Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

COR (CEDERA OTAK RINGAN)

DISUSUN OLEH:

SITI HAFIFAH NUR ALISA

213210096

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKHNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan


teoritis kasus kelolaan individu Stase Keperawatan Medikal Bedah(KMB) dengan
diagnosa CEDERA OTAK RINGAN di Ruang YUDHISTIRA RSUD JOMBANG
untuk memenuhi tugas individu Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Semester IV
Institut Teknologi Sains dan Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Disetujui Pada :

Hari / Tanggal :

Jombang, Juni 2023

Mahasiswa

(…………………)

Pembimbing Klinik
Pembimbing Akademik

(…………………..)
(…………………..)

Kepala Ruang

(…………………)
A.Konsep Teori Penyakit

1. Definisi

Menurut Andriessen, Jacobs, & Vos,2010;Atci et al.,2015 pada (Sinurya & dkk,
2020) cedera kepala adalah suatu cedera pada jaringan scalp, tulang tengkorak, atau
jaringan otak. Trauma kepala dapat dibagi menjadi trauma kepala ringan, sedang dan
berat
2. Etiologi

Menurut Krisanty,dkk(2014) pada (Sinurya & dkk, 2020), penyebab cedera


kepala dibagi menjadi :
a. Trauma Tajam

Trauma akibat benda tajam dapat mengakibatkan cedera setempat atau cedera
lokal. Kerusakan lokal yaitu hemtom serebral, kontusio serebral dan kerusakan
otak sekunder yang diakibatkan perluasan masa lesi,pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma Tumpul

Trauma akibat benda tumpul dapat mengakibatkan cedera menyeluruh (difusi).

3. Patofisiologi
Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam dan benda tumpul atau kecelakaan
dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer merupakan cedera otak
yang terjadi cepat setelah trauma. Cedera kepala primer dapat mengakibatkan
kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut dan menjadi cedera
kepala sekunder.
Akibat trauma terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga
menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran darah ke otak
mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi perfusi dan
gangguan metabolisme otak. Peningkatan rangsangan simpatis mengakibatkan
peningkatan teknan darah dan peningkatan tekanan
vaskuler sistematik.

Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal menyebabkan


peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler.
Trauma kepala dapat mengakibatkan edema dan hematoma pada serebral
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya pasien
akan mengeluh pusing dan nyeri hebat pada daerah kepala.

Pathway
Trauma kepala

Tulang kranial Jaringan otak


Ekstra kranial

Terputusnya
Terputusnya Jaringan otak
kontunitas
kontunitas jaringan rusak, kontatio
jaringan tulang
otot kulit laserasi

Perubahan
Perdarahan dan Gangguan Resiko proteregulasi
hematoma suplai darah infeksi
kejang

↑TIK iskemia hipoksia


Penurunan
kesadaran
Peregangan Resiko
doramen dan ketidakefektifan
pembyluh darah perfusi jaringan
Bedrest Akumulasi
otak
total
Kompresi Bersihan jala
Nyeri batang otak napas tidak
akut efektif
Risiko Gangguan
gangguan mobilitas
integritas fisik Resiko asp
kulit

Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala (Mawarni, 2020)

4. Manifestasi Klinis
Pada (Sinurya & dkk, 2020) cedera kepala dapat mengakibatkan gejala jangka
panjang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional, dan fisik. Gejala ini
disebut dengan gangguan pasca gegar otak
a. Peningkatan TIK , manifestasi sebagai berikut

1) Trias TIK , penurunan tingkat kesadaran, muntah proyektil dan papil


edema.
2) Penurunan fungsi neurologis, yaitu perubahan bicara, perubahan reaksi
pupil, dan perubahan sensorik motorik.
3) Mual , pandangan kabur dan sakit kepala.

b. Fraktur tengkorak, manifestasi sebagai berikut


1) CSF atau darah mengalir dari hidung dan telinga.
2) Perdarahan dibelakang membran timpani.
3) Perdarahan di hidung.
4) Periobital ekhimiosis.
5) Memar di daerah mastoid (battle’s sign).

c. Komosio serebri, manifestasi sebagai berikut

1) Sakit kepala – pusing.

2) Retrograde amnesia.

3) Tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit.

d. Kontosio serebri, manifestasi

1) Peningkatan TIK.

2) Terjadi pada trauma berat, termasuk fraktur servikalis.

3) Kontusio batang otak.

4) Tanda dan gejala herniasi otak.

Tanda-tanda vital sebaiknya diukur secara teratur karena memberikan


petunjuk adanya perkembangan syok dan peningkatan TIK.

5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien cedera kepala menurut

(Sinurya & dkk, 2020) adalah :

a. Serum elektrolit dan urea.

b. Serum glukosa.

c. FBC termasuk trombosit.

d. Status koagulasi; INR,PT, actived PTT.


e. Skrining toksikologi jika terdapat indikasi, dan tingkat alkohol.

f. Analisa urin

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada cedera kepala menurut (Sinurya & dkk,

2020) :

a. CT Scan

Berdasarkan gambaran CT Scan kepala dapat diketahui adanya gambaran


tidak normal yang sering menyertai pasien cedera kepala.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kelainan yang tidak terlihat pada CT Scan dapat dilihat dengan MRI.

c. Electroencephalogram (EEG)

EEG adalah peran yang paling berguna pada cedera kepala untuk
membantu dalam diagnosis status epileptikus non konvlusif.
7. Penatalaksanaa Medis

Penatalaksanaan medis pasien dengan cedera kepala pada ( Christian,

2021) meliputi :

a. Non pembedahan

Penatalaksanaan medis non pembedahan meliputi glukortikoid


(dexamethazone) untuk mengurangi edema, diuretic osmotic (manitol)
diberikan melalui jarum dengan filter untuk mengeluarkan kristal- kristal
mikroskopis, diuretic loop (misalnya furosimide) untuk mengatasi
peningkatan tekanan intracranial, obat paralitik (pancuonium) digunakan
jika klien dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau
agitasi peningkatan tekanan intracranial.
b. Pembedahan

Penatalaksnaan medis pembedahan kraniotomi diindikasikan untuk


mengatasi subdural atau epidural hematoma, mengatasi peningkatan
tekanan intracranial yang tidak terkontrol, mengobati hidrosefalus.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien cedera kepala yaitu, cedera otak
sekunder akibat hipotensi dan hipoksia, edema serebral, peningkatan
TIK, herniasi jaringan otak, infeksi, hidrosefalus. (Sinurya & dkk, 2020)

B. Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang


sistematis dan rasional. Metode pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan
sistematis, berfokus pada respon yang unik pada individu terhadap masalah kesehatan
yang aktual dan potensial. (Suarni &
Apriyani, 2017)

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan


sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap dan akurat, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu. (Suarni &
Apriyani, 2017)
Pengkajian awal pada pasien gawat darurat yaitu pengkajian primer terdiri atas
komponen pengkajia primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability .Airway
dengan cara (periksa kepatenan jalan nafas: benda asing, darah, muntahan, permen karet
gigi ,gigi palsu ,lidah yang jatuh ke belakang ,periksa vokalisasi, periksa adanya suara
nafas abnormal stridor ,snoring, gurgling,jika pasien tidak sadar selalu dicurigai adanya
fraktur spinal cervical dan jangan lakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan
tidak ada kerusakan, gunakan Chin lift atau jawthrust secara manual untuk membuka
jalan nafas).
Breathing (Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, observasi untuk
ekspansi bilateral dada,auskultasi bunyi nafas dan catat adanya crakles, wheezing, ada
atau tidaknya bunyi nafas).Circulation dengan cara memeriksa denyut nadi, catat irama
dan ritmenya serta warna kulit.kaji nadi karotis,kaji tekanan darah, periksa pengisian
kapiler, warna kulit dan suhu tubuh serta adanya diforesis, periksa gangguan irama
jantung dengan dan tanpa EKG. Disability atau penilaian tingkat kesadaran
menggunakan. A untuk alert (pasien sadar), V adalah Responsive to voice (sadar jika
dipanggil), P adalah Responsive to pain (sadar jika diberi rangsangan nyeri), sedangkan
U adalah Unresponsive (pasien tidak sadar, perlu bantuan dan bukan jalan nafas). Cek
pupil, ukuran, dan reaksi terhadap cahaya (AVPU). (V.B.Aty, Gonsalves, & Blasius,
2021)
1. Identitas
Melakukan pengkajian identitas pasien yang berisikan nama, usia, jenis kelamin,
agama, pendidikan,pekerjaan, diagnosam medis, tanggal masuk rumah sakit, dan
alamat. Selain identitas pasien, identitas penanggung jawab juga dikaji seperti nama,
umur, pekerjaan, pendidikan, dan hubungan dengan pasien. (Jainurakhma, Hariyanto,
& dkk, 2021)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan utama pasien datang ke igd tergantung seberapa
jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin,
2008)
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor penting bagi petugas kesehatan
Pada saat penegakan diagnosa atau menentukan kebutuhan pasien. Kaji kapan
Cedera terjadi dan penyebab cedera. (Jainurakhma, Hariyanto, & dkk, 2021)
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan adalah adanya riwayat cedera kepala
sebelumnya, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-
obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif , dan konsumsi alkohol
berlebihan. (Muttaqin, 2008)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Melakukan pengkajian adanya anggota keluarga terdahulu yang menderita
hipertensi dan diabetes melitus. (Muttaqin, 2008)
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian fokus
ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat CKB. Keadaan umum (Muttaqin,
2008) pada keadaan CKB umumnya mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.
a. B1 (BREATHING)
Perubahan pada sistem pernapasan tergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis pasien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan perubahan
karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tulang
belakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan
fisik dari sistem ini akan diperoleh hasil sebagai berikut inspeksi umum diperoleh
klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas.
b. B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler diperoleh renjatan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada klien CKB. Dari hasil pemeriksaan diperoleh tekanan darah
menurun nadi bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat
meningkatkan hormon antidiuretik yang berakibat pada kompensasi tubuh.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian ini terdiri dari tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan
pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran tingkat keterjagaan pasien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persyarafan. Pengkajian fungsi serebral status mental observasi penampilan, tingkah
laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik pasien Pengkajian sistem motorik
inspeksi umum diperoleh kelumpuhan pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis,
dan paraplegia. Pengkajian sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien CKB sesuai
dengan segmen yang mengalami gangguan.
d. B4 (BLADDER)
Kaji kondisi urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
e. B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering diperoleh adanya ileus paralitik,
dimana klinis diperoleh hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal
ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa
hari hingga beberapa minggu.
f. B6 (BONE)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi
saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling umum merupakan
kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Lakukan pengkajian
warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit.

1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alami baik yang
berlangsung actual maupun potensial. (PPNI, 2016)
Menurut (Muttaqin, 2008) diagnosa keperawatan yang sering muncul pada cedera
kepala adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi.
5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang tertahan.

2. Rencana Keperawatan
Tahapan dalam perencanaan keperawatan merupakan perawat merumuskan
rencana keperawatan, serta perawat menggunakan pengetahuan dan alasan dalam
mengembangkan hasil yang diharapkan untuk mengevaluasi asuhan keperawatan
yang diberikan (Suarni &
Apriyani, 2017). Table 2.2

Rencana Keperawatan Pasien CKB bersumber SLKI dan SIKI


No Diagnose SLKI SIKI
Keperawatan
1 2 3 4
1 Resiko perfusi Perfusi serebral Manajemen peningkatan
serebral tidak (L.02014) tekanan intrakranial
efektif b.d 1. Tingkat kesadaran (I.06194)
cedera meningkat Observasi
kepala d.d 2. Tekanan intra 1. identifikasi penyebab
penurunan kranial membaik tekanan intrakranial
kesadaran . 3. Sakit kepala 2. Monitor tanda dan
menurun gejala peningkatan
4. Gelisah menurun TIK
3. Monitor status
pernapasan
Teraupetik
4. Berikan posisi semi
fowler
5. Hindari maneuver
valsava.
6. Pertahankan
suhu tubuh
normal
7. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
2. Bersihan Jalan Bersihan jalan napas Manajemen Jalan Napas
Napas Tidak (L.01001) (I.01011)
Efektif b.d Kriteria Hasil: Observasi
hipersekresi 1. Produksi sputum 1. Monitor pola napas
jalan napas menurun. 2. Monitor bunyi napas
d.d sputum 2. Dyspnea tambahan
berlebih menurun. Teraupetik
3. Frekuensi napas 3. Pertahankan
membaik. kepatenan jalan napas
4. Pola napas 4. Berikan posisi semi
membaik. fowler atau flower

5. Lakukan penghisapan
lendir.
6. Berikan oksigen
sesuai kebutuhan.

3. Pola napas Pola napas (l.01004) Pemantauan respirasi


tidak efektif Kriteria Hasil: (I.01014)
b.d hambatan 1. dipsnea Observasi
upaya napas menurun. 1. Monitor frekuensi
d.d 2. Penggunaan napas, irama,
penggunaan otot bantu kedalaman dan
tot bantu napas upaya napas.
pernapasan. menurun. 2. Monitor
3. Frekuensi adanya sputum.
napas 3. Monitor
membaik. saturasi oksigen.
Teraupetik
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

3. Implementasi

Dalam pelaksanaanya ada tiga jenis implementasi keperawatan menurut


(Suarni & Apriyani, 2017), yaitu :
a. Implementasi dependent

Merupakan implementasi yang dilakukan sendiri oleh perawat untuk


membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan.
Misalnya: membantu dalam memenuhi ADL, memberikan perawatan diri,
mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan
dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan

psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.

b. Implementasi interdependent

Merupakan tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim


keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya
dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, dan
lain-lain.

c. Implementasi independent

Merupakan tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,


seperti ahli gizi, fisioterapi, psikologi dan sebagainya.Misalnya dalam hal:
pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli
gizi.
4. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan


keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Suarni & Apriyani,
2017)
DAFTAR PUSTAKA

Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta : EGC

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria

Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.

Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai