Anda di halaman 1dari 76

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA DISPEPSIA DENGAN GANGGUAN


TIDUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2012

Oleh:

NUR SHAFINAZ BINTI NAKOO


120100485

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
HUBUNGAN ANTARA DISPEPSIA DENGAN GANGGUAN
TIDUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2012

KARYA TULIS ILMAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

NUR SHAFINAZ BINTI NAKOO


120100485

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
i

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Antara Dispepsia Dengan Gangguan Tidur Pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012

Nama : Nur Shafinaz Binti Nakoo


NIM : 120100485

Pembimbing Penguji 1,

(dr. Fitriani
(Prof. Lumongga,Sp.PA)
dr. Gontar (Dr. dr. Elmeida Effendi, SpKJ)
Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)
NIP: 1954 02 20 1918 11 1 001 NIP: 197205011999032004

Penguji 2,

(dr. Supriatmo Sp.A (K))


NIP: 140256793

Medan, Desember 2015

Dekan Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar.Sp.PD-KGEH)


NIP: 1954 02 20 1918 11 1 001
ii

ABSTRAK

Sindroma dispepsia adalah kumpulan atau gejala nyeri atau rasa tidak enak
di abdomen atas yang episodik. Hal ini sangat umum di kalangan masyarakat
khususnya remaja. Sindroma dispepsia menunjukkan adanya kelainan dalam
proses cerna, baik organik maupun fungsional, mulai dari tingkat yang ringan
sampai berbahaya. Namun pada kenyataannya, sindroma ini sering diabaikan dan
dianggap sebagai keluhan biasa oleh masyarakat umum.Sindroma dispepsia
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pola tidur yang tidak
teratur. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan
antara kejadian sindroma dispepsia dengan gangguan tidur pada mahasiswa
Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei analitik
dengan desain cross sectional. Responden penelitian adalah mahasiswa Angkatan
2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebanyak 87 orang dengan
menggunakan metode consecutive sampling.
Pada penelitian ini diperoleh responden yang pola tidurnya tidak teratur
yaitu 45 orang (51.7%). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan
responden yaitu 25 orang (28.7%). Nilai p didapatkan 0,004 (p<0,05), artinya
terdapat hubungan antara dispepsia dengan gangguan tidur.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya angka
kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ternyata sesuai dengan pola tidur mahasiswa yang tidak teratur. Saran bagi
responden untuk berusaha menjaga pola tidurnya teratur.

Kata Kunci: dispepsia; gangguan tidur; hubungan gangguan tidur dengan


dispepsia
iii

ABSTRACT

Dyspepsia syndrome is a collection of symptoms of pain or discomfort in


the upper abdomen that is episodic. It is very common among the people,
especially teenagers. Dyspepsia syndrome showed abnormalities in the digestive
process, both organic and functional, ranging from mild to dangerous levels. But
in fact, this syndrome is often overlooked and considered as regular complaints by
the general public. Dyspepsia syndrome is caused by various factors, one of which
is irregular sleep patterns. In this study aims to determine the extent to which the
relationship between the incidence of dyspepsia syndrome with sleep disorders in
batch 2012 students of Faculty of Medicine of University North Sumatra.
This type of research is analytic survey research method with cross
sectional design. Respondents were 87 people from batch 2012 students of
Faculty of Medicine of University North Sumatra using consecutive sampling
method.
In this study, respondents who obtained irregular sleep patterns were 45
people (51.7%). Dyspepsia syndrome occurred in 25 respondents (28.7%). P
values obtained 0.004 (p <0.05), meaning that there is a relationship between
dyspepsia with sleep disorders.
From these results, it can be concluded that the magnitude of the incidence
of dyspepsia syndrome in Faculty of Medicine of University North Sumatra was
in accordance with the pattern of students who do not sleep regularly. Suggestions
for respondents to try to keep sleep patterns regularly.

Keywords: dyspepsia; sleep disorders; relationship dyspepsia with sleep


disorders
iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian karya tulis ilmiah ini dengan judul “Hubungan antara
Dispepsia dengan Gangguan Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012”.ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing,
Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH yang telah meluangkan waktu
untuk mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Selain itu, penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
arjana kedokteran di Fakultas Kedokteran USU.
2. Dr. dr. Elmeida Effendi, SpKJ selaku Dosen Penguji I dan dr. Supriatmo
Sp.A (K) selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan
nasehat-nasehat dalam penyempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Dosen dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
4. Kedua orang tua, Ayahanda Nakoo Bin Mustan, Ibunda Noraini Binti
Ahmad, dan anggota keluarga lainnya yang telah memberikan banyak
sokongan dan semangat kepada penulis selama penelitian ini.
5. Teman-teman angkatan 2012 dan senior yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah memberikan pendapat dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih belum


sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
v

dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar
penulis dapat menyempurnakan proposal penelitian ini.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga proposal
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015


Penulis,

Nur Shafinaz Nakoo


120100485

DAFTAR ISI

Halaman
vi

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... i
ABSTRAK................................................................................................ ii
ABSTRACT............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian................................................................ 3
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus.......................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................. 3
1.4.1. Bidang Penelitian...................................................... 3
1.4.2. Bidang Pendidikan.................................................... 4
1.4.3. Bidang Pelayanan Masyarakat.................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5


2.1. Dispepsia............................................................................. 5
2.1.1. Definisi dan Prevalensi Dispepsia............................. 5
2.1.2. Penyebab Dispepsia.................................................. 6
2.1.3. Klasifikasi Dispepsia................................................. 6
2.1.4. Diagnosa Dispepsia................................................... 7
2.2. Konsep Dasar Pola Tidur.................................................... 9
2.2.1. Definisi Tidur............................................................ 9
2.2.2. Prevalensi Gangguan Tidur....................................... 9
2.2.3. Teori Tidur................................................................ 9
vii

2.2.4. Pola Tidur.................................................................. 10


2.2.5. Fisiologi Tidur.......................................................... 10
2.2.6. Klasifikasi Gangguan Tidur...................................... 11
2.3. Hubungan Dispepsia Dengan Gangguan Tidur................... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. . . 22


3.1. Kerangka Konsep Penelitian............................................... 22
3.2. Definisi Operasional............................................................ 22
3.2.1. Definisi...................................................................... 22
3.2.2. Cara Ukur.................................................................. 22
3.2.3. Alat Ukur................................................................... 23
3.2.4. Hasil Pengukuran...................................................... 23
3.2.5. Skala Pengukuran...................................................... 23
3.3. Hipotesis.............................................................................. 23

BAB 4 METODE PENELITIAN........................................................... 24


4.1. Jenis Penelitian .................................................................... 24
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 24
4.2.1. Lokasi Penelitian........................................................ 24
4.2.2. Waktu Penelitian........................................................ 24
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................ 24
4.3.1. Populasi...................................................................... 24
4.3.2. Sampel ....................................................................... 24
4.4. Besar Sampel........................................................................ 25
4.5. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 26
4.6. Pengolahan dan Analisa Data................................................ 26
4.6.1. Pengolahan Data........................................................ 26
4.6.2. Analisa Data.............................................................. 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 28


5.1. Hasil Penelitian .................................................................... 28
viii

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian........................................ 28


5.1.2. Gambaran Karakteristik Responden.......................... 28
5.1.2.1. Umur............................................................. 28
5.1.2.2. Jenis Kelamin................................................ 28
5.1.3. Gambaran Sindroma Dispepsia.................................. 29
5.1.4. Gambaran Gangguan Tidur........................................ 30
5.1.5. Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur 31
5.2. Pembahasan........................................................................... 32
5.2.1. Sindroma Dispepsia................................................... 32
5.2.2. Gangguan Tidur.......................................................... 33
5.2.3. Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 36


6.1. Kesimpulan .......................................................................... 36
6.2. Saran .................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 37


LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman
ix

Tabel 2.1. Penyebab Dispepsia................................................................ 6


Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Umur..................................... 28
Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin........................ 28
Tabel 5.3. Distribusi Angka Kejadian Sindroma Dispepsia..................... 29
Tabel 5.4. Distribusi Angka Kejadian Sindroma Dispepsia Berdasarkan
Umur....................................................................................... 29
Tabel 5.5. Distribusi Angka Kejadian Sindroma Dispepsia Berdasarkan
Jenis Kelamin.......................................................................... 29
Tabel 5.6. Distribusi Angka Kejadian Gangguan Tidur........................... 30
Tabel 5.7. Distribusi Angka Kejadian Gangguan Tidur Berdasarkan
Umur....................................................................................... 30
Tabel 5.8. Distribusi Angka Kejadian Gangguan Tidur Berdasarkan
Jenis Kelamin.......................................................................... 31
Tabel 5.9. Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur............. 31

DAFTAR GAMBAR

Halaman
x

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 22

DAFTAR SINGKATAN

GI : Gastrointestinal
xi

FD : Functional Dyspepsia
DHMC : Dartmouth-Hitchcock Medical Center
DUJS : Dartmouth Undergraduate Journal of Science
PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index
NSAID : Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs
GERD : Gastroesophageal Reflux Disease
IBS : Irritable Bowel Syndrome
BAB : Buang Air Besar
EEG : Electroencephalography
EOG : Electrooculography
EMG : Electromyography
REM : Rapid Eye Movement
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
NREM : Non Rapid Eye Movement
ACOG : American College Of Gastroenterology
PPI : Proton Pump Inhibitor
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup


xii

Lampiran 2 Lembar Penjelasan


Lampiran 3 Lembar Persetujuan
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Validasi Kuesioner
Lampiran 6 Ethical Clearance
Lampiran 7 Output Spss
Lampiran 8 Data Induk
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu penyakit pencernaan yang sering dikeluhkan kelompok remaja
adalah sindrom dispepsia. Lambung adalah reservoir pertama makanan dalam
tubuh dan di organ tersebut makanan melalui proses pencernaan dan penyerapan
sebagian zat gizi. Gangguan lambung berupa ketidaknyamanan pada perut bagian
atas atau dikenal sebagai sindrom dispepsia (Susanti, 2011). Dispepsia adalah
nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering
dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di
perut (Hartaty, 2012). Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum
dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini
(Djojoningrat 2009).
Populasi orang dewasa di negara-negara barat yang dipengaruhi oleh
dispepsia berkisar antara 14-38%. Namun sekitar 13-18%, memiliki resolusi
spontan selama satu tahun dengan prevalensi yang stabil dari waktu ke waktu
(Andre, 2013).
Prevalensi sindroma dispepsia di Amerika Serikat dan Negara Eropa
lainnya didapatkan sekitar 25%. Belum didapatkan data epidemiologi di Indonesia
(Rahmiwati, 2010).Sedangkan Inggris memiliki prevalensi dispepsia sekitar 21%
dan hanya dua persen dari populasi tersebut berkonsultasi ke dokter pelayanan
primer mereka dengan episode baru atau pertama dispepsia setiap tahun. Survei
pada komunitas memperkirakan bahwa hanya sekitar 35% dari penderita dispepsia
yang berkonsultasi ke dokter, walaupun proporsinya akan meningkat seiring
dengan usia (Andre, 2013). Di daerah Asia Pasifik dispepsia juga merupakan
keluhan yang cukup banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10-20% (Setyono,
2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja usia 14-17 tahun,
remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja
2

laki-laki, yaitu 27% dan 16% (Hartaty, 2012).


Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan,
tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Hartaty, 2012), dimana pada penelitian
tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang
lebih muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang
sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Hartaty, 2012).
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi
dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia
lanjut (Japardi, 2002).
Hampir 50% dari orang dewasa Amerika memiliki gejala gangguan tidur,
termasuk kesulitan jatuh tertidur dan bangun serta siang hari mengantuk. Bagi
banyak orang, bagaimanapun, gangguan tidur ini disebabkan oleh masalah
gastrointestinal (GI). Studi terdahulu menunjukkan bahwa sindrom iritasi usus
besar dan penyakit refluks asam umumnya terkait dengan gangguan tidur.
Menurut sebuah penelitian yang lebih baru oleh Brian Lacy et al dari Dartmouth-
Hitchcock Medical Center (DHMC), ada hubungan antara dispepsia fungsional
dan gangguan tidur (DUJS, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Brian Lacy et al dari Dartmouth-
Hitchcock Medical Center (DHMC), pasien dispepsia fungsional melaporkan
rata-rata 6.31 jam tidur setiap hari, sedangkan kelompok kontrol yaitu tanpa
masalah gastrointestinal melaporkan rata-rata 6.65 jam. Pasien dispepsia
fungsional, bagaimanapun, mengaku lebih sering sulit tidur. Selain itu, masalah
ini meningkat seiring dengan keparahan dispepsia fungsional (DUJS, 2011).
Futagami et al (2013), dalam penelitiannya telah mengevaluasi gangguan
tidur pada pasien functional dyspepsia (FD) dengan menggunakan Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI) skor. Dalam data yang dilakukan oleh Futagami et al
(2013), skor PSQI pasien dispepsia fungsional secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan sukarelawan sehat (Futagami, 2013).
3

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang “Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012”.

1.2. Rumusan Masalah


Sesuai latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara dispepsia
dengan gangguan tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2012.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mencari hubungan antara dispepsia dengan gangguan tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Diketahuinya angka kejadian sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angktan 2012.
2. Diketahuinya hubungan antara dispepsia dengan gangguan tidur pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan
2012.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bidang Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk
penelitian lebih lanjut tentang sindroma dispepsia dan gangguan tidur.
4

1.4.2. Bidang Pendidikan


Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis
dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan
metode yang baik dan benar.

1.4.3. Bidang Pelayanan Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang
benar bagi masyarakat tentang hubungan dispepsia dengan gangguan tidur.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dispepsia
2.1.1. Definisi dan Prevalensi Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein
(pencernaan). Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical
Investigators, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang
terutama dirasakan didaerah perut bagian atas, sedangkan menurut Kriteria Roma
III terbaru, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup
satu atau lebih gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat
kenyang atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan
terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.
Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun
1980-an yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman diepigastrium, mual, muntah, kembung,
cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di
dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai
penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung,
atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag (Abdullah, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Seyedmerzaei et al (2014),
didapatkan sebanyak 333 orang dari 2210 responden yang menderita dispepsia.
Dari 333 orang, didapatkan responden laki-laki yang menderita dispepsia adalah
sebanyak 158 orang (15.2%) dibandingkan dengan responden perempuan
sebanyak 175 (17.1%) (Seyedmerzaei, 2014). Berdasarkan penelitian lain yang
dilakukan oleh Yazdanpanah et al (2012), didapatkan sebanyak 322 orang dari
590 responden menderita dispepsia. Dari 322 orang, didapatkan responden laki-
laki yang menderita dispepsia adalah sebanyak 87 orang (46.5%) dibandingkan
dengan responden perempuan sebanyak 235 orang (58.3%) (Yazdanpanah, 2012).
6

2.1.2. Penyebab Dispepsia


Penyebab dari sindrom dispepsia adalah:
Tabel 2.1. Penyebab Dispepsia
Dalam lumen saluran cerna Penyakit sistemik
1. Tukak gaster/ duodenum 1. Diabetes melitus
2. Gastritis 2. Penyakit tiroid
3. Tumor 3. Penyakit jantung koroner
4. Infeksi Helicobacte Pylori

Obat-obatan Hepato-bilier
1. Anti inflamasi non-steroid 1. Hepatitis
2. Teofilin 2. Kolestitis kronik
3. Digitalis 3. Pankreatitis
4. Antibiotik
5. Aspirin
Gangguan fungsional
1. Dispepsia
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , 2009

2.1.3. Klasifikasi
Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan
dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah berhasil dieksklusi.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni postprandial distress
syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distress syndrome mewakili
kelompok dengan perasaan “begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang,
sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan
dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial
distress syndrome. Dalam praktik klinis, sering dijumpai kesulitan untuk
membedakan antara gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel
syndrome (IBS) dan dispepsia itu sendiri. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh
ketidakseragaman berbagai institusi dalam mendefinisikan masing-masing entitas
klinis tersebut. El-Serag dan Talley (2004) melaporkan bahwa sebagian besar
pasien dengan uninvestigated dyspepsia, setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata
memiliki diagnosis dispepsia fungsional. Talley secara khusus melaporkan sebuah
sistem klasifikasi dispepsia, yaitu Nepean Dyspepsia Index, yang hingga kini
banyak divalidasi dan digunakan dalam penelitian di berbagai negara, termasuk
baru-baru ini di China (Abdullah, 2012).
7

2.1.4. Diagnosa Dispepsia


Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah
adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan
organik ditemukan, diperkirakan kemungkinan diagnosis banding dispepsia
organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, diperkirakan
kearah dispepsia fungsional. Perlu diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan
diagnosis by exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar
dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik. Dalam salah satu sistem
penggolongan, dispepsia fungsional diklasifikasikan ke dalam ulcer-like
dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia; apabila tidak dapat masuk ke dalam 2
subklasifikasi diatas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik.
Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara
dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas dan
menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan
tanda-tanda bahaya (Abdullah, 2012). Kriteria Roma III pada tahun 2010, dalam
American Journal of Gastroenterology, menegaskan kriteria diagnostik dispepsia
fungsional seperti tertera pada boks 1.

Boks 1 Kriteria diagnostik Roma III untuk Dispepsia Fungsional


Dispepsia Fungsional
Kriteria diagnostik terpenuhi bila hal-hal berikut terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna
bagian atas).
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan
terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Dispepsia Fungsional terbagi atas dua bagian :
8

1. Postprandial Distress Syndrome


Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 butir di bawah ini seluruhnya
terpenuhi:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan
dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
b. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan
porsi makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3
bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum
diagnosis.
Kriteria Penunjang
a. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah
makan atau bersendawa yang berlebihan
b. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium
2. Epigastric Pain Syndrome
Kriteria diagnostik terpenuhi bila hal-hal berikut ini seluruhnya terpenuhi:
a. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium
dengan tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali
dalam seminggu
b. Nyeri timbul berulang
c. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain
daerah perut bagian atas/epigastrium
d. Tidak berkurang dengan buang air besar (BAB) atau buang angin
e. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan
kandung empedu dan sfingter oddi.
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3
bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum
diagnosis.

Kriteria Penunjang
a. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar
kedaerah retrosternal
b. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun
mungkin timbul saat puasa
c. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.
9

2.2. Konsep Dasar Pola Tidur


2.2.1. Definisi Tidur
Tidur merupakan suatu proses berulang dan bersiklus yang menjadi
kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan adanya penurunan status kesadaran,
baik kesadaran diri maupun kesadaran terhadap lingkungan, yang terjadi selama
periode tertentu (Wulandari, 2012).

2.2.2. Prevalensi Gangguan Tidur


Persentase gangguan tidur menurut penelitian yang dilakukan oleh Vélez
et al (2013), didapatkan lebih dari setengah siswa 51.8% mempamerkan kualitas
tidur yang buruk. Sekitar 45% dari peserta penelitian melaporkan tidur enam jam
atau kurang setiap malam dan 9.8% menggunakan obat untuk tidur (Vélez, 2013).
Lemma et al (2012), didalam penelitiannya didapatkan lebih dari setengah
peserta penelitian sejumlah (52.7% laki-laki dan 55.9% perempuan) memiliki skor
tidur global yang > 5, sehingga dapat diklasifikasikan mereka mempunyai kualitas
tidur yang buruk (Lemma, 2012).

2.2.3. Teori Tidur


Green (2011), menjelaskan teori yang membahas bagaimana tidur bisa
terjadi. Restoration Theory yang telah diperkenalkan oleh Oswald (1996).
Menurut Oswald, fungsi daripada tidur adalah untuk mengembalikan (restore)
fungsi tubuh semasa periode tanpa aktivitas agar fungsi biologi tubuh yang
adekuat dapat dipastikan (Tarihoran, 2012).

Hibernation Theory oleh Webb (1974) yang dikutip oleh Mcconnell


(2011), teori ini merupakan salah satu teori evolusi mengenai tidur. Teori evolusi
pada umumnya mencanangkan bahwa tidur berlaku untuk membenarkan peluang
yang lebih baik kepada organisme supaya dapat bertahan pada lingkungan yang
berbahaya (Tarihoran, 2012).
10

2.2.4. Pola Tidur


Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang
relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur
(Tarihoran, 2012).
Pola tidur normal dipengaruhi oleh gaya hidup termasuk stres pekerjaan,
hubungan keluarga dan aktivitas sosial yang mengarah pada imsomnia dan
penggunaan medikasi untuk tidur. Penggunaan jangka panjang medikasi tersebut
dapat menganggu pola tidur dan memperburuk masalah tidur (Tarihoran, 2012).

2.2.5. Fisiologi Tidur


Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak
selama tidur dan dapat direkam dengan electroensephalography (EEG).
Dengan cara ini kita dapat merekam stadium tidur adalah sebagai berikut
(Prayitno, 2002):
1. Stadium jaga (wake)
Electroencephalography (EEG) : Pada keadaan rileks dan mata tertutup,
gambaran didominasi oleh gelombang alfa. Tidak ditemukan adanya
kumparan tidur dan kompleks K
Electrooculography (EOG) : Gerakan mata berkurang, kadang-kadang
terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata
Electromyography (EMG) : Kadang-kadang tonus otot meninggi

2. Stadium I
EEG : Terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang-kadang
theta. Tidak terdapat kumparan tidur, kompleks K atau gelombang
delta
EOG : Tidak terlihat aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dibandingkan dengan stadium W
3. Stadium II
EEG : Terdiri atas gelombang campuran alfa, theta dan delta. Terlihat
adanya kumparan tidur dan kompleks K
EOG : Tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba,
menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam
11

keadaan rileks
4. Stadium III
EEG : Persentase gelombang delta antara 20- 50 %. Tampak kumparan
tidur
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Gambaran tonus otot yang jelas dari Stadium II
5. Stadium IV
EEG : Persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%. Tampak
kumparan tidur
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya
6. Stadium REM (Rapid Eye Movement)

2.2.6. Klasifikasi Gangguan Tidur


International Classification of Sleep Disorders
1. Disomnia
a. Gangguan tidur intrinsik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah,
obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur
berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
b. Gangguan tidur ekstrinsik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulan.
c. Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat
tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur,
tidak tidur selama 24 jam.
2. Parasomnia
a. Gangguan arousal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, arousal confusional.
b. Gangguan antara bangun-tidur.
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara, kram kaki, gangguan gerak berirama.
c. Berhubungan dengan fase rapid eye movement (REM)
12

Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus


arrest.
d. Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia
parosismal.
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
a. Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol.
b. Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multipel sklerosis),
epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, penyakit huntington, post
traumatik kepala, stroke, gilles de-la tourette sindroma, penyakit asma,
penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks
gastrointestinal, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
4. Gangguan tidur yang tidak terklasifikasi.

1. Disomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan
untuk tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur
(difficulty in staying asleep), bangun terlalu dini atau kombinasi
diantaranya.
a. Gangguan tidur spesifik
1) Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat
dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit
atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali
dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya
menunjukkan penurunan fase rapid eye movement (REM) 30-70%.
Pada serangan tidur dimulai dengan fase rapid eye
movement (REM). Berbagai bentuk narkolepsi:
a) Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang
sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw
drop, head drop.
13

b) Hypnagogic hallucination auditorik/visual adalah halusinasi


pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan sadar,
kemudian kekerangka fikiran normal.
c) Sleep paralysis adalah otot volunter mengalami paralisis pada
saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu
menggerakkan ototnya.
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya
terletak pada lokus kromosom 6 didapatkan pada orang-orang
Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada
bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini
diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada
malam harinya.
2) Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik
limb movement disorders)/mioklonus nokturnal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara
streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota
gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa esktensi
ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak
itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60
detik atau mungkin berlangsung terus menerus dalam beberapa
menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga
menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat
kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal
antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun.
Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah
gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan,
25-50 gerakan/jam: sedang, dan lebih dari 50 kali/jam : berat.
Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati,
gangguan ginjal kronik, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
14

rheumatoid arthritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia.


3) Sindroma kaki gelisah (restless legs syndrome)/ekbom’s syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi
sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan
mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai
dengan rasa nyeri akibat kejang otot muskulus tibialis kiri dan
kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya.
Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson,
wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otak
hipotalamus.
4) Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea,
upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari
keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi
saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan
apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea
sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea
selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding
perut sangat dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai
dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat
penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya
aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur,
sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini
kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur
ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan
usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara
masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila
memasuki fase rapid eye movement (REM).
Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-
15

megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini


berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang
setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak
mendengkur. Akibat hipoksia atau hiperkapnia, menyebabkan
respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan
pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi
kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi
apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang
kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering
ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi
hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan
kongenital saluran nafas, dysautonomia syndrome, adenotonsilar
hypertrophy. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal
defek, hipotiroid atau bradikardi, gangguan jantung, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), hipertensi, stroke, gullain barre
syndrome, arnord chiari malformation.
5) Pasca trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering
mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala
dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun
kemudian.
Pada gambaran polisomnografi tampak penurunan fase
rapid eye movement (REM) dan peningkatan sejumlah fase jaga.
Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat
berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir
menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang
hari tanpa diikuti oleh fase onset rapid eye movement (REM).
Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti sleep
hygiene. Litium karbonat dapat menurunkan angka frekuensi
gangguan tidur akibat trauma kepala.
b. Gangguan tidur irama sirkadian
16

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu


gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu
yang dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini
sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-
bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain
temperatur badan, plasma darah, urin, fungsi ginjal dan psikologi.
Dalam keadaan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi
irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua
pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat
mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran.
Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara
onset waktu tidur regular dengan waktu tidur yang irregular.
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal.
Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1) Sementara (work shift, jet lag)
2) Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga
terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada
fase rapid eye movement (REM).
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian
adalah sebagai berikut:
1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai
oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan.
Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau
pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh
tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
2) Tipe jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak
tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian
melewati lebih dari satu zon waktu. Gambaran tidur menunjukkan
sleep latennya panjang dengan tidur yang terputus-putus.
3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi
pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja
17

sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul


bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum.
Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur
normal dengan onset tidur fase rapid eye movement (REM).
4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe
ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,
dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara
pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup untuk waktu
tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal
irama tidur sirkadian yang tidak sesuai.
5) Tipe bangun-tidur beraturan.
6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
c. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Lesi batang otak atau bulber dapat mengganggu
awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur
organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau
trauma daerah ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi
fase rapid eye movement (REM) berkurang atau tidak ada sama sekali.
Penderita chorea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang
diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti gilles
de la tourettes syndrome, parkinson, chorea, distonia, gerakan-gerakan
penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih
sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase
dalam. Pada demensia sinilis gangguan tidur pada malam hari,
mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu
tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila
terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali
terjadi pada saat tidur terutama pada fase non rapid eye movement
(NREM) (stadium 1/2) jarang terjadi pada fase rapid eye movement
(REM).
d. Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel syndrome, miopati distrofi, low
18

back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan


ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran
nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang
ditunjukkan mioklonus nokturnal.

e. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti
penggunaan obat stimulan yang kronik (amfetamin, kafein, nikotin),
antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin,
antikolinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-putus fase tidur
rapid eye movement (REM) (Japardi, 2002).
2. Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-
kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau
pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan
gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga
sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini
sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami
perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stres psikososial
Kelainan ini terletak pada arousal yang sering terjadi pada stadium
transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal
dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan
kesadaran, dan diikuti arousal dan amnesia episode tersebut. Seringkali
terjadi pada stadium 3 dan 4.
a. Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk
adanya automatis dan semi purposeful aksi motorik, seperti menutup
19

pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara.


Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur.
Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan
gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam
selama tidur non rapid eye movement (NREM) pada stadium 3 dan 4.
Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha
orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan
susah payah. Pada gambaran electroencephalography (EEG)
menunjukkan irama campuran terutama theta dengan gelombang
rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alfa.
b. Gangguan teror tidur (sleep terror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri
ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak.
Serangan ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur
non rapid eye movement (NREM) pada stadium 3 dan 4. Kadang-
kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau
sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror
berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografi.
Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor
pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan
sistem otonomnya seperti takikardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan
sesak nafas.
c. Gangguan tidur berhubungan dengan fase rapid eye movement (REM)
Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus
arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur
dan selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering
terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan
ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia
lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit
degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak pada
daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan
subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya rapid eye movement
20

(REM) burst dan mioklonik potensial pada rekaman electromyography


(EMG) (Japardi, 2002).

2.3. Hubungan antara Dispepsia Dengan Gangguan Tidur


Sejumlah studi telah menemukan hubungan antara masalah gastrointestinal
dan gangguan tidur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American
College of Gastroenterology (ACOG), sebuah studi baru menemukan bahwa tidur
tidak teratur secara signifikan lebih umum pada pasien dispepsia fungsional
daripada kelompok kontrol yang sehat. Pasien dengan dispepsia fungsional
memiliki kemungkinan 3,25 kali lebih besar mengalami gangguan tidur
dibandingkan dengan kontrol yang sehat (ACOG, 2010).
Didapatkan prevalensi gangguan tidur yang tinggi sebesar 36.2% pada
pasien epigastric pain syndrome, 35.4% pada pasien postprandial distress
syndrome dan 33% pada pasien epigastric pain syndrome-postprandial distress
syndrome dibandingkan dengan sukarelawan sehat sebesar 19% (Yamawaki,
2014).
21

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen


Sindroma Gangguan
Dispepsia Tidur

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional


3.2.1. Definisi
Sindroma dispepsia: Nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di
daerah perut bagian atas (Abdullah, 2012).
Gangguan tidur: Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam
jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan
bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur
dan kepuasan tidur (Tarihoran, 2012).

3.2.2. Cara Ukur


Cara pengukuran untuk dispepsia dilakukan dengan metode angket sesuai
keluhan spesifik menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms
Questionnaire (PADYQ). Terdapat 11 pertanyaan untuk menilai frekuensi (skor 0-
4), durasi (skor 0-3), dan intensitas (skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia (nyeri perut
bagian atas, mual, muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat kenyang). Cara
22

pengukuran untuk gangguan tidur dilakukan dengan metode angket yang terdiri
dari 7 komponen Pitssburgh Sleep Quality Index (PSQI), kemudian dijumlahkan
sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21.
3.2.3. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan adalah The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms
Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis kuantitatif dari
gejala dispepsia dan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk
gangguan tidur.

3.2.4. Hasil Pengukuran


Hasil pengukuran yang diperoleh dari The Porto Alegre Dyspeptic
Symptoms Questionnaire (PADYQ) adalah rentang skor dari 0 (tanpa gejala)
sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai
dispepsia.
Hasil pengukuran yang diperoleh dari kuesioner The Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) untuk gangguan tidur dan disesuaikan dengan kategori
berikut:
Dari skor tersebut terbagi dalam dua kategori:
1. Skor 0-4 : normal
2. Skor 5 dan keatas : poor sleeper

3.2.5. Skala Pengukuran


Skala pengukuran adalah ordinal

3.3. Hipotesis
Ada hubungan antara sindroma dispepsia dengan gangguan tidur..
23

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera yang
terletak di Jl. Dr. Mansyur No. 5, Kampus USU, Medan, Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu Penelitian


Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September tahun 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi target penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang berjumlah 523 orang.

4.3.2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi dengan menggunakan metode
consecutive sampling serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam
kriteria eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Kriteria inklusi:
24

a. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


Angkatan 2012 yang terdiagnosis dispepsia.
b. Mengalami gangguan tidur (skor PSQI 5 dan keatas).
c. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan.
2. Kriteria eksklusi:
a. Kuesioner yang diisi tidak lengkap.
b. Kuesioner dijawab lebih dari satu jawaban.
c. Pasien dengan penyakit jantung yang berat, gagal ginjal atau paru,
sirosis hati, penyakit sistemik yang berat dan riwayat penyakit ganas.
d. Pasien dengan operasi saluran cerna sebelumnya, bekas luka ulkus
duodenum, diabetes mellitus, dan penggunaan terbaru dari obat
anti-inflamasi non-steroid, proton pump inhibitor (PPI) atau
antikoagulan di endoskopi.
e. Pasien dengan penggunaan pengobatan tekanan udara positif terus
menerus untuk gangguan pernafasan ketika tidur, obat untuk masalah
tidur secara teratur dan kerja malam.

4.4. Besar Sampel


Untuk menetapkan besar sampel penelitian dapat digunakan rumus
perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus analitik kategorik tidak
berpasangan.

Keterangan:
n = Besar sampel
Zα = Deviat baku alfa (1,96)
Zβ = Deviat baku beta (0,842)
P1 = Proporsi efek standar = 0,33
Q1 = 1 – P1 = 0,67
P2 = Proporsi efek yang diteliti = 0,15
Q2 = 1 – P2 = 0, 85
P = ½ (P1 + P2)
25

Q = ½ (Q1 + Q2)
Kemudian didapatkan perhitungan sebagai berikut:

Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini


adalah 87 orang.

4.5. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara
langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data


4.6.1. Pengolahan Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan melalui beberapa tahapan, antara
lain: tahap pertama editing, yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas
maupun data responden serta memastikan bahawa semua jawaban telah terisi
sesuai petunjuk; tahap kedua coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuesioner untuk mempermudahkan saat mengadakan tabulasi dan analisa data;
tahap ketiga processing, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program
komputer dengan menggunakan program Statistical Package for the Social
Sciences (SPSS); tahap keempat cleaning, yaitu mengecek kembali data yang
telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak; tahap kelima
pengolahan data menggunakan komputer dan dianalisis dengan menggunakan uji
statistik yaitu uji univariat, uji bivariat menggunakan chi square dan uji
multivariat regresi logistik.
26

4.6.2. Analisa Data


1. Analisa data univariat
Analisa univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil penelitian, yang
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti (Notoatmodjo,
2010).
2. Analisa data bivariat
Pada penelitian ini, analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Melalui uji Chi
Square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan
tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan
bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0.05 yang berarti Ho ditolak dan Ha
diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0.05
yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Untuk melihat kekuatan
hubungan antara variable dependen dan independen maka dilihat nilai
Prevalence Ratio (PR). Bila nilai Prevalence Ratio (PR) = 1artinya tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika
nilai PR < 1 artinya variabel independen merupakan faktor protektif
terhadap variabel dependen dan jika nilai Prevalence Ratio (PR) > 1
artinya variabel independen merupakan faktor risiko terhadap variabel
dependen.
c. Analisa data multivariat
Analisa multivariat merupakan teknik statistika untuk set data dengan
variabel bebas lebih dari satu. Teknik analisis yang digunakan adalah
regresi logistik.

BAB 5
27

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan yang beralamat di Jl. Dr. T. Mansyur No. 9, Medan. Universitas ini
telah berdiri sejak tanggal 20 November 1957.

5.1.2. Gambaran Karekteristik Responden


5.1.2.1. Umur
Responden penelitian berumur antara 19 sampai 24 tahun dengan rata-rata
(21.28 ± 1.019). Persentase terbanyak adalah kelompok umur 21-22 tahun
sebanyak 63 orang (72.4%). Responden yang paling sedikit adalah kelompok
umur 23-24 tahun sebanyak 10 orang (11.5%) dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi responden menurut umur


Variabel Jumlah (orang) Persentase (%) Mean ± SD
Umur (tahun) 21.28 ± 1.019
19-20 14 16.1
21-22 63 72.4
23-24 10 11.5

5.1.2.2. Jenis Kelamin


Dari 87 responden, didapatkan bahwa 56 orang (64.4%) berjenis kelamin
perempuan, sedangkan sisanya yaitu 31 orang (35.6%) berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 5.2. Distribusi responden menurut jenis kelamin


Variabel Jumlah (orang) Persentase (%)
Perempuan 56 64.4
Laki-laki 31 35.6

5.1.3. Gambaran Sindroma Dispepsia


28

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 87 responden yang dikumpulkan


dengan kuesioner penilaian dispepsia, maka diperoleh angka kejadian sindroma
dispepsia sebagai berikut:

Tabel 5.3. Distribusi angka kejadian sindroma dispepsia pada mahasiswa


FK USU
Variabel Jumlah(orang) Persentase (%) Mean ± SD
Sindroma Dispepsia 4.06 ± 3.35
Dispepsia 25 28.7
Tiada dispepsia 62 71.3

Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa mahasiswa yang menderita dispepsia


adalah rendah dengan jumlah 25 orang (28.7%) dibandingkan mahasiswa yang
tidak dispepsia dengan jumlah 62 orang (71.3) dengan rata-rata (4.06 ± 3.35).

Tabel 5.4. Distribusi angka kejadian sindroma dispepsia berdasarkan umur


Variabel Sindroma Dispepsia Total
Positif Negatif
n % n % n %
Umur (tahun)
19-20 2 2.3 12 13.8 14 16.1
21-22 20 23.0 43 49.4 63 72.4
23-24 3 3.4 7 8.0 10 11.5

Berdasarkan tabel 5.4, responden persentase terbanyak yang menderita


dispepsia dan tidak dispepsia adalah kelompok umur 21-22 tahun sebanyak 20
orang (23.0%) dan 43 orang (49.4%).

Tabel 5.5. Distribusi angka kejadian sindroma dispepsia berdasarkan


jenis kelamin
Variabel Sindroma Dispepsia Total
Positif Negatif
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 6.9 25 28.7 31 35.6
Perempuan 19 21.8 37 42.5 56 64.4

Berdasarkan tabel 5.5, responden berjenis kelamin laki-laki yang


29

menderita dispepsia adalah sebanyak 6 orang (6.9%) sedangkan responden


berjenis kelamin perempuan yang menderita dispepsia adalah sebanyak 19 orang
(21.8%) Selain itu, responden laki-laki yang tidak dispepsia adalah sebanyak 25
orang (28.7%), sedangkan responden perempuan yang tidak dispepsia adalah
sebanyak 37 orang (42.5%).

5.1.4. Gambaran Gangguan Tidur


Penilaian angka kejadian gangguan tidur didapatkan dengan kuesioner
dengan pertanyaan tentang kualitas tidur responden sehari-harinya. Dari kuesioner
tersebut didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 5.6. Distribusi angka kejadian gangguan tidur pada mahasiswa


FK USU
Variabel Jumlah (orang) Persentase (%) Mean ± SD
Gangguan Tidur 4.98 ± 2.54
Ada Gangguan Tidur 45 51.7
Tiada gangguan tidur 42 48.3

Berdasarkan tabel 5.6, terlihat bahwa mahasiswa yang menderita


gangguan tidur adalah lebih tinggi dengan jumlah 45 orang (51.7%)
dibandingkan mahasiswa yang tidak gangguan tidur dengan jumlah 42 orang
(48.3%) dengan rata-rata (4.98 ± 2.54).

Tabel 5.7. Distribusi angka kejadian gangguan tidur berdasarkan umur


Variabel Gangguan Tidur Total
Positif Negatif
n % n % n %
Umur (tahun)
19-20 8 9.2 6 6.9 14 16.1
21-22 31 35.6 32 36.8 63 72.4
23-24 6 6.9 4 4.6 10 11.5

Berdasarkan tabel 5.7, responden persentase terbanyak yang menderita


gangguan tidur dan tidak gangguan tidur adalah kelompok umur 21-22 tahun
sebanyak 31 orang (35.6%) dan 32 orang (36.8%).
Tabel 5.8. Distribusi angka kejadian gangguan tidur berdasarkan
30

jenis kelamin
Variabel Gangguan Tidur Total
Positif Negatif
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 14.9 18 20.7 31 35.6
Perempuan 32 36.8 24 27.6 56 64.4

Berdasarkan tabel 5.8, responden berjenis kelamin laki-laki yang


menderita gangguan tidur adalah sebanyak 13 orang (14.9%) sedangkan
responden berjenis kelamin perempuan yang menderita gangguan tidur adalah
sebanyak 18 orang (20.7%). Selain itu, responden laki-laki yang tidak gangguan
tidur adalah sebanyak 18 orang (20.7%), sedangkan responden perempuan yang
tidak gangguan tidur adalah sebanyak 24 orang (27.6%).

5.1.5. Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur

Tabel 5.9. Hubungan antara dispepsia dengan gangguan tidur


Variabel Sindroma Dispepsia P
Positif Negatif
n % n %
Gangguan Tidur 0.004
Positif 19 21.8 26 29.9
Negatif 6 6.9 36 41.4

Berdasarkan tabel 5.9, responden yang menderita dispepsia dan gangguan


tidur adalah sebanyak 19 orang (21.8%), sedangkan responden yang menderita
dispepsia dan tidak gangguan tidur adalah sebanyak 6 orang (6.9%). Selain itu,
responden yang tidak dispepsia dan menderita gangguan tidur adalah sebanyak 26
orang (29.9%), sedangkan responden yang tidak dispepsia dan gangguan tidur
adalah sebanyak 36 orang (41.4%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p =
0.004 sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan tidur berhubungan dengan
dispepsia.
31

5.2. Pembahasan
5.2.1. Sindroma Dispepsia
Berdasarkan data penelitian, ternyata diperoleh mahasiswa yang menderita
dispepsia adalah sebanyak 28.7% dan sekitar 71.3% yang tidak dispepsia.
Didapatkan bahwa mahasiswa perempuan lebih banyak yang menderita dispepsia
sebanyak 19 orang (21.8%) dibandingkan dengan mahasiswa lelaki sebanyak 6
orang (6.9%).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Seyedmerzaei et al (2014),
didapatkan responden laki-laki yang menderita dispepsia adalah sebanyak 15.2%
dibandingkan dengan responden perempuan sebanyak 17.1% (Seyedmerzaei,
2014).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yazdanpanah et al (2012), mendapatkan
angka prevalensi dispepsia yang lebih tinggi dengan persentase responden laki-
laki yang menderita dispepsia adalah sebanyak 46.5% dibandingkan dengan
responden perempuan sebanyak 58.3% (Yazdanpanah, 2012).
Hasil studi pendahuluan di RS Dr. M. Djamil Padang didapatkan data pada
tahun 2007 sebanyak 1713 orang pasien menderita dispepsia. Rata-rata jumlah
penderita dispepsia adalah 94 orang perbulan. Penderita dispepsia fungsional
sebanyak 40% dari penderita dispepsia keseluruhan. Dengan jumlah kejadian
terbanyak pada rentang umur 20-50 tahun (Rahmiwati, 2010).
Prevalensi dispepsia yang dilaporkan bervariasi.diantara 7% dan 63%,
dengan rata-rata sekitar 25%. Weir dan Backett pada tahun 1968 telah melaporkan
tingkat prevalensi dispepsia sekitar 23% selama tiga bulan pada laki-laki
Skotlandia, dengan 29% telah memiliki dispepsia di beberapa titik dalam hidup
mereka. Dalam sebuah survei berbasis masyarakat acak di pedesaan timur laut
Nigeria pada tahun 1991, Holcombe et al melaporkan 26% prevalensi dispepsia
lebih dari enam bulan yang meningkat sesuai usia. Pada tahun 1997, dalam sebuah
laporan awal dari Hong Kong, Hu et al menemukan prevalensi dispepsia sekitar
19% pada populasi Cina. Holtmann et al melaporkan prevalensi dispepsia sekitar
21% pada populasi yang dipilih secara acak di Jerman . Di Amerika Serikat,
Talley et al melaporkan prevalensi keseluruhan satu tahun dispepsia sekitar 26%,
32

dengan 16% darinya memiliki ulcer-like dyspepsia (Agréus, 2002).


Angka ini menunjukkan perbedaan persentase dispepsia yang sangat
tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh penyebab dispepsia yang multifaktorial,
sehingga dapat menyebabkan lebih tingginya tingkat kejadian di tempat yang satu
dengan yang lain. Selain itu, perbedaan operasional berdasarkan jumlah responden
juga dapat mempengaruhi hasil penelitian pada persentase akhirnya.
Diketahui bahwa sindroma dispepsia memiliki variasi, baik dari segi
jumlah keluhan maupun dari jenis keluhan, yaitu nyeri ulu hati, rasa terbakar di
dada, kembung, cepat kenyang, mual, muntah, dan sendawa. Hal ini sesuai dengan
pernyataan pada buku penyakit dalam yang menyatakan bahwa dispepsia
merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sendawa, dimana keluhan
ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut
dari waktu ke waktu.

5.2.2. Gangguan Tidur


Dari hasil data penelitian, didapatkan bahwa 51.7% mahasiswa menderita
gangguan tidur dan sekitar 48.3% yang tidak gangguan tidur. Didapatkan bahwa
mahasiswa perempuan lebih banyak yang menderita gangguan tidur sebanyak 32
orang (36.8%), dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki sebanyak 13 orang
(14.9%).
Menurut Lemma et al (2012), didalam penelitiannya didapatkan lebih dari
setengah peserta penelitian sejumlah (52.7% laki-laki dan 55.9% perempuan)
memiliki skor tidur global yang > 5, sehingga dapat diklasifikasikan mereka
mempunyai kualitas tidur yang buruk. Lemma et al (2012), menyatakan bahwa
secara keseluruhan, penelitian mereka berada dalam perjanjian dengan data
penelitian orang lain sebelumnya yang menunjukkan tingginya angka prevalensi
kualitas tidur yang buruk antara mahasiswa. Misalnya, Cheng et al, didalam
penelitiannya terhadap mahasiswa di Taiwan melaporkan 54.7% dari siswa
diklasifikasikan mempunyai kualitas tidur yang buruk. Demikian pula Suen et al,
didalam penelitiannya yang dilakukan di Hong Kong melaporkan 57.5% dari
33

mempunyai kuaitas tidur yang buruk. Suen et al, di Amerika Serikat, melaporkan
42% dari siswa diklasifikasikan sebagai tidur yang buruk pada skala PSQI
(Lemma, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Rocha et al (2010), didapatkan tingginya
angka prevalensi gangguan tidur sebanyak 88.2% pada sejumlah besar siswa
(remaja) yang memiliki beberapa jenis gangguan tidur. Dalam penelitian ini,
sebagian besar siswa mengambil 30 menit untuk tertidur, sedangkan laki-laki tidur
sekitar 420 menit per malam, perempuan tidur sekitar 390 menit, yaitu, laki-laki
dalam kelompok ini tidur lebih dari perempuan (Rocha, 2010). Ini membuktikan
bahwa perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan tidur dibandingkan
laki-laki.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Abdulghani et al
(2012), dimana didalam hasil penelitiannya telah mengevaluasi gangguan tidur
pada mahasiswa fakultas kedokteran. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa
mahasiswa perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan tidur
dibandingkan mahasiswa laki-laki (Abdulghani, 2012).

5.2.3. Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur


Dari hasil analisis penelitian, didapatkan adanya hubungan antara
dispepsia dengan gangguan tidur. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian Futagami et al (2013), dimana didalam penelitiannya telah
mengevaluasi gangguan tidur pada pasien dispepsia fungsional dengan
menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dalam data terbaru oleh
Futagami et al (2013), didapatkan skor PSQI pasien dispepsia fungsional secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan sukarelawan sehat (Futagami, 2013).
Sebuah studi baru menemukan bahwa tidur tidak teratur secara signifikan
lebih umum pada pasien dispepsia fungsional daripada kelompok kontrol yang
sehat. Pasien dengan dispepsia fungsional memiliki kemungkinan 3,25 kali lebih
besar mengalami gangguan tidur dibandingkan dengan kontrol yang sehat dimana
didapatkan pasien perempuan memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih besar
mengalami gangguan tidur dibandingkan laki-laki (ACOG, 2010).
34

Taylor et al, telah menemukan prevalensi gastrointestinal (GI) yang tinggi


pada pasien dengan insomnia kronis dibandingkan dengan pasien yang tidak
insomnia dengan persentase (33.6% vs 9.2%). Mayoritas pasien melaporkan
kesulitan memulai tidur atau mempertahankan tidur sepanjang malam . Gangguan
tidur dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan kualitas hidup
individu (Jung, 2010).
Menurut penelitian oleh Vakil et al (2015), sebanyak 46% pasien dengan
dispepsia fungsional melaporkan gangguan tidur. Gangguan tidur yang terjadi
sering/tiap malam dialami oleh 12.4% pasien dengan dispepsia fungsional
(p = 0.005 ). Di antara pasien dengan dispepsia fungsional, prevalensi gangguan
tidur adalah tertinggi pada pasien yang nyeri ulu hati dan/atau regurgitasi yang
sedang sampai berat (Vakil, 2015).
35

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa
tidak dispepsia dengan persentase 71.3% (62 orang).
2. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa
menderita gangguan tidur dengan persentase 51.7% (45 orang).
3. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa mahasiswa perempuan lebih
banyak yang menderita dispepsia dan gangguan tidur dibandingkan
mahasiswa laki-laki.
4. Pada penelitian ini terdapat hubungan antara dispepsia dengan gangguan
tidur dimana didapatkan nilai p = 0.004. Besarnya angka kejadian
sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan ternyata sesuai dengan pola tidurnya yang sebagian besar
tidak teratur.

6.2. Saran
1. Sarana bidang pendidikan
Menjadikan ceramah awam sebagai salah satu program pendidikan baik di
tingkat kesarjanaan maupun di kepaniteraan klinik.
2. Sarana bidang penelitian
Pada peneliti lain untuk meneliti hubungan antara dispepsia dengan
gangguan tidur.
3. Sarana bidang pelayanan masyarakat
Meningkatkan program edukasi kepada pasien dan keluarga pasien
sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah gangguan tidur.

DAFTAR PUSTAKA
36

Abdullah, M., et al, 2012. Dispepsia. Universitas Indonesia, Jakarta. CDK


-197/vol. 39 no. 9,th. 2012.
Available at: http://www.kalbemed.com/portals/6/197_cme-dispepsia.pdf
(Accessed 18 April 2015)

Abdulghani, H., M., et al, 2012. Sleep Disorder Among Medical Students. King
Saud University, Kingdom of Saudi Arabia.
Available at:
http://en.smrc-sa.com/wp-content/uploads/2014/12/Sleep-disorder-among-
medical-students.pdf
(Accessed 18 December 2015)

Agréus, L., 2002. Natural history of dyspepsia. Family Medicine Stockholm,


Novum, SE14157 Huddinge, Sweden.
Available at: http://gut.bmj.com/content/50/suppl_4/iv2.full
(Accessed 18 December 2015)

American College Of Gastroenterology, 2010. Acid Reflux, Functional Dyspepsia


Have Significant Impact on Disordered Sleep. San Antonio, Texas.
Available at:
http://gi.org/wp-content/uploads/2011/07/media-releases-
10ACG_Gerd_and_Sleep.pdf
(Accessed 30 May 2015)

Andre, Y., et al, 2013. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Depresi pada
Penderita Dispepsia Fungsional. Universitas Andalas.
Available at:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/123/118
(Accessed 9 April 2015)

Dartmouth Undergraduate Journal of Science, 2011. Functional Dyspepsia is


Associated with Sleep Disorders.
Available at:
http://dujs.dartmouth.edu/news/functional-dyspepsia-is-associated-with-
sleep-disorders#.VnabfdIrLIU
(Accessed 9 April 2015)

Djojoningrat, D., 2009. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4 Jakarta, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Jakarta.
(Accessed 10 April 2015)

Futagami, S., et al, 2013. Sleep Disorders in Functional Dyspepsia and


FutureTherapy. Division of Gastroenterology, Department of Internal
37

Medicine, Nippon Medical School, Japan. J Nippon Med Sch 2013; 80 (2).
Available at: http://www.nms.ac.jp/jnms/2013/080020104.pdf
(Accessed June 2015)

Hartaty, S., et al, 2012. Hubungan Pengetahuan dan Pola Makan terhadap
Kejadian Dispepsia di Kelas XI SMAN 11 Makassar. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Makassar. Volume 1 Nomor 3 Tahun 2012 ● ISSN: 2302-1721.
Available at:
http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/2/e-library%20stikes%20nani
%20hasanuddin--srihartaty-64-1-artikel9.pdf
(Accessed 9 April 2015)

Japardi, I., 2002. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah


Universitas Sumatera Utara.
Available at:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf
(Accessed 1 June 2015)

Jung, K. S., et al, 2010. Gastroesophageal Reflux Disease and Sleep Disorders:
Evidence for a Causal Link and Therapeutic Implications. School of
Medicine, Ewha Womans University, Seoul, Korea.
Available at: http://dx.doi.org/10.5056/jnm.2010.16.1.22
(Accessed 18 December 2015)

Lemma, S., et al, 2012. The Epidemiology of Sleep Quality, Sleep Patterns,
Consumption of Caffeinated Beverages, and Khat Use among Ethiopian
College. Addis Continental Institute of Public Health, Addis Ababa,
Ethiopia.
Available at:
https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/11375878/3581089.pdf?
sequence=1
(Accessed 18 December 2015)

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


(Accessed 29 May 2015)

Prayitno, A., 2002. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan
penatalaksanaannya. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Januari-
April 2002, Vol.21 No.1.Available at:
http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Prayitno.pdf
(Accessed 31 May 2015)

Rahmiwati, 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pasien Dispepsia


Fungsional dengan Penanggulangan Gangguan Psikosomatik Dispepsia
38

Fungsional di RS DR. M. Djamil Padang. Universitas Andalas.


Available at:
http://repository.unand.ac.id/18335/1/HUBUNGAN%20TINGKAT
%20PENGETAHUAN%20DAN%20SIKAP%20PASIEN%20DISPEPSIA
%20FUNGSIONAL%20DENGAN%20PENANGGULANGAN
%20GANGGUAN%20PSIKOSOMATIK%20DISPEPSIA
%20FUNGSIONAL.pdf
(Accessed 19 April 2015)

Rocha, S. R. C., et al, 2010. Sleep Disorders in High School and Pre-University
Students. Faculty of Medical Sciences, University of Campinas
(UNICAMP), Campinas SP, Brazil.
Available at:
http://www.scielo.br/pdf/anp/v68n6/14.pdf
(Accessed 17 December 2015)

Setyono, J., 2006. Karateristik Penderita Penderita Dispepsia di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Universitas Jenderal Soedirman. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1,
No.1, Juli 2006.
Available at: http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=10496&val=715
(Accessed 1 June 2015)

Seyedmirzaei, M. S., et al, 2014. Prevalence of Dyspepsia and its Associated


Factors Among the Adult Population in Southeast of Iran in 2010.
Department of Internal Medicine, Afzalipour Hospital, Kerman University
of Medical Sciences, Kerman, IR Iran.
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/273466588_Prevalence_of_Dyspe
psia_and_its_Associated_Factors_Among_the_Adult_Population_in_South
east_of_Iran_in_2010
(Accessed 19 December 2015)

Susanti, A., 2011. Faktor Resiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian
Bogor. Fakultas Kedokteran Universita Sebelas Maret. Jurnal Kedokteran
Indonesia, Vol. 2/NO. 1/JANUARI/2011.
Available at: http://jki-ina.com/index.php/jki/article/download/14/13
(Accessed 1 June 2015)

Tarihoran, S. E., 2012. Hubungan Pola Tidur Dengan Prestasi Belajar


39

Mahasiswa Keperawatan Di Universitas Advent Indonesia Bandung.


Universitas Advent Indonesia, Bandung.
Available at: http://kti.unai.edu/wp-content/uploads/2014/10/Susi-Eriyanti-
Tarihoran-Skripsi.pdf
(Accessed 1 June 2015)

Vakil, N., et al, 2015. Sleep disturbance due to heartburn and regurgitation is
common in patients with functional dyspepsia. School of Medicine and
Public Health, University of Wisconsin, Madison, USA.
Available at:
http://ueg.sagepub.com/content/early/2015/07/28/2050640615599716.full.p
df
(Accessed 18 December 2015)

Vélez, C. J., et al, 2013. The Epidemiology of Sleep Quality and Consumption of
Stimulant Beverages among Patagonian Chilean College. Centro de
Rehabilitacion Club de Leones Cruz del Sur, Punta Arenas, Suiza 01441,
Chile.
Available at:
https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/11708589/3671558.pdf?
sequence=1
(Accessed 18 December 2015)

Wulandari, P. R., 2012. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Skripsi di Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technology UI.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Bandung.
Available at:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313206-S43681-Hubungan
%20tingkat.pdf
(Accessed 30 May 2015)

Yamawaki, H. et al, 2014. Impact of Sleep Disorders, Quality of Life and Gastric
Emptying in Distinct Subtypes of Functional Dyspepsia in Japan. Division
of Gastroenterology, Department of Internal Medicine, Nippon Medical
School, Japan. J Neurogastroenterol Motil, Vol. 20 No. 1 January, 2014.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3895596/
(Accessed 1 June 2015)

Yazdanpanah, K. et al, 2012. Dyspepsia prevalence in general population aged


over 20 in the west part of Iran. Department of Internal Medicine, Besat
Hospital, Keshavarz Ave, Sanandaj, Iran.
Available at: http://www.jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=3550
(Accessed 19 December 2015)

LAMPIRAN 1
40

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Shafinaz Binti Nakoo


Tempat/ Tanggal lahir : Selangor, Malaysia / 06 Desember 1993
Pekerjaan : Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU
Agama : Islam
Alamat : Nomor A1, Jl. Kamboja, Kompleks Perumahan Permata
Setia Budi 2, Medan
Riwayat Pendidikan : 1. Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) – 2010
2. Kolej Matrikulasi Selangor – 2011
3. Universitas Sumatera Utara – 2012- sekarang
Riwayat Organisasi : 1. Ahli, Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia
Indonesia Cawangan Medan. (PKPMI-CM)

LAMPIRAN 2
41

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Assalamualaikum Wr Wb/Salam Sejahtera


Dengan Hormat,
Nama Saya Nur Shafinaz Binti Nakoo, sedang menjalani pendidikan Kedokteran
di Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU. Saya sedang melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012”.

Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada,
yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa
terbakar di perut (Hartaty, 2012). Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan
yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek.
Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin,
berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering
ditemukan pada usia lanjut (Japardi, 2002).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dispepsia dengan
gangguan tidur pada mahasiswa. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah hasil
penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih
lanjut tentang sindroma dispepsia dan gangguan tidur.

Saya akan melakukan wawancara terstruktur kepada saudara/saudari mengenai:


a. Dispepsia dengan komponennya yaitu nyeri, mual dan muntah, kembung
perut atas, dan rasa cepat kenyang.
b. Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh dengan komponennya yaitu kualitas tidur,
latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan
obat tidur, dan disfungsi aktivitas siang hari.

Wawancara akan saya lakukan sekitar 10 menit. Petugas wawancara


42

adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

Partisipasi Saudara/Saudari bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat


mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian
ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk
penelitian ini Saudara/Saudari tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila
Saudara/Saudari membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi
saya:

Nama : Nur Shafinaz Binti Nakoo


Alamat: Kompleks Perumahan Setia Budi
No. HP: 085922771993

Terima kasih saya ucapkan kepada Saudara/Saudari yang telah ikut


berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan Saudara/Saudari dalam
penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu
pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini


diharapkan Saudara/Saudari bersedia mengisi lembar persetujuan yang
telah kami persiapkan.

Medan, 2015
Peneliti

(Nur Shafinaz Binti Nakoo)

LAMPIRAN 3
43

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Telp/HP :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian “Hubungan antara


Dispepsia dengan Gangguan Tidur pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2012”,
maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut
serta dalam penelitian tersebut. Dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, …………….2015

( )

LAMPIRAN 4

Kuesioner Penelitian
Hubungan antara Dispepsia dengan Gangguan Tidur pada Mahasiswa Fakultas
44

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012

I. Kuesioner Sindroma Dispepsia.

PORTO ALEGRE DYSPEPTIC SYMPTOMS QUESTIONNAIRE


Dilihat dalam 30 hari terakhir

NYERI
Bagaimana intensitas nyeri abdomen atas pada hari-hari selama periode tersebut
0. Tidak ada
1. Sangat ringan
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Sangat berat

Berapa lama durasi nyeri pada kebanyakan hari-hari selama periode tersebut
0. Tidak dapat ditentukan
1. Beberapa menit saja (kurang dari 30 menit)
2. Kurang dari 2 jam
3. Lebih dari 2 jam

Seberapa sering anda merasakan nyeri perut atas dalam 30 hari terakhir
0. Tidak dapat ditentukan
1. Kadang-kadang
2. 1 sampai 2 hari setiap minggu
3. Hampir tiap hari
4. Setiap hari

Total skor Nyeri Perut Atas : _______________ (max 12)

MUAL
Seberapa intensitas mual dalam hari-hari anda selama periode tersebut
0. Tidak ada
1. Sangat ringan
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Sangat berat
Berapa lama durasi mual yang terjadi
0. Tidak dapat ditentukan
1. Beberapa menit (kurang dari 30 menit)
2. Kurang dari 2 jam
3. Lebih dari 2 jam
45

Seberapa sering anda merasakan mual dalam 30 hari terakhir


0. Tidak dapat ditentukan
1. Kadang-kadang
2. 1 sampai 2 hari seminggu
3. Hampir tiap hari
4. Setiap hari

MUNTAH
Seberapa sering anda muntah dalam 30 hari terakhir
0. Tidak dapat ditentukan
1. Kadang-kadang
2. 1 sampai 2 hari setiap minggu
3. Hampir setiap hari
4. Setiap hari

Total skor untuk Mual Muntah : _______________ (max 16)

KEMBUNG PERUT ATAS


Seberapa berat yang dirasakan untuk kembung perut (rasa penuh atau sebah) dala
m 30
hari terakhir
0. Tidak ada
1. Sangat ringan
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Sangat berat

Seberapa lama episode terakhir dalam periode tersebut


0. Tidak dapat ditentukan
1. Beberapa menit (kurang dari 30 menit)
2. Kurang dari 2 jam
3. Lebih dari 2 jam

Seberapa sering anda mengalami perut kembung / rasa penuh dalam 30 hari
0. Tidak dapat ditentukan
1. Kadang-kadang
2. 1 sampai 2 hari
3. Hampir setiap hari
4. Setiap hari

RASA CEPAT KENYANG


Dalam 30 hari, seberapa sering anda merasakan perut penuh setelah anda mulai m
akan
46

0. Tidak dapat ditentukan


1. Kadang-kadang
2. 1 sampai 2 hari
3. Hampir setiap hari
4. Setiap hari

Total skor Perut Kembung / Cepat Kenyang : ___________ (max


16)
SKOR TOTAL GEJALA DISPEPSIA : _______________ (max
44)

II. Kuesioner Gangguan Tidur

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)


(Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh)
47

Arahan: Pertanyaan di bawah ini berkenaan dengan kebiasaan tidur anda di bulan
yang lalu. Jawab secara tepat mayoritas hari dan malam di bulan yang lalu.

1. Kapan anda biasanya pergi tidur?...................


2. Berapa lama (dalam hitungan menit) anda baru bisa tertidur tiap
malamnya?..................
3. Kapan anda biasanya bangun di pagi hari?..................
4. Berapa jam anda tidur di malam hari? (Tidak sama dengan lamanya anda
di tempat tidur) ……….
5. Di bulan yang lalu, seberapa sering anda sulit Tdk pernah Kurang dari Sekali Tiga kali atau
tidur sebab anda……… selama bulan sekali atau dua lebih
yang lalu seminggu kali seminggu
seminggu
a. tidak bisa terlelap selama 30 menit
b. terbangun di tengah malam dan di hampir
pagi
c. harus bangun karena harus ke kamar kecil
d. sukar bernafas
e. batuk atau mengorok
f. merasa kedinginan
g. merasa kepanasan
h. mendapat mimpi buruk
i. merasa kesakitan
j. Alasan lain, jelaskan, termasuk seberapa
sering anda sulit tidur karena alasan-alasan ini
6. Selama bulan yang lalu, seberapa sering anda
minum obat (pakai resep atau beli secara
bebas) agar anda bisa tidur?
7. Selama bulan yang lalu, seberapa sering anda
menahan ngantuk ketika menyetir, makan,
atau bergaul?
8. Selama bulan yang lalu, seberapa sukar bagi
anda untuk tetap bersemangat dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan?
Sangat baik Lumayan Agak Sangat jelek
(0) baik (1) jelek (2) (3)
9. Selama bulan yang lalu, bagaimana anda
menilai kualitas tidur anda secara
keseluruhan?

Komponen 1 : Nilai nomor 9………………………………………………………………………..K1….


Komponen 2 : Nilai nomor 2 (<15 mnt=0; 16-30 mnt=1; 31-60 mnt=2; >60 mnt=3) + Nomor 5a
(jika jumlahnya sama dengan 0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3)…………………………..K2….
Komponen 3 : Nilai nomor 4 (>7=0; 6-7=1; 5-6=2; <5=3)…………………………………………K3….
Komponen 4 : (nomor jumlah jam tidur)/(nomor jumlah jam di atas tempat tidur) x 100
>85%=0; 75%-84%=1; 65%-74%=2; <65%=3……………………………………..K4….
Komponen 5 : Jumlah nilai nomor 5b sampai nomor 5j (0=0; 1-9=1; 10-18=2; 19-27=3)…………K5….
Komponen 6 : Nilai nomor 6…....…………………………………………………………………...K6….
Komponen 7 : Nilai nomor 7 + nilai nomor 8 (0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3)…………………………K7….

Jumlahkan ke tujuh komponen………..Nilai Global PSQI……….


LAMPIRAN 5

Validitas Kuesioner
48

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.851 11

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Dispepsia1 31.70 15.666 .724 .822
Dispepsia2 32.70 20.010 .486 .843
Dispepsia3 32.50 18.741 .471 .844
Dispepsia4 31.43 17.495 .621 .831
Dispepsia5 32.70 20.010 .486 .843
Dispepsia6 32.77 18.254 .703 .826
Dispepsia7 31.67 19.540 .461 .844
Dispepsia8 31.43 17.495 .621 .831
Dispepsia9 32.73 20.133 .450 .845
Dispepsia10 31.70 20.010 .486 .843
Dispepsia11 31.67 19.540 .461 .844
49

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.769 7

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Tidur1 3.97 6.930 .582 .719
Tidur2 3.97 7.620 .485 .741
Tidur3 4.40 7.697 .540 .732
Tidur4 4.47 7.913 .413 .755
Tidur5 4.27 8.064 .399 .758
Tidur6 4.50 7.569 .578 .724
Tidur7 4.23 7.426 .449 .751
50

NO D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11
1 2 2 3 3 2 2 3 3 2 4 3
2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3
3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4
4 4 2 3 4 2 2 3 4 2 3 3
5 3 2 2 3 2 2 4 3 2 3 4
6 3 2 3 4 2 3 3 4 3 3 3
7 5 3 4 5 3 3 4 5 3 4 4
8 3 2 2 4 2 3 4 4 3 3 4
9 4 3 2 4 3 2 3 4 3 4 3
10 3 3 2 4 3 2 2 4 2 3 2
11 4 3 3 5 3 4 3 5 3 4 3
12 5 3 4 5 3 3 4 5 2 4 4
13 2 2 2 5 2 2 4 5 2 4 4
14 5 3 2 5 3 3 4 5 3 4 4
15 3 3 3 3 3 2 4 3 2 4 4
16 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4
17 2 3 3 3 3 2 4 3 3 4 4
18 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2
19 4 3 2 4 3 2 4 4 2 4 4
20 3 2 2 3 2 2 4 3 3 3 4
21 5 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4
22 3 2 3 4 2 3 4 4 3 3 4
23 2 3 2 3 3 2 3 3 2 4 3
24 5 3 3 5 3 3 4 5 3 3 4
25 5 2 2 5 2 3 4 5 2 4 4
26 5 3 3 5 3 3 4 5 3 4 4
27 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4
28 4 3 3 3 3 2 4 3 3 4 4
29 3 2 3 3 2 2 4 3 2 3 4
30 3 2 3 3 2 2 4 3 3 3 4

NO GT 1 GT 2 GT 3 GT 4 GT 5 GT 6 GT 7
51

1 0 1 0 0 1 0 0
2 0 0 0 0 1 0 0
3 0 0 1 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0
5 1 0 1 1 0 1 0
6 1 0 0 0 1 0 1
7 1 1 0 1 0 0 0
8 0 1 0 1 1 0 1
9 1 0 1 0 0 1 0
10 0 1 1 1 1 0 1
11 1 1 0 0 0 0 0
12 2 1 0 2 1 0 1
13 1 1 0 0 0 0 2
14 2 1 1 0 1 1 1
15 1 2 0 1 2 0 2
16 0 1 0 0 0 0 0
17 2 2 1 2 0 1 2
18 0 1 0 1 0 0 0
19 1 1 1 0 1 1 1
20 0 1 0 0 0 0 1
21 2 2 1 0 1 1 0
22 1 2 2 2 1 2 2
23 2 1 1 0 0 1 1
24 2 2 1 0 2 0 0
25 1 1 0 0 1 0 1
26 1 2 1 0 1 1 0
27 2 1 2 1 2 2 2
28 2 2 1 1 1 1 0
29 2 1 0 1 1 0 2
30 1 0 1 0 1 1 1

LAMPIRAN 6
52
53
54
55

LAMPIRAN 7

JENISKELAMIN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

LAKI LAKI 31 35.6 35.6 35.6

Valid PEREMPUAN 56 64.4 64.4 100.0

Total 87 100.0 100.0

UMURKATEGORIK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

19 - 20 Tahun 14 16.1 16.1 16.1

21 - 22 Tahun 63 72.4 72.4 88.5


Valid
23 - 24 Tahun 10 11.5 11.5 100.0

Total 87 100.0 100.0

DISPEPSIAKATEGORIK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

TIADA DISPEPSIA 62 71.3 71.3 71.3

Valid DISPEPSIA 25 28.7 28.7 100.0

Total 87 100.0 100.0

TIDURKATEGORIK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

TIADA GANGGUAN TIDUR 42 48.3 48.3 48.3

Valid GANGGUAN TIDUR 45 51.7 51.7 100.0

Total 87 100.0 100.0


56

JENISKELAMIN DAN DISPEPSIAKATEGORIK

DISPEPSIAKATEGORIK Total

TIADA DISPEPSIA
DISPEPSIA

Count 25 6 31
LAKI LAKI
% of Total 28.7% 6.9% 35.6%
JENISKELAMIN
Count 37 19 56
PEREMPUAN
% of Total 42.5% 21.8% 64.4%
Count 62 25 87
Total
% of Total 71.3% 28.7% 100.0%

JENISKELAMIN DAN TIDURKATEGORIK


TIDURKATEGORIK Total

TIADA GANGGUAN
GANGGUAN TIDUR
TIDUR

Count 18 13 31
LAKI LAKI
% of Total 20.7% 14.9% 35.6%
JENISKELAMIN
Count 24 32 56
PEREMPUAN
% of Total 27.6% 36.8% 64.4%
Count 42 45 87
Total
% of Total 48.3% 51.7% 100.0%
57

UMURKATEGORIK DAN DISPEPSIAKATEGORIK

DISPEPSIAKATEGORIK Total

TIADA DISPEPSIA
DISPEPSIA

Count 12 2 14
19 - 20 Tahun
% of Total 13.8% 2.3% 16.1%

Count 43 20 63
UmurKat 21 - 22 Tahun
% of Total 49.4% 23.0% 72.4%

Count 7 3 10
23 - 24 Tahun
% of Total 8.0% 3.4% 11.5%
Count 62 25 87
Total
% of Total 71.3% 28.7% 100.0%

UMURKATEGORIK DAN TIDURKATEGORIK

TIDURKATEGORIK Total

TIADA GANGGUAN
GANGGUAN TIDUR
TIDUR

Count 6 8 14
19 - 20 Tahun
% of Total 6.9% 9.2% 16.1%

Count 32 31 63
UmurKat 21 - 22 Tahun
% of Total 36.8% 35.6% 72.4%

Count 4 6 10
23 - 24 Tahun
% of Total 4.6% 6.9% 11.5%
Count 42 45 87
Total
% of Total 48.3% 51.7% 100.0%
58

DISPEPSIAKATEGORIK DAN TIDURKATEGORIK

TIDURKATEGORIK Total

TIADA GANGGUAN
GANGGUAN TIDUR
TIDUR

Count 36 26 62

TIADA DISPEPSIA Expected Count 29.9 32.1 62.0

% of Total 41.4% 29.9% 71.3%


DISPEPSIAKATEGORIK
Count 6 19 25

DISPEPSIA Expected Count 12.1 12.9 25.0

% of Total 6.9% 21.8% 28.7%


Count 42 45 87

Total Expected Count 42.0 45.0 87.0

% of Total 48.3% 51.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.279a 1 .004


b
Continuity Correction 6.971 1 .008
Likelihood Ratio 8.620 1 .003
Fisher's Exact Test .005 .004
Linear-by-Linear Association 8.184 1 .004
N of Valid Cases 87

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.07.
b. Computed only for a 2x2 table
59

LAMPIRAN 8

NO SKOR
JENIS SKOR GANGGUAN DISPEPSIA UMUR
NAMA UMUR KELAMIN DISPEPSIA TIDUR KATEGORIK TIDUR KATEGORIK KATEGORIK
1 AAA 21 PEREMPUAN 2 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
2 BBB 21 PEREMPUAN 5 9 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
3 CCC 21 LAKI LAKI 0 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
4 DDD 21 PEREMPUAN 5 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
5 EEE 21 PEREMPUAN 12 10 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
6 FFF 21 LAKI LAKI 0 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
7 GGG 22 PEREMPUAN 7 6 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
8 HHH 22 LAKI LAKI 4 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
9 III 21 PEREMPUAN 2 5 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
10 JJJ 21 PEREMPUAN 0 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
11 KKK 21 LAKI LAKI 2 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
12 LLL 23 PEREMPUAN 4 5 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
13 MMM 21 LAKI LAKI 6 2 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
14 NNN 22 PEREMPUAN 5 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
15 OOO 23 PEREMPUAN 1 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
16 PPP 19 LAKI LAKI 1 8 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
17 QQQ 21 PEREMPUAN 2 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
18 RRR 22 PEREMPUAN 0 1 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
19 SSS 21 PEREMPUAN 3 5 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
20 TTT 20 LAKI LAKI 4 8 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
21 UUU 19 PEREMPUAN 3 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
60

22 VVV 22 LAKI LAKI 1 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun


23 XXX 20 LAKI LAKI 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
24 YYY 20 PEREMPUAN 2 9 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
25 ZZZ 23 PEREMPUAN 0 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
26 BAA 21 LAKI LAKI 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
27 BAB 23 LAKI LAKI 4 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
28 BAC 21 LAKI LAKI 0 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
29 BAD 20 PEREMPUAN 3 1 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
30 BAE 20 PEREMPUAN 4 9 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
31 BAF 22 PEREMPUAN 1 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
32 BAG 21 LAKI LAKI 4 8 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
33 BAH 23 PEREMPUAN 7 5 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
34 BAI 21 PEREMPUAN 0 1 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
35 BAJ 24 PEREMPUAN 7 6 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
36 BAK 21 LAKI LAKI 5 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
37 BAL 21 LAKI LAKI 0 8 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
38 BAM 21 PEREMPUAN 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
39 BAN 22 PEREMPUAN 0 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
40 BAO 21 LAKI LAKI 9 6 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
41 BAP 21 LAKI LAKI 7 9 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
42 BAQ 22 PEREMPUAN 14 8 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
43 BAR 21 LAKI LAKI 1 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
44 BAS 23 LAKI LAKI 5 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
45 BAT 21 LAKI LAKI 5 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
46 BAU 21 LAKI LAKI 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
47 BAV 20 PEREMPUAN 8 5 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
61

48 BAW 21 PEREMPUAN 1 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun


49 BAX 22 PEREMPUAN 6 9 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
50 BAY 21 PEREMPUAN 8 4 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
51 BAZ 20 LAKI LAKI 12 3 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
52 CAB 21 PEREMPUAN 7 4 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
53 CAC 21 PEREMPUAN 8 9 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
54 CAD 22 PEREMPUAN 5 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
55 CAE 24 PEREMPUAN 3 0 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
56 CAF 22 PEREMPUAN 11 6 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
57 CAG 19 PEREMPUAN 1 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
58 CAH 21 PEREMPUAN 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
59 CAI 21 PEREMPUAN 5 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
60 CAJ 21 PEREMPUAN 6 8 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
61 CAK 20 PEREMPUAN 2 5 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
62 CAL 21 LAKI LAKI 5 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
63 CAM 21 LAKI LAKI 6 9 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
64 CAN 21 LAKI LAKI 7 3 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
65 CAO 20 PEREMPUAN 3 8 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
66 CAP 21 PEREMPUAN 10 7 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
67 CAQ 22 PEREMPUAN 8 1 DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
68 CAR 22 PEREMPUAN 6 5 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
69 CAS 21 LAKI LAKI 0 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
70 CAT 21 PEREMPUAN 2 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
71 CAU 20 PEREMPUAN 5 0 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
72 CAV 22 PEREMPUAN 7 5 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
73 CAW 23 LAKI LAKI 1 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
62

74 CAX 22 PEREMPUAN 0 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun


75 CAY 21 PEREMPUAN 4 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
76 CAZ 21 PEREMPUAN 9 8 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
77 DAA 21 LAKI LAKI 2 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
78 DAB 21 PEREMPUAN 13 5 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
79 DAC 21 LAKI LAKI 5 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
80 DAD 21 LAKI LAKI 1 0 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
81 DAE 20 PEREMPUAN 0 7 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 19 - 20 Tahun
82 DAF 21 PEREMPUAN 4 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
83 DAG 22 PEREMPUAN 3 4 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
84 DAH 22 PEREMPUAN 1 2 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
85 DAI 24 PEREMPUAN 7 11 DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 23 - 24 Tahun
86 DAJ 22 PEREMPUAN 4 3 TIADA DISPEPSIA TIADA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun
87 DAK 21 LAKI LAKI 0 6 TIADA DISPEPSIA GANGGUAN TIDUR 21 - 22 Tahun

Anda mungkin juga menyukai