2. Etiologi
Menurut (Prawobo, 2021), etiologi Gagal ginjal kronis sering kali
menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan
penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab yang sering adalah
diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab lainnya dari
gagal ginjal kronis diantaranya:
a. Penyakit dari ginjal :
1) Penyakit pada saringan (glomerulus) : Glomerulonefritis.
2) Infeksi kronis : Pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal : Nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal : Polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
b. Penyakit umum di luar ginjal:
1) Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
2) Dyslipidemia
3) Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
4) Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklampsia
6) Obat-obatan
7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
3. Manifestasi Klinis
Kardiyudiani & Susanti (2019) mengemukakan tanda dan gejala
meliputi :
a. Mual.
b. Muntah.
c. Kehilangan selera makan.
d. Kelelahan dan kelemahan.
e. Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil.
f. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.
g. Gatal terus-menerus.
h. Nyeri dada, jika cairan menumpuk disekitar selaput jantung.
i. Sesak napas, jika cairan menumpuk di paru-paru.
j. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan.
4. Patofisiologi
Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangannya selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Mula-mula karena adanya zat toksik. Infeksi
dan obstruksi saluran kemih yang menyebabkan retensu urine. Dari
penyebab tersebut glomerular filtration rate (GFR) di seluruh masa nefron
turun dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari menurunnya GFR
meliputi: sekresi ptotein terganggu, retensi Na dan sekresi eritropoitin
turun. Hal ini mengakibatkan terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh
peningkatatn asam lambung yang meningkat akan merangsang mual, dapat
juga terjadi iritasi pada lambung dan pendarahan jika iritasi pada lambung
dan pendarahan tersebut tidak ditangani yang dapat menyebabkan melena
(Hasan et al., 2022).
Proses retensi Na menyebabkan total cairan ekstra seluler meningkat,
kemudian terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung
naik sehingga adanya hipertrofi ventriker kiri dan curah jantung menurun.
Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan menurunnya cardiac output
yang menyebabkan mernurunnya aliran darah ke ginjal, kemudian
terjadilah retensi Na dan H2O meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan
volume cairan pada pasien GGK. Menurunnya cardiac output juga dapat
menyebabkan suplai oksigen ke jaringan mengalami penurunan
menjadikan metabolism anaerob menyebabkan timbunan asam meningkat
sehingga nyeri sendi terjadi, selain itu cardiac output juga dapat
mengakibatkan penurunan suplai O2 ke otak yang dapat mengakibatkan
kehilangan kesadaran. Hipertrofi ventrikel akan mengakibatkan payah
jantung kiri naik, mengakibatkan tekanan vena pulmonalis sehingga
kapiler paru naik terjadi edema paru yang mengakibatkan difusi O2 dan
CO2 terhambat sehingga pasien merasakan sesak (Asfar et al., 2022).
5. Pathway
Vaskular
Arterio Sklerosis
GFR turun
Nausea, vomitus
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik, yaitu :
a. Foto Polos Abdomen (Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah
batu atau obstruksi lain).
b. USG (Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih
dan prostat).
c. Renogram (Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan
(vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal).
d. Pemeriksaan Radiologi Jantung (Mencari adanya kardiomegali, efusi
perikarditis)
e. EKG (Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri,
tanda- tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit
(hiperkalemia).
f. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
(Setiadi. 2020).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GGK dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya pengaturan diet, masukan kalori suplemen dan vitamin, obat-
obatan, pembatasan asupan cairan dan terapi pengganti ginjal. Terapi
pengganti ginjal terdiri dari transplantasi ginjal, peritoneal dialisa dan
hemodialisis. Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan
cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut
(Muttaqin, 2019) :
a. Dialisis : dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang.
b. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)/HD : adalah jenis
dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai
ginjal buatan.
c. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) : metode cuci darah
dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan
disaring oleh mesin dialisis.
d. Koreksi hiperkalemi : Mengendalikan kalium darah sangat penting
karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak.
e. Transplantasi ginjal : Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke
pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal
yang baru.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan
yang akan membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola hidup
pasien, mengidentifikasi kekurangan dan kebutuhan pasien serta
merumuskan diagnose keperawatan
a. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, bengkak/edema
baik pitting ataupun anasarka, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2) Riwayat kesehatan pasien sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala,
nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan
perubahan pemenuhan nutrisi.
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi
penyakitnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu CKD, maupun
penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor
pencetus terjadinya penyakit CKD
c. Pengakajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien anak dengan CKD tidak mengetahui
detail penyakitnya karena tidak diberitahu orang tuanya.
2) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap
pada mulut (pernapasan amoniak), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
3) Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung. diare, atau konstipasi, perubahan warna
urin, contoh kuning pekat, merah, coklat.
4) Aktivitas/istirahat
Kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.
5) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri
panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam
hari).
6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami CKD ini pada tingkat
ansietas sedang sampai berat.
7) Pola Peran
Hubungan Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau
tugasnya seharihari karena perawatan yang lama.
8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien
9) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
10) Integritas ego
Faktor stres, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
perubahan kepribadian.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat tingkat
kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat. TTV: RR meningkat, TD
meningkat
2) Kepala
- Rambut: biasanya pasien berambut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
- Wajah: biasanya pasien berwajah pucat
- Mata:biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
- Hidung: biasanya tidak ada pembengkakan polip.
- Bibir: biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi
gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
- Gigi: biasanya tidak terdapat karies pada gigi vii. Lidah:
biasanya tidak terjadi perdarahan
- Leher: biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening.
e. Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan
sputum encer (edema paru).
f. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipervolemia, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
perdarahan.
g. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang. syndrome "kaki
gelisah", rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah. gangguan status mental, contoh
penurunan lapang pandang, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis
h. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
i. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, ptekie,
area ekimosis pada kulit, keterbatasan gerak sendi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan
natrium
b. Risiko Perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
Asfar, A., Emin, W. S., Ode, W., Asnaniar, S., Siokal, B., Taqyiah, Y., & Jama, F.
(2022). Optimalisasi Self Efficacy Pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
melalui Edukasi Pembatasan Cairan. Window of Community Dedication
Journal, 3(2), 216–220.
Hasan, H., Mulyati, M., Supriadi, D., Inayah, I., & Susilawati, S. (2022).
Pengalaman Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa
tentang Self Care, Adaptasi Diet dan Cairan. Jurnal Keperawatan Silampari,
6(1), 689–708. https://doi.org/10.31539/jks.v6i1.4348
Narsa, A. C., Maulidya, V., Reggina, D., Andriani, W., & Rijai, H. R. (2022).
Studi Kasus: Pasien Gagal Ginjal Kronis (Stage V) dengan Edema Paru dan
Ketidakseimbangan Cairan Elektrolit. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 4(1), 17–
22. https://doi.org/10.25026/jsk.v4ise-1.1685
Nurchayati, S., Sansuwito, T. Bin, & Rahmalia, S. (2020). Gambaran Deteksi Dini
Penyakit Gagal Ginjal Kronik Pada Masyarakat Kecamatan Tambang,
Kabupaten Kampar. Jurnal Ners Indonesia, 9(1), 11.
https://doi.org/10.31258/jni.9.1.11-18
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defisi dan Indikasi
Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III Revisi. DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Defisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. DPP PPNI.