa rangkaian RLC seri disebut sebagai tapis sekat pita dan rangkaian RLC
paralel disebut sebagai lolos pita?

Tugas Akhir

1. Apakah percobaan saudara terbukti antara teori dan prakteknya jika iya atau
tidak mengapa?
2. Hal apa saja yang mempengaruhi percobaan anda?
3. Lukiskan bagan bode atau tanggapan amplitudo pada tapis lolos rendah dan
tinggi serta lengkung resonansi pada rangkaian RLC seri dan paralel!

46
PERCOBAAN VIII TRANSISTOR

Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat:

1. Mengerti tentang pengertian transistor, fungsi, karakteristik transistor dan


konfigurasi dasar rangkaian transistor.
2. Mengaplikasikan transistor pada rangkaian uji.
3. Menganalisa transistor pada rangkaian-rangkaian elektronika.

Dasar Teori

Transistor adalah suatu komponen aktif di buat dari bahan semikonduktor. Ada dua
macam transistor, yaitu transistor dwikutub (bipolar) dan transistor efek medan
(field effect transistor).

Secara Ekivalen transistor dapat dibandingkan dengan dua buah dioda yang salah
satu kutubnya bertemu dengan kutub yang sama dengan benda lain.

Gambar 8.1 Konfigurasi transistor dua buah dioda

Di dalam rangkaian transistor digunakan untuk memperkuat isyarat artinya isyarat


lemah pada masukan diubah menjadi isyarat yang kuat pada keluaran. Pada
transistor bipolar, transistor bekerja berdasarkan prinsip pengendalian arus kolektor
(Ic ) dengan menggunakan arus basis (Ib ) dengan kata lain arus basis mengalami
penguatan hingga menjadi sebesar arus kolektor (Ic ). Penguatan ini bergantung dari
penguatan masing masing transistor.

47
Konfigurasi dasar transistor sebagai rangkaian adalah common base, common
emitor dan common colektor. Sifat transistor yang mengalami pada nilai tegangan
tertentu antara basis dan emitor menjadikan transistor dapat berfungsi sebagai
saklar elektronik. Nilai penguat dari transistor dapat dinaikkan dengan
menggunakan konfigurasi rangkaian darlington.

Alat dan Bahan

 Tansistor
 Resistor
 Kapasitor
 Dioda zener
 Multimeter
 Catu daya
 Signal generator
 Osiloskop
 Kabel penghubung

Prosedur Percobaan

1. Karakteristik Transistor
a. Buat rangkasian seperti Gambar 8.2.

Gambar 8.2 Karakteristik Transistor


b. Ukur Vi , Vbe dan Vo pada posisi Rv max menggunakan multimeter.
c. Ubah Rv kemudian ulangi kegiatan b.
d. Lakukan kegiatan dengan mengubah Rv secara linier sebanyak 5 kali.

48
e. Amati dan catat hasil pengukuran pada tabel pengamatan.
Tabel 8.1 Tabel pengamatan
No Rv Vi Vbe Vo

2. Rangkaian Common Emitor


a. Buat rangkaian seperti Gambar 8.3.

Gambar 8.3 Rangkaian common emitor


b. Beri sinyal sinusoida pada Vi dengan amplitudo kecil (Q2 Vpp) pasang pada
channel A dan lihat outputnya pada channel B.
c. Perbesar amplitudo hingga outputnya lalu catat Vi dan gambar Vo pada saat
melalui mencatat.
3. Penguat Darlington
a. Buat rangkaian seperti Gambar 8.4.

Gambar 8.4 Rangkaian penguat darlington


b. Atur potensio (P) sampai V = 0 lalu ukur nilai V2 , V3 , V4 , dan V5 .

49
c. Naikan harga V2 dengan mengatur potensiometer dengan interval 0,5 V
hingga 3 V dan catat tiap percobaan.
4. Regulator
a. Buat rangkaian seperti Gambar 8.5 dibawah ini.

Gambar 8.5 Rangkaian regulator


b. Pada posisi awal catat nilai I.
c. Putar Rv sampai Io mulai jatuh dan pada saat ini harga Rv sama dengan RI
catat harga Rv.

Tugas

Tugas Pendahuluan

1. Apa yang dimaksud dengan region cut off, cut in, actif dan saturasi?
2. Membuat catatan tentang karakteristik transistor, transistor sebagai penguat
darlington, common base, common emitor dan common colektor!
3. Apa yang dimaksud dengan CMPR?

Tugas Akhir

Plot kedalam grafik pada percobaan karakteristik transistor.

50
PERCOBAAN IX FILTER RC

Tujuan Percobaan

Setelah melaksanakan kegiatan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Mengenali, menganalisis, dan membuat sketsa grafik karakteristik low pass filter
dan high pass filter.
2. Mendesain sirkuit bertindak untuk low pass filter dan high pass filter.
1
3. Menggunakan persamaan 𝑋𝐶 = 2𝜋𝑓𝐶.

4. Memahami pentingnya impedansi, dan fungsi dari 𝑋𝐶 dan 𝑅 dalam rangkaian


RC.

5. Menggunakan persamaan 𝑍 = √𝑅 2 + 𝑋𝐶 2 untuk menghitung impedansi

rangkaian RC.
6. Mendefinisikan dan menghitung frekuensi jatuh, memilih dan 1 menggunakan
1
persamaan 𝑓𝑏 = 2𝜋𝑅𝐶.

7. Memplot dan menginterpretasikan grafik yang menunjukkan respon frekuensi


filter RC.

Dasar Teori

1. Filter

Secara umum, filter terbagi dalam dua kategori utama:

1. Filter pasif
2. Filter aktif

Pada percobaan ini kita akan membahas lebih dalam mengenai filter pasif.
Sedangkan fileter aktif akan dibahas pada bagian op amp.

51
Filter pasif dapat digunakan untuk menekan atau meloloskan frekuensi frekuensi
tertentu dalam spektrum frekuensi. Filter ini dapat dibuat dari kombinasi resistor,
kapasitor dan induktor.

2. Low Pass Filter Sederhana (LPF)

Sebuah low pass filter (LPF) atau kadang disebut juga sebagai tapis lolos rendah
digunakan untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi dari spektrum sinyal.
Rangkaian ini seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 9.1 Low pass filter

Rangkaian terdiri dari sebuah resistor secara seri dengan kapasitor. Untuk
memahami cara rangkaian ini bekerja kita harus mengingat bahwa kita pada
dasarnya berurusan dengan rangkaian tegangan AC. Adanya kapasitor dalam
rangkaian ini akan bersifat memblok tegangan DC yang masuk kedalam
komponen. Hal inilah mengapa dikatakan bahwa kapasitor tidak memiliki
resistansi tapi memiliki reaktansi untuk mengidentifikasi bahwa komponen
tersebut berada dalam rangkaian AC dan diberi simbol 𝑋𝐶 . Sedangkan satuan
yang digunakan tetap dalam Ohm (Ω).

Besarnya reaktansi pada kapasitor ditentukan oleh faktor frekuensi yang masuk
kedalam komponen kapasitor itu sendiri. Dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:

1
𝑋𝐶 =
2𝜋𝑓𝐶

Dimana 𝑋𝐶 adalah reaktansi (diukur dalam ohm), 𝑓 adalah frekuensi sinyal AC


dalam Hertz dan C adalah nilai kapasitansi dalam farad.

52
Adanya hambatan dan kapasitansi secara bersamaan pada suatu rangkaian maka
kita mendefinisikan istilah baru untuk efek gabungan dari resistansi dan
reaktansi yang disebut sebagai impedansi (𝑍). Jika terdapat tambahan komponen
resistor dan kapasitor, maka penentuan impedansi total rangkaian tidak bisa
dilakukan dengan cara menambahkan reaktansi yang kapasitor dan resistor,
namun perlu persamaan yang berbeda.

Persamaan total impedansi dari rangkaian yang diukur (Ω) adalah sebagai
berikut:

𝑍 = √𝑅 2 + 𝑋𝐶 2

Jika kita menganggap bahwa rangkaian ini sebagai rangkaian pembagi tegangan,
meskipun dengan catu tegangan AC, kita dapat menuliskan persamaan untuk
tegangan output dalam cara yang mirip dengan rangkaian dengan dua resistor,
yaitu:

𝑉𝑖 𝑉𝑖
𝑉𝑜 = × 𝑋𝐶 = × 𝑋𝐶
𝑍 2
√𝑅 2 + 𝑋𝐶

Atau fungsi alih dari persamaan tersebut adalah:

𝑉𝑜 𝑋𝐶
=
𝑉𝑖
√𝑅 2 + 𝑋𝐶 2

Dengan mengambil dua buah keadaan ekstrem, yaitu frekuensi sangat rendah
dan sangat tinggi, maka kita dapat membuat beberapa hipotesa:

1. Ketika frekuensi rendah maka, 𝑋𝐶 2 ≫ 𝑅 2, dan 𝑅 2 akan sangat kecil dapat


diabaikan dibandingkan dengan ukuran 𝑋𝐶 2, sehingga besarnya tegangan
input akan sama dengan output.
2. Ketika frekuensi tinggi, 𝑅 2 ≫ 𝑋𝐶 2, 𝑋𝐶 2 akan sangat kecil dapat diabaikan
dibandingkan dengan ukuran 𝑅 2 dan gain akan diberikan oleh:
𝑉𝑜 𝑋𝐶 1
Gain(G) = = =
𝑉𝑖 𝑅 2𝜋𝑓𝐶𝑅

53
Dimana besarnya gain akan < 1 sehingga sinyal frekuensi tinggi akan ditekan.
Tapi apa yang terjadi pada frekuensi pertengahan? Pada rentang pertengahan
frekuensi nilai 𝑋𝐶 akhirnya akan menjadi sama dengan 𝑅 pada titik ini kita telah
mencapai transisi antara dua ekstrem, dan diberi nama khusus yang disebut
frekuensi break. Frekuensi break ini memiliki simbol khusus (𝑓𝑏 ). Persamaan
untuk menentukan 𝑓𝑏 diperoleh dari menyamakan perlawanan dengan reaktansi
dari kapasitor.

Pada frekuensi break, 𝑓𝑏

𝑋𝐶 = 𝑅

1
=𝑅
2𝜋𝑓𝑏 𝐶

1
𝑓𝑏 =
2𝜋𝑅𝐶

Dengan mensubstitusikan 𝑋𝐶 = 𝑅 maka kita memperoleh persamaan.

𝑉𝑜 𝑋𝐶 𝑋𝐶 𝑋𝐶 1
Gain(G) = = = = =
𝑉𝑖 √2 × 𝑋𝐶 √2
√𝑋𝐶 2 + 𝑋𝐶 2 √2𝑋𝐶 2

1
Kemudian, 𝑉𝑜 = × 𝑉𝑖 = 0,707 × 𝑉𝑖
√2

Pada frekuensi break maka 𝑉𝑜 atau menjadi 0,7𝑉𝑖 .

3. Rangkaian High Pass Filter Sederhana

Sebuah rangkaian high pass filter (HPF) atau tapis lolos tinggi digunakan untuk
menghilangkan sinyal frekuensi rendah dari spektrum sinyal. Rangkaian ini
sangat sederhana, konsep yang sama dengan Low Pass Filter hanya yang berbeda
adalah penempatan posisi kapasitor dan resistor. Gambar berikut ini adalah
rangkaian untuk sistem HPF.

54
Gambar 9.2 High pass filter

Analisa rangkaian dapat kita lakukan dengan mempertimbangkan sistem sebagai


rangkaian pembagi tegangan, dan menuliskan persamaan untuk tegangan output
seperti yang kita lakukan sebelumnya, satu-satunya perbedaan adalah bahwa
output diambil dari resistor bukannya kapasitor, yaitu

𝑉𝑖 𝑉𝑖
𝑉𝑜 = ×𝑅 = ×𝑅
𝑍 2
√𝑅 2 + 𝑋𝐶

Hal ini dapat diatur kembali untuk melihat ‘gain’ dari rangkaian ini. Dari
percobaan sebelumnya Anda akan ingat bahwa gain didefinisikan sebagai

𝑉𝑜 𝑋𝐶
=
𝑉𝑖
√𝑅 2 + 𝑋𝐶 2

Dengan mengambil dua buah keadaan ekstrem, yaitu frekuensi sangat rendah
dan sangat tinggi, maka ketika frekuensi tinggi, 𝑅 2 ≫ 𝑋𝐶 2 , 𝑋𝐶 2 akan sangat kecil
dan dapat diabaikan dibandingkan dengan ukuran 𝑅 2 dan gain akan mendekati
1. Yakni tidak ada perubahan antara tegangan masukan dan keluaran. Ketika
frekuensi rendah, 𝑋𝐶 2 ≫ 𝑅 2, 𝑅 2 akan sangat kecil dapat diabaikan dibandingkan
dengan ukuran 𝑋𝐶 2 dan keuntungan akan diberikan oleh:

𝑉𝑜 𝑅 1
Gain(G) = = = = 2𝜋𝑓𝐶𝑅
𝑉𝑖 𝑋𝐶 1
2𝜋𝑓𝐶

Dimana gain akan < 1 sehingga sinyal frekuensi rendah akan ditekan
(mengingat bahwa ukuran kapasitor yang digunakan dalam filter ini berada di
kisaran nF). Sedangkan untuk frekuensi pertengahan, seperti sebelumnya pada

55
kisaran pertengahan frekuensi nilai 𝑅 dan 𝑋𝐶 akan menjadi sama pada frekuensi
break, 𝑓𝑏 . Persamaan untuk menentukan 𝑓𝑏 diperoleh dari menyamakan
resistansi dengan reaktansi dari kapasitor.

Pada frekuensi break, 𝑓𝑏

𝑋𝐶 = 𝑅

1
=𝑅
2𝜋𝑓𝑏 𝐶

1
𝑓𝑏 =
2𝜋𝑅𝐶

Persamaan HPF identik dengan bahwa untuk low pass filter (LPF). Dalam cara
yang sama nilai 𝑉𝑜 pada frekuensi break akan diberikan oleh

1
𝑉𝑜 = × 𝑉𝑖
√2

Prosedur Percobaan

1. Low Pass Filter (LPF)


a. Dengan menggunakan protoboard, buatlah rangkaian seperti berikut ini:

b. Hitung reaktansi dari kapasitor pada 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 10 kHz dan 100
kHz.
c. Hitung tegangan output pada masing-masing frekuensi.
d. Hitung frekuensi break dari sirkuit ini.
e. Hitung 𝑉𝑜 pada frekuensi break.
f. Plot grafik dari tegangan output terhadap frekuensi pada kertas grafik log.
g. Dengan menggunakan protoboard, buatlah rangkaian seperti berikut ini:

56
h. Lakukan percobaan seperti poin b, c, d, e, dan f.
2. High Pass Filter (HPF)
a. Perhatikan rangkaian berikut:

b. Hitung reaktansi dari kapasitor pada 10 Hz, 100 Hz, 1 kHz, 10 kHz dan 100
kHz.
c. Hitung tegangan output pada masing-masing frekuensi.
d. Hitung frekuensi break dari sirkuit ini.
e. Hitung 𝑉𝑜 pada frekuensi break.
f. Plot grafik dari tegangan output terhadap frekuensi pada kertas grafik log.
g. Perhatikan rangkaian berikut:

h. Lakukan percobaan seperti poin b, c, d, e, dan f.

57
MODUL X TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

Tujuan Percobaan

Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menentukan persamaan akhir penguatan.


2. Membuat rangkaian penguatan sinyal.
3. Menganalisa perubahan sinyal berdasarkan percobaan.

Dasar Teori

1. Transistor Sebagai Penguat

Apabila terdapat sinyal kecil yang masuk kedalam transistor melalui basis, yang
kemudian menghasilkan sinyal keluaran pada akhir rangkaian, sinyal keluaran
tersebut lebih besar dari pada sinyal masukan maka perbandingan antara
keluaran dan masukan disebut sebagai penguatan (amplification).

Pada bagian ini akan dibahas mengenai penguatan sinyal kecil pada kaki
kolektor. Rangkaian yang paling umum digunakan adalah rangkaian yang
digerakkan pada basis (base driven), dan digerakkan pada emiter (emitter
driven).

Gambar 10.1 a. Base-driven, b. Emiiter-driven

2. Rumus Untuk Rangkaian yang di Bias pada Basis

58
Langkah utama untuk menghasilkan solusi adalah dengan menentukan besarnya
arus emitter yang akan menentukan besarnya 𝐼𝑒 , 𝐼𝑐 , dan 𝐼𝑏 . Pada rangkaian bias
basis, dengan menggunakan analisa loop (searah jarum jam), maka

Gambar 10.2 a. Base driven, b. Ekivalen AC base driven

𝐼
Diperoleh −𝑉𝑏𝑏 + 𝛽𝑒 + 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 ) ≅ 0

𝑉𝑏𝑏
sehingga 𝐼𝑒 = 𝑅 ′
𝑒 +𝑅𝑒 +𝑅𝑏 /𝛽

Rumus-rumus tegangan yang berlaku adalah

𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐 atau 𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑐

𝑉𝑏 = 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )

besarnya penguatan tegangan (𝐴) adalah:

𝑉𝑐 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑐 𝑅𝑐
𝐴= = ′ = ′
𝑉𝑏 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 + 𝑅𝑒 ) 𝑅𝑒 + 𝑅𝑒

Contoh:

Tentukan harga 𝑅𝑒 ′ dan 𝐼𝑒 pada gambar di bawah ini, bila 𝑉𝑏𝑏 dengan puncak 1
mV.

59
Gambar 10.3 Rangkaian penguat satu tingkat

Jawab:

Langkah awal untuk menentukan besarnya 𝑅𝑒 ′ adalah dengan menentukan


besarnya nilai 𝐼𝑒 . 𝐼𝑒 sendiri adalah komponen arus DC. Untuk itu perlu diketahui
rangkaian ekivalen DC.

𝑅2 10 k
𝑉2 = 𝑅 𝑉𝐶𝐶 = 10 k+20 k 30 = 10 𝑉
1 +𝑅2

𝑉2 −𝑉𝑏𝑒 10−0,7
Sedangkan 𝐼𝑒 = = ≅ 1 mA
𝑅𝑒 10,1 k

25 mV 25 mV
Sehingga 𝑅𝑒 ′ = = = 25Ω
𝐼𝑒 1 mA

Untuk menentukan besarnya 𝐼𝑒 terlebih dahulu dengan menentukan rangkaian


ekivalen AC

Gambar 10.4 Rangkaian ekivalen AC

Pada rangkaian b, besarnya nilai 𝑅𝑐 merupakan hasil jumlah secara paralel antara
𝑅𝑐 dan 𝑅𝐿 . sedangkan 𝑉𝑏 sama halnya dengan 𝑉𝑏𝑏 yaitu 1 mV karena nilai

60
hambatan untuk tiap rangkaian resistor paralel akan selalu sama. Hal ini sama
halnya 𝑅𝑏 = 0. 𝑅𝑏 ≠ 0 bila resistor terangkai secara seri dengan titik basis
transistor. Sehingga:

𝑉𝑏𝑏 0,001
𝐼𝑒 = ′ = = 8 μA
𝑅𝑒 + 𝑅𝑒 + 𝑅𝑏 /𝛽 100 + 25

3. Penguat Emitor Bersama

Penguat emitor bersama berarti kaki emitor digunakan sebagai ground atau pada
kondisi common emitter (CE). Gambar di bawah ini merupakan rangkaian CE.

Gambar 10.5 Rangkaian common emitter

Besarnya tegangan kolektor adalah

𝑉𝑐 ≅ 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐

dan besarnya tegangan basis adalah

𝑉𝑒 ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒 ′

besarnya penguatan adalah

𝑉𝑐 𝐼𝑐 ∙ 𝑅𝑐 𝑅𝑐
𝐴= ≅ ′ =
𝑉𝑏 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒 𝑅𝑒 ′

Contoh:

Tentukan besarnya penguatan dari gambar di bawah ini.

61
Jawab:

Langkah awal dengan menentukan besarnya 𝐼𝑒 yaitu menentukan rangkaian


ekivalen DC terlebih dahulu.

𝑉2 −𝑉𝑏𝑒 10−0,7 9,3


𝐼𝑒 = = = 10 k ≅ 1 mA
𝑅𝑒 10,1 k

25 mV
Sehingga diperoleh 𝑅𝑒 ′ = = 25Ω
1 mA

untuk mengetahui besarnya 𝑅𝑐 maka ditentukan lebih dahulu rangkaian ekivalen


AC.

Gambar 10.6 Rangkaian ekivalen AC

besarnya nila 𝑅𝑐 adalah 5 kΩ sehingga penguatan sebesar:

𝑅𝑐 5000
𝐴= ′ = = 200 kali
𝑅𝑒 25

4. Swamping Dioda Emitter

62
Pada beberapa lembar data sering disertakan besarnya ℎ𝑓𝑒 dan ℎ𝑖𝑒 sehingga
besarnya 𝑅𝑒 ′ dapat ditentukan secara langsung,

ℎ𝑖𝑒
𝑅𝑒 ′ ≅
ℎ𝑓𝑒

disamping data di atas, besarnya 𝑅𝑒 ′ dipengaruhi oleh temperatur sebagaimana


persamaan sebelumnya. Swamping artinya memperbesar hambatan 𝑅𝑒 dan
mengurangi 𝑅𝑒 ′ sehingga dalam penguatan yang berpengaruh hanya 𝑅𝑒 dengan
cara membuat 𝑅𝑒 ≫ 𝑅𝑒 ′ sehingga penguatan berlaku:

𝑉𝑐 𝑅𝑐
=
𝑉𝑏 𝑅𝑒

bila 𝑅𝑒 ≫ 𝑅𝑒 ′ maka,

𝑉𝑏 = 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 ) ≅ 𝐼𝑒 ∙ 𝑅𝑒

5. Impedansi Input

Impedansi input penguat menentukan seberapa besar input AC yang dapat


ditarik oleh penguat. Semakin kecil arus AC yang ditarik, maka kerja penguat
akan semakin baik.

Gambar 10.7 Impedansi input

6. Definisi Impedansi

Pada keadaan normal pada sebuah penguat ketika arus AC melewati kapasitor
tanpa penghalang, maka semua reaktansi dapat diabaikan sehinga impedansi
input AC didefinisikan sebagai:

𝑉𝑖
𝑍𝑖 =
𝐼𝑖

63
dengan 𝑉𝑖 dan 𝐼𝑖 adalah harga puncak rms atau harga lain yang sesuai. Misalnya
penguat menarik AC sebesar 5 𝜇A dan jika tegangan input 50 mV maka
impedansi input AC adalah:

𝑉𝑖 50 mV
𝑍𝑖 = = = 10 kΩ
𝐼𝑖 5 𝜇A

Artinya bila keadaan penguat identik dan baik, maka semakin kecil input yang
ditarik maka semakin sedikit beban yang dialami penguat. Untuk rangkaian yang
memiliki komponen hambatan seperti pada gambar di bawah ini. Besarnya R,
dirumuskan

𝑅𝑏 = 𝑅1 //𝑅2

Maka,

𝑍𝑖 = 𝑅𝑏 //𝑍𝑖(basis)

Gambar 10.8 Rangkaian impedansi yang diberikan hambatan

Besarnya impedansi basis

𝑉𝑏 𝐼𝑒 (𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )
𝑍𝑖(basis) = = = 𝛽(𝑅𝑒 ′ + 𝑅𝑒 )
𝐼𝑏 𝐼𝑒 /𝛽

persamaan di atas berlaku untuk setiap persamaan yang dibias di basis.


Sedangkan untuk common emitter (CE) maka,

𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒 ′

sedangkan untuk penguat diswap dengan 𝑅𝑒 ≫ 𝑅𝑒 ′ sehingga

64
𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒

Contoh:

Tentukan impedansi input pada rangkaian berikut.

Gambar 10.9 Rangkaian impedansi

Jawab:

Untuk menentukan besarnya impedansi input, maka harus ditentukan 𝑅𝑒 ′ dengan


menentukan rangkaian ekivalen DC.

𝑅2 30 k
𝑉2 = 𝑅 𝑉𝐶𝐶 = 60 k+30 k 30 = 10 𝑉
1 +𝑅2

𝑉2 −𝑉𝑏𝑒 10−0,7
𝐼𝑒 = = ≅ 1 mA
𝑅𝑒 10 k

25 mV 25 mV
Sehingga 𝑅𝑒 ′ = = = 25Ω
𝐼𝑒 1 mA

untuk menentukan 𝑅𝐶 harus lebih dahulu ditentukan rangkaian ekivalen AC.


Sehingga

𝑍𝑖(basis) = 𝛽 ∙ 𝑅𝑒 ′ = 200 ∙ 25 = 5 kΩ

𝑍𝑖 = 𝑅𝑏 //𝑍𝑖(basis) = 20//5 k = 4 kΩ

Apabila ditanyakan besarnya penguatan, maka

𝑅𝑐 2,5 k
𝐴= ′ = = 100 kali
𝑅𝑒 25

65
Prosedur Percobaan

1. Buatlah rangkaian pada Gambar 10.3 gunakan kapasitor 1 𝜇F sebagai pembatas


pada ujung-ujung rangkaian dan 10 𝜇F untuk kapasitor emitor.
2. Berikan sinyal kecil dengan frekuensi tertentu pada input, ukur sinyal input dan
output dengan osiloskop. Perhatikan berapakali penguatan sinyal.
3. Gambar sinyal dengan millimeter blok.
4. Ulangi seperti pada rangkaian Gambar 10.9 dan Gambar 10.10.

Gambar 10.10 Rangkaian percobaan

66
MODUL XI OSILATOR RC

Tujuan Percobaan

Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu

1. Memahami metode membuat rangkaian untuk penghasil sinyal sebagai osilator.


2. Menggambar bentuk gelombang output.
3. Mengukur beda fasa.

Dasar Teori

Osilator (oscillator) adalah suatu rangkaian elektronika yang berfungsi untuk


menghasilkan sinyal osilasi pada frekuensi tertentu. Osilator juga dapat diperoleh
dengan menggunakan IC 555 dengan hanya menambahkan kapasitor dan resistor
pada kaki-kaki IC yang telah ditentukan oleh pabrik pembuatnya. Rangkaian dasar
osilator dapat terdiri dari resistor (R) dan kapasitor (C) atau Resistor (R) dan
Induktor (L), atau Kapasitor (C) dan Induktor (L), atau gabungan ketiganya (RLC).
Osilator yang akan kita rancang ini hanya terdiri dari komponen resistor dan
kapasitor yang dikuatkan menggunakan rangkaian penguat "Common Emitter" dan
rangkaian umpan balik.

Seperti kita ketahui pada penguat CE, output dan input berbeda fasa 180°, sehingga
untuk memperoleh beda fasa 360° (syarat osilasi) rangkaian umpan balik harus
mempunyai perbedaan fasa 180°. Hal ini dapat diperoleh dengan tiga buah
rangkaian RC yang identik, dimana setiap pasangan RC memberikan beda fasa 60°.
Dari perhitungan, besar frekuensi osilator adalah:

1
𝑓𝑜 =
2𝜋 ∙ 𝑅 ∙ 𝐶 ∙ √6 + 4 K

Dimana K perbandingan R kolektor dan R pada rangkaian umpan balik.

67
𝑅𝐶
K=
𝑅

Alat dan Bahan

 Sumber tegangan searah (0-15) Volt


 Multimeter analog/digital
 Generator Sinyal
 Frequency Counter (penghitung Frekuensi)
 Osiloskop 2 kanal
 Kit Osilator RC
 Millimeter blok
 Kabel-kabel penghubung

Prosedur Percobaan

1. Hubungkan rangkaian berikut pada protoboard atau modul rangkaian, seperti


Gambar 11.1.

Gambar 11.1 Rangkaian percobaan


2. Aturlah 𝑉𝐶𝐶 = 12 V.
3. Dalam keadaan generator sinyal tidak dipasang, ukurlah tegangan searah kaki-
kaki transistor.

68
4. Hubungkan generator sinyal pada input, dengan tegangan 2 𝑉𝑝−𝑝 , dan frekuensi
1 kHz. Ukurlah beda fasa antara sinyal input dan output (dalam keadaan ada
beban).
5. Aturlah frekuensi input, sehingga diperoleh beda fasa antara input dan output
= 0°. Catatlah nilai frekuensi ini.
6. Dengan menggunakan multimeter, ukurlah tegangan pada input, basis dan
kolektor. Masukkan hasilnya ke dalam tabel 2.
𝑉𝐶
𝐴𝑉 = penguatan transistor =
𝑉𝑏
𝑉𝑏
𝐿 = pelemahan umpan balik =
𝑉𝑖
7. Sekarang hubungkan rangkaian seperti Gambar 11.2, dengan 𝑉𝐶𝐶 = 12 V.

Gambar 11.2 Rangkaian percobaan RC osilator


8. Amatilah dan gambarkan bentuk gelombang output dan input osilator di atas,
serta ukurlah frekuensinya dan beda fasanya (dengan penghubung frekuensi
dan osiloskop).

Tugas

1. Terangkan prinsip kerja RC Phase Oscillator?


2. Pada langkah 5, mengapa kita harus mengatur beda fasa antara input dan output
sama dengan 0°?
3. Berapakah beda fasa antara output RC osilator dan inputnya? Apakah syarat
osilasi terpenuhi?

69
4. Berapakah frekuensi osilator ini?
5. Bandingkan frekuensi dari hasil pengukuran dan perhitungan.

70
PERCOBAAN XII OPERATIONAL AMPLIFIER

Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa mampu membuat berbagai rangkaian operational amplifier.


2. Mahasiswa mampu menggunakan rangkaian operational amplifier untuk
berbagai kebutuhan.
3. Mahasiswa mampu menganalisa secara perhitungan rangkaian operational
amplifier.

Dasar Teori

1. Dasar-Dasar Operational Amplifier


Operational Amplifier (op-amp), merupakan IC yang banyak digunakan dalam
rangkaian elektronik berdaya rendah (low power) misalnya penguat sinyal dari
sensor, pembatas tegangan, penguatan arus dan sebagainya. Secara skematik
gambar op-amp dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 12.1 Skema op amp

Secara umum terdapat dua buah simbol input pada op-amp yaitu positif dan
negatif. Yang menunjukkan input inverting dan input non-inverting. Terdapat
pula dua buah catu daya yang berfungsi memberikan batas atas dan bawah
besarnya sinyal output yang terukur pada bagian output op-amp. Koneksi ke catu

71
daya pada op-amp tidak selalu digambarkan dalam diagram, namun harus
dimasukkan pada rangkaian yang sebenarnya.

2. IC Op-Amp

IC op-amp yang digunakan pada percobaan ini ditunjukkan pada Gambar 12.2
Meskipun tidak menutup kemungkinan terdapat IC lain yang memiliki
konfigurasi pin yang berbeda bahkan dalam satu IC terdapat lebih dari satu op-
amp. Salah satu IC op-amp adalah 741, 324, 351 sampal 357 dan lain sebagainya.
Setiap jenis IC memiliki kelebihan masing-masing. Umumnya yang harus
diperhatikan adalah besarnya tegangan range operasi, frekuensi operasi,
kecepatan operasi, noise dan sebagainya.

Gambar 12.2 Konfigurasi pin IC op-amp 741

Pada IC ini terdapat dua pin input, dua pin power supply, satu pin output, satu
pin NC (no connection), dan dua pin offset null. Pin offset null memungkinkan
kita untuk melakukan sedikit pengaturan terhadap arus internal di dalam IC
untuk memaksa tegangan output menjadi nol ketika kedua input bernilai nol.

Dalam pemanfaatan IC op-amp, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. antara


lain:

1. Tegangan maksimum power supply tidak boleh melebihi range maksimum


catu tegangan karena akan merusak IC.
2. Tegangan output dari IC op-amp biasanya satu atau dua volt lebih kecil dari
tegangan power supply. Sebagai contoh, tegangan swing output dari suatu op-
amp dengan tegangan supply 15 V adalah ±13V.

72
3. Arus output dari sebagian besar op-amp memiliki batas pada 30 mA, yang
berarti bahwa resistansi beban yang ditambahkan pada output op-amp harus
cukup besar sehingga pada tegangan output maksimum, arus output yang
mengalir tidak melebihi batas arus maksimum.
3. Rangkaian Op-Amp

Rangkaian ideal op-amp yang digunakan adalah rangkaian dengan tipe loop
terbuka seperti halnya rangkaian pada gambar skema op-amp. Meskipun dalam
pemanfaatannya, rangkaian loop terbuka tidak umum digunakan, karena dalam
aplikasi dasar-dasar rangkalan op-amp umumnya menggunakan rangkaian loop
tertutup. Untuk mengoperasikan sistem dengan metode loop terbuka ini dapat
dilakukan dengan menjadikan salah satu pin input sebagai masukan dan meng-
ground-kan pin input yang lain. Op-amp ideal ini menguatkan suatu tegangan
100.000 kali, tapi dengan membuat rangkaian feedback dari output menjadi input
kembali maka faktor penguatan dapat dikurangi dan dapat pula ditentukan
berapa kali penguatan yang diinginkan. Berikut ini adalah jenis-jenis rangkaian
op-amp dengan loop tertutup:

1. Inverting Amplifier
2. Non Inverting Amplifier
3. Summing Amplifier
4. Voltage follower
5. Diferensiator
6. Intergrator
7. Comparator dan comparator dengan hyterisis
4. Inverting Amplifier

Gambar berikut ini memperlihatkan rangkaian dasar inverter. Rangkaian ini


digunakan pada berbagai macam aplikasi, terlebih lagi dunia instrumentasi dan
pengukuran. Pemanfaatan hambatan feedback (𝑅𝑓 ) akan menghasilkan
meningkatnya bandwith tegangan input dan impedansi output rendah.

73
Gambar 12.3 Rangkaian op-amp inverting

Persamaan penguatan adalah dengan menggunakan hukum kirchoff, bahwa


hubungan arus yang masuk dan meninggalkan sambungan harus sama dengan
nol, sehingga 𝐼𝑖 + 𝐼𝑓 = 0

𝐼𝑖 = −𝐼𝑓

𝑉𝑖 𝑉𝑂
=−
𝑅𝑖 𝑅𝑓

𝑅𝑓 𝑉𝑂
=−
𝑅𝑖 𝑉𝑖

𝑉𝑂 𝑅𝑓
=−
𝑉𝑖 𝑅𝑖

Sehingga

𝑅𝑓
𝐴=−
𝑅𝑖

dari persamaan diatas, akan terlihat bahwa 𝐼𝑓 adalah arus yang keluar dari op-
amp. Nilai 𝐼𝑓 sama dengan nilia dari 𝐼𝑖 . Hal ini menunjukkan bahwa arus input
akan sama dengan arus output, artinya op-amp inverting tidak menguatkan arus,
namun hanya memperkuat nilai tegangan. Tanda minus (−) menunjukkan bahwa
tegangan output mengalami pembalikan fase 180°. Jika input bernilai −2 mV,
maka outputnya setelah dikalikan penguatan akan bernilai −𝐴. −2 mV atau
+𝐴. 2 mV.

5. Karaketeristik Input/Output

74
Linearisasi dari op-amp ditentukan oleh 𝑉𝐶𝐶 op-amp itu sendiri. Gambar di
bawah ini memperlihatkan saturasi tegangan untuk 𝑉𝐶𝐶 ± 15 V, ketika V output
sampai pada VS (tegangan saturasi) yang bernilai ±13 V (pengurangan ini
merupakan kejadian praktek karena adanya konsumsi hambatan pada komponen
op-amp). Nilai peningkatan tegangan tidak akan menghasilkan output yang lebih
besar lagi. Hampir setiap op-amp, linearitas hanya 4 volt lebih kecil dari 𝑉𝐶𝐶 -
nya.

Gambar 12.4 Karakterisitik input/output hanya linear pada nilai saturasi


tegangan

Nilai impedansi input seharusnya selalu kecil. Impedansi input dipengaruhi oleh
𝑅𝑖 yang akan mengakibatkan peningkatan impedansi input dan terjadi
pengurangan penguatan. Sesuai dengan nilai penguatan yang tergantung pada
𝑅𝑓 , maka penguatan dapat diatur sekehendaknya, hanya saja nilai penguatan
terbatas pada nilai saturasi VS tersebut.

6. Op-Amp Non Inverting

Gambar di bawah ini memperlihatkan rangkaian op-amp sebagai penguat yang


tidak melakukan pembalikan fasa, sehingga disebut sebagai penguat non-
inverting. Jika nilai input tegangan bernilai positif (+) maka hasil penguatan
akan bernilai positif pula. Begitupun bila nilai masukan bernilai negatif.

75
Gambar 12.5 Rangkaian non-inverting op-amp

𝐼𝑖 = −𝐼𝑓

𝑉𝑖 𝑉𝑂
=
𝑅𝑖 𝑅𝑖 + 𝑅𝑓

𝑅𝑖 + 𝑅𝑓 𝑉𝑂
=
𝑅𝑖 𝑉𝑖

𝑅𝑖 + 𝑅𝑓
𝐴=
𝑅𝑖

Dengan menggunakan penyederhanaan, akan diperoleh sebuah persamaan baru.

𝑅𝑖 + 𝑅𝑓 𝑅𝑖 𝑅𝑓
𝐴= = +
𝑅𝑖 𝑅𝑖 𝑅𝑖

𝑅𝑓
𝐴=1+
𝑅𝑖

bila nilai perbandingan 𝑅𝑓 dan 𝑅𝑖 cukup besar, nilai 1 tidak banyak berarti.

7. Voltage Follower/Amplifier Unit

Pada penguat non-inverting, jika kita membuat 𝑅𝑖 ditiadakan dan 𝑅𝑓 sama


dengan nol. Rangkaian tersebut rangkaian penyangga atau voltage follower
seperti pada gambar di bawah ini.

76
Gambar 12.6 Voltage follower

Sesuai dengan fungsinya, voltage follower digunakan sebagai amplifier


penyangga atau sebagai converter impedansi (efek pembebanan) yaitu sebagai
penjaga (isolate) satu circuit masukan bagian berikutnya.

Jika dua buah rangkaian hendak dihubungkan maka impedansi keduanya harus
dibuat sama dengan memberikan hambatan tambahan baik secara seri atau
parallel (matching impedancy). Kerugian bila terjadi perbedaan impedansi, maka
sinyal tegangan dari rangkaian pendahulu akan menjadi kecil kadang tak terukur.
Sebagai salah satu solusi adalah dengan membuat arus dari rangkaian pendahulu
seakan murni dari sebuah sumber tegangan (catu daya) dengan menggunakan
voltage follower. Untuk lebih mudah memahaminya, dapat dibuat sebuah
contoh: sebuah sensor meng-outputkan tegangan sebesar 5 V. Dengan tegangan
ini, seharusnya sudah mampu untuk mengaktifkan sebuah relay 5 V. Tapi pada
kenyataannya tegangan tersebut tidak mampu mengaktifkan relay. Jika kita
lakukan pengukuran pada rangkaian setelah terhubung dengan relay, ternyata
tegangan yang mengalir pada relay tidak lagi sebesar 5 V. Hal ini disebabkan
rangkaian sebelumnya memiliki hambatan (impedansi), dan relay juga sebuah
hambatan yang terhubung seri dengan rangkaian sensor. Terjadilah pembagian
tegangan (aturan rangkaian seri).

Gambar 12.7 Pemanfaatan voltage follower pada relay

77
8. Adder (Summing Amplifier)

Op-amp inverting dapat digunakan untuk menjumlahkan beberapa input


tegangan, dengan setiap input terhubung pada kaki inverting. Input inverting
digunakan sebagai sambungan penjumlah karena merupakan penjumlah arus
input dan arus feedback.

Gambar 12.8 Summing amplifier

Berlaku persamaan, bahwa

𝐼𝑓 = 𝐼1 + 𝐼2 + ⋯ + 𝐼𝑛

Dimana

𝑉1 𝑉2 𝑉𝑛
𝐼1 = , 𝐼2 = , 𝐼𝑛 =
𝑅1 𝑅2 𝑅𝑛

𝑉𝑂 = −𝐼𝑓 ∙ 𝑅𝑓

𝑉1 𝑉2 𝑉𝑛
𝑉𝑂 = −𝐼𝑓 ( + + ⋯+ )
𝑅1 𝑅2 𝑅𝑛

Prosedur Percobaan

1. Penguat Non-Inverting
a. Perhatikan dan buatlah rangkaian berikut.

78
Gambar 12.9 Rangkaian penguat non-inverting
b. Ukur dan catat nilai aktual resistor 1 kΩ.
c. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik A, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
d. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik B, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
e. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik C, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
f. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik D, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
g. Bagaimana hubungan antara 𝑉𝑂 dengan 𝑉𝑖 ? Catat dan analisis pada laporan.
2. Penguat Inverting
a. Perhatikan rangkaian berikut.

Gambar 12.10 Rangkaian penguat inverting


b. Ukur dan catat nilai aktual resistor yang digunakan.
c. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik A, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
d. Sambungkan 𝑉𝑝 ke titik B, catat nilai 𝑉𝑖 dan 𝑉𝑂 .
e. Bagaimana hubungan antara 𝑉𝑂 dengan 𝑉𝑖 ? Catat dan analisis pada laporan.

79
f. Selanjutnya, pasang generator sinyal sebagai 𝑉𝑖 dengan frekuensi 500 Hz.
Atur keluaran generator sinyal sehingga menghasilkan output op-amp
sebesar 4 V peak to peak.
g. Catat besar tegangan 𝑉𝑖 peak to peak. Pastikan setting osiloskop
menggunakan DC coupling. Bagaimana hubungan antara 𝑉𝑂 dengan 𝑉𝑖 ?
Lakukan analisis pada laporan.
3. Summing Amplifier
a. Buatlah Gambar 12.11 rangkaian berikut ini.

Gambar 12.11 Rangkaian summing amplifier


b. Tambahkan input tegangan yang berbeda pada masing-masing kaki input.
c. Berikan nilai tertentu sesuai yang anda inginkan pada masing-masing
resistor.
d. Ukur dan catat nilai aktual resistor yang digunakan.
e. Hubungkan kaki 𝑉1, 𝑉2 dan 𝑉3 dengan tegangan yang berbeda. Perhatikan
besarnya output menggunakan multimeter.
f. Berikan tegangan negatif pada kaki 𝑉2. Perhatikan besarnya tegangan
output.
g. Buka sambungan dari titik input 𝑉1, berikan sinyal dari generator sinyal
dengan frekuensi 500 Hz. Lihat besarnya sinyal keluaran dengan
osiloskop.

80

Anda mungkin juga menyukai