oleh
Laely Anggraeni, S.Kep.
NIM 182311101038
2. Etiologi
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita
epidural hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran
sampai koma secara mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2
hari, adanya suatu keadaan “lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya
trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran
penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi
semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi
pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung
(rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan
cepat kemudian irregular, suhu meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan
papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan garis
fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau
salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2013).
4. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka
atau trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada
pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini
berada diantara durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri
menyebabkan perdarahan yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus
mendesak durameter, maka darah akan memotong atau menjauhkan daerah
durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan
hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus temporal ke
dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan
efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi
menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla
oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya
kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf
sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf
yang ada diotak (Japardi, 2015 dan Mcphee et al, 2014).
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
batang otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
a. Pengkajian
f) Alamat
g) Pekerjaan
h) Status perkawinan
2. Riwayat kesehatan:
a) Diagnosa medis,
b) Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah
kecelakaan, dapat menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran
secara mendadak) ketika EDH tidak ditangani dengan segera.
b) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
c) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia,takikardia yang diselingi dengan bradikardia,disritmia).
d) Brain
mengunyah
5) Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
6) Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan
7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
dalam membuka mulut
8) Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi
9. Diagnosa
reseptor nyeri
4) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret 5) Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
6) Resiko kerusakan integritas kulit berhubuingan dengan imobilisasi dalam waktu
yang lama
7) Mual berhubungan dengan distres pada lambung
Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)
7. Mengurangi kecemasan
keluarga
8. Membantu mempercepat
kesembuhan klien
keluarga
7. Membantu penyembuhan
klien
suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk sputum
sianosis dan dyspneu (mampu memfasilitasi suksion nasotrakeal 3. Informed consent tindakan
mengeluarkan sputum, mampu 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan 4. Menampung O2 sebagai
bernafas dengan mudah, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah cadangan
pursed lips) kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 5. O2 masih ada untuk
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 8. Monitor status oksigen pasien pernapasan
(klien tidak merasa tercekik, irama 9. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien 6. Mencegah infeksi
nafas, frekuensi pernafasan dalam menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. 7. Memberikan waktu pasien
rentang normal, tidak ada suara nafas Airway Management untuk istirahat
abnormal) 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw 8. Mengetahui status oksigen
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab nyaman untuk ventilasi
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
3. Mengetahui status respirasi
12. Monitor respirasi dan status O2
pasien adekuat atau tidak
4. Membantu jalan napas
supaya paten
5. Membantu mengeluarkan
sputum
6. Mencegah penumpukan
sputum didalam paru
7. Mengetahui adanya suara
tambahan
8. Mencegah jalan napas tidak
buntu
9. Vasodilatasi paru
kurang dari Kriteria Hasil : lambung setiap akan memberikan makanan pasien
kebutuhan tubuh 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat 2. Untuk mencegah terjadinya
berhubungan dengan dengan tujuan 3. Catat makanan yang masuk regurgitasi dan aspirasi
penurunan kesadaran 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Kaji cairan gaster, muntahan 3. Mengetahui jumlah intake
terputusnya
- Pain control a. Kaji karakteristik pasien secara PQRST pasien dan menjadi data
kontinuitas jaringan
- Comfort level b. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri misalnya dasar untuk intervensi dan
Kriteria hasil: pengaturan posisi fisiologis monitoring keberhasilan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu c. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan distraksi intervensi
penyebab nyeri, mampu menggunakan pada saat rasa nyeri datang (jika pasien sadar dan b. Meningkatkan rasa nyaman
teknik nonfarmakologi untuk kooperatif) dengan mengurangi sensasi
mengurangi nyeri) d. Beri manajemen sentuhan berupa pemijatan ringat pada tekan pada area yang sakit
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang area sekitar nyeri c. Hipoksemia lokal dapat
dengan menggunakan manajemen nyeri e. Kolaborasi dengan pemberian analgesik secara periodik menyebabkan rasa nyeri dan
c. Mampu mengenali nyeri (skala, peningkatan suplai oksigen
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) pada area nyeri dapat
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri membantu menurunkan rasa
berkurang nyeri
d. Meningkatkan respon aliran
darah pada area nyeri dan
merupakan salah satu
metode pengalihan perhatian
e. Mempertahankan kadar obat
dan menghindari puncak
periode nyeri
2. Tipe Ventilator
a. Ventilator Volume-Konstan
Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya kepada
pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah silinder atau
peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk
memberi ventilasi yang diperlukan. Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi
dapat dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus. Oksigen dapat
ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah pelembab
dimasukkan dalam sirkuit. Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan
dapat diandalkan yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak
digunakan dalam anestesia. Alat ini memiliki keuntungan dapat mengetahui
volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi perubahan sifat elastik
C. Ventilator Tangki
Ventilator tipe (1) dan (2) adalah ventilator tekanan-positif karena memberi
tekanan positif ke jalan napas. Sebaliknya, respirator tangki memberi tekanan
negatif (kurang dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali kepala.
Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang
dihubungkan dengan pompa bervolume besar, bertekanan rendah yang
mengendalikan siklus pernapasan. Ventilator tangki tdak lagi digunakan
3. Pola Ventilasi
Pada pasien ARDS, perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat
dicapai dengan mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada
akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H 2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi,
tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup khusus
tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP adalah alat ini
memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan sehingga
mengurangi risiko toksisitas oksigen. Beberapa mekanisme mungkin berperan
pada peningkatan PO arterial yang dihasilkan dari PEEP. Tekanan positif
meningkatkan FRC, yang tipikalnya kecil pada pasien ini karena
pengingkatan rekoil elastik paru. Volume paru yang kecil menyebaban
penutupan jalan napas dan ventilasi intermiten (atau tidak ada ventilasi sama
sekali) di beberapadaerah, terutama di daerah dependen, dan absorpsi
atelektasis. PEEP cenderung membalikkan perubahan ini. Pasien dengan
edema jalannapasnya juga mendapat keuntungan, mungkin karena cairan
bregeser kedalam jalan napas perifer kecil atau alveoli, memungkinkan
beberapa daerah paru diventilasi ulang.
6. Pengaturan Ventilasi Mekanik ( Setting)