OLEH:
Annisa Fitri
183110203
3B
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Hj. Tisnawati, S.St, M.Kes
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUP dr. M. Djamil
Padang?
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal
Ginjal Kronik.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada pasien Gagal Ginjal Kronik
b. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan Gagal Ginjal Kronik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan intervensi yang direncanakan pada pasien Gagal
Ginjal Kronik
d. Mahasiswa mampu menjelaskan implementasi yang telah dilaksanakan pada
pasien Gagal ginjal kronik
e. Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi yang dinilai pada pasien gagal ginjal
kronik
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. Patofisiologi
Menurut Wong (2004), gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (end stage
renal disease/ESRD) terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu mempertahankan
komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal di bawah kondisi normal.
Akumulasi berbagai subtansi biokimia dalam darah yang terjadi karena penurunan
fungsi ginjal yang menimbulkan komplikasi seperti berikut (Wong, 2004).
a. Retensi produk sisa, khususnya nitrogen urea dah dan kreatinin
b. Retensi air dan natrium yang berperan pda edema dan kongesti vaskuler
c. Hiperkalemia dari kadar bahaya
d. Asidosis metabolik bersifat terus menerus karena retensi ion hidrogen dan
kehilangan bikarbonat terjadi terus menerus
e. Gangguan kalium dan fosfor yang mengakibatkan perubahan metabolism
tulang, yang pada gilirannya menyebabkan berhentinya pertumbuhan atau
retadasi, nyri tulang dan deformitas yang diketahui sebagai osteodistrofi renal
f. Anemia yang disebabkan oleh disfungsi hematologis, kerusakan produksi sel
darah merah, pemendekan umur sel darah merah yang berhubungan dengan
penurunan produksi eritropeitin, pemanjangan masa pendarahan dan anemia
nutrisional
g. Gangguan pertumbuhan, kemungkinan disebabkan oleh suatu faktor seperti
nutrisi buruk, anoreksia, osteodostrofi renal dan abnormalitas biokimia
Tanpa memandang kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal
mencapai kritis, penjelasan sampai gagal ginjal stadium akhir mencapai kritis,
penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme
yang tepat mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi
faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi yang
terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditangani secara hemodinamik di dalam
mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor;
proteinuria yang terus menurus; hipertensi sitemik.
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron
yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronis. Jika angka filtrasi glomerolus
menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini
mnimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang
ditangani ginjal. Ketidakseimbangan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia
terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolic terjadi karena
kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia.
D. WOC
Glomerulonefri
Infeksi kronis
Gagal ginjal kronik
Kelainan
kongenital
HCL meningkat
Mual muntah
Ketidakefektifan Gangguan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
pola nafas pertukaran gas
dari kebutuhan tubuh
Sumber : Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik (Mandara, 2015)
E. Manifestasi klinis
Menurut STIKIM (2009) manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada anak dengan
gagal ginjal kronis antara lain sebagai berikut.
1. Edema, oliguria, hipertensi, gagal jantung kongesti
2. Poliuria, dehidrasi
3. Hiperkalemia
4. Hipernatremia
5. Anemia
6. Gangguan fungsi trombosit
7. Apatis, letargi
8. Anoreksia
9. Asidosis
10. Gatal-gatal
11. Kejang, koma
12. Disfungsi pertumbuhan
F. Penatalaksanaan
Manajemen anak yang mengalami gagal ginjal kronis memerlukan pemantuan
keadaan klinis penderita secara ketat. Secara optimal, penderita harus ditangani oleh
pusat medis yang mampu menyediakan pelayanan medis, perawatan, sosial dan
dukungan nutrisi ketika keadaan penderita memburuk menjadi gagal ginjal stadium
akhir. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani gagal
ginjal kronis pada anak.
a. Diet pada gagal ginjal kronis. Makanan kalori yang optimal pada insufiensi gagal
ginjal belum diketahui, tetapi upaya yang harus dilakukan untuk memenuhi atau
melampaui kalori harian yang sesuai umur penderita. Pemberian vitamin, serta
pemberian zat besi bila ada anemia.
b. Manajemen air dan elektrolit pada gagal ginjal kronis. Sampai perkembangan pada
gagal ginjal stadium akhir memerlukan dialysis. Pembatasan air jarang diperlukan
pada anak dengan insufiensi ginjal, karena kebutuhan air diatur oleh pusat haus di
otak.
c. Asidosis pada gagal ginjal kronis. Asidosis berkembang pada hamper semua anak
yang mengalami insufisiensi ginjal dan tidak perlu diobati kalau bikarbonat serum
turun dibawah 20 mEq/L. Bicitra atau tablet natrium bikarbonat dapat digunakan
untuk menaikkan bikarbonat serum didalam darah.
d. Hipertensi pada gagal ginjal kronis. Keadaan gawat darurat pada hipertensi harus
diobati dengan nifedipene oral atau pemberian intarvena dari diazoksid. Penanganan
hipertensi yang sulit dapat dilakukan dengan pembatasan garam. Obat kaptopril dapat
menimbulkan hiperkalemia.
e. Dosis obat pada gagal ginjal kronis: karena banyak obat yang diekresikan oleh ginjal,
pemberiannya pada penderita dengan insufisiensi ginjal harus diubah untuk
memaksimalkan efektifitas dan meminimalkan resiko toksisitas.
Pengobatan
Penanganan atau pengobatan penyakit gagal ginjal kronik pada anak dapat
dilakukan dengan (sahabatginjal, 2009) :
1. Terapi Konservatif
Terapi konservatif sebaiknya dilakukan sebelum pasien mencapai keadaan
penyakit ginjal kronik tahap terminal. Terapi konservatif ini meliputi
pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala mual dan muntah,
mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti
ginjal. Tujuannya adalah agar anak merasa sehat (tidak ada keluhan atau rasa
sakit) dan normal dalam melakukan aktivitasnya, mempertahankan
pertumbuhan fisik yang normal, serta mempertahankan fungsi ginjal selama
mungkin.
2. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi Pengganti Ginjal ini umumnya dilakukan bila fungsi ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90 persen). Terapi ini bertujuan bukan hanya untuk
memperpanjang usia anak dengan PGK tetapi juga meningkatkan kualitas
hidup sehingga mereka diharapkan dapat mencapai dan menjalani kehidupan
secara lebih baik di usia dewasa.
Terapi Pengganti Ginjal terdiri dari dialysis/cuci darah (misalnya dengan
peritoneal dialysis atau hemodialisis) dan transplantasi (cangkok) ginjal.
Dialisis mulai diberikan jika:
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien gagal ginjal kronik adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit,
Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin
RWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2011)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Terdiri dari nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
2. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat
3. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
( ureum ), dan gatal pada kulit.
2) Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatn apa.
4. Riwayat Kesehatan dahulu
Klien pernah sakit Diare sebelumnya hingga terjadi dehidrasi,Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus, Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak
adekuat sehingga menimbulkan obstruksi.
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Biasanya orang tua klien menderita ginjal ,DM, dan hipertensi
6. Pola aktivitas sehari hari (ADL)
a. Nutrisi: Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
b. Eliminasi: Jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml sehari (oliguri)
c. Aktivitas: Klien mengalami kelemahan
d. Istirahat tidur: Kesadaran menurun
7. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung penyebab
primer gagal ginjal.
2) Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan Umum: malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma.
b. Kepala: Edema periorbital
c. Dada: Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan.
d. Abdomen: Terdapat distensi abdomen karena asites.
e. Kulit: Pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut
tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering
bersisik.
f. Mulut: Lidah kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut
g. Mata: Mata merah.
h. Kardiovaskuler: Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis,
pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub
perikardial.
i. Respiratori: Hiperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas
dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
j. Gastrointestinal: Anoreksia, nausea, gastritis, konstipasi/ diare, vomitus,
perdarahan saluran pencernaan.
k. Muskuloskeletal: Kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot
drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D, gout.
l. Genitourinari: amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi,
infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
m. Neurologi: Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
n. Hematologi: Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
8. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,
dan ratio urine/serum sering 1:1.
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA
biasanya ada proteinuria minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis
glomular.
Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolism.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
b. Pemeriksaan diagnostik
1) USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
2) EKG , Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3) Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan oliguria
2. Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
3. Pola napas inefektif berhubungan dengan hiperventilasi dan dispnea
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelebihan volume cairan
C. Perencanaan Keperawatan
N DIAGNOSA KEP SLKI SIKI
O
1 Setelah melakukan tindakan Manajemen hipervolemia
Hipervolemia
keperawatan 3x24 jam 1. Periksa tanda dan
berhubungan dengan didapatkan pasien dengan gejala
oliguria kriteria hasil: hypervolemia
Keseimbangan cairan: 2. Identifikasi
1. Asupan cairan penyebab
2. Haluaran urin meningkat hypervolemia
3. Kelembapan membrane 3. Monitor status
mukosa meningkat hemodinamik
4. Edema menurun 4. Monitor intake dan
5. Dehidrasi menurun output cairan
6. Tekanan darah membaik 5. Monitor tanda
7. Membrane mukosa hemokonsentrasi
membaik 6. Anjurkan melapor
8. Turgor kulit membaik jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam
dlam 6 jam
7. Kolaborasi
pemberian CRRT).
Tim ukk nefrologi IDAI. 2017. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: IDAI
Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi (terjemahan). Cetakan 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
ECG. Wong, Donna L, alih bahasa: Monica ester. 2004. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Stein, J.H. 2001 Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (terjemahan). Edisi 3. Jakarta:
ECG
Tim Pokja SDKI PPNI 2017 . Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia . Jakarta : DPP.PPNI
Tim Pokja SLKI PPNI 2018 . Standart Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta : DPP.PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI 2018 . Standart Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta : DPP.PPNI