Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN PENYAKIT

AKIBAT PERILAKU BERESIKO

MAKALAH

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas I


Program Studi Ilmu Keperawatan Reg-A1 Semester 5

DOSEN PENGAMPU :

1. Ns. DIAN EMILIASARI, S.Kep., M.Kes


2. Ns. ABU BAKAR SIDIK, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Cici Ulan Dari (19-14201-30-04)


2. Agung Triyanto (19-14201-30-18)
3. Fasha Rizki Utami (19-14201-30-19)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PALEMBANG 2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya baik
itu berupa sehat fisik, maupun akal pikiran sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini.
Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kelompok Dengan
Penyakit Akibat Perilaku Berisiko” ini disusun guna memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Keperawatan Komunitas I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kelompok Dengan Penyakit Akibat Perilaku
Berisiko” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tidak terhingga kepada :
1. Ns. Dian Emiliasari, S.Kep., M.Kes. selaku dosen penanggungjawab dan tim pengajar pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas I.
2. Ns. Abu Bakar Sidik, S.Kep., M.Kes. selaku tim pengajar pada mata kuliah Keperawatan
Komunitas I.
3. Teman-teman mahasiswa mahasiswa yang turut serta dalam membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
4. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Semoga makalah ini ada manfaatnya baik baik pembaca maupun penulis. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 26 November 2021

Penyusun

Kelompok 3

3
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................6
1.3 Tujuan...............................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Penyakit Akibat Perilaku Beresiko.................................................................7
2.2 Faktor Yang Mepengaruhi................................................................................................8
2.3 Contoh Penyakit Akibat Perilaku Beresiko (NARKOBA, HIV AIDS, DAN
OBESITAS).................................................................................................................................8
BAB III..........................................................................................................................................22
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN PENYAKIT
AKIBAT PERILAKU BERESIKO (NARKOBA, HIV AIDS, DAN OBESITAS).....................22
3.1 PENGKAJIAN................................................................................................................22
3.2 DIAGNOSA....................................................................................................................23
3.3 INTEVENSI....................................................................................................................23
BAB IV..........................................................................................................................................30
4.1 KESIMPULAN....................................................................................................................30
4.2 SARAN................................................................................................................................31

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau
istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat
berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner,
multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar
golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan,pelayanankesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain
dapat pula menimbulkan addication (ketagihan dan ketergantungan) tanpa adanya
pembatasan, pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama dari pihak yang
berwenang, dan juga jika disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau
standar pengobatan akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda.

Sindrom immunnodefisiensi (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS) pertama


menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981. AIDS adalah penyakit
defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat ditemukan penyebab
defisiensi tersebut. AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan/atau neoplasma yang
berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Menurut
Smeltzer AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat sistem imun
dilemahkan oleh virus HIV.

Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan


materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan
sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya,

5
hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak
berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka makalah ini akan membahas mengenai asuhan
keperawatan komunitas dengan penyakit akibat prilaku beresiko.

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka makalah ini brtujuan untuk memaparkan
atau mendeskripsikan tentang asuhan keperawatan komunitas dengan penyakit akibat prilaku
beresiko.

6
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Penyakit Akibat Perilaku Beresiko

Penyakit adalah kodisi abnormal tertentu yang secara negative memengaryhi struktur
atau fungsi sebagian atau seluruh tubuh.
Akibat adalah sesuatu yang merupakan akhir atau hasil suatu peristiwa (perbuatan,
keputusan) persyaratan atau keadaan yang mendahuluinya.
Stepto dan Wardle (2004) mendefinisikan perilaku berisiko terhadap kesehatan
atau Health risk behavior sebagai berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang
dengan frekuensi atau intensitas yang meningkatkan risiko penyakit atau cidera (Baban &
Craciun, 2007). Istilah perilaku berisiko (risk behavior) yang berarti perilaku yang
berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit tertentu (Nursalam&
Efendi,TT).
Resiko didefenisikan sebagai kemungkinan gagal, dan pengambilan risiko sering
didefenisikan sebagai keterlibatan dalam perilaku berisiko yang mungkin memiliki
konsekuensi berbahaya (Sales & Irwin,2009:32).
Penyakit akibat perilaku beresiko didefinisikan sebagai penyakit yang merupakan
hasil suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang sehingga dapat meningkatkan
kerentangan terhadap penyakit tertentu.

Faktor Yang Mepengaruhi

Perilaku beresiko muncul karena dipengaruhi oleh faktor risiko (Risk factor) yang
berasal dari dalam diri sendiri (level of the individual), dari keluarga (level of the family)
dan dari luar keluarga (extrafamilial relations).
 Faktor yang berasal dari diri sendiri (level of the individual) adalah motivasi
berprestasi yang rendah (low achievement motivation) dan harga diri yang rendah (low
self esteem)

7
 Faktor dari keluarga (level of the family) adalah orang tua yang sangat tegas (high
strictness) dan dukungannya rendah (low support)
 Faktor luar keluarga (extrafamilial relations) adalah hubungan dengan teman sebaya
yang menyimpang (association with deviant peers) dan orientasi terhadap teman
sebaya yang berlebihan (extreme peer orientation) (Decović, 1999).

Contoh Penyakit Akibat Perilaku Beresiko (NARKOBA, HIV AIDS, DAN OBESITAS)

1. NARKOBA
Narkotika adalah suatu zat atau obat yg berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yg dpt menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi samp menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (undang-undang RI No. 22 tahun 1997 tentang
narkotika)
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana
seseorang menggunakan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif
yang tidak sesuai fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena
adanya rasa ingin tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain itu,
penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam
hidupnya atau berteman dengan pecandu NAPZA.

 Terdapat 4 kelas obat yang paling sering disalahgunakan, yakni:

1. Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan


ecstasy (inex). Efek yang dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen
beragam, di antaranya adalah halusinasi, tremor, dan mudah berganti emosi.

8
2. Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang
ditimbulkan dari penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan
mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
3. Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan
amphetamin. Efek yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah
bertambahnya energi, membuat penggunanya menjadi fokus.
4. Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa
sakit, namun digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.
Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan.
Ketika kecanduan yang dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu
berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis.

 Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin
tahu yang tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan
mental, misalnya gangguan bipolar atau skizofrenia. Seseorang yang menderita
gangguan mental dapat lebih mudah menyalahgunakan NAPZA yang awalnya
bertujuan untuk meredakan gejala yang dirasa.

Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental, terdapat pula
beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan
penyalahgunaan NAPZA, antara lain:

1. Memiliki teman yang seorang pecandu NAPZA.


2. Mengalami masalah ekonomi.
3. Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual termasuk hubungan
sedarah.
4. Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga.

 Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA

9
Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu
dapat menyebabkan kecanduan. Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:

1. Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan


beberapa kali dalam sehari.
2. Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu
mengaburkan pikiran lain.
3. Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan
muncul keinginan untuk meningkatkannya.
4. Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
5. Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga
menjual barang pribadi.
6. Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi
aktivitas sosial.
7. Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut
memberikan dampak buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.
8. Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu NAPZA
mulai berani melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan zat yang
diinginkan, misalnya mencuri.
9. Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah
pengaruh NAPZA yang digunakan.
10. Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri dari
efek NAPZA.
11. Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.

 Penatalaksanaan masalah napza


Penatalaksanaan masalah NAPZA terdiri dari pengobatan dan pemulih
(rehabilitasi).
1. Pengobatan

10
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifkasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala  putus
zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat utuk menghilangkan gejala putus
zat tersebut. klien hanya dibiarkan sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik
dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian
substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai
berhenti sama sekali.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar   pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya  pemulihan dan pengembangan
pasien baik fisik, mental, sosial, spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan
harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. (Depkes, 2001)

 Peran perawat komunita (CMHN) dalam penanggulangan NAPZA


Peran perawat didefinisikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang
terhadap oraang lain, dalam hal ini perawat untuk memberikan asuhan keperawatan,
melakukan pembelaan pada klien , sebagai pedidik tenaga perawat dan masyarakat,
koordinator dalam pelayanan klien, kolaborasi dalam membina kerja sama dengan
profesi lain dan sejawat konsultasi pada tenga kerja dan klien, agent of change dari
sist metodologi, serta sikap (CHS, 1989)

Masalah penanggulangan NAPZA merupakan masallah global dan memerlukan


partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya, perawat sebagai

11
bagian ddari tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penanganan
penyalahgunaan NAPZA.

1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah “ those activies that are
considered to be within nursing’s scope of diagnosis and treatment “.
Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna
NAPZA tidak memerlukan dokter.Tindakan perawat bersifat mandiri,
berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan dengan
penggunaan NAPZA tindakan perawat antara lain :
1) Pengkkajian klien pengguna NAPZA
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kebutuhan sehari-
hari
3) Mendororoong klien berprilaku secara wajar.

b. Interdependent
Fungsi perawat adalah “ carrier out in conjunction with other health
team members “. Tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama
dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini dilaksanakan
dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Dan
anggota tim lain bekerja sesuai kopetensinya masing-masing. Contoh
tidakannya adalah kolaborasi rehabilitas klien pengguna NAPZA,
dimana perawat bekerja dengan psikiater, sosial worker, ahli gizi juga
rahaniawan.
c. Dependent
Fungsi perawat adalah “the activities performen based on the
physician’s order “. Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu
dokter dalm memberikan pelayanan medik.Perawat membantu dokter
memberikan pelayanan pengobatab atau pemberian psikofarmaka dan
tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya

12
dilakukan oleh dokter.Contohnya pada tindakan detoksifikasi
NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sbagai :
a. Provider/ pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai media penyedia
layanan keperawatan (praknisi). Perawat baik secara langsung
maupun tidak langung membeerikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan ketergantungan obbat-obat terlarang baik secaara
individu, keluarga, ataupun masyarakat.peran ini biasanya
dilaksanakann oleh perawat di tatanan pelayana seperti rumah sakit
khusus ketergantungan obat terlarang, unit pelayanan psikiatri,
puskesmas dam masyarakat. Untuk memcapai peran ini seorang
perawat harus mempunyai kemampuan secaara mandiri dan
kolaborasi , memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan tentang
NAPZA. Dalam menjalankan perannya perawat memakai metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawat.
b. Edukator/pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
mmelakukan pendidikan keesehatan tentang NAPZA dan dampaknya
bagi kesehatan kepada klien baik individu,kelompok, maupun
masyarakat. Dlam pelakukan peran ini perawat arus mempunyai
kemampuan dalam hubungan interpersonal yang efektif, mengetahui
prinsip, yaang dianut oleh klien,mempunyai kemampuan proses
belajar dan mengajar daan mempunyai pengetahuan yan cukup
tentang NAPZA.
c. Advokat
Di indonesiaa saat ini sudah ada peraturan yyang menyebutkan bahwa
pengguna NAPZA dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk menjalani
perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun sayangnya,
seemenjak peraturan tersebut berlaku tahhun 1997 (UU no.22 tahun

13
1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang psikotropika).
Beelum banyaak yaang dikirim ke panti rehabilitasi ataas perintah
hhaki di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karna masih kurangnya
batasabn aantar pengguna dan pengedar di dalam UU narkotika yang
berlaku. Disinilah peran perawat dillakksannakan yait sebgai
protektor dann avokat. Peran ini dilaksanakan denagn upaya
melindungi klien, selalu “ berbicara untuk pasien” dan menjadi
penengah antara pasien dan orang llain, membantu dan mendukung
klien dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam
penyusunan kebijakan kesehatan.

2. HIV AIDS
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Aids adalah
singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya daya tahan
tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human
Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena
AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi
sistem imun selular.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul
Hidayat, 2006). AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau
kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999). AIDS adalah
suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price,
2005 : 241).

14
 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan
AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.AIDS dapat menyerang semua golongan
umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko
tinggi adalah :
 Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
 Orang yang ketagian obat intravena
 Partner seks dari penderita AIDS
 Penerima darah atau produk darah (transfusi).

 Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah sebagai


berikut:
1. Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan
pengaman
2. Menggunakan jarum suntik bersama-sama

15
3. Melakukan pekerjaan yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh manusia tanpa
menggunakan alat pengaman diri yang cukup
4. Mengalami gejala flu dalam kurun waktu 2–6 minggu setelahnya.

 Pengobatan HIV dan AIDS

Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan


berupa terapi antiretroviral (ARV). ARV bekerja mencegah virus HIV bertambah
banyak sehingga tidak menyerang sistem kekebalan tubuh.

 Pencegahan HIV dan AIDS

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini
diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini
tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak
menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal,
yaitu:
 Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi
tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas;
secreening, dan sebagainya.
 Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau
pemakaian kondom.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini
dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat
sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap

16
bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik
skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan
menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari
perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi
HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit
atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi
dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi,
dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat
ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi
mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.Tingkat
perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya
terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih
jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping
memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga
mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS;
Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas
dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya
pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS adalah penyuluhan untuk
mempertahankan perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan menggunakan
prinsip ABCDE yang telah dibakukan secara internasional sebagai cara efektif
mencegah infeksi HIV/AIDS lewat hubungan seksual. ABCDE ini meliputi:
A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi
dan seks pranikah.

17
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau
hubungan tetap.
C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai kondom secara benar dan
konsisten untuk para penjaja seksual.
D = drugs, hindari pemakaian narkoba suntik.
E = equipment , jangan memakai alat suntik bergantian

 Peran perawat komunitas pada pasien HIV/AIDS

1. Peran perawat sebagai advokasi


Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat
bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-
hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan.
2. Peran Perawat sebagai Konselor
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi
rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah
konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan
perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi
beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes,

18
interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh
pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam
sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah
dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat
stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat
perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan),
hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi
pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi
perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu
melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan
kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga
dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh
dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan
narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak
menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta
meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan
untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan
berguna bagi sesama antara lain dengan membantu upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS.

3. OBESITAS
Obesitas adalah kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang
sangat tinggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak dibanding
aktivitas membakar kalori, sehingga kalori yang berlebih menumpuk dalam bentuk
lemak. Apabila kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang lama, maka akan
menambah berat badan hingga mengalami obesitas.

19
Masalah obesitas ini terkait dengan peningkatan jumlah kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah, diabetes, serta beberapa penyakit kanker. Jumlah
kematian penderita obesitas yang disertai sejumlah penyakit tersebut lebih banyak
dibanding penderita dengan berat badan yang normal.

 Penyebab Obesitas

Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan minuman tinggi


kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori berlebih tersebut.
Kalori yang tidak digunakan itu selanjutnya diubah menjadi lemak di dalam tubuh,
sehingga membuat seseorang mengalami pertambahan berat badan hingga akhirnya
obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas adalah:

1. Faktor keturunan atau genetic


2. Efek samping obat-obatan
3. Kehamilan
4. Kurang tidur
5. Pertambahan usia
6. Penyakit atau masalah medis tertentu

 Penanganan obesitas

Penanganan obesitas ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan


yang normal dan sehat. Untuk mencapai tujuan ini, maka perlu dilakukan perubahan
pola makan, melakukan beberapa cara menahan nafsu makan, dan peningkatan
aktivitas fisik. Di samping itu, ada beberapa metode pengobatan lain untuk mengatasi
obesitas, misalnya:

1. Mengonsumsi obat penurun berat badan


2. Mengikuti konseling dan support group untuk mengatasi masalah psikologis
terkait berat badan.
3. Menjalani operasi bariatrik untuk mengobati obesitas pasien.
4. Penurunan berat badan, meski dalam jumlah kecil, dan mempertahankannya
secara stabil dapat mengurangi risiko seseorang mengalami komplikasi penyakit

20
terkait obesitas. Selain dengan cara-cara tersebut, penurunan berat badan juga bisa
dilakukan dengan cara tradisional.
 Komplikasi Obesitas

Penumpukan lemak tubuh ini meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan


serius, seperti penyakit jantung, diabetes, atau hipertensi. Obesitas juga dapat
menyebabkan gangguan kualitas hidup dan masalah psikologi, seperti kurang percaya
diri hingga depresi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN PENYAKIT


AKIBAT PERILAKU BERESIKO (NARKOBA, HIV AIDS, DAN OBESITAS)

PENGKAJIAN

Dalam pengkajian yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a. Core atau inti, data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri dari :
Umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta
riwayat timbulnya kelompok komunitas.
b. 8 (delapan) subsistem yang mempengaruhi komunitas

21
1. Perumahan, yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, kepadatan
2. Pendidikan : apakah ada sarana pendidikan yang tepat untuk meningkatkan
pengetahuan.
3. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal : apakah tidak
menimbulkan stress
4. Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan : apakah cukup menunjang
sehingga memudahkan komunitas mendapatkan pelayanan diberbagai bidang
termasuk kesehatan.
5. Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau
merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
6. Sistem komunikasi : sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan
nutrisi.
7. Ekonomi : tingkat sosial ekonomi secara keseluruhan apakah sesuai dengan
UMR, sehingga upaya kesehaan yang diberikan dapat terjangkau.
8. Rekreasi : apakah tersedia sarana, kapan saja dibuka, apakah biaya terjangkau
oleh masyarakat (komunitas). Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan
komunitas untuk mengurangi stress.

DIAGNOSA

Narkoba
1. Resiko peningkatan penyalahgunaan NAPZA pada komunitas b/d kurang
kondusifnya lingkungan sekitar
2. Resiko cedera b/d perilaku dan dampak penyalahgunaan NAPZA

Hiv aids

1. Resiko Terjadi penularan dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS b/d kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit Hiv Aids.

22
Obesitas
1. Gangguan rasa nyaman b/d berat badan yang d/d kesusahan dalam beraktivitas

INTEVENSI

Narkoba

Dx.Kep. RencanaKegiatan Evaluasi


No Tujuan
Komunitas Strategi Intervensi KriteriaHasil Evaluator
1. Resiko Setelah - Partnership Pencegahan primer  80% Mahasisw
peningkatan dilakukan - Proses 1. Berikan penyuluhan masyarakat a
penyalahgun tindakan Kelompok tentang dampak dari mendapat
aan NAPZA keperawatan - Pendidikan penyalahgunaan undangan Kader
pada selama 5 Kesehatan narkoba  Poster
komunitas minggu - Empower 2. Berikan bimbingan terpasang di Pokjakes
b/d kurang diharapkan : ment atau penyuluhan untuk masyarakat
kondusifnya taat beragama dan depan
lingkungan patuh terhadap hukum posyandu dan
sekitar kepada semua lapisan di masing-
masyarakat masing RT
3. Salurkan kegiatan  70% dan 50%
masyarakat terutama kader di
generasi muda yang pokjakes an
ada kepada kegiatan tokoh
positif seperti masyarakat
olahraga, kesenian dan hadir pada
lain-lain acara
4. Lakukan kerja sama penyuluhan
dengan keluarga,  80%
sekolah, masyarakat masyarakat
ataupun komunitas yang diberi

23
tertentu untuk pertanyaan
mengembangkan dapat
program pencegahan menjawab
yang menekankan denganbenar
pada aspek pendidikan
( edukasi
5. Anjurkan pada
keluarga untuk
meningkatkan support
system dan memberi
dukungan terhadap
anak-anak serta
remaja selama dalam
fase perkembangan

Pencegahan Sekunder
1. Bentuklah hubungan
dengan pemakai dan
coba tingkatkan
kesadaran akan akibat
pemakaian zat
2. Munculkan alasan
untuk berubah
3. Perkuat
efikasi/kemampuan
diri untuk berubah
4. Lakukan pemeriksaan
penuh (full
assessment) terhadap
pemakai

24
5. Anjurkan untuk
mengembangkan gaya
hidup sehat
6. Bantu pasien untuk
memutuskan langkah
terbaik untuk berubah

Perubahan tersier
1. Ajarkan beberapa
keterampilan pada
pemakai dan cara
mengembangkan
starategi untuk hidup
bebas tanpa narkoba
2. Anjurkan untuk selalu
menerapkan strategi
hidup sehat tanpa
narkoba untuk
mencegah
kekambuhan
3. Persiapkan pemakai
terlebih dulu untuk
memahai tahapan
kambuh
4. Gambarkan apa
penyebab kambuh dan
bantu perbarui
kontemplasi lalu
terapkan rencana aksi
lebih efektif
5. Persiapkan lingkungan

25
dimana pemakai
tinggal agar bisa
menerima kembali
2 Resiko Setelah - Partnership 1. Identifikasi tingkat  80% Mahasisw
cedera b/d dilakukan - Proses gejala putus masyarakat a
perilaku dan tindakan Kelompok alkohol, misalnya mendapat
dampak keperawatan - Pendidikan tahap I undangan Kader
penyalahgun selama 5 Kesehatan diasosiasikan  Poster
aan NAPZA minggu Empower dengan tanda/gejala terpasang di Pokjakes
diharapkan : ment hiperaktivitas depan
masyarakat (misalnya tremor, posyandu dan
tidak tidak dapat di masing-
menggunak beristirahat, masing RT
an NAPZA mual/muntah,  70%
diaforesis, masyarakat dan
takhikardi, 50% kader di
hipertensi); tahap II pokjakes an
dimanifestasikan tokoh
dengan peningkatan masyarakat
hiperaktivitas hadir pada
ditambah dengan acara
halusinogen; penyuluhan
tingkat III gejala  80%
meliputi DTs dan masyarakat
hiperaktifitas yang diberi
autonomik yang pertanyaan
berlebihan dengan dapat
kekacauan mental menjawab
berat, ansietas, denganbenar
insomnia, demam.
2. Membentukorganis

26
asikarangtaruna,
dengankaderremaja
yang
sudahdilatihuntukm
enyalurkanhobiatau
mengisiwaktuluang.

HIV AIDS

Tujuan Kriteria Evaluasi

Tujuan Criteria Standart Intervensi


Diagnosa Keperawatan

Resiko Terjadi penularan Setelah Verbal Memberikan -Berikan Penkes yg


dan peningkatan angka dilakukan penyuluhan yg berisi tentang:
Kunjungan
penderita HIV/AIDS b/d tindakan berisi tentang:
yang tidak A. Pengertian
kurangnya pengetahuan keperawatan,
terencana A. Pengertian
masyarakat tentang Keluarga B. Penyebab
penyakit Hiv Aids mampu B. Penyebab
C. Penularan dan
mengenal
C.penatalaksanaa penatalaksanaan
masalah
n penyakit penyakit.
kesehatan.

Obesitas

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan rasa nyaman b/d Setelah 1. Diskusikan Membantu
berat badan yang d/d kesusahan dilakukan kejadian mengidentifikasi
dalam beraktivitas perawatan dan sehubungan kapan pasien
penyuluhan 2x24 dengan makan makan untuk
jam pasien dan buat rencana memuaskan

27
diharapkan makan dengan kebutuhan dari
mampu pasien lapar.
melaksanakan 2. Tekankan
diet dengan pentingnya
kriteria hasil: menghindari diet
1. menunjukan berlemak dan
perubahan pola diskusikan
makan dan tambahan tujuan
keterlibatan nyata untuk
individu dalam penurunan BB
program latihan 3. Diskusikan
2. menunjukan dengan pasien
perubahan BB pandangan
dengan menjadi gemuk
pemeliharan dan apa artinya
kesehatan yang bagi individu
optimal

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

28
1. Penyakit akibat perikaku beresiko ini merupakan penyakit diakibatkan oleh hasil
perbuatkan individu itu sendiri yang dapat menyebabkan individu itu ter serang
penyakit ber bahaya.
2. Misalnya dari penyalahgunaan narkoba, hiv aids, dan obesitas
3. Yang mana penyalahgunaan NAPZA ditekankan pada aspek psikososial,
kejiwaan, komunitas dan keagamaan
4. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
5. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak dibanding aktivitas
membakar kalori, sehingga kalori yang berlebih menumpuk dalam bentuk lemak
6. Dalam pengkajian yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah Core
atau inti, data demografikelompok atau komunitas yang terdiri dari umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta riwayat
timbulnya kelompok komunitas serta 8 (delapan) subsistem yang mempengaruhi
komunitas

SARAN

Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas.

29
DAFTAR PUSTAKA
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi.


Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan
IPD FAKUI.

30
31

Anda mungkin juga menyukai