Oleh:
130100109
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
SKRIPSI
Oleh:
130100109
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan Pada kedua rumah sakit
tersebut khususnya pasien penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak memiliki
karaktersitik yang berbeda, dengan jumlah pasien sebanyak 10 orang, dan tipe
yang paling sering muncul adalah epidermolisis bulosa. pada umur biasanya
muncul pada 12 – 18 tahun dan jenis kelamin yang sering terkena adalah
perempuan. Adapun jenis pengobatan yang sering dilakukan adalah pengobatan
sistemik.
The result showed on both hospitals brings the number of patients at the
two hospitals was as many as 10 people. Where 1 patient of pemphigus (10%), 3
bullous pemphigoid (30%) and 6 epidermolysis bullosa (60%), dermatitis
herpetiformis and chronic bullous disease of childhood is not found on both
hospitals. Category age of sufferers are aged 0-5 years (30%), age 6-11 years
(10%) and age 12-18 years (60%). The gender of patient in both hospitals show
that male is (30%) and female (70%). The treatment that used in both hospitals is
systemic treatment (33,3%) and topical treatment (66,6%).
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk
mencapai kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan landasan
pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan.
Penelitian yang dilaksankan ini berjudul “Karakteristik Penyakit Vesiko-bulosa
Autoimun pada Anak di RSHUP. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi
Medan Pada Tahun 2008-2015”
Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala rasa
hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Deryne A. Paramita, M.Ked(KK), Sp.KK, selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan banyak arahan dan masukan bagi
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Bapak dr. Bayu Rusfandi Nasution, M.Ked(PD), Sp.PD, selaku Dosen
Pembimbing II yang telah memberikan banyak arahan dan masukan bagi
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ibu dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP, selaku Ketua Penguji
yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan skripsi ini.
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................i
ABSTRAK..................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iv
DAFTAR ISI..............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................xi
LAMPIRAN...............................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................35
LAMPIRAN...............................................................................................................38
LE :Lupus Eritematosus
PB : Pemfigoid Bulosa
UV : Ultra Violet
IgG : Immunoglobulin
Thl : T helper
IL : Interleukin
IGg : immunoglobulin G
IGa : Imunnoglobulin A
DH : Dermatitis Herpetiformis
2. Vesiko-bulosa
2.1. Definisi
Penyakit vesiko-bulosa atau kelainan kulit berlepuh adalah kelainan kulit
yang di tandai dengan timbulnya ruam primer berupa vesikel dan bula. Vesikel
atau bula terjadi akibat gangguan kohesi sel-sel intradermal atau adhesi dermo-
epidermal junction yang dapat menyebabkan terjadinya influks cairan.5
2.2. Klasifikasi
Vesiko-bulosa ditandai dengan adanya vesikel dan bula; yang termasuk
golongan ini ialah:5
1. Pemfigus
2. Pemfigoid bulosa
3. Dermatitis herpetiformis
4. Epidermolisis bulosa (EB)
5. Chronic bullous disease of childhood
Namun yang akan dibahas pada bab ini adalah vesiko-bulosa yang
mengenai pada anak-anak.
2.2.1. Pemfigus
Pemfigus ialah penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit
dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal
akibat dari proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi
terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat
maupun yang bebas di dalam sirkulasi darah.5
Secara garis besar bentuk pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu
pemfigus vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus foliaseus, dan pemfigus
vegetans.5 Menurut letak dan celah pemfigus di bagi menjadi 2 yaitu di suprabasal
ialah pemfigus vulgaris dan pemfigus vegetans, dan di stratum granulosum ialah
2.2.1.1.2. Histopatologi
Gambaran histopatologik identik dengan pemfigus foliaseus. Pada lesi
yang lama, hiperkeratosis folikular, akantosis, dan diskeratosis stratum granulare
tampak prominen.5
2.2.2.2. Etiologi
pemfigoid bulosa ialah autoimunitas, namun penyebab yang menjadi
pencetus induksi dari auto antibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui
secara pasti. Sebagian besar kasus pemfigoid bulosa terjadi secara sporadis tanpa
faktor pencetus yang jelas. Akan tetapi beberapa laporan tentang pencetus
pemfigoid bulosa adalah cahaya ultraviolet (UV), baik UVB atau psoralen dengan
UVA dan terapi radiasi.6,7
2.2.2.3. Patogenesis
Antigen pemfigoid bulosa merupakan komponen dari hemi desmosom
yang berfungsi melekatkan sel basal dengan membran basal, antigen PB dengan
berat molekul 230kD disebut bullous pemphigoid antigen 1 (BAPG1) sedangkan
antigen dengan berat 180kD disebut dengan bullous pemphigoig antigen 2 atau
kolagen tipe XVII.Antigen BPAGI merupakan antigen intraseluler dan terletak di
2.2.2.7. penatalaksanaan
Pada pemfigoid bulosa biasanya dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa
pengobatan.Pentalaksanaan biasanya diberikan dengan kortikosteroid. Prednison
biasanya diberikan dengan dosis 40-60 mg/hari kemudian pelan-pelan diturunkan
sampai dosis bertahan 10 mg perhari.5
2.2.2.8. Prognosis
Biasanya sembuh dengan sendirinya walaupun tanpa pengobatan dan
biasanya terjadi remisi spontan pada pasien pemfigus bulosa. Buruknya prognosis
dipengaruhi oleh usia, luas penyakitnya, skor Karnofsky yang rendah, albumin
yang rendah dan steroid dosis tinggi, Penyakit yang terlokalisata sangat responsif
terhadap pengobatan dan terjadinya remisi.10,11
2.2.3.3. Patogenesis
Dermatitis herpetiformis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
pengendapan IgA dalam papila dermis, sehingga memicu kaskade imunologi,
rekruitmen neutrofil dan aktivasi sistem komplemen.13 Dermatitis herpetiformis
terjadi akibat hasil dari respon imun terhadap rangsangan kronis pada mukosa
usus yang disebabkan oleh gluten. 14 Akibat terjadinya sensitifitas gluten dengan
ditambah dengan asupan tinggi gluten, akan terbententuk igA terhadap gluten-
tissue transglutaminase (t-TG) yang ditemukan di usus halus, kemudian antibodi
ini akan bereaksi silang dengan epidermal-trans glutaminase (e-TG) dan
kemudian mengendap di papilla dermis sehingga terjadi lesi.15,16
2.2.3.7. Penatalaksanaan
a. Dapson
Menghilangkan gejala dan ruam pada Dermatitis Herpetiformis pada anak
dan dewasa. Obat ini memiliki suatu respon yang sangat baik dalam kurun
waktu 24 jam – 48 jam.17 Dosis yang diberikan adalah 2 mg/kgbb/hari.
Dosis pada obat ini dapat ditingkatkan namun perlu diperhatikan dari hasil
respon klinis serta efek samping dari obat ini. Jika tidak terjadi efek
samping dosis dapat ditingkatkan hingga mencapai maksimal 400 mg/hari,
namun dosis yang dibutuhkan adalah 50 mg tiga kali sehari.17
b. Sulfaridin
Dosis awal sulfaridin biasanya 100-200 mg/kgbb/hari, dan dapat dibagi
menjadi empat dosis. Dengan dosis maksimal 2 sampai 4 gram perhari. Jika
ada suatu perbaikan dosis dapat diturunkan pada setiap minggu hingga dosis
2.2.3.8. Prognosis
Sebagian besar penderita akan mengalami Dermatitis Herpetiformis yang
kronis dan residif. Dan perbaikan keadaan biasanya pada sekitar 10-15% kasus.5,18
2.2.4.2. Etiologi
Etiologi masih belum diketahui. Adanya aktivitas enzim sitolitik atau
terjadinya mutasi struktur protein yang sensitif terhadap perubahan suhu telah
dikemukakan oleh ahli peneliti.5
2.2.4.3. Kasifikasi
Ada empat jenis utama Epidermolisis Bulosa yaitu : Epidermolisis Bulosa
simpleks (EBS), junctional Epidermolisis bulosa (JEB), distrofi Epidermolisis
bulosa ( DEB ), dan Sindrom Kindler.22
2.2.4.4. Patogenesis
Sampai sekarang patogenesis EB belum semuanya diketahui semuanya.
Beberapa penulis mengemukakan berbagai dugaan patogenesis.5
1. E.B.S diduga terjadi akibat:
a. Pembentukan enzim sitolitik dan pembentukan protein abnormal yang
sensitif terhadap perubahan suhu.
b. Selain diturunkan secara genetik autosom, diperkirakan 50% terjadi
akibat mutasi pada gen pembentuk keratin, terutama keratin 5 (K5) dan
14 (K14) yang terdapat di lapisan epidermis.
c. Mutasi juga dapat terjadi gen plectin (plektin). Plektin adalah protein
yang terdapat di membran basal yang berfungsi sebagai penghubung
filamen ke intermediet.5
2.2.5.5. Diagnosis
Langkah pertama diagnosis dari EB adalah dimulai dengan anamnesis
menyeluruh dan pemeriksaan fisik, anamnesis mencakup usia, onset dari lepuh
dan munculnya lepuh pada anggota keluarga lainnya. Sebuah tinjauan dari
gatrointestinal, pernapasan, mata, gigi, tulang, dan sistem genitourinaria penting
dilakukan untuk evaluasi pertumbuhan dan perkembangan. Pemeriksaan fisik
tidak hanya membutuhkan suatu pemeriksaan fisik yang lengkap, tetapi evaluasi
menyeluruh pada Setiap pasien yang diduga menderita Epidermolisis Bulosa.25
Untuk pemeriksaan penunjang pasien epidermolisis bulosa harus memiliki satu
atau lebih spesimen kulit untuk diagnostic imunofluoresensi antigen mapping
(IAM) dan mikroskop transmisi electron ( TEM ).27 Hasil biopsi yang baik adalah
biopsi yang diambil dari kulit yang lepuhnya belum terjadi. 27 Pemeriksaan darah
pada epidermolisis bulosa simpleks biasanya normal. Kombinasi anemia besi dan
anemia penyakit dapat di jumpai pada pasien EBS with muscular dystrophy. Pada
bentuk lain EBS anemia jarang dijumpai, dan bila didapatkan anemia biasanya
berhubungan dengan gangguan pertumbuhan dan malarbsorbsi. Pada anemia berat
sering dijumpai kadar seng dalam serum ringan sampai sedang.28
2.2.5.2. Etiologi
Belum diketahui pasti. Senagai faktor pencetus ialah infeksi dan antibiotik,
yang sering ialah penisilin.5
2.2.5.4. Patogenesis
Antigen pada chronic bullous disesase of childhood memiliki target
lokal pada jaringan basal skuamous, antigen yang terlibat adalah 97-kDa
(LABD97) dan 120-kDa (LAD-1), antigen yang merupakan fragmen domain
ekstraseluler kolagen XVII (BP180), transmembran protein yang memiliki peran
penting dalam menjaga hubungan antara intraseluler dan ekstraseluler yang
terlibat dalam adhesi epidermal.32-34
2.2.5.5. Diagnosis
2.2.5.5.1. Histopatologi
Gambaran yang khas ialah bula subepidermal berisi neutrofil, atau
eosinofil, atau keduanya. Mikro abses di papil dermal berisi neutrofil. Gambaran
ini tak dapat dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa.3
2.2.5.5.2. Imunologi
Pada umumnya didapati deposit linear igA dan C3 dari kulit di perilesi.
Pada imunofluoresensi tak langsung didapati antibodi igA anti membran basalis
yang beredar pada kira-kira 2/3 kasus.5
2.2.5.8. prognosis
Dalam studi yang dilakukan di Tunisia mengatakan bahwa remisi
chronic bullous disesase of childhood pada anak adalah sebanyak 76,1%.31
Penyakit
vesiko- bulosa Klasifikasi
1. Pemfigus
2. Pemfigoid bulosa
3. Dermatitis
herpetiform
Etiologi Akibat proses Autoimun is
4. Epidermolis
tipe igG. 3 is bulosa
iolet baik UVB maupun UVA dan terapi radiasi.
5. Chronic bullous
B8.
disease of
itas enzim sitolitik atau terjadinya mutasi struktur protein yang sensitive.
tibiotik
gangguan
adhesi sel-sel
epidermal klinis
Manifestasi
berbeda-beda
Gambar 3.1. Kerangka teori penelitian
tergantung
kasifikasi
Vesikel dan Bula
Penyakit 1. jumlah
vesiko- bulosa 2. Umur
autoimun 3. Jenis kelamin
vesiko-bulosa 4. tipe
5. bentuk klinis
6. Lokasi
7. pengobatan
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa penyakit vesiko-
bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi
Medan dari tahun 2008-2015 yang mana berjumlahkan sebanyak 10 orang
1. Variabel: jumlah
a. Definisi operasional : jumlah keseluruhan dari subjek penelitian
b. Alat ukur : rekam medik
c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik
d. Hasil ukur : pasien yang didiagnosis penyakit vesiko-
bulosa autoimun pada anak
e. Skala ukur : nominal
2. Variabel: umur
a. Defenisi operasional : masa usia subjek penelitian
b. Alat ukur : rekam medik
c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik
d.Hasil ukur : 0-5 tahun, 6-11 tahun dan 12-18 tahun
e. Skala ukur : interval
6. Variabel: lokasi
a. Definisi operasional : lokasi lesi penyakit vesiko-bulosa autoimun
pada subjek penelitian
b. Alat ukur : rekam medik
c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik
d. Hasil ukur : berdasarkan tempat predileksi
e. Skala ukur : ordinal
Pemfigus 1
Pemfigoid bulosa 3
Dermatitis herpetiormis 0
Epidermolisis bulosa 6
dari hasil tabel diatas maka dapat diketahui jumlah pasien vesiko-bulosa
autoimun pada anak adalah : Pemfigus (10%), Pemfigoid bulosa (30%),
Dermatitis herpetiformis (0), Epidermolisis bulosa (60%), Chronic bullous
disease of childhood (0).
Pemfigoid bulosa 0 0 3
Dermatitis herpetiformis 0 0 0
Epidermolisis bulosa 3 1 2
Chronic bullous disease of
childhood 0 0 0
LAKI-LAKI PEREMPUAN
Pemfigus 0 1
Pemfigoid bulosa 1 2
Dermatitis herpetiformis 0 0
Epidermolisis bulosa 2 4
Chronic bullous diseaseof childhood 0 0
dari tabel hasil di atas dapat diperoleh jenis kelamin yang terdapat pada
penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak adalah: laki-laki (30%) dan
perempuan (70%)
Ventrikel regio
Bula eritematosa
intra orbital,
regio
Pemfigoid bulosa tegang, makula, Palmaris dekstra
dan sinistra, regio
hipopigmentasi, erosi
facialis
Dermatitis herpetiformis - -
Bula hemoragik, Regio capitalis,
regio lumbalis,
bula berisi air, papul
Epidermolisis regio facialis, regio
bulosa kecil dan milia abdomen coli
dari tabel hasil diatas menunjukkan beberapa bentuk klinis dan lokasi khas
dari masing – masing klasifikasi penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak.
PENGOBATAN
SISTEMIK
6
PENGOBATAN
TOPIKAL
12
5.2.5. Pengobatan
Pada penelitian Autoimmune Blistering Diseases in Children menyatakan
bahwa hampir keseluruhan penyakit vesiko-bulosa autoimun dapat di tatalaksana
dengan menggunakan pengobatan sistemik kortikosteroid dan dapson sebagai
pengobatan lini pertama dosis yang berbeda-beda pada setiap penyakit vesiko-
bulosa autoimun.41 Untuk pengobatan topikal dengan steroid dapat meringankan
gejala namun biasanya remisi dapat terjadi pada umur dewasa.41 Dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan yang di gunakan untuk penyakit
vesiko-bulosa lebih mengarah ke pengobatan topikal dengan persentasi (66,6%)
dibandingkan sistemik dengan persentasi (33,3%). Adapun pengobatan sistemik
yang dilakukan di kedua rumah sakit tersebut adalah amoxicillin tab 500 mg,
6.1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pada karakteristik penyakit vesiko-bulosa autoimun
pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari
tahun 2008-2015 maka dapat di tarik kesimpulan:
1. Jumlah pasien vesiko-bulosa pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan
dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015 adalah sebanyak 10
orang
3. Kepada pihak RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan,
khususnya pada pihak yang bertanggung jawab dalam penyimpana rekam
medis agar dapat menyimpan seluruh data dan menyusun data dengan rapi
dan baik agar penelitian selanjutnya pembaca dapat mengerti dan
memahami isi dari data tersebut
4. Peneliti berharap agar Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data
dasar ataupun data pendukung untuk penelitian selanjutnya mengenai
penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak
I. Data Pribadi
Nama : Muhammad Abror Affan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 April 1995
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. M. Joni G. Karya no 1, Medan
Telepon 087869157761
Universitas Sumatera