Anda di halaman 1dari 67

PERBEDAAN LAJU ALIR SALIVA, KAPASITAS BUFFER,

DAN pH SALIVA PADA ANAK NORMAL DAN STUNTING


DI SDN 106448 DESA BAGAN SERDANG
KECAMATAN PANTAI LABU

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

RAHMI NADHIRAH MARPAUNG


NIM : 160600131

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/
Kesehatan Gigi Masyarakat
Tahun 2020

Rahmi Nadhirah Marpaung


Perbedaan Laju Alir Saliva, Kapasitas Buffer, dan pH Saliva pada Anak
Normal dan Stunting Usia 6-12 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu.
x + 41 Halaman.
Stunting merupakan bentuk dari malnutrisi akibat masalah gizi kronik yang
menyebabkan tinggi badan anak lebih pendek dari tinggi anak seusianya. Stunting
termasuk salah satu masalah gizi anak yang tengah menjadi perhatian di Indonesia
karena memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya.
Stunting diketahui dapat menyebabkan gangguan perkembangan struktur rongga
mulut, salah satunya mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan kelenjar pada
rongga mulut yang menyebabkan atrofi pada kelenjar saliva sehingga berdampak
terhadap penurunanlaju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva
pada anak normal dan stunting. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain
cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 112 orang anak berusia 6-12 tahun yang
berasal dari Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai
Labu. Laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva diukur menggunakan GC Saliva
Check Buffer Kit, sedangkan status gizi anak diukur dengan menggunakan microtoise
staturemeter yang kemudian dikonversikan menjadi z-score TB/U. Analisis data
dilakukan dengan uji chi-square dan fisher exact. Hasil penelitian menunjukkan
kategori laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva lebih rendah pada anak stunting
dibandingkan dengan anak normal. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
laju alir saliva (p=0,0001), kapasitas buffer (p=0,0001), dan pH saliva (p=0,004) pada
anak normal dan stunting. Dapat disimpulkan bahwa pada anak stunting terjadi atrofi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelenjar saliva sehingga laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva lebih rendah
dibandingkan dengan anak normal.
Daftar Rujukan : 49 (1992-2020)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 30 September 2020

TIM PENGUJI:

KETUA : Prof. Monang Panjaitan, drg., MS


ANGGOTA : 1. Darmayanti Siregar, drg., M.KM.
2. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan selalu memberikan segala kemudahan dan
petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua
tercinta, yaitu Ayahanda Muklis Marpaung dan Ibunda Ir. Siti Rahmah Sibuea, M.Si.,
serta saudara terkasih, adik-adik penulis yaitu Afiyah Putri Marpaung dan Fauzan Amri
Marpaung, yang selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis dalam
mengerjakan skripsi ini sehingga semakin termotivasi dalam pengerjaannya.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalamnya kepada :
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K)., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Darmayanti Siregar, drg., M.KM., selaku Plt. Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran, dukungan, dan motivasi untuk
membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Prof. Monang Panjaitan, drg., MS., dan Darmayanti Siregar, drg., M.KM.,
selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan ide yang bermanfaat kepada
penulis.
5. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si., selaku penasehat akademik, yang telah
membimbing penulis menjalani program akademik di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU, khususnya staf pengajar
dan staf administrasi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi
Masyarakat atas bimbingan dan bantuan kepada penulis.
7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin
kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
8. Bapak Hajri, S.Ag., selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa
Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu, beserta guru-guru yang telah bersedia
membantu penulis dalam melakukan penelitian.
9. Rasa terima kasih juga diucapkan kepada Azizah, Kiki, Michelle,
Purnama, Rafidah, Diba, Santa, Saskia, Afifah, Indah, Dina, Frisca, Suri, Debby, Dira,
serta teman skripsi di Departemen IKGP/IKGM, Tiya, Sheryn, Qanita, Handoyo, Ovie
dan Ilma yang selalu memberi motivasi dan dukungan, doa, bantuan, dan semangat
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan seluruh
teman-teman seperjuangan FKG USU angkatan 2016 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama masa
perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu
dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 30 September 2020


Penulis,

Rahmi Nadhirah Marpaung


NIM: 160600131

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN ABSTRAK ..............................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ........................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.4 Hipotesis Penelitian.................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Stunting ...................................................................................... 7
2.2 Faktor Risiko Stunting................................................................ 10
2.2.1 Faktor Rumah Tangga dan Keluarga ...................................... 10
2.2.1.1 Keadaan Maternal ................................................................ 10
2.2.1.2 Air dan Sanitasi yang Buruk ................................................ 10
2.2.1.3 Tingkat Pendidikan Ibu ........................................................ 11
2.2.1.4 Paparan Pestisida.................................................................. 11
2.2.1.5 Status Ekonomi .................................................................... 11
2.2.2 Faktor Makanan ...................................................................... 12
2.2.3 Faktor Menyusui ..................................................................... 12
2.2.4 Faktor Infeksi .......................................................................... 12
2.3 Dampak Stunting ........................................................................ 13
2.3.1 Dampak Stunting terhadap Rongga Mulut .............................. 14
2.4 Dampak Atrofi Kelenjar Saliva .................................................. 14
2.4.1 Penurunan Laju Alir Saliva ..................................................... 15
2.4.2 Penurunan Kapasitas Buffer .................................................... 16

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.3 Penurunan pH Saliva ............................................................... 16
2.5 Kerangka Konsep ....................................................................... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 19
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 19
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 19
3.3.1 Populasi ................................................................................... 19
3.3.2 Sampel ..................................................................................... 19
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ........... 20
3.4.1 Variabel Penelitian .................................................................. 20
3.4.2 Definisi Operasional................................................................ 21
3.5 Prosedur Penelitian..................................................................... 23
3.5.2 Pengumpulan Saliva ................................................................ 24
3.5.3 Pengukuran Laju Alir Saliva ................................................... 24
3.5.4 Pengukuran pH Saliva ............................................................. 24
3.5.4 Pengukuran Kapasitas Buffer .................................................. 25
3.6 Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 25
3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 24
3.7.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ....................................... 26
3.7.2 Lembar Persetujuan (Surat Izin) ............................................. 26
3.7.3 Kerahasiaan (Confidentially). ................................................. 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik Responden Penelitian .......................................... 27
4.2 Prevalensi Stunting .................................................................... 27
4.3 Kategori Laju Alir Saliva, Kapasitas Buffer, dan pH Saliva
Responden ................................................................................. 27
4.4 Analisis Perbedaan Kategori Laju Alir Saliva pada Anak
Normal dan Stunting................................................................... 29
4.5 Analisis Perbedaan Kategori Kapasitas Buffer pada Anak
Normal dan Stunting................................................................... 29
4.6 Analisis Perbedaan Kategori pH Saliva pada Anak
Normal dan Stunting................................................................... 30

BAB 5 PEMBAHASAN .............................................................................. 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 35


6.1 Kesimpulan ................................................................................. 35
6.2 Saran ........................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37

LAMPIRAN

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan KEMENKES ............. 8
2. Persentase karakteristik responden .............................................................. 27
3. Prevalensi stunting ....................................................................................... 27
4. Kategori laju alir saliva responden ............................................................... 28
5. Kategori kapasitas buffer responden ............................................................ 28
6. Kategori pH saliva responden ...................................................................... 28
7. Hasil uji statistik perbedaan kategori laju alir saliva pada anak normal
dan stunting pada murid usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar
Negeri 106448 ............................................................................................. 29
8. Hasil uji statistik perbedaan kategori kapasitas buffer pada anak
normal dan stunting pada murid usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar
Negeri 106448 ............................................................................................. 30
9. Hasil uji statistik perbedaan kategori pH saliva pada anak
normal dan stunting pada murid usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar
Negeri 106448 .............................................................................................. 30

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Anak Stunting ............................................................................................... 7
2. Faktor Risiko dan Dampak Stunting menurut WHO ................................... 13
3. Pengukuran Tinggi Badan menggunakan Microtoise Staturemeter ............ 24
4. GC Saliva Check Buffer Kit ........................................................................ 25

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Pemeriksaan
2. Lembar Penjelasan Kepada Orangtua/Wali Subjek Penelitian
3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
4. Surat Ethical Clearance
5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
6. Hasil Analisis Data

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asupan nutrisi yang baik sangat penting untuk kelangsungan hidup, fisik
pertumbuhan, perkembangan mental, produktivitas, kesehatan, dan kesejahteraan. 1
Malnutrisi merupakan keadaan karena ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dan
keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan makanan, dimana
keadaan malnutrisi tersebut akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang
menyimpang dari pola standar.2,3 World Health Organization (WHO) membagi ke
dalam 2 bentuk malnutrisi, yaitu gizi berlebih dan gizi kurang. Gizi kurang terdiri atas
3 bentuk yakni underweight, wasting dan stunting.2
Stunting merupakan bentuk dari malnutrisi akibat masalah gizi kronik yang
menyebabkan tinggi badan anak lebih pendek dari tinggi anak seusianya. Stunting
termasuk salah satu masalah gizi anak yang tengah menjadi perhatian dunia saat ini.
Menurut WHO, pada tahun 2017 terdapat 22,2% atau sekitar 150,8 juta anak di dunia
yang mengalami stunting. Indonesia berada pada peringkat ketiga dengan prevalensi
tertinggi di regional Asia Tenggara, yaitu sebesar 36,4% pada tahun 2005-2017.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, stunting
memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
underweight, wasting dan kegemukan di Indonesia.4,5 Stunting juga termasuk masalah
gizi yang perlu diperhatikan di Sumatera Utara karena memiliki prevalensi yang cukup
tinggi, yakni berada pada urutan tertinggi ketujuh dari 34 provinsi di Indonesia, yaitu
sebesar 33,7% untuk kategori usia 5-12 tahun.5,6
Stunting diidentifikasi dengan menilai tinggi badan anak kemudian
menginterpretasikan pengukuran dan membandingkannya dengan indeks sesuai
kriteria child growth standard WHO pada jenis kelamin dan usia yang sama (TB/U).
Anak dikatakan stunting apabila setelah diukur tinggi badan anak didapati
nilai z-score TB/U dibawah -2 SD.7,8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Poojari dkk tahun 2011 melaporkan bahwa stunting dapat menyebabkan


gangguan perkembangan struktur rongga mulut, seperti terjadinya enamel hipoplasia
akibat terganggunya maturasi perkembangan enamel, erupsi gigi yang tertunda, serta
meningkatnya risiko karies sebagai akibat terjadinya gangguan pertumbuhan kelenjar
pada rongga mulut yang menyebabkan atrofi pada kelenjar saliva.9 Hipofungsi akibat
kelenjar saliva yang atrofi menyebabkan perubahan dimana hal tersebut dapat
berdampak terhadap penurunan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya karies. 10 Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Subekti dkk tahun 2013, bahwa laju alir saliva, kapasitas buffer dan pH
saliva berhubungan dengan kejadian karies, dimana semakin menurunnya laju alir
saliva, kapasitas buffer dan pH saliva maka akan meningkatkan tingkat keparahan
karies.11
Anak stunting lebih rentan terkena karies sebagai akibat dari penurunan fungsi
saliva, sehingga pengalaman karies anak stunting ditemukan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan anak normal. Penelitian yang dilakukan oleh Angulo dkk di Peru
pada tahun 2012 menunjukkan bahwa anak stunting memiliki rerata skor dmfs yang
lebih tinggi yaitu 15,00±10,63 dibandingkan anak normal dengan rerata skor
dmfs 9,80±7,20.10
Menurut penelitian yang dilakukan Psoter dkk pada tahun 2005 sampai
tahun 2007 tentang laju alir saliva (LAS) pada anak stunting dan normal yang
dilakukan secara cohort pada 824 anak dengan rentang usia 11 sampai 19 tahun,
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara LAS pada anak
stunting dan normal (p=0,004 untuk LAS stimulated dan p=0,009 untuk LAS
unstimulated). Hasil penelitian menunjukkan anak stunting memiliki LAS
stimulated yang lebih rendah dengan rerata 0,94±0,61 ml/menit dibandingkan anak
normal yaitu dengan rerata 1,04±0,62 ml/menit. LAS unstimulated juga ditemukan
lebih rendah pada anak stunting dibandingkan dengan anak normal dengan nilai rerata
0,35±0,2 ml/menit untuk anak stunting dan rerata 0,40±0,19 ml/menit untuk anak normal.
Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna secara klinis pada pH saliva

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

untuk anak normal dan stunting karena hanya ada tiga subyek dengan pH medium
(p>0,05).12
Menurut penelitian yang dilakukan Doaa Hashem dkk pada tahun 2016
dengan metode cross sectional pada 200 anak yang mengalami stunting dan normal
dengan rentang usia 3 sampai 12 tahun, menunjukkan bahwa anak stunting memiliki
LAS stimulated yang lebih rendah dengan rerata 0,884±0,554 ml/menit dibandingkan
anak normal dengan rerata 1,094±0,655 ml/menit. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara LAS stimulated pada anak normal
dan stunting (p=0,002), sedangkan untuk LAS unstimulated dan derajat keasaman (pH),
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pH saliva dan LAS unstimulated
pada anak normal dan stunting.13
Penelitian Johansson dkk yang dilakukan dengan metode case control pada 68
anak yang berumur 8 sampai 12 tahun menunjukkan kapasitas buffer dan LAS
stimulated anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Kapasitas
buffer pada anak normal adalah 6,8±0,8, sedangkan pada anak stunting didapati rata-
rata yang lebih rendah yaitu 6,0±0,9. LAS stimulated anak normal adalah 1,21±0,44
ml/menit, sedangkan pada anak stunting didapati rata-rata yang lebih rendah yaitu
0,96±0,51 ml/menit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara kapasitas buffer dan LAS stimulated pada anak normal dan anak
stunting (p<0,01).14
Sejalan dengan penelitian Doa Hasheem dkk, pada penelitian Johansson dkk
juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada LAS unstimulated antara anak
normal dan anak stunting (p>0,05).14 Hal ini dapat terjadi karena malnutrisi
menyebabkan perubahan berat dan penurunan kepadatan adrenoceptor β pada kelenjar
parotid. Pada LAS stimulated diketahui bahwa kelenjar parotid memberikan kontribusi
lebih dari 50% dari total sekresi saliva dan hanya berkontribusi 20% dari total sekresi
saliva unstimulated, sehingga penurunan LAS lebih spesifik terjadi dalam keadaan
stimulated.13
Menurut penelitian yang dilakukan Hasan dan Diab tahun 2010 pada 173 anak
normal dan stunting di Baghdad, diperoleh rerata pH saliva yang lebih rendah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

pada anak stunting yaitu 6,68±0,71 dibandingkan anak normal yaitu dengan rerata
7,23±0,29. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pH saliva pada anak stunting
lebih rendah dibandingkan dengan pH saliva pada anak normal. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pH saliva pada anak normal
dan stunting (p=0,0001).15
Penurunan laju alir saliva, kapasitas buffer dan pH saliva yang terjadi pada
anak stunting diketahui dapat berdampak terdapat kesehatan rongga mulut. Namun
masih sedikit penelitian mengenai perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer dan pH
saliva pada anak normal dan stunting, khususnya di Sumatera Utara. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer dan pH
saliva pada anak normal dan stunting. Lokasi yang dipilih pada penelitian ini adalah
sekolah dasar negeri yang terletak di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu
karena berdasarkan penelitian oleh Simorangkir tahun 2018 yang dilakukan di Desa
Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu, prevalensi stunting di desa tersebut termasuk
kategori tinggi, yaitu sebesar 44,4%. 16 Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2018, prevalensi stunting di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan
yaitu dengan perbandingan antara 42,1% dan 32,5%. 5 Oleh karena itu
penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang,
Kecamatan Pantai Labu.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva
pada anak normal dan stunting usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa
Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui prevalensi stunting pada murid usia 6-12 tahun di
Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

2. Untuk mengetahui kategori laju alir saliva pada anak normal dan stunting
usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan
Pantai Labu.
3. Untuk mengetahui kategori kapasitas buffer pada anak normal dan stunting
usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan
Pantai Labu.
4. Untuk mengetahui kategori pH saliva pada anak normal dan stunting usia 6-
12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu.
5. Untuk menganalisis perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH
saliva pada anak normal dan stunting usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448
Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu.

1.4 Hipotesis Penelitian


Tidak terdapat perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva pada
anak normal dan stunting usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Bagi masyarakat
Memberikan informasi mengenai adanya perbedaan laju alir saliva, kapasitas
buffer, dan pH saliva pada anak normal dan stunting yang dapat berdampak terhadap
kesehatan rongga mulut anak, sehingga perlu dimotivasi untuk memperhatikan,
menjaga, dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga
kebersihan rongga mulut.
2. Bagi ilmu pengetahuan
Menambah pengetahuan bahwa terdapat perbedaan laju alir saliva, kapasitas
buffer, dan pH saliva pada anak dengan tinggi normal dan anak stunting
yang dapat berdampak terhadap kesehatan rongga mulut anak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

3. Bagi pemerintah
Memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pemerintah, khususnya
Dinas Kesehatan Republik Indonesia dan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
dalam menentukan program di bidang kesehatan gigi dan mulut pada anak
sejak usia dini.
4. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman bagi peneliti, menambah wawasan, dan kemampuan
untuk melakukan penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting
Stunting (pendek) adalah kondisi dimana seseorang memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan tinggi badan sesuai umur.
Stunting diidentifikasi dengan menilai panjang atau tinggi anak (panjang sambil
berbaring untuk anak kurang dari 2 tahun dan tinggi sambil berdiri untuk anak usia 2
tahun atau lebih), menginterpretasikan pengukuran yang diperoleh, kemudian
membandingkannya dengan nilai standar yang diterima sesuai dengan kriteria World
Health Organization (WHO). Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan
yang dibawah nilai -2 SD median standar pertumbuhan anak oleh WHO untuk usia
dan jenis kelamin yang sama.4,7
Stunting dapat terjadi pada waktu yang berbeda pada pertumbuhan tiap anak,
yakni pada awal trimester kedua dan ketiga kehamilan (in utero) akibat pengurangan
suplai nutrisi fetus, dan dapat terjadi sampai anak berusia 2 tahun.7,17 Stunting
mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling kritis untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak di awal kehidupan. Stunting pada anak-anak
dapat dinilai dengan kinerja pertumbuhan fisik melalui antropometri. Growth
faltering terjadi sebagian besar sejak bulan ke tiga hingga 18 sampai 24 bulan dari
usia anak.18

Gambar 1. Anak Stunting19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan KEMENKES. 5


Indeks Kategori Ambang
Status Gizi Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Gizi Buruk <-3 SD
Umur (BB/U) Anak Gizi Kurang -3 SD s/d <-2 SD
Umur 5-19 tahun
Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Tinggi Badan menurut Pendek (Stunting) <-2 SD
Umur (TB/U) Anak
Normal -2 SD s/d 2 SD
Umur 5-19 tahun
Berat Badan menurut Kurus (Wasting) -3 SD s/d <-2 SD
Tinggi Badan (BB/TB) Normal -2 SD s/d 2 SD
Anak Umur 5-19 tahun
Gemuk (Overweight) >2 SD

Perawakan pendek dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya


disebabkan oleh faktor nutrisi akibat malnutrisi kronik yang disebut dengan stunting,
dan faktor genetik yang merupakan variasi normal karena berasal dari sifat yang
secara langsung diturunkan oleh orang tua (familial short stature).20 Untuk menilai
apakah anak berperawakan pendek karena disebabkan faktor genetik atau stunting,
dapat dilakukan evaluasi berupa anamnesis ataupun observasi. Diketahui riwayat
keluarga berupa tinggi badan orang tua atau saudara kandung dapat menjadi penilaian
terhadap penyebab perawakan pendek pada anak. 21 Karena jika salah satu atau kedua
orang tua memiliki tubuh pendek akibat kondisi fisik (seperti defisiensi hormon
pertumbuhan) memiliki gen pewaris dalam kromosom yang dapat membawa sifat
pendek, anak dapat berpeluang mewarisi gen tersebut sehingga membuat anak
tumbuh menjadi pendek.22 Namun ketika pemeriksaan dan observasi dilakukan orang
tua anak memiliki tinggi badan yang normal atau berperawakan tidak pendek, dan
terlihat bahwa anak memiliki proporsi tubuh yang tidak sehat yang ditandai dengan
rendahnya berat badan anak dibanding dengan anak lainnya, anak dapat dikatakan
stunting.21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Stunting merupakan salah satu hambatan yang paling signifikan bagi tumbuh
kembang tubuh manusia karena sebagian besar tidak dapat berubah (irreversible).23
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dimulai dari konsepsi atau masa janin mulai
terbentuk sampai anak berusia 2 tahun diidentifikasi sebagai masa paling krusial atau
disebut critical stage of development karena pada masa tersebut terjadi tumbuh
kembang yang sangat pesat dimana tahapan tersebut penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh anak pada masa yang akan mendatang, sehingga bila setelah
lahir faktor eksternal (lingkungan dan suplai gizi) tidak mendukung pertumbuhan dan
perkembangan, stunting dapat menjadi permanen sebagai akibat dari nutrisi yang
tidak memadai dan serangan infeksi berulang yang terjadi selama 1000 HPK seorang
anak.24 Namun terdapat literatur yang menunjukkan bahwa setelah usia 2 tahun, untuk
mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang telah tertinggal (catch-up growth)
masih mungkin terjadi pada anak stunting, khususnya pada masa pubertas.25
Adolescent growth spurt terjadi pada masa pubertas yakni pada rentang usia
11-15 tahun, dimana pada usia ini terjadi percepatan pertumbuhan dengan laju yang
pesat, sehingga ketika anak memasuki usia pubertas dan seluruh faktor risiko
penyebab stunting dihilangkan, seperti melakukan intervensi terhadap asupan nutrisi
serta menjaga sanitasi lingkungan dan kebersihan sumber air minum, diketahui dapat
mendorong percepatan pertumbuhan untuk mengejar ketertinggalan (catch-up growth)
pada anak stunting.16 Menurut penelitian yang dilakukan Sokolovic dkk. tahun 2014
menunjukkan anak dengan tinggi badan di bawah standar WHO (stunting) pada usia
12 tahun, 40% diantaranya mengalami pemulihan tinggi badan pada usia 19 tahun.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sudfield dkk. pada tahun 2015 menunjukkan
intervensi dalam bidang nutrisi tetap memberikan efek positif terhadap pertumbuhan
anak setelah anak berusia di atas 2 tahun.25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.2 Faktor Risiko Stunting


WHO membagi faktor penyebab terjadinya stunting kedalam 4 garis besar,
yaitu faktor rumah tangga dan keluarga, faktor makanan akibat inadekuatnya
pemberian asupan nutrisi, menyusui dan adanya infeksi.17

2.2.1 Faktor Rumah Tangga dan Keluarga


Faktor yang termasuk ke dalam faktor rumah tangga dan keluarga adalah
faktor maternal (kondisi ibu saat kehamilan dan pengetahuan ibu tentang gizi anak),
lingkungan rumah (air dan sanitasi serta paparan lingkungan) dan status ekonomi
keluarga.17

2.2.1.1 Keadaan Maternal


Status gizi dan kesehatan ibu sebelum, selama dan setelah kehamilan dapat
memengaruhi pertumbuhan dini anak dan pertumbuhan awal pada utero, dan
berkontribusi penting terhadap risiko stunting. Pembatasan pertumbuhan intrauterine
karena kekurangan gizi ibu (diperkirakan dengan berat bayi lahir rendah), perawakan
pendek, jarak kelahiran pendek dan kehamilan saat remaja dapat mengganggu
ketersediaan nutrisi bagi janin.4,23 Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah
(BBLR) berisiko menjadi stunting, serta memiliki risiko besar untuk menjadi ibu
yang akan cenderung melahirkan bayi dengan keadaan stunting sepeti dirinya. Bayi
yang dilahirkan oleh ibu stunting tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang
stunting juga, dan akan membentuk siklus sama seperti sebelumnya. 26

2.2.1.2 Air dan Sanitasi yang Buruk


Terdapat hubungan langsung antara kualitas air, fasilitas penyimpanan air
dan sanitasi terhadap kejadian stunting. Anak yang berasal dari keluarga yang
memiliki sumber air minum yang tidak terlindung atau buruk 1,35 kali lebih berisiko
mengalami stunting dibandingkan dengan anak dari keluarga dengan sumber air
minum terlindung. Sumber air minum yang bersih merupakan faktor penting untuk
kesehatan tubuh dan mengurangi risiko serangan berbagai penyakit infeksius seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

diare, kolera, dan tifus. Kurangnya akses terhadap air dan sanitasi yang bersih dapat
menyebabkan tubuh anak rentan terhadap penyakit infeksius tersebut dan jika anak
sering terpapar infeksi maka akan menganggu proses penyerapan nutrisi saat
pencernaan dan berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting.27,28

2.2.1.3 Tingkat Pendidikan Ibu


Tingkat pendidikan ibu memengaruhi kejadian stunting anak. Pendidikan ibu
yang rendah akan memengaruhi pengetahuan mengenai praktik kesehatan dan gizi
anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang kurang atau tidak baik. Ibu
yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih baik dalam pola asuh anak serta
lebih baik dalam pemilihan jenis makanan anak. Hal ini dikarenakan ibu dengan
pendidikan tinggi memiliki peluang lebih besar dalam mengakses informasi
mengenai status gizi dan kesehatan anak, kemudian informasi tersebut dipraktikkan
dalam proses perawatan anak yang akan berimbas pada status gizi dan kesehatan anak
yang lebih baik.29

2.2.1.4 Paparan Pestisida


Paparan pestisida yang diterima oleh ibu hamil dapat juga menjadikan
bayinya stunting. Beberapa jenis pestisida dikenal sebagai thyroid disrupting
chemicals (TDCs) dapat mengganggu struktur dan fungsi kelenjar tiroid,
mengganggu sintesis, sekresi, transpor, pengikatan dan eliminasi hormon tiroid, yang
berdampak terjadinya hipotiroidisme. Hipotiroidisme pada ibu hamil menyebabkan
terjadinya gangguan tumbuh-kembang janin atau anak yang dilahirkannya.26

2.2.1.5 Status Ekonomi


Status ekonomi keluarga akan memengaruhi kemampuan pemenuhan gizi
keluarga maupun kemampuan mendapatkan layanan kesehatan. Anak pada keluarga
dengan tingkat ekonomi rendah lebih berisiko mengalami stunting karena
kemampuan pemenuhan gizi yang rendah sehingga meningkatkan risiko terjadinya
malnutrisi.7,8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

2.2.2 Faktor Makanan


Tidak adekuatnya kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan
pada anak dan defisiensi makronutrien (lemak, protein, dan karbohidrat) serta
mikronutrien (kalsium, fosfor, vitamin A, Zinc, zat besi dan iodin) diketahui menjadi
faktor risiko terjadinya stunting. Kualitas dan kuantitas asupan protein yang baik
dapat berfungsi sebagai insulin growth factor 1 (IGF-1) yang merupakan mediator
dari hormon pertumbuhan dan pembentuk matriks tulang. Asupan protein yang
kurang dapat merusak massa mineral tulang dengan cara merusak produksi IGF-1,
yang memengaruhi pertumbuhan tulang dengan merangsang poliferasi dan
diferensiasi kondrosit di lempeng epifisi pertumbuhan dan akan memengaruhi
osteoblast. Hal tersebut berarti jika balita kekurangan asupan protein maka
akan menyebabkan pertumbuhan linier terganggu dan berisiko mengakibatkan
stunting. 4,23,30

2.2.3 Faktor Menyusui


Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi
menyusu dini, gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, dan
penghentian pemberian ASI terlalu dini dapat menjadi faktor terjadinya stunting.5
ASI dapat menambah jumlah mikrobiota usus yang sehat (flora usus) sehingga dapat
mengurangi terjadinya infeksi dan membantu penyerapan nutrisi menjadi baik. ASI
juga menyediakan antibodi serta faktor perlindungan imun lainnya yang tidak didapat
dari makanan lain.23

2.2.4 Faktor Infeksi


Anak dibawah 5 tahun rentan terhadap infeksi virus dan bakteri. Penyakit
infeksius karena malnutrisi menyebabkan penyakit yang membuat anak tidak dapat
makan dengan baik sehingga tubuh kurang mampu mengabsorbsi nutrisi secara cukup
serta dapat menghilangkan asupan nutrisi karena muntah atau diare. Penyakit yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

diketahui menjadi faktor determinan yang menyebabkan malnutrisi ialah campak,


diare, AIDS, ISPA, malaria, dan cacingan.27

2.3 Dampak Stunting


Secara umum, dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dua,
yakni dampak jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, dampak
yang ditimbulkan diantaranya ialah dapat meningkatkan angka kejadian kesakitan
(morbiditas) dan kematian (mortalitas), terganggunya perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal pada anak, serta terdapat peningkatan biaya kesehatan. 5,17
Sedangkan untuk dampak jangka panjang yang dialami anak stunting ialah
postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya), terjadinya penurunan produktivitas dan kapasitas kerja, kapasitas belajar
dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah, dan menurunnya kesehatan
reproduksi. Selain itu, anak stunting juga memiliki risiko yang lebih besar untuk
menderita penyakit tidak menular atau penyakit metabolik dan kardiovaskular saat
dewasa, seperti penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi dan diabetes tipe II.5,7,18

Gambar 2. Faktor Risiko dan Dampak Stunting17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

2.3.1 Dampak Stunting terhadap Rongga Mulut


Rongga mulut dipengaruhi oleh nutrisi untuk perkembangan, pertumbuhan,
pemeliharaan, dan pertumbuhan gigi serta perbaikan jaringan. Hal tersebut tergantung
pada ada tidaknya ketidakseimbangan nutrisi di awal atau di akhir masa
perkembangan pembentukan organ. Kekurangan mineral dan vitamin akibat stunting
dalam masa pembentukan organ akan memengaruhi perkembangan struktur rongga
mulut di masa mendatang. 31,32
Dampak stunting terhadap rongga mulut dapat menyebabkan terjadinya
atrofi pada kelenjar saliva yang mengakibatkan kelenjar saliva menjadi hipofungsi,
sehingga dapat memengaruhi karakteristik saliva, seperti terjadinya penurunan laju
alir saliva, kapasitas buffer yang rendah, dan penurunan derajat keasaman (pH)
rongga mulut. Hal tersebut dapat dapat mengurangi kapasitas pertahanan rongga
mulut terhadap infeksi dan mengurangi kemampuan untuk menyeimbangkan asam
plak.10,23

2.4 Dampak Atrofi Kelenjar Saliva


Saliva diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor, yaitu parotid,
submandibular, dan sublingual, beserta kelenjar saliva minor yang tersebar dibawah
epitelium oral. Tipe sekresi saliva bervariasi sesuai dengan kelenjar. 34 Sekresi dari
kelenjar parotid berbentuk serous atau berkonsistensi cair dan memberikan kontribusi
sekitar 25% dari total saliva. Kelenjar submandibular terdiri dari sel mucous dan
serous yang berjumlah hampir sama banyaknya, menyumbang sekitar 70% dari total
saliva. Kelenjar sublingual dan kelenjar minor lainnya memberikan kontribusi sebesar
5% dari seluruh total output saliva dan banyak mengandung sel mucous. Kelenjar
submandibular dan sublingual serta kelenjar minor lainnya memiliki sekresi
berbentuk mucous sehingga sekresi pada kelenjar ini berkonsistensi lebih kental
karena mengandung glikoprotein.35,36
Pada anak stunting dapat terjadi atrofi atau penyusutan ukuran kelenjar
saliva.10,14 Adapun dampak atrofi kelenjar saliva diantaranya ialah dapat menurunkan
sifat proteksi pada saliva, dimana saliva berperan penting dalam membersihkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

bakteri-bakteri yang tidak melekat (non-adherent) dan debris-debris di rongga mulut,


menurunkan self-cleansing pada rongga mulut, dapat menurunkan komponen
imunologis yang berperan sebagai antimikroba untuk menetralisir virus, bakteri, serta
toksin dari enzim, dan meningkatkan risiko karies karena terjadi ketidakseimbangan
antara proses demineralisasi dan remineralisasi akibat terganggunya fungsi-fungsi
saliva seperti terjadinya penurunan laju alir saliva, penurunan kapasitas buffer, dan
penurunan pH saliva.11,34,37

2.4.1 Penurunan Laju Alir Saliva


Parameter laju aliran saliva dinyatakan dalam bentuk satuan ml/menit, yang
dibagi atas kategori normal, rendah, atau sangat rendah (hiposalivasi). Umumnya
pada individu sehat, laju alir saliva stimulated normalnya berkisar lebih dari 1
ml/menit, dikatakan rendah jika berkisar 0.7-1.0 ml/menit dan keadaan sangat rendah
(hiposalivasi) ditandai dengan laju alir saliva kurang dari 0.7 ml/menit. 14
Laju alir saliva yang rendah berkaitan dengan aktifitas buffering dan pH
saliva. Ketika volume saliva menurun atau laju aliran saliva rendah, kadar bikarbonat
akan banyak diserap kembali oleh sel-sel saluran duktus dan sangat sedikit yang akan
masuk ke mulut. Namun, ketika volume saliva atau laju alir saliva tinggi, hanya
sedikit bikarbonat yang diserap kembali sehingga konsentrasinya dapat lebih tinggi
berada di rongga mulut saat dibutuhkan.38
Penurunan laju alir saliva dapat menyebabkan beberapa gangguan
diantaranya ialah mukosa rongga mulut menjadi kering, berkurangnya efek protektif
saliva, protein, dan musin yang menyebabkan terganggunya keseimbangan
mikroflora mulut sehingga dapat meningkatkan risiko karies, penyakit periodontal,
peningkatan risiko kandidiasis, dan mukositis semakin tinggi terjadi pada penderita
dengan laju alir saliva rendah yang berdampak terhadap penurunan kualitas hidup.
Selain itu fungsi bakteriostase dari saliva berkurang dan aktifitas buffer dan pH saliva
ikut menurun akibat laju alir saliva yang rendah.34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2.4.2 Penurunan Kapasitas Buffer


Buffer adalah larutan (solution) pada rongga mulut yang berguna untuk
menjaga pH rongga mulut tetap konstan walaupun ditambah asam atau basa yang
berfungsi sebagai regulasi pengaturan pH pada rongga mulut. Parameter kapasitas
buffer dibagi atas 3 kategori, yakni normal dengan nilai 10-12, kategori rendah dengan
nilai 6-9, dan kategori sangat rendah yakni dengan nilai 0-5.34,39
Tindakan buffering dapat terjadi dengan adanya beberapa komponen berikut:
protein, bikarbonat, fosfat, urea, amfoter dan enzim. Bikarbonat (HCO3−) adalah
komponen yang paling penting dalam kapasitas buffer. Konsentrasi bikarbonat
memainkan peran penting dalam proteksi melawan karies dan bertindak sebagai
penetral asam ketika pH rongga mulut dalam keadaan rendah.29,30 Urea melepaskan
amonia untuk membentuk amina. merupakan komponen lain dalam kapasitas buffer
yang juga terdapat dalam saliva.34
Berkurangnya kapasitas buffer dapat membuat gigi rentan terkena karies
karena terjadinya penurunan kemampuan untuk menetralisir asam serta penurunan
perlindungan gigi dari demineralisasi yang disebabkan oleh asam plak. Berkurangnya
fungsi kapasitas buffer juga menurunkan metabolisme protein dan peptida saliva oleh
bakteri yang menghasilkan urea dan amonia, sehingga pH yang berkaitan dengan
aktivitas buffer akan ikut menurun.35

2.4.3 Penurunan pH Saliva


Derajat keasaman (pH) berasal dari ion hidrogen yang dihasilkan melalui
sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dalam bentuk asam anorganik dan organik
yang dihasilkan oleh mikrobiota oral. Saliva bersifat cenderung alkalis (basa) yang
berguna untuk menetralisir keasaman, mencegah pembentukan plak dan kalkulus,
serta menurunkan risiko penyakit periodontal. pH saliva terbagi atas 3 kategori, yaitu
normal dengan nilai 6,8-7,8, asam dengan nilai 6,0-6,6, dan sangat asam yakni
dengan nilai 5,0-5,8.37,39 Nilai pH saliva berbanding terbalik dengan asam, di mana
makin rendah nilai pH makin banyak asam dalam larutan, sebaliknya makin
meningkatnya nilai pH berarti bertambahnya basa dalam larutan.38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Penurunan pH saliva setelah mengonsumsi makanan atau minuman kariogenik


akan membuat bakteri pada rongga mulut membentuk asam sehingga pH plak menjadi
turun dalam waktu 1-3 menit dan untuk kembali pada keadaan pH netral dibutuhkan
30-60 menit. Pada saat pH saliva rendah (4,5-5,5) akan memudahkan pertumbuhan
kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus yang bertahan di
suasana asam sehingga menjadi faktor risiko terjadinya karies.38 pH saliva merupakan
bagian penting dalam karena dapat meningkatkan terjadinya remineralisasi, dimana
penurunan pH saliva dapat menyebabkan demineralisasi gigi. Ion asam bereaksi
dengan fosfat pada saliva dan plak atau kalkulus, sampai pada pH kritis disosiasi
hidroksiapatit tercapai pada 5,5. Penurunan pH lebih lanjut (dibawah 4,5) yang
merupakan pH kritis untuk kelarutan fluorapatit, dapat menyebabkan fluorapatit larut.
Bila terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi secara terus
menerus maka akan membentuk karies pada permukaan gigi.40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Kategori laju alir


Status Gizi:
saliva
Normal
2. Kategori kapasitas
Stunting
buffer
3. Kategori pH saliva

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik dengan desain cross
sectional yang mengukur faktor risiko yaitu anak stunting sebagai kelompok faktor
risiko positif dan anak dengan tinggi normal sebagai kelompok faktor risiko negatif,
serta efek yaitu laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva yang diukur pada waktu
yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2020 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh murid Sekolah Dasar Negeri
106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang yang
berjumlah 212 orang.

3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah murid di Sekolah Dasar Negeri 106448
Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik simple random
sampling. Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus
penelitian yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

n=
(z 1− 2 P (1 − P ) + z1−  P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 ) )
22

( P1 − P2 ) 2
2
{1,96 √2.0,19(0,307) + 1,28 √0,07(0,93)+0,31(0,69) }
=
(0,07-0,06)2

n = 51
Keterangan:
n = Jumlah sampel minimal
P = Proposi gabungan
P1 = Proporsi pada kelompok 1 terdahulu yang memiliki laju alir saliva dan kapasitas
buffer yang rendah (0,07)21
P2 = Proporsi pada kelompok 2 terdahulu yang tidak memiliki laju alir saliva
dan kapasitas buffer yang rendah (0,31)21
Z1-α/2 = Nilai Z derajat kemaknaan yang dikehendaki adalah 95%
Z1-β = Nilai Z derajat kekuatan uji yang dikehendaki adalah 90%

Dari hasil perhitungan besar sampel dikali 2, sehingga jumlah sampel


minimum adalah 102 orang, namun untuk menghindari terjadinya drop-out, jumlah
sampel di tambah 10%, maka jumlah sampel menjadi 112 orang.
Kriteria Inklusi :
1. Anak yang tidak mengonsumsi obat-obatan sistemik.
2. Anak yang tidak memiliki kebiasaan bernafas lewat mulut.
3. Anak yang tidak baru melakukan aktivitas fisik seperti olahraga.
4. Mendapat persetujuan orangtua.
Kriteria Ekslusi:
1. Anak yang tidak kooperatif.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.4.1 Variabel Penelitian
a. Variabel independen : Status gizi anak dibagi menjadi normal dan stunting.
b. Variabel dependen : Laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

3.4.2 Definisi Operasional


Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel
Independen
Status gizi Pengukuran tinggi badan Pengukuran tinggi 1. Stunting: Ordinal
anak anak yang dicapai pada badan anak <-2,0 SD
umur tertentu kemudian menggunakan 2. Normal:
diinterpretasikan dengan microtoise ≥-2,0 SD s/d
cara membandingkannya staturemeter. 2 SD
dengan nilai z-score
menggunakan standar
baku antropometri WHO.
Normal = nilai z-score
pengukuran tinggi badan
terhadap umur (TB/U)
tidak melewati ambang
batas (diatas -2 SD)
Stunting = nilai z-score
pengukuran tinggi badan
terhadap umur (TB/U)
telah melewati ambang
batas (dibawah -2 SD).
Variabel
Dependen
1. Laju Alir Kecepatan aliran Saliva collection 1. Normal: Ordinal
Saliva keadaan stimulated cup dan stopwatch. > 1,0 ml/menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Lanjutan Tabel Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
yang dinyatakan dalam 2. Rendah:
ml/menit. 0,7-1,0 ml/menit
3. Sangat Rendah
< 0,7 ml/menit.

2. Kapasitas Kemampuan Buffer diukur 1. Normal: Ordinal


buffer saliva sebagai dengan mem - 10-12
saliva penyangga keasaman bandingkan strip 2. Rendah:
rongga mulut. hasil dengan 6-9
indikator buffer 3. Sangat Rendah:
pada GC Saliva
0-5
Check Buffer Kit.

3. pH saliva Derajat keasaman saliva pH diukur dengan 1. Normal: Ordinal


menyesuaikan 6,8-7,8
warna pada strip 2. Asam:
pH dengan 6,0-6,6
indikator pada GC 3. Sangat Asam:
Saliva Check
5,0-5,8
Buffer Kit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dapat dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearance
dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) dan surat izin kepala sekolah SD yang
akan dilakukan penelitian.
2. Sehari sebelum penelitian, lembar penjelasan dan lembar persetujuan
(informed consent) dibagikan kepada subjek penelitian.
3. Pada saat penelitian, murid-murid dikumpulkan di lapangan dan
diinstruksikan untuk tidak makan dan minum sebelum pengambilan saliva dilakukan.
4. Penelitian dibagi 3 tahap agar kegiatan penelitian dapat dikontrol. Tiap
tahapan diisi oleh subjek penelitian yang dikumpulkan dalam satu kelas, sedangkan
subjek penelitian yang belum dipanggil akan menunggu sambil belajar dengan guru di
kelas masing-masing. Guru-guru diinstruksikan untuk mengawasi anak agar tidak
makan dan minum sebelum penelitian dilakukan.
5. Pemeriksaan diawali dengan pengukuran tinggi badan anak kemudian
dilanjutkan dengan mengukur laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva.
6. Tinggi badan anak diukur dengan menggunakan microtoise staturemeter.
7. Anak diinstruksikan untuk melepas alas kaki serta merapikan rambut
dengan cara diikat jika rambut anak berantakan. Hal ini dilakukan agar tidak
menganggu hasil pengukuran tinggi badan.
8. Badan berdiri dengan posisi tegak menghadap ke depan dengan bahu sejajar,
kedua kaki dirapatkan dengan posisi tumit, bokong, betis, dan bahu menempel ke
dinding. Posisi anak diperiksa kembali, dilakukan pengukuran tinggi badan anak
9. Hasil pengukuran tinggi badan dan usia anak berdasarkan tanggal lahir
dicatat dalam lembar pemeriksaan yang disiapkan oleh peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Gambar 3. Pengukuran Tinggi Badan Menggunakan


Microtoise Staturemeter

3.5.2 Pengumpulan Saliva


Saliva yang diukur ialah laju alir saliva yang distimulasi (stimulated) karena
diketahui bahwa kapasitas buffer berbanding lurus dengan laju alir saliva, sehingga
untuk mendapatkan kapasitas buffer yang mendekati dengan kondisi saliva rongga
mulut maka hanya dilakukan pengukuran pada laju alir saliva stimulated. Sebelum
dilakukan pengumpulan sekresi saliva, subjek diinstruksikan tidak makan dan minum
minimal satu jam sebelum pengambilan saliva dilakukan. Untuk pengumpulan saliva
stimulated, subjek diinstruksikan untuk mengunyah sebuah parafin selama 5 menit dan
saliva diludahkan dalam beberapa interval selama ia mengunyah kedalam wadah/cup
untuk diukur, hal ini dilakukan agar saliva tidak memenuhi mulut.

3.5.3 Pengukuran Laju Alir Saliva


Semua total saliva diukur kecuali busa yang terbentuk saat proses
pengumpulan saliva dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan cara melihat berapa ml
ketinggian saliva sesuai dengan ml pada wadah pengumpulan saliva (collection cup).
Kemudian nilai volume saliva dibagi dengan lama waktu stimulasi untuk mendapatkan
nilai laju aliran saliva. Nilai laju aliran saliva dinyatakan dalam ml/menit.

3.5.4 Pengukuran pH Saliva


Strip pH dicelupkan kedalam saliva selama 10 detik, kemudian dikeluarkan
dan strip pH saliva subjek penelitian dibandingkan dengan kertas indikator pH pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

GC Saliva Check Buffer Kit. Perhitungan skor pH harus dilakukan saat strip pH masih
basah agar tidak memengaruhi interpretasi visual warna kertas strip.

3.5.5 Pengukuran Kapasitas Buffer


Pengukuran kapasitas buffer saliva dilakukan dengan cara saliva diambil
dengan pipet dan diteteskan pada buffer strip, masing-masing 1 ml untuk 1 kolom pad
pada tes strip. Buang sisa kelebihan saliva di tisu dengan memiringkan strip. Setelah 2
menit, perubahan warna pada buffer strip dibandingkan dengan indikator kapasitas
buffer pada GC Saliva Check Buffer Kit yang telah disediakan untuk mengetahui nilai
kapasitas buffer.

Gambar 4. GC Saliva Check Buffer Kit

3.6 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang terkumpul selanjutnya akan dilakukan editing, coding, dan entry data.
Pengolahannya dilakukan dengan komputerisasi. Analisis data yang akan dilakukan
berupa analisis univariat dan analisis bivariat.
1. Analisis univariat diperlukan untuk mendeskripsikan:
a. Karakteristik responden.
b. Prevalensi stunting anak usia 6-12 tahun di SD Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.
c. Kategori laju alir saliva pada murid SD Negeri 106448 Desa Bagan Serdang
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

d. Kategori kapasitas buffer pada murid SD Negeri 106448 Desa Bagan


Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.
e. Kategori pH saliva pada murid SD Negeri 106448 Desa Bagan Serdang
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis bivariat
dilakukan untuk mengetahui perbedaan laju alir saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva
pada anak normal dan stunting. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dan
Fisher Exact. Nilai p dianggap bermakna apabila p<0,05 dan derajat kepercayaan 95%.

3.7 Etika Penelitian


3.7.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
Peneliti akan mengajukan surat permohonan atas kelayakan etik disertai dengan
proposal penelitian yang ditujuan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.7.2 Lembar Persetujuan (Surat Izin)


Peneliti akan meminta izin dan menjelaskan tujuan dari penelitian kepada
kepala sekolah SD Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu
Kabupaten Deli Serdang untuk meminta agar dapat ikut berpartisipasi dalam penelitian.

3.7.3 Kerahasiaan (Confidentially)


Sampel pada penelitian ini akan diberi jaminan atas data yang diberikan agar
identitas subjek pada sampel penelitian ini dapat dirahasiakan dan tidak akan
dipublikasikan tanpa izin dari subjek penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden Penelitian


Pada tabel 2 terlihat jumlah responden terbanyak adalah perempuan yaitu
sebesar 51,8% dan laki-laki sebesar 48,2%. Berdasarkan karakteristik usia, responden
yang terbanyak adalah usia 9-10 tahun yaitu 37,5%, diikuti usia 6-8 tahun sebesar
32,1%, dan paling sedikit adalah usia 11-12 tahun sebesar 30,4%.

Tabel 2. Karakteristik Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa
Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang (n=112)
Karakteristik n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 54 48,2
Perempuan 58 51,8
Usia (tahun)
6-8 36 32,1
9-10 42 37,5
11-12 34 30,4

4.2 Prevalensi Stunting


Hasil penelitian menunjukkan terdapat 36,6% anak stunting, sedangkan
sebanyak 63,4% anak normal (Tabel 3).

Tabel 3. Prevalensi Stunting pada Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri
106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang (n=112)
Kelompok Anak n %
Stunting 41 36,6%
Normal 71 63,4%

4.3. Kategori Laju Alir Saliva, Kapasitas Buffer dan pH Saliva


Responden
Tabel 4a menunjukkan terdapat 58,9% responden anak dengan kategori LAS
normal, terdapat 33,9% responden anak dengan kategori LAS rendah dan terdapat
7,1% responden anak dengan kategori LAS yang sangat rendah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Tabel 4a. Kategori Laju Alir Saliva pada Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar
Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten
Deli Serdang (n= 112)
LAS n %
Normal 66 58,9
Rendah 38 33,9
Sangat Rendah 8 7,1

Tabel 4b menunjukkan terdapat 58,0% responden anak dengan kategori


kapasitas buffer normal, terdapat 42,0% responden anak dengan kategori kapasitas
buffer rendah, dan tidak terdapat responden anak dengan kapasitas buffer yang sangat
rendah.

Tabel 4b. Kategori Kapasitas Buffer pada Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar
Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten
Deli Serdang (n= 112)
Kapasitas Buffer n %
Normal 65 58,0
Rendah 47 42,0
Sangat Rendah 0 0

Tabel 4c menunjukkan terdapat 73,2% responden anak dengan kategori pH


saliva normal, terdapat 26,8% responden anak dengan kategori pH saliva asam, dan
tidak terdapat responden anak dengan pH saliva yang sangat asam.

Tabel 4c. Kategori pH Saliva pada Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri
106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang (n= 112)
pH Saliva n %
Normal 82 73,2
Asam 30 26,8
Sangat Asam 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

4.4 Analisis Perbedaan Kategori Laju Alir Saliva pada Anak Normal dan
Stunting

Berdasarkan tabel 5 diperoleh bahwa sebanyak 84,5% responden normal


memiliki kategori LAS normal, dan 15,5% memiliki kategori LAS rendah, sedangkan
sebanyak 14,6% responden stunting memiliki kategori LAS normal, 65,9% memiliki
kategori LAS rendah dan 19,5% memiliki kategori LAS sangat rendah. Hasil uji
statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kategori LAS pada
status gizi normal dan stunting dengan nilai p=0,0001 (p<0,05) (Tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan Kategori LAS pada Anak Normal dan Stunting pada Murid Usia
6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan
Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang (n= 112)
Kategori LAS
Status Hasil Uji
n Normal Rendah Sangat Rendah Statistik
Gizi
n % n % n %
Normal 71 60 84,5 11 15,5 0 0 p=0,0001
Stunting 41 6 14,6 27 65,9 8 19,5

4.5 Analisis Perbedaan Kategori Kapasitas Buffer pada Anak Normal


dan Stunting

Berdasarkan tabel 6 diperoleh bahwa sebanyak 73,2% responden normal


memiliki kategori kapasitas buffer normal, dan 26,8% memiliki kategori kapasitas
buffer rendah, sedangkan pada responden stunting, sebanyak 31,7% memiliki kategori
kapasitas buffer normal, dan 68,3% memiliki kategori kapasitas buffer rendah. Hasil
uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kategori kapasitas
buffer pada status gizi normal dan stunting dengan nilai p=0,0001 (p<0,05) (Tabel 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Tabel 6. Perbedaan Kategori Kapasitas Buffer pada Anak Normal dan Stunting pada
Murid Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang (n= 112)
Kategori Kapasitas Buffer Hasil Uji
Status Statistik
n Normal Rendah Sangat Rendah
Gizi
n % n % n %
Normal 71 52 73,2 19 26,8 0 0 p=0,0001
Stunting 41 13 31,7 28 68,3 0 0

4.6 Analisis Perbedaan Kategori pH Saliva pada Anak Normal dan


Stunting

Berdasarkan tabel 7 diperoleh bahwa sebanyak 83,1% responden normal


memiliki kategori pH saliva normal, dan 16,9% memiliki kategori pH saliva asam,
sedangkan pada responden stunting, sebanyak 56,1% memiliki kategori pH saliva
normal, dan 43,9% memiliki kategori pH saliva asam. Hasil uji statistik menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara kategori pH saliva pada status gizi normal
dan stunting dengan nilai p=0,004 (p<0,05) (Tabel 7).

Tabel 7. Perbedaan Kategori pH Saliva pada Anak Normal dan Stunting pada Murid
Usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang (n= 112)
Kategori pH Saliva Hasil Uji
Status Statistik
n Normal Asam Sangat Asam
Gizi
n % n % n %
Normal 71 59 83,1 12 16,9 0 0 p=0,004
Stunting 41 23 56,1 18 43,9 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

BAB 5
PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan
Serdang Kecamatan Pantai Labu, menunjukkan prevalensi stunting pada murid usia
6-12 sebesar 36,6% dan tidak stunting sebesar 63,4% (Tabel 3). Prevalensi ini tidak
jauh berbeda dengan data Pemantauan Hasil Gizi (PSG) tahun 2018 yang menyatakan
bahwa prevalensi stunting pada anak usia 5-12 tahun secara nasional ialah sebesar
36,4%.5 Stunting disebabkan akibat tergangggunya perolehan nutrisi yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Sanitasi lingkungan
yang kurang baik serta kurangnya asupan energi, protein, serta defisiensi mikronutrien
akibat inadekuatnya pemberian nutrisi pada anak diketahui menjadi faktor risiko
terjadinya stunting.41,42 Menurut hasil penelitian Simorangkir tahun 2018 yang
dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang dan dua sekolah
lainnya di Kecamatan Pantai Labu, diketahui bahwa sebagian besar penduduk
membuang kotorannya dengan mengalirkannya ke pipa-pipa pembuangan yang
mengarah ke rawa-rawa yang memiliki aliran menuju laut dan pada rumah yang
berbentuk rumah panggung tidak memiliki saluran pembuangan atau WC di kamar
mandinya. Air yang diminum bersumber dari air isi ulang yang tidak sesuai standar
dan tidak dimasak, serta anak-anak jarang dibiasakan orangtuanya untuk mencuci
tangan sebelum makan dan sehabis buang air besar. 16 Penelitian Khairiyah dan
Fayasari di Banten pada tahun 2019 mengemukakan bahwa sanitasi lingkungan yang
buruk berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya stunting, dimana balita
dengan sanitasi lingkungan kurang baik memiliki kemungkinan kejadian stunting
empat kali lebih besar dibanding dengan sanitasi lingkungan baik. 42 Lingkungan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit
antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Terjadinya infeksi pada
saluran pencernaan dapat mengganggu penyerapan zat gizi, penurunan nafsu makan
dan asupan makanan, serta kehilangan sejumlah zat gizi yang menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak menjadi tidak optimal, sehingga


meningkatkan risiko terjadinya stunting.16
Selain itu, hampir 90% pekerjaan orangtua murid SD di Kecamatan Pantai
Labu adalah nelayan, meskipun demikian penduduk pada daerah tersebut jarang
mengonsumsi ikan sehingga anak-anak tidak dibiasakan untuk mengonsumsi ikan
sedari kecil dan lebih menyukai makanan olahan yang kurang sehat. 16 Ikan diketahui
memiliki peranan penting sebagai sumber energi, protein dan variasi nutrien esensial,
diantaranya seperti yodium, selenium, seng, zat besi, kalsium, fosfor, kalium, vitamin
A dan vitamin D, dimana zat tersebut diperlukan oleh tubuh khususnya untuk
pertumbuhan dan perkembangan tulang. Jika anak mengonsumsi ikan dalam jumlah
yang tepat maka zat gizi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang akan terpenuhi
sehingga risiko terjadinya stunting dapat dicegah.43,44
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33,9% responden memiliki kategori
LAS rendah, dan 7,1% responden memiliki kategori LAS yang sangat rendah,
sedangkan pada kategori kapasitas buffer, sebanyak 42,0% responden memiliki
kategori kapasitas buffer rendah, dan sebanyak 26,8% responden memiliki kategori
pH saliva yang asam. (Tabel 4a, 4b, dan 4c). Hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Dananjaya dkk. pada tahun 2020, dimana dilaporkan
bahwa sebanyak 36,9% responden memiliki kategori LAS rendah dan tidak terdapat
responden yang memiliki kategori LAS sangat rendah. 45 Hasil ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Wirawan dkk tahun 2017, dimana dilaporkan bahwa
sebanyak 40% responden memiliki kategori kapasitas buffer rendah, dan sebanyak 10%
responden memiliki kategori pH saliva asam.46 Tingginya prevalensi kategori LAS
rendah, kapasitas buffer rendah, dan pH saliva asam pada penelitian ini dapat
disebabkan akibat rendahnya kesadaran dan pengetahuan anak dalam menjaga rongga
mulut serta kurangnya mengonsumsi asupan makanan yang sehat. Anak usia 6-12
tahun atau anak sekolah dasar masih kurang mengetahui dan mengerti memelihara
kesehatan rongga mulut dan umumnya anak pada usia tersebut gemar mengonsumsi
makanan atau minuman manis. Menurut penelitian Simorangkir tahun 2018 yang
dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 106448 Desa Bagan Serdang, diketahui bahwa anak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

di sekolah tersebut saat jam istirahat lebih memilih jajanan minuman dan makanan
manis serta berbentuk kemasan, sedangkan orangtua tidak membiasakan anak untuk
mengonsumsi makanan sehat seperti sayuran akibat ketersediaan pangan jenis sayur
mayur yang terbatas di daerah Desa Bagan Serdang dan kurangnya pemenuhan asupan
protein yang sesuai AKG.16 Hal ini dapat berdampak terhadap penurunan LAS,
kapasitas buffer dan pH saliva. Mengganti konsumsi makanan kariogenik menjadi buah
dan sayuran segar yang kaya akan vitamin, mineral, serat dan air dapat dapat
merangsang fungsi pengunyahan dan meningkatkan sekresi LAS.47 Diet kaya
karbohidrat akan meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut
yang dapat menurunkan kapasitas buffer dan membuat pH saliva menjadi asam,
sedangkan diet kaya protein mempunyai efek menaikkan karena protein dapat
meningkatkan zat basa seperti urea dan amonia dalam saliva. 48
Berdasarkan Tabel 5, ada perbedan yang signifikan antara LAS pada anak
normal dan stunting (p=0,0001). Pada anak stunting, LAS cenderung rendah jika
dibandingkan dengan LAS pada anak normal karena adanya hipofungsi atau penurunan
fungsi saliva sebagai akibat dari kekurangan zat esensial seperti mineral dan vitamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Lingstrom dan Moynihan tahun 2003 menunjukkan
bahwa defisiensi mineral dan vitamin khususnya seperti kalsium, zink, dan vitamin D
diketahui menyebabkan disfungsi sekresi saliva sehingga berdampak terhadap
penurunan LAS.10,49 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hashem dkk. tahun 2016 di Mesir yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
siginifikan antara LAS pada anak normal dan stunting (p=0,002). Dari hasil
penelitiannya ditemukan bahwa LAS pada anak stunting ditemukan lebih rendah
dibandingkan dengan LAS pada anak normal.13 Hasil penelitian ini serupa dengan hasil
penelitian Psoter dkk. tahun 2008 di Amerika pada 1017 anak yang menemukan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara LAS pada anak stunting dan normal (p<0,009)
dimana LAS pada anak stunting lebih rendah bila dibandingkan dengan anak normal.12
Berdasarkan Tabel 6, ada perbedan yang signifikan antara kapasitas buffer
pada anak normal dan stunting (p=0,0001). Pada anak stunting, kapasitas buffer
cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal karena kelenjar saliva

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

yang atrofi atau terjadinya penyusutan ukuran kelenjar saliva yang terjadi pada anak
stunting, sehingga dapat berdampak terhadap penurunan kapasitas buffer yang dapat
mengurangi kemampuan untuk menetralisir asam dan menurukan perlindungan gigi
dari demineralisasi.10,14,35 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Johansson dkk. pada tahun 1992 di India yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kapasitas buffer pada anak normal dan stunting (p<0,01), dimana dari hasil
penelitiannya ditemukan bahwa kapasitas buffer pada anak stunting ditemukan lebih
rendah bila dibandingkan dengan anak normal.14
Berdasarkan Tabel 7, ada perbedaan yang signifikan antara pH saliva pada
anak normal dan stunting (p=0,004). Pada anak stunting, pH saliva cenderung rendah
jika dibandingkan dengan anak normal karena adanya penurunan fungsi-fungsi pada
kelenjar saliva sehingga berdampak terhadap penurunan pH saliva pada anak
stunting.9,10 Hasil ini sejalan dengan penelitian Hasan dan Diab pada tahun 2010 di
Baghdad pada anak usia 5 tahun yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pH saliva pada anak normal dan stunting (p=0,0001), dimana dari
hasil penelitiannya ditemukan adanya penurunan pH saliva pada anak stunting bila
dibandingkan dengan anak normal.15
Berdasarkan teori, rongga mulut dipengaruhi oleh nutrisi untuk perkembangan,
pemeliharaan, perbaikan dan pertumbuhan gigi serta jaringan rongga mulut yang sehat.
Kekurangan asupan gizi seperti karbohidrat, protein, mineral dan vitamin akibat
stunting dapat memengaruhi perkembangan sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan perkembangan struktur pendukung rongga mulut, salah satunya
menyebabkan tumbuh kembang kelenjar saliva menjadi tidak sempurna atau atrofi dan
menyebabkan kelenjar saliva menjadi hipofungsi. 31,32,33 Hal tersebut dapat
memengaruhi karakteristik saliva, seperti terjadinya penurunan laju alir saliva,
kapasitas buffer yang rendah, dan penurunan derajat keasaman (pH) rongga mulut
yang dapat mengganggu fungsi-fungsi saliva, serta berdampak terhadap penurunan
kesehatan dan kenyamanan pada rongga mulut.8,14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Prevalensi stunting pada murid usia 6-12 tahun di SD Negeri 106448 Desa
Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang adalah 36,6%
sedangkan yang tidak stunting adalah 63,4%.
2. Kelompok anak normal ditemukan sebanyak 84,5% memiliki kategori LAS
normal, dan 15,5% memiliki kategori LAS rendah. Kelompok anak stunting ditemukan
sebanyak 14,6% memiliki kategori LAS normal, 65,8% memiliki kategori LAS rendah,
dan 19,5% memiliki kategori LAS sangat rendah.
3. Kelompok anak normal ditemukan sebanyak 73,2% memiliki kategori
kapasitas buffer normal dan 26,8% memiliki kategori kapasitas buffer rendah.
Kelompok anak stunting ditemukan sebanyak 31,7% memiliki kategori kapasitas
buffer normal dan 68,3% memiliki kategori kapasitas buffer rendah.
4. Kelompok anak normal ditemukan sebanyak 83,1% memiliki kategori pH
saliva normal, dan 16,9% memiliki kategori pH saliva asam. Pada kelompok anak
stunting ditemukan sebanyak 56,1% memiliki kategori pH saliva normal, dan 43,9%
memiliki kategori pH saliva asam.
5. Terdapat perbedaan yang signifikan antara LAS (p=0,0001), kapasitas
buffer (p=0,0001), dan pH saliva (p=0,004) pada anak normal dan stunting.

6.2 Saran
1. Diharapkan peran orangtua agar lebih memerhatikan asupan nutrisi serta
kebersihan lingkungan agar dapat memulihkan keadaan stunting pada anak dan
menghindari risiko terjadinya stunting di masa yang akan datang, karena stunting
diketahui dapat berpengaruh terhadap penurunan fungsi kelenjar saliva yang dapat
meningkatkan faktor risiko terjadinya karies.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

2. Diharapkan peran pemerintah untuk membuat program di sekolah berupa


penyuluhan, kegiatan sikat gigi bersama, maupun kumur-kumur flour untuk
meningkatkan kesehatan rongga mulut anak.
3. Diharapkan peran pemerintah untuk membuat program berupa penyuluhan
pada warga di Desa Bagan Serdang mengenai faktor risiko terjadinya stunting dan
memberikan edukasi pada masyarakat setempat agar memberikan perhatian terhadap
asupan gizi serta kebersihan lingkungan, sehingga anak yang telah terkena stunting
dapat mengejar kembali ketertinggalan pertumbuhan serta dapat mencegah agar anak
terhindar dari kejadian stunting di masa yang akan datang.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme atrofi kelenjar
saliva pada anak stunting serta dampak lainnya yang mungkin timbul pada rongga
mulut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

DAFTAR PUSTAKA

1. Caviness K. Food for Thought The Importance of Nutrition for Cognitive and
Physical Well-Being. Thesis: Liberty University, 2009: 4-5.
2. World Health Organization. Malnutrition. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/malnutrition. (7 September 2019).
3. Pahlevi A. Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar. J Kemas 2012; 7(2):
123-5.
4. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Jakarta: Pusat Data Informasi Kementrian Kesehatan, 2018: 1-3,
34.
5. Kementrian Kesehatan RI. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017.
Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat, 2018: 8, 37-8.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta 2018: 561-2.
7. Onis M, Branca F. Childhood stunting: a Global perspective. Maternal & Child
Nutrition 2016; 12 (Suppl. 1): 12–26.
8. Prendergas A, Humphrey J. The stunting syndrome in developing countries. J
Paediatrics and International Child Health 2014; 34(4): 250-3.
9. Poojari M. Malnutrition and its Effects on Oral Tissues and Dentition. Indian J
Dent Edu 2011; 4(3): 44-5.
10. Angulo E, Hobdell M, Bernabe E. Childhood stunting and caries increment in
permanent teeth: a three and a half year longitudinal study in Peru. Int J Paediatric
Dent 2012; 10(1): 5-6.
11. Subekti A, Kristiani N, Rimbyastuti H. Hubungan pH, hidrasi, kapasitas buffer
saliva, jumlah Streptococcus mutans dengan keparahan karies pada anak rampan
karies. J Riset Kes 2013; 2(3): 360-2.
12. Psoter W, Spielman A, Gebrian B, Jean R, Katz R. Effect of childhood
malnutrition on salivary flow and pH. Archives Oral Bio J 2008; 5(3): 231-7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

13. Hashem D, Bayoumy S, Fahmy W, Malt M. Effect of Childhood Malnutrition on


Salivary Flow and pH. AL-Azhar Dent J 2016; 3(2): 141-5.
14. Johansson I, Saellstrom A, Rajan B, Parameswaran A. Salivary flow and dental
caries in Indian children suffering from chronic malnutrition. Caries Res 1992;
26(1): 40-1.
15. Hasan Z, Diab B. The effect of nutritional status on dental caries in relation to
salivary flow rate, pH, inorganic phosphorus, calcium, copper and lead among five
years old kindergarten children. J Bagh College Dentistry 2010; 22(3): 120-1.
16. Simorangkir EA. Hubungan pola asuh, pengalaman karies, dan asupan makanan
dengan stunting pada anak usia 6-8 tahun di Kecamatan Pantai Labu tahun 2018.
Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2018: 18-9, 66, 68, 75-6.
17. Stewarts C, Lannoti L, Dewey K, Michaelsen K, Onyango A. Contextualising
complementary feefing in a broader framework for stunting prevention. Maternal
and Child Nutrition 2013; 9 (Suppl. 2): 29-33.
18. Goudet S, Griffiths P, Bogin B, Madise N. Nutritional interventions for preventing
stunting in children (0 to 5 years) living in urban slums. Cochrane Database
Systematic Reviews 2015; 5: 2-3.
19. British Broadcasting Corporation. In pictures: India's stunted children.
https://www.bbc.com/news/world-asia-india-36972650. (22 Oktober 2019).
20. Cakan N, Kamat D. Short stature in children: a practical approach for primary care
providers. Clinical Pediatrics. 2007;46:379-85.
21. Rose SR, Vogiatzi MG, Copeland KC. A general pediatric approach to evaluating
a short child. Pediatrics in Review. 2005;26:410-9.
22. Ratu N, Punuh M, Malonda H. Hubungan tinggi badan orangtua dengan kejadian
stunting pada anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Ratahan Kabupaten Minahasa
Tenggara. J Kesmas 2018; 7(4): 6.
23. World Health Organization. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief.
https://motherchildnutrition.org/pdf/who-stunting-policy-brief-global-nutrition-
targets-2014. (7 November 2019).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

24. Rahayu A, Yulidasari F,Putri A, Anggraini L. Study Guide - Stunting Dan Upaya
Pencegahannya, Yogyakarta: CV. Mine, 2018: 8,11,28.
25. Georgiadis A, Penny ME. Child undernutrition: opportunities beyond the first
1000 days. Lancet Public Health 2017; 2: e399.
26. Wellina W, Kartasurya M, Rahfilludin M. Faktor risiko stunting pada anak umur
12-24 bulan. J Gizi Ind 2007; 5(1): 55-6.
27. Piniel A. Factors contributing to severe acute malnutrition among the under five
children in Francistown-Botswana. Dissertation. Cape Town: University of
Western Cape, 2016: 28-29.
28. Oktarina Z, Sudiarti T. Faktor risiko stunting pada balita (24—59 bulan) di
Sumatera. J Giz,i dan Pangan 2013; 8(3): 176.
29. Rosha B, Hardiyansyah, Baliwati Y. Analisis determinan stunting anak 0-23 bulan
pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penel Gizi Makanan 2012;
35(1): 34-41.
30. Adani F, Nindya T. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Zink, dan Perkembangan
pada Balita Stunting dan non Stunting. J Amerta Nutr 2012; 1(2): 48-9.
31. Pfilipsen M, Zenchenko Y. Nutrition for oral health and oral manifestations of
poor nutrition, and unhealthy habits. J General Dent 2017; 1(1): 36-7.
32. Madhusudhan S, Pallavi R. Malnutrition - a risk for oral health. Int J Scientific
Research 2019; 8(4): 74-5.
33. Sheetal A, Hiremath V, Patil A, Sajjansetty S, Kumar S. Malnutrition and its Oral
Outcome – A Review. J Clinical and Diagnostic Research 2013; 7(1): 178-180.
34. Dawood I, Samarrai S. Saliva and Oral Health. Int J Advanced Research in Bio
Sciences 2015: 5 (7): 2-9, 20.
35. Edgar M, Dawes C, O’Mullane D. Saliva and oral health. 4th ed. Bicester: Stephen
Hancocks Limited, 2012: 1-6, 7-10, 37-8.
36. Farnaud S, Kosti O, Getting S, Renshaw D. Saliva: Physiology and Diagnostic
Potential in Health and Disease. The Scientific World J 2010; 1(10): 434-6.
37. Pandey A. Physiology of saliva: a review. J Dent Ind 2014; 21(1): 32-8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

38. Suratri A, Jovina T, Tjahja I. Pengaruh (pH) Saliva terhadap Terjadinya Karies
Gigi pada Anak Usia Prasekolah. Buletin Penelitian Kesehatan 2017; 45(4): Vol.
45, No. 4, Desember 2017: 242.
39. GC America. Salica Check Buffer Testing Mat. https://www.gcamerica.com pro
ducts/preventive/Saliva_Check_Buffer/Saliva_Check_TestingMat. (1 Desember
2019).
40. Rahayu Y. Peran Agen Remineralisasi pada Lesi Karies Dini. JKG UNEJ 2013;
10(1): 26.
41. Rahmaniah, Huriyati E, Irwanti W. Riwayat asupan energi dan protein yang
kurang bukan faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan. J Gizi dan Dietik
Ind 2014; 2(3): 152-3.
42. Khairiyah D, Fayasari A. dan Perilaku higiene dan sanitasi meningkatkan risiko
kejadian stunting balita usia 12-59 bulan di Banten. Ilmu Gizi Indonesia 2020;
3(2): 124,130.
43. Rachim A, Pratiwi R. Hubungan konsumsi ikan terhadap kejadian stunting pada
anak usia 2-5 tahun. J Ked Diponegoro 2017; 6(1): 38,42.
44. Febria C, Masrul, Chundrayetti E. Hubungan kadar kalsium dalam ASI, PASI dan
MPASI dari asupan bayi dengan panjang badan bayi usia 6-12 bulan di wilayah
kerja puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017. J Kes Andalas 2017; 6(3): 665-6.
45. Dananjaya M, Prasetya M, Giri P. Hubungan laju saliva terhadap kejadian karies
pada anak usia 7-9 tahun di Sekolah Dasar Negeri 5 Sumerta Denpasar. Bali Dent
J 2020; 4(1): 33-5.
46. Wirawan E, Puspita S. Hubungan pH Saliva dan Kemampuan Buffer dengan
DMF-T dan def-t pada Periode Gigi Bercampur Anak Usia 6-12 Tahun. Insisiva
Dent J 2017; 6(1): 27-8.
47. Hidayati S, Suyatni D. Pengaruh mengunyah buah apel dan jambu biji merah
terhadap debris indeks. J Kes Gigi 2016; 3(2): 42,45.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

48. Widia R, Kasuma N. Perbandingan pH saliva sebelum dan sesudah konsumsi


larutan gula dan gula aren pada mahasiswa FKG Universitas Andalas. Andalas
Dent J 2016; 4(2): 142, 147-8.
49. Lingstrom P, Moynihan P. Nutrition, saliva, and oral health. J Nutrition 2003;
19(6): 567-8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1
No Kartu :
Tanggal
Pemeriksaan :…….........

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN /


KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PEMERIKSAAN
Nama Pemeriksa:…………………..

I. Data Responden
Nama Anak :
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 1
Tanggal lahir :
Usia :………Tahun……Bulan

II. Pemeriksaan Kategori Stunting:

1. Tinggi badan (sentimeter) : 2


\

Tinggi Badan 3
2. Z- Score =
Umur
=
\

3. Kategori tinggi badan menurut umur (TB/U) 4


a. Stunting (Pendek) : Z-Score < -2,0 SD
b. Normal : Z-Score ≥ -2,0 SD s/d 2 SD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


III. Pemeriksaan Karakteristik Saliva

1. Pemeriksaan Laju Alir Saliva


5
a. Normal: >1,0 ml/menit \
b. Rendah: 0,7-1,0ml/menit
c. Sangat Rendah: <0,7 ml/menit
Laju alir saliva sampel : ________ ml/ menit

2. Kapasitas Buffer
a. Normal: 10-12 6
\
b. Rendah: 9-6
c. Sangat Rendah: 0-5
Kapasitas Buffer saliva sampel: ________

3. pH Saliva
a. Normal: 7,8-6,8 7
\
b. Asam: 6,6-6,0
c. Sangat Asam: 5,8-5,0
Nilai pH Saliva sampel : ________

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANGTUA/WALI SUBJEK


PENELITIAN

Kepada Yth
Ibu/Bapak/Wali
Di tempat

Bersama ini saya yang bernama,


Nama : Rahmi Nadhirah Marpaung
NIM : 160600131
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara memohon
kesediaan ibu/bapak agar mengizinkan ananda yang bernama………………………...
untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “Perbedaan Laju
Alir Saliva, Kapasitas Buffer dan pH Saliva pada Anak Normal dan Stunting di
SDN 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu.”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Laju Alir Saliva,
Kapasitas Buffer dan pH Saliva pada Anak Normal dan Stunting. Manfaat dari
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada orangtua mengenai adanya
pengaruh stunting pada kelenjar saliva yang berdampak terhadap penurunan laju alir
saliva, kapasitas buffer, dan pH saliva.
Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Anak akan diperiksa tinggi badannya menggunakan Microtoise Staturemeter
GEA dengan ketelitian 0,1 cm.
2. Anak akan diperiksa laju alir, kapasitas buffer, dan pH saliva. Alat yang
digunakan adalah GC Saliva Check Buffer Kit.
Saya berharap Ibu/Bapak mengizinkan anak Ibu/Bapak untuk jadi subjek dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini rongga mulut anak akan diperiksa untuk melihat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keadaan saliva dan pengukuran tinggi badan anak akan diukur dengan Microtoise
Staturemeter. Pemeriksaan ini akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam waktu
sekitar 15menit.
Keuntungan menjadi subjek penelitian ini adalah memperoleh data mengenai
kondisi rongga mulut anak dan saran dalam upaya pemeliharaan kebersihan rongga
mulut pada anak dengan bantuan orangtua atau walinya. Adapun kerugian dalam
penelitian ini adalah mengambil waktu orangtua dan anak dan ketidaknyamanan yang
dialami anak ketika membuka mulut dalam pemeriksaan rongga mulut anak.
Pemeriksaan ini tidak dikenakan biaya.
Apabila Ibu/Bapak bersedia, maka lembar persetujuan menjadi subjek
peneletian yang terlampir harap ditandatangi dan dikembalikan kepada peneliti. Surat
kesediaan ini tidak bersifat mengikat. Ibu/bapak dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian ini berlangsung. Demikianlah penjelasan tentang
penelitian ini, semoga keterangan yang saya sampaikan dapat dimengerti oleh
Ibu/Bapak. Atas kesedian Ibu/Bapak dalam penelitian ini saya ucapkan terimakasih.

Deli Serdang,………………

Rahmi Nadhirah Marpaung


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
082283264969

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Alamat :
Telepon/HP :
Selaku dari orangtua dari anak :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian dengan sadar, tanpa
paksaan dan mengerti apa yang akan dilakukan, diperiksa dan didapatkan pada
penelitian yang berjudul :
“Perbedaan Laju Alir Saliva, Kapasitas Buffer dan pH Saliva pada Anak Normal
dan Stunting di SDN 106448 Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu.”
Dengan penuh kesadaran atau tanpa paksaan, mengizinkan anak saya untuk
berpartisipasi sebagai subjek penelitian ini.

Deli Serdang, …………….

Yang menyetujui
Orangtua/Wali Subjek

(………………..)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6

Output Analisis Data

Hasil Uji Statistik Distribusi Karakteristik Responden

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki Laki 54 48.2 48.2 48.2

Valid Perempuan 58 51.8 51.8 100.0

Total 112 100.0 100.0

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

6-8 36 32.1 32.1 32.1

9-10 42 37.5 37.5 69.6


Valid
11-12 34 30.4 30.4 100.0

Total 112 100.0 100.0

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Stunting 41 36.6 36.6 36.6

Valid Normal 71 63.4 63.4 100.0

Total 112 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

LAS * LAJUALIRSALIVA 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Frekuensi Kategori LAS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Normal 66 58.9 58.9 58.9

Rendah 38 33.9 33.9 92.9


Valid
Sangat Rendah 8 7.1 7.1 100.0

Total 112 100.0 100.0

LAS

Kategori LAS Mean N Std. Deviation

Normal 1.848 66 .2905


Rendah .916 38 .001
Sangat Rendah .500 8 .0000
Total 1.436 112 .5565

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Buffer * Kapasitas Buffer 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Frekuensi Kategori Kapasitas Buffer

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Normal 65 58.0 58.0 58.0

Valid Rendah 47 42.0 42.0 100.0

Total 112 100.0 100.0

Kapasitas Buffer

Kapasitas Buffer Mean N Std. Deviation

Normal 10.18 65 .583

Rendah 7.53 47 .856

Total 9.07 112 1.493

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

pH *pH Saliva 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Frekuensi Kategori pH Saliva

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Asam 30 26.8 26.8 26.8

Valid Normal 82 73.2 73.2 100.0

Total 112 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Report
pH

phSaliva Mean N Std. Deviation

Asam 6.587 30 .0507

Normal 7.320 82 .2452

Total 7.123 112 .3883

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Gizi * LAS 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Crosstab

LAS Total

Normal Rendah Sangat


Rendah

Count 60 11 0 71
Normal
% within Status Gizi 84.5% 15.5% 0.0% 100.0%
Status Gizi
Count 6 27 8 41
Stunting
% within Status Gizi 14.6% 65.9% 19.5% 100.0%

Count 66 38 8 112
Total
% within Status Gizi 58.9% 33.9% 7.1% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


(2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability

Pearson Chi-Square 30.175a 2 .000 .000


Likelihood Ratio 32.423 2 .000 .000
Fisher's Exact Test 29.557 .000
Linear-by-Linear
29.150b 1 .000 .000 .000 .000
Association
N of Valid Cases 112

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.93.

b. The standardized statistic is 5.399.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Gizi * Kapasitas Buffer 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Status Gizi * Kapasitas Buffer Crosstabulation

Kapasitas Buffer Total

Normal Rendah

Count 52 19 71
Normal
% within Status_Gizi 73.2% 26.8% 100.0%
Status_Gizi
Count 13 28 41
Stunting
% within Status_Gizi 31.7% 68.3% 100.0%

Count 65 47 112
Total
% within Status_Gizi 58.0% 42.0% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 18.408a 1 .000


Continuity Correctionb 16.743 1 .000
Likelihood Ratio 18.656 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 112

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.21.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Gizi *pH Saliva 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Crosstab

pH Saliva Total

Asam Normal

Count 12 59 71
Normal
% within Status_Gizi 16.9% 83.1% 100.0%
Status_Gizi
Count 18 23 41
Stunting
% within Status_Gizi 43.9% 56.1% 100.0%

Count 30 82 112
Total
% within Status_Gizi 26.8% 73.2% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 9.662a 1 .002

Continuity Correctionb 8.335 1 .004

Likelihood Ratio 9.430 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .002

N of Valid Cases 112

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.98.

b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai