Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

TUMPATAN AMALGAM TIDAK MENGKILAP

Disusun Oleh:
Rahmadika Kemala F
112110229

Pembimbing: drg. Sp.KGA

BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
I. DESKRIPSI KASUS
a. Identitas Pasien
Nama :
No.RM :
Usia :
JK :
Pekerjaan :
Alamat :

b. Pemeriksaan Subyektif
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan orang tuanya ingin memeriksakan giginya
karena merasa ada gigi yang berlubang.
Hasil Anamnesa :
Pasien datang ditemani orangtuanya untuk memeriksakan gigi
karena banyak yang berlubang, orang tua pasien merasa gigi anaknya
berlubang sudah sejak lama. Gigi tersebut tidak pernah terasa sakit.
Orangtua pasien ingin gigi anaknya ditambal agar lubangnya tidak
bertambah besar. Pasien belum pernah merawat gigi tersebut kedokter
gigi.

Pemeriksaan Riwayat penyakit Sistemik :


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik

c. Pemeriksaan Obyektif
General
Tekanan darah : tdl
Nadi : 80 x/menit
Berat badan : 22 Kg
Respiration rate : 20 x/menit
Temperatur : t.d.l

1
Tinggi badan : 125 cm
Ekstraoral
Inspeksi : d.ta.k
Palpasi : d.t.a.k
Intraoral
Gigi 65 :
Terdapat kavitas dengan kedalaman media dioklusal
Sondasi (-)
Perkusi (-)
Palpasi (-)
CE (+)
M (0)
Dx : Karies media kelas I

II. ALUR PERAWATAN

Kunjungan I (21 Desember 2016)


S : Pasien datang untuk memeriksakan giginya dan mengeluhkan ada lubang pada
gigi atas kirinya. Pasien ingin giginya di rawat.
O : Terdapat kavitas dengan kedalaman media pada oklusal gigi 65
Sondasi (-)
Perkusi (-)
Palpasi (-)
CE (+)
M (0)

2
A : Karies Media Klas I
Treatment : Preparasi amalgam klas I dan penumpatan amalgam klas I
Preparasi kavitas amalgam klas I

Aplikasi basis zink phospat cement

Tumpatan amalgam

Kunjungan III (22 Desember 2017)


S : Pasien datang untuk melanjutkan perawatan pada giginya
O : Terdapat tumpatan amalgam di oklusan masih baik

3
Tumpatan tidak over/under hanging
Tidak terdapat step
Sondasi (-)
Perkusi (-)
Palpasi (-)
CE (+)
Mobilitas (-)
A : Karies Media Klas I
Treatment : Polishing dan Finishing Amalgam

Kunjungan IV (30 Desember 2016)


S : Pasien datang untuk kontrol
O : Terdapat tumpatan amalgam di oklusan masih baik
Tumpatan tidak over/under hanging
Tidak terdapat step
Tumpatan tidak mengkilap
Sondasi (-)
Perkusi (-)
Palpasi (-)
CE (+)
Mobilitas (0)
A : Karies Media Klas I
Treatment : Kontrol post tumpatan amalgam

4
III. PERTANYAAN KRITIS
1. Komposisi amalgam
2. Klasifikasi amalgam
3. Sifat Amalgam
4. Proses amalgamasi
5. Proses manipulasi amalgam
6. Kegagalan pada restorasi amalgam
IV. LANDASAN TEORI
1. Komposisi amalgam

Silver berfungsi untuk memutihkan alloy, menurunkan creep,

meningkatkan strength, meningkatkan setting expansion, meningkatkan

resistensi terhadap tarnish.

Tin berfungsi mengurangi strength dan hardness, mengendalikan reaksi

antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan terlalu cepat terjadi dan

setting expansion tidak dapat ditoleransi, menigkatkan kontraksi, dan

mengurangi resistensi terhadap tarnish dan korosi

Copper berfungsi meningkatkan ekspansi saat pengerasan, meningkatkan

strength dan hardness.

5
Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila

campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses

pemanipulasiannya. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer

selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari

unsure-unsur penting seperti silver, copper, ataupun tin. Alloy yang dibuat

tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat

dengan penambahan zinc akan menjadi kurang plastis.

Mercury (3%) ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk

disebut dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi

yang lebih cepat.

Palladium berfungsi mengeraskan alloy dan memutihkan alloy1

2. Klasifikasi amalgam

a. Berdasarkan jumlah metal alloy

Alloy binary, contohnya : silver-tin

Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper

Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium

b. Berdasarkan ukuran alloy

Microcut, dengan ukuran 10 30 m.

Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 m.

c. Berdasarkan bentuk partikel

Alloy lathe-cut memiliki bentuk yang tidak teratur

Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi, dimana cairan

alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil.

6
Alloy ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk

persegi, tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang

digunakan.

d. Berdasarkan jumlah logam mulia (tembaga)

Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan

kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat

pengerasan. Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga

yaitu:

Alloy rendah copper (low copper alloy) mengandung silver (68-

70%), tin (26-27%), copper (4- 5%), zinc (0-1%).

Alloy tinggi copper (high copper alloy) mengandung silver (40-

70%), tin (22-30%), copper (13- 30%), zinc (0-1%). Alloy high

copper tidak mengalami proses 2, sehingga sifat fisis lebih baik.

Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:

a) Admixed/dispersi/blended alloys Alloy ini merupakan

campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy dengan komposisi

yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low copper

lathecut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin

(17%), copper (13%), zinc (1%).

b) Single composisition atau unicomposition alloysTiap partikel

dari alloy ini memiliki komposisi yang sama. Komposisi seluruhnya

terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-

4%).

7
e. Berdasarkan kandungan Zink

Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.

Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.2

3. Sifat Bahan Amalgam

a) Creep

Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan

dimensi secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan

atau beban. Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang

berulang dapat menyebabkan creep.3 Amalgam dengan kandungan

tembaga yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih

rendah. Kekurangan amalgam yang memiliki tingkat creep tinggi

akan mengalami kerusakan marginal dan mengakibatkan

menurunnya nilai estetik. Solusinya adalah dengan meminimalkan

fase gamma 2 saat setting. Faktor faktor yang menyebabkan

creep adalah bentuk alloy dan efek dari pemanipulasian amalgam.

Untuk meningkatkan strength dan menurunkan creep Hg/alloy

rasio harus minimum, tekanan kondensasi maksimum untuk lathe-

cut dan admixed alloy. Kondensasi yang tertunda dapat

meningkatkan creep. Jika creep alloy terlalu tinggi atau jika

manipulasi cenderung mengakibatkan creep, potensi terjadinya

kerusakan tepi bertambah besar. tekanan kondensasi dapat

mempengaruhi sifat amalgam. Sifat creep akan berkurang dan

kekuatan akan bertambah jika diberikan tekanan kondensasi yang

8
kuat. Peningkatan tekanan kondensasi menyebabkan keluarnya

merkuri yang berlebih dari campuran sehingga fase 1 dan fase 2

yang terbentuk berkurang. Keberadaan fase 1 dan fase 2 yang

rendah akan lebih kecil kemungkinan timbulnya creep.4

b) Perubahan dimensional

Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara

manipulasinya, idealnya perubahan dimensi kecil saja.

Kontraksinya yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya

kebocoran mikro dan karies sekunder. Perubahan dimensional dari

amalgam tergantung pada seberapa banyak amalgam tertekan pada

saat pengerasan dan kapan pengukuran dimulai. Amalgam dapat

berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20 m/cm, diukur pada

300C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi. Beberapa

faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi

adalah :

a. Komposisi Alloy : semakin banyak jumlah silver dalam

amalgam, maka akan lebih besar pula expansi yang terjadi.

b. Rasio mercury:alloy : makin banyak mercury, akan semakin

besar tingkat expansinya.

c. Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran

partikel menyusut, maka total area permukaan alloy akan

meningkat.

9
d. Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara

umum, semakin lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih

kecil.

e. Tekanan kondensasi : Jika amalgam tidak mengalami

kondensasi setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala

besar karena tidak terganggunya difusi mercury ke alloy.4

c) Kekerasan

Merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan tekanan yang

diberikan kepadanya dalam jangka waktu tertentu. Suatu bahan

dikatakan semakin keras jika mampu menahan tekanan yang

diberikan padanya. Amalgam terbukti semakin keras jika

penekanan kondensasi yang diberikan semakin meningkat.

Penekanan selama kondensasi amalgam akan meningkatkan

kekerasan amalgam dan akan mengadaptasikan amalgam ke

dinding kavitas.5

d) Kekuatan

Amalgam adalah material yang brittle/rapuh. Kekuatan tensile

amalgam lebih rendah dibanding kekuatan kompresif.1 Kekuatan

kompresif ini cukup baik untuk mempertahankan kekuatan

amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesar

kemungkinan terjadinya fraktur/retakan. Beberapa faktor yang

mengontrol/mempengaruhi kekuatan amalgam :

10
o Efek Triturasi. Efek triturasi terhadap kekuatan tergantung

pada jenis logam campur amalgam, waktu triturasi, dan

kecepatan amalgamator.

o Efek Kandungan Merkuri. Faktor penting dalam

mengontrol kekuatan adalah kandungan merkuri dari

restorasi tersebut. Masing-masing partikel logam campur

harus dibasahi oleh merkuri. Bila tidak, akan terbentuk

adonan yang kering dan berbutir-butir. Adonan semacam

itu menghasilkan permukaan yang kasar dan berlubang-

lubang yang dapat menimbulkan korosi. Setiap kelebihan

merkuri yang tertinggal pada restorasi dapat menyebabkan

berkurangnya kekuatan dalam jumlah yang cukup besar.

o Efek Kondensasi. Teknik kondensasi yang baik akan

memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi volume

dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi

yang tinggi diperlukan untuk mengurangi porositas dan

mengeluarkan merkuri.

o Efek Porositas. Ruang kosong dan porus adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi dari

amalgam yang sudah mengeras.

e).Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik

Korosi galvanic atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih logam

berbeda atau alloy berkontak dalam larutan elektrolit , dalam hal

11
ini adalah saliva . Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh

lama/usia restorasi , perbedaan potensial korosi sebelum

berkontak dan daerah permukaan. Hubungan lama restorasi

dengan besar arus galvanic berbanding terbalik artinya semakin

lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya semakin

kecil arus galvanic4

f. Korosi

Kerusakan elektrokimia suatu logam melalui reaksi lingkungan.

Korosi yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan porositas,

penurunan integritas marginal, berkurangnya kekuatan,dan

pelepasan produk produk metal dalam lingkungan rongga mulut.6

g. Tarnish

Perubahan warna pada permukaan amalgam karena berkontak

dengan sulfur atau deposit film sehingga membentuk lapisan

sulfida (AgS) yang menyebabkan pewarnaan hitam atau kusam

pada tumpatan amalgam. Penyebab perubahan warna yang paling

terkenal adalah campuran silver dan copper sulfida karena reaksi

dengan sulfur dalam makanan dan minuman, terjadi karena

oksidasi phase Sn-Hg dalam amalgam low copper atau phase Cu-

Hg pada high copper.6

4. Proses amalgamasi

Proses amalgamasi adalah alloy yang dicampur dengan

mercury. Mercury membasahi partikel alloy, lalu mercury berdifusi

12
dalam partikel alloy (), lalu merkury bereaksi dengan Ag dan Sn,

membentuk senyawa Ag2Hg3 (1) dan Sn 7-8 Hg (2). Proses

amalgamasi pada high copper berbeda dengan proses amalgamsi pada

low copper,dimana amalgamasi pada high copper tidak mengalami

reaksi 2. Pada amalgam konvensional (low copper), selama proses

triturasi, merkuri berdifusi ke alloy membentuk berbagai senyawa,

terutama perak-merkuri dan timah-merkuri senyawa. Senyawa perak

merkuri Ag2Hg, dan dikenal sebagai fase gamma satu (y1), dan senyawa

timah-raksa adalah Sn7Hg dan dikenal sebagai fase gamma dua (2).

Prosesnya dapat digambarkan seperti ini : Ag3Sn + Hg Ag3Sn

+ Ag2Hg3 + Sn7Hg

1 2

Fase Sn7Hg (2) adalah hasil reaksi yang tidak dikehendaki

karena dianggap meningkakan korosi dan melemahkan kekuatan.

Persentase Ag2Hg3 (1) yaitu sekitar 54% sampai 56%. Persentase

Ag3Sn () dan Sn7Hg (2) adalah 27% sampai 35% dan 11% sampai

13%. Pada amalgam high copper4,7 perbedaan utama antara low dan

high copper amalgam tidak hanya dalam hal persentase tembaga tetapi

efeknya dalam reaksi amalgam.7

Tembaga ini disajikan baik sebagai bagian dari alloy Ag-Sn,

maupun ditambahkan (admixed) sebagai partikel terpisah dari Ag-Sn.

Pada kedua penyajian ini, jika alloy bereaksi dengan Hg maka akan

13
terbentuk hasil reaksi Cu-Sn ( fase eta ()) dan bukan gamma 2.

Prosesnya dapat digambarkan seperti ini :

Ag3Sn+Ag-Cu+HgAg3Sn+AgCu+Ag2Hg3+Cu6Sn5

5. Proses manipulasi amalgam

Pemanipulasian amalgam dilakukan dengan pencampuran alloy

amalgam dengan merkuri. Rasio powder alloy amalgam dengan merkuri

yang biasa digunakan adalah 1:1. Proses selanjutnya adalah triturasi yaitu

pengadukan powder dengan liquid yang dapat dilakukan secara manual

menggunakan mortar dan pestle maupun secara mekanis menggunakan

amalgamator dan kapsul. Hasil dari proses triturasi adalah di dapatnya

suatu massa plastis yang disebut amalgam.8

Tujuan triturasi adalah membasahi seluruh permukaan partikel

alloy dengan mercuri, triturasi yang benar,bila dijatuhkan dari ketinggian

30cm,alloy amalgam akan tetap utuh dan mengkilap. Apabila proses

triturasi terjadi over maka yang terjadi pada alloy adalah panas,sulit

dilepaskan dari kapsul, mengkilap basah dan lembek, plastisitas menurun,

dan apabila terjadi under triturasi maka alloy akan kering dan rapuh,

wetting tidak sempurna, korosi meningkat, kekuatan menurun, porusitas

meningkat, dan permukaan kasar.9

Setelah triturasi, amalgam dimasukkan ke dalam kavitas dengan

menggunakan amalgam carrier dan dilanjutkan dengan kondensasi yaitu

memberikan tekanan pada amalgam yang dapat dilakukan secara manual

14
maupun mekanikal. Kondensasi dilakukan agar terdapat kontak rapat

dengan dinding kavitas dan merkuri yang berlebih dapat dikeluarkan dari

amalgam serta mencegah porositas pada amalgam. Kondensasi pada

amalgam dapat mempengaruhi beberapa sifat amalgam, seperti creep,

kekuatan dan kekerasan. Selain itu kondensasi amalgam juga dapat

mempengaruhi terjadinya microleakage, perubahan dimensi, dan

terjadinya porositas pada amalgam.10

Prosedur selanjutnya adalah carving yang dilakukan segera setelah

kondensasi. Jika terlambat dilakukan maka akan sulit untuk di carving, dan

terjadi kerusakan tepi. Carving bertujuan untuk mendapatkan kontur,

kontak dan anatomi yang sesuai sehingga dapat mendukung kesehatan gigi

dan jaringan lunak di sekitarnya. Setelah itu dilakukan pemolesan

(polishing) dengan burnisher untuk meminimalisir korosi dan mencegah

perlekatan plak. Pemolesan dapat dilakukan 24 jam setelah penambalan

atau setelah tambalan cukup kuat.9

6. Kegagalan pada restorasi amalgam

1. Tidak menyertakan seluruh daerah fisura yang peka karies.


2. Preparasi terlalu dalam.
3. Undercut pada tepi ridge.
4. Pengukiran pembentukan anatomi oklusal terlalu dalam.
5. Amalgam terlalu tipis (<2 mm) sehingga mudah pecah akibat
tekanan kunyah yang besar.
Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Tumpatan Amalgam desidui :
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan restorasi atau
perawatan opdent pada gigi desidui dengan bahan amalgam yaitu:
a. Fraktur pada struktur gigi

15
Ketebalan struktur jaringan email gigi desidui lebih tipis dibanding gigi
permanen, sehingga bila terdapat lapisan email yang tidak didukung oleh
dentin yang sehat menjadi rnudah patah/ fraktur setelah dilakukan
restorasi, walau proses penumpatan dilakukan dengan baik. Dengan
patahnya jaringan email pada tepi restorasi maka akan memudahkan
berkembangnya karies sekunder, yang akhirnya nanti tumpatan menjadi
lepas.
b. Fraktur restorasi amalgam
Fraktur pada tumpatan amalgam dapat terjadi karena beberapa hal
antara lain:
1) Sudut axiopulpa line angle runcing,
2) Ketebalan amalgam yang kurang, sehingga tidak mampu menahan
tekanan penguntahan. Hal ini dapat terjadi karena kedalaman
prepararasi yang kurang, kedalaman preparasi cukup tetapi liner yang
terlalu tebal, over conturing.
3) Preparasi yang terlalu sempit dapat mempengaruhi kondensasi
amalgam. Jika lebar preparasi terlalu sempit maka amalgam kodenser
tidak mampu menjangkau daerah yang sempit tersebut, sehingga
menghasilkan kekuatan tekan dan tarik yang lebih rendah. Kondisi
seperti ini sering terjadi di daerah isthmus pada restorasi kelas II
amalgam terutama pada gigi molar satu desidui baik rahang atas
maupun rahang bawah.
4) Traumatik oklusi. Hal ini dapat terjadi karena adanya penumpatan
yang terlalu tinggi. Pada saat karving yang kurang memperhatikan
bentuk anatomis mahkota gigi yang ditumpat maupun oklusi dengan
gigi antagonis menyebabkan bagian tertentu mendapat tekanan yang
berlebuhan pada saat proses pengunyahan. Tekanan yang lebih dan
yang seharusnya sering kali menyebabkan tumpatan fraktur pada bagian
tersebut.
c. Karies yang timbul kembali.

16
Karies disekitar tumpatan amalgam biasanya terjadi karena adanya
preparasi yang kurang baik, daerah yang rentan terhadap karies yaitu pit
dan fisura tidak dilibatkan dalam out line form. Kadang kadang juga dapat
timbul akibat adanya kondensasi yang kurang sempurna terutama restorasi
daerah interproksimal.
d. Retensi yang kurang.
Struktur jaringan keras gigi desidui (email dan dentin) yang tipis dan
anatomis mahkota gigi yang relatif kecil menyulitkan pembuatan retensi,
terutama pada gigi yang sudah mengalami karies yang luas. Sehingga pada
preparasi yang retensinya kurang sempurna memudahkan tumpatan
amalgam lepas.
V. REFLEKSI KASUS
Pada pasien ini dilakukan retorasi tumpatan amalgam klas I gigi 75
dengan diagnosa karies media klas I. Pada proses finishing dan polishing
digunakan bur poles amalgam microdont, tetapi kendala yang dihadapi
yaitu hasil polishing yang kurang mengkilap dan permukaan tumpatan
yang sedikit tidak rata. Kemungkinan analisa penyebab dari masalah diatas
yaitu karena pada saat proses triturasi dan kondensasi kurang maksimal
sehingga permukaan menjadi kasar dan sulit dilakukan polishing, dan pada
saat penumpatan terjadi kesulitan saat isolasi saliva.
Penumpatan amalgam yang tidak mengkilat disebabkan karena
tumpatan amalgam mengalami tarnish, tarnish adalah perubahan warna
pada permukaan amalgam karena berkontak dengan belerang
(sulfur)/deposit film yang terkandung dalam saliva sehingga membentuk
lapisan sulfida (AgS = Hitam).6
Triturasi merupakan proses pencampuran alloy dan merkuri untuk
mendapatkan konsistensi bahan tumpatan yang tepat. Tujuan dari triturasi
yaitu menghilangkan lapisan oxide pada partikel alloy, untuk melapisi
seluruh partikel alloy dengan merkuri sehingga didapatkan konsistensi
bahan tumpatan yang homogen untuk dikondensasi. Tanda bahwa
pencampuran amalgam tepat yaitu bahan tumpatan tampak homogen,

17
menyatu dan mengkilat seperti plastis.3 Pada proses triturasi yang
digunakan dalam kasus ini menggunakan alat amalgamator. Alat ini
memiliki kecepatan yang bervariasi dari 3000 rpm keatas. Waktu untuk
triturasi juga bervariasi tergantung dari merk pabrikan yang digunakan,
yaitu antara 5-20 detik. Masalah yang dapat muncul saat dilakukan
triturasi amalgam yaitu terjadinya under atau over-trituration.7
Pada pencampuran amalgam yang under-trituration yaitu terjadi
proses pencampuran dengan waktu yang terlalu singkat dari waktu yang
ditentukan. Under-trituration membuat campuran bahan tampak rapuh,
mudah pecah, dan kering / tidak mengkilat. Hal ini dapat menurunkan nilai
tensile dan kekuatan tekanan dari tumpatan (terutama pada bahan amalgam
dengan spherical alloys) serta meningkatkan terjadinya creep.6
Proses pencampuran amalgam yang over-trituration yaitu terjadi
proses pencampuran dengan waktu yang lebih lama dari waktu yang
ditentukan dapat membuat permukaan campuran bahan tampak terlalu
mengkilap, terasa hangat dan biasanya bahan ini lengket pada kapsul.
Akibat dari over-trituration yaitu setting time yang lebih cepat,
meningkatkan kontraksi amalgam, meningkatkan terjadinya creep,
meningkatkan nilai tensile dan kekuatan tekan (pada bahan amalgam
lathe-cut alloys) namun menurunkan nilai tensile dan kekuatan tekan pada
bahan amalgam spherical alloys.
Kondensasi merupakan proses memampatkan material amalgam ke
kavitas dengan tekanan tertentu sehingga material tersebut dapat
beradaptasi pada kavitas yang telah dipreparasi. Tujuan dari proses
kondensasi yaitu menghilangkan kelebihan akses merkuri dan gelembung
dalam material amalgam sehingga hasil tumpatan lebih kuat. Kondensasi
disesuaikan dengan jenis bahan amalgam yang digunakan. Untuk amalgam
dengan lathe-cut alloy diperlukan kondensasi dengan tekanan yang besar,
sedangkan pada spherical alloy amalgam cukup digunakan tekanan
ringan-sedang dan menggunakan alat kondenser yang besar karena bila
digunakan alat berukuran kecil kondensasi tidak maksimal hanya

18
memindahkan partikel amalgam tanpa terjadi kondensasi maksimal.
Keseluruhan material amalgam yang dikondensasi harus dilakukan sampai
waktu 3,5 menit dari waktu awal triturasi.5
Setelah proses kondensasi, trimming, carving dan burnishing maka
dalam waktu minimal 24 jam sesudahnya tumpatan amalgam dilakukan
pemolesan menggunakan bur rubber berbentuk point, atau cup dengan low
speed micromotor. Pada pasien ini dilakukan pemolesan tumpatan
amalgam dengan bur rubber merk microdont. Penggunaan bur disesuaikan
dengan urutannya yaitu warna merah tua digunakan pertama kali karena
memiliki tekstur yang kasar sehingga mampu meratakan permukaan metal
yang masih kasar. Tahap kedua menggunakan bur poles warna hijau untuk
meratakan dan menghaluskan permukaan tumpatan amalgam dengan
cepat. Tahap ketiga menggunakan bur warna biru untuk proses finishing
dan menghasilkan permukaan amalgam yang mengkilat. Tahap akhir
menggunakan bur ultra fine warna beige untuk hasil akhir tumpatan
amalgam yang maksimal lebih mengkilat dan halus.5,9 Akibat yang dapat
timbul dari permukaan yang kasar pada retorasi amalgam yaitu terjadinya
penumpukan plak dan debris pada tepi dan permukaan amalgam yang
kemudian dapat memicu terbentuknya karies.5
Kekurangan operator selanjutnya adalah saat poleshing operator
tidak melakukan poleshing dengan baik, seharusnya poleshing halus dan
mengkilat tetapi ada bagian yang tidak halus dan mengkilat. Akibatnya
jika poleshing tidak halus dan mengkilap adalah retensi makanan akan
menempel pada daerah tersebut sehingga dapat karies sekunder, dapat
terjadi tarnis dan korosi, dapat juga melukai lidah karena ada bagian yang
tajam/ tidak halus. Solusinya pada kontrol operator melakukan poleshing
kembali.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Anusavice, Kenneth J.1996.Phillipsscience Of Dental Materials. florida :


W.B
2. Saunders company. 2004. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. EGC: Jakarta
3. Charlton, D. 2000. Dental amalgam. Medical college of georgia.
4. Marek, M. 1992. Interactions Between Dental Amalgams and the Oral
Environment Adv Dent Res 6:100-109 Amalgam And Other Metallic
Restoration In Elsevier Ltd Journals 20: 823-831
5. Craig, R.G. et al. 2000. Dental Materials Properties and Manipulation 7th
edition. Toronto: Mosby
6. Septian Wahyu,dkk. Jurnal Sifat-Sifat Amalgam (Sifat Fisik,Kimia,Mekanik
serta Biologi).Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Unuversitas Sumatera
Utara.
7. Sturdevants Art & Science of Operative Dentistry. 4th ed. Editor: Roberson
TM, Heymann HO, Swift EJ. 2002. Mosby
8. McDonald, R.E., Avery, D.R., dan Dean, J.A. 2004. Dentistry for the Child
and Adolescent. Ed.9. Mosby, St. Louis.
9. Paarmann C. Polishing Amalgam Restorations: A Self Study Module.
2005. Department of Dental Hygiene Idaho State University.
10. Kennedy, D.B., 1992. Konservasi Gigi Anak.Edisi ketiga. Jakarta:EGC.
11. Duggal M. S., et al. 2002. Restorative techniques in paediatric dentistry
2nd ed. Martin Dunitz : England.
12. Harty,FJ dan Ogston,R.1995.Kamus Kedokteran Gigi.Jakarta:EGC,ISBN.

20

Anda mungkin juga menyukai