Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI INDUKSI GAGAL


DI RUANG DAHLIA
RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh :

Retno Aprilia Putri (1440120046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Sc Dengan Indikasi
Induksi Gagal ”.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan teman-teman. Aamiin Ya Robbalaamin..

Jember, 15 Januari 2023

Penulis
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi
Postpartum ( masa nifas ) merupakan periode waktu ketika organ - organ
reproduksi kembali seperti belum hamil yang membutuhkan waktu sekitar 6
minggu ( 42 hari ) ( Desfanita dk., 2015 ). Pengertian lainnya menyebutkan bahwa
postpartum yaitu masa adaptasi secara fisik yang dimulai sejak bayi dilahirkan
sampai kembalinya kondisi tubuh ibu pada kondisi seperti sebelum hamil , yaitu
kurun waktu 6 sampai 8 minggu ( Fatmawati, 2015 ). Masa nifas atau disebut juga
dengan puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat - alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira -
kira 6 minggu, namun seluruh alat genital baru pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil dalam waktu 3 bulan ( Wahyuningsih, 2018 ) .
2. Periode Masa Nifas
Menurut Kirana ( 2015 ) postpartum dibagi menjadi 3 periode yaitu :
a. Puerpureum dini Puerpureum dini merupakan periode dimana ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan - jalan ( Machmudah, 2015 ).
b. Intermedial puerpureum Intermedial puerpureum yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk kepulihan seluruh alat genetalia dengan waktu 6-8
minggu ( Machmudah, 2015 ).
c. Remote puerpureum Remote puerpureum adalah waktu yang diperlukan
untuk pulih dan sehat sempurna ( Machmudah, 2015 )
3. Adaptasi Fisiologi Masa Nifas
Menurut Wahyuningsih ( 2019 ) perubahan fisiologis pada masa postpartum
yaitu :
a. Perubahan tanda - tanda vita, suhu 24 jam pertama meningkat kurang lebih
38ºC akibat adanya dehidrasi dan perubahan hormonal .
b. Sistem kardiovaskuler, tekanan darah terjadi penurunan sistolik kurang
lebih 20 mmHg .
c. Laktasi, produksi ASI mulai hari ketiga postpartum, pembesaran payudara
karena peningkatan sistem vaskuler dan limpatik yang mengeliling
payudara . Terjadi pembesaran payudara karena pengaruh peningkatan
hormone estrogen untuk mempersiapkan produksi ASI dan proses laktasi.
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr. keras dan
menghitam pada areola mammae di sekitar puting susu, ini menandakan
dimulainya proses menyusui.
d. Sistem gastrointestinal, pengembalian fungsi defekasi lambat dalam
minggu pertama post partum dan kembali normal setelah minggu pertama .
e. Sistem muskuloskeletal, terjadi peregangan dan penekanan otot, odema
ekstremitas bawah akan berkurang pada minggu pertama .
f. Sistem reproduksi,
1) Involusi uteri Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu
proses dimana uetus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir ekibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama masa post partum :

2) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskuler
dan trombosit menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul, tidak teratur. Pertumbuhan endometrium
menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
peneyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
meungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan
datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga
pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta. (Yuke, 2015)
3) Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir,
diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Hemostatis pasca partum dicapai akibat kompresi pembuluh darah
intramiomitreum, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk
memperkuat dan mengatur kontraksi. Selama 1-2 jam, 1 pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya
disuntikkan oksitosan secara iv/im diberikan setelah plasenta lahir.
4) Serviks (mulut rahim)
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam
setelah pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya
menjadi padat dan kembali ke bentuk semula. Warna serviks
sendiri berwarna kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk
cincin.
5) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari
dalam uterus.
- Lochea Rubra atau Merah (Kruenta) : Lochea ini muncul
pada hari 1 sampai hari ke 3 masa post partum. Cairan yang
keluar berwarna marah karena berisi darah segar, jaringan
sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi) dan mekonium.
- Lochea Sanguinolenta : 3-7 hari hari berwarna putih
campur merah kecoklatan
- Lochea Serosa : hari ke 7-14 masa post partum. Lochea
serosa ini berwarna kekuningan
- Lochea Alba : setelah hari ke-14 Lochea ini berwarna putih
6) Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6-8 minggu post partum. Perubahan pada perineum pasca
melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan, pada
post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan. (Ambarwati, 2010)
7) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan
payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, prolaktin,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ke-3
atau ke-4 pascapartum terjadi pembengkakan. Pembengkakan
dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36 jam.
g. Sistem perkemihan, kandung kemih oedem dan sensitivitas menurun
sehingga mengakibatkan over distension .
4. Adaptasi Psikologis Masa Nifas
a. Fase talking in, ibu perperilaku tergantung pada orang lain, perhatian
berfokus pada diri sendiri berlangsung pasif. Belum ingin kontak dengan
bayinya, berlangsung sampai 1-2 hari. Gangguan fisiologis yang mungkin
dirasakan ibu pada fase ini : kekecewaan karena tidak mendapatkan apa
yang diinginkan tentang bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan fisik, misalnya rasa mulas dan payudara bengkak, rasa bersalah
karena belum bisa menyusui bayinya. Suami atau keluarga yang
mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja
tanpa membantu .
b. Fase taking hold, adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.Ibu memiliki perasaan yang
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas
sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara
menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam
nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu .
c. Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan . Ibu sudah
dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan
dirinya sudah meningkat. Pendidikan yang kita berikan pada fase
sebelumnya akan bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga masih
sangat diperlukan ibu.Suami dan keluarga dapat membantu dalam merawat
bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani .
5. Komplikasi Masa Nifas
a. Penyakit kardiovaskular
b. Kondisi medis lain, sering kali mencerminkan penyakit yang sudah ada
sebelumnya
c. Infeksi atau sepsis
d. Pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan ( hemorrhage )
e. Kardiomiopati
f. Penyumbatan di salah satu arteri pulmonalis di paru - paru yang sering
disebabkan oleh gumpalan darah yang mengalir ke paru - paru dari kaki
( emboli paru trombotik )
g. Stroke
h. Hipertensi pada kehamilan
i. Eemboli cairan ketuban
j. Komplikasi anestesi

B. Konsep Dasar SC (Sectio Caesarea)


1. Pengertian SC (Sectio Caesarea)
Sectio caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding
abdomen ( laparatomi ) dan dinding uterus ( histerektomi ) ( Rahim dkk., 2019 ).
Sectio Ceasarea adalah suatu persalinan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi buatan , pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram ( Nurfitriani, 2017 ). Tindakan
Sectio caesarea SC merupakan salah satu alternatif bagi seorang wanita dalam
memilih proses persalinan di samping adanya indikasi medis dan indikasi non
medis , tindakan SC akan memutuskan kontinuitas atau persambungan jaringan
karena insisi yang akan mengeluarakan reseptor nyeri sehingga pasien akan
merasakan nyeri terutama setelah efek anastesi habis ( Metasari dan Sianipar,
2018 ).
2. Jenis-jenis Seksio Saesarea
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa  banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh
lebih sempurna.
b. Sectio caesaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang
pada segmen atas uterus.
c. Sectio caesaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi  pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesaria hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan histeroktomi dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat (Oswari, 2015)
3. Indikasi Seksio Sesarea
Pelaksanaan sectio secarea dapat dilakukan apabila kelahiran dilakukan melalui
vagina dimungkinkan dapat membawa risiko pada ibu dan janin . Indikasi untuk
sectio secarea antara lain meliputi ( Subekti, 2018 ) :
a. Indikasi sectio secaria elektif
Dilakukan kalau sebelumnya sudah diperkirakan bahwa pelahiran per
vaginam yang nomal tidak cocok atau tidak aman . Pelahiran dengan sectio
secarea dilakukan untuk :
1) Plasenta previa
2) Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi
3) Riwayat obsetrik yang jelek
4) Disproporsi sefalopelvik
5) Infeksi herpesvirus tipe II
6) Riwayat sectio secaria
7) Diabetes
8) Presentasi bokong
9) Penyakit atau kelainan yang berat pada janin
b. Indikasi darurat
Pelahiran dengan sectio secarea dilakukan untuk :
1) Induksi persalinan yang gagal
2) Kegagalan dalam kemajuan persalinan
3) Penyakit fetal atau maternal
4) Persalinan macet
5) Pre eklamsia berat
6) Prolapsus funikuli
7) Perdarahan hebat dalam persalinan
8) Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan
4. Klasifikasi
Klasifikasi seksio caesarea :
a. Seksio sesarea primer : dari semula telah direncanakan bahwa janin akan
dilhirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa,
misalnya pada panggul sempit.
b. Seksio sesarea sekunder : dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu
kelahiran biasa, bila tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio
sesarea.
c. Seksio sesarea ulang : ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea
dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio sesarea postmorterm : seksio sesarea yang dilakukan segera pada
ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih
hidup. (Nursalam, 2008)
5. Komplikasi pasca SC
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi SC :
a. Perdarahan : Perdarahan post partum yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir termasuk solusio plasenta
( Wahyuningsih, 2019 ) . Penyebab perdarahan pada tindakan operasi adalah
atonia uteri ( sumber perdarahan berasal dari implantasi plasenta ), robekan
jalan lahir ( rupture uteri, robekan serviks , robekan vagina, robekan perineum,
dapat menimbulkan terjadi perdarahan ringan sampai berat, perdarahan karena
mola hidatidosa / karsinoma, gangguan pembekuan darah, kematian janin
dalam rahim melebihi 6 minggu. pada solusio plasenta, dan emboli air ketuban
. Retensio plasenta adalah gangguan pelepasan plasenta menimbulkan
perdarahan dari tempat implantasi plasenta .
b. Infeksi puerperal ( Nifas ) : Ringan ( dengan kenaikan suhu beberapa hari saja,
Sedang ( dengan kenaikan suhu yang lebih tingg, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung ), dan Berat ( dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
Sering dijumpai pada partus terlantar sebelum timbul infeksi nifas, yakni telah
terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama )
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonitasalisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang
6. Penatalaksanaan pasien post SC
a. Posisis tidur pasien
1) Pasien dibaringkan miringdidalam kamar pulih dengan pemantauan ketat :
tensi, nadi, suhu, pernapasan tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya tiap jam.
2) Pasien tidur dengan muka kesamping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas terbebas.
3) Tungkai bagian atas dalam posisi refleksi
b. Mobilisasi
Pasien telah dapat menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya
sedikit, kemudian dapat duduk pada jam ke 8-12, ibu dapat berjalan bila
mampu pada 24 jam pasca bedah bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
c. Makan dan minum
1) Setelah diperiksa peristaltik pada 6 jam pasca bedah, bila positif maka
dapat diberikan minum hangat sedikit dan kemudian lebih banyak
terutama bila mengalami anesthesispinal dan pasien tidak muntah.
2) Pasien dapat makan lunak atau biasa pada hari pertama, infus dapat
diangkat 24jam pasca bedah, bila pasien telah flatus maka pasien dapat
makan.
3) Kateter dapat dicabut 12 jam pasca bedah.
d. Perawatan luka
1) Kasa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah da berdarah
harus dibuka dan diganti. Umumnya kasa perut dapat diganti pada hari ke
3 sampai 4 sebelum pulang dan seterusnya pasien mengganti setiap hari,
luka dapat diberikan salep betadine sedikit.
2) Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasca bedah.
3) Perawatan gabung pasien dapat dirawat gabung dengan bayi dan memberi
ASI dalam posisi tidur atau duduk.
e. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeririksaan lab yang diperlukan adalah HB dan HT, biasanya akan
terdapat penurunan HB 2 persen.
2) Bila HB dibawah 8 persen dipertimbangkan untuk tranfusi.
f. Pengangkatan kateter.
1) Kateter dibuka 12-24 jam pasca bedah, bila terdapat hematuria maka
pengangkatan dapat ditunda.
2) Kateter akan tetap dipertahankan bila : repture uteri, partus lama, edema
perineal, sepsis,perdarahan.
g. Memulangkan pasien.
1) Perawatan 3-4 hari kiranya cukup untuk pasien. Berikan instruksi
mengenai perawatan luka dan keterangan tertulis mengenai teknik.
2) Pasien diminta datang untuk ditindaklanjuti mengenai perawatan 7 hari
setelah pulang. Psien dapat mandi setelah hari ke 5 dengan mengeringkan
luka dan merawat luka pada biasanya.
3) Pasien dim
4) minta segera datang bila terdapat perdarahan, demam dan nyeri perut
berlebihan. (Jones, 2012)

C. Konsep Dasar Induksi Gagal


1. Definisi
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran
(dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara
ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim
secara normal. Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk
merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi perssalinan(MansjoerA,2000)
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau
sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Israr,
2009)
2. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena
a. Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari
sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi
waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan
lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan :
1) Pertumbuhan janin makin melambat.
2) Terjadi perubahan metabolisme janin.
3) Air ketuban berkurang dan makin kental.
4) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
b. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali
dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering
menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan
pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan
perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan
well health mother dapat tercapai.
c. Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena
infeksi serius, atau menderita diabetes.
d. Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat
komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita
sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi
diabetik sebelumnya. Meliputi:
1) borsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada
saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
2) Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan
eklamsi.
3) Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini
bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi
insulin dan ketoasidosis.
4) Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek
diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi
insulin meningkat.
5) Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi,
mengakibatkan cacat bawaan.
e. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga
akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
f. Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan
(ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir
vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini
infeksi setelah ketuban ruptur. Mempunyai riwayat hipertensi.
g. Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana
terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan
dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi
sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut
dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan
dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
1) Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki
tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit
vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan
proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa
kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir.
Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah
otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental
dan tingkat kesadaran.
2) Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai
tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa
didahului ganguan neurologis.
3) Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa
hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau
hipertensi kronis lainnya
4) Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada
sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20
minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu
pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akfibat induksi
mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga
mengakibatkan nyeri.Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya
induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani.
Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter
akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesarea

4. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi indikasi adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian
janin, ketuban pecah dini.Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitif terhadap rangsangan.Pada kehamilan lewat waktu terjadi
sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim.Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan
lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi
plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar
estriol dan plasental laktogen.
5. Indikasi
1. Indikasi Janin
a) Kehamilan lewat waktu
b) Ketuban pecah dini
c) Janin mati
2. Indikasi ibu
a) Kehamilan lewat waktu
b) Kehamilan dengan hipertensi
3. Indikasi kontra drip induksi
a) Disproporsi sefalopelvik
b) Insufisiensi plasenta
c) Malposisi dan malpresentasi
d) Plasenta previa
e) Gemelli
f) Distensi rahim yang berlebihan
g) Grande multipara
h) Cacat rahim
4. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah
kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi
intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
5. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi
rasa sakit atau masalah masalah lain yang membahayakan nyawa
ibu.Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas),
inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari
lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang
bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi
uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya:
kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia
berat.
6. Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu
memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat–syarat di penuhi.
Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal
ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk
melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan
perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.
7. Penatalaksanaan Induksi Persalinan
Induksi persalinan terbagi atas:
A. Secara Medis
1) Infus oksitosin
Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin, agar infuse oksitosin berhasil
dalm menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada
ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a) Kehamilan aterm
b) Ukuran panggul normal
c) Tidak ada CPD
d) Janin dalam presentasi kepala
e) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah
mulai membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai
score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi
persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
2) Prostaglandin
Pemberian Prostaladin Prostagladin dapat merangsang otok – otot
polos termsuk juga otot-otot rahim.Prostagladin yang spesifik untuk
merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.Untuk induksi
persalinan dapat diberikan secara intravena, oral.Pada kehamilan
aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif.
Phatway
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan
untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien
dan membuat catatan tentang respon kesehatan pasien. (Ahern, 2014)
a. Identitas atau biodata pasien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama Pada pasien post operasi
pasien biasanya mengeluh nyeri
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
 penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada pasien.
4) Riwayat psikososial
Riwayat pasien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya,
berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah.
b. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan pasien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada pasien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Pola istirahat dan tidur
Pada pasien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan pasien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya pasien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori pasien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif pasien nifas  primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis pasien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri

10) Pola reproduksi dan social


Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan pasien
akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah
partus sehingga aktifitas pasien dibantu oleh keluarganya.
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kaji terkait tingkat kesadaran klien. Kaji tanda- tanda vital
( tekanan darah, suhu, nadi, dan RR
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae serta ditemukan adanya kolustrum
7) Abdomen
Terdapat bekas jahitan luka SC, TFU (normalya berada di midline, 2cm
dibawah umbilikus), diastasis rectus abdomicus (palpasi bagian abdomen
untuk merasakan pemiahan antara kedua sisi otot perut ketika
menundukkan kepala), kaji masih ada tidaknya kontraksi uterus.
8) Genitalia
Kaji lochea, merupakan cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina
dalam masa nifas, sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman
penyakit berkembang biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah
dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk. Lochea
dibagi dalam beberapa jenis :
- Lochia rubra : Pada hari 1-2 berwarna merah, berisi lapisan
decidua, sisa - sisa chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks
caseosa sel darah merah .
- Lochia sanguinolenta : Dikeluarkan hari ke 3 - 7 warna merah
kecoklatan bercampur lendir, banyak serum selaput lendir, leukosit,
dan kuman penyakit yang mati .
- Lochia serosa : Dikeluarkan hari ke 7-10, setelah satu minggu
berwarna agak kuning cair dan tidak berdarah lagi. Lochia alba :
Setelah 2 minggu, berwarna putih jemih, berisi selaput lendir,
mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman
penyakit yang telah mati .
9) Anus
Kadang-kadang pada pasien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Muskulis skeletal
Pada pasien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya
luka episiotomy

6. Diagnosa
no SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Observasi
 Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non
verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan mempringan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
kompres hangat/dingin
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategismeredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Bersihan Jalan
Nafas tidak
efektif
3 Konstipasi Observasi
 Identifikasi masalah usus dan
penggunaan obat pencahar
 Identifikasi pengobatan yang
berefek pada kondisi
gastrointestinal
 Monitor buang air besar (mis.
warna, frekuensi, konsistensi,
volume)\
 Monitor tanda dan gejala
diare, konstipasi, atau impaksi
Terapeutik
 Berikan air hangat setelah
makan
 Jadwalkan waktu defekasi
bersama pasien
 Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
 Anjurkan mencatat wama,
frekuensi, konsistensi, volume
feses
 Anjurkan meningkatkan
aktifitas fisik, sesuai toleransi
 Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu.
4 Gangguan
Eliminasi Urin
5 Resiko Infeksi Observasi
 Monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada
area edema
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, R. &. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Ardhiyanti, Y. Dan S. Susanti. (2016). Faktor Ibu Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Persalinan Lama Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas.
3(2):83-87

Desfanita, Miraswati, Dan Arneliwati. (2015). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Post
Partum Blues. JOM. 2(2)

Fatmawati. (2017). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama Di
Puskesmas Jumpadang Baru Makasar Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia. 1(1);27-36

Fitria, N Puspitsari, A.(2015). Hubungan Dan Faktor Risiko Partus Lama Riwayat
Perdarahan Post Partum Dan Berat Bayi Lahir Besar Dengan Kejadian Perdarahan
Post Partum. Jurnal Biometrika Dan Kependudukan. 4(2):118-124

Jones. (2012). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Kirana, Y. (2015). Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post
Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1):25-37

Macmudah. (2015). Gangguan Psikologis Pada Ibu Post Partum, Post Partum Blues. Jurnal
Keperawatan Maternitas. 3(2):118-125

Metasari, D. Dan B. K. Sianipar. (2018). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan


Nyeri Post Operasi Sectio Caesarea Di Rs. Rafflesia Bengkulu. Jurnal Of Nursing
And Public Health. 6(1):1-7

Nurfitriani. (2017). Pengetahuan Dan Motifasi ibu Post Sectio Caesarea Dalam Mobilisasi
Dini. Jurnal Psikologi Jambi. 2(2):2528-2735

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nystedt, A. Dan I. Hildingson. (2014). Diverse Definition Prolonged Labour And Its
Consequences With Sometimes Subsequent Inappropirate Treatment. BMC Pregnancy
And Childbirth. 14(1):1-11

Oswari. (2015). Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Gaya Baru.

PPNI. (2016). Standar Dianosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator Doagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Qonitu, U. Dan S. Nur Fadilah. (2019). Faktor - Faktor Yang Melatarbelakangi Kejadian
Partus Lama Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. R. Koesma Tuban. Jurnal Kesehatan Dr.
Soebandi. 7(1):51-57

Rahim, W. A., S. Rumpas, Dan V. D. Kallo. (2019). Hubungan Antar Pengetahuan


Perawatan Luka Pasca Bedah Sectio Caesarea (Sc) Dengan tingkat Kemandirian
Pasien Di ruang Instalasi Rawat Inap Kebidanan Dan Kandungan Rumah Sakit
Bhayangkara Manado. Jurnal Keperawatan. 7(1)

Santi, D. R. Dan E. T. Pribadi. (2018). Prolonged Labor Incidences: Passage-passenger


Factors Analyzed (Descriptive Study In RSUD Dr. Koesma Tuban). International
Conference On Sustainable Health Promotion 2018. 2018. 10-14

Subekti, S. W. (2018). Indikasi Persalinan Sectio Caesarea. Jurnal Biometrika Dan


Kependidikan. 7(1):11-19

Wahyuningsih, S. (2019a). Buku Keperawatan Maternitas. Bondowoso: KHD Production.

Wahyuningsih, S. (2019b). Asuhan Keperawatan Post Partum. Yogyakarta: Penerbit


Deepublish

Wijayanti, W. (2015). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Lama Di


Rspad Gatot Soebroto. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 7(2):154-164.

Yusmaharani. (2019). Hubungan Paritas Dan Usia Ibu bersalin Dengan Kejadian Partus
Lama. Jomis (Journal Of Midwifery Science). 9(1):12-17.

Anda mungkin juga menyukai