Oleh :
RAFIQATUL FADILLAH SITOMPUL
130100121
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
SKRIPSI
Oleh :
RAFIQATUL FADILLAH SITOMPUL
130100121
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Scanned by CamScanner
ii
ABSTRAK
Pneumonia adalah inflamasi akut yang terjadi pada parenkim paru, yang
biasanya disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian disebabkan oleh agen
noninfeksius. Pneumonia merupakan pembunuh paling utama pada anak yang
berusia dibawah 5 tahun didunia, dengan gejala batuk, sesak napas, demam, sakit
kepala, dan kalau sudah berat terdapat retraksi dada saat proses inhalasi. Jumlah
kematian pneumonia sama bila dibandingkan dengan total kematian akibat
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), malaria, campak dan meningitis.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian
balita di Indonesia mencapai 15,5%. Terdapat beberapa karakterisktik anak yang
menderita pneumonia yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, riwayat pemberian
ASI, status gizi, riwayat berat badan lahir.
Balita yang menderita pneumonia lebih banyak anak laki-laki, terutama usia
0-12 bulan, serta lebih banyak yang mendapatkan ASI dan berstatus berigizi baik,
dan lebih banyak balita yang memiliki riwayat dengan berat badan lahir normal.
ABSTRACT
Children suffering from pneumonia are mostly boys, mainly aged 0-12
months, as well as more breats-fed and well nourished status. Children who have
a normal birth weight do suffers from pneumonia.
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengaharapkan masukan, saran dan kritik yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan ilmu
pengetahuan kepada Fakultas Kedokteran USU dan pihak yang terkait dalam
penelitian ini.
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan .............................................................................. i
Abstrak .................................................................................................. ii
Abstract ................................................................................................. iii
Kata Pengantar ..................................................................................... iv
Daftar Isi ............................................................................................... vi
Daftar Tabel .......................................................................................... viii
Daftar Gambar ...................................................................................... ix
Daftar Singkatan ................................................................................... x
Daftar Lampiran ................................................................................... xi
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
imunisasi dengan melakukan upaya preventif seperti perbaikan gizi dengan nutrisi
yang sehat, pencegahan polusi di lingkungan, dan pemberian ASI eksklusif.3,12
Dari penjelasan masalah dan data yang telah diperoleh, dapat dilihat masih
tingginya angka kesakitan dan kematian anak pada bayi maupun balita yang
dikarenakan oleh pneumonia, beserta banyaknya faktor individu dan lingkungan
yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita. Mengingat beberapa
keadaan pada anak yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia seperti usia,
jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, dan pemberian ASI maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karateristik penderita
pneumonia pada balita di RSUP Haji Adam Malik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan intertitial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalanan penyakitnya. Biasanya pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi beberapa disebabkan oleh agen non infeksius seperti
aspirasi dari cairan lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan
reaksi hipersensitivitas.2
2.1.2 Epidemiologi
Menurut Unicef Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO, pneumonia
merupakan pembunuh paling utama yang terlupakan pada anak dibawah lima
tahun dibanding dengan penyakit lain diseluruh dunia (major “forgotten killer of
children”). Pada tahun 2010 kematian akibat pneumonia hampir sama bila
dibandingkan dengan total kematian akibat Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS), malaria, campak dan meningitis.12,13
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara, di
dunia kejadian pneumonia pada anak dibawah 5 tahun adalah 150-156 juta kasus,
diperkirakan sebanyak 2 juta meninggal dan kebanyakan terjadi di negara
berkembang. Di negara maju kejadian pneumonia pertahun diperkirakan 33 per
10.000 pada anak dibawah 5 tahun dan 14,5 per 10.000 pada anak umur 0-16
tahun, angka kejadian pneumonia 2,6% pada anak dibawah 17 tahun dan angka
kematian di negara maju kurang dari 1 per 1000 per tahun. 5
Di Indonesia lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan
10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi
Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Berdasarkan
kelompok umur penduduk, period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun.14
2.1.3 Etiologi
Penyebab pneumonia sulit untuk ditentukan karena harus melalui kultur langsung
yang invasif dan tidak diindikasikan. Penyebab bakteri dan virus ditemukan 44-
85% pada anak dengan pneumonia komuniti, lebih dari satu patogen sebanyak 25-
40%. Kombinasi patogen tersering adalah streptococcus pneumonia dengan
Respiratory Syncytial Virus (RSV) atau Mycoplasma pneumonia.2 Di negara
berkembang penyebab dari pneumonia yang didapat dari komunitas digambarkan
dengan umur anak dan berat episode sakitnya. Penyebab berdasarkan umur dapat
dilihat ditabel berikut:15
Tabel 2.1 Etiologi penyebab pneumonia berdasarkan usia
Kelompok usia Organisme predominan
0 sampai 1 bulan Group B Streptococcus
Bakteri Gram negatif
Chlamydia trachomatis
Listeria monocytogenes
1 sampai 24 bulan Respiratory syncytial virus (RSV) dan virus lain
Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae (non typeable)
Bordetella pertussis
2 sampai 5 tahun Respiratory syncytial virus (RSV) dan virus lain
Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae (non typeable)
6 sampai 18 tahun Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Streptococcus pneumoniae >30%
Respiratory viruses < 15%
2.1.4 Klasifikasi
Dalam pengklasifikasian pneumonia terdapat beberapa pendapat tentang
klasifikasi pneumonia yang akan diuraiakan sebagai berikut ini: 16
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal.
b. Pneumonia atipikal karena Mycoplasma,Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus.
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada immunocompromised
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak infiltrat pada paru.
c. Pneumonia interstisial.
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun kriteria tersebut sensitivitasnya buruk untuk anak malnutrisi dan sering
tumpang tindih dengan gejala malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:17
1. Bayi kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat.
b. Pneumonia sangat besrat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.
2. Anak umur 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia ringan: napas cepat.
b. Pneumonia berat: retraksi.
c. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi.
akan dianggap benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen.
Secara alamiah sistem kekebalan tubuh akan membentuk zat anti yang disebut
antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi
berinteraksi dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal ini
disebabkan antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen
yang kedua dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah mengenali antigen
yang masuk ke dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak
dan dalam waktu yang lebih cepat.8
Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah
disebut imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian
vaksin adalah upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk
menghasilkan antibodi dalam upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan
antigen yang telah dilemahkan yang berasal dari vaksin. Sebagai salah satu
kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Bacill Calmette
Geủrin (BCG), 3 dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1
dosis campak.8
Imunisasi dapat menurunkan angka kematian anak dengan 2 cara yaitu
pertama vaksinasi untuk membantu mencegah perkembangan infeksi yang
secara langsung dapat menyebakan pneumonia. Yang kedua adalah imunisasi
yang dapat mencegah infeksi untuk terjadinya pneumonia sebagai
komplikasi.18
4. Usia Anak
Semakin kecil usia anak-anak semakin rentan terkena infeksi dikarenakan
sistem imun pada anak usia satu tahun pertama hingga usia lima tahun masih
belum matang.22 Usia merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia, terdapat dua populasi yang beresiko tinggi dengan
pneumonia yaitu anak yang berusia dibawah 5 tahun serta orang tua berusia
diatas 65 tahun.13
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia.
Perumahan yang padat dan sempit, kotor, tidak mempunyai sarana air bersih dan
sanitasi yang cukup menyebabkan balita rentan dengan berbagai kuman penyakit
menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor
tersebut, yang berpengaruh diantaranya:
1. Lingkungan yang padat
Tinggal dilingkungan yang padat dapat meningkatkan transmisi patogen
melalui udara, kepadatan lingkungan biasanya dinilai dengan jumlah orang
per ruangan yang tinggal pada satu hunian. Banyaknya orang yang tinggal
dalam satu rumah mempunyai peranan penting dalam kecepatan transmisi
mikroorganisme di dalam lingkungan. Sehingga kepadatan hunian rumah
perlu menjadi perhatian semua anggota keluarga, terutama dikaitkan dengan
penyebaran penyakit menular.9,10
2. Polusi udara dalam ruangan
Debu dalam udara apabila terhisap akan menempel pada saluran nafas bagian
bawah sehingga menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, hal ini dapat
menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan berhenti, sehingga
mekanisme pembersihan saluran pernapasan menjadi terganggu, akibatnya
2.1.6 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, keadaan
ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu inokulasi
langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol,dan
kolonisasi dipermukaan mukosa.16
simptom respiratori yang jelas agak jarang dijumpai seperti sakit perut, muntah
seperti pada abdomen akut, dan gejala seperti meningitis. 15
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat dan
ringannya infeksi, tetapi secara umum sebagai berikut:4
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang
ditemukan gejala infeski ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, hipoksia, merintih, dan sianosis.
2.1.8 Diagnosa
Kebanyakan anak dengan pneumonia didiagnosa dan ditangani berdasarkan gejala
klinisnya saja, berikut ini adalah serangkaian penegakan diagnosa dan
pemeriksaan penunjangnya: 4,5,17
Anamnesis
Melakukan anamnesa ke ibu (alloanamnesa) dengan baik dan benar untuk
mendapatkan awal mula riwayat perjalanan penyakit, seperti batuk, sesak napas,
napas cuping hidung, retraksi dada, demam, serangan pertama atau berulang,
untuk membedakan dengan kondisi imunokompromis, kelainan anatomi bronkus,
atau asma.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, gejala susah bernapas, terdapat usaha napas tambahan
seperti retrasksi dada, sianosis, demam dan anak terlihat lemah. Tetapi pada
neonatus dan bayi kecil gejala dan tanda pneomonia lebih beragam dan tak terlalu
jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ada kelainan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat inap, bila tanda klinis yang
ditemukan membingungkan, untuk membuang penyebab lain dari distress.
Pemeriksaan ulang hanya dilakukan bila didapat adanya kolaps lobus, kecurigaan
terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk atau
tidak respon terhadap antibiotik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan
gram dari spesimen usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi efusi pleura atau aspirasi paru direkomendasikan dalam tatalaksana anak
dengan pneumonia yang berat, tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien
rawat jalan. Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk deteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia. Pemeriksaan C-
Reactive Protein (CRP), laju endap darah (LED) dan pemeriksaan fase akut
lainnya tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, dapat juga dipertimbangkan
pemeriksaan tuberkulin apabila anak berkontak dengan penderita tuberculosis.
3. Pemeriksaan lain
Pada setiap anak dirawat inap karena pneumonia seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi adalah pneumonia pada anak meliputi:5,11,28
1. Empiema dan efusi parapneumonia
Efusi parapneumonia adalah penumpukan cairan pleura yang dihubungkan dengan
pneumonia, sedangkan empiema adalah akumulasi cairan purulent pada ruang
pleura.
2. Abses paru
Abses paru adalah penebalan dinding rongga yang berisi jaringan nekrosis dengan
diameter 2 cm atau lebih yang disebabkan karena infeksi.
3. Pneumonia nekrotizing didefinisikan sebagai rongga lesi yang multipel yang
terletak pada area konsolidasi, tetapi kasusnya jarang. Dan masih ada lagi
komplikasi penumonia yaitu pneumotokel, bronkopleura fistula, pneumotoraks,
hipotermia serta sepsis seperti meningitis, pericarsditis, endokarditisk,
osteomielitis, septik artritis.
2.1.10 Pencegahan
Mengurangi kematian karena pneumonia, perlu dilakukan pencegahan yang
efektif agar anak lebih sehat dan kejadian pneumonia berkurang, seperti mencuci
tangan dengan bersih untuk cegah penyebaran infeksi, menjaga kebersihan jalan
napas seperti pakai masker, menutup mulut saat bersin atau batuk, pemberian ASI,
imunisasi dengan melakukan vaksin measles, vaksin Hib, vaksin konjugat
2.1.11 Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
berdasarkan berat-ringannya penyakit seperti saturasi oksigen ≤92%, sianosis,
frekuensi napas >60x/menit, distres pernapasan, apnu intermiten, atau grunting,
tidak mau minum/menetek, terdapat tanda dehidrasi serta keluarga tidak bisa
merawat di rumah. Penatalaksanaan rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, oksigen, koreksi gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam berikan analgetik/ antipiretik,
penyakit penyerta harus ditangani adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus
dipantau.4,17
Pilihan antibiotik lini pertama golongan betalaktam atau kloramfenikol, pada
pneumonia yang tidak respon dengan obat tersebut bisa diberikan gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan,
terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari. Pada neonatus dan bayi kecil berikan
antibiotik intravena, karena sering terjadi sepsis dan meningitis. Antibiotik yang
diberikan adalah spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan
aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga, bila keadaan sudah stabil dapat
diberikan antibiotik oral selama 10 hari. 4
Pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrikomoksazol. Penelitian multisenter di Pakistan,
pemberian amoksisilin dan kotrikomoksazol dua kali sehari punya efektifitas
yang sama. Dosis amoksisilin adalah 25mg/kBB, kotrikomoksazol 4mg/kgBB,
20mg/kgBB sulfametoksazol. Makrolid dapat menjadi alternatif betalaktam untuk
pengobatan inisial pneumonia.4
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Intrinsik: Ekstrinsik:
1. Status Gizi 1. Kepadatan tempat
Sistem
Melalui udara pertahanan
tubuh anak
Pneumonia pada
Balita
Gambar 3.1 Kerangka teori
Karakteristik:
Usia
Jenis Kelamin Penderita pneumonia pada
balita
Pemberian ASI
Status Gizi
Berat Badan Lahir
Imunisasi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling, dimana penentuan sampel
dengan mengambil seluruh populasi sebagai subjek penelitian.
Usia
Definisi Operasional Usia pasien pneumonia pada balita yang dihitung
dari tanggal lahir sampai didiagnosis pneumonia
dan tercatat dalam rekam medis
Cara Ukur Observasi data sekunder dari rekam medis
Alat Ukur Rekam Medis
Skala Ukur Interval
Hasil Ukur 1. 0-12 bulan
2. 13-24 bulan
3. 25-36 bulan
4. 37-48 bulan
5. 49-59 bulan
Jenis Kelamin
Definisi Operasional Sifat jasmani yang membedakan dua makhluk
sesuai yang tercatat dalam rekam medis
Cara Ukur Observasi data sekunder dari rekam medis
Alat Ukur Rekam Medis
Skala Ukur Nominal
Hasil Ukur 1. Laki-laki
2. Perempuan
Status Gizi
Definisi Operasional Status gizi pasien pneumonia yang ditentukan
berdasarkan kurva BB/TB WHO dan sesuai yang
tercatat dalam rekam medis
Cara Ukur Observasi data sekunder dari rekam medis
Alat Ukur Rekam Medis
Skala Ukur Ordinal
Hasil Ukur 1. Gizi lebih (>2 SD)
2. Gizi baik (-2 SD sampai dengan 2 SD)
3. Gizi kurang (-3 SD sampai dengan <-2
SD)
4. Gizi buruk (<-3 SD)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang beralamat di jalan
Bunga Lau No.17, Medan terletak di kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan
Medan Tuntungan. RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit umum milik
pemerintah pusat yang secara teknis berada dibawah Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK
Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan merupakan pusat rujukan kesehatan
regional untuk wilayah Sumatera bagian Utara dan Bagian Tengah yang meliputi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau,
dan Provinsi Sumatera Barat.
RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan
berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/X/1991 sehingga dapat
digunakan sebagai pusat pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan keahlian
calon dokter spesialis, untuk tempat penelitian dan pengembangan teknik
kedokteran.
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa distribusi usia balita yang
menderita pneumonia paling banyak direntang usia 0-12 bulan yaitu sebesar
67,2% dan distribusi yang terendah pada rentang usia 37-48 bulan dan 49-59
bulan yaitu masing-masing sebesar 1,6%.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa distribusi jenis kelamin balita yang
menderita pneumonia pada anak laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 59,4%
dibanding dengan anak perempuan yaitu sebesar 40,6%.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa distribusi pemberian ASI pada
balita yang menderita pneumonia yang medapatkan ASI yaitu sebesar 78,1% dan
yang tidak mendapatkan ASI yaitu sebesar 21,9%.
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa distribusi status gizi pada balita
yang menderita pneumonia mayoritas memiliki gizi baik yaitu sebesar 43,8%,
diikuti gizi buruk sebesar 32,8%, gizi kurang 18,8% dan gizi lebih 4,7%.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa distribusi berat badan lahir pada
balita yang menderita pneumonia mayoritas memiliki berat lahir normal yaitu
sebesar 85,9% dan berat lahir rendah sebesar 12,5%.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Balita penderita pneumonia menurut umur
Berdasarkan hasil analisis data dapat dilihat bahwa persentase balita yang
mengalami pneumonia lebih banyak terdistribusi direntang usia 0-12 bulan
(67,2%), dengan usia rata-rata pneumonia 11,09 bulan. Semakin kecil usia anak-
anak semakin rentan terkena infeksi dikarenakan sistem imun pada anak usia satu
tahun pertama hingga usia lima tahun masih belum matang.22 Balita yang lebih
muda cenderung memiliki daya tahan tubuh yang rendah, dikarenakan sistem
imunitas alami belum berfungsi dengan baik dan sistem saluran pernapasan juga
belum berfungsi dengan optimal sehingga sangat mudah sekali mengalami sakit.30
Selain itu dikarenakan saluran pernapasan anak yang relatif sempit, dan proses
pembersihan saluran napas yang belum memadai. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hartati yang menyatakan bahwa balita yang berusia ≤ 12
bulan mempunyai peluang 3,24 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan
balita yang berusia > 12 bulan - <60 bulan.23
Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (Ditjen PP&PL) dan profil kesehatan indonesia tahun 2007 hingga
2009 yang disebutkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bila
dilihat proporsi pneumonia menurut kelompok umur balita, bayi dengan usia bayi
<1 tahun dibandingkan balita memiliki proporsi sekitar 35%, hal ini harus
mendapat perhatian karena menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia
yang tinggi kejadian pneumonianya.3 Melihat kondisi seperti ini penting untuk
menjaga kesehatan anak <12 bulan untuk mencegah anak terkena penyakit
infeksi.
didapat bahwa balita yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai peluang
mengalami pneumonia sebanyak 7 kali dibanding dengan balita yang mendapat
ASI eksklusif.30
Perbedaan hasil ini mungkin dikarenakan peneliti tidak meneliti lebih jauh
riwayat lamanya pemberian ASI yang diberikan serta ada atau tidak tambahan
atau pengganti makanan maupun minuman yang diberikan untuk anak. Karena
menurut teori yang ada dikatakan bahwa ASI mengandung faktor protektif dan
nutrien yang sesuai yang menjamin status gizi bayi serta dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian anak. Beberapa penelitian epidemiologis
menyatakan bahwa ASI ekslusif melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi,
misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
karena terkandung zat kekebalan pada ASI. 21 Sehingga riwayat pemberian ASI
yang buruk diduga menjadi salah satu hal yang dapat meningkatkan kejadian
penyakit saluran pernapasan seperti pneumonia pada balita.
Pada anak sakit, selain untuk tetap memelihara tumbuh kembang, pemenuhan
nutrisi sangat bermanfaat untuk mempercepat proses penyembuhan,
memperpendek masa perawatan, mengurangi terjadinya komplikasi, menurunkan
morbiditas dan mortalitas serta mencegah terjadinya malnutrisi akibat pengobatan
atau tindakan medis.32 Oleh karena itu pemberian nutrisi yang sesuai pada anak
sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak
sehingga anak dapat terhindar dari penyakit penumonia.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik
tentang karakteristik penderita pneumonia pada balita dengan jumlah sampel
sebanyak 64 orang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Balita yang menderita pneumonia banyak terdistribusi direntang usia 0-12
bulan.
2. Balita yang menderita pneumonia mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
3. Balita yang menderita pneumonia mayoritas mendapat ASI.
4. Balita yang menderita pneumonia mayoritas memiliki status gizi baik.
5. Balita yang menderita pneumonia mayoritas memiliki berat badan lahir
normal.
6.2 Saran
1. Untuk RSUP Haji Adam Malik, untuk lebih meningkatkan kelengkapan
rekam medis pasien agar dapat dipergunakan dengan baik untuk
pembelajaran maupun digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan.
2. Diharapkan kepada tenaga medis untuk memberikan penjelasan dan
penyuluhan kepada orang tua agar dapat mengetahui faktor pencetus,
tanda dan gejala dari pneumonia, sehingga dapat mengurangi insidensi
pneumonia.
3. Diharapkan skripsi ini berguna sebagai bahan referensi dan tinjauan untuk
penelitian selanjutnya.
4. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat melengkapi kekurangan baik dalam
metode penelitian, pengambilan dan pengolahan data yang terdapat dalam
skripsi ini agar lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Pemerintahan Mahasiswa FK USU 2016