Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“Cidera Kepala”

Di susun oleh
Nama : Shizuoka Aryoni
Nim : 820163092
Prodi : S1 - Ilmu Keperawatan
Kelas : 3-A
Semester : 6 (enam)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2018/2019
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus
A. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan . Kasan (2010) mengatakan cidera
kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cidera kepala menurut Suriadi & Rita (2011) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan
menurut Satya (2009), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan
otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah
serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma
tembus.

B. ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (2010) mendiskripsikan bahwa penyebab
cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2
faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan
pada saat olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.

C. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

D. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 -
60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan
akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi.
Menurut Long (2009) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka.
Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu
bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera
akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan
menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus
oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera
deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan
deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi,
pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada
batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (2009). trauma pada kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi
tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika
sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan
pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural,
subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada
sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi
hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi
otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K
(Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan
muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 2010).
E. PATHWAY

Kecelakaan, jatuh

CEDERA KEPALA

Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
vaskuler tulang

Penurunan Perubahan
Kapasitas outoregulasi
Adaptif -Perdarahan Gangguan Resti
Intrakranial -Hematoma suplai darah infeksi
Kejang

Peningkatan Iskemia
TIK Resti Penurunan
Hipoksia injuri kesadaran

Peregangan Kompresi
duramen dan batang otak Risiko
Perubahan Bedrest Akumulasi
pembuluh total cairan
darah perfusi
jaringan
serebral
Nyeri Bersihan
jalan napas
tidak
Resti gangguan efektif
integritas kulit
Gangguan
mobilisasi
fisik
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen,
sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan,
kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks
cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
1 VERBAL
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
2 MOTORIK 6 Dengan perintah
1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka 2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
mata (EYE) 4 Spontan

c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di
medula oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resti injury b.d kejang.
h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
a. Setelah dilakukan 1. - Ronki, mengi
asuhan keperawatan napas menunjukan aktivitas
selama 3X24 jam, sekret yang dapat
diharapkan klien dapat menimbulkan
mempertahanakan penggunaan otot-otot
patensi napas dengan asesoris dan
kriteria hasil : meningkatkan kerja
a. Bun pernapasan.
yi napas vesikuler
- Membantu
b. Tida 2.
memaksimalkan
k ada spuntum
ekspansi paru dan
c. Mas
menurunkan upaya
ukan cairan adekuat.
pernapasan.
3. - Pengisapan dan
lendir dengan hati-hati membersihkan jalan
selama 10-15 menit. napas dan akumulasi
Catat sifat-sifat, warna dari sekret. Dilakukan
dan bau sekret. dengan hati-hati untuk
Lakukan bila tidak ada menghindari
retak pada tulang basal terjadinya iritasi
dan robekan dural. saluran dan reflek
vagal.
4. - Posisi semi prone
pronelateral/miring dapat membantu
atau terlentang setiap keluarnya sekret dan
dua jam. mencegah aspirasi.
Mengubah posisi
untuk merangsang
mobilisi sekret dari
saluran pernapasan.
5. - Membantu
cairan sesuai mengencerkan sekret,
kemampuan klien. meningkatkan
pengeluaran sekret.
6. - Meningkatkan
IV dan aerosol sesuai ventilasi dan
indikasi. membuang sekret
serta relaksasi otot
halus/spsponsne
bronkus.
b. Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, - Perubahan dapat
asuhan keperawatan irama dan kedalaman menandakan awitan
selama 3X24 jam, pernapasan. Catat komplikasi pulmo atau
diharapkan klien ketidakteraturan menandakan luasnya
mempunyai pola keterlibatan otak.
pernapasan yang efektif pernapasan. Pernapasan lambat,
dengan kriteria hasil: periode aprea dapat
a. Pola menandakan perlunya
napas nomal (irama ventilasi mekanis.
teratur, RR = 16-24
- Kemampuan
x/menit).
mobilisasi penting
b. Tida 2. Catat kompetensi
reflek GAG dan untuk pemeliharaaan
k ada pernapasan
kemampuan untuk jalan napas.
cuping hidung.
melindungi jalan napas Kehilangan reflek
c. Perg
sendiri. batuk menandakan
erakan dada simetris.
perlunya jalan napas
d. Nila
buatan/intubasi.
i GDA normal.
PH darah = 7,35- - Untuk memudahkan
7,45. 3. Tinggikan kepala ekspansi paru dan
PaO2 = 80-100 tempat tidur sesuai menurunkan adanya
mmHg. indikasi. kemugkinan lidah
PaCO2 = 35-45 jatuh menutupi jalan
mmHg. napas.
HCO3- = 22-26 - Mencegah atau
m.Eq/L menurunkan
4. Anjurkan kllien untuk
bernapas dalam dan atelektasis.
batuk efektif.
- Memaksimalkan O2
5. Beri terapi O2 pada darah arteri dan
tambahan. membantu dalam
mencegah hipoksia.
- Menentukan
6. Pantau analisa gas kecukupan
darah, tekanan pernapasan,
oksimetri. keseimbangan asam
basa.
c. Setelah dilakukan 1. Kaji status neurologis - Hasil dari pengkajian
asuhan keperawatan yang berhubungan dapat diketahui secara
selama 3X24 jam, dengan tanda-tanda dini adanya tanda-
diharapkan klien peningkatan TIK, tanda peningkatan
mempunyai perfusi terutama CGS. TIK sehingga dapat
jaringan adekuat dengan menentukn arah
kriteria hasil: tindakan selanjutnya
a. Tingkat kesadaran serta manfaat untuk
normal menentukan lokasi,
(composmetis). perluasan dan
b. TTV Normal. perkembangan
(TD: 120/80 mmHg, keruskan SSP.
suhu: 36,5-37,50C,
- Dapat mendeteksi
Nadi: 80-100 x/menit, 2. Monitor TTV; TD,
denyut nadi, suhu, secara dini tanda-anda
RR: 16-24 x/m)
minimal setiap jam peningkatan TIK,
sampai klien stabil. misalnya hilangnya
autoregulasidapat
mengikuti kerusakan
vaskularisasi selenral
lokal. Napas yang
3. Tingggikan posisi tidak teratur dapat
kepala dengan sudut menunjukkan lokasi
15-45o tanpa bantal adanya gangguan
dan posisi netral. serebral.
- Posisi kepala dengan
sudut 15-45o dari
kaki akan
meningkatkan dan
memperlancar aliran
balik vena kepala
sehingga mengurangi
kongesti cerebrum,
4. Monitor suhu dan atur dan mencegah
suhu lingkungan sesuai penekanan pada saraf
indikasi. Batasi medula spinalis yang
pemakaian selimut dan menambah TIK.
kompres bila de mam. - Deman menandakan
adanya gangguan
hipotalamus:
5. Monitor asupan dan peningkatan
keluaran setiap kebutuhan metabolik
delapan jam sekali. akan meningkatkan
TIK.
- Mencegah kelibahan
cairan yang dapat
6. Berikan O2 tambahan menambah edema
sesuai indikasi. serebri sehingga
terjadi peningkatan
TIK.
- Mengurangi
hipokremia yang
7. Berikan obat-obatan dapat meningkatkan
antiedema seperti vasoditoksi cerebri,
manito, gliserol dan volume darah dan
losix sesuai indikasi. TIK.
- Manitol/gliserol
merupakan cairan
hipertonis yang
berguna untuk
menarik cairan dari
intreseluler dan
ekstraseluler. Lasix
untuk meningkatkan
ekskresi natrium dan
air yang berguna
untuk mengurangi
edema otak.
d. Setelah dilakukan 1. Kaji respon - Informasi yang
asuhan keperawatan sensori terhadap panas penting untuk
selama 3X24 jam, atau dingin, raba atau keamanan kllien ,
diharapkan klien sentuhan. Catat semua sistem sensori
mengalami perubahan perubahan-perubahan dapat terpengaruh
persepsi sensori dengan yang terjadi. dengan adanya
kriteria hasil: perubahan yang
a. Ting melibatkan
kat kesadaran normal. kemampuan untuk
E4 M6V5. menerima dan
b. Fun berespon sesuai
gsi alat-alat indera stimulus.
baik.
c. Klie 2. Kaji persepsi - Hasil pengkajian
klien, baik respon balik dapat
n kooperatif kembali
dan koneksi menginformasikan
dan dapat berorientasi
kemampuan klien susunan fungsi otak
pada orang, waktu
beroerientasi terhadap yang terkena dan
dan tempat.
orang, tempat dan membantu intervensi
waktu. sempurna.
- Merangsang kembali
3. Berikan stimulus kemampuan persepsi-
yang berarti saat sensori.
penurunan kesadaran. - Gangguan persepsi
4. Berikan sensori dan buruknya
keamanan klien keseimbangan dapat
dengan pengamanan meningkatkan resiko
sisi tempat tidur, bantu terjadinya injury.
latihan jalan dan
lindungi dari cidera.
- Pendekatan antar
5. Rujuk pada ahli disiplin dapat
fisioterapi , terapi menciptakan rencana
deuposi, wicara, terapi penatalaksanaan
kognitif. terintregasi yang
berfokus pada
peningkatan evaluasi,
dan fungsi fisik,
kognitif dan
ketrampilan
perseptual.
e. Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat - Informasi akan
asuhan keperawatan nyeri, lokasi, memberikan data
selama 3X24 jam, nyeri intensitas, keluhan dan dasar untuk membantu
berkurang atau durasi. dalam menentukan
terkendali dengan pilihan/keeferktifan
kriteria hasil: 2. Monitor TTV. intervensi.
a. Pela - Perubahan TTV
poran nyeri merupakan indikator
terkontrol. 3. Buat posisi nyeri.
b. Pasi kepala lebih tinggi (15- - Meningkatkan dan
en tenang, tidak 45o). melancarkan aliran
gelisah.
balik darah vena dari
c. Pasi
kepala sehingga dapat
en dapat cukup
mengurangi edema
istirahat.
dan TIK.
4. Ajarkan latihan - Latihan napas dapat
teknik relaksasi seperti membantu pemasukan
latihan napas dalam. O2 kebih banyak ,
terutama untuk
oksigenasi otot.
5. Kurangi stimulus - Respon yang tidak
yang tidak menyenangkan
menyenangkan dari menambah
luas dan berikan ketegagngan saraf dan
tindakan yang mamase akan
menyenangkan seperti mengalihkan
masase. rengsang terhadap
nyeri.
f.. Setelah dilakukan 1. Periksa kembali - Mengiden
asuhan keperawatan kemampuan dan tifikasi kemungkinan
selama 3X24 jam, keadaan secara kerusakan yang terjadi
diharapkan klien fungsional pada secara fungsional dan
mampu melakukan kerusakan yang terjadi mempengaruhi pilihan
aktifitas fisik dan ADL intervensi yang akan
dengan kriteria hasil: dilakukan
a. Klie
2. Kaji tingkat - Seseorang dalam
n mampu pulih
kemampuan mobilitas setiap kategori
kembali pasca akut
dengan skala 0-4 mempunyai resiko
dalam
0: Klien tidak kecelakaan, namun
mempertahankan
bergantung orang lain. dengan kategori nilai
fungsi gerak.
1: Klien butuh sedikit 2-4 menpunyai resiko
b. Tida
bantuan. yang terbesar untuk
k terjadi komplikasi ,
2: Klien butuh bantuan terjadinya bahaya.
seperti dekubitus,
sederhana.
bronkopnemonia
3: Klien butuh bantuan
tromboplebitis dan
atau peralatan yang
kontraktur sendi.
banyak.
c. Ma
4: Klien butuh sangat
mpu
bergantung pada
mempertahankan
orang lain.
keseimbangan fungsi
tubuh.
- Dapat meningkatkan
3. Atur posisi klien dan
sirkulasi seluruh tubuh
ubah posisi secara
dan mencegah adanya
teratur tiap dua jam
tekanan pada organ
sekali bila tidak ada
yang menonjol.
kejang atau setelah
empat jam pertama.
- Mempertahankan
4. Bantu klien melakukan
fungsi sendi dan
gerakan sendi secara
mencegah resiko
teratur.
tromboplebitis.
- Meningkatkan
5. Pertahankan linen tetap
sirkulasi dan
bersih dan bebas
meningkatkan
kerutan
elastisitas kulit dan
menurunkan resiko
terjadinya ekskariasi
kilit
- Mempertahankan
6. Bantu untuk melalukan
mobilisasi dan fungsi
latihan rentang gerak
sendi/posisi normal
aktif/pasif
ekstremitas dan
menurunkan
terjadinya vena statis
- Meningkatkan
7. Anjurkan klien untuk
kesembuhan dan
tetap ikut serta dalam
membentuk kekuatan
pemenuhan kebutuhan
otot
ADL sesuai
kemampuan

g Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda - Mengetah


asuhan keperawatan kejang, waktu ui saat terjadinya
selama 3X24 jam, kejang untuk antisipasi
diharapkan klien tidak 2. Pertahankan - Menurunk
mengalami cedera penghalang tempat an terjadinya trauma
dengan kriteria hasil: tidur terpasang
a. Pern 3. Jauhkan benda-benda - Menurunk
yataan pemahaman yang dapat melukai an terjadinya trauma
faktor yang trlibat klien
dalam kemungkinan 4. Pertahankan agar lidah - Menurunk
cedera. tidak tergigit an terjadinya trauma
b. Men 5. Berikan obat sesuai - Mengend
unjukkan perilaku , dengan indikasi, misal alikan kejang
gaya hidup untuk antikonvulsan
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi dari
cedera
c. Men
gubah lingkungan
sesuai indikasi untuk
meningkatkatkan
keamanan

h Setelah dilakukan 1. Pertahankan - Menurunk


asuhan keperawatan teknik aseptik dan an resiko terjadinya
selama 3X24 jam, teknik cuci tangan infeksi dan
diharapkan klien tidak yang tepat bagi pasien, kontaminasi silang
mengalami infeksi pengunjung maupun
dengan kriteria hasil: staf.
a. Tida 2. Pantau suhu - Peningkat
k ada tanda-tanda secara teratur an suhu merupakan
infeksi, rubor, kalor, salah satu indikator
dolor. terjadinya infeksi
b. Suh 3. Ubah posisi klien - Mencegah
u tubuh 36,5-37,5 oC dengan sering. kerusakan kulit
c. Men Pertahankan linen tetap
capai penyembuhan kering dan bebas dari
tepat waktu kerutan.
d. Ber 4. Batasi/hindari - Menurunk
partisipasi dalam prosedur invansif an resiko kontaminasi
intervensi dalam 5. Beri antibiotik - Mengiden
pencegahan infeksi sesuai indikasi tifikasi infeksi

i.. Setelah dilakukan 1. Inspeksi seluruh area - Kulit


asuhan keperawatan kulit. Catat adanya biasanya cenderung
selama 3X24 jam, kemerahan rusak karena
diharapkan klien tidak perubahan sirkulasi
mengalami infeksi perifer, tekanan
dengan kriteria hasil: 2. Lakukan perubahan - Meningka
a. Mengidentifikasi posisi sesering tkan sirkulasi pada
faktor resiko mungkin kulit dan mengurangi
individual. tekanan pada daerah
b. Mengungkapkan tulang yang menonjol
pemahaman tentang 3. Pertahankan linen tetap - menguran
kebutuhan tindakan kering, bersih dan gi/mencegah adanya
c. Berpartisipasi pada bebas kerutan iritasi kulit
tingkat kemampuan 4. Tinggikan ekstremitas - Meningka
untuk mencegah bawah secara periodik tkan arus balik vena,
kerusakan kulit. mencegah/mengurangi
pembentukan edema
5. Masase penonjolan - Meningka
tulang dengan lembut tkan sirkulasi ke
menggunakan jaringan,
krim/lotion meningkatkan tonus
vaskuler dan
mengurangi edema
jaringan
j. Setelah dilakukan 1. Ukur haluaran - Penuruna
asuhan keperawatan dan BJ urin. Catat n haluaran urin dan BJ
selama 3X24 jam, ketidakseimbangan akan menyebabkan
diharapkan klien tidak input dan output. hipovolemia.
mengalami infeksi 2. Dorong masukan - Memperb
dengan kriteria hasil: cairan peroral sesuai aiki kebutuhan cairan
a. TTV toleransi
dalam batas normal 3. Pantau tekanan - Penguran
TD 120/80 mmHg, darah dan denyut gan dalam sirkulasi
nadi 60-100x/menit, jantung volume cairan dapat
suhu 36,5-37,5 oC, mengurangi tekanan
RR 16-24x/menit darah, mekanisme
b. Nadi kompensasi awal
perifer teraba kuat takikardi untuk
c. Haluara meningkatkan curah
n urin adekuat jantung dan tekanan
darah sistemik
4. Palpasi denyut - Denyut
perifer yang lemah, mudah
hilang dapat
menyebabkan
hipovolemi
5. Kaji membran - Merupaka
mukosa, turgor kulit, n indikator dari
dan rasa haus kekurangan volume
cairan dan sebagai
pedoman untuk
penatalaksaan
rehidrasi
6. Berikan - Memperb
tambahan cairan aiki kebutuhan cairan
parenteral sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. 2009. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd
ed. Philadelpia : F.A. Davis Company.

Long; B and Phipps W. 2009. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing


Process Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.

Asikin, Z. 2011. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.


Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.

Harsono. 2010. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University


Press

Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id

Cecily, L & Linda A. 2010. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Hudak & Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta: EGC.

Iskandar. 2014. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Suriadi & Rita Yuliani. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto

Suzanne CS & Brenda GB. 2009. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC

Bajamal, A. 2009. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan


Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.

Umar, K. 2010. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Surabaya : Airlangga Univ. Press.

Umar, K. 2010. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.

Vincent, J. 2012. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany

Anda mungkin juga menyukai