TESIS
TESIS
MEDAN
2019
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
ii
Penguji
Penguji I Penguji 11
;i.'±-
(dr. Datten Bangun, MSc, SpFK) (dr. Hj. Tiangsa Sembiring, M.Ked(Ped), Sp.A(K))
NIP.130349092 NIP.196201041989112 001
Mengetahui,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang
terimakasih kepada:
Sumatera Utara.
6. dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku ketua program studi Ilmu
iv
ini.
8. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dr. Lily Irsa, Sp.A(K),
dan dr. Datten Bangun, MSc,SpFK, selaku penguji tesis yang telah
10. Ayahanda dr. Basri Wijaya dan ibunda Ting Siu Jung yang sangat saya
cintai dan hormati yang telah memberikan dukungan moril dan materil
yang sangat besar selama pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah
11. Suami saya Surya Andrias dan anak-anak saya Sophie Allison dan
Penulis
vi
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................... 3
1.3. Hipotesis .......................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................. 3
1.4.1. Tujuan umum ...................................................... 3
1.4.2. Tujuan khusus .................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................... 4
vii
Bab 7. Ringkasan................................................................................ 40
Lampiran:
Personil Penelitian, Biaya Penelitian, Jadwal Penelitian
Penjelasan Penelitian
viii
ix
NMDA : N-methyl-Daspartate
EEG : Elektroensefalografi
PR : Prevalence ratio
CI : Convidence interval
CP : Cerebral palsy
xi
Latar Belakang. Insiden epilepsi di negara berkembang tinggi, setidaknya 700,000 kasus di Indonesia
dengan 70,000 kasus baru setiap tahun. Penatalaksanaan yang komprehensif juga
diperlukan untuk menurunkan angka sakit penderita. Pemberian monoterapi lebih
dianjurkan untuk menurunkan risiko efek samping dan menghindari timbulnya interaksi obat. Ada
beberapa faktor risiko yang menyebabkan kegagalan monoterapi seperti frekuensi kejang yang sering,
status epileptikus, defisit neurologis, dan keterlambatan pemberian terapi epilepsi. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor risiko pemberian politerapi obat anti epilepsi pada anak
penserita epilepsi.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di poli neurologi Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan antara bulan November 2017 sampai Oktober 2018. Terdapat 80
sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi. Penelitian ini telah disetujui komite etik Fakultas
Kedokteran Universitas Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik. Data penelitian dianalisis dengan
menggunakan SPSS versi 22.0
Hasil. Dari 80 sampel, mayoritas pasien dengan onset usia diatas 1 tahun (76.25%). Epilepsi tipe
umum merupakan yang terbanyak dalam penelitian ini (80%). Kebanyakan pasien (97.5%) patuh
terhadap pengobatan mereka. Terdapat beberapa faktor risiko yang dievaluasi dalam penelitian ini
seperti onset usia terjadinya epilepsi, tipe epilepsi, defisit neurologis, riwayat keluarga menderita
epilepsi, kepatuhan pengobatan, dan frekuensi kejang setelah pemberian terapi. Faktor risiko
pemberian politerapi yang bermakna secara signifikan dalam penelitian ini adalah frekuensi kejang
setelah pemberian terapi dengan PR 0,231 (CI 95% 0,140-0,379).
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi kejang yang sering setelah pemberian terapi
merupakan faktor risiko pemberian politerapi.
Kata Kunci : Epilepsi, faktor risiko, politerapi
xii
Background. The incidence of epilepsy in developed countries was high, at least 700,000 cases in
Indonesia with 70,000 new cases annually. This encouraged comprehensive epilepsy treatment to
reduce its morbidity. Monotherapy is preferred for its lack of side effect and interaction with other
medication. There were several risk factors of failed monotherapy such as frequency of frequent
seizure, epilepticus status, neurological deficit, and delayed epilepsy treatment. The purpose of this
study was to identify the risk factors of polytherapy epileptic drug in childhood epilepsy.
Methods. A cross-sectional study was conducted in outpatient clinic of Haji Adam Malik Hospital
from November 2017 to October 2018. There were 80 samples with inclusion criteria. This study was
approved by ethic committee of Medical Faculty of University of Sumatera Utara and Haji Adam
Malik Hospital. The data was analysed using SPSS version 22.0.
Results. Of 80 samples, the majority had onset of epilepsy more than 1 year (76.25%). General
epilepsy was the most common type in this study (80%). Most patients (97.5%) complied to follow up
their medication. There were several risk factors of polytherapy that were being evaluated in this study
such as onset of epilepsy, type of epilepsy, neurological deficit, history of epilepsy in family,
compliance in the treatment, and the frequency of seizure after being treated. The significant risk factor
of polytherapy in this study was frequent seizure after being treated with PR 0,231 (CI 95% 0,140-
0,379).
Conclusion. The result shows that the frequency of frequent seizure after treatment was the risk factor
of polytherapy.
Key Words : Epilepsy, risk factors, and polytherapy
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
variasi yang luas, sekitar 4 sampai 6 per 1000 anak.1 Kasus epilepsi di
Indonesia terdapat paling sedikit 700 000 sampai 1 400 000 kasus
di Bali, insiden epilepsi selama 4 tahun adalah 5.3% dari semua kasus
yang berobat ke poliklinik anak dan ruang rawat inap RSUP Sanglah
adalah karena masih adanya kejang pada anak dengan epilepsi yang
sudah diterapi satu macam obat anti epilepsi (OAE) sampai dengan dosis
pertama sebanyak 31.6% pada anak dan didapati juga onset usia di
pemberian obat anti epilepsi yang tidak segera. 9 Kegagalan fase awal
33,3%.10
1.3 Hipotesis
Faktor onset usia, jenis kejang, jumlah dan frekuensi kejang, gangguan
epilepsi.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
HAM.
politerapi
epilepsi.
dengan epilepsi.
dan adekuat.
penderita epilepsi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Epilepsi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kejang berulang dan
tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval waktu lebih
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik secara sinkron dan berlebihan dari
dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa detik atau menit dan
sel-sel saraf dan hubungan antar sel-sel saraf. Kejang dapat dipicu oleh
eksitasi ataupun inhibisi pada sel saraf. Glutamat yang dilepaskan dari
reseptor inotropik glutamat yang memiliki beberapa sub tipe yaitu NMDA (N-
isoxasole propionic acid atau AMPA). Ikatan glutamat dengan reseptor non-
dengan reseptor NMDA akan menghasilkan tipe EPSP yang lebih lambat.
menyebabkan masuknya ion Cl- ke dalam sel neuron. Masuknya ion Cl ini
penduduk, sedangkan prevalensi ini meningkat dua kali di negara miskin dan
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60% dari kasus
epilepsi tidak ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita
sebut sebagai kelainan idiopatik. Etiologi epilepsi dapat dibagi dalam tiga
struktural pada otak, misalnya: cedera kepala, infeksi sistem saraf pusat,
dasar pemilihan terapi. Pada tahun 1981 The International League Against
Motor Motor
Motor Tonik-klonik Tonik-klonik
Tonik Tonik Tonik
Atonik Atonik Atonik
Mioklonik Mioklonik Spasme epilepsi
Klonik Mioklonik-atonik Non-Motor
Spasme epilepsi Klonik
Hipermotor Klonik-tonik-
Non-Motor klonik
Sensorik Sadar Penurunan Kesadaran
Spasme epilepsi
Kognitif Absans kesadaran tidak jelas
Emosional Tipikal
Otonomik Atipikal
Mioklonik Tidak dapat diklasifikasi
Mioklonik kelopak
mata
hemisfer (fokus epileptik) yang bisa juga menyebar ke lokasi lain, sedangkan
stabilitas neuron-neuron otak yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal
timbulnya gangguan pada janin atau bayi yang dilahirkan yang dapat
menyebabkan epilepsi.
a. Elektroensefalografi ( EEG )
struktural.13
pada otak seperti atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan
serta tidak disebabkan oleh suatu proses yang akut, maka diagnosis epilepsi
ditegakkan.20
Selain itu, ketersediaan obat secara konsisten dan kontinu juga menjamin
keberhasilan terapi.12
dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan OAE lini pertama dosis
bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE line
Sekitar 70% epilepsi pada anak akan memberikan respon yang baik
terhadap OAE lini pertama atau kedua. Terapi OAE lini kedua harus memiliki
Jika OAE lini pertama dan kedua gagal sebagai monoterapi, peluang
yaitu, apakah diagnosis sudah tepat, kepatuhan minum obat sudah baik, dan
kegagalan mengontrol kejang dengan lebih dari dua OAE lini pertama
dengan rata-rata serangan kejang lebih dari satu kali perbulan selama 18
bulan dan interval bebas kejang tidak lebih dari tiga bulan. Penderita yang
kaitan antara kejang yang tidak segera terkontrol di awal terapi dengan
pengobatan, epilepsi dengan kejang sama atau lebih dari 3 kali 31.1% remisi.
sama atau lebih dari 3 kali 18.9% yang akan remisi. Hal tersebut
2. Status epileptikus
5. Onset usia
muda mempunyai angka kejadian yang lebih besar yaitu 36,2% pada
tidak dapat memberikan efek terapi. Pembagian dosis OAE untuk terapi
karbohidrat, dan cukup protein. Diet tersebut menghasilkan energi untuk otak
bukan dari glukosa sebagai hasil glikolisis, namun dari keton sebagai hasil
oksidasi asam lemak. Diet ketogenik dapat diberikan sebagai terapi adjuvant
pada epilepsi refrakter dan dapat menurunkan frekuensi kejang, namun perlu
diingat, diet ketogenik pada anak usia 6-12 tahun dapat menyebabkan
USIA ONSET
JENIS KEJANG
GANGGUAN NEUROLOGIS
PENYERTA
KEPATUHAN TERAPI
FREKUENSI KEJANG
SETELAH MENDAPAT OAE
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Rawat Jalan Divisi Neurologi Anak RSUP Haji Adam
Populasi target adalah anak dengan epilepsi yang berobat di RSUP Haji
Adam Malik. Populasi terjangkau adalah anak dengan epilepsi yang berobat
di RSUP Haji Adam Malik dan mendapat OAE pada bulan November 2017
berikut :30
23
kelompok.
3. Mendapat izin dari orang tua atau wali untuk ikut dalam penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Anak penderita epilepsi yang memenuhi kriteria inklusi serta bersedia ikut
Inklusi
Penggunaan OAE
Faktor Risiko:
- Usia onset
- Jenis kejang
- Gangguan neurologis penyerta
- Riwayat keluarga menderita epilepsi
- Kepatuhan terapi
- Frekuensi kejang setelah mendapat OAE
Gambar 3.1 Alur Penelitian
1. Epilepsi
Kejang berulang dan tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih
oleh dokter spesialis anak subdivisi neurologi Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Haji Adam Malik. Diagnosis secara klinis dikonfirmasi dengan EEG yang
2. Terapi OAE
4. Jenis epilepsi
(ILAE) 2016 sesuai dengan hasil EEG berupa epilepsi fokal dan epilepsi
umum.
medis.
7. Kepatuhan terapi
mengkonsumsi OAE sesuai dosis dan minum obat sesuai anjuran dokter.
pertama.
variabel bebas yaitu onset usia, jenis kejang, jumlah dan frekuensi kejang,
kepatuhan terapi dan frekuensi kejang setelah mendapat OAE dalam skala
bentuk persentase.
variabel tergantungnya dilakukan uji bivariat yaitu uji kai kuadrat, kemudian
dilakukan uji analisis regresi logistik ganda untuk melihat hubungan ke enam
variabel bebas terhadap varibel tergantung bila hasil uji bivariat bermakna.
Pada analisis ini akan ditentukan prevalence ratio (PR). Nilai PR akan disertai
dengan nilai convidence interval 95% (CI 95%). Hasil dinyatakan bermakna
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di poli Neurologi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Haji Adam
Dari hasil penelitian yang didapatkan dari analisa bivariat, didapatkan satu
OAE pada anak dengan epilepsi di poli Neurologi SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Haji Adam Malik sehingga tidak dilakukan anlisa multivariat. Data
karakteristik dasar seluruh pasien epilepsi tertera pada Tabel 4.1. Dalam
sebanyak 52 (65%).
30
Jumlah, n (%)
Pendidikan orang tua, n (%)
SD 14 (17,5)
SMP 34 (42,5)
SMA 27 (33,75)
Sarjana 5 (6,25)
Onset usia, n (%)
< 1 tahun 19 (23,75)
≥ 1 tahun 61 (76,25)
Jenis epilepsi, n (%)
Umum 64 (80)
Fokal 16 (20)
Terapi, n (%)
Monoterapi 40 (50)
Politerapi 40 (50)
Gangguan neurologis penyerta n (%)
Ada
CP 11 (13,75)
Mikrosefali 17 (21,25)
Makrosefali 7 (8,75)
Tidak ada 44 (55)
Riwayat keluarga epilepsi, n (%)
Ada 8 (10)
Tidak ada 72 (90)
Kepatuhan konsumsi obat, n (%)
Patuh 78 (97,5)
Tidak patuh 2 (2,5
Frekuensi kejang setelah OAE, n (%)
Sering 28 (35)
Jarang 52 (65)
Jenis obat, n (%)
Generik 46 (57,5)
Original 34 (42,5)
Karakteristik N %
Kombinasi OAE Asam valproat+phenobarbital 4 10
Asam valproat+carbamazepine 15 37,5
Asam valproat+topiramat 18 45
Phenobarbital+carbamazepine 2 5
Phenobarbital+topiramat 1 2,5
Lama pengobatan ≤6 bulan 25 62,5
monoterapi >6 bulan 15 37,5
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari faktor yang berkaitan dengan luaran
4.3. Keenam variabel tersebut adalah usia onset > 1 tahun (PR 0,495; IK
Tabel 4.3 Faktor risiko pemberian politerapi pada anak penderita epilepsi
obat dan frekuensi kejang setelah mendapa OAE. Dari faktor tersebut yang
bermakna adalah frekuensi kejang setelah OAE dengan p < 0,005 dan PR
BAB 5
PEMBAHASAN
interaksi dari obat yang tersedia.32 Sekitar 50-70% pasien dengan epilepsi
Pada hasil penelitian ini didapatkan satu faktor yang bisa dijadikan
sebagai faktor risiko pemberian politerapi OAE pada anak dengan epilepsi.
respon awal yang baik terhadap terapi merupakan petanda prognosis yang
didiagnosis, hanya 60% pasien yang mencapai remisi. Kegagalan fase awal
34
epilepsi.33
politerapi sebesar 0,231 kali dengan nilai p = 0,000. Hal ini diduga penyebab
kindling hypothesis.9
bahwa 38% dari 40 anak dengan serangan kejang pada tahun pertama
selanjutnya. Prognosis pada anak yang datang dengan kejang tanpa demam
pada tahun pertama kehidupan sering buruk karena dalam banyak kasus,
ditemukan pada anak dengan onset usia di bawah 1 tahun. 3 Hasil ini berbeda
dengan hasil pada penelitian ini, dimana pada penelitian ini didapatkan hasil
dengan onset usia yang paling banyak adalah > 1 tahun. Hasil serupa
populasi yang digunakan pada penelitian kami adalah kasus rumah sakit
dapat terjadi oleh karena kelainan struktural otak, bukan karena serangan
kejang berulang seperti pada kebanyakan pasien, namun dapat juga terjadi
sistem saraf pusat, trauma, atau gangguan pembuluh darah. Cedera otak
akibat kejang berulang diyakini sangat jarang terjadi, bahkan dengan status
faktor risiko pemberian politerapi OAE. Hasil penelitian ini tidak sesuai
lain – lain. Dan setiap kelainan penyerta tersebut tidak harus disertai dengan
orangtua tentang manfaat dan pentingnya obat – obat yang diberikan serta
berobat. Oleh karena itu dokter anak perlu mengetahui tingkat pengetahuan
pasien dan orangtua serta menentukan apakah ada kesalahan informasi atau
skor tingkat pengetahuan orang tua yang rendah yaitu dengan rerata 6,73 (±
dokter.37 Hasil ini serupa dengan hasil penelitian ini dimana tingkat kepatuhan
pasien sebesar 97,5% dengan pendidikan orang tua yang paling banyak
menjadi faktor risiko dalam pemberian politerapi pada anak yang menderita
epilepsi. Hasil ini sesuai dengan penelitian terbaru dalam analisis genetik
kombinasi faktor genetik dan faktor yang didapat, dimana hanya sebagian
kecil dari semua gangguan kejang disebabkan oleh epilepsi genetik. Pada
penelitian oleh Arab Saudi menemukan bahwa adanya riwayat keluarga yang
BAB 6
6.1 Kesimpulan
politerapi OAE, yaitu sebesar 0,23 kali. Dari 40 sampel yang mendapatkan
6.2 Saran
Dari penelitian ini hanya didapatkan frekuensi kejang setelah pemberian OAE
kohort agar dapat menilai hubungan yang lebih akurat terhadap faktor risiko
lainnya.
39
BAB 7
RINGKASAN
Epilepsi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kejang berulang dan
tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval waktu lebih
dari 24 jam. Prevalensi epilepsi meningkat dua kali di negara miskin dan
terakhir tercatat pasien epilepsi yang dirujuk 526 kasus baru. Pengobatan
monoterapi pada penelitian lain adalah frekuensi kejang yang sering, status
risiko tersebut berupa frekuensi kejang setelah pemberian OAE (p < 0,001).
Kombinasi politerapi yang paling banyak digunakan pada penelitian ini adalah
40
untuk menilai hubungan yang lebih akurat terhadap faktor risiko lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Perdossi.2006;62:1-43.
2011.
6. Dudley RW, Penney SJ, Buckley DJ. First-drug treatment failures in children
42
9. Triono A, Herini ES. Faktor prognostik Kegagalan Terapi Epilepsi pada Anak
13. Vera R, Dewi MAR, Nursiah. Sindrom Epilepsi Pada Anak. Palembang.
14. Ngugi AK, Bottomley C, Kleinschimdt I, Sander JW, Newton CR. Estimation
2010;51:883-90.
19. Fisher RS, Cros JH, French JA, Higurashi N, Hirsch E, Jansen FE, et al.
2016:1-26.
20. Scheffer IE, French J, hirsch E, Jain S, Mathern GW, Mosche SL, et al.
Special report of the ILAE Classification Task Force of the Commission for
21. Nordli DR. Focal and multifocal seizures. Dalam: Swaiman KH, Ashwal S,
Ferreiro DM, Schor NF. Pediatric neurology “principles and practice”. Edisi
penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ked-2. Jakarta; 2000. h. 226-41.
23. Benbadis SR, Tatum WO. Advances in the treatment of epilepsy. American
24. Wibowo, S., Gofir, A. Penggunaan obat anti epilepsi dalam klinik, IP Saraf FK
UGM, Yogyakarta.2008.
25. Mani J. Combination Therapy in Epilepsy : What, When, How and What Not!.
Adult Epilepsy Care: A Difficult Process Marked by Medical and Social Crisis.
29. Brodie, M.J., Schachter, M.J., Kwa, P. Fast Fact : Epilepsy. Health Press
30. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Penerbit
32. Kwan P, Brodie MJ. Early identification of refractory epilepsy. N Engl J Med
2000;342:314-9.
35. Datta AN, Wirrell EC. Prognosis of seizures occurring in the first year. Pediatr
Neurol 2000;22:386-91
36. Andrianti PT. Gunawan PI, Hoesin F. Profil Epilepsi Anak dan Keberhasilan
2016;18(1):34-9.
37. Saing J.H. Tingkat pengetahuan, perilaku dan kepatuhan berobat orang tua
38. Babtain FA. Impact of a FHE on the diagnosis of epilepsy in Southern Saudi
39. Simon Harvey A, Berkovic SF, Wrennall JA, Hopkins LJ. Temporal lobe
40. Wirrell EC, Grossardt BR, So EL, Nickels KC. A population-based study of
1. Personil Penelitian
1. Ketua Penelitian
2. Anggota Penelitian
2. Biaya Penelitian
Pelaksanaan
Penyusunan
Hasil Penelitian
Penggadaan
Laporan
PENJELASAN PENELITIAN
Bagian Neurologi Anak FK USU/ RSUP H. Adam Malik saat ini sedang
sedini mungkin sangat penting bagi anak yang mempunyai resiko tinggi
intraktabel.
penderita epilepsi. Untuk pemeriksaan ini, kami tidak memungut biaya dari
Besar harapan kami Bapak/ Ibu memberi izin anak Bapak/ Ibu ikut
manfaat bagi anak Bapak/ Ibu. Apabila terdapat hal-hal yang kurang jelas
mengenai penelitian ini, Bapak/ Ibu dapat menghubungi kami, dr. Jovita
Silvia Wijaya di Bagian Anak RSUP H. Adam Malik Medan, atau menelpon
Demikian penjelasan kami buat dan terima kasih atas partisipasi dan
Hormat kami,
Saksi
..........................................
I. Identitas subjek
Tanggal pemeriksaan : ...............................................................
No. Urut penelitian : ...............................................................
No. MR : ...............................................................
Nama : ...............................................................
Umur : ...............................................................
Alamat : ...............................................................
Pendidikan terakhir Bapak/ Ibu : ...............................................................
Yang bertanda tangan di bawch ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fckultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, setelah dilaksanakan
pembahasan den pehilaian usulan penelitian berdasarkan kaldeh Neuremberg Code dan Deklarasi
Helsinki, dengan ini memutuskan protokol penelitian yang bejudul :
Yang mengg`malan manusia din howan sebngal sutiek penelitian dengrn kefua
Pelaksana/Peneliti Utama: Jovita Silvia Wijaya
Dari Institusi : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU
Persetujuan ini berlaku sejck tanggal ditetapkan sanpal dengan batas walchi pelaksanaan
penehtian sepchi tertera dalani protokol dengan nasa berlaku maksimu]n selama 1 (satu) tahun.
Medan,(qMaret2018
Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H. Adan Malik Medan
Yth. ke_`.!yiste=te!Q_slp_:PeEenMeot,.I
RSUP H Adam Malik
Medan
bersama ini kami hadapkan Peneliti tersebut untuk dibantu dalam pelaksanaannya.
Adapun nama Peneliti yang akan melaksanakan penelitian adalah sebagai berikut :
N a in a :dr.Jovitasilviawijaya
NIM
Perlu kami informasikan surat ljin Penelitian jnj berlaku sampai dengan peneljfjan
ini selesai dilaksanakan.
SKM.M.Kes
NIP.197106181995012001
Tembusan :
1.Ka.Bidang Diklit RSUP H Adam Malik Medan