Anda di halaman 1dari 115

PERBEDAAN PENGARUH BAHAN IRIGASI EKSTRAK ETANOL DAUN

LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) DENGAN ASAM


TETRA ASETAT ETILEN DIAMINA 17% TERHADAP
PENYINGKIRAN SMEAR LAYER SALURAN
AKAR GIGI (STUDI SEM)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

MELLI FIARY PANJAITAN


NIM: 170600207

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2021

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara

Tahun 2021

Melli Fiary Panjaitan

xiv + 101 halaman

Perbedaan Pengaruh Bahan Irigasi Ekstrak Etanol Daun Lamtoro (Leucaena


leucocephala (Lam.) De Wit) Dengan Asam Tetra Asetat Etilen Diamina 17%
Terhadap Penyingkiran Smear Layer Saluran Akar Gigi (Studi SEM)
Irigasi saluran akar merupakan hal penting dalam perawatan saluran akar untuk
menyingkirkan smear layer yang terbentuk selama instrumentasi mekanis.
Penggunaan bahan irigasi saat ini perlu dikombinasi untuk memenuhi syarat idealnya.
Daun lamtoro memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, tanin, flavonoid,
steroid, dan saponin yang diharapkan dapat dijadikan alternatif bahan irigasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain
post test only control group. Sampel terdiri dari 24 gigi premolar mandibular yang
telah diekstraksi dikelompokan menjadi 4 kelompok perlakuan. Seluruh sampel di
preparasi dengan teknik crown down pressureless menggunakan Protaper Universal
Niti Rotary Instrument kemudian diirigasi dengan jarum irigasi ukuran 30G dan
desain jarum two-sided vented. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 sampel.
Kelompok I diirigasi dengan ekstrak etanol daun lamtoro 10%, kelompok II diirigasi
dengan ekstrak etanol daun lamtoro 20%, kelompok III diirigasi dengan EDTA 17%,
dan kelompok IV diirigasi dengan suspensi Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif.
Seluruh sampel yang telah dipreparasi dan diirigasi kemudian dipotong secara
transversal dan selanjutnya dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope
(SEM). Penentuan skor kebersihan smear layer menggunakan indeks skor menurut
Torabinejad. Pengamatan hasil SEM dilakukan oleh 2 pengamat untuk menghindari
subjektivitas.

ii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


Kemudian, hasil pengamatan diuji menggunakan uji analisa Kappa statistik,
Kruskal Wallis, dan Mann-Whitney. Berdasarkan hasil uji Kappa statistik didapatkan
bahwa tidak ada perbedaan antara dua pengamat. Kemudian dari uji Kruskal Wallis
didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara keempat kelompok yang
diteliti dengan nilai p<0,05 (p=0,001). Selanjutnya, dari uji Mann-Whitney
didapatkan urutan kelompok yang membersihkan smear layer saluran akar paling
baik adalah EDTA 17%, ekstrak etanol daun lamtoro 10%, ekstrak etanol daun
lamtoro 20%, dan suspensi Na CMC 0,5%.
Kata kunci : Leucaena leucocephala, smear layer, irigasi saluran akar, EDTA, Na
CMC

Daftar rujukan : 48 (2001-2021)

iii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


iv

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 12 Juli 2021

TIM PENGUJI:

KETUA : Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp.KG(K)

ANGGOTA : 1. Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG(K)

2. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc., Sp.KG

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orangtua
tercinta, Ayahanda Andri.P. dan Ibunda Frida.S., kakak saya Fien, dan adik saya Iren
dan Adis atas doa, semangat, nasehat, serta dukungan baik secara moral maupun
materi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari banyak pihak. Dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang
tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp. KG(K) selaku ketua departemen Ilmu
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan
juga dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
serta sabar memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan semangat kepada
penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
3. Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF selaku penasehat akademik yang telah
banyak memberikan nasehat, motivasi, dan arahan selama penulis menjalani
masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG(K) dan Fitri Yunita Batubara,
drg.,MDSc.,Sp.KG selaku dosen penguji yang telah memberikan saran,
masukan, dan motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi hingga
selesai.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, bantuan dan

vi

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


masukan dalam penyelesaian skripsi ini beserta pegawai atas bantuan dan
motivasi sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
yang telah mendidik, membimbing, dan membantu selama penulis menuntut
ilmu di masa pendidikan.
7. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si,Apt selaku Kepala Laboratorium Penelitian
dan Pengembangan Tanaan Obat ASPETRI yang telah banyak memberikan
masukan, dukungan, dan bantuan selama kegiatan penelitian di laboratorium.
8. Dina Syavitri,drg, MKM selaku konsultan statistik yang telah membantu dan
meluangkan waktunya untuk berdiskusi selamampenulisan skripsi ini.
9. Rekan satu dosen pembimbing: Aliftia dan Lucyana yang selalu membantu
dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis: Clarinta, Putritama, Geges, Gieska, Nurhalijah, dan
Sofia atas dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
terdapat kesalahan selama penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati,
penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi
fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.
Medan,10 Juli 2021

Penulis,

(Melli Fiary P)

NIM: 170600207

vii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................... Error!


Bookmark not defined.

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ............................................................ v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii

LAMPIRAN ......................................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Klinis ........................................................................ 5
1.4.3 Manfaat Praktis ...................................................................... 5

viii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
2.1 Smear Layer dalam Saluran Akar ............................................. 6
2.1.1 Komposisi dan Struktur Smear Layer Saluran Akar .............. 7
2.1.2 Penyingkiran Smear Layer Saluran Akar ............................... 8
2.2 Biofilm Bakteri pada Infeksi Saluran Akar ............................... 9
2.3 Tindakan Irigasi dalam Perawatan Saluran Akar ...................... 10
2.4 Jenis-jenis Bahan Irigasi Saluran Akar ..................................... 11
2.4.1 Sodium Hipoklorit .................................................................. 11
2.4.2 EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) ......................... 12
2.4.3 MTAD (Mixture of Tetracycline an Acid and a Detergent) .. 13
2.4.4 Klorheksidin ........................................................................... 14
2.5 Teknik Irigasi Saluran Akar ...................................................... 15
2.5.1 Teknik Irigasi Manual ............................................................ 15
2.5.2 Teknik Irigasi Menggunakan Mesin ...................................... 16
2.6 Daun Lamtoro Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar . 17
2.7 SEM (Scanning Electron Microscope) ..................................... 20
2.8 Kerangka Teori .......................................................................... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ............. 22


3.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 22
3.2 Hipotesa Penelitian .................................................................... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN................................................................ 23


4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ 23
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 23
4.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 23
4.2.2 Waktu Penelitian .................................................................... 23
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 23
4.3.1 Populasi Penelitian ................................................................. 23
4.3.2 Sampe Penelitian .................................................................... 23

ix

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


4.3.3 Besar Sampel .......................................................................... 24
4.4 Variabel Penelitian .................................................................... 25
4.4.1 Variabel Bebas ....................................................................... 26
4.4.2 Variabel Terikat ...................................................................... 26
4.4.3 Variabel Terkendali ................................................................ 26
4.4.4 Variabel Tidak Terkendali...................................................... 27
4.5 Definisi Operasional .................................................................. 27
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 30
4.6.1 Alat Penelitian ........................................................................ 30
4.6.2 Bahan Penelitian ..................................................................... 31
4.7 Prosedur Penelitian .................................................................... 32
4.7.1 Ekstraksi Daun Lamtoro......................................................... 32
4.7.2 Pembuatan Formulasi Sediaan ............................................... 33
4.7.3 Persiapan Sampel ................................................................... 35
4.7.4 Perlakuan Sampel ................................................................... 35
4.7.5 Pengujian SEM ....................................................................... 40
4.7.6 Pengamatan pada Sampel ....................................................... 41
4.8 Analisa Data .............................................................................. 42

BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................... 43


5.1 Ekstraksi Daun Lamtoro............................................................ 43
5.2 Hasil Pengukuran Kebersihan Dinding Saluran Akar ............... 43

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................. 50

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 56


7.1 Kesimpulan................................................................................ 56
7.2 Saran .......................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 57

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ............................................................................ 24


2. Hasil Uji analisis Kappa statistik ......................................................... 80
3. Hasil uji analisis Kruskal-Wallis .......................................................... 88
4. Hasil uji analisis Mann-Whittney ......................................................... 90

xi

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Smear layer pada saluran akar ........................................................... 7


2. Skor indeks Torabinejad .................................................................... 7
3. Jenis jarum irigasi .............................................................................. 16
4. Daun lamtoro (Leucaena leucecophala) ............................................ 18
5. Alat penelitian .................................................................................... 31
6. Bahan penelitian ................................................................................ 31
7. Prosedur pembuatan ekstrak daun lamtoro ........................................ 33
8. Prosedur pembuatan formulasi sediaan larutan ekstrak daun lamtoro 34
9. Perlakuan sampel ............................................................................... 38
10. Pengujian SEM .................................................................................. 41
11. Pengamatan SEM............................................................................... 42
12. Ekstrak kental daun lamtoro .............................................................. 43
13. Hasil pengukuran kebersihan dinding saluran akar ........................... 44

xii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


LAMPIRAN

1. Alur pikir
2. Alur ekstraksi daun lamtoro
3. Alur penelitian
4. Jadwal penelitian
5. Anggaran penelitian
6. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM)
7. Uji Analisis Kappa Statistik
8. Uji Analisis Kruskal-Wallis Test
9. Uji AnalisiS Mann-Whitney Test
10. Surat Komisi Etik
11. Surat Herbarium Tumbuhan
12. Surat Penelitian Laboratorium Tanaman Obat ASPETRI
13. Surat Penelitian Laboratorium Terpadu FMIPA USU

xiii

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

EDTA : Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid

DNA : Deoxyribonucleic Acid

NaOCl : Sodium Hypochlorite

Na CMC : Natrium Carboxymetil Cellulosa

MTAD : Mixture of Tetracycline an Acid and a Detergent

SEM : Scanning Microscope Electron

nm : nanometer

µm : mikrometer

xiv

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan saluran akar adalah perawatan terhadap jaringan pulpa nekrotik yang
bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme dan mencegah terjadinya infeksi
berulang dalam saluran akar.1,3 Dalam perawatan saluran akar terdapat 3 prinsip
utama yaitu pembersihan (cleaning), pembentukan (shaping), dan pengisian saluran
akar (obturation) yang dapat dicapai dengan tindakan kemomekanis. Tindakan
kemomekanis terdiri dari instrumentasi mekanis yang bertujuan untuk membentuk
juga memperbesar saluran akar dan irigasi saluran akar secara kimiawi untuk
membersihkan daerah yang tidak dapat dicapai oleh instrumen.2,8
Selama instrumentasi mekanis akan terbentuk smear layer yang menutupi
permukaan dentin dan tubulus dentin. Lapisan ini mengandung komponen organik
dan anorganik yang terdiri dari partikel dentin, jaringan pulpa vital dan nekrotik, sisa-
sisa proses odontoblastik, mikroorganisme dan sel darah.1,6 Smear layer dapat
diidentifikasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dan memiliki
tampilan tidak teratur (amorf) dan granular.5 Smear layer terdiri dari dua bagian yaitu
lapisan superfisial yang menutupi permukaan dentin yang umunnya memiliki tebal 1-
2 μm dan smear plug yang menutupi tubulus dentin dengan tebal mencapai 40 μm.
Ketebalan smear layer bergantung pada anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin,
teknik persiapan yang digunakan, jumlah dan jenis larutan irigasi, serta teknik
irigasi.1,6
Komponen organik smear layer dapat menjadi substrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme.1 Mikroorganisme utama yang menginfeksi saluran akar adalah
bakteri. Berbagai spesies bakteri terutama anaerob terdapat pada smear layer yang
ada pada dinding saluran akar. Salah satu cara bakteri menyebabkan infeksi yaitu

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


2

dengan membentuk biofilm kemudian menempel pada dinding saluran akar, isthmus,
saluran lateral, ataupun tubulus dentin. Biofilm membantu bakteri untuk berkembang
biak dalam lingkungan yang kurang menguntungkan.4 Smear layer juga dapat
mengganggu efektivitas bahan irigasi saluran akar dan mencegah kontak antara sealer
dengan dinding saluran akar.1,5,6 Selain itu, jika smear layer tidak disingkirkan dapat
menyebabkan mikroleakeage pada apikal dan infeksi ulang karena smear layer
bersifat tidak homogen (dapat hancur) dan menghasilkan rongga yang tidak terisi di
saluran akar.5,32 Hal ini menjadi alasan smear layer harus disingkirkan sebelum
dilakukan obturasi. Namun, tidak semua bagian saluran akar terutama pada sepertiga
apikal mudah dibersihkan karena anatomi pada sepertiga apikal yang kompleks,
banyak terdapat ramifikasi dan lateral kanal, ruangannya sempit, dan
permeabilitasnya rendah sehingga instrumen sulit masuk ke daerah tersebut.4,8
Oleh karena itu, diperlukan bahan irigasi untuk membantu membersihkan daerah
yang sulit terjangkau. Bahan irigasi idealnya harus dapat melarutkan jaringan organik
dan anorganik, memiliki aktivitas antimikroba, melubrikasi instrumentasi, tidak
toksik, tidak merusak dentin, tidak memiliki bau menyengat, harga terjangkau, dan
tersedia secara luas.7,13 Berbagai bahan irigasi tersedia saat ini seperti sodium
hipoklorit (NaOCl), EDTA, MTAD, dan khlorheksidin. Namun, belum ada satu
bahan irigasi yang dapat bertindak secara tunggal sebagai antimikroba, pelarut
jaringan, dan penghilang smear layer sekaligus sehingga penggunaannya perlu
dikombinasi.4,6 Salah satu bahan irigasi yang sering digunakan adalah EDTA
(Ethylene diamine tetra-acetic acid). EDTA merupakan agen pengkelat yang mampu
menyingkirkan komponen anorganik smear layer. Hal ini terjadi karena EDTA
mengambil ion kalsium dari hidroksiapatit dentin, menyebabkan demineralisasi yang
membuat kekerasan mikro dentin berkurang, dentin menjadi lunak sehingga
instrumentasi dinding saluran akar lebih cepat dan mudah.8 Dibandingkan dengan
NaOCl dan khlorheksidin, EDTA memiliki sitotoksisitas yang lebih rendah.7 Efek
EDTA tergantung pada konsentrasi yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi pada
dentin. Pembilasan akhir dengan EDTA 17% selama 1 menit dilaporkan efektif dalam
menyingkirkan smear layer.9

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


3

Wu et.al (2012) melaporkan bahwa EDTA efektif untuk menyingkirkan smear


layer pada 2/3 koronal saluran akar, tetapi kurang efektif pada 1/3 apikal.10 Namun,
Febryanto (2020) melaporkan EDTA 17% lebih mampu membersihkan 1/3 apikal
saluran akar dibandingkan NaOCl 5,25%. Hal ini dikarenakan, NaOCl yang tidak
mampu melarutkan bahan anorganik sehingga efektivitasnya berkurang jika smear
layer tidak disingkirkan terlebih dahulu.8 Pemeriksaan menggunakan SEM
menunjukan diperlukan lebih dari 1 menit waktu aplikasi EDTA untuk
menghilangkan smear layer pada sepertiga apikal dan terbukanya orifisi tubulus
dentin.11 Namun, aplikasi EDTA lebih dari 1 menit ataupun volume yang digunakan
lebih dari 1 ml dapat mengakibatkan erosi pada dinding saluran akar.10 Selain itu,
EDTA tidak memiliki sifat antimikroba dan memiliki kemampuan yang sangat kecil
untuk menyingkirkan sisa jaringan pulpa.2,7
Oleh karena kelemahan bahan irigasi yang ada, penggunaan bahan alami dapat
dikembangkan sebagai alternatif. Penggunaan bahan alami sebagai obat di Indonesia
beberapa tahun ini meningkat karena dinilai memiliki efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan obat yang berasal dari bahan kimia.12 Salah satu tanaman yang
memiliki manfaat di bidang kesehatan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat
alami adalah lamtoro atau biasa dikenal dengan petai cina. Lamtoro diketahui
memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antidiabetik, antioksidan, antidiare, dan
antiinflamasi.24
Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) memiliki kandungan zat aktif seperti
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid. Flavonoid, alkaloid, tanin, dan
steroid mengganggu komponen sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis dan
mati.14,15 Saponin yang terkandung dalam daun lamtoro bersifat surfaktan yang
berfungsi sebagai pembersih. Sifat surfaktan ini dikarenakan adanya gugus non gula
yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang mampu menurunkan tegangan
permukaan juga mengemulsi organisme dan debris sehingga bisa dikeluarkan dari
dalam saluran akar.16 Kandungan ekstrak etanol daun lamtoro terdiri dari 10,99±
1,77 % flavonoid; 4,82% tanin; 7,72 ± 0,17 % steroid; dan 6,74% saponin.14,17,25

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


4

Pertiwi dkk (2014) meneliti efek antibakteri ekstrak etanol daun lamtoro
terhadap B.subtilitis dan E.coli didapatkan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
terhadap B.subtilitis sebesar 10% dengan zona hambat 12,19±0,13 mm dan E.coli
sebesar 20% dengan zona hambat 10,78±0,12 mm.17 Verma et.al (2020) melaporkan
pada konsentrasi 10% ekstrak etanol daun lamtoro dapat menghambat bakteri
Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus
faecalis, Staphylococcus aureus, Vibrio anguillarum, dan Vibrio harveyi dan
menunjukan sensitivitas maksimum pada bakteri E.faecalis dengan zona hambat
11,33±0,33 mm.18
Berdasarkan uraian diatas, ekstrak etanol daun lamtoro diketahui memiliki potensi
sebagai bahan irigasi dilihat dari kandungan dan sifat antibakteri yang dimilikinya.
Penelitian efek antibakteri ekstrak etanol daun lamtoro menunjukan konsentrasi 10%
dan 20% dapat menghambat berbagai bakteri. Namun, pada konsentrasi tersebut
belum diketahui pengaruhnya terhadap penyingkiran smear layer dalam saluran akar.
Oleh karena itu, penulis ingin melihat kemampuan daun lamtoro dalam
menyingkirkan smear layer dari saluran akar secara morfologi menggunakan SEM.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang timbul:
1. Apakah ada pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena
leucocephala) 10% dan 20% terhadap smear layer saluran akar gigi?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro
(Leucaena leucocephala) 10% dan 20% dengan EDTA 17% terhadap smear
layer saluran akar gigi?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro
(Leucaena leucocephala) 10% dan 20% terhadap smear layer saluran akar
gigi.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


5

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun


lamtoro (Leucaena leucocephala) 10% dan 20% dengan EDTA 17% terhadap
smear layer saluran akar gigi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang pengembangan ekstrak
etanol daun lamtoro (Leucaena leucocephala) sebagai alternatif larutan irigasi
saluran akar.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi/ referensi
tambahan tentang larutan irigasi dari ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena
leucocephala) dalam bidang kedokteran gigi khususnya endodontik.

1.4.2 Manfaat Klinis


1. Sebagai pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan
material kedokteran gigi yang berasal dari bahan alami sehingga limbahnya
lebih mudah terurai dan bersifat biokompatibel dengan cara kerja yang
berbeda dari bahan terdahulu.
2. Sebagai informasi bagi dokter gigi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
gigi masyarakat menggunakan bahan alami yang mudah didapat dengan
harga terjangkau.

1.4.3 Manfaat Praktis


Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengembangkan
pembudidayaan tanaman tradisional lamtoro sebagai tanaman berkhasiat di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan utama perawatan saluran akar yaitu menghilangkan semua


mikroorganisme dan mencegah infeksi berulang saluran akar setelah perawatan.1,3
Ada tiga prinsip utama dalam perawatan saluran akar yaitu pembersihan,
pembentukan, dan obturasi.2 Kompleksitas saluran akar secara signifikan membatasi
proses pembersihan secara efektif.1,19 Prinsip pembersihan saluran akar yaitu alat
harus mencapai seluruh dinding saluran akar dan melepaskan debris yang kemudian
dikeluarkan dari saluran akar oleh larutan irigasi. Larutan irigasi selain berfungsi
sebagai disinfektan, pelarut jaringan pulpa, pemutih, juga berfungsi sebagai pelumas
yang akan mengurangi kemungkinan patahnya alat endodontik.20

2.1 Smear Layer dalam Saluran Akar


Selama instrumentasi saluran akar akan terbentuk lapisan yang terdiri dari bahan
organik dan anorganik yang disebut smear layer. Lapisan ini dapat tertekan masuk ke
dalam tubulus dentin dengan jarak yang berbeda-beda menghasilkan lapisan yang
amorf dan iregular. Penelitian pertama terhadap smear layer dilakukan oleh McComb
& Smith tahun 1975 melaporkan bahwa smear layer tidak hanya terdiri dari dentin,
tetapi juga sisa-sisa proses odontoblastik, jaringan pulpa, dan bakteri.3,5
Torabinejad et.al mengukur smear layer dengan 3 skor yaitu skor 1 = tidak ada
smear layer di permukaaan saluran akar, semua tubulus dentin terbuka dan bersih,
skor 2 = moderate smear layer, tidak ada smear layer pada permukaan saluran akar,
tetapi tubulus dentin tertutup debris, skor 3 = heavy smear layer yaitu smear layer
menutupi permukaan saluran akar dan tubulus dentin.21

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


7

A B

Gambar 1. A.Smear layer pada dinding saluran akar, B.Saluran


akar setelah diirigasi dengan EDTA 17% 3

Gambar 2. Penentuan skor Torabinejad. (1) Tidak ada smear layer pada
permukaan saluran akar; seluruh tubulus bersih dan terbuka; (2) Tidak ada
smear layer yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi tubulus
dentin tertutup sedikit tertutup smear layer(moderate smear layer); (3)
Smear layer melapisi permukaan saluran akar dan tubulus dentin (heavy
smear layer)21

2.1.1 Komposisi dan Struktur Smear Layer Saluran Akar


Selama preparasi saluran akar akan terbentuk suatu lapisan yang menutupi
permukaan dentin bahkan menutup tubulus dentin. Lapisan ini mengandung dua
komponen yaitu komponen organik dan anorganik. Komponen organik dari smear
layer mengandung mikroorganisme, serat kolagen dentin dan glikosamineglikan yang

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


8

berasal dari matriks ekstraseluler. Komponen anorganiknya terdiri dari kalsium


hidroksiapatit dan trikalsium fosfat. Smear layer terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
superfisial yang menutupi permukaan dentin dan smear plug yang menutupi tubulus
dentin. Kedalaman lapisan superfisial umumnya 1-2 μm, sedangkan kedalaman smear
plug bisa mencapai 40 μm. Variasi ketebalan dan komposisi smearlayer pada dinding
saluran akar disebabkan oleh anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin (usia pasien,
nekrotik atau dentin vital), teknik preparasi yang diterapkan (manual, mekanis),
jumlah dan jenis agen irigasi, yaitu teknik irigasi (jarum standar, jarum berlubang
tumpul).1
Berbagai mikroorganisme terutama bakteri anaerob dapat dideteksi pada smear
layer saluran akar. Kompleksitas morfologi saluran akar dan permukaan yang tidak
terjangkau oleh instrumen menyebabkan sejumlah besar mikroorganisme tertinggal
dan tersembunyi pada dinding saluran akar terutama pada tubulus dentin. Tubulus
dentin pada bagian radikuler berbentuk linier menyebabkan mikroorganisme dapat
menembus jauh ke dalam tubulus. Ukuran sel bakteri yang lebih kecil dibandingkan
diameter tubulus dentin semakin memudahkan invasi bakteri ke dalam tubulus dentin.
Pemeriksaan SEM pada gigi manusia dengan pulpa nekrotik oleh Sen dkk,
menunujukan bahwa kedalaman penetrasi bakteri ke dalam tubulus mencapai 150 μm
di 2/3 apikal akar.1

2.1.2 Penyingkiran Smear Layer Saluran Akar


Penyingkiran smear layer masih kontroversial sampai saat ini, tetapi banyak
peneliti yang mendukung penyingkiran smear layer sebelum dilakukan obturasi.
Komponen organik yang ada dalam smear layer dapat menjadi substrat bagi
pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat ditemukan jauh di dalam tubulus dentin dan
smear layer dapat menghalangi efektivitas irigasi saluran akar dan bahan desinfeksi.
Jika smear layer tidak dihilangkan, lapisan ini perlahan akan hancur dengan bahan
obturasi atau mungkin hilang karena asam dan enzim yang dihasilkan bakteri yang
tersisa di tubulus dentin yang dapat menyebabkan kebocoran apikal. Smear layer juga
dapat mencegah kontak antara sealer dengan dinding saluran akar yang menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


9

terjadinya kebocoran. Penyingkiran smear layer diketahui meningkatkan adhesi


sealer ke dentin dan memungkinkan penetrasi semua sealer pada berbagai
kedalaman.3,5
Penyingkiran smear layer dalam saluran akar dilakukan dengan cara irigasi.
Efektifitas irigasi dalam menghilangkan smear layer tergantung pada lebar saluran,
jenis dan jumlah larutan serta teknik irigasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
instrumen manual lebih sedikit menghasilkan smear layer dibandingkan dengan
instrumen rotasi. Kecepatan rotasi yang lebih tinggi memengaruhi kepadatan smear
layer permukaan dentin dan tubulus dentin. Para peneliti melaporkan bahwa
persiapan saluran akar dengan teknik irigasi sonik ataupun ultrasonik adalah yang
paling efisien dalam pembersihan saluran akar karna menghasilkan sedikit smear
layer. Stagnasi smear layer secara signifikan diamati setelah irigasi dengan jarum dan
spuit standar, sementara lebih efisien menggunakan jarum tumpul. Jarum tumpul
untuk irigasi memungkinkan terlepasnya lapisan noda pada dinding saluran akar di
bawah tekanan sehingga debridemen saluran menjadi lebih efisien. Larutan irigasi
memiliki sifat fisik dan kimiawi dalam meningkatkan permeabilitas dentin radikuler.
Dengan kata lain, instrumentasi mekanis dan sifat kimia bahan irigasi bekerja sinergis
dalam pembersihan saluran akar.1

2.2 Biofilm Bakteri pada Infeksi Saluran Akar


Biofilm merupakan komunitas mikrokoloni mikroorganisme dalam larutan air
yang dikelilingi matriks buatan sendiri berupa glikokaliks yang juga menempelkan
sel bakteri ke substrat padat. Biofilm merupakan metode bertahan hidup dasar yang
dilakukan bakteri pada saat kekurangan nutrisi. Oleh karena itu, biofilm endodontik
bertanggung jawab dalam kegagalan perawatan saluran akar. Biofilm membantu
bakteri bertahan hidup dengan melindungi dari lingkungan yang kurang
menguntungkan, menjebak unsur hara untuk pertumbuhan mikroba penyusunnya,
memberikan lingkungan yang aman untuk pertukaran materi genetik antara koloni
bakteri penyusun, dan ketahanan terhadap agen antimikroba. Biofilm memiliki
kemampuan yang membuatnya resisten terhadap perawatan yaitu autopoiesis,

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


10

homeostatis, sinergi, dan komunitas. Autopoiesis adalah kemampuan mengatur


dirinya sendiri, homeostatis yaitu kemampuan untuk menahan gangguan lingkungan,
sinergi yaitu lebih efektif ketika berhubungan dengan sesama mikroorganisme
dibandingkan dalam isolasi, dan komunitas yaitu respon terhadap tantangan
lingkungan sebagai satu kesatuan.6
Dalam pembentukan biofilm, terdapat tiga komponen penting yang terlibat yaitu
sel bakteri, media fluida, dan permukaan padat. Ada tiga tahapan pembentukan
biofilm yaitu pembentukan conditioning layer, perlekatan sel bakteri planktonik,
dan pertumbuhan bakteri serta ekspansi biofilmnya. Pada tahapan pertama, terjadi
adsorpsi molekul organik dan anorganik ke permukaan padat yang menciptakan
conditioning layer. Selanjutnya pada tahapan kedua, ada tiga fase yaitu fase
pengangkutan mikroba ke permukaan substrat, fase perlekatan mikroba-substrat non
spesifik awal, dan fase adheren mikroba-substrat spesifik. Pada fase pengangkutan
mikroba ke permukaan substrat, bakteri menempel pada substrat dengan struktur
permukaan bakteri seperti fimbria, pili, flagella, dan glikokaliks. Jembatan terbentuk
antara bakteri dengan conditioning layer oleh struktur bakteri ini. Pada fase dua,
interaksi spesifik molekuler antara struktur permukaan bakteri dengan substrat
menjadi aktif. Jembatan-jembatan ini merupakan kombinasi dari tarikan elektrostatis,
ikatan kovalen dan hidrogen, dan interaksi hidrofobik bakteri. Pada fase terakhir,
dengan bantuan adhesin polisakarida atau pembentukan ligan yang mengikat reseptor
pada substrat, terjadi adhesi bakteri spesifik dengan substrat. Selanjutnya tahapan
ketiga, terjadi ekspansi biofilm. Mikrokoloni yang dibentuk oleh lapisan tunggal
mikroba akan menarik koloni sekunder dan menghasilkan struktur akhir biofilm.
Komunitas mikroorganisme yang aktif secara metabolik ini adalah biofilm matang
yang menjalankan tugasnya masing-masing.33

2.3 Tindakan Irigasi dalam Perawatan Saluran Akar


Persiapan saluran akar meliputi persiapan mekanis dan kimiawi yang dilakukan
secara simultan. Saluran akar diirigasi secara terus-menerus selama persiapan
mekanis. Tujuan irigasi dalam endodontik meliputi tujuan mekanis, biologis, dan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


11

kimiawi. Tujuan mekanis dan kimiawi adalah membersihkan debris, melumasi


saluran akar, dan melarutkan jaringan organik dan anorganik, serta mencegah
pembentukan smear layer selama instrumentasi. Tujuan biologis irigasi yaitu
berkaitan dengan efek antimikrobanya. Pada prinsipnya, larutan irigasi harus
memiliki khasiat tinggi terhadap mikroorganisme anaerobik dan fakultatif,
menonaktifkan endotoksin, tidak beracun bila bersentuhan dengan jaringan vital, serta
tidak menyebabkan reaksi anafilaksis.4 Syarat ideal bahan irigasi yaitu memiliki
aktivitas antimikroba yang kuat dan tahan lama, mampu melarutkan jaringan organik
dan anorganik, tidak bersifat sitotoksik, tidak melemahkan dentin, tidak berbau,
melubrikasi saluran akar, memiliki tegangan permukaan yang rendah, tidak memiliki
efek buruk pada kemampuan penyegelan bahan pengisi, relatif murah, tidak menodai
struktur gigi, dan tidak mengganggu perbaikan jaringan periapikal.3,7,13

2.4 Jenis-jenis Bahan Irigasi Saluran Akar


2.4.1 Sodium Hipoklorit
NaOCl merupakan agen pereduksi, berwarna jernih, dan mengandung 5% klorin
di dalamnya. NaOCl merupakan bahan irigasi yang paling sering digunakan karena
memiliki sifat antibakteri dan mampu melarutkan jaringan pulpa nekrotik dan vital,
komponen organik smear layer serta biofilm dengan cepat. Ionisasi NaOCl
menghasilkan asam hipoklorit dan ion hipoklorit yang bertanggung jawab sebagai
antimikroba NaOCl.22,23 Ion hipoklorit terdapat dalam larutan alkali (ph>7.6)
bertanggung jawab atas aksi pelarutan jaringan yang lebih kuat. Sebaliknya, asam
hipoklorit berlaku dalam larutan asam (ph<7.6) dan memiliki efek bakterisidal yang
lebih kuat, karena molekul tidak bermuatan yang lebih kecil yang menembus
membran bakteri, memecah peptida panjang dan mengklorinasi kelompok terminal
protein.7 NaOCl juga berperan sebagai lubrikan dengan cara terjadinya reaksi
saponifikasi, yaitu degradasi lemak menjadi gliserol (alkohol) dan sabun (garam asam
lemak). Pembentukan sabun ini selain mengurangi gaya gesek dari instrumen karena
membuat permukaan dentin menjadi licin, juga mengurangi tegangan permukaan dari
larutan.8

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


12

Kemampuan antimikroba NaOCl bergantung pada konsentrasinya, semakin tinggi


konsentrasinya maka semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk menghambat
bakteri. Namun, semakin tinggi konsentrasinya, semakin tinggi sitoktoksisitasnya.
Larutan NaOCl 0,5% membutuhkan 30 menit untuk membunuh semua
mikroorganisme, sedangkan larutan NaOCl 5,25% membutuhkan 15 detik-1 menit
saja.22,23
Selain tidak bisa melarutkan komponen anorganik smear layer, kekurangan
NaOCl yaitu larutan NaOCl tidak boleh digunakan sebagai final irrigants apabila
menggunakan sealer berbahan resin karena dapat mengurangi ikatan antara sealer
dengan dentin saluran akar sehingga harus dikombinasikan dengan bahan irigasi
lainnya. Namun, penggunaan NaOCl sebagai bilasan terakhir setelah EDTA atau
asam sitrat harus dihindari karena dengan cepat menghasilkan erosi pada dentin
dinding kanal. Ekstrusi larutan NaOCl ke jaringan apikal dapat menyebabkan
toksisitas. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan jarum suntik side-vented
karena dapat meminimalkan tekanan irigasi apikal.9.22.23

2.4.2 EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid)


EDTA pertama kali diperkenalkan oleh Nygard-Ostby pada tahun 1957. EDTA
merupakan chelating agent yang mampu membersihkan dan melebarkan saluran akar.
Konsentrasi EDTA yang biasa digunakan adalah 15%-17%. EDTA mampu
menghilangkan komponen anorganik smear layer dan biokompatibel, tetapi tidak
memiliki efek antibakteri. EDTA memiliki ph netral atau agak basa (ph=7-8) dan
penerapan selama 1-5 menit dapat mendemineralisasi dentin hingga kedalaman 20-30
µm. EDTA melengkapi aksi NaOCl yang tidak dapat melarutkan komponen
anorganik dengan membentuk larutan kalsium-kelat dengan ion kalsium dentin
sehingga dentin menjadi lebih rapuh dan lebih mudah untuk instrumentasi.9,22 Namun
kombinasi EDTA dan NaOCl dapat menyebabkan NaOCl kehilangan kemampuannya
untuk melarutkan jaringan akibat kehilangan klorin.4 Ketika terjadi kalsifikasi saluran
akar, EDTA dapat diberikan terlebih dahulu selama 1 menit sebelum dilakukan
instrumentasi.23 Penggunaan EDTA yang berkepanjangan dapat melemahkan dentin

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


13

akar yang meningkatkan risiko terjadinya perforasi selama instrumentasi saluran


akar.9
Goldmanet et.al (1982) menguji penggunaan bahan irigasi tunggal dan kombinasi
untuk membersihkan saluran akar secara menyeluruh dan melaporkan kombinasi
paling efektif adalah 10 ml EDTA 17% dengan bilasan akhir 10 ml NaOCl 5,25%.
Kemampuan EDTA dalam menghilangkan smear layer dipengaruhi oleh konsentrasi
dan waktu aplikasinya. Larutan EDTA 15% dan 17% memiliki kemampuan yang
sama dalam melarutkan smear layer. Komsentrasi 15% sebagai final irrigants
menghasilkan permukaan dentin tampak halus tapi tidak terjadi erosi, sedangkan pada
konsentrasi 17% smear layer hilang total tetapi terjadi erosi yang cukup parah pada
tubulus dentin. Penyingkiran smear layer pada sepertiga apikal lebih sulit
dibandingkan sepertiga koronal dan tengah karena kurangnya penetrasi EDTA pada
sepertiga apikal. Pemeriksaan SEM menunjukan dibutuhkan waktu lebih dari 1 menit
untuk menghilangkan smear layer pada sepertiga apikal dan terbukanya orifisi
tubulus dentin. Aplikasi EDTA 17% selama 3 menit menghasilkan sebagian besar
tubulus dentin tampak bersih dan terbuka, sedangkan pada waktu irigasi 30 detik dan
1 menit tampak smear layer masih menutupi sebagian besar permukaan dentin.11

2.4.3 MTAD (Mixture of Tetracycline an Acid and a Detergent)


MTAD merupakan larutan irigasi yang diperkenalkan oleh Torabinejad dan
Johnson (2003) terdiri dari campuran 3% doksisiklin (tetrasiklin), 4,25% asam sitrat,
dan 0,5 deterjen polisorbat 80. MTAD digunakan dengan cara mencampur bubuk dan
cairan. Larutan ini efektif dalam menghilangkan smear layer karena memiliki pH
rendah (2,15). Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dan memiliki ph rendah sehingga
dapat berperan sebagai pengkelat kalsium dan menyebabkan demineralisasi enamel
serta permukaan akar. Asam sitrat berfungsi untuk menghilangkan smear layer
sehingga tetrasiklin dapat masuk ke tubulus dentin dan memberikan efek antibakteri.
Pencampuran asam sitrat dan tetrasiklin sebanyak 5 ml selama 1-5 menit dilaporkan
efektif dalam menghilangkan smear layer. Kemudian larutan ini dicampur lagi

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


14

dengan deterjen yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan


kemampuan penetrasi larutan irigasi.
Larutan ini telah direkomendasikan sebagai bilasan akhir dalam tindakan
kemomekanis. Torabinejad (2003) merekomendasikan irigasi awal selama 20 menit
dengan 1,3% NaOCl dan bilasan akhir menggunakan MTAD selama 5 menit.
Penggunaan MTAD selama 1-20 menit dilaporkan tidak membuat erosi dentin pada
saluran akar. Namun, penggunaannya dengan NaOCl tidak secara signifikan
membuka tubulus dentin. Aplikasi MTAD 5 ml selama 5 menit dilaporkan lebih
efektif menyingkirkan smear layer dibandingkan EDTA.21 Kekhawatiran penggunaan
MTAD berkaitan dengan kemungkinan resistensi terhadap antibiotik dan pewarnaan
jaringan keras gigi. Selain itu, MTAD tampaknya mempengaruhi sifat fisik dentin dan
menyebabkan penurunan kekuatan ikatan saat menggunakan sealer bebahan kalsium
hidroksida karena pembentukan endapan. 4,9

2.4.4 Klorheksidin
Klorheksidin adalah bisbiguanida kationik yang biasa digunakan sebagai larutan
irigasi dan medikamen intrakanal. Konsentrasi yang biasa digunakan untuk saluran
akar yaitu 0,12%-2%. Klorheksidin memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas,
toksisitas rendah, dan larut dalam air. Aktivitas antimikroba klorheksidin berkaitan
dengan kemampuannya untuk menembus dinding sel mikroba dan menyebabkan
koagulasi komponen sitoplasma.4 Klorheksidin juga mampu mencegah kolonisasi
bakteri pada dinding saluran akar untuk waktu yang lama. Namun klorheksidin tidak
memiliki kemampuan untuk melarutkan jaringan nekrotik dan kurang efektif terhadap
bakteri gram negatif. Klorheksidin 2% dapat membunuh B.subtilis dalam waktu 10
menit, dan membunuh mikroorganisme lain dalam waktu 15 menit sampai 2 jam.23
Ia juga tidak mampu menghilangkan smear layer sehingga penggunaannya harus
digabung dengan larutan irigasi lain. NaOCl dan klorheksidin tidak boleh digabung
22,23
karena dapat menyebabkan reaksi pengendapan. Ketika NaOCl dan klorheksidin
dicampur, endapan oranye-coklat terbentuk karena klorinasi nitrogen guanidin oleh
NaOCl. Terlepas dari keyakinan sebelumnya bahwa endapan ini mengandung

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


15

parachloroaniline sebagai produk sampingan, penelitian terbaru telah memberikan


bukti bahwa ini mungkin tidak terjadi. Namun, hal ini tidak menghalangi adanya
produk sampingan toksik lainnya, meskipun endapan tampaknya tidak memiliki
potensi mutagenik.7 Klorheksidin tidak menyebabkan erosi pada dentin seperti yang
dilakukan NaOCl sebagai irigan akhir setelah EDTA sehingga klorheksidin 2%
mungkin merupakan pilihan yang baik untuk memaksimalkan efek antibakteri pada
akhir tindakan kemomekanis.9
2.5 Teknik Irigasi Saluran Akar
2.5.1 Teknik Irigasi Manual
Teknik irigasi manual meliputi teknik irigasi dengan syringe dan jarum, brushes,
dan manual agitation dynamic. Teknik irigasi dengan syringe dan jarum
memungkinkan penempatan yang tepat, pengisian kembali cairan, membilas partikel
debris yang lebih besar, serta memungkinkan kontak langsung dengan
mikroorganisme di area dekat dengan ujung jarum. Keuntungan dari teknik ini adalah
kontrol panjang, tetapi menimbulkan aksi pembilasan mekanis yang lemah.
Rekomendasi jarum suntik yang digunakan yaitu gauge ukuran 27-30, kedalaman
insersi yaitu 1-1,5 mm dari panjang kerjaatau berada di sepertiga apikal akar, dengan
desain jarum side-vented berujung tumpul. Penempatan dekat dengan panjang kerja
diperlukan untuk menjamin pertukaran cairan di bagian apikal kanal, tetapi kontrol
tertutup diperlukan untuk menghindari ekstrusi sehingga pemilihan jarum irigasi yang
tepat penting. Pemakaian jarum ukuran besar memungkinkan pertukaran cairan lebih
cepat dan lebih besar, tetapi pembersihan di daerah yang sempit tidak dapat
dilakukan. 22,26

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


16

Gambar 3. Jenis jarum irigasi. A-C (open-ended


needle) : (a) Flat, (b) Bevel, (c) Notched. D-F (closed-
ended needle) : (d) Side vented, (e) Double side vented,
(f) Multivented. 26

Kemudian, teknik irigasi menggunakan brush. Teknik ini sebenarnya tidak secara
langsung digunakan untuk mengirim larutan irigasi ke dalam saluran akar. Alat ini
adalah tambahan yang dirancang untuk debridemen dinding saluran akar atau agitasi
irigasi.22,26
Teknik irigasi manual selanjutnya yaitu manual dynamic agitation dengan gutta
percha. Pada teknik ini, larutan irigasi ditempatkan pada saluran akar kemudian
mastercone gutta perca lancip digerakan ke atas dan ke bawah dalam waktu singkat
hingga 2-3mm. Frekuensi gerakan adalah 100 langkah per 30 detik. Hal ini
menghasilkan efek hidrodinamik yang meningkatkan pertukaran dan pergantian
larutan irigasi. 22,26

2.5.2 Teknik Irigasi Menggunakan Mesin


Teknik irigasi menggunakan mesin meliputi teknik irigasi rotary brushes, sonic
irrigation, ultrasonic irrigation, dan pressure alternation devices. Pada teknik rotary
brushes, microbrush dipasangkan pada rotary handpiece dimana selama fase
deridemen, microbrush berputar sekitar 300 rpm yang menyebabkan bulu sikat
berubah bentuk mengikuti bentuk preparasi. Hal ini membantu mengeluarkan debris
keluar dari saluran akar ke arah koronal. Pada teknik irigasi sonik, alat beroperasi

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


17

gelombang sonik pada frekuensi yang lebih rendah dari irigasi ultrasonik yaitu 1-6
kHz dan menghasilkan tegangan geser yang lebih kecil. Irigasi sonik juga
menghasilkan amplitudo yang lebih tinggi dan gerakan bolak-balik yang lebih besar.
Alat ini terdiri dari beroperasi hingga 10.000 siklus per menit. 22,26
Teknik irigasi selanjutnya yaitu pressure alternation devices yang meliputi sistem
irigasi RinsEndo dan Endovac. EndoVac memiliki tiga komponen yaitu
masterdelivery tip, makrokanula, dan mikrokanula. Selama irigasi, masterdelivery tip
akan mengalirkan larutan irigasi dan menyedot kelebihan irigasi supaya tidak terjadi
luapan. Kemudian kanula di saluran akar secara bersamaan memberikan tekanan
negatif yang menarik irigasi dari saluran akar menuju ke ujung kanula. Teknik ini
terbukti memungkinkan irigasi mencapai sepertiga apikal saluran akar. Sistem
RinsEndo terdiri dari handpiece, kanula dengan lubang keluar 7 mm, dan jarum
suntik yang membawa larutan irigasi. Handpiece ini didukung oleh kompresor udara
dan memiliki kecepatan irigasi 6,2 ml/menit. Selama fase hisap, larutan irigasi
disedot dari saluran akar dan otomatis diganti dengan larutan baru.22,26

2.6 Daun Lamtoro Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar


Tanaman lamtoro berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, yang kemudian
menyebar luas dan beradaptasi dengan daerah tropis di Indonesia. Pohon lamtoro
biasa ditemui di dataran rendah. Lamtoro atau biasa dikenal sebagai petai cina
memiliki nama ilmiah Leucaena leucocephala. Lamtoro disebut petai karena buahnya
yang mirip buah petai (Parkia speciose), tetapi ukuran jauh lebih kecil dan
penampangnya lebih tipis. 24
Menurut taksonominya tanaman lamtoro diklasifikasikan sebagai berikut: 24
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


18

Spesies : Leucaena leucocephala (Lam) de Wit


Lamtoro masuk kedalam jenis polong-polongan. Lamtoro biasanya digunakan
sebagai tanaman sela untuk mengendalikan erosi dan meningkatkan kesuburan tanah
di hutan. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar yang mampu mengikat
nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik. Pohon lamtoro
dapat tumbuh hingga 20 meter tetapi kebanyakan sekitar 2-10 meter. Percabangannya
rendah dan rantingnya berbentuk bulat torak. Daunnya majemuk dan berbentuk
menyirip rangkap, siripnya berjumlah 3-10 pasang, dimana setiap siripnya memiliki
anak daun sebanyak 5-20 pasang yang berhadapan.24

Gambar 4. Daun Lamtoro (Leucaena


leucocephala (Lam) de Wit) 24

Lamtoro dikenal memiliki banyak manfaat sebagai tanaman obat terutama bagian
daun dan buahnya. Pada awalnya, daunnya sering dijadikan pakan ternak karena
memiliki gizi dan protein tinggi yang baik dan juga digunakan sebagai pupuk hijau
dalam pertanian organik karena mengandung banyak nitrogen didalamnya. Seiring
banyaknya penelitian yang ada, daun lamtoro diketahui dapat digunakan sebagai
antibakteri, meredakan bengkak, meredakan diare, obat antidiabetik, antijamur, dan
mampu menyehatkan kulit.24
Hasil skrining fitokimia ekstrak daun lamtoro mengandung flavonoid, saponin,
tanin, alkaloid dan steroid.25 Mekanisme antibakteri yang dimiliki oleh alkaloid
adalah dengan cara menghambat sintesis asam nukleat karena kemampuannya dalam

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


19

berinterkalasi dengan DNA. Alkaloid juga berfungsi mengganggu komponen


penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dinding tidak terbentuk utuh dan
bakteri segera mati. Flavonoid bekerja dengan membentuk senyawa kompleks
terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri dan
mengandung fenol yang bersifat koagulator protein. Flavonoid lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif karena
flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang
juga bersifat polar dibanding lapisan lipid yang bersifat nonpolar. Tanin menghambat
bakteri dengan memprepitasi protein melalui membran sel bakteri, menginaktivasi
enzim dan fungsi materi genetik sehingga sel bakteri tidak terbentuk. Tanin dapat
mengerutkan dinding atau membran sel bakteri sehingga sel bakteri tidak dapat
bertahan hidup.15,24,30 Steroid bersifat antibakteri berhubungan dengan membrane
lipid dan sensitivitas terhadap komponen steroid yang menyebabkan kebocoran pada
liposon bakteri.31 Steroid dan alkaloid bersifat non polar hingga semi polar sehingga
susah larut dalam pelarut polar seperti air.29
Saponin memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan ujung ion yang bersifat
polar dan non polar. Gugus hidrofilik bersifat polar yang menyebabkan mudah
berikatan dengan air, sedangkan hidrofobik bersifat non polar yang menyebabkan
mudah bersenyawa dengan minyak. Gugus polar menyebabkan molekul-molekul
surfaktan mudah diabsorbsi air sehingga tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah. Hal ini membuat permukaan saluran akar mudah dibasahi dan debris menjadi
mudah terlepas dari dinding saluran akar. Gugus non polar akan memecah molekul
debris menjadi partikel yang lebih kecil sehingga mudah membentuk emulsi dan
mudah dipisahkan dari dinding saluran akar.16 Saponin juga dapat menghambat
bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma pada bakteri yang menyebabkan
bocornya metabolit yang menonaktifkan sistem enzim bakteri. Membran sitoplasma
yang rusak akan mencegah masuknya nutrisi yang diperlukan bakteri untuk
menghasilkan energi sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya bahkan
menyebabkan kematian bakteri. 17

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


20

2.7 SEM (Scanning Electron Microscope)


Pertama kali SEM dikembangkan oleh Ernst Ruska dan Max Knoll tahun 1931
dengan resolusi 100 nm, kemudian dengan penambahan lensa elektromagnetik
resolusinya menjadi 0,05 nm. SEM memberikan hasil yang lebih detail dengan
gambar skala abu-abu. SEM efektif digunakan untuk menganalisa bahan organik dan
27
anorganik pada skala nanometer ke mikrometer(µm). SEM memiliki kemampuan
pembesaran yang lebih tinggi dibanding mikroskop cahaya dan memiliki kekuatan
penyelesaian yang lebih besar sehingga memungkinkannya untuk melihat objek yang
lebih jauh pada tingkat sub seluler, molekuler, dan atom karena memiliki pembesaran
mencapai 300.000-1.000.000x.28
Prinsip kerja SEM bergantung pada emisi elektron. Sumber elektron akan
membentuk berkas elektron dan dipercepat menuju spesimen menggunakan potensial
listrik positif. Berkas elektron dibatasi dan difokuskan dengan celah logam dan lensa
magnetis menjadi berkas monokromatik yang tipis dan terfokus. Elektron dalam
berkas ini berinteraksi dengan atom spesimen menghasilkan sinyal yang berisi
informasi mengenai topografi permukaan, komposisi, dan sifat listrik kemudian
diubah menjadi gambar.28
SEM dapat digunakan untuk melihat topografi, komposisi, morfologi, dan
kristalografi sebuah objek. Penggunaan SEM untuk melihar smear layer pertama kali
dilaporkan oleh Eick et.al (1970) yang menunjukan smear layer terdiri dari partikel
dentin dengan ukuran kurang dari 0,5-15 µm.5 Keuntungan menggunakan SEM yaitu
dapat memberikan pencitraan 3D dan topografi yang detail, instrumen bekerja
dengan cepat, memungkinkan membuat data dalam digital, dan persiapan sampel
SEM membutuhkan tindakan persiapan yang minimal. Namun SEM juga memiliki
kekurangan seperti harganya mahal, membutuhkan pelatihan khusus untuk
mengoperasikannya, dan ada resiko kecil terpapar radiasi. 28

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


21

2.8 Kerangka Teori

Perawatan Saluran Akar

Shaping Cleaning Obturasi

Smear Layer
Bahan Irigasi Teknik Irigasi

Teknik Irigasi
Manual
Syarat Jenis
Teknik Irigasi
Dengan Mesin

 Mampu melarutkan
jaringan organik &
anorganik NaOCl EDTA MTAD Klorheksidin
 Antimikroba
 Relatif murah Kelebihan: Kelebihan: Kelebihan: Kelebihan:
 Tegangan - Antibakteri - Mampu - Antibakteri - Antimikroba
permukaan rendah - Melarutkan melarutkan - Mampu (kecuali bakteri
 Tidak toksik jaringan pulpa komponen menghilangkan gram negatif)
 Tidak menodai gigi nekrotik dan anorganik smear layer
dan tidak vital smear layer
melemahkan dentin
Kekurangan: Kekurangan: Kekurangan: Kekurangan:
- Tidak mampu - Dapat - Resistensi - Tidak mampu
melarutkan menyebabkan antibiotik melarutkan
komponen perforasi saluran - Dapat menodai jaringan
anorganik akar struktur gigi - Menyebabkan
smear layer pengendapan

Ekstrak daun
lamtoro

Kebersihan smear layer


?
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
22

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Penelitian ini dilakukan dengan menguji potensi ekstrak daun lamtoro (Leucaena
leucocephala) sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar terhadap smear layer
dibandingkan dengan EDTA 17%.

- Larutan irigasi ekstrak etanol daun


lamtoro (Leucaena leucocephala) 10% Menyingkirkan smear
layer pada saluran akar
- Larutan irigasi ekstrak etanol daun gigi
lamtoro (Leucaena leucocephala) 20%

- Larutan irigasi EDTA 17%

3.2 Hipotesa Penelitian

Dari uraian di atas dapat ditegakkan suatu hipotesa bahwa:


1. Ada potensi ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 10%
dan 20% dalam mengangkat smear layer pada dinding saluran akar.
2. Ada perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro
(Leucaena leucocephala) 10% dan 20% dibandingkan dengan EDTA 17%
terhadap smear layer saluran akar gigi.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


23

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian : Eksperimental laboratorium
Rancangan penelitian : Posttest only control group design

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU
2. Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat “ASPETRI”
Medan
3. Laboratorium Penelitian Herbarium Medanense FMIPA USU
4. Laboratorium Terpadu USU

4.2.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian berlangsung selama 6 bulan (Januari 2021- Juni 2021)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian
Gigi-gigi premolar bawah yang telah dicabut untuk keperluan ortodonti.

4.3.2 Sampe Penelitian


Gigi premolar bawah yang telah dicabut untuk keperluan ortodonti dengan
kriteria sampel sebagai berikut:
1. Memiliki saluran akar yang normal
2. Mahkota normal serta tidak ada karies
3. Akar normal dan relatif lurus
4. Akar dan foramen apikal telah terbentuk sempurna

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


24

5. Memiliki panjang gigi yang hampir sama untuk kelompok penelitian (20-25
mm)
6. Tidak ada kalsifikasi saluran akar

4.3.3 Besar Sampel


Perhitungan besar sampel menggunakan rumus Frederer (1955) sebagai berikut:

(t-1)(r-1) ≥15

Keterangan:
t = jumlah kelompok perlakuan dalam penelitian
r = jumlah replikasi (perlakuan ulang)

Pada penelitian ini digunakan 4 perlakuan yaitu ekstrak etanol daun lamtoro
(Leucaena leucocephala) 10%, 20%, larutan EDTA 17%, serta suspensi Na CMC
0,5% sebagai kontrol negatif. Maka jumlah pengulangan sampel pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
(t-1)(r-1) ≥ 15
(4-1)(r-1) ≥15
(3r-3) ≥15
3r ≥18
r ≥6
Maka jumlah sampel yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 6 buah gigi.
Dalam penelitian ini digunakan 24 buah gigi yang dibagi dalam 4 kelompok
perlakuan, masing-masing 6 sampel dengan perincian sebagai berikut:
1. Kelompok I : 6 sampel gigi di irigasi dengan ekstrak etanol daun
lamtoro (Leucaena leucocephala) 10%
2. Kelompok II : 6 sampel gigi di irigasi dengan ekstrak etanol daun
lamtoro (Leucaena leucocephala) 20%
3. Kelompok III : 6 sampel gigi di irigasi dengan larutan EDTA 17%
4. Kelompok IV : 6 sampel gigi di irigasi dengan suspensi Na CMC
0,5% sebagai kontrol negatif.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


25

4.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas:

 Larutan irigasi ekstrak etanol daun


Variabel tergantung
lamtoro (Leucaena leucocephala)
10% Smear layer saluran
 Larutan irigasi ekstrak etanol daun akar gigi
lamtoro (Leucaena leucocephala)
20%
 Larutan irigasi EDTA 17%

Variabel terkendali Variabel tidak


terkendali:
a. Asal daun lamtoro (Kampung Kolam,Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang) a. Geografis tempat
b. Berat daun ( 2 kg) tumbuh daun
c. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan daun lamtoro (iklim,curah
lamtoro setelah di petik dari pohon sampai pada hujan, dan
pembuatan ekstrak daun lamtoro lingkungan sekitar
d. Suhu lemari pengeringan (± 400 C) tanaman)
e. Volume etanol (3 L) b. Umur daun lamtoro
f. Nomor kertas penyaring (Whatmann no. 42) c. Perlakuan terhadap
g. Suhu penguapan rotapavor (400 C) daun lamtoro
h. Gigi premolar bawah dengan saluran akar tunggal selama tumbuh
sesuai kriteria inklusi sampel d. Bentuk orifisi
i. Teknik crown-down presureless untuk preparasi e. Ukuran foramen
saluran akar dengan ProTaper Universal Ni-Ti apikal dan apikal
Rotary Instrument konstriksi
j. Teknik irigasi saluran akar adalah positive
pressure (menggunakan spuit dan jarum)
k. Desain ujung jarum, yaitu two side-vented
l. Ukuran jarum 30 G
m. Tekanan jarum irigasi
n. Jarak penetrasi jarum irigasi adalah 1 mm dari
panjang kerja
o. Jumlah bahan irigasi di awal, akhir, dan setiap
pergantian file 3 ml selama 60 detik

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


26

4.4.1 Variabel Bebas


a. Larutan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 10%
b. Larutan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 20%
c. Larutan irigasi EDTA 17%

4.4.2 Variabel Terikat


 Smear layer saluran akar gigi

4.4.3 Variabel Terkendali


a. Asal daun lamtoro (Kampung Kolam,Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang)
b. Berat daun (2 kg)
c. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan daun lamtoro setelah di petik dari
pohon sampai pada pembuatan ekstrak daun lamtoro
d. Suhu lemari pengeringan (± 400 C)
e. Volume etanol (3 L)
f. Nomor kertas penyaring (Whatmann no. 42)
g. Suhu penguapan rotapavor (400 C)
h. Gigi premolar bawah dengan saluran akar tunggal sesuai kriteria inklusi
sampel
i. Teknik crown-down presureless untuk preparasi saluran akar dengan
ProTaper Universal Ni-Ti Rotary Instrument
j. Teknik irigasi saluran akar adalah positive pressure (menggunakan spuit dan
jarum)
k. Desain ujung jarum, yaitu two side-vented
l. Ukuran jarum 30 G
m. Tekanan jarum irigasi
n. Jarak penetrasi jarum irigasi adalah 1 mm dari panjang kerja
o. Jumlah bahan irigasi di awal, akhir, dan setiap pergantian file 3 ml selama
60 detik

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


27

4.4.4 Variabel Tidak Terkendali


a. Geografis tempat tumbuh daun lamtoro (iklim,curah hujan, dan lingkungan
sekitar tanaman)
b. Umur daun lamtoro
c. Perlakuan terhadap daun lamtoro selama tumbuh
d. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan daun lamtoro setelah dipetik dari
pohon sampai pada pembuatan ekstrak daun lamtoro
e. Bentuk orifisi
f. Ukuran foramen apikal dan apikal konstriksi

4.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

No. Variabel bebas Definisi Alat Ukur Satuan Skala Ukur


Operasional Ukur

1. Ekstrak etanol daun Ekstrak yang Timbangan Gram dan Nominal


lamtoro (Leucaena diperoleh dengan dan mililiter
leucocephala) metode maserasi. erlenmeyer
Daun lamtoro
dikeringkan,
dihaluskan, lalu
dilarutkan dalam
etanol 70%
kemudian diuapkan
dengan rotary
evaporator dengan
0
suhu 40 C hingga
didapatkan ekstrak
kental.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


28

2. Larutan irigasi Pembuatan larutan Timbangan Gram dan Nominal


ekstrak etanol daun irigasi dengan dan gelas mililiter
lamtoro (Leucaena melarutkan 10 gr ukur
leucocephala) 10% ekstrak etanol daun
lamtoro, Na CMC
0,5%, dan aquades
hingga 100 ml

3. Larutan irigasi Pembuatan larutan Timbangan Gram dan Nominal


ekstrak etanol daun irigasi dengan dan gelas mililiter
lamtoro (Leucaena melarutkan 20 gr ukur
leucocephala) 20% ekstrak etanol daun
lamtoro, Na CMC
0,5%, dan aquades
hingga 100 ml

4. Suspensi Na CMC Pembuatan Timbangan Gram dan Nominal


0,5% formulasi suspensi dan gelas mililiter
dengan melarutkan ukur
Na CMC 0,5%
dengan aquades
hingga 100 ml

5. Larutan irigasi EDTA Bahan irigasi Spuit Mililiter Nominal


17% komersil yang
mengandung EDTA
17%

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


29

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Satuan Ukur Skala


. Tergantung Operasional Ukur

1. Smear layer Adanya smear sistem Scanning skor 1= tidak Ordinal


layer pada indeks skor Electron ada smear
pada
sepertiga apikal menurut Microscope layer pada
sepertiga
saluran akar gigi Torabinejad (SEM) permukaan
apikal
setelah di 2003 saluran akar;
saluran akar
preparasi dan seluruh tubulus
gigi irigasi saluran bersih dan
akar terbuka, skor 2
= moderate
smear layer.
Tidak ada
smear layer
yang terlihat
pada
permukaan
saluran akar,
tetapi tubulus
dentin terdapat
smear layer,
skor 3 = heavy
smear layer.
Smear layer
melapisi
permukaan
saluran akar
dan tubulus
dentin.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


30

4.6 Alat dan Bahan Penelitian


4.6.1 Alat Penelitian
1. Timbangan
2. Blender
3. Gelas ukur
4. Botol coklat (4 buah)
5. Pot 40 gram (1 buah)
6. Kertas saring (Whatmann no.42)
7. Kapas
8. Set infuse
9. Rotary evaporator
10. Separating disk
11. Micromotor
12. Handpiece straight
13. K-file #10 dan #15
14. Penggaris endo
15. ProTaper NiTi Rotary Instrument
16. Endomotor
17. Spuit 3 ml
18. Jarum irigasi two side-vented 30G
19. Bais
20. Penggaris logam, jangka dan spidol
21. Chisel
22. Scanning Electron Microscope
23. Absorbent Paper Points
24. Masker dan handscoon

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


31

A B C D

Gambar 5 (A)Timbangan digital, (B)Endoruler, (C)Protaper Nity Rotary


Instrument, (D) K-file

E F G H
A
A A E
A
A A A

Gambar 6 (E) Micromotor, (F) Separating disk, (G)Chisel, (H)Spuit dan jarum 30G
A
A
A

I J
E
E
A
A
A
A

Gambar 7 (I)Bais, (J)Endomotor


A
A

4.6.2 Bahan Penelitian


1. Gigi premolar mandibular
2. Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 2 kg (Kampung Kolam, Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)
3. Etanol 70% (3 L)
4. Aquades steril (1 L)
5. Larutan EDTA 17

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


32

A B C D E

Gambar 8 (A) Daun lamtoro, (B) Etanol 70%, (C) Salin, (D) EDTA 17%, (E)
Aquades

4.7 Prosedur Penelitian


4.7.1 Ekstraksi Daun Lamtoro
Pembuatan ekstrak dilakukan berdasarkan Standart Operasional Prosedur (SOP)
Farmakope Herbal Indonesia tahun 2017 dengan menggunakan metode maserasi.
Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) sebanyak 2 kg dikumpulkan dengan
sampling secara purposif diambil dari Kampung Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang. Daun dipisahkan dari rantingnya lalu dibersihkan dengan
air mengalir kemudian ditiriskan kemudian dikeringkan di dalam lemari pengering
hingga mengering. Kemudian seluruh daun lamtoro kering dihaluskan sampai
menjadi bagian yang kecil dan didapatkan 600 gram simplisia daun lamtoro lalu
dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Tambahkan etanol 70% sebanyak 2 Liter lalu
aduk-aduk selama 6 jam pertama. Diamkan selama 18 jam sambil sesekali diaduk.
Saring hasil ekstraksi dan didapantkan maserat I. Ulangi proses ekstraksi dengan
menggunakan etanol 70% sebanyak 1 L sehingga diperoleh maserat II. Gabung kedua
maserat lalu uapkan maserat dengan alat rotary evaporator pada temperatur 400 C
sehingga diperoleh ekstrak kental.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


33

A B C
Gambar 9 (A)Pengumpulan daun lamtoro, (B)Pengeringan daun lamtoro, (C)
B

Simplisia daun lamtoro

D E F
Gambar 10 (D) Penghalusan simplisia daun lamtoro, (E)Pelarutan simplisia dalam
B B B

etanol 70%, (F) Penyaringan maserasi daun lamtoro

G H I
B B
B

Gambar 11 (G) Hasil maserasi ekstrak daun lamtoro, (H)Penguapan maserat ekstrak
daun lamtoro, (I) Ekstrak kental daun lamtoro

4.7.2 Pembuatan Formulasi Sediaan


 Larutan irigasi ekstrak daun lamtoro 10%
Timbang Na CMC 0,5% sebanyak 0,5 g. Masukan aquades sebanyak 30 ml ke
dalam mortar lalu taburkan serbuk Na CMC 0,5% secara perlahan di atas akuades.
Diamkan selama 15 menit sambil ditutup. Setelah itu, gerus sampai homogen lalu

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


34

keluarkan. Kemudian masukan 10 gram ekstrak kental daun lamtoro ke dalam


mortar lalu tambahkan sedikit demi sedikit Na CMC 0,5% hingga homogen. Lalu
tambahkan sisa aquades hingga mencapai 100 ml dan gerus sampai homogen.
Masukan ke dalam botol cokelat dan beri label.
 Larutan irigasi ekstrak daun lamtoro 20%
Timbang Na CMC 0,5% sebanyak 0,5 g. Masukan aquades sebanyak 30 ml ke
dalam mortar lalu taburkan serbuk Na CMC 0,5% secara perlahan di atas aquades.
Diamkan selama 15 menit sambil ditutup. Setelah itu, gerus sampai homogen lalu
keluarkan. Kemudian masukan 20 gram ekstrak kental daun lamtoro ke dalam mortar
lalu tambahkan sedikit demi sedikit Na CMC 0,5% hingga homogen. Lalu tambahkan
sisa aquades hingga mencapai 100 ml dan gerus sampai homogen. Masukan ke dalam
botol cokelat dan beri label.
 Suspensi Na CMC 0,5%
Timbang Na CMC 0,5% sebanyak 0,5 g. Masukan aquades sebanyak 30 ml ke
dalam mortar lalu taburkan serbuk Na CMC di atas aquades. Diamkan selama 15
menit sambil ditutup. Lalu tambahkan sisa aquades hingga mencapai 100 ml dan
gerus sampai homogen. Masukan ke dalam botol cokelat dan beri label.

A B C
Gambar 12 (A) Penimbangan Na CMC, (B) Penggerusan Na CMC, (C) Penimbangan
ekstrak daun lamtoro

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


35

Gambar 13 (D) Penggerusan ekstrak dengan Na CMC, (E)Penambahan aquades , (F)


Formulasi sediaan ekstrak dimasukan ke dalam botol cokelat

4.7.3 Persiapan Sampel


Sampel sebanyak 24 buah premolar mandibula yang dicabut untuk keperluan
perawatan ortodonti dan direndam dalam larutan salin sebelum diberi perlakuan.
Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing- masing sebanyak 6 sampel.

4.7.4 Perlakuan Sampel


Mahkota gigi dipotong sampai batas cementoenamel junction, lalu panjang kerja
seluruh sampel ditentukan dengan mengukur panjang gigi dan dikurangi 1 mm.
Kemudian, irigasi saluran akar menggunakan spuit 3 ml dengan jenis jarum two-side
vented berukuran 30G. Pengaplikasian teknik irigasi ini dengan jarum irigasi
dibengkokkan dan posisi jarum hendaknya longgar di dalam saluran akar dengan
tujuan agar terjadi refluks dari bahan irigasi dan debris akan terbawa ke koronal
saluran akar. Panjang penetrasi jarum yang direkomendasikan adalah 1 mm dari
panjang kerja. Pemberian bahan irigasi sesuai dengan kelompok perlakuan masing-
masing yaitu:
 Kelompok I:
Irigasi awal dengan suspensi ekstrak daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 10%
sebanyak 3ml selama 60 detik, kemudian lakukanlah preparasi saluran akar dengan
teknik crown-down pressureless menggunakan ProTaper Universal NiTi rotary
instrument Sx sampai dengan file F3. Crown down pressureless diawali dengan file
terbesar Sx/ Gates Gliden Drill untuk preparasi 1/3 koronal dan irigasi dengan
ekstrak 10%. Lalu tentukan panjang kerja dengan menggunakanK-file #15 yang dapat

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


36

dijadikan acuan utuk preparasi dengan file S1 dan S2. Preparasi dengan file S1
(purple ring, size 17, tapering 2%-11%) untuk membentuk sepertiga koronal dari
saluran akar, dengan menyikat kearah keluar yang bertujuan memotong dentin
bagian 2/3 koronal secara selektif dan memungkinkan mata pisau bergerak lebih ke
dalam saluran akar (brushing motion), kemudian irigasi kembali. Preparasi kembali
dengan menggunakan file S2 (white ring, size 20, tapering 2%-11%) yang berfungsi
untuk melebarkan 1/3 tengah saluran akar dengan gerakan brushing. Setiap
pergantian file selalu dilakukan konfirmasi apikal patensi dengan k-file #10 dan
diirigasi kembali. Preparasi dengan file F1 (yellow ring, size 20, tapering 7%) sampai
sepanjang kerja dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan F2 (red
ring, size 25, tapering 8%) dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan
F3 (blue ring, size 30, tapering 9%) dengan teknik up and down dan irigasi kembali
saluran akar. Irigasi final dengan larutan salin 0,9% dan lakukan pengeringan dengan
paper point.
 Kelompok II:
Irigasi awal dengan suspensi ekstrak daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 20%
sebanyak 3ml selama 60 detik, kemudian lakukanlah preparasi saluran akar dengan
teknik crown-down pressureless menggunakan ProTaper Universal NiTi rotary
instrument Sx sampai dengan file F3. Crown down pressureless diawali dengan file
terbesar Sx/ Gates Gliden Drill untuk preparasi 1/3 koronal dan irigasi dengan ekstrak
20%. Lalu tentukan panjang kerja dengan menggunakanK-file #15 yang dapat
dijadikan acuan utuk preparasi dengan file S1 dan S2. Preparasi dengan file S1
(purple ring, size 17, tapering 2%-11%) untuk membentuk sepertiga koronal dari
saluran akar, dengan menyikat kearah keluar yang bertujuan memotong dentin
bagian 2/3 koronal secara selektif dan memungkinkan mata pisau bergerak lebih ke
dalam saluran akar (brushing motion), kemudian irigasi kembali. Preparasi kembali
dengan menggunakan file S2 (white ring, size 20, tapering 2%-11%) yang berfungsi
untuk melebarkan 1/3 tengah saluran akar dengan gerakan brushing. Setiap
pergantian file selalu dilakukan konfirmasi apikal patensi dengan k-file #10 dan
diirigasi kembali. Preparasi dengan file F1 (yellow ring, size 20, tapering 7%) sampai

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


37

sepanjang kerja dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan F2 (red
ring, size 25, tapering 8%) dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan
F3 (blue ring, size 30, tapering 9%) dengan teknik up and down dan irigasi kembali
saluran akar. Irigasi final dengan larutan salin 0,9% dan lakukan pengeringan dengan
paper point.
 Kelompok III:
Irigasi awal dengan EDTA 17% sebanyak 3ml selama 60 detik, kemudian
lakukanlah preparasi saluran akar dengan teknik crown-down pressureless
menggunakan ProTaper Universal NiTi rotary instrument Sx sampai dengan file F3.
Crown down pressureless diawali dengan file terbesar Sx/ Gates Gliden Drill untuk
preparasi 1/3 koronal dan irigasi dengan EDTA 17%. Lalu tentukan panjang kerja
dengan menggunakanK-file #15 yang dapat dijadikan acuan utuk preparasi dengan
file S1 dan S2. Preparasi dengan file S1 (purple ring, size 17, tapering 2%-11%)
untuk membentuk sepertiga koronal dari saluran akar, dengan menyikat kearah
keluar yang bertujuan memotong dentin bagian 2/3 koronal secara selektif dan
memungkinkan mata pisau bergerak lebih ke dalam saluran akar (brushing motion),
kemudian irigasi kembali. Preparasi kembali dengan menggunakan file S2 (white
ring, size 20, tapering 2%-11%) yang berfungsi untuk melebarkan 1/3 tengah saluran
akar dengan gerakan brushing. Setiap pergantian file selalu dilakukan konfirmasi
apikal patensi dengan k-file #10 dan diirigasi kembali. Preparasi dengan file F1
(yellow ring, size 20, tapering 7%) sampai sepanjang kerja dengan teknik up and
down, irigasi dan preparasi dengan F2 (red ring, size 25, tapering 8%) dengan teknik
up and down, irigasi dan preparasi dengan F3 (blue ring, size 30, tapering 9%)
dengan teknik up and down dan irigasi kembali saluran akar. Irigasi final dengan
larutan salin 0,9% dan lakukan pengeringan dengan paper point.
 Kelompok IV:
Irigasi awal dengan suspensi Na CMC 0,5% sebanyak 3ml selama 60 detik,
kemudian lakukanlah preparasi saluran akar dengan teknik crown-down pressureless
menggunakan ProTaper Universal NiTi rotary instrument Sx sampai dengan file F3.
Crown down pressureless diawali dengan file terbesar Sx/ Gates Gliden Drill untuk

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


38

preparasi 1/3 koronal dan irigasi dengan suspensi Na CMC 0,5%. Lalu tentukan
panjang kerja dengan menggunakan K-file #15 yang dapat dijadikan acuan utuk
preparasi dengan file S1 dan S2. Preparasi dengan file S1 (purple ring, size 17,
tapering 2%-11%) untuk membentuk sepertiga koronal dari saluran akar, dengan
menyikat kearah keluar yang bertujuan memotong dentin bagian 2/3 koronal secara
selektif dan memungkinkan mata pisau bergerak lebih ke dalam saluran akar
(brushing motion), kemudian irigasi kembali. Preparasi kembali dengan
menggunakan file S2 (white ring, size 20, tapering 2%-11%) yang berfungsi untuk
melebarkan 1/3 tengah saluran akar dengan gerakan brushing. Setiap pergantian file
selalu dilakukan konfirmasi apikal patensi dengan k-file #10 dan diirigasi kembali.
Preparasi dengan file F1 (yellow ring, size 20, tapering 7%) sampai sepanjang kerja
dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan F2 (red ring, size 25,
tapering 8%) dengan teknik up and down, irigasi dan preparasi dengan F3 (blue ring,
size 30, tapering 9%) dengan teknik up and down dan irigasi kembali saluran akar.
Irigasi final dengan larutan salin 0,9% dan lakukan pengeringan dengan paper point.

Gambar 14. Mahkota gigi Gambar 15. Irigasi awal


dipotong sampai cementoenamel sesuai kelompok masing-
junction masing

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


39

Gambar 16. Preparasi Gambar 17. Negosiasi


menggunakan Protaper saluran akar dengan K-
Universal NiTi Rotary file #10
Instrument file Sx

Gambar 18. Pengukuran Gambar 19. Preparasi


panjang kerja dengan K-file menggunakan Protaper
#15 Universal NiTi Rotary
Instrument file S1

Gambar 20. Preparasi Gambar 21. Preparasi


menggunakan Protaper menggunakan Protaper
Universal NiTi Rotary Universal NiTi Rotary
Instrument file S2 Instrument file F1

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


40

Gambar 22. Preparasi Gambar 23. Preparasi


menggunakan Protaper menggunakan Protaper
Universal NiTi Rotary Universal NiTi Rotary
Instrument file F2 Instrument file F3

Gambar 24. Irigasi akhir Gambar 25. Keringkan


dengan salin dengan paper point

4.7.5 Pengujian SEM


Setelah diirigasi, saluran akar dikeringkan dengan paper point. Kemudian setiap
sampel akan diukur dari cementoenamel junction dari arah bukal/lingual sampai ke
ujung apeks dengan menggunakan jangka dan penggaris lalu diberi tanda dengan
menggunakan spidol hitam. Sampel yang diberi tanda akan bur dengan separating
disk dan dibelah dengan menggunakan chisel.
Sebelum dilakukan karakterisasi SEM yang pertama dilakukan adalah mengambil
salah satu bagian dari potongan sampel, lalu spesimen yang akan dilakukan pelapisan
direkatkan pada holder (stub) menggunakan lem khusus (araldyte) yang sudah diberi
serbuk aluminium dimana permukaan yang akan diamati menghadap ke atas.
Spesimen dibiarkan sampai kering lebih kurang 1 hari. Setelah itu dilakukan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


41

pelapisan pada permukaan spesimen yang akan diamati dengan alat Vacuum
Evaporator dan bahan pelapisnya adalah platina emas.

4.7.6 Pengamatan pada Sampel


Pada tahap ini dilakukan untuk menilai kebersihan dinding saluran akar setelah
diirigasi sesuai masing-masing kelompok. Untuk melakukan penilaian dilakukan
dengan cara hasil pemotretan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
Sampel dimasukkan ke dalam ruang vacuum, dilakukan pembesaran 30x dan 1000x.
Pembesaran 30x dilakukan untuk menentukan daerah 1/3 apikal. Untuk pembesaran
1000x, hasil foto akan dibagi menjadi 9 area pengamatan lalu dinilai dengan
menggunakan metode scoring melalui pengamatan double blind yang dilakukan
sebanyak 2x oleh orang yang berbeda. Skor yang diberikan pada 9 area tersebut
sesuai dengan Torabinejad (2003) yaitu skor 1= tidak ada smear layer pada
permukaan saluran akar, seluruh tubulus bersih dan terbuka; skor 2 = moderate
smear layer. Tidak ada smear layer yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi
tubulus dentin terdapat smear layer; skor 3 = heavy smear layer. Smear layer
melapisi seluruh permukaan saluran akar dan tubulus dentin.

Gambar 26. Hasil SEM perbesaran Gambar 27. Daerah yang dilingkari
30x akan diamati dengan perbesaran
1000x

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


42

Gambar 28. Hasil SEM dengan perbesaran 1000x


dibagi menjadi 9 area pengamatan

4.8 Analisa Data


Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan 3 uji statistik yaitu:
1. Kappa statistik digunakan untuk variasi yang dapat diukur dalam situasi
apapun dimana dua atau lebih pengamat independen mengevaluasi hal yang
sama
2. Uji analisis Kruskall Wallis untuk melihat apakah ada perbedaan yang
signifikan diantara semua kelompok perlakuan pada penyingkiran smear
layer.
3. Uji analisis Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan yang
signifikan diantara masing-masing kelompok perlakuan pada penyingkiran
smear layer.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


43

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Ekstraksi Daun Lamtoro


Daun lamtoro 2 kg dicuci dengan air mengalir hingga bersih, kemudian
dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ±400C sampai mengering. Daun
yang telah kering dihaluskan menggunakan blender dan didapatkan simplisia
sebanyak 600 gram. Simplisia dilarutkan dalam etanol 70% sebanyak 2 liter lalu
diaduk selama 6 jam, kemudian diamkan selama 18 jam. Setelah itu saring larutan
tersebut dan didapatkan maserat I. Kemudian proses maserasi diulangi dengan
menambahkan 1,5 liter etanol 70% dan didapatkan maserat II. Kedua hasil maserat
digabung kemudian diuapkan dengan vaccum evaporator hingga didapatkan ekstrak
kental. Ekstrak kental daun lamtoro kemudian disimpan di dalam wadah tertutup dan
disimpan dalam lemari pendingin.

Gambar 29. Ekstrak kental daun lamtoro

5.2 Hasil Pengukuran Kebersihan Dinding Saluran Akar


Penelitian ini dilakukan terhadap 24 sampel gigi premolar mandibular yang dibagi
menjadi 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok memiliki 6 sampel
gigi. Kelompok pertama adalah sampel gigi yang diirigasi dengan ekstrak etanol daun
lamtoro 10%, kelompok kedua menggunakan ekstrak etanol daun lamtoro 20%,
kelompok ketiga menggunakan larutan EDTA 17%, dan kelompok keempat
menggunakan suspensi Na CMC 0,5%. Masing-masing sampel akan diirigasi setiap

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


44

pergantian file sesuai kelompok perlakuan. Setelah itu, seluruh sampel akan diamati
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran 1000x untuk
melihat kemampuan setiap bahan dalam menyingkirkan smear layer pada daerah
sepertiga apikal akar.

Gambar 30. Hasil SEM dan skor yang diberikan pengamat pada kelompok larutan
ekstrak etanol daun lamtoro 10% (1000x)

Gambar 31. Hasil SEM dan skor yang diberikan pengamat pada kelompok larutan
ekstrak etanol daun lamtoro 20% (1000x)

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


45

Gambar 32. Hasil SEM dan skor yang diberikan pengamat pada kelompok larutan
EDTA 17% (1000x)

Gambar 33. Hasil SEM dan skor yang diberikan pengamat pada kelompok suspensi
Na CMC 0,5% (1000x)

Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan oleh 2 orang pengamat untuk


mengurangi subjektivitas yang dapat memengaruhi hasil data. Hasil dari scoring

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


46

antara dua pengamat akan diuji menggunakan Kappa statistik untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan hasil scoring dari dua pengamat.

Tabel 2. Hasil uji Kappa statistik pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro
10% antara pengamat 1 dengan pengamat 2 terhadap smear layer saluran akar gigi.

Value Asymp. Std. Approx. Approx.


Errora Tb Sig.

Measure of
Kappa 1.000 .000 7.348 .000
Agreement

N of Valid Cases 54

Pada tabel 2, hasil uji Kappa statistik diperoleh nilai Kappa= 1.000 yang
menunjukkan tidak terdapat perbedaan perbedaan pengamatan hasil skor diantara
pengamat 1 dan 2, sehingga dapat mengambil hasil skor dari pengamat 1 atau 2. Oleh
karena itu, analisis selanjutnya dipakai hasil skor dari pengamat 1. Hasil skor dari
pengamat 1 diambil nilai meannya dari setiap sampel pada semua kelompok
perlakuan dan nilai mean yang diperoleh dari setiap sampel pada semua kelompok
perlakuan akan dilakukan uji Kruskall Wallis untuk melihat ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara semua kelompok perlakuan terhadap smear layer saluran akar
gigi.
Dari hasil uji analisis Kruskall Wallis diperoleh nilai p<0,05 (p=0,001) yang
menunjukan bahwa ada perbedaan pengaruh bahan irigasi dari ekstrak daun lamtoro
10%, ekstrak daun lamtoro 20%, EDTA 17%, suspensi Na CMC 0,5% terhadap
smear layer saluran akar gigi. Hasil uji Kruskall Wallis yang lengkap dapat dilihat
pada lampiran 8.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


47

Tabel 3. Hasil uji Kruskall Wallis pada masing-masing kelompok perlakuan.

No. Variabel N Mean Rank P.Value

1. Ekstrak daun lamtoro 10% 54 92,33 0,001

2. Ekstrak daun lamtoro 20% 54 124,53

3. EDTA 17% 54 53,64

4. Suspensi Na CMC 0,5% 54 163,50

Untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok perlakuan dilakukan uji analisis


Mann-Whitney.

Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney antara masing-masing kelompok perlakuan

No. Kelompok N Mean Rank P.Value

1. Ekstrak daun lamtoro 10% 54 45.00 0,034*


Ekstrak etanol daun lamtoro 20% 54 64.00

2. Ekstrak daun lamtoro 10% 54 68.83 0,024*


EDTA 17% 54 40.17

3. Ekstrak daun lamtoro 10% 54 33.50 0,002*


Suspensi Na CMC 0,5% 54 75.50

4. Ekstrak daun lamtoro 20% 54 72.53 0,026*


EDTA 17% 54 36.47

5. Ekstrak daun lamtoro 20% 54 43.00 0,002*


Suspensi Na CMC 0,5% 54 66.00

6. EDTA 17% 54 32.00 0,001*


Suspensi Na CMC 0,5% 54 77.00

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


48

Keterangan: * = signifikan p<0,05

N = jumlah sampel

Dari hasil uji Mann-Whitney pada tabel 4, terdapat perbedaan signifikan antara
kelompok yang diirigasi dengan ekstrak daun lamtoro 10% dengan ekstrak daun
lamtoro 20% dalam menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar
dengan nilai p<0,05 (p= 0,034). Pada tabel 4 dapat dilihat rata-rata pada ekstrak daun
lamtoro 10% (me=45.00) lebih kecil daripada ekstrak daun lamtoro 20% (me=64.00).
Hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun lamtoro 10% lebih baik dalam
menyingkirkan smear layer pada apikal saluran akar gigi.
Kelompok ekstrak daun lamtoro 10% menunjukan adanya perbedaan yang
signifikan dengan kelompok EDTA 17% dengan nilai p<0,05 (p=0,024). Rata-rata
nilai ekstrak daun lamtoro 10% (me=68,83) lebih besar daripada EDTA 17% yang
memiliki rata-rata (me=40.17) yang menunjukan bahwa EDTA 17% lebih baik dalam
menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar.
Kelompok ekstrak daun lamtoro 10% dengan suspensi Na CMC 0,5% menunjukan
adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok dengan p<0,05 (p=0,002). Dari
hasil nilai rata-rata, kelompok yang diirigasi dengan ekstrak daun lamtoro 10% lebih
baik dalam menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar dengan
rata-rata yang lebih rendah (me= 33.50) daripada kelompok yang diiirigasi dengan
suspensi Na CMC 0,5% dengan nilai rata-rata (me=75.50).
Kelompok yang diirigasi dengan ekstrak daun lamtoro 20% menunjukan
perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang diirigasi dengan EDTA 17%
dengan p<0,05 (p=0,026). Dilihat dari nilai rata-rata, kelompok ekstrak daun lamtoro
20% memiliki rata-rata (me=72,53), sedangkan kelompok EDTA 17% memiliki rata-
rata (me=36,47). Oleh karena itu, EDTA 17% memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam menyingkirkan smear layer sepertiga apikal saluran akar daripada ekstrak daun
lamtoro 20%.
Kelompok yang diirigasi dengan ekstrak daun lamtoro 20% menunujukan
perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang diirigasi dengan suspensi Na CMC

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


49

0,5% dengan p<0,05 (p=0,002). Kelompok ekstrak daun lamtoro 20% memiliki nilai
rata-rata (me=43.00), sedangkan suspensi Na CMC 0,5% memiliki nilai rata-rata
(me=66.00). Hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun lamtoro 20% lebih baik dalam
menyingkirkan smear layer sepertiga apikal saluran akar dibandingkan dengan
suspensi Na CMC 0,5%.
Pada kelompok yang diirigasi dengan EDTA 17% juga menunjukan perbedaan
yang signifikan dengan kelompok yang diiirgasi dengan suspensi Na CMC 0,5%
dengan p<0,05 (p=0,001). Dilihat dari nilai rata-ratanya, kelompok EDTA 17%
memiliki nilai lebih rendah (me=32.00 daripada kelompok suspensi Na CMC 0,5%
dengan nilai rata-rata (me=77.00). Hal ini dikarenakan pada kelompok suspensi Na
CMC 0,5% memiliki nilai scoring yang sama atau tidak memiliki variasi (skor 3).
Oleh karena itu, EDTA 17% lebih baik dalam menyingkirkan smear layer sepertiga
apikal saluran akar daripada suspensi Na CMC 0,5%.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


50

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh ekstrak etanol


daun lamtoro 10% dan 20% dengan EDTA 17% terhadap penyingkiran smear layer
pada sepertiga apikal saluran akar gigi. Daerah sepertiga apikal saluran akar
merupakan daerah yang paling sulit dibersihkan karena anatominya yang kompleks,
terdapat banyak ramifikasi dan lateral kanal, ruangannya sempit serta memiliki
permeabilitas yang rendah.4,8 Smear layer terbentuk selama instrumentasi mekanis
yang dapat menutupi permukaan dentin dan tubulus dentin.1,6 Penyingkiran smear
layer menjadi pertimbangan penting selama perawatan saluran akar karena dapat
menjadi substrat bagi pertumbuhan bakteri, mencegah kontak antara sealer dengan
dinding saluran akar, serta dapat menyebabkan kebocoran mikro pada apikal akar.
Tindakan irigasi harus dilakukan selama instrumentasi mekanis untuk membantu
menyingkirkan smear layer pada saluran akar.3,4,5
Pada penelitian ini digunakan bahan alami sebagai alternatif bahan kimia yaitu
ekstrak etanol daun lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan konsentrasi 10% dan
20%. Daun lamtoro diketahui memiliki kandungan zat aktif seperti flavonoid, tanin,
alkaloid, steroid, dan saponin. Flavonoid, tanin, alkaloid, dan steroid berkerja sebagai
antibakteri dengan cara merusak komponen protein dari bakeri sehingga bakteri
menjadi lisis dan mati.24,30 Pada konsentrasi 10% dan 20% sudah pernah diteliti
kemampuannya sebagai antibakteri yang dapat menghambat bakteri B.subtilitis,
E.coli, Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus, Vibrio anguillarum, dan Vibrio
17,18
harveyi. Pelarut yang digunakan untuk membuat ekstrak kental daun lamtoro
adalah etanol. Etanol merupakan senyawa golongan alkohol yang sangat baik untuk
mengekstraksi senyawa polar dan non polar. Hal ini karena etanol memiliki dua
gugus berbeda yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat
non polar. 44

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


51

Instrumen yang digunakan untuk preparasi saluran akar pada penelitian ini
adalah Protaper Nity Rotary Instrument . Kekakuan instrumen berperan penting
dalam membentuk daerah sepertiga koronal, tengah, dan apikal saluran akar.
Instumen yang terbuat dari nikel titanium memiliki elastisitas yang lebih baik dari
stainless steel sehingga memungkinkan untuk digunakan pada daerah yang
melengkung dengan gaya lateral yang lebih kecil.38 Keuntungan dari Protaper Nity
Rotary Instrument yaitu desainnya memungkinkan operator untuk membuat bentuk
runcing yang seragam di kanal yang sulit secara anatomis atau melengkung secara
signifikan sehingga membantu preparasi sepertiga apikal saluran akar secara
optimal.39 Ukuran jarum yang digunakan adalah 30G dengan desain jarum two-side
vented. Desain jarum ini terbuka di lateralnya dan tertutup di ujungnya yang akan
mengurangi risiko tekanan tinggi saat irigasi dan membelokkan irigasi ke arah lateral
sehingga tidak terjadi ekstrusi larutan irigasi melalui foramen apikal. Ukuran jarum
yang biasa digunakan adalah 27-30G, tetapi pemilihan jarum 30G dikarenakan
memiliki diameter yang lebih kecil sehingga laju alirnya menjadi lebih kecil dan
4,46
mencegah terjadinya ekstrusi ke apikal. Kedalaman penetrasi jarum yang
direkomendasikan untuk jarum berujung tertutup adalah 1 mm dari panjang kerja
atau setidaknya berada di sepertiga apikal untuk mencegah terjadinya ekstrusi ke
apikal.46
Untuk dapat membersihkan saluran akar, suatu bahan irigasi harus berkontak
dengan dinding dentin dan debris. Keintiman kontak antara dentin dengan bahan
irigasi berkaitan dengan tegangan permukaannya. Semakin rendah tegangan
permukaannya maka semakin intim kontak bahan irigasi dengan dentin. Semakin
kental viskositas suatu bahan, maka semakin tinggi tegangan permukaannya.
Tegangan permukaan akan mengatur kemampuan suatu larutan untuk dapat
berpenetrasi ke dalam saluran akar utama, lateral, dan juga tubulus dentin.36 Pada
penelitian ini, bagian apikal dipreparasi sampai dengan file F3 (size 30, tapering 9%)
yang menghasilkan diameter akhir saluran akar lebih besar daripada diameter jarum
yang digunakan sehingga jarum dapat masuk hingga ke apikal saluran akar yang
membuat pendistribusian bahan irigasi dapat semaksimal mungkin dan meningkatkan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


52

kontaknya dengan dinding saluran akar sehingga proses pembersihan saluran akar
dapat terjadi
Berdasarkan hasil penelitian, smear layer masih telihat pada semua kelompok
dengan skor yang berbeda-beda. Semakin kecil skor yang dihasilkan maka semakin
baik kemampuannya dalam menyingkirkan smear layer. Dari hasil uji Kruskall
Wallis terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok dengan p<0,05 (p=0,001).
Untuk melihat kemampuan setiap kelompok dalam menyingkirkan smear layer pada
sepertiga apikal akar dapat dilihat dari nilai rata-rata skor setiap kelompok. Pada tabel
3, nilai rata rata ekstrak etanol daun lamtoro 10% yaitu 92.33, ekstrak etanol daun
lamtoro 20% yaitu 124.53, EDTA 17% yaitu 53.64, dan suspensi Na CMC 0,5%
yaitu 163.50. Berdasarkan hasil penelitan, EDTA 17% merupakan bahan irigasi
paling baik dalam menyingkirkan smear layer, yang kedua ekstrak etanol daun
lamtoro 10%, ketiga ekstrak etanol daun lamtoro 20%., dan yang terakhir suspensi Na
CMC 0,5%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang menguji
kemampuan EDTA 17% dengan ekstrak tanaman dalam membersihkan smear layer
saluran akar. Jenarthanan dkk (2017) dengan membandingkan EDTA 17%, Triphala,
dan G.chamomile dan didapatkan bahwa EDTA memiliki kemampuan yang paling
baik dalam membersihkan smear layer pada sepertiga koronal, tengah, dan apikal
saluran akar.46 Ali dkk (2019) juga membandingkan EDTA 17% dengan ekstrak teh
hijau 10% dengan rebusan serai dan dilaporkan bahwa EDTA 17% lebih baik dalam
membersihkan smear layer, tetapi memiliki efek erosi yang paling tinggi
dibandingkan kelompok lainnya.47 Namun berbeda dengan hasil penelitian Nirawati
dkk (2019) yang meneliti kemampuan EDTA 17% dengan ekstrak kulit nanas 6,25%
yang melaporkan bahwa ekstrak kulit nanas 6,25% lebih baik dalam membersihkan
smear layer pada sepertiga apikal saluran akar karena viskositasnya lebih rendah
sehingga tegangan permukaannya lebih rendah daripada EDTA 17% dan dapat
berpenetrasi lebih baik dalam saluran akar.45 Kemampuan EDTA dalam
membersihkan smear layer berkaitan dengan kemampuannya yang dapat melarutkan
ion kalsium (Ca2+) dari hidroksiapatit dentin sehingga terjadi demineralisasi yang

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


53

membuat kekerasan dentin berkurang dan menjadi lunak. Hal ini membuat
instrumentasi dinding saluran akar menjadi lebih mudah terutama pada daerah yang
sempit dan memfasilitasi pembuangan smear layer. Namun, EDTA hanya bisa
membersihkan komponen anorganik smear layer dan tidak dapat melarutkan
komponen organiknya. Selain itu, Morgental (2013) melaporkan bahwa EDTA tidak
memiliki efek antibakteri saat digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar.8,41
Untuk membantu membersihkan komponen organik smear layer, EDTA perlu
dikombinasi dengan bahan irigasi lainnya seperti NaOCl.9,22 Penggunaan 10 ml
EDTA 17% diikuti 10ml 5,25% NaOCl sebagai irigasi final menghasilkan kebersihan
saluran akar yang efektif.6 NaOCl dapat melarutkan komponen organik smear layer
karena adanya ion hipoklorit yang bertanggung jawab atas aksi pelarutan jaringan
yang lebih kuat. Selain itu, NaOCl memiliki efek antibakteri karena menghasilkan
asam hipoklorit yang memiliki efek bakterisidal kuat yang dapat menembus membran
bakteri.7 Namun, kombinasi EDTA dan NaOCl dapat menyebabkan penurunan
kekerasan dentin seiring waktu aplikasi karena NaOCl dapat mengoksidasi matriks
organik dan mendenaturasi kolagen, sedangkan EDTA mendemineralisasi komponen
anorganik dentin. Saito dkk (2008) menyatakan bahwa waktu aplikasi EDTA 17%
selama 1 menit lebih efektif dibandingkan dengan 15 detik dan 30 detik dalam
menghilangkan smear layer saluran akar.40 Cruz-Filho dkk menyatakan bahwa EDTA
17% dapat menyebabkan penurunan kekerasan mikro dentin setelah satu menit dan
terus menurun seiring waktu kontaknya.34 Calt dan Spencer juga menyatakan bahwa
semakin lama waktu aplikasi dentin dengan EDTA dapat menyebabkan kehilangan
lebih banyak ion kalsium (Ca2+) dari dentin dan menyebabkan terjadinya erosi
tubulus dentin.37 Hal ini dapat menyebabkan dentin menjadi lemah dan terjadi
perforasi selama instrumentasi saluran akar.9 Oleh karena itu, pada penelitian ini
waktu kontak larutan irigasi setiap pergantian file adalah 1 menit.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak etanol daun lamtoro memiliki kemampuan
dalam menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar karena terdapat
perbedaan yang signifikan antara ekstrak daun lamtoro 10% dan 20% dengan kontrol
negatifnya yaitu suspensi Na CMC 0,5% dengan nilai p<0,05 (p=0,001). Berdasarkan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


54

uji statistik dengan uji Mann-Whittney didapatkan bahwa ekstrak etanol daun lamtoro
10% dengan ekstrak etanol daun lamtoro 20% memiliki perbedaan yang signifikan
dengan p<0,05 (p=0,034). Nilai rata-rata ekstrak etanol daun lamtoro 10% lebih
rendah (me=45.00) daripada nilai rata-rata ekstrak daun lamtoro 20% (me=64.00)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun lamtoro 10% lebih baik dalam
menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal akar. Hal ini terjadi karena ekstrak
etanol daun lamtoro 20% memiliki viskositas yang kebih kental daripada ekstrak
etanol 10% sehingga tegangan permukaannya menjadi lebih tinggi sehingga tidak
dapat berpenetrasi dengan baik dalam saluran akar walaupun terdapat ruangan yang
cukup untuk mengeluarkan smear layer dari saluran akar.
Kemampuan ekstrak daun lamtoro dalam menyingkirkan smear layer disebabkan
oleh adanya saponin yang ditandai dengan munculnya buih saat dikocok
menggunakan air. Saponin berperan sebagai surfaktan atau deterjen yang dapat
menurunkan tegangan permukaan.16 Saponin terdiri dari gugus non polar (hidrofobik)
yang dapat mengikat smear layer organik, sedangkan gugus polar (hidrofilik) yang
dapat mengikat smear layer anorganik. Gugus non polar (hidrofobik) dalam saponin
akan mengikat lemak kemudian membentuk emulsi stabil yang dapat terbawa oleh air
sehingga dapat menghilangkan smear layer organik, sedangkan gugus polarnya
(hidrofilik) membersihkan smear layer anorganik dengan cara mengikat Ca2+ dari
dinding saluran akar yang mengandung hidroksiapatit.43 Gugus polar lebih dominan
dalam surfaktan sehingga molekul-molekul surfaktan lebih mudah diabsorbsi oleh air
menyebabkan tegangan permukaan menjadi lebih rendah dan dinding saluran akar
menjadi basah.35
Pada penelitian ini, proses penyingkiran smear layer pada saluran akar yang
dilakukan oleh ekstrak etanol daun lamtoro dilakukan dengan cara melarutkan smear
layer. Proses ini terjadi karena surfaktan yang berasal dari saponin akan menurunkan
energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut, yaitu
menurunkan gaya kohesi (yang membuat dua zat tidak saling terikat) dan
meningkatkan gaya adhesi (yang membuat dua zat saling berikatan) sehingga
tegangan permukaan menurun. Kemudian gugus non polarnya akan berikatan dengan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


55

lemak atau kotoran sehingga saponin bergerak mengelilingi smear layer membentuk
cincin misel, sedangkan gugus polar akan menarik air. Setelah itu, proses
pembersihan terjadi dengan cara menyerap smear layer ke dalam pusat misel yang
menyebabkan kotoran berubah menjadi zat yang mudah larut dalam air lalu kotoran
terlepas dari bahan dan terdispersi ke dalam air.45,48
Kemampuan saponin dalam membersihkan smear layer pada saluran akar dapat
dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2019) yang membandingkan
ekstrak etanol buah lerak 25% dengan kombinasi NaOCl 2,5% dan asam sitrat 10%.
Berdasarkan hasil penelitian, kandungan saponin dalam ekstrak etanol buah lerak
25% lebih efektif dalam mengangkat smear layer pada sepertiga apikal saluran akar
dibandingkan kombinasi NaOCl 2,5% dan asam sitrat 10%.42 Penelitian yang
dilakukan oleh Sakinah dkk (2015) untuk melihat kebersihan saluran akar
menggunakan 0,002% saponin ekstrak kulit manggis dan NaOCl 2,5% didapatkan
bahwa 0,002% saponin ekstrak kulit manggis lebih baik dalam menyingkirkan smear
layer pada sepertiga saluran akar daripada NaOCl 2,5%.43
Suspensi Na CMC 0,5% berperan sebagai kontrol negatif pada penelitian ini.
Penggunaan NaCMC dilakukan karena ekstrak daun lamtoro mengandung zat aktif
berupa alkaloid dan steroid yang tidak dapat larut dalam air/aquades sehingga
29
diperlukan bahan yang dapat mengikat zat tersebut agar dapat larut dalam air.
Suspensi Na CMC 0,5% tidak memiliki efek pembersih dalam menyingkirkan smear
layer karena pada kelompok ini tidak terdapat ekstrak daun lamtoro yang
mengandung zat aktif yang dapat menyingkirkan smear layer.
Dari hasil penelitian ini, ekstrak etanol daun lamtoro memiliki kemampuan
dalam menyingkirkan smear layer, tetapi belum dapat menyamakan kemampuan
EDTA yang umumnya digunakan sebagai bahan irigasi. Hal ini dapat disebabkan
karena ekstrak etanol daun lamtoro memiliki viskositas yang lebih kental daripada
EDTA 17% yang membuat laju alirnya menjadi lambat dan juga sulit untuk keluar
dari jarum irigasi sehingga ekstrak etanol daun lamtoro tidak maksimal dalam
membersihkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


56

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun lamtoro 10% dan 20%
memiliki kemampuan dalam menyingkirkan smear layer pada sepertiga saluran
apikal akar gigi yang dibuktikan dengan perbandingan dengan kelompok kontrol
suspensi Na CMC 0,5%. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak daun lamtoro 10 %
memiliki kemampuan lebih baik dalam menyingkirkan smear layer dibandingkan
ekstrak daun 20% karena memiliki tegangan permukaan yang lebih rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan EDTA 17% sebagai bahan irigasi yang
paling baik dalam menyingkirkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar.
Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa ekstrak daun lamtoro 10% dan 20% dapat menyingkirkan smear layer pada
sepertiga apikal saluran akar, tetapi tidak dapat menggantikan EDTA 17% yang
merupakan bahan paling sering digunakan dalam kedokteran gigi untuk
menyingkirkan smear layer.

7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan ekstrak etanol daun lamtoro
untuk mencari konsentrasi yang lebih efektif dalam menyingkirkan smear layer.
2. Perlu dilakukan uji toksisitas untuk melihat pengaruh daun lamtoro terhadap
saluran akar.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan melihat pengaruh ekstrak etanol daun lamtoro
terhadap erosi dentin.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


57

DAFTAR PUSTAKA

1. Zivkovic S, et.al. Smear Layer in Endodontics. Serbian Dental J 2005; 52: 7-


19.
2. Nisha G, Amit G. Textbook of Endodontics. 3rd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers. 2014: 55, 246.
3. Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics Principles and Practice.
5th ed. St.Louis: Elsevier Saunders. 2015: 37, 279-82.
4. Hagreaves KM, Berman LH. Cohen’s Pathways of The Pulp. 11th ed.
St.Louis: Elsevier. 2016: 249-59,599,607-8.
5. Violich DR, Chandler NP. The Smear Layer In Endodontics: A Review. Int
Endod J 2010; 43: 2-15.
6. Alamoudi R. The Smear Layer In Endodontic: To Keep Or Remove- An
Updated Review. Saudi Endod J 2019; 9:71-81.
7. Arias-Moliz MT, Ruiz-Linarez M, Ferrer-Luque CM. Irrigating Solutions In
Root Canal Treatment. Endo EPT 2019; 13(2): 131-46.
8. Fibryanto E. The Effect of 17% Ethylenediaminetetra-Acetic Acid as A Main
Irrigation On Apical Root Canal Cleanliness (Ex Vivo). Odonto Dental
Journal 2020; 7(2): 117-24.
9. Jena A, Govind S, Sahoo SK. Root Canal Irrigants: A Review of Their
Interactions, Benefits, And Limitations. Compendium 2015; 36(4): 175-9.
10. Wu L, Mu Y, Deng X, Zhang S, Zhou D. Comparison of the Effect of Four
Decalcifying Agents Combined with 600C 3% Sodium Hypochlorite on
Smear Layer Removal. JOE 2012; 38(3): 381-4.
11. Bellinda M, Ratih DN, Hadriyanto W. Perbedaan Konsentrasi Dan Waktu
Aplikasi EDTA Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kekuatan
Pelekatan Push-Out Bahan Pengisi Saluran Akar. J Ked Gi 2016; 7(2): 118-
24.
12. Kusumawardhani T, Sukaton, Sudirman A. Perbedaan Khasiat Antibakteri
Bahan Irigasi Larutan Propolis dan Sodium Hypochlorite Terhadap Bakteri
Streptococcus viridans. Conservative Dentistry Journal 2018; 8(1): 42-8.
13. Bjorndal L, Kirkevang LL, Whitworth J. Textbook of Endodontology. 3rd ed.
UK: Wiley Blackwell. 2018: 126, 131, 232,236.
14. Rachmatiah T, Nurvita H, Triana R. Potensi Antidiabetes pada Tumbuhan
Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam) De Wit). Sainstech 2015; 25(1):
115-8.
15. Megariani MA, Rini DI, Setianingrum ELS. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala (Lam.) De Wit) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli Secara In Vitro. Cendana Medical
Journal 2020; 19(1): 66-71.
16. Dara A, Widjiastuti I, Setyowati L. Efektivitas Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) sebagai Bahan Pembersih Saluran Akar Gigi.
Conservative Dentistry Journal 2016; 6(2): 82-6.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


58

17. Pertiwi M, Soetjipto H, Hartini S. Isolasi Saponin Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala (Lam) De Wit) dan Aplikasinya Sebagai Pembusa Alami Serta
Agensia Antibakteri Dalam Shampo. SNKPK-VI UNS 2014: 1-14.
18. Verma VK, Malik S. Determination of Total Phenolic, Flavonoid Content and
Antioxidant Activity of Leucaena leucocephala Extract. WJPR 2020; 9(13):
876-86.
19. Winter. Root Canal Irrigants and Disinfectants. AAE. 2011: 2-5.
20. Wintarsih O, Partosoedamo M, Santoso P. Kebocoran Apikal pada Irigasi
dengan EDTA Lebih Kecil Dibandingkan yang Tanpa EDTA (A Comparative
Study Of Apical Leakage On Irrigation Using And Without EDTA). J. PDGI
2009; 58(2):14-9.
21. Torabinejad M, et.al. A New Solution for The Removal of The Smear Layer.
J Endodo 2003; 29(3): 170-6.
22. Grossman LI. Grossman’s Endodontic Practice. 13th ed. India: Wolters
Kluwer, 2014: 327-36.
23. Mulyawati E. Peran Bahan Disinfeksi Pada Perawatan Saluran Akar. Maj Ked
Gi 2011; 18(2): 205-9.
24. Rivai H. Petai Cina (Leucaena Leucocephala):Penggunaan Tradisional,
Fitokimia, dan Aktivitas Farmakologi. Sleman: Deepublis. 2021:1,2,9,81.
25. Suparmo O, et.al. Antibacterial Activities Of Leave Extracts As Bactericides
For Soaking Of Skin Or Hide. IOP Conf. Ser: Earth Environ Sci 141 2018: 2-
9.
26. Pasricha SK, Makkar S, Gupta P. Pressure Alteration Techniques in
Endodontics: A Review of Literature. J Clin Diagnostic Research 2015; 9(3):
1-6.
27. Abdullah A, Mohammed A. Scanning Electron Microscopy (SEM): A
Review. Conference Paper 2019: 1-8.
28. Kanan M. Scanning Electron Microscopy: Principle, Components, and
Applications In: Subramanian,et.al. Fundamental and Applications of
Nanotechnology: 81-90.
29. Saidi N, Binawati, Murniana, Mustanir. Analisis Metabolit Sekunder. Ed.1.
Aceh: Syiah Kuala University Press. 2018: 23.
30. Utami PR, Chairani, Ilhamdi. Interaksi Ekstrak Etanol Daun Petai Cina
(Leucaena leucocephala folium) dan Lidah Buaya (Aloe vera L) Menghambat
Pertumbuhan Staphyloccous aureus Secara Invitro. Jurnal Kesehatan Perintis
2019; 6(2): 186-92.
31. Madduluri S, Rao KB, Sitaram B. In Vitro Evaluation of Antibacterial
Activity of Five Indigenous Plants Extract Againts Five Bacterial Pathogens
of Human. Int J Pharm Pharm Sci 2013; 5(4): 679-84.
32. Dua M, Dua D, Uppin VM. Evaluation of The Effect of Duration of
Application of Smear Layer in Removing Intracanal Smear Layer: SEM
Study. Saudi Endod J 2015; 5(1): 26-32.
33. Jhajharia K, Parolia A, Vikram SK, Mehta LK. Biofilm Endodontics: A
Review. JISPCD 2015; 5(1): 1-12.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


59

34. Zaparolli D, Saquy PC,Cruz-Filho, AM. Effect of Sodium Hypochlorite and


EDTA Irrigation, Individually and in Alternation, onDentin Microhardness at
the Furcation Area of Mandibular Molars. Braz Dent J 2012); 23(6): 654-58.
35. Setianingrum ID, Suardita K, Subiyanto A, Wahjuningrum DA. Perbedaan
Daya Pembersih Kavitas Saponin Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia
mangostana Linn) 0,78% dan asam sitrat 6%. Conservative Dentistry Journal
2017;.7(1): 6-11.
36. Giardino L, Ambu E, Becce C,Rimondini L, Morra M. Surface Tension
Comparison of Four Common Root Canal Irrigants and Two New Irrigants
Containing Antibiotic. JOE 2006; 32(11): 1091-3.
37. Yilmaz Z, Basbag B, Buzoglu HD, Gumusderelioglu M. Effect Of Low-
Surface-Tension EDTA Solutions On The Wettabilityof Root Canal Dentin.
OOOOE 2011; 111(1): 109-14.
38. Bergmans L, Cleynenbreugel JV, Wevers M. Mechanical Root Canal
Preparation With Niti Rotary Instruments: Rationale, Performance And
Safety. American J Dent 2001; 14(5): 324-33.
39. Ruddle CJ. The Protaper Advantage: Shaping The Future Of Endodontics.
Advanced Endodontics 2001: 1-9.
40. Saito K, Webb TD, Imamura GM, Goodell GG. Effest of Shortened Irrigation
Times with 17% Ethylene Diamine Tetra-acetic Acid on Smear Layer
Removal After Rotary Canal Instrumentation. JOE 2008; 34(8): 1011-4.
41. Zakarea N, Mohamad NA, Taqa AA. Chumbley LS, Al-Juaid S. A Newly
Prepared Solution for The Removal of The Smear Layer. IJDSR 2014; 2(1):
19-26.
42. Wibowo A. Pengaruh Bahan Irigasi Antara Ekstrak Etanol Buah Lerak
(Sapindus rarak DC) dengan Asam Sodium Hipoklorit dan Asam Sitrat
Terhadap Penyingkiran Smear Layer Saluran Akar Gigi (Studi SEM). FKG
USU 2019: 45-7.
43. Sakinah A, Setyowati L, Juliarti DE. The Cleanliness Differences Of Root
Canal Irrigated With 0.002% Saponin Of Mangosteen Peel Extract And 2.5%
Naocl. Maj Ked Gi 2015; 48(2): 104-7.
44. Kristiani V, Halim Fi. Pengaruh Konsentrasi Etanol Dan Waktu Maserasi
terhadap Perolehan Fenolik, Flavonoid, dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Rambut Jagung. UKWM 2014: 15-6.
45. Pribadi N, Samadi K, Astuti MNK, Kurnia HJ,Hadi RP. The diffences in Root
Canal Smear Layer Removal Between 6,25% Pineapple (Ananas comocus
L.Merr) Peel Extract and 17% Ethylene Diamina Tetra-Acetic Acid. Dent
Jour 2019; 52(3): 122-5.
46. Jenarthanan S, Thomas T. Comparative Evaluation Of The Efficacy Of
Smear Layer Removal By Ethylenediaminetetraacetic Acid, Triphala, And
German Chamomile As Irrigants - A Scanning Electron Microscopy Study. J
Adv Pharm Edu Res 2017; 7(3): 261-71.
47. Ali SA, Hussain M, Shah H, Khan H. Smear Layer Removal Efficacy of
Conventional Endodontic Irrigants vs Phytochemical Extracts-An In Vitro
Study. Pakistan Oral Dent J.2018; 38(2): 254-8.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


60

48. Kregiel D, Berlowska J, Witonska I, et.al. Saponin-Based, Biological Active


Surfactans from Plants. Intech. 2017: 190-2..

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


61

Lampiran 1
Alur Pikir

1. Perawatan saluran akar adalah perawatan terhadap jaringan pulpa nekrotik


yang bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme dan mencegah terjadinya
infeksi berulang dalam saluran akar.

2. Dalam perawatan saluran akar terdapat 3 prinsip utama yaitu pembersihan


(cleaning), pembentukan (shaping), dan pengisian saluran akar (obturation) yang
dapat dicapai dengan tindakan kemomekanis

3. Tindakan kemomekanis terdiri dari instrumentasi mekanis dan irigasi saluran


akar secara kimiawi.

4. Selama instrumentasi mekanis akan terbentuk smear layer. Smear layer terdiri
dari komponen organik dan anorganik. Smear layer memiliki dua bagian yaitu
lapisan superfisial yang menutupi permukaan dentin dan smear plug yang
menutupi tubulus dentin. Ketebalan smear layer bervariasi tergantung pada
anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin, teknik persiapan yang digunakan,
jumlah dan jenis larutan irigasi, serta teknik irigasi. Ada beberapa alasan smear
layer harus disingkirkan dari saluran akar:

 Komponen organik smear layer dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan


bakteri
 Dapat menyebabkan mikroleakage pada apikal dan infeksi berulang karena
smear layer tidak homogen
 Dapat mencegah kontak antara sealer dengan dinding saluran akar

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


62

Irigasi saluran akar dilakukan untuk membersihkan smear layer yang tidak dapat
dibersihkan dengan instrumentasi mekanis. Tujuan irigasi saluran akar meliputi
tujuan mekanis, kimiawi,dan bilogis. Syarat ideal bahan irigasi yaitu:

 Mampu melarutkan jaringan organik dan anorganik


 Antibakteri
 Melubrikasi
 Tidak toksik dan merusak dentin
 Bau tidak menyengat
 Tegangan permukaan rendah
 Tidak menodai struktur gigi
 Harga terjangkau dan mudah didapat

Beberapa bahan irigasi saluran akar :

 NaOCl : memiliki sifat antimikroba, tetapi tidak dapat melarutkan komponen


anorganik smear layer. Bila NaOCl mengenai jaringan apikal dapat
menyebabkan toksisitas.
 EDTA : dapat membersihkan komponen anorganik smear layer, tetapi tidak
komponen organiknya. Pemakaian EDTA yang berkepanjangan dapat
menyebabkan perforasi saluran akar.
 MTAD : dapat menghilangkan smear layer dan memiliki sifat antibakteri.
Namun, terdapat kemungkinan adanya resistensi terhadap antibiotic dan
pewarnaan jaringan keras gigi.
 Klorheksidin : tidak mampu melarutkan jaringan nekrotik dan antibakterinya
lemah. Penggunaanya bersama NaOCl dapat menyebabkan reaksi
pengendapan.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


63

 Ekstrak etanol daun lamtoro mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,


steroid, dan saponin. Kandungan ini memiliki sifat antibakteri karena
dapat menyebabkan bakteri lisis dan mati.
 Saponin yang terkandung dalam daun lamtoro juga bersifat surfaktan yang
dapat menurunkan tegangan permukaan dan mengemulsi organisme serta
debris sehingga bisa dikeluarkan dari saluran akar.
 Ekstrak etanol daun lamtoro diketahui dapat menghambat bakteri
Aeromonas hydrophila, Bacillus subtilitis, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus, Vibrio
anguillarum, dan Vibrio harveyi

Berdasarkan uraian di atas, daun lamtoro potensi alternatif bahan irigasi


dilikat dari kandungan dan sifat antibakterinya. Namun, belum ada penelitian
terhadap kemampuannya dalam menyingkirkan smear layer.

Rumusan Masalah:

1. Apakah ada pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun lamtoro


(Leucaena leucocephala) 10% dan 20% terhadap smear layer saluran
akar gigi?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun
lamtoro (Leucaena leucocephala) 10% dan 20% dengan EDTA 17%
terhadap smear layer saluran akar gigi?

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


64

Tujuan Penelitian:

1. Untuk mengetahui pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol daun


lamtoro (Leucaena leucocephala) 10% dan 20% terhadap smear
layer saluran akar gigi.
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh bahan irigasi ekstrak etanol
daun lamtoro (Leucaena leucocephala) 10% dan 20% dengan EDTA
17% terhadap smear layer saluran akar gigi.

Judul Penelitian:

PERBEDAAN PENGARUH BAHAN IRIGASI EKSTRAK ETANOL


DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) DENGAN
ASAM TETRA ASETAT ETILEN DIAMINA 17% TERHADAP
PENYINGKIRAN SMEAR LAYER SALURAN AKAR GIGI (STUDI SEM)

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


65

Lampiran 2
Alur Ekstraksi Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam) de Wit)

2 kg Daun Lamtoro dipisahkan dari rantingnya

Daun dicuci

Daun lamtoro dimasukan ke dalam lemari pengering


2 kg Daun Lamtoro dipisahkan dari rantingnya

Daun lamtoro dihaluskan dengan blender dan didapatkan


sebanyak 600 gram simplisia

600 gram simplisia daun lamtoro dimasukan ke dalam wadah plastik


dan dilarutkan dengan etanol 70% sebanyak 2L untuk dimaserasi

Aduk maserasi tersebut selama 6 jam pertama kemudian diamkan


selama 18 jam

Saring hasil maserasi

Maserat I

Ulangi proses ekstraksi dengan menambahkan 1L etanol 70% hingga


diperoleh maserat II

Gabung kedua hasil maserat lalu uapkan dengan rotary evaporator

Ekstrak kental berwarna


kecoklatan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


66

Lampiran 3
Alur Penelitian

Sampel elemen gigi (Premolar Bawah)

Gigi direndam di larutan normal salin

Mahkota dipotong sampai batas cementoenamel junction

Pengukuran panjang kerja dengan mengukur pangjang kerja dan dikurangi 1 mm

Preparasi saluran akar menggunakan Protaper Universal Niti Rotary Instrument dan
irigasi sesuai kelompok perlakuan

- 6 sampel diirashi dengan ekstrak etanol daun lamtoro 5%


- 6 sampel diirigasi dengan ekstrak etanol 10%
- 6 sampel diirigasi dengan EDTA 17%
- 6 sampel diirigasi dengan suspensi NaCMC 0,5%

Saluran akar dikeringkan dengan paper point

Sampel akar diukur dari cementoenamel junction dari arah bukolingual sampai ke
ujung apeks

Sampel akan di bur dengan separating disk dan dibelah dengan menggunakan chisel

Pemotretan dengan SEM dan penilain hasil pemotratan

Data pemotretan

Analisa data
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
67

Lampiran 4
Anggaran Penelitian
1. Kertas perkamen Rp 4.000
2. Set infus Rp 10.000
3. K-file #10, #15 Rp 100.000
4. Separating disk Rp 80.000
5. Protaper Niti Instrument 4 set @Rp 800.000 Rp 3.200.000
6. Spuit 3 ml Rp 12.000
7. Jarum two side-vented 30G 4 set @Rp 50.000 Rp 200.000
8. Biaya SEM 24 sampel @Rp 150.000 Rp 3.600.000
9. Daun lamtoro 2kg Rp 10.000
10. Etanol 70% @3 liter Rp 57.000
11. Na CMC Rp 25.000
12. Akuades Rp 15.000
13. Botol coklat Rp 20.000
14. Larutan EDTA 17% Rp 110.000
15. Larutan salin Rp 18.000
16. Absorbent Paper Points Rp 45.000
17. Bais Rp 50.000
18. Biaya pembuatan ekstrak Rp 300.000

Total Rp 7.856.000

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


68

Lampiran 5

Jadwal Penelitian

Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1. Penentuan masalah
dan survei ke
laboratorium

2. Penyusunan proposal

3. Ujian proposal

4. Perbaikan proposal

5. Pengambilan data

6. Analisis statistik

7. Penyusunan laporan

8.Diskusi tim laporan


penelitian

9. Perbaikan

10. Ujian skripsi

11. Perbaikan

12. Penyerahan skripsi


ke departemen,
perpustakaan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


69

Lampiran 6
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM)

1. Ekstrak daun lamtoro 10%


Sampel 1

Sampel 2

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


70

Sampel 3

Sampel 4

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


71

Sampel 5

Sampel 6

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


72

2. Ekstrak daun lamtoro 20%


Sampel 1

Sampel 2

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


73

Sampel 3

Sampel 4

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


74

Sampel 5

Sampel 6

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


75

3. Kelompok EDTA 17%


Sampel 1

Sampel 2

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


76

Sampel 3

Sampel 4

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


77

Sampel 5

Sampel 6

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


78

4. Kelompok suspensi Na CMC 0,5%


Sampel 1

Sampel 2

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


79

Sampel 3

Sampel 4

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


80

Sampel 5

Sampel 6

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


81

Lampiran 7

Uji Kappa

1. Ekstrak 10%
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengamat 1 ekstrak 10 *
54 100.0% 0 0.0% 54 100.0%
pengamat 2 ekstrak 10

pengamat 1 ekstrak 10 * pengamat 2 ekstrak 10 Crosstabulation

pengamat 1 ekstrak Total


10

2 3

Count 42 0 42
2 % within pengamat 2
100.0% 0.0% 100.0%
ekstrak 10
Pengamat 2 ekstrak
10
Count 0 12 12
3 % within pengamat 2
0.0% 100.0% 100.0%
ekstrak 10

Count 42 12 54
Total % within pengamat 2
77.8% 22.2% 100.0%
ekstrak 10

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


82

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Approx. Approx.


Errora Tb Sig.

Measure of
Kappa 1.000 .000 7.348 .000
Agreement

N of Valid Cases 54

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

2. Ekstrak 20%
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengamat 2 ekstrak 20 *
54 100.0% 0 0.0% 54 100.0%
pengamat 1 ekstrak 20

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


83

pengamat 1 ekstrak 20 * pengamat 2 ekstrak 20 Crosstabulation

pengamat 1 ekstrak Total


20

2 3

Count 23 0 23
2 % within pengamat 2
100.0% 0.0% 100.0%
ekstrak 20
pengamat 2 ekstrak
20 Count 0 31 31
3 % within pengamat 2
0.0% 100.0% 100.0%
ekstrak 20

Count 23 31 54
Total % within pengamat 2
42.6% 57.4% 100.0%
ekstrak 20

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Approx. Approx.


Errora Tb Sig.

Measure of
Kappa 1.000 .000 7.348 .000
Agreement

N of Valid Cases 54

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


84

3. EDTA
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengamat 2 edta *
54 100.0% 0 0.0% 54 100.0%
pengamat 1 edta

pengamat 2 edta * pengamat 1 edta Crosstabulation

pengamat 1 edta Total

1 2 3

Count 33 0 0 33
1
% within pengamat 2 edta 100.0% 0.0% 0.0% 100.0%

Count 0 12 0 12
pengamat 2 edta 2
% within pengamat 2 edta 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%

Count 0 0 9 9
3
% within pengamat 2 edta 0.0% 0.0% 100.0% 100.0%

Count 33 12 9 54
Total
% within pengamat 2 edta 61.1% 22.2% 16.7% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


85

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Approx. Approx.


Errora Tb Sig.

Measure of
Kappa 1.000 .000 9.908 .000
Agreement

N of Valid Cases 54

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

4. NaCMC
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengamat 2 NaCMC *
54 100.0% 0 0.0% 54 100.0%
pengamat 1 NaCMC

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


86

pengamat 2 NaCMC * pengamat 1 NaCMC Crosstabulation

pengamat 1 Total
NaCMC

Count 54 54
pengamat 2
3
NaCMC % within pengamat 2
100.0% 100.0%
NaCMC

Count 54 54
Total % within pengamat 2
100.0% 100.0%
NaCMC

Symmetric Measures

Value

Measure of
Kappa .a
Agreement

N of Valid Cases 54

a. No statistics are computed because


pengamat 2 NaCMC and pengamat 1
NaCMC are constants.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


87

UNIVARIAT
Frequencies

Statistics

ekstrak 10 ekstrak 20 edta NaCMC

Valid 54 54 54 54
N
Missing 0 0 0 0

Mean 2.22 2.57 1.56 3.00

Std. Deviation .420 .499 .769 .000

Frequency Table

ekstrak 10

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

2 42 77.8 77.8 77.8

Valid 3 12 22.2 22.2 100.0

Total 54 100.0 100.0

ekstrak 20

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

2 23 42.6 42.6 42.6

Valid 3 31 57.4 57.4 100.0

Total 54 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


88

EDTA 17%

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

1 33 61.1 61.1 61.1

2 12 22.2 22.2 83.3


Valid
3 9 16.7 16.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

NaCMC

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent

Valid 3 54 100.0 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


89

LAMPIRAN 8

Uji Analisis Kruskal Wallis

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximu


Deviation m m

kebersihan smear layer 216 2.34 .729 1 3

Kelompok 216 2.50 1.121 1 4

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kelompok N Mean
Rank

ekstrak 10% 54 92.33

ekstrak 20% 54 124.53


kebersihan smear
edta 54 53.64
layer
NaCMC 54 163.50

Total 216

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


90

Test Statisticsa,b

kebersihan
smear layer

Chi-Square 108.761

df 3

Asymp. Sig. .001

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


91

LAMPIRAN 9

Uji Analisis Mann Whitney

1. Kelompok Ekstrak 10% dengan Kelompok Ekstrak 20%


NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kebersihan smear layer 108 2.40 .492 2 3

Kelompok 108 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test
Ranks

kelompok N Mean Sum of


Rank Ranks

ekstrak 10% 54 45.00 2430.00


kebersihan smear
ekstrak 20% 54 64.00 3456.00
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan smear layer

Mann-Whitney U 945.000

Wilcoxon W 2430.000

Z -3.718

Asymp. Sig. (2-tailed) .034

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


92

2. Kelompok Ekstrak 10% dengan Kelompok EDTA


NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximum


Deviation m

kebersihan smear layer 108 1.89 .702 1 3

Kelompok 108 2.00 1.005 1 3

Mann-Whitney Test
Ranks

kelompok N Mean Sum of


Rank Ranks

ekstrak 10% 54 68.83 3717.00


kebersihan smear
edta 54 40.17 2169.00
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan smear layer

Mann-Whitney U 684.000

Wilcoxon W 2169.000

Z -5.192

Asymp. Sig. (2-tailed) .024

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


93

3. Kelompok Ekstrak 10% dengan Kelompok NaCMC


NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximu


Deviation m m

kebersihan smear layer 108 2.61 .490 2 3

Kelompok 108 2.50 1.507 1 4

Mann-Whitney Test
Ranks

Kelompok N Mean Sum of


Rank Ranks

ekstrak 10% 54 33.50 1809.00


kebersihan smear
NaCMC 54 75.50 4077.00
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan
smear layer

Mann-Whitney U 324.000

Wilcoxon W 1809.000

Z -8.252

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


94

4. Kelompok Ekstrak 20% dengan Kelompok EDTA


NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximu


Deviation m m

kebersihan smear layer 108 2.06 .823 1 3

Kelompok 108 2.50 .502 2 3

Mann-Whitney Test

Ranks

kelompok N Mean Sum of


Rank Ranks

ekstrak 20% 54 72.53 3916.50


kebersihan smear
edta 54 36.47 1969.50
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan smear layer

Mann-Whitney U 484.500

Wilcoxon W 1969.500

Z -6.352

Asymp. Sig. (2-


.026
tailed)

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


95

5. Kelompok Ekstrak 20% dengan Kelompok NaCMC


NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximum


Deviation m

kebersihan smear layer 108 2.79 .411 2 3

Kelompok 108 3.00 1.005 2 4

Mann-Whitney Test
Ranks

kelompok N Mean Sum of


Rank Ranks

ekstrak 20% 54 43.00 2322.00


kebersihan smear
NaCMC 54 66.00 3564.00
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan
smear layer

Mann-Whitney U 837.000

Wilcoxon W 2322.000

Z -5.381

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


96

6. Kelompok Ekstrak EDTA dengan Kelompok NaCMC


NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximu


Deviation m m

kebersihan smear layer 108 2.28 .905 1 3

Kelompok 108 3.50 .502 3 4

Mann-Whitney Test

Ranks
kelompok N Mean Sum of
Rank Ranks

edta 54 32.00 1728.00


kebersihan smear
NaCMC 54 77.00 4158.00
layer
Total 108

Test Statisticsa

kebersihan
smear layer

Mann-Whitney U 243.000

Wilcoxon W 1728.000

Z -8.499

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


97

Lampiran 9

Surat Komite Etik

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


98

Lampiran 10

Surat Herbarium Tumbuhan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


99

Lampiran 11

Surat Penelitian Laboratorium Obat Tradisional Farmasi USU

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


100

Lampiran 12

Surat Penelitian Laboratorium Terpadu

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


101

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Anda mungkin juga menyukai