Disusun Oleh :
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2022
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Sc Dengan Indikasi
Induksi Gagal ”.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan teman-teman. Aamiin Ya Robbalaamin..
Penulis
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi
Postpartum ( masa nifas ) merupakan periode waktu ketika organ - organ
reproduksi kembali seperti belum hamil yang membutuhkan waktu sekitar 6
minggu ( 42 hari ) ( Desfanita dk., 2015 ). Pengertian lainnya menyebutkan bahwa
postpartum yaitu masa adaptasi secara fisik yang dimulai sejak bayi dilahirkan
sampai kembalinya kondisi tubuh ibu pada kondisi seperti sebelum hamil , yaitu
kurun waktu 6 sampai 8 minggu ( Fatmawati, 2015 ). Masa nifas atau disebut juga
dengan puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat - alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira -
kira 6 minggu, namun seluruh alat genital baru pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil dalam waktu 3 bulan ( Wahyuningsih, 2018 ) .
2. Periode Masa Nifas
Menurut Kirana ( 2015 ) postpartum dibagi menjadi 3 periode yaitu :
a. Puerpureum dini Puerpureum dini merupakan periode dimana ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan - jalan ( Machmudah, 2015 ).
b. Intermedial puerpureum Intermedial puerpureum yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk kepulihan seluruh alat genetalia dengan waktu 6-8
minggu ( Machmudah, 2015 ).
c. Remote puerpureum Remote puerpureum adalah waktu yang diperlukan
untuk pulih dan sehat sempurna ( Machmudah, 2015 )
3. Adaptasi Fisiologi Masa Nifas
Menurut Wahyuningsih ( 2019 ) perubahan fisiologis pada masa postpartum
yaitu :
a. Perubahan tanda - tanda vita, suhu 24 jam pertama meningkat kurang lebih
38ºC akibat adanya dehidrasi dan perubahan hormonal .
b. Sistem kardiovaskuler, tekanan darah terjadi penurunan sistolik kurang
lebih 20 mmHg .
c. Laktasi, produksi ASI mulai hari ketiga postpartum, pembesaran payudara
karena peningkatan sistem vaskuler dan limpatik yang mengeliling
payudara . Terjadi pembesaran payudara karena pengaruh peningkatan
hormone estrogen untuk mempersiapkan produksi ASI dan proses laktasi.
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr. keras dan
menghitam pada areola mammae di sekitar puting susu, ini menandakan
dimulainya proses menyusui.
d. Sistem gastrointestinal, pengembalian fungsi defekasi lambat dalam
minggu pertama post partum dan kembali normal setelah minggu pertama .
e. Sistem muskuloskeletal, terjadi peregangan dan penekanan otot, odema
ekstremitas bawah akan berkurang pada minggu pertama .
f. Sistem reproduksi,
1) Involusi uteri Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu
proses dimana uetus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir ekibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama masa post partum :
2) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskuler
dan trombosit menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul, tidak teratur. Pertumbuhan endometrium
menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
peneyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
meungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan
datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga
pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta. (Yuke, 2015)
3) Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir,
diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Hemostatis pasca partum dicapai akibat kompresi pembuluh darah
intramiomitreum, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk
memperkuat dan mengatur kontraksi. Selama 1-2 jam, 1 pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya
disuntikkan oksitosan secara iv/im diberikan setelah plasenta lahir.
4) Serviks (mulut rahim)
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam
setelah pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya
menjadi padat dan kembali ke bentuk semula. Warna serviks
sendiri berwarna kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk
cincin.
5) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari
dalam uterus.
- Lochea Rubra atau Merah (Kruenta) : Lochea ini muncul
pada hari 1 sampai hari ke 3 masa post partum. Cairan yang
keluar berwarna marah karena berisi darah segar, jaringan
sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi) dan mekonium.
- Lochea Sanguinolenta : 3-7 hari hari berwarna putih
campur merah kecoklatan
- Lochea Serosa : hari ke 7-14 masa post partum. Lochea
serosa ini berwarna kekuningan
- Lochea Alba : setelah hari ke-14 Lochea ini berwarna putih
6) Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6-8 minggu post partum. Perubahan pada perineum pasca
melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan, pada
post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan. (Ambarwati, 2010)
7) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan
payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, prolaktin,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ke-3
atau ke-4 pascapartum terjadi pembengkakan. Pembengkakan
dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36 jam.
g. Sistem perkemihan, kandung kemih oedem dan sensitivitas menurun
sehingga mengakibatkan over distension .
4. Adaptasi Psikologis Masa Nifas
a. Fase talking in, ibu perperilaku tergantung pada orang lain, perhatian
berfokus pada diri sendiri berlangsung pasif. Belum ingin kontak dengan
bayinya, berlangsung sampai 1-2 hari. Gangguan fisiologis yang mungkin
dirasakan ibu pada fase ini : kekecewaan karena tidak mendapatkan apa
yang diinginkan tentang bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan fisik, misalnya rasa mulas dan payudara bengkak, rasa bersalah
karena belum bisa menyusui bayinya. Suami atau keluarga yang
mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja
tanpa membantu .
b. Fase taking hold, adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.Ibu memiliki perasaan yang
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas
sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara
menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam
nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu .
c. Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan . Ibu sudah
dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan
dirinya sudah meningkat. Pendidikan yang kita berikan pada fase
sebelumnya akan bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga masih
sangat diperlukan ibu.Suami dan keluarga dapat membantu dalam merawat
bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani .
5. Komplikasi Masa Nifas
a. Penyakit kardiovaskular
b. Kondisi medis lain, sering kali mencerminkan penyakit yang sudah ada
sebelumnya
c. Infeksi atau sepsis
d. Pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan ( hemorrhage )
e. Kardiomiopati
f. Penyumbatan di salah satu arteri pulmonalis di paru - paru yang sering
disebabkan oleh gumpalan darah yang mengalir ke paru - paru dari kaki
( emboli paru trombotik )
g. Stroke
h. Hipertensi pada kehamilan
i. Eemboli cairan ketuban
j. Komplikasi anestesi
4. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi indikasi adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian
janin, ketuban pecah dini.Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitif terhadap rangsangan.Pada kehamilan lewat waktu terjadi
sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim.Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan
lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi
plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar
estriol dan plasental laktogen.
5. Indikasi
1. Indikasi Janin
a) Kehamilan lewat waktu
b) Ketuban pecah dini
c) Janin mati
2. Indikasi ibu
a) Kehamilan lewat waktu
b) Kehamilan dengan hipertensi
3. Indikasi kontra drip induksi
a) Disproporsi sefalopelvik
b) Insufisiensi plasenta
c) Malposisi dan malpresentasi
d) Plasenta previa
e) Gemelli
f) Distensi rahim yang berlebihan
g) Grande multipara
h) Cacat rahim
4. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah
kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi
intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
5. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi
rasa sakit atau masalah masalah lain yang membahayakan nyawa
ibu.Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas),
inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari
lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang
bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi
uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya:
kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia
berat.
6. Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu
memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat–syarat di penuhi.
Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal
ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk
melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan
perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.
7. Penatalaksanaan Induksi Persalinan
Induksi persalinan terbagi atas:
A. Secara Medis
1) Infus oksitosin
Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin, agar infuse oksitosin berhasil
dalm menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada
ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a) Kehamilan aterm
b) Ukuran panggul normal
c) Tidak ada CPD
d) Janin dalam presentasi kepala
e) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah
mulai membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai
score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi
persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
2) Prostaglandin
Pemberian Prostaladin Prostagladin dapat merangsang otok – otot
polos termsuk juga otot-otot rahim.Prostagladin yang spesifik untuk
merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.Untuk induksi
persalinan dapat diberikan secara intravena, oral.Pada kehamilan
aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif.
Phatway
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan
untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien
dan membuat catatan tentang respon kesehatan pasien. (Ahern, 2014)
a. Identitas atau biodata pasien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama Pada pasien post operasi
pasien biasanya mengeluh nyeri
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada pasien.
4) Riwayat psikososial
Riwayat pasien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya,
berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah.
b. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan pasien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada pasien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Pola istirahat dan tidur
Pada pasien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan pasien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya pasien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori pasien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif pasien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis pasien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
6. Diagnosa
no SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Observasi
Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non
verbal
Identifikasi faktor yang
memperberat dan mempringan
nyeri
Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
kompres hangat/dingin
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategismeredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Bersihan Jalan
Nafas tidak
efektif
3 Konstipasi Observasi
Identifikasi masalah usus dan
penggunaan obat pencahar
Identifikasi pengobatan yang
berefek pada kondisi
gastrointestinal
Monitor buang air besar (mis.
warna, frekuensi, konsistensi,
volume)\
Monitor tanda dan gejala
diare, konstipasi, atau impaksi
Terapeutik
Berikan air hangat setelah
makan
Jadwalkan waktu defekasi
bersama pasien
Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
Anjurkan mencatat wama,
frekuensi, konsistensi, volume
feses
Anjurkan meningkatkan
aktifitas fisik, sesuai toleransi
Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu.
4 Gangguan
Eliminasi Urin
5 Resiko Infeksi Observasi
Monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sistemik
Terapeutik
Batasi jumlah pengunjung
Berikan perawatan kulit pada
area edema
Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, R. &. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Ardhiyanti, Y. Dan S. Susanti. (2016). Faktor Ibu Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Persalinan Lama Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas.
3(2):83-87
Desfanita, Miraswati, Dan Arneliwati. (2015). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Post
Partum Blues. JOM. 2(2)
Fatmawati. (2017). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama Di
Puskesmas Jumpadang Baru Makasar Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia. 1(1);27-36
Fitria, N Puspitsari, A.(2015). Hubungan Dan Faktor Risiko Partus Lama Riwayat
Perdarahan Post Partum Dan Berat Bayi Lahir Besar Dengan Kejadian Perdarahan
Post Partum. Jurnal Biometrika Dan Kependudukan. 4(2):118-124
Kirana, Y. (2015). Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post
Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1):25-37
Macmudah. (2015). Gangguan Psikologis Pada Ibu Post Partum, Post Partum Blues. Jurnal
Keperawatan Maternitas. 3(2):118-125
Nurfitriani. (2017). Pengetahuan Dan Motifasi ibu Post Sectio Caesarea Dalam Mobilisasi
Dini. Jurnal Psikologi Jambi. 2(2):2528-2735
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nystedt, A. Dan I. Hildingson. (2014). Diverse Definition Prolonged Labour And Its
Consequences With Sometimes Subsequent Inappropirate Treatment. BMC Pregnancy
And Childbirth. 14(1):1-11
PPNI. (2016). Standar Dianosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator Doagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Qonitu, U. Dan S. Nur Fadilah. (2019). Faktor - Faktor Yang Melatarbelakangi Kejadian
Partus Lama Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. R. Koesma Tuban. Jurnal Kesehatan Dr.
Soebandi. 7(1):51-57
Yusmaharani. (2019). Hubungan Paritas Dan Usia Ibu bersalin Dengan Kejadian Partus
Lama. Jomis (Journal Of Midwifery Science). 9(1):12-17.