Anda di halaman 1dari 74

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Skripsi Sarjana

2015

Karakteristik Penyakit Bronkiolitis di


Divisi Respirologi Anak RSUP H. Adam
Malik Pada Tahun 2012-2014

Tambunan, Nia Stefani

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2811
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KARAKTERISTIK PENYAKIT BRONKIOLITIS DI DIVISI
RESPIROLOGI ANAK RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2012-2014

Oleh:
NIA STEFANI TAMBUNAN
NIM : 120100230

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Universitas Sumatera Utara


KARAKTERISTIK PENYAKIT BRONKIOLITIS DI DIVISI
RESPIROLOGI ANAK RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2012-2014

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:
NIA STEFANI TAMBUNAN
NIM : 120100230

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


ii

ABSTRAK

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang


biasanya mengenai anak berusia di bawah 2 tahun dan merupakan penyebab
paling umum dari rawat inap bayi di rumah sakit. Penyakit ini menyebabkan
90.000 kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4.500 kematian setiap tahunnya.
Berdasarkan hal tersebutlah maka dilakukan penelitian mengenai karakteristik
penyakit bronkiolitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada
Januari 2012 – Desember 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross
sectional yang dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode analisis pada 47 data rekam medis
yang lengkap pada pasien bronkiolitis pada Januari 2012 sampai Desember 2014
yang dipilih dengan metode total sampling. Hal-hal yang dapat dianalisis pada
rekam medis bronkiolitis antara lain sosiodemografi, status gizi, gejala klinis,
lama rawatan, tatalaksana dan keadaan sewaktu pulang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita bronkiolitis di RSUP H.
Adam Malik Medan lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki, dengan
rentang umur 0 - <6 bulan, sering terjadi pada anak dengan gizi buruk, paling
banyak berasal dari luar Medan, sesak napas adalah gejala klinis yang paling
sering dikeluhkan, dan lama rawatan rerata adalah 8,26 hari. Di RSUP H. Adam
Malik, penderita bronkiolitis secara umum ditatalaksana dengan pemberian
antibiotik hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya infeksi sekunder oleh
bakteri dan mengingat RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan
sehingga pasien-pasien yang datang banyak yang sudah mengalami komplikasi.
Kondisi penderita ketika pulang dari rumah sakit pada umumnya dalam keadaan
sembuh.

Kata kunci : Bronkiolitis, Karakteristik, RSUP H. Adam Malik

Universitas Sumatera Utara


iii

ABSTRACT

Bronchiolitis is an infection of the lower respiratory tract that usually


affects children less than 2 years of age and is the most common cause of
hospitalization in infants. This disease causes 90.000 cases of admission to
hospital and causes 4.500 cases of death per year. Based on the data than we do
research on the characteristics of bronchiolitis in the RSUP H. Adam Malik
Medan in January 2012 until December 2014.
This research is a descriptive study using cross sectional approach; it was
conducted in Medical Record Installation in RSUP Haji Adam Malik. Data
collected by the method of analysis in 47 complete medical records of patients
with bronchiolitis in January 2012 to December 2014 were selected with a total
sampling method. Things that can analyzed in the medical records of bronchiolitis
among other sociodemographic, nutritional status, clinical symptoms, lengths of
stays, treatment and outcomes of care.
These results indicate that patient with bronchiolitis in RSUP H. Adam
Malik is more common in male gender, age range 0-<6 months, often occurs in
children with malnutrition, mostly from outside Medan, dyspnea is the most
clinical symptom and median lengths of stays is about 8,26 days. In RSUP H.
Adam Malik, bronchiolitis in children/ pediatric bronchiolitis is treated mainly/
empirically with antibiotics (as addendum), it is done so as there is high
possibility/ chance that the patient have secondary bacterial infections as
complication, for the patients that came to RSUP H. Adam Malik are mostly
referred by General Practitioner or specialists in rural areas which have no
adequate support. Condition of the patient when discharged from the hospital are
generally in a state of recovery.

Keywords : Bronchiolitis, Characteristics, RSUP H. Adam Malik

Universitas Sumatera Utara


iv

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian penelitian ini, banyak bimbingan dan arahan
yang penulis peroleh dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
2. dr. Rini Savitri Daulay, M.Ked.Ped, Sp.A, selaku dosen pembimbing
penulis, terima kasih atas waktu, perhatian, kesabaran serta masukan yang
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
3. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis
selama masa pendidikan.
4. Kedua orang tua penulis Charles Tambunan dan Sami Rahayu, yang selalu
memberikan doa dan dukungan berupa moral maupun materi, yang selalu
memberi semangat dan arahan dalam bersikap selama proses
menyelesaikan penelitian ini.
5. Teman sekelompok bimbingan penelitian, Muhammad Yamin dan
Uthayadarshini atas kerjasama yang baik dalam proses bimbingan selama
ini.
6. Yang terkasih Salomo Sinaga untuk semangat, nasehat dan dukungannya.
7. Sahabat terbaik, Theresia Situmorang, Hans Simorangkir, Jessica Purba,
Christian L.Gaol, Daniel Tambunan, dan Gomedi yang selalu memberikan
penghiburan dan dukungan selama proses penyelesaian penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


v

8. Teman-teman sesama bimbingan penelitian di Fakultas Kedokteran dan


teman-teman penulis lainnya, yang selalu hadir memberi bantuan berupa
saran, kritik, penghiburan, semangat dan motivasi selama proses
penyusunan penelitian ini.
9. Kepada semua instansi yang telah banyak membantu dan member
kemudahan RSUP H. Adam Malik Medan, Perpustakaan FK USU, dan
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas penelitian ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan
manfaat kepada semua orang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam dunia kesehatan dan kedokteran.

Medan, 05 Desember 2015

Nia Stefani Tambunan


(NIM : 120100230)

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR……. ..................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................ 3
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5


2.1. Definisi ................................................................................... 5
2.1.1. Infeksi Respiratorik Akut ........................................... 5
2.1.2. Bronkiolitis................................................................. 5
2.2. Etiologi Bronkiolitis ............................................................... 5
2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Bronkiolitis............................. 6
2.4. Faktor Risiko Bronkiolitis ...................................................... 8
2.4.1. Jenis Kelamin ............................................................. 8
2.4.2. Umur .......................................................................... 9
2.4.3. Riwayat Atopi Keluarga ............................................. 9
2.4.4. Prematuritas.............................................................. 10

Universitas Sumatera Utara


vii

2.4.5. Riwayat Pemberian ASI ........................................... 10


2.4.6. Paparan Asap Rokok ................................................ 11
2.4.7. Gizi Kurang .............................................................. 11
2.4.8. Sosioekonomi Rendah.............................................. 11
2.5. Epidemiologi ........................................................................ 12
2.6. Diagnosis Bronkiolitis.......................................................... 13
2.6.1. Anamnesis ................................................................ 13
2.6.2. Pemeriksaan Fisis ..................................................... 13
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan
Penunjang ................................................................. 14
2.7. Tata Laksana ........................................................................ 16
2.7.1. Terapi Oksigen ......................................................... 17
2.7.2. Terapi Cairan ............................................................ 18
2.7.3. Antibiotik ................................................................. 18
2.7.4. Antivirus (Ribavirin) ................................................ 18
2.7.5. Bronkodilator ........................................................... 19
2.7.6. Kortikosteroid .......................................................... 20
2.8. Pencegahan ........................................................................... 21
2.9. Komplikasi ........................................................................... 23
2.10. Perjalanan dan Prognosis ..................................................... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25


3.1. Kerangka Konsep Penelitian ................................................ 25
3.2. Definisi Operasional............................................................. 25
3.2.1. Bronkiolitis............................................................... 25
3.2.2. Umur ........................................................................ 25
3.2.3. Jenis Kelamin ........................................................... 26
3.2.4. Daerah Tempat Tinggal............................................ 26
3.2.5. Status Gizi ................................................................ 26
3.2.6. Gejala Klinis............................................................. 27
3.2.7. Lama Rawatan Rata-rata .......................................... 27

Universitas Sumatera Utara


viii

3.2.8. Tatalaksana............................................................... 28
3.2.9. Keadaan Sewaktu Pulang ......................................... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ........................................................... 29


4.1. Jenis Penelitian ..................................................................... 29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 29
4.3. Populasi dan Sampel ............................................................ 29
4.3.1. Populasi Target......................................................... 29
4.3.2. Populasi Terjangkau ................................................. 29
4.3.3. Besar Sampel ............................................................ 30
4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................. 30
4.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................. 30
4.5.1. Pengolahan Data....................................................... 30
4.5.2. Analisis Data ............................................................ 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 32


5.1. Hasil Penelitian .................................................................... 32
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian...................................... 32
5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ......................................... 32
5.1.3. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan
Sosiodemografi ........................................................ 33
5.1.4. Deskripsi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan
Status Gizi ................................................................ 34
5.1.5. Deskripsi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan
Gejala Klinis............................................................. 35
5.1.6. Lama Rawatan Rata-rata Pasien Bronkiolitis .......... 35
5.1.7. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan
Tatalaksana............................................................... 35
5.1.8. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang ......................................... 36
5.2. Pembahasan .......................................................................... 37

Universitas Sumatera Utara


ix

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 41


6.1. Kesimpulan .......................................................................... 41
6.2. Saran ..................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 43


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


2.1. Penilaian Derajat Keparahan ................................................ 14
2.2. Kriteria terapi ribavirin untuk infeksi berat RSV akut pada
bayi dan anak – anak yang dikeluarkan oleh American
Academy of Pediatrics (1996) .............................................. 19
2.3. Terapi bronkiolitis (RSV): rekomendasi dari Agency for
Healthcare Research and Quality (AHRQ) ......................... 21
5.1. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Umur ......................................... 33
5.2. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 33
5.3. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ............ 34
5.4. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Status Gizi ................................ 34
5.5. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Gejala Klinis ............................. 35
5.6. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Tatalaksana ............................... 36
5.7. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam
Malik Medan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ......... 36

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar 2.1. Respiratory Syncytial Virus ................................................ 6
Gambar 2.2. Interaksi neuroinflamasi dan ‘neural remodeling’ pada
saluran jalan nafas yang terinfeksi RSV ............................. 8
Gambar 2.3. Gambaran foto toraks (Hiperinflasi) ................................. 15
Gambar 2.4. Algoritma Tatalaksana Bronkiolitis .................................. 23
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ............................................................. 25
Gambar 4.1. Bagan kerangka operasional ............................................. 30

Universitas Sumatera Utara


xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup


Lampiran 2 Data Induk
Lampiran 3 Output Data Hasil Penelitian
Lampiran 4 Surat Izin Survey Awal Penelitian
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 Ethical Clearance
Lampiran 8 Logbook Bimbingan Proposal Penelitian
Lampiran 9 Logbook Bimbingan Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia (Dahlan, 2009). Infeksi respiratorik akut (IRA)
merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Di
Indonesia, IRA merupakan masalah kesehatan yang utama karena masih tingginya
angka kejadian IRA terutama pada anak-anak balita (Saftari, 2009).
Prevalensi IRA pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan keluhan penduduk adalah 25,0%. Lima provinsi dengan IRA tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (33,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara
Barat (28,9%), dan Jawa Timur (28,3%). Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi
IRA sebanyak 19,9% (Riskesdas, 2013).
Infeksi respiratorik akut dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu infeksi
respiratorik akut atas (IRA-A) dan infeksi respiratorik akut bawah (IRA-B).
Infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer saluran pernapasan di atas laring,
sedangkan infeksi saluran pernapasan dari laring ke bawah disebut infeksi
respiratorik bawah (Supriyatno, 2006). Dilihat dari struktur saluran pernapasan,
bronkiolitis digolongkan kedalam infeksi respiratorik akut bawah (IRA-B). World
Health Organization (WHO) melaporkan bahwa IRA-B menjadi penyebab
kematian kedua terbanyak pada anak, yaitu sekitar 2,1 juta (19,6%) (Tamba,
2009).
Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus yang ditandai oleh sesak
napas, wheezing, dan hiperinflasi paru. Penyakit bronkiolitis merupakan infeksi
respiratorik akut bagian bawah yang paling sering menyebabkan rawat inap bayi
di rumah sakit. (Subanada et al., 2009). Penyakit ini sering pada anak umur di
bawah 2 tahun dengan insidens tertinggi pada bayi umur 6 bulan. Makin muda
umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya.
(Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005). Orenstein (2012) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


2

bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berumur 3-6 bulan yang tidak
mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan padat penduduk.
Sebanyak 11,4% anak berumur dibawah 1 tahun dan 6% anak berumur 1-2
tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000
kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4.500 kematian setiap tahunnya.
Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi.
Insidens bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS.
Insidens terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-
negara tropis (Zain, 2010).
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV),
60-90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenza tipe 1,2, dan
3, Influenza B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. Respiratory
Syncytial Virus adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya
penyebab yang dapat menimbulkan epidemik (Setiawati, Asih, & Makmuri,
2005).
Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, umur
penderita dan adanya epidemik RSV di masyarakat. Kriteria bronkiolitis terdiri
dari : (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan
fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4)
menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing
(Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Terdapat berbagai faktor risiko terjadinya bronkiolitis pada anak,
diantaranya umur, jenis kelamin laki-laki, pemberian ASI tidak eksklusif, paparan
asap rokok, dan riwayat atopi merupakan faktor risiko yang signifikan.
Berdasarkan penelitian Kartasasmita et al., faktor risiko IRA di komunitas dan
didapatkan hasil faktor risiko IRA adalah sosial ekonomi rendah (Tamba, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Garcia et al. (2010) pada tahun 2002
sampai 2007 didapatkan 83% penderita bronkiolitis berusia ≤ 12 bulan dan
penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan persentase 57%
(Garcia et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara


3

Di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Ilmu


Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan 2003
didapatkan lebih dari 50% penderita bronkiolitis berusia 6 bulan ke bawah dan
penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan (Setiawati, Asih, & Makmuri,
2005).
Dari latar belakang tersebut, penulis berminat untuk mengkaji karakteristik
penderita bronkiolitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada Januari 2012 –
Desember 2014.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana Karakteristik Penyakit Bronkiolitis di Divisi
Respirologi Anak RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012 – 2014?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penyakit
bronkiolitis di divisi respirologi anak RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012 –
2014.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita bronkiolitis
berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal)
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita bronkiolitis
berdasarkan status gizi
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita bronkiolitis
berdasarkan gejala klinis
4. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita bronkiolitis
5. Untuk mengetahui tatalaksana pada penderita bronkiolitis
6. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita bronkiolitis
berdasarkan keadaan sewaktu pulang

Universitas Sumatera Utara


4

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran dari karakteristik bronkiolitis pada anak dan
upaya pencegahannya.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi statistik
penyakit bronkiolitis pada tahun 2012 – 2014 di RSUP H. Adam
Malik.
3. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan atau
referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
karakteristik bronkiolitis.
4. Bagi Penulis
Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai karakteristik bronkiolitis.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
2.1.1. Infeksi Respiratorik Akut
Infeksi Respiratorik Akut (IRA) memiliki nama lain Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA). Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris
(ARI) Acute Respiratory Infections (Depkes RI, 2004).
Infeksi Respiratorik Akut (IRA) adalah penyakit saluran pernapasan akut
yang meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti rhinitis, faringitis, dan otitis
serta saluran pernapasan bagian bawah seperti laringitis, bronkitis, bronkiolitis
dan pneumonia (Depkes RI, 2008). Pengertian akut adalah infeksi yang
berlangsung hingga 14 hari (Wantania, Naning, & Wahani, 2010).

2.1.2. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus yang ditandai oleh sesak
napas, wheezing, dan hiperinflasi paru. Penyakit bronkiolitis merupakan infeksi
respiratorik akut bagian bawah (IRA-B) yang sering pada bayi (Subanada et al.,
2009).

2.2. Etiologi Bronkiolitis


Bronkiolitis mula-mula digambarkan sebagai komplikasi campak dan
parotitis, tetapi kini telah dihubungkan dengan banyak virus pernapasan
(Hazinski, 2007). Penyebab paling sering dari bronkiolitis adalah respiratory
syncytial virus (RSV). Sekitar 95% kasus bronkiolitis disebabkan oleh invasi RSV
(Zain, 2010)
Virus lain yang merupakan penyebab bronkiolitis adalah virus influenza,
parainfluenza, rhinovirus, human metapneumovirus, dan bocavirus (Koehoorn et
al., 2008). Tidak ada bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.
Kadang-kadang, secara klinis bronkopneumonia dapat terancukan dengan
bronkiolitis (Orenstein, 2012).

Universitas Sumatera Utara


6

2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Bronkiolitis


Respiratory Syncytial Virus (Gambar 2.1) adalah single stranded RNA
virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua
glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk
menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein) yang mengikat sel dan
protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target
dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif
pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A
menyebabkan gejala pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele
(Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).

Gambar 2.1. Respiratory Syncytial Virus


Dikutip dari : Vapotherm, 2015.

Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring


kemudian menyebar dari saluran napas atas ke saluran napas bawah melalui
penyebaran langsung pada epitel saluran napas dan melalui aspirasi sekresi
nasofaring. Respiratory Syncytial Virus mempengaruhi sistem saluran napas
melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang
memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel
epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris
dan fibrin kedalam lumen bronkiolus . Virus yang merusak epitel bersilia juga
mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus .

Universitas Sumatera Utara


7

Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar
terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,
substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada
akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi Intercellular
Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil
dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari
proses inflamasi, edema saluran napas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta
spasme otot polos saluran napas (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan
kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,
atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena
resistensi aliran udara saluran napas berbanding terbalik dengan diameter saluran
napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah
memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas
bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran napas meningkat
pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi, tetapi karena radius saluran
respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan
hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara
yang terjebak diabsorbsi (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi
karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien.
Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri.
Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat sekama end-expiratory
lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya
baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit (Zain, 2010)

Universitas Sumatera Utara


8

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag (Zain,
2010). Berikut ini gambar interaksi neuroinflamasi dan ‘neural remodeling’ pada
saluran jalan napas yang terinfeksi RSV.

Gambar 2.2. Interaksi neuroinflamasi dan ‘neural remodeling’ pada saluran jalan
napas yang terinfeksi RSV
Dikutip dari : Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005.

2.4. Faktor Risiko Bronkiolitis


2.4.1. Jenis Kelamin
Bronkiolitis akut lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Hal ini
dihubungkan dengan diameter saluran respiratorik yang relatif lebih sempit pada
anak laki-laki dibanding perempuan. (Watts & Goodman, 2007 dalam Subanada
et al., 2009). Orenstein (2012) juga menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering
terjadi pada bayi laki-laki. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa
bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh

Universitas Sumatera Utara


9

Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli
menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki (Zain, 2010).
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita bronkiolitis di
Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta
sebesar 1,44:1 dan secara statistik bermakna {RP 3,42 (IK95% 1,10;10,64,
p=0,034} (Subanada et al., 2009).

2.4.2. Umur
Umur sangat mempengaruhi terjadinya infeksi saluran napas. Infeksi yang
terjadi pada bayi dan anak akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek
dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena infeksi virus pada bayi
dan anak yang belum memperoleh kekebalan tubuh alamiah (Alsagaff, 2005).
Bronkiolitis paling sering terjadi pada umur 2-24 bulan, puncaknya pada
umur 2-8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berumur di
bawah 2 tahun dan 75% di antaranya terjadi pada anak berumur di bawah 1 tahun
(Zain, 2010). Pediatric Society of New Zealand (2005) menyatakan bahwa
bronkiolitis biasanya terjadi pada bayi berumur < 1 tahun. Puncak kejadian adalah
pada bayi berumur 3-6 bulan.
Bayi di bawah umur 6 bulan dengan infeksi RSV menghasilkan lebih
sedikit antibodi spesifik – RSV (IgG, IgM, dan IgA) daripada anak yang lebih tua,
yang dapat menjelaskan mengapa virus dapat ditemukan selama masa waktu yang
lebih lama dan mengapa penyakit lebih berat pada bayi yang lebih muda
(Hazinski, 2007).

2.4.3. Riwayat Atopi Keluarga


Atopi merupakan salah satu faktor yang diduga sebagai predisposisi
bronkiolitis akut. Hal ini didasari karena pasien bronkiolitis akut berat sering
mengalami wheezing berulang atau berkembang menjadi asma. Carroll et al.
(2007) dalam Subanada et al. (2009) mendapatkan peningkatan risiko bronkiolitis
akut sebesar 1,52 (IK95% 1,26;1,87) bila ibu menderita asma.

Universitas Sumatera Utara


10

Hasil penelitian di Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak


FKUI-RSCM Jakarta menunjukkan bahwa riwayat atopi pada orangtua secara
bermakna (dengan IK95% yang sangat lebar) berhubungan dengan bronkiolitis
akut (Subanada et al., 2009)

2.4.4. Prematuritas
Prematuritas dikaitkan dengan perkembangan paru-paru yang belum
matang dan hal ini mengakibatkan berkurangnya fungsi paru selama masa kanak-
kanak. Hasil penelitian menunjukkan pola yang jelas antara penurunan umur
kehamilan dengan peningkatan risiko rawat inap di rumah sakit. Bahkan untuk
umur kehamilan 39 minggu akan meningkatkan risiko rawat inap sebesar 10%
dibandingkan mereka yang lahir pada umur kehamilan 40-42 minggu, dan risiko
akan meningkat lagi sebanyak 7% bila umur kehamilannya lebih muda
(Paranjothy et al., 2013).

2.4.5. Riwayat Pemberian ASI


Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada
bayinya baik cukup bulan maupun yang kurang bulan. Komposisi ASI dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi pada setiap saat. Kandungan enzim
dalam ASI yang membantu pencernaan, kandungan zat imun yang dapat
mencegah bayi terinfeksi oleh bibit penyakit tertentu, tidak dapat diganti oleh susu
formula (Suradi, 2001).
Air susu ibu mempunyai antibodi terhadap RSV termasuk IgG, IgA, IFN-
, serta mempunyai aktivitas netralisasi melawan RSV (Subanada et al., 2009).
Pullan et al. (1980) dalam Subanada et al. (2009), dalam penelitiannya
mendapatkan risiko relatif untuk perawatan infeksi RSV sebesar 2,2 pada anak
yang tidak minum ASI. Penelitian Bachrach, mendapatkan bahwa ASI eksklusif
selama 4 bulan mengurangi risiko rawat inap oleh karena IRA-B (RR 0,28)
(Bachrach, 2003 dalam Subanada et al., 2009). Orenstein (2012) juga mengatakan
bahwa bronkilitis paling sering terjadi pada bayi berumur antara 3 dan 6 bulan
yang belum pernah disusui-ibunya.

Universitas Sumatera Utara


11

2.4.6. Paparan Asap rokok


Asap rokok antara lain mengandung tar, nikotin, dan poliaromatik
hidrokarbon. Paparan asap rokok baik prenatal maupun pascanatal dapat
mempengaruhi morfogenesis paru maupun perkembangan sistem imunologis
anak. Satu penelitian mendapatkan bahwa perokok pasif meningkatkan risiko
infeksi RSV dengan rasio odd (RO) 3,87. Strachan & Cook melaporkan rasio odd
(RO) terinfeksi RSV 1,72 bila ibu merokok. Carroll et al. (2007), pada penelitian
kohort retrospektif mendapatkan RR 1,19 (IK 95% 1,08;1,31) bila ibu perokok.
Peneliti lainnya melaporkan prevalensi IRA-A meningkat dari 81,6% menjadi
95,2% pada bayi jika hanya ayah yang merokok (Subanada et al., 2009).
Orenstein (2012) juga berpendapat bahwa bayi yang ibunya merokok lebih
mungkin berkembang bronkiolitis daripada bayi ibu-ibu yang tidak merokok.

2.4.7. Gizi kurang


Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab
utama pada anak yang berumur dibawah 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang
meninggal karena penyakit infeksi biasanya didahului oleh keadaan gizi yang
kurang. Hal ini dikarenakan keadaan gizi yang kurang dapat melemahkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam
tubuh (Gulo, 2008). Defisiensi nutrisi umumnya menurunkan kemampuan ntuk
bertahan terhadap stres akibat infeksi (Hermawan, 2006).

2.4.8. Sosioekonomi Rendah


Status sosial ekonomi keluarga dapat dinilai dari jenis pekerjaan dan
jumlah penghasilannya. Pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang rendah
menyebabkan orangtua sulit menyediakan fasilitas rumah yang baik, perawatan
kesehatan dan gizi anak yang memadai (Mairusnita, 2007). Anak yang berasal
dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah mempunyai risiko lebih
besar mengalami ISPA (Wantania, Naning, & Wahani, 2010).

Universitas Sumatera Utara


12

Angka morbiditias dan mortalitas bronkiolitis lebih tinggi pada negara


berkembang dibandingkan dengan negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh
rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta tingginya
kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara
berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3% (Zain, 2010).

2.5. Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi.
Paling sering terjadi pada umur 2-24 bulan, puncaknya pada umur 2-8 bulan.
Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berumur di bawah 2 tahun
dan 75% di antaranya terjadi pada anak berumur di bawah 1 tahun (Zain, 2010).
Orenstein (2012) menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi
laki-laki berumur 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di
lingkungan padat penduduk.
Sebanyak 11,4% anak berumur dibawah 1 tahun dan 6% anak berumur 1-2
tahun di AS pernah menderita bronkiolitis. Penyakit ini menyebaban 90.000 kasus
perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis
merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Insidens
bronkiolitis di negara berkembang hampir sama dengan di Amerika Serikat (AS).
Insidens terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di negara-negara
tropis (Zain, 2010).
Median lama perawatan adalah 2-4 hari, kecuali pada bayi prematur dan
kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan (PJB). Bradley menyebutkan
bahwa penyakit akan lebih berat pada bayi dengan umur yang lebih muda. Hal itu
ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2, juga pada bayi yang terpapar
asap rokok pascanatal. Beberapa prediktor lain untuk beratnya bronkiolitis atau
yang akan menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masa gestasi <34 minggu,
umur <3 bulan, sianosis, saturasi oksigen <90%, laju respiratori >70 x/menit,
adanya ronki, dan riwayat displasia bronkopulmonar (bronchopulmonar
dysplasia, BPD) (Zain, 2010).

Universitas Sumatera Utara


13

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara


berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh
rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan
penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada
anak-anak yang dirawat adalah 1-3% (Zain, 2010).

2.6. Diagnosis Bronkiolitis


Penegakan Diagnosis bronkiolitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan laboratorium. Dari ketiga komponen ini, perlu dipikirkan juga
kemungkinan diagnosis banding yang lain, seperti asma, bronkitis, gagal jantung
kongestif, dan edema paru yang memiliki gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang yang menyerupai bronkiolitis pada anak (Partogi, 2014).

2.6.1. Anamnesis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori-atas akibat virus, seperti pilek
ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang
disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis,
merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan
nafsu makan (Zain, 2010).
Sianosis dapat terjadi dan paling jelas saat tidur, ketika dorongan terhadap
pernapasan menjadi tumpul. Hiperkapnia lazim pada bayi umur kurang dari 1
tahun, terutama bila mereka bergerak atau batuk. Sekresi nasofaring yang
bertambah dapat menyebabkan obstruksi jalan napas lebih lanjut dan memperberat
obstruksi jalan napas kecil. Apnea, baik sentral maupun obstruktif, merupakan
masalah yang lazim ada pada bayi berumur kurang dari 6 bulan (Hazinski, 2007).

2.6.2. Pemeriksaan Fisis


Pemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis
adalah adanya takipnu, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5 oC. Selain itu,
dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis (Zain, 2010).

Universitas Sumatera Utara


14

Obstruksi saluran respiratori-bawah akibat respons inflamasi akut akan


menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha
pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan
napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan
ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala
menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berumur <6 minggu (Zain,
2010). Berikut ini tabel yang berisi tentang penilaian derajat keparahan pada
penderita bronkiolitis.

Tabel 2.1. Penilaian Derajat Keparahan

Ringan Sedang Berat


Frekuensi < 2 bulan > 60/menit >70/menit
Napas 2-12 bulan 50/menit

Retraksi Tidak ada/ringan Sedang Berat


Dada

Pernapasan Tidak ada Tidak ada Ada


Cuping
Hidung

Pemberian Normal Kurang dari biasanya Tidak mau makan


makan

Tingkah Normal Rewel Lesu


Laku

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada


Sumber asli: Paediatric Society Of New Zealand, 2005.

2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya
normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan
untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik
(Zain, 2010).
Pada foto Rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat
(patchy infiltrates) (Gambar 2.3), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat

Universitas Sumatera Utara


15

ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula
ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret
pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan
peningkatan diameter antero-posterior (Zain, 2010).

Gambar 2.3. Gambaran foto toraks (hiperinflasi)


Dikutip dari : Lubis et al., 2011

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan


aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%
kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini
adalah 80-90% (Setiawati, Asih, Makmuri, 2005).
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument
(RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernapasan/respiratory rate
(RR), usaha napas, beratnya wheezing, dan oksigenasi (Zain, 2010)

Universitas Sumatera Utara


16

Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt adalah :


1. Frekuensi Pernapasan (FP) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan
melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali
penghitungan dan diambil rata-ratanya.
2. Frekuensi Jantung (FJ) : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali
selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama
pengamatan 1 menit dan diambil rata-ratanya.
4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut
Lowell et al.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel, dan menangis)
Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai
berikut:
1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel).
2. Penggunaan otot bantu napas : skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi
berat).
3. Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan
ekspiratorik).
Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi
klinis yang dapat menyerupai penyakit lain. Diagnosis banding yang memiliki
gambaran klinis menyerupai bronkiolitis sebaiknya dipikirkan, misalnya
pneumonia berbagai sebab dapat memberikan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang yang menyerupai bronkiolitis. Oleh karena itu, untuk menentukan
diagnosis bronkiolitis pada anak, penting untuk memperhatikan epidemiologi,
rentang umur terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun (Zain,
2010).

2.7. Tata Laksana


Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif berupa:
oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat.
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral

Universitas Sumatera Utara


17

yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.
Penderita risiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berumur kurang dari 3
bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,
defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi
suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian
antivirus (Setiawati, Asih, Makmuri, 2005).
Di Bagian Anak RS Dr Soetomo Surabaya selain terapi suportif, secara
rutin nebulasi beta 2 agonis juga diberikan pada setiap penderita bronkiolitis.
Steroid sistemik diberikan pada kasus–kasus berat. Antibiotika diberikan bilamana
keadaan umum penderita kurang baik, atau ada dugaan infeksi sekunder dengan
bakteri (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Penanganan bronkiolitis di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Soetomo:
A. Cairan dan nutrisi: adekuat, tergantung kondisi penderita
B. Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry dan bila perlu dilakukan analisa gas darah. Bila ada tanda
gagal napas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
C. Bronkodilator: nebulasi beta 2 agonis : salbutamol 0,1 mg/kg BB/dosis,
ditambahkan dengan cairan normal salin, diberikan 4 – 6 kali per-hari
D. Steroid, pada bronkiolitis berat: deksametason 0,1-0,2 mg/kg/dosis, IV
E. Antibiotik : penyakit berat, keadaan umum kurang baik, curiga infeksi
sekunder
F. Digitalisasi : bila ada tanda payah jantung (Setiawati, Asih, Makmuri,
2005).

2.7.1. Terapi Oksigen


Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-
kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalu
nasal prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box.
Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse
oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada

Universitas Sumatera Utara


18

saat masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan
di rumah sakit (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).

2.7.2. Terapi cairan


Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infus dan
diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan
suhu dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak
dapat minum, panas, distres napas untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit
yang mungkin timbul (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).

2.7.3. Antibiotik
Apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan
leukosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur
darah, urine, feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan antibiotik yang
memiliki spektrum luas. Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan
pengaruh terhadap perjalanan bronkiolitis. Akan tetapi keterlambatan dalam
mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai penyebab bronkiolitis dan
menyadari bahwa infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika (Setiawati, Asih, &
Makmuri, 2005).

2.7.4. Antivirus (Ribavirin)


Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas
virus termasuk RSV. Ribavirin menghambat translasi messenger RNA (mRNA)
virus kedalam protein virus daan menekan aktivitas polymerase RNA. Titer RSV
meningkat dalam tiga hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari seelah terkena
virus. Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase
replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi
(Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005). Berikut ini tabel yang berisi tentang kriteria
terapi ribavirin yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics.

Universitas Sumatera Utara


19

Tabel 2.2. Kriteria terapi ribavirin untuk infeksi berat RSV akut pada bayi
dan anak – anak yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics
(1996)

Terapi ribavirin dapat dipertimbangkan untuk :


 Bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, termasuk hipertensi
pulmonal
 Bayi dan anak penderita displasia bronkopulmoner, fibrosis kistik, atau
kondisi paru kronis lainnya
 Bayi prematur (kehamilan < 37 minggu) yang sebelumnya sehat dan bayi
berumur <6 minggu
 Bayi dan anak dengan penyakit imunosupresif
 Bayi dan anak dengan penyakit yang berat atau sedang dipasang ventilasi
mekanik
 Pasien rawat inap dengan peningkatan risiko penyakit berkembang dari
ringan menjadi lebih berat karena berumur < 6 minggu atau dengan penyakit
mendasar seperti anomali kongenital multipel atau penyakit neurologis atau
metabolik tertentu (contoh : cerebral palsy atau myasthenia gravis).
Sumber asli : Setiawati, Asih & Makmuri, 2005.

2.7.5. Bronkodilator
Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama
diperdebatkan selama hampir 40 tahun. Terapi farmakologis yang paling sering
diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortikosteroid
(Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran
respiratori adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan
mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis,
sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis -
adrenergik (Zain, 2010).
Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik
selektif adalah:
1. Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa,
membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan
sedikit efek pada ventilation-perfusion matching.
2. Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik.

Universitas Sumatera Utara


20

3. Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi.


4. Efek fisiologik antihistamin melawan efek histamin seperti edema.
5. Mengurangi sekresi kataral (Zain,2010).

2.7.6. Kortikosteroid
Banyak studi terdahulu yang telah dilakukan untuk mencari efektifitas
kortikosteroid untuk pengobatan bronkiolitis. Richter (1998) melakukan penelitian
nebulasi budesonide pada penderita bronkiolitis saat rawat inap dan dilanjutkan
sampai dengan 6 minggu dan ternyata mendapatkan hasil bahwa tidak mengurangi
gejala bronkiolitis dan tidak mencegah wheezing pasca bronkiolitis. Tetapi Schuh
et al. (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang dirawat
jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1 mg/kg BB
mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis (Setiawati, Asih, & Makmuri,
2005).
Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid pada
bronkiolitis lebih efektif daripada yang dilaporkan sebelumnya, yaitu
kortikosteroid menyebabkan penurunan skor gejala klinis dan lamanya perawatan
di rumah sakit yang bermakna secara statistik. Sangat mungkin keuntungan
kortikosteroid bergantung pada beratnya penyakit saat dimulainya pengobatan
(Zain, 2010).
Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison, prednisolon,
metilprednison, hidrokortison, dan deksametason. Untuk penyamaan dilakukan
konversi rata-rata dosis per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut dalam
ekuivalen mg/kgBB prednison. Rata-rata dosis per hari berkisar antara 0,6-6,3
mg/kgBB, dan rata-rata total paparan antara 3,0-18,9 mg/kgBB. Cara pemberian
adalah secara oral, intramuskular, dan intravena. Tidak ada efek merugikan yang
dilaporkan (Zain, 2010). Berikut ini tabel yang berisi tentang terapi bronkiolitis
rekomendasi dari Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ).

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.3. Terapi bronkiolitis (RSV): rekomendasi dari Agency for


Healthcare Research and Quality (AHRQ).

Clear evidence for effectiveness


Supportive care
Suplemental oxygen
Possibly effective
Nebulized ipratropium bromide (Atroven) with or without nebulized
albuterol (Proventil)
Oral or inhaled corticosteroids
Parental dexamethasone
Nebulized epinephrine
Possibly effective for most severe cases
Helium-oxygen combination
Surfactant
Probably ineffective
Aerosolized ribavirin (Virazole)
Antibiotics (unless patient has a clear focus or bacterial infection)
Nebulized furosemide
RSV-IG (RespiGam)
Inhaled interferon alfa-2a (Roferon-A)
RhDNAse
Sumber asli : Setiawati, Asih & Makmuri, 2005.

2.8. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap
rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya
dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,
isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,
pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita
ISPA (Setiawati, Asih, & Makmuri, 2005).
Pendekatan profilaksis pada populasi risiko tinggi adalah meningkatkan
(augmentation) antibodi yang menetralisasi (neutralizing antibody) protein F dan
G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi ibu. Pada manumur, efek
immunoglobulin yang mengandung RSV neutralizing antibody titer tinggi atau
antibodi monklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila

Universitas Sumatera Utara


22

pada bayi prematur atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV
hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut
dengan Palivizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskuler tiap hari, lama
perawatan RSV akan berkurang secara bermakna (Zain, 2010).
Sebaiknya profilaksis hanya diberikan pada bayi dengan penyakit paru
kronis atau bayi prematur yang mempunyai banyak faktor risiko untuk dirawat di
rumah sakit. Rodriguez meneliti pemberian RSVIG (RSV immunoglobulin)
dengan dosis 1500 mg/kgBB, dibandingkan dengan infus plasebo albumin.
Hasilnya menunjukkan bahwa bayi dengan penyakit lebih berat mempunyai 1,6
hari perawatan yang lebih singkat dan 2,7 hari perawatan di ICU yang lebih cepat
(Zain, 2010).
Keputusan menggunakan palivizumab harus mempertimbangkan
efektivitas, keamanan, serta individu atau populasi risiko tinggi untuk menderita
RSV berat (Zain, 2010). Berikut ini gambar algoritma tatalaksana bronkiolitis.

Universitas Sumatera Utara


23

Gambar 2.4. Algoritma Tatalaksana Bronkiolitis


Dikutip dari : Setiawati, Asih & Makmuri, 2005.

2.9. Komplikasi
Komplikasi utama adalah infeksi bakteri sekunder. Pneumotoraks dan
emfisema mediastinum pernah dilaporkan. Gagal napas dapat terjadi (Kempe,
Silver & O’Brien,1980).

Universitas Sumatera Utara


24

2.10. Perjalanan dan Prognosis


Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah
batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan
apnea terjadi pada bayi yang sangat muda, dan asidosis respiratoir mungkin ada.
Sesudah periode kritis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara
dramatis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di
bawah 1%; kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama,
asidosis respiratoir berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat
kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidakmampuan minum cairan. Bayi
yang memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongental, displasia
bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau fibrosis kistik mempunyai angka
morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas
(Orenstein, 2012).

Universitas Sumatera Utara


25

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :

Karakteristik :

1. Sosiodemografi terdiri dari:


umur, jenis kelamin, dan
daerah tempat tinggal
Bronkiolitis 2. Status Gizi
3. Gejala Klinis
4. Lama Rawatan Rata-rata
5. Tatalaksana
6. Keadaan Sewaktu Pulang

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional


3.2.1. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah pasien anak yang terdiagnosis bronkiolitis oleh dokter
yang dicatat pada data rekam medis di divisi respirologi anak RSUP H. Adam
Malik pada tahun 2012 – 2014.

3.2.2. Umur
Umur adalah umur penderita sesuai dengan yang tertulis di dalam kartu
status yang ada di rekam medis sewaktu berobat di RSUP H. Adam Malik.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis

Universitas Sumatera Utara


26

Hasil Ukur :
1. 0 - <6 bulan
2. 6 - <12 bulan
3. 12 - <18 bulan
4. 18 - <24 bulan
5. ≥24 bulan
Skala Ukur : Ordinal

3.2.3. Jenis Kelamin


Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita yang dicatat pada kartu status
penderita yang ada di rekam medis.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skala Ukur : Nominal

3.2.4. Daerah Tempat Tinggal


Daerah tempat tinggal adalah tempat dimana penderita tinggal dan
menetap yang dicatat pada kartu status penderita.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Medan
2. Luar Medan
Skala Ukur : Nominal

3.2.5. Status Gizi


Status gizi adalah keadaan gizi pasien penderita bronkiolitis. Gizi buruk
apabila berat badan (BB) terhadap umur berdasarkan jenis kelamin berada <-3 SD

Universitas Sumatera Utara


27

grafik WHO-NCHS, gizi kurang apabila BB terhadap umur berdasarkan jenis


kelamin terletak antara <-2 SD sampai ≥-3 SD grafik WHO-NCHS, gizi normal
apabila BB terhadap umur berdasarkan jenis kelamin terletak antara >-2 SD
sampai +2 SD grafik WHO-NCHS, dan gizi lebih apabila BB terhadap umur
berdasarkan jenis kelamin terletak > +2 SD grafik WHO-NCHS.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Gizi buruk
2. Gizi kurang
3. Gizi normal
4. Gizi lebih
Skala Ukur : Ordinal

3.2.6. Gejala Klinis


Gejala klinis adalah gejala yang muncul pada penderita bronkiolitis yang
tercatat pada rekam medis.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Demam
2. Pilek
3. Batuk
4. Sesak napas
5. Wheezing
6. Sianosis
Skala Ukur : Nominal

3.2.7. Lama Rawatan Rata-rata


Lama rawatan adalah lama rata-rata dari penderita bronkiolitis yang
dihitung sejak tanggal mulai dirawat sampai keluar dari rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


28

Cara Ukur : Analisis Rekam Medis


Alat Ukur : Rekam Medis

3.2.8. Tatalaksana
Tatalaksana adalah tindakan pengobatan yang diberikan pada pasien
bronkiolitis selama dirawat di rumah sakit sesuai yang tercatat pada data rekam
medis.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Terapi Oksigen
2. Terapi Cairan
3. Antibiotik
4. Antivirus
5. Bronkodilator
6. Kortikosteroid
Skala Ukur : Nominal

3.2.9. Keadaan Sewaktu Pulang


Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita ketika pulang dari rumah sakit.
Cara Ukur : Analisis Rekam Medis
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
1. Sembuh
2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
3. Meninggal
Skala Ukur : Nominal

Universitas Sumatera Utara


29

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif karena bertujuan untuk
menggambarkan suatu fenomena yang ditemukan berkaitan dengan karakteristik
penyakit bronkiolitis yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional (potong
melintang) dimana hanya dilakukan satu kali pengambilan sampel dan tidak ada
prosedur tindak lanjut atau follow up (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini
dilaksanakan selama bulan Maret – Desember 2015. Pengumpulan data dilakukan
selama bulan Agustus – Oktober 2015.

4.3. Populasi dan Sampel


Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh data rekam
medis pasien yang menderita bronkiolitis di divisi respirologi anak RSUP H.
Adam Malik Medan.

4.3.1. Populasi Target


Populasi targetnya adalah seluruh data rekam medis pasien yang
terdiagnosis bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Populasi Terjangkau


Populasi terjangkaunya adalah seluruh data rekam medis pasien yang
terdiagnosis bronkiolitis pada 01 Januari 2012 – 31 Desember 2014 di divisi
Respirologi anak RSUP H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


30

4.3.3. Besar Sampel


Pengambilan sampel dengan metode total sampling, yaitu besar sampel
sama dengan besar populasi mulai dari 01 Januari 2012 – 31 Desember 2014 di
divisi Respirologi Anak RSUP H. Adam Malik Medan.

4.4. Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu
berupa rekam medis pasien bronkiolitis yang dirawat inap di RSUP H. Adam
Malik Medan dimana hal yang diperlukan dalam penelitian ini akan dicatat dan
diuraikan berdasarkan kebutuhan peneliti.

Rekam Medis Pasien

RSUP H. Adam Malik Medan

Karakteristik

1. Sosiodemografi terdiri dari: umur, jenis kelamin,


dan daerah tempat tinggal
2. Status Gizi
3. Gejala Klinis
4. Lama Rawatan Rata-rata
5. Tatalaksana
6. Keadaan Sewaktu Pulang

Gambar 4.1. Bagan kerangka operasional

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


4.5.1. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan
atau angka ringkasan. Data diolah dengan cara :

Universitas Sumatera Utara


31

1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi dengan
melihat kembali rekam medis.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
komputer.
3. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer (SPSS).
4. Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisis.

4.5.2. Analisis Data


Pada penelitian ini, data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan
bantuan program SPSS. Yang nantinya akan disajikan dalam bentuk analisa
deskriptif berupa grafik dan tabel distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara


32

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau
No. 17 KM. 12, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan,
Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A. Dengan predikat
rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas
kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain
itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk
wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan
latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik
Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan, yang berada di lantai satu gedung Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian


Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu berupa data
yang berasal dari rekam medis penderita Bronkiolitis yang berisi data pribadi
pasien di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Data yang diambil berada pada kurun waktu 3 tahun, yaitu dari 1 Januari
2012 sampai 31 Desember 2014.

Universitas Sumatera Utara


33

Jumlah data keseluruhan adalah 47 data rekam medis. Dari keseluruhan


data rekam medis tersebut karakteristik yang diamati adalah umur, jenis kelamin,
daerah tempat tinggal, berat badan, tinggi badan, gejala klinis, lama rawatan rata-
rata, tatalaksana dan keadaan sewaktu pulang.

5.1.3. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan Sosiodemografi


Distribusi frekuensi pasien bronkiolitis berdasarkan sosiodemografi di
RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel 5.1, 5.2, dan 5.3 berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Umur

No Umur Frekuensi Persentase (%)


1. 0 - <6 bulan 34 72,3
2. 6 - <12 bulan 7 14,9
3. 12 - <18 bulan 4 8,5
4. 18 - <24 bulan 0 0
5. ≥24 bulan 2 4,3
Total 47 100

Dari tabel 5.1., berdasarkan penggolongan umur, dapat dilihat bahwa


penderita bronkiolitis terbanyak berada pada kelompok umur 0 - <6 bulan yaitu
sebanyak 34 kasus (72,3%) dengan rata – rata umur 5,43. Kelompok umur 6 - <12
bulan sebanyak 7 kasus (14,9%), kelompok umur 12 - <18 bulan sebanyak 4
kasus (8,5%), kelompok umur 18 - <24 bulan sebanyak 0 kasus (0%) dan
kelompok umur ≥24 bulan sebanyak 2 kasus (4,3%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


1. Laki-laki 26 55,3
2. Perempuan 21 44,7
Total 47 100

Universitas Sumatera Utara


34

Dari tabel 5.2., berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa penderita
bronkiolitis terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 26 kasus (55,3%).
Penderita berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 kasus (44,7%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

No Tempat Tinggal Frekuensi Persentase (%)


1. Medan 13 27,7
2. Luar Medan 34 72,3
Total 47 100

Dari tabel 5.3., berdasarkan daerah tempat tinggal, pasien yang berasal
dari luar Medan adalah yang terbanyak yaitu sebanyak 34 kasus (72,3%).
Sedangkan pasien yang berasal dari Medan sebanyak 13 kasus (27,7%).

5.1.4. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan Status Gizi


Distribusi frekuensi pasien bronkiolitis berdasarkan status gizi di RSUP H.
Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Status Gizi

No Status Gizi Frekuensi Persentase (%)


1. Gizi Buruk 25 53,2
2. Gizi Kurang 7 14,9
3. Gizi Normal 15 31,9
4. Gizi Lebih 0 0
Total 47 100

Dari tabel 5.4., berdasarkan status gizi, dapat dilihat bahwa penderita
bronkiolitis dengan status gizi buruk adalah yang terbanyak yaitu sebanyak 25
kasus (53,2%).

Universitas Sumatera Utara


35

5.1.5. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan Gejala Klinis


Distribusi frekuensi pasien bronkiolitis berdasarkan gejala klinis dapat
dilihat pada tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Gejala Klinis

Ya Tidak
No Gejala Klinis
f % f %
1. Demam 40 85,1 7 14,9
2. Pilek 7 14,9 40 85,1
3. Batuk 40 85,1 7 14,9
4. Sesak Napas 47 100 0 0
5. Wheezing 11 23,4 36 76,6
6. Sianosis 11 23,4 36 76,6

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa gejala yang paling banyak
dikeluhkan pasien adalah sesak napas (100%), diikuti batuk (85,1%) dan demam
(85,1%), wheezing (23,4%) dan sianosis (23,4%) dan pilek (14,9%).

5.1.6. Lama Rawatan Rata-rata Pasien Bronkiolitis


Rerata lama rawatan pasien bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik adalah
8,26 hari, dengan lama rawatan paling lama adalah 49 hari dan lama rawatan
paling singkat adalah 1 hari. Lamanya rawatan mungkin dipengaruhi oleh adanya
komplikasi infeksi sekunder oleh bakteri atau komplikasi penyakitlainnya.

5.1.7. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan Tatalaksana


Distribusi frekuensi pasien bronkiolitis berdasarkan tatalaksana di RSUP
H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Tatalaksana

Diberikan
No Tatalaksana Ya Tidak
f % f %
1. Terapi Oksigen 42 89,4 5 10,6
2. Terapi Cairan 44 93,6 3 6,4
3. Antibiotik 45 95,7 2 4,3
4. Antivirus 0 0 47 100
5. Bronkodilator 20 42,6 27 57,4
6. Kortikosteroid 8 17,0 39 83

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi jenis pengobatan


pasien terbanyak adalah antibiotik (95,7%), diikuti terapi cairan (93,6%), terapi
oksigen (89,4%), bronkodilator (42,6%), kortikosteroid (17,0%) dan antivirus
(0%).

5.1.8. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis Berdasarkan Keadaan


Sewaktu Pulang
Distribusi frekuensi pasien bronkiolitis berdasarkan keadaan sewaktu
pulang di RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Pasien Bronkiolitis di RSUP H. Adam Malik


Medan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

No Keadaan Sewaktu Pulang Frekuensi Persentase (%)


1. Sembuh 24 51,1
2. PAPS 16 34,0
3. Meninggal 7 14,9
Total 47 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang pasien
bronkiolitis paling banyak adalah dalam keadaan sembuh yaitu sebanyak 24
pasien (51,1%), pulang atas permintaan sendiri sebanyak 16 pasien (34,0%) dan
pasien pulang dalam keadaan meninggal sebanyak 7 orang (14,9%).

Universitas Sumatera Utara


37

5.2. Pembahasan
Karakteristik bronkiolitis berdasarkan penggolongan umur pada tabel 5.1
dapat dilihat bahwa penderita bronkiolitis terbanyak pada penelitian ini berada
pada kelompok umur 0 - <6 bulan yaitu sebanyak 34 kasus (72,3%). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU
Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan 2003 didapatkan lebih dari 50%
penderita bronkiolitis berusia 6 bulan ke bawah (Setiawati, Asih, Makmuri, 2005).
Pediatric Society of New Zealand (2005) juga menyatakan bahwa bronkiolitis
biasanya terjadi pada bayi berumur <1 tahun. Puncak kejadian adalah pada bayi
berumur 3 – 6 bulan. Hal ini dikarenakan bayi di bawah umur 6 bulan dengan
infeksi RSV menghasilkan lebih sedikit antibodi spesifik – RSV (IgG, IgM, dan
IgA) daripada anak yang lebih tua. (Hazinski, 2007).
Karakteristik bronkiolitis berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.2 dapat
dilihat bahwa penderita bronkiolitis terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki
yaitu sebanyak 26 kasus (55,3%). Menurut penelitian di Amerika Serikat
mengenai gambaran epidemiologi penyakit bronkiolitis didapatkan hasil bahwa
penderita bronkiolitis lebih banyak pada anak laki-laki (51,3%) (Koehoorn et al.,
2008). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Divisi Respirologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta didapatkan hasil bahwa
perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita bronkiolitis sebesar
1,44:1 dan secara statistik bermakna {RP 3,42 (IK95% 1,10;10,64, p=0,034}
(Subanada et al., 2009). Bronkiolitis dapat terjadi pada anak laki-laki maupun
perempuan, namun menurut beberapa kepustakaan bronkiolitis lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki. Hal ini dihubungkan dengan diameter saluran
respiratorik yang relatif lebih sempit pada anak laki-laki dibanding perempuan
(Watts & Goodman, 2007 dalam Subanada et al., 2009).
Berdasarkan daerah tempat tinggal kasus terbanyak dijumpai pada
penelitian ini berasal dari luar Medan. Belum ada penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan hal ini. Namun hal ini bisa saja terjadi mengingat RSUP H.
Adam Malik merupakan rumah sakit pusat rujukan wilayah Pembangunan A,

Universitas Sumatera Utara


38

yang meliputi beberapa kota diluar Medan seperti kota di Nanggroe Aceh
Darussalam, kota-kota di Sumatera Barat dan Riau.
Karakteristik bronkiolitis berdasarkan status gizi pada tabel 5.4 dapat
dilihat bahwa penderita bronkiolitis paling banyak berada pada kondisi gizi buruk
yaitu sebanyak 25 kasus (53,2%). Hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh
(2006), dengan desain cross sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat antara
penyakit ISPA dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa anak balita
yang menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19 kali mempunyai status gizi tidak
baik dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita penyakit ISPA (p =
0.038). Anak-anak dengan keadaan gizi kurang lebih rentan terkena penyakit
bronkiolitis. Hal ini dikarenakan keadaan gizi yang kurang dapat melemahkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit (Gulo, 2008). Defisiensi nutrisi umumnya
menurunkan kemampuan untuk bertahan terhadap stres akibat infeksi (Hermawan,
2006).
Gejala klinis yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah sesak napas
(100%), diikuti batuk (85,1%) dan demam (85,1%), wheezing (23,4%) dan
sianosis (23,4%) dan pilek (14,9%). Zain (2010) menyebutkan gejala awal
bronkiolitis berupa gejala infeksi respiratori-atas akibat virus, seperti pilek ringan,
batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai
dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih
(grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu
makan.
Rerata lama rawatan pasien bronkiolitis pada penelitian ini adalah 8,26
hari, dengan lama rawatan paling lama adalah 49 hari dan lama rawatan paling
singkat adalah 1 hari. Penelitian yang dilakukan oleh Swingler (2000) menyatakan
bahwa rerata lama rawatan pasien bronkiolitis adalah 12 hari; 39% bayi masih
memiliki gejala setelah 2 minggu, 18% masih memiliki gejala setelah 3 minggu,
dan 9% masih memiliki gejala setelah 4 minggu. Batuk adalah gejala persisten
yang paling umum, diikuti oleh wheezing dan demam. Usia, jenis kelamin, berat
badan, dan frekuensi pernapasan tidak berhubungan dengan lama rawatan.
Bradley et al. (2004) dalam Zain (2010) menyebutkan bahwa median lama

Universitas Sumatera Utara


39

perawatan adalah 2-4 hari, kecuali pada bayi premature dan kelainan bawaan
seperti penyakit jantung bawaan (PJB). Penyakit akan lebih berat pada bayi muda.
Hal itu ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2, juga pada bayi yang
terpapar asap rokok pascanatal. Beberapa prediktor lain untuk beratnya
bronkiolitis atau yang menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masa gestasi
<34 minggu, usia <3 bulan, sianosis, saturasi oksigen <90%, laju respiratori >70
x/menit, adanya ronki, dan riwayat displasia bronkopulmoner (bronchopulmonary
dysplasia, BPD).
Pengobatan bronkiolitis yang paling banyak diberikan pada penelitian ini
adalah antibiotik yaitu sebesar 95,7% hal ini kemungkinan besar disebabkan
adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan mengingat RSUP H. Adam Malik
merupakan rumah sakit rujukan sehingga pasien-pasien yang datang banyak yang
sudah mengalami komplikasi. Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab
tersering bronkiolitis adalah virus terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada
tempatnya pemberian antibiotik pada bronkiolitis. Di negara maju untuk
membedakan infeksi karena RSV atau bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu
uji serologis terhadap RSV dan pemeriksaan CRP (Orenstein, 2012). Di
Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum rutin dikerjakan
sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri. Van Woensel
et al. (2003) dalam Supriyatno (2006) menyatakan masih banyaknya penggunaan
antibiotik pada bronkiolitis yang sebenarnya dapat dihindari. Namun karena
sulitnya membedakan dengan bakteri terutama superinfeksi oleh bakteri, maka
masih digunakan antibiotik, meskipun sebenarnya kurang tepat. Tatalaksana yang
juga sering digunakan pada penelitian ini adalah terapi cairan (93,6%) dan terapi
oksigen (89,4%). Selain penggunaan obat-obatan, tatalaksana secara suportif
sangat dibutuhkan seperti pemberian oksigen, hidrasi yang cukup, koreksi asam-
basa dan elektrolit, serta nutrisi yang memadai. Tanpa memperhatikan terapi
suportif, pemberian medikamentosa menjadi kurang bermanfaat (Supriyatno,
2006). Penggunaan kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang
berkepanjangan. Salah satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan peran
kortikosteroid sistemik pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal perbaikan

Universitas Sumatera Utara


40

klinis, lama rawat, dan lamanya gejala menghilang. Pada penelitian tersebut
dianjurkan pemberian kortikosteroid pada awal penyakit. Penelitian lain
menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid pada kasus infeksi respiratorik
bawah akut yang memerlukan ventilator kurang bermanfaat (Supriyatno, 2006).
Pada penelitian ini penggunaan kortikosteroid diberikan pada 17,0% kasus.
Karakteristik bronkiolitis berdasarkan keadaan sewaktu pulang pada
penelitian ini paling banyak adalah dalam keadaan sembuh yaitu sebanyak 24
pasien (51,1%), pulang atas permintaan sendiri sebanyak 16 pasien (34,0%) dan
pasien pulang dalam keadaan meninggal sebanyak 7 orang (14,9%). Angka
fatalitas kasus bronkiolitis di bawah 1% dan angka ini dapat dikatakan rendah,
sehingga dengan tatalaksana yang adekuat pasien dapat pulang dalam keadaan
sembuh (Orenstein, 2012).

Universitas Sumatera Utara


41

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang
dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penderita bronkiolitis terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki, pada
kelompok umur 0 - <6 dan berasal dari luar Medan.
2. Berdasarakan status gizi, pasien dengan gizi buruk adalah yang
terbanyak.
3. Gejala klinis yang sering dikeluhkan adalah sesak napas.
4. Rerata lama rawatan pasien bronkiolitis di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan adalah 8,26 hari.
5. Pengobatan yang sering diberikan adalah pemberian antibiotik, hal ini
kemungkinan besar disebabkan adanya infeksi sekunder oleh bakteri
dan mengingat RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan
sehingga pasien-pasien yang datang banyak yang sudah mengalami
komplikasi.
6. Sebanyak 51,1% penderita bronkiolitis pulang dalam keadaan
sembuh.

6.2. Saran
Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian yang telah dilakukan maka
dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pihak rumah sakit supaya lebih melengkapi data
dalam rekam medis seperti hasil pemeriksaan dan follow up yang
dilakukan dan lebih spesifik dalam pengklasifikasian serta mencatat
informasi – informasi penting lainnya, sehingga memudahkan dalam
pengolahan data.
2. Bagi penelitian selanjutnya agar lebih memperdalam cakupan
penelitiannya khususnya dalam memperluas variabel yang akan

Universitas Sumatera Utara


42

diteliti, seperti: riwayat kelahiran prematur, riwayat pemberian ASI


dan riwayat atopi pada keluarga untuk mengetahui faktor resiko
terhadap timbulnya infeksi pada anak khususnya bronkiolitis sehingga
dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran dan kesehatan.
3. Masyarakat sebaiknya menerima informasi yang baik mengenai
penyakit ini agar masyarakat lebih peduli untuk memeriksakan
anaknya ke dokter, mengingat angka kesakitan dan angka kematian
bronkiolitis cukup tinggi.

Universitas Sumatera Utara


43

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H., & Mukty A., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press, Surabaya : 110
Dahlan, Zul, 2009. Pneumonia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III.
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta
Depkes RI. 2004. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. ISPA Pembunuh Utama,
Jakarta: PPM & PL
Depkes RI, 2008. Pengendalian ISPA, Jakarta : 2197
Garcia, Carla G. et al., 2010. Risk Factors in Children Hospitalized With RSV
Bronchiolits Versus Non-RSV Bronchiolitis. American Academy of
Pediatrics. Available from :
http://pediatrics.aappublications.org/content/126/6/e1453.full.html
[Accesed, Maret 2015]
Gulo, R.N, 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias tahun 2008. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16377 [Accesed, 20 Mei
2015]
Hazinski, Thomas A., 2007. Bronkiolitis Infeksiosa. Dalam : Appleton & Lange.
Buku Ajar Pediatri Rudolph, Ed. 20, Vol. 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta : 1796-1797
Hermawan, H.A.G., 2006. Perspektif Masa Depan Imunologi – Infeksi.
Universitas Sebelas Maret Press : 110
Kempe C.H., Silver H.K., & O’Brien D., 1980. Acute Bronchiolitis. Current
Pediatric Diagnosis & Treatment. Lange Medical Publications, California
: 287-288
Koehoorn, Mieke et al., 2008. Descriptive Epidemiological Features of
Bronchiolitis in a Population-Based Cohort. American Academy of
Pediatrics. Available from :

Universitas Sumatera Utara


44

http://pediatrics.aappublications.org/content/122/6/1196.full.html
[Accesed, Maret 2015]
Mairusnita., 2007. Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada Balita yang Berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa Tahun 2006. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14737 [Accesed, 20 Mei
2015]
National Institute of Environmental Health Sciences, 2011. Mechanisms of
Respiratory Syncytial Virus (RSV) Infection and Disease Severity. United
States : National Institutes of Health - Department of Health and Human
Services. Available from :
https://www.niehs.nih.gov/research/atniehs/labs/iidl/pi/enviro-
gen/studies/rsv/index.cfm [Accesed, 20 Mei 2015]
Orenstein, David M., 2012. Bronkiolitis. Dalam : Behrman, Kliegman, & Arvin.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed. 15, Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta : 1484-1486
Paediatric Society of New Zealand, 2005. Wheeze and Chest Infection in Infants
Under 1 Year. Available from : www.paediatrics.org.nz [Accesed, 6 April
2015]
Paranjothy, Shantini et al., 2013. Gestational Age, Birth Weight, and Risk of
Respiratory Hospital Admission in Childhood. Department of Child
Health, School of Medicine, Cardiff University, United Kingdom
Partogi, Rynaldo, 2014. Bronkiolitis. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Saftari, Dewi, 2009. Hubungan Antara Faktor Usia dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Bawah pada Anak Usia 1 Bulan
– 5 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Universitas Sumatera Utara


45

Sastroasmoro S., & Ismael S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Ed. 4. Sagung Seto, Jakarta : 130
Setiawati L., Asih R., & Makmuri, 2005. Tata Laksana Bronkiolitis. Divisi
Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Surabaya
Subanada, Ida Bagus et al., 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Bronkiolitis Akut. Divisi Respirologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Denpasar
Supriyatno, Bambang, 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Divisi
Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia - RSCM, Jakarta
Suradi, Rulina, 2001. Spesifitas Biologis Air Susu Ibu. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, Jakarta
Swingler, GH et al., 2000. Duration Of Illness In Ambulatory Children Diagnosed
With Bronchiolitis. Arch Pediatr Adolesc Med. Available from :
http://www.jwatch.org/jw200010270000006/2000/10/27/recovery-time-
bronchiolitis [Accesed, November 2015]
Tamba, Rony A.P., 2009. Faktor Risiko Infeksi Respiratorik Akut Bawah pada
Anak di RSUP Dr Kariadi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Semarang : 20-22
Wantania J.M., Naning R., & Wahani A., 2010. Infeksi Respiratori Akut. Dalam :
Rahajoe N.N., Supriyanto B., & Setyanto D.B. Buku Ajar Respirologi
Anak, Ed. 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 268
Zain, Magdalena S., 2010. Bronkiolitis. Dalam : Rahajoe N.N., Supriyanto B., &
Setyanto D.B. Buku Ajar Respirologi Anak, Ed. 1. Badan Penerbit IDAI,
Jakarta : 333-347

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nia Stefani Tambunan


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Batam / 07 Mei 1993
Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Pembangunan USU No. 93 Medan
Nomor Handphone : 081260069071
Email : dr.niastepup@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Kartini 1 Batam (1997 – 1999)
2. SD Kartini 1 Batam (1999 – 2005)
3. SMP N 3 Batam (2005 – 2008)
4. SMA N 1 Batam (2008 – 2011)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 – Sekarang)

Riwayat Organisasi :
1. Anggota Seksi Dana Perayaan Paskah FK USU 2012
2. Sekretaris Perayaan Ibadah Senior Junior FK USU 2013
3. Anggota Seksi Dekorasi Medical Humanity Day 2013
4. Anggota Seksi Acara Scientific Research Festival 2014

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2: Data Induk

DATA INDUK

No Umur JK T. Tinggal BB TB Gizi Gejala Klinis Lama Tatalaksana K. Pulang


1 2 bln Lk Medan 4kg 54cm kurang Sesak, Demam, Pilek 1 O2, Cairan, Ab Sembuh
2 7 bln Lk Langkat 5.8kg 57cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 1 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Meninggal
Wheezing
3 1 th Lk Medan 7kg 70cm kurang Sesak, Demam, Batuk, 1 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Meninggal
Wheezing, Sianosis
4 4 bln Pr Medan 4.2kg 55cm buruk Sesak, Demam, Batuk 2 O2, Cairan, Ab Sembuh
5 3 bln Lk Aceh Timur 3.5kg 47cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 5 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid Sembuh
Pilek
6 1 bln Lk Aceh Tamiang 2.8kg 56cm buruk Sesak, Demam, Batuk 9 O2, Cairan, Ab PAPS
7 1 bln Pr Langkat 4.3kg 53cm normal Sesak, Demam, Batuk, 5 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
Wheezing
8 1 bln Pr Medan 1.8kg 46cm buruk Sesak, Demam, 5 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
Sianosis
9 2 bln Lk Deli Serdang 3.5kg 54cm buruk Sesak, Demam, Batuk 25 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid Meninggal
10 1 bln Pr Asahan 2.5kg 48cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 1 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
Wheezing
11 1 bln Lk Aceh Tamiang 2kg 47cm buruk Sesak, Demam, 3 O2, Cairan, Ab Sembuh
Sianosis
12 2 bln Pr Langkat 3.7kg 55cm kurang Sesak, Demam, Batuk, 7 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid Sembuh
Wheezing, Sianosis
13 1 bln Lk Tapsel 3kg 50cm kurang Sesak, Demam, Batuk 8 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
14 2 th Pr Aceh Timur 6.5kg 76cm buruk Sesak, Batuk 14 O2, Ab Meninggal
15 4 bln Pr Deli Serdang 3.8kg 55cm buruk Sesak, Demam 13 O2, Cairan, Ab PAPS
16 3 bln Pr Batubara 1.9kg 48cm buruk Sesak, Demam 49 O2, Cairan, Ab Sembuh

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2: Data Induk

17 2 bln Lk Medan 4.6kg 57cm normal Sesak, Demam, Batuk 1 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
18 10 bln Lk Medan 8.5kg 73cm normal Sesak, Demam, Batuk, 3 Cairan, Ab Sembuh
Wheezing, Sianosis
19 3 th Pr Deli Serdang 8kg 80cm buruk Sesak, Demam, Batuk 3 Cairan, Ab, Kortikosteroid Meninggal
20 1 bln Lk Deli Serdang 2kg 46cm buruk Sesak, Sianosis 3 O2, Cairan, Ab Meninggal
21 1 bln Lk Langkat 5kg 60cm normal Sesak, Demam, Batuk, 1 Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
Pilek
22 1 bln Lk Dairi 2.5kg 48cm buruk Sesak, Demam, Batuk 1 Cairan, Ab PAPS
23 3 bln Lk Langkat 6.3kg 53cm normal Sesak, Demam, Batuk 4 O2, Cairan, Ab Sembuh
24 8 bln Pr Deli Serdang 8kg 72cm normal Sesak, Demam, Batuk, 4 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid Sembuh
Wheezing, Pilek
25 1 bln Pr Langkat 4kg 55m normal Sesak, Demam, Batuk, 4 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
Sianosis
26 5 bln Lk Medan 3.7kg 52cm buruk Sesak, Batuk, Sianosis 31 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
27 7 bln Lk Medan 4kg 59cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 9 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
Sianosis
28 4 bln Pr Langkat 5.4kg 59cm normal Sesak, Demam, Batuk 5 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
29 3 bln Lk Langkat 6.4kg 64cm normal Sesak, Batuk 4 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
30 5 bln Lk Dairi 5.3kg 62cm buruk Sesak, Demam, Batuk 4 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator PAPS
31 2 bln Pr Medan 2.7kg 42cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 15 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
Wheezing
32 5 bln Pr Medan 5.5kg 60cm normal Sesak, Demam, Batuk, 5 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
Pilek
33 1 bln Pr Deli Serdang 3kg 52cm kurang Sesak, Batuk 8 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
34 1 th Lk Dairi 5.7kg 66cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 9 O2, Cairan, Ab PAPS
Wheezing
35 5 bln Lk Labuhan Batu 4.2kg 60cm buruk Sesak, Demam, Batuk 1 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Meninggal

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2: Data Induk

36 6 bl Pr Medan 6.4kg 60cm normal Sesak, Demam, Batuk 11 O2, Cairan, Ab Sembuh
37 1 th Lk Karo 10kg 84cm normal Sesak, Batuk, Pilek 8 O2, Cairan, Ab, Bronkodilator Sembuh
38 4 bln Lk Asahan 3.7kg 54cm buruk Sesak, Demam, Batuk 12 O2, Cairan, Ab Sembuh
39 2 bln Pr Pakpak Barat 4.6kg 56cm normal Sesak, Demam, Batuk 12 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid PAPS
40 9 bln Pr Medan 5kg 65cm buruk Sesak, Demam, Batuk 28 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid PAPS
41 1 th Lk Deli Serdang 7kg 68cm kurang Sesak, Batuk, 19 O2, Cairan Sembuh
Wheezing, Sianosis
42 3 bln Lk Deli Serdang 3.5kg 52cm buruk Sesak, Demam, Batuk 7 O2, Cairan, Ab Sembuh
43 1 bln Pr Kota Binjai 1.5kg 39cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 1 O2, Ab PAPS
Sianosis
44 6 bln Pr Dairi 6.9kg 66cm normal Sesak, Demam, Batuk, 6 O2, Cairan, Bronkodilator Sembuh
Pilek
45 5 bln Lk Dairi 7.3kg 64cm normal Sesak, Demam, Batuk 5 O2, Cairan, Ab, Kortikosteroid Sembuh
46 2 bln Lk Medan 3.6kg 59cm buruk Sesak, Demam, Batuk, 11 O2, Ab PAPS
Wheezing
47 1 th Pr Bener Meriah 6.3kg 58cm kurang Sesak, Demam 4 Cairan, Ab Sembuh

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 : Output Data Hasil Penelitian

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

Frekuensi data penelitian


Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

0 - <6 bulan 34 72.3 72.3 72.3

6 - <12 bulan 7 14.9 14.9 87.2

Valid 12- <18 bulan 4 8.5 8.5 95.7

≥24 bulan 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-laki 26 55.3 55.3 55.3

Valid Perempuan 21 44.7 44.7 100.0

Total 47 100.0 100.0

Tempat Tinggal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Medan 13 27.7 27.7 27.7

Valid Luar Medan 34 72.3 72.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Gizi Buruk 25 53.2 53.2 53.2

Gizi Kurang 7 14.9 14.9 68.1


Valid
Gizi Normal 15 31.9 31.9 100.0
Total 47 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 : Output Data Hasil Penelitian

Demam

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 40 85.1 85.1 85.1

Valid Tidak 7 14.9 14.9 100.0

Total 47 100.0 100.0

Pilek

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 7 14.9 14.9 14.9

Valid Tidak 40 85.1 85.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

Batuk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 40 85.1 85.1 85.1

Valid Tidak 7 14.9 14.9 100.0

Total 47 100.0 100.0

Sesak Napas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Ya 47 100.0 100.0 100.0

Wheezing

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 11 23.4 23.4 23.4

Valid Tidak 36 76.6 76.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 : Output Data Hasil Penelitian

Sianosis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 11 23.4 23.4 23.4

Valid Tidak 36 76.6 76.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

Lama Rawatan

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

LamaRawatan 47 1 49 8.26 9.223


Valid N (listwise) 47

Terapi Oksigen

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 42 89.4 89.4 89.4

Valid Tidak 5 10.6 10.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

Terapi Cairan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 44 93.6 93.6 93.6

Valid Tidak 3 6.4 6.4 100.0

Total 47 100.0 100.0

Antibiotik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 45 95.7 95.7 95.7

Valid Tidak 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 : Output Data Hasil Penelitian

Antivirus

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Tidak 47 100.0 100.0 100.0

Bronkodilator

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 20 42.6 42.6 42.6


Valid Tidak 27 57.4 57.4 100.0

Total 47 100.0 100.0

Kortikosteroid

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 8 17.0 17.0 17.0

Valid Tidak 39 83.0 83.0 100.0

Total 47 100.0 100.0

Keadaan Sewaktu Pulang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Sembuh 24 51.1 51.1 51.1

PAPS 16 34.0 34.0 85.1


Valid
Meninggal 7 14.9 14.9 100.0

Total 47 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4 : Surat Izin Survey Awal Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7 : Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8 : Logbook Bimbingan Proposal Penelitian

LOGBOOK BIMBINGAN PROPOSAL KTI


MAHASISWA FK USU TAHUN 2015

Nama : Nia Stefani Tambunan


NIM : 120100230
Judul KTI : Karakteristik Penyakit Bronkiolitis di Divisi Respirologi Anak RSUP
H. Adam Malik pada Tahun 2012-2014

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9 : Logbook Bimbingan Hasil Penelitian

LOGBOOK BIMBINGAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH


(KTI) MAHASISWA FK USU TAHUN 2015

Nama : Nia Stefani Tambunan


NIM : 120100230
Judul KTI : Karakteristik Penyakit Bronkiolitis di Divisi Respirologi Anak RSUP
H. Adam Malik pada Tahun 2012-2014

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai