Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

CKD (GAGAL GINJAL KRONIS)


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Di susun oleh :
Vivin faidatus sholehah (1440120067)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2022

1
A.KONSEP PENYAKIT
1.Definisi
Gagal ginjal kronis (Cronic Kidney Disease-CKD) merupakan
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan,
karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap, yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. (Mubarak
dkk, 2015, pp. 17-18)
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Jadi, CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.
1. Etiologi
Gagal ginjal kronis :
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis lesi vaskular dapat
menyebabkana ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling
sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengana
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia
fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikkan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aloran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonefritis & SLE.
c. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bkteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau lebih sering secara

2
ascenden darai traktus urinarius bagi. Bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat mnimbulkan kerusakaan irreversibel ginjal yang disebut
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal
dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal
pada dinding pembuluh darah secara serius merusak glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yanag dikarakteristik oleh terjadinya kistaa/kantong berisi
cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan. Ginjal
yang bersifata kongenital (hipoplasia renalis)serta adanya asidosis
(Wijaya & Putri, 2013, hal. 230).
2.Tanda dan Gejala
Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin
serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit
normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan
→ anemia normokrom normositer.
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin), Hiperkalemia, Retensi atau pembuangan
Natrium, Hipermagnesia, Hiperurisemia.
Perkemihan&  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

3
Kelamin  Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010, Protein
silinder, Hilangnya libido, amenore, impotensi dan
sterilitas
Kardiovaskular  Hipertensi, Retinopati dan enselopati hipertensif,
Beban sirkulasi berlebihan, Edema, Gagal jantung
kongestif, Perikarditis (friction rub), Disritmia.
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea, Edema paru,
Pneumonitis.
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan, Hemolisis,
Kecenderungan perdarahan, Menurunnya resistensi
terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia).
Kulit  Pucat, pigmentasi Perubahan rambut dan kuku
(kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah
biru yang berkaitan dengan kehilangan protein),
Pruritus, “Kristal” uremik, Kulit kering Memar
Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan
BB, Nafas berbau amoniak, Rasa kecap logam,
mulut kering, Stomatitis, parotitid, Gastritis,
enteritis, Perdarahan saluran cerna, Diare,
Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular  Mudah lelah
 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental, Konsentrasi buruk,
Apati, Letargi/gelisah, insomnia, Kekacauan mental,
Koma, Otot berkedut, asteriksis, kejang.
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg,

4
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi,
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi.
Gangguan  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
kalsium dan  Hiperparatiroidisme sekunder
rangka  Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 234)
3. Patofisiologi
Gagal Ginjal Kronis : Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal
menurun secara drastis yang berasal dari nefron. Insifisiensi dari ginjal
tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration
Rate). Pada penurun fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan
gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi
anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka
keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda
dan gejala gagl ginjal kronis hampir sama dengan gagal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal
kronis membawa dampak yang sistematik terhadap seluruh sistem tubuh
dan sering mengakibatkan komplikasi. (Prabowo & Pranata, 2014, hal.
199-200)

5
Pathway (Prabowo & Pranata, 2014, p. 200)
glomerulonefritis

Infeksi kronis

Kelainan kongenital

Penyakit vaskuler Gagal Ginjal Kronis

nepholithiasis

SLE Gangguan hipernatremia Produksi


reabsorbsi urine
Obat nefrotoksik
hiponatremia Retensi Gangguan
cairan Eliminasi
Proses hemodialisa
Urine
kontinyu Vol.
Vol.
vaskuler
Vaskuler
Tindakan invansif
berulang hipotensi
Permeabilitas kapiler
meningkat
Injury jaringan Perfusi turun
oedema
Resiko Infeksi Perfusi perifer tidak
efektif Stagnansi
vena
Informasi Defisiensi
inadekuat energi sel infiltrasi
ansietas
Intoleran
Gangguan
Aktifitas
Stress ulcer integritas
kulit
Oedema pulmonal Hipervolemia
HCL
meningkat
Retensi
Mual muntah Ekspansi CO2
paru turun
Defisit Nutrisi Asidosis respi
dyspneu
Gangguan
Pola napas tidak Pertukaran
efektif gas
6
4.Klasifikasi
Gagal ginjal kronis dibagi menjadi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : infufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, kreatinin serum
meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal ditandai yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 Ml/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/1,73 m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29ml/menit/1,73m2
- Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2 atau
gagl ginjal terminal.
Untuk menilai GFR (Glomerular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
(140−umur ) x berat badan( kg)
Clearance creatinin (ml/ menit)¿
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Stadium Gagal Ginjal Kronikk
a. Stadium I
Penurunan cadangan fungsi ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi
nefron 40-75 %. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa
nefron yang ada dapat membawa fungsi-fungsi normal ginjal.
b. Stadium II
Kehilangan fungsi ginjal 75 – 90 %. Pada tingkat ini terjadi kreatinin
serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mengembangkan uria pekat dan azotemia.
Pasien mungkin melaporkan poliura dan nokturia.

7
8
c. Stadium III : payah gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Tingkat renal dari GGK yaitu sisa nefron yang berfungsi < 10%. Pada
keadaaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
menyolok sekali seagai respon terhadap GFR yang mengalami
penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar uream nitrogen
darah elektrolit, pasien diindikasikan untuk dialisis. (Wijaya & Putri,
2013, pp. 232-234)
4. Komplikasi :
Perdarahan dan hilangnya fungsi ginjal, trauma ginjal juga membuat
klien sangat rentan terhadap beberapa masalah lainnya. Meskipun dalam
cidera tertutup, ada resiko tinggi sepsis yang mengakibatkan abses ginjal
dan perinefritik. Perdarahan sekunder tidaklah umum. Komplikasi lain
termasuk hipertensi yang diakibatkan oleh fibrosis dan iskemik ginjal,
trombosis arteri ginjal, aneurisma arteriovenosus, formasi fistula dari
eksravasasi urine, urinomas, dan pseudokista (Black & Hawks, 2014, hal.
312).
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

9
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Gagal Ginjal Kronis
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri. (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 204)
b. Status kesehatan saat ini
1)Keluhan Utama
Pasien mengeluh mual, adanya nyeri tekan pada lumbal dan napas
terasa sesak. (Mubarak dkk, 2015, p. 19)
2)Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh adanya konstipasi/diare, anoreksia mual dan
ansietas. (Wijaya & Putri, 2013, hal. 226)
3)Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sering dehidrasi, demam dan malnutisi (Wijaya &
Putri, 2013, hal. 226).
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1)Riwayat Penyakit Sebelumnya
Gagal ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi
penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji
riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan
(overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kinerja ginjal. Selain itu, ada
beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/ menyebabkan gagal
ginjal yaitu diabetes melitus, hipertensi, batu saluran kemih (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 205).

10
2)Riwayat Penyakit Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menurun, sehingga satu keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder
seperti diabetes melitus dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronik. Karena sifatnya yang herediter
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 205).
3)Riwayat Pengobatan
Pasien dengan gagal ginjal kronis minum jamu saat sakit. (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 205)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran
Kesadaran asimtomatik (Sudoyo dkk, 2010, p. 1036)
b. Tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue),
tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada
pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (tachypneu),
hipertensi/ hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuaktif (Prabowo &
Pranata, 2014, hal. 206).
2) Body System
a. Sistem pernafasan
Pasien mengalami kussmaul, dispnea, edema paru, pneumonitis.
(Suharyanto & Madjid, 2013, p. 188)
b. Sistem kardiovaskuler
Adanya hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban
sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia.
(Suharyanto & Madjid, 2013, p. 188)
c. Sistem persarafan
Penuran kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi cerebal terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 206).

11
d. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi). Maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output) (Prabowo
& Pranata, 2014, hal. 207).
e. Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit dan
diare (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 207).
f. Sistem integument
Pasien mengalami pucat, pruritos, kristal uremia, kulit kering,
dan memar. (Suharyanto, 2013, p. 188)
g. Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegaggalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga
terjadinya resiko oesteoporosis tinggi (Prabowo & Pranata, 2014,
p. 207).
h. Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes melitus, maka akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metaolisme (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 206-207).
i. Sistem reproduksi
Libido hilang, Amenore, Impotensi dan sterilitas. (Suharyanto &
Madjid, 2013, p. 188)

12
j. Sistem imun
Protein, Sintesis abnormal, Hiperglikemia, Kebutuhan insulin
menurun, Lemak, Peningkatan kadar trigliserid. (Suharyanto &
Madjid, 2013, p. 188)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratoris (ginjal kronik)
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkiran fungsi ginjal.
3. Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria (Sudoyo dkk, 2010).
f. Penatalaksanaan
Penatalaksaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorrbid condition)
3) Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisi atau transplantasi ginjal.
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik.
sesuai dengan derajatnya :

Derajat LFG
(ml/mnt/1,73m2)

1 ≥ 90 Terapi penyakit
dasar, kondisi
komorbid,
evaluasi

13
pemburukan
(progression)
fungsi ginjal,
memperkecil
risiko
kardiovaskuler

2 60 – 89 Menghambat
pemburukan
(progression)
fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan
terapi komplikasi

4 15 – 29 Persiapan untuk
terapi pengganti
ginjal

5 < 15 Terapi pengganti


ginjal

(Sudoyo dkk, 2010, p. 1037)


2. Diagnosa keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia 2017 yang muncul antara
lain :
A. Gangguan Pertukaran Gas (PPNI T. P., 2017, p. 22)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : dispnea
Objektif : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, Takikardia, Ph arteri
meningkat/menurun, Bunyi napas tambahan.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Pusing, Penglihatan kabur,
Objketif : Siaonis, Diafores, Gelisah, Napas cuping hidung, Pola napa
abnormal (cepat/lambat, regular/irregular, dalam/dangkal), Warna kulit
abnormal (mls.pucat, kebiruan), Kesadaran menurun
14
B. Pola Napas Tidak Efektif (PPNI T. P., 2017, p. 26)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu, Fase ekspirasi memanjang, Pola napas
abnormal (mis, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan pursed-lip, Pernapasan cuping hidung, Diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, Ventilasi semenit menurun,
Kapasitas vital menurun, Tekanan ekspirasi menurun, Tekanan inspirasi
menurun, Ekskursi dada berubah
C. Perfusi Perifer Tidak Efektif (PPNI T. P., 2017, p. 37)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjketif : tidak tersedia
Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, Nadi perifer menurun atau tidak
tidak teraba dingin, Warna kulit pucat, Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Parastesia, Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objketif : Edema, Penyembuhan luka lambat, Indeks anklebrachial <0,90,
Bruit femoral
D. Hipervolemia
Gejala dan Tanda Mayor
Subjketif : ortopnea, dispnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Objektif : edema anasarka dan edema perifer, berat badan meningkat
dalam waktu singkat, jugular venous pressure (JVP) dan atau cental
venous pressure (CVP) meningkat, reflex hepatojugular positif
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objketif : distensi vena jugularis, terdengar suara napas tambahan,
hepatomegali, kadar hb dan ht turun , oliguria , intake lebih banyak dari
output, kongesti paru

15
E. Gangguan Eliminasi urin (PPNI T. P., 2017, p. 96)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Desakan berkemih (urgensi), Urin menetes (dribbling), Sering
buang air kecil, Nokturia, Mengompol, Enuresis
Objektif : Distensi kandung kemih, Berkemih tidak tuntas (hesitancy),
Volume residu urin meningkat.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tidak tersedia
F. Intoleran Aktivitas (PPNI T. P., 2017, p. 128)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa lemah
Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, Gambaran
EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran EKG
menunjukkan iskemia, Sianosis
G. Ansietas (PPNI T. P., 2017, p. 180)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Merasa bingung, Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dihadapi, Sulit berkonsentrasi,
Objektif : Tampak gelisah, Tampak tegang, Sulit tidur,
Gejala dan tanda minor
Subjektif : Mengeluh pusing, Anoreksia, Palpitasi, Merasa tidak berdaya,
Objektif : Frekuensi napsas meningkat, Frekuensi nadi meningkat,
Tekanan darah meningkat, Diaphoresis, Tremor, Muka tampak pucat,
Suara bergetar, Kontak mata buruk, Sering berkemih, Beroreitasi pada
masa lalu
H. Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan (PPNI T. P., 2017, p. 282)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

16
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : Nyeri, Perdarahan, Kemerahan, Hematoma
I. Resiko Infeksi (PPNI T. P., 2017, p. 304)
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor Risiko : Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus), Efek prosedur
invasif, Malnutrisi, Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan,
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltik,
kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi Ph, penurunan kinerja
siliaris,ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya, merokok,
statis cairan tuubh), Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin, imununosupresi, leukopenia, supresi respon
inflamasi, vaksinasi tidak adekuat)
Kondisi Klinis Terkait : AIDS, Luka bakar, Penyakit paru obstruktif
kronis, Diabetes melitus, Tindakan invasif, Kondisi penggunaan terapi
steroid, Penyalahgunaan obat, Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
(KPSW), Kanker, Gagal ginjal, Imunosupresi, Lymphedema,
Leukositopenia, Gangguan fungsi hati.
3. Intervensi
A. Gangguan pertukaran gas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pertukaran gas membaik
Kriteria hasil :
1. Dispnea menurun
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. PCO2 membaik
4. PO2 membaik
5. Takikardi membaik
6. Ph Arteri membaik
Intervensi
Pemantauan respirasi
Observasi :
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, dll)

17
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Monitor kesimetrisan ekspensi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
Teraupetik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
B. Pola Napas Tidak Efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam dengan kriteria
hasil:
 Tidak ada pernapasan cuping hidung
 Tidak mengalami dispnea
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
 Frekwensi pernapasan normal (16 – 24 × per menit)
Intervensi
Observasi :
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, dll)
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Monitor kesimetrisan ekspensi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Monitor AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
18
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
C. Perfusi Perifer Tidak Efektif
a) Tujuan/kriteria evaluasi (SLKI hal.176)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien menunjukkan
keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untung menunjang fungsi
jaringan.
Kriteria hasil:
1. Denyut nadi perifer meningkat
2. Warna kulit tidak pucat
3. Turgor kulit kembali normal
4. Tidak terdapat nyeri perifer
5. Tekanan darah sistolik dan diastolic dalam batas normal
b) Intervensi (SIKI hal.490)
1. observasi
1) Identifikasi penyebab sensasi
2) Periksa perbedaan sesnsasi tajam atau tumpul
3) Periksa perbedaan sesnsasi panas atau dingin
4) Monitor perubahan kulit
5) Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
6) Hindari pemakaian benda benda yang berlebihan suhunya (tekanan panas atau
dingin)

19
2. Terapeutik dan edukasi
1) Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
2) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
3) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
3. Aktivitas kolaboratif
1) Kolaborasi pemberian analgesic jika perlu
2) Kolaborasi pemberian kortikostiroid jika perlu
D. Hipervolemia
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan keseimbangan cairan
pasien membaik
Kriteria hasil
1. Asupan cairan meningkat
2. Haluaran urin meningkat
3. Kelembapan membran mukosa meningkat
4. Edema menurun
5. Dehidrasi menurun
6. Tekanan darah membaik
7. Denyut nadi radial membaik
8. Turgor kulit membaik
Intervensi
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
2. Identifikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
7. Monitor kecepatan infuse secara ketat
8. Monitor efek samping diuretic

20
Terapeutik
1. timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2. batasi asupan cairan dan garam
3. tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
1. anjurkan melapor jika haluaran urin kurang dari 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. anjurkan melapor jika BB bertambah lebih dari 1 kg dalam sehari
3. ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
4. ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian diuretic
2. kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
3. kolaborasi pemberian continous renal replacement therapy (CRRT) jika perlu
E. Defisit Nutrisi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi membaik
Kriteria Hasil :
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
2. Berat badan atau IMT membaik
3. Frekuensi makan membaik
4. Nafsu makan membaik
5. Perasaan cepat kenyang menurun
Intervensi
Manajemen nutrisi
Observasi :
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
Teraupetik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Sajian makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
21
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjuran posisi duduk jika mampu
F. Gangguan eliminasi urin
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urine pasien
membaik
Kriteria hasil
1. Sensasi berkemih meningkat
2. Desakan berkemih (urgensi) menurun
3. Distensi kandung kemih menurun
4. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) menurun
5. Volume residu urin menurun
6. Disuria menurun
7. Frekuensi BAK membaik
8. Karakteristik urin membaik
Intervensi
Observasi
1. identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin
Terapeutik
1. catat waktu-waktu haluaran berkemih
2. batasi asupan cairan jika perlu
3. ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
Edukasi
1. ajarkan tanda dan gejala infeksi salura kemih
2. ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
3. ajarkan mengambil specimen urin midstream
4. ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
5. ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
6. anjurkan minum yang cukup jika tidak ada kontraindikasi

22
7. anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian obat supositoria uretra jika perlu
G. Intoleran aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan aktivitas sehari-hari pasien
membaik
Kriteria hasil :
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Tidak mengeluh lelah
3. Tidak merasa lemah
4. Tidak terjadi dispnea saat aktivitas maupun setelah beraktivitas
Intervensi
Manajemen Energi
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Teraupetik
 Sediakan lingkungan rendah stimulus
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
 Fasilitasi duudk dis sisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
H. Ansietas
Tujuan: Ansietas dapat teratasi setelah dilakukan intervensi selama 2 × 24 jam,
23
dengan kriteria hasil:
 Klien tampak rileks
 Tidak terjadi insomnia
 Mudah konsentrasi
 Tidak tegang
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi menurun
Intervensi
Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, TD, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Teraupetik
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang yang nyaman jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, jenis relaksasi yang tersedia (mis, musik,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
I. Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan

24
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Tujuan
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi,
keutuhan kulit) Kriteria Hasil:
a) Kulit tidak tampak kemerahan
b) Pigmentasi normal
c) Suhu tubuh bayi berkisar 36,5 - 37,5
1) Intervensi
Tindakan Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik
a) Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
b) Bersihkan perineal dengan air hangat
c) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
d) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
e) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab
b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
c) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
d) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
J. Resiko Infeksi
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam :
Resiko infeksi dapat dicegah dibuktikan dengan derajat infeksi Kriteria Hasil
a) Tidak terjadi deman
b) Kadar sel darah putih membaik
c) Kultur feses membaik
2) Intervensi
Tindakan observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik

25
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
b) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
c) Batasi jumlah pengunjung
d) Berikan perawatan kulit pada daerah edema
Edukasi
a) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
b) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
c) Ajarkan etika batuk
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

26
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura:


Elsevier.

Mubarak dkk. (2015). Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam
Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator


diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan


keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


yogyakarta: Nuha Medika.

Sudoyo dkk. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV Trans


Info Media.

Suharyanto, T., & Madjid, A. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

27
LEMBAR PENGESAHAN

Disahkan oleh
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Judul :

Disusun oleh :
Nurul Ma’rifatul Mabruroh

Pembimbing

Ns. Eko Prabowo, S.Kep, M.Kes

28

Anda mungkin juga menyukai