Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN CKD DI RUANGAN MELATI
RSUD REJANG LEBONG

Disusun Oleh :

WICE PORNINGSI
NPM. 2226050013

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

Ns. Devi Listiana, S.Kep,.M.Kep Eliya Yunita, S.Kep,.Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal
ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi
pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai
terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti
yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis
tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita
gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan
penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini
baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga
merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit
kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal
menjadi stadium akhir (Delima, 2014).

B. ETILOGI CKD
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
2) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI CKD
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan
natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal
ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di
ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

D. TANDA DAN GEJALA CKD


1. Tekanan darah tinggi
2. Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
3. Adanya darah dalam urin
4. Lemah serta sulit tidur
5. Kehilangan nafsu makan
6. Sakit kepala
7. Tidak dapat berkonsentrasi
8. Gatal
9. Sesak
10. Mual & muntah
11. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada kelopak mata waktu
pagi hari
E. WOC CKD

Glomerulonefritis

Infeksi kronis

Kelainan kongenital
Gagal Ginjal
Penyakit Vaskuler

Nephrolithiasis

SLE Hiponatre Gangguan Reabsorbsi Produksi urin


mia
Obat Nefrotoksik
Hipernatremis MK : Gangguan
Vol. vaskuler
Eliminasi Urin
menurun
Retensi cairan
Proses hemodialisa
Hipotensi
Vol. Vaskuler meningkat
Tindakan invasi berulang
Perfusi turun
Oedema pulmonal
Injury jaringan
Defisiensi energy
sel Ekspansi paru menurun
MK : Resiko Infeksi

Dyspneu
MK : Intoleransi Aktivitas

MK : Pola Nafas Tidak Efektif

MK : Gangguan Rasa Nyaman


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG CKD
1) Urin
a. Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
c. Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat Osmoalitas;
kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
d. Klirens kreatinin; menurun
e. Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
f. Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada )
2) Darah
a. BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b. Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/db
c. SDM; menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Natrium serum; rendah
f. Kalium; meningkat
g. Magnesium; meningkat
h. Kalsium; menurun
i. Protein (albumin); menurun
3) Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
4) Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
7) Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
8) EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9) Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu)

G. PENATALAKSANAAN CKD
a. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun
(Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi
adanya odema dan Batasi cairan yang masuk).
b. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
c. Anemia
1) Anemia Normokrom
normositer Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian
30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang
toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CKD


A) PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumberuntuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (pasien) (Nursalam,2008).
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas dan adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dianggap jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya
suara nafas tambahan seperti snoring
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu penafasan, retraksi
dindig dada dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma dada.
c. Circulation
- Tekanan darah
- Nadi
- Distrimia
- Peningkatan JVP
- Capillary > 2 detik
- Akral dingin
Dilakukan juga pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya pendarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit.
d. Dissability cek kesadaran.
e. Exposure Terjadi peningkatan suhu

2. Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Identitas, meliputi :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik. Tidak ada spesifikasi
khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki laki sering memiliki
resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal
ginjal akut.
2) Keluhan utama :
sangat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada
sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas
berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan
zat sisa metabolisme/toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.
3) Riwayat kesehatan sekarang :
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunanurine
output, penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau
urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada metabolisme,
maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko
untuk terjadi gangguan nutrisi.
4) Riwayat kesehatan dahulu :
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis,
infeksi kuman; pyelonefritis, ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal:
polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal,
batu, tumor, penyempitan/striktur, diabetes melitus, hipertensi,
kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis,
malaria, hepatitis, preeklamsi.
5) Riwayat kesehatan keluarga :
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit tersebut bersifat
herediter.

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi
2. Kepala
a) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering
sakit, kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
c) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien
bernafas pendek dan kusmaul
e) Bibir: Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi
perdarahan gusi, dan napas berbau
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
3. Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar getah
bening
4. Dada / Thorak
Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kusmaul
(cepat/dalam)
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya Sonor
Auskultasi : Biasanya vesicular
5. Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2 linea
dekstra sinistra
Perkusi : Biasanya ada nyeri
Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6. Abdomen
Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan, klien tampak mual dan muntah
Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
7. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, anuria distensi abdomen,
diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning
pekat, merah coklat dan berwarna.
8. Ekstremitas
Biasanya diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema pada
ekstermitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki, keterbatasan gerak sendi.
9. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik adanya
area ekimosis pada kulit.
10. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses piker dan disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya
neuropati perifer (Muntaqqin, 2011).

6) Pemeriksaan penunjang
1. Urin
a. Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
c. Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
Osmoalitas; kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
d. Klirens kreatinin; menurun
e. Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
f. Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada )
2. Darah
a. BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
b. Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/db
c. SDM; menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Natrium serum; rendah
f. Kalium; meningkat
g. Magnesium; meningkat
h. Kalsium; menurun
i. Protein (albumin); menurun
3. Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
8. EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9. Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung
kemih dan adanya obstruksi (batu)

B) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan pasien mengenai respon individu
(pasien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008).
1. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
2. Gangguan Eliminasi Urin (D.0040)
3. Resiko Infeksi (D.0142)

C) INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan adalah suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana
asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai beberapa komponen,
yaitu: prioritas masalah, kriteria hasil, rencana intervensi, dan pendokumentasian
(Nursalam, 2008).
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan
oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa
berdasarkan SIKI adalah :

No Diagnosa Kode SLKI Kode SIKI


Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif L.01 Tujuan : I.010 (Manajemen jalan nafas)
b/d Hambatan Upaya 004 Setelah dilakukan 11 Observasi
Napas (mis: nyeri saat tindakan 3x24 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
bernapas, kelemahan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
otot pernafasan) diharapkan pola 2. Monitor bunyi nafas tambahan
(D.0005) nafas (mis:gagling, mengi, Wheezing,
membaik. ronkhi)
Kriteria hasil : 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Frekuensi nafas aroma)
dalam rentang Terapeutik
normal 1. Pertahanan kepatenan jalan
2. Tidak ada nafas.
pengguanaan otot 2. Posisikan semi fowler atau
bantu pernafasan fowler
3. Pasien tidak 3. Berikan minum hangat
menunjukkan tanda 4. Lakukan fisioterapi dada,jika
dipsnea perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jila perlu.
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilato,ekspetoran,mukoliti
k, jika perlu.
2 Gangguan Eliminasi L.04 Tujuan : I.041 Manajemen Eliminasi Urine
Urin (D.0040) 034 setelah dilakukan 52 Observasi
tindakan 1. Identifkasi tanda dan gejala
keperawatan 3x24 retensi atau inkontinensia urine
jam 2. Identifikasi faktor yang
diharapkan menyebabkan retensi atau
eliminasi urin inkontinensia urine
membaik. 3. Monitor eliminasi urine (mis.
Kriterian hasil : frekuensi, konsistensi, aroma,
1. Sensasi volume, dan warna)
berkemih Terapeutik
meningkat. 4. Catat waktu-waktu dan haluaran
2. Desakan berkemih
berkemih menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Distensi 6. Ambil sampel urine
kandung kemih tengah (midstream) atau kultur
menurun. Edukasi
4. Volume residu 7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
urin menurun. saluran kemih
5. Urin menetes 8. Ajarkan mengukur asupan cairan
menurun. dan haluaran urine
6. Nokturia 9. Anjurkan mengambil specimen
menurun. urine midstream
7. Mengompol 10. Ajarkan mengenali tanda
menurun. berkemih dan waktu yang tepat
8. Enuresis untuk berkemih
menurun. 11. Ajarkan terapi modalitas
9. Disuriah penguatan otot-otot
menurun. pinggul/berkemihan
10.Anuna 12. Anjurkan minum yang
menurun. cukup, jika tidak ada
11. Frekuensi BAK kontraindikasi
membaik. 13. Anjurkan mengurangi minum
12. Karateristik menjelang tidur
Urino membaik. Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
3 Resiko Infeksi L.14 Tujuan : I.145 Pencegahan Infeksi
(D.0142) 137 Setelah dilakukan 39 Observasi
tindakan 3x24 jam 1. Identifikasi riwayat kesehatan
keperawatan dan riwayat alergi
diharapkan Tingkat 2. Identifikasi kontraindikasi
infeksi menurun. pemberian imunisasi
Kriteria hasil : 3. Identifikasi status imunisasi
1. Kebersihan setiap kunjungan ke pelayanan
tangan meningkat. kesehatan
2. Kebersihan badan Terapeutik
meningkat. 1. Berikan suntikan pada pada bayi
3. Nafsu makan dibagian paha anterolateral
meningkat. 2. Dokumentasikan informasi
4.Demam menurun vaksinasi
5. Kemerahan 3. Jadwalkan imunisasi pada
menurun. interval waktu yang tepat
6. Nyeri menurun Edukasi
7. Bengkak 1. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko
menurun.\ yang terjadi, jadwal dan efek
8.Vesikel menurun. samping
9. Cairan berbau 2. Informasikan imunisasi yang
busuk menurun. diwajibkan pemerintah
10. Sputum 3. Informasikan imunisasi yang
berwarna hijau melindungiterhadap penyakit
menurun. namun saat ini tidak diwajibkan
11. Drainase pemerintah
purulen menurun. 4. Informasikan vaksinasi untuk
12. Piuna menurun kejadian khusus
13. Periode malaise 5. Informasikan penundaan
menurun. pemberian imunisasi tidak
14. Kadar sel darah berarti mengulang jadwal
putih membaik. imunisasi kembali
15. Kultur darah 6. Informasikan penyedia layanan
membaik. pekan imunisasi nasional yang
16. Kultur urin menyediakan vaksin gratis
membaik.

D) IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam, 2008).

E) EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkap proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana
asuhan keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan. Evaluasi keperawatan sebagai
sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan pasien dalam mencapai suatu
tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.
Meskipun tahap evaluasi keperawatan diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Diagnosa keperawatan perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi diperlukan pada tahap rencana asuhan keperawatan
untuk menentukan apakah tujuan rencana asuhan keperawatan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
(Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Brrnner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:EGC
Endy, M.Clevo & Margareth TH. 2002.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Yogjakarta :
Nuha Medika
Kardiyudiani & Susanti,Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta :
Pustaka Baru
Padila. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta : Nuha Medika
PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan.Yogyakarta : Naha Medika
Price SA. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume2.Edisi 6.Jakarta
.EGC
Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas), (2018) Prevalensi kasus CKD di Indonesia dan NTT
WHO (2015) Angka kejadian penderita CKD di dunia

Anda mungkin juga menyukai