Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit

1. Pengertian

Menurut Andriessen, Jacobs, & Vos,2010;Atci et al.,2015 pada

(Sinurya & dkk, 2020) cedera kepala adalah suatu cedera pada jaringan

scalp, tulang tengkorak, atau jaringan otak. Trauma kepala dapat dibagi

menjadi trauma kepala ringan, sedang dan berat

2. Etiologi

Menurut Krisanty,dkk(2014) pada (Sinurya & dkk, 2020), penyebab

cedera kepala dibagi menjadi :

a. Trauma Tajam

Trauma akibat benda tajam dapat mengakibatkan cedera setempat

atau cedera lokal. Kerusakan lokal yaitu hemtom serebral, kontusio

serebral dan kerusakan otak sekunder yang diakibatkan perluasan masa

lesi,pergeseran otak atau hernia.

b. Trauma Tumpul

Trauma akibat benda tumpul dapat mengakibatkan cedera

menyeluruh (difusi). Kerusakannya dapat menyebar secara luas dan

terjadi dalam 4 bentuk yaitu kerusakan otak hipoksia, pembengkakan

6
7

otak yang meluas,cedera akson dan hemoragi kecil multiple pada otak

koma terjadi akibat cedera meluas pada hemisfer serebral, batang otak

atau keduanya

3. Patofisiologi

Trauma yang diakibatkan oleh benda tajam dan benda tumpul atau

kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer

merupakan cedera otak yang terjadi cepat setelah trauma. Cedera kepala

primer dapat mengakibatkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini dapat

berlanjut dan menjadi cedera kepala sekunder.

Akibat trauma terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga

menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran darah ke otak

mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi perfusi dan

gangguan metabolisme otak. Peningkatan rangsangan simpatis

mengakibatkan peningkatan teknan darah dan peningkatan tekanan

vaskuler sistematik.

Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal menyebabkan

peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler.

Trauma kepala dapat mengakibatkan edema dan hematoma pada serebral

sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya

pasien akan mengeluh pusing dan nyeri hebat pada daerah kepala. (Padila.,

2012)
8

Pathway

Trauma kepala

Tulang kranial Jaringan otak


Ekstra kranial

Terputusnya
Terputusnya Jaringan otak
kontunitas
kontunitas jaringan rusak, kontatio
jaringan tulang
otot kulit laserasi

Perubahan
Perdarahan dan
pada Gangguan Resiko proteregulasi
hematoma suplai darah infeksi
kejang

↑ TIK iskemia hipoksia


Penurunan
kesadaran
Peregangan Resiko
doramen dan ketidakefektifan
pembyluh darah perfusi jaringan
Bedrest Akumulasi cairan
otal
total
Kompresi Bersihan jalan
Nyeri batang otak napas tidak
akut efektif
Risiko Gangguan
gangguan mobilitas
integritas fisik Resiko aspirasi
kulit

Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala (Mawarni, 2020)


9

4. Manifestasi Klinis
Pada (Sinurya & dkk, 2020) cedera kepala dapat mengakibatkan gejala

jangka panjang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional, dan fisik.

Gejala ini disebut dengan gangguan pasca gegar otak

a. Peningkatan TIK , manifestasi sebagai berikut

1) Trias TIK , penurunan tingkat kesadaran, muntah proyektil dan papil

edema.

2) Penurunan fungsi neurologis, yaitu perubahan bicara, perubahan

reaksi pupil, dan perubahan sensorik motorik.

3) Mual , pandangan kabur dan sakit kepala.

b. Fraktur tengkorak, manifestasi sebagai berikut

1) CSF atau darah mengalir dari hidung dan telinga.

2) Perdarahan dibelakang membran timpani.

3) Perdarahan di hidung.

4) Periobital ekhimiosis.

5) Memar di daerah mastoid (battle’s sign).

c. Komosio serebri, manifestasi sebagai berikut

1) Sakit kepala – pusing.

2) Retrograde amnesia.

3) Tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit.

d. Kontosio serebri, manifestasi

1) Peningkatan TIK.

2) Terjadi pada trauma berat, termasuk fraktur servikalis.


10

3) Kontusio batang otak.

4) Tanda dan gejala herniasi otak.

Tanda-tanda vital sebaiknya diukur secara teratur karena memberikan

petunjuk adanya perkembangan syok dan peningkatan TIK.

5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien cedera kepala menurut

(Sinurya & dkk, 2020) adalah :

a. Serum elektrolit dan urea.

b. Serum glukosa.

c. FBC termasuk trombosit.

d. Status koagulasi; INR,PT, actived PTT.

e. Skrining toksikologi jika terdapat indikasi, dan tingkat alkohol.

f. Analisa urin

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada cedera kepala menurut (Sinurya & dkk,

2020) :

a. CT Scan

Berdasarkan gambaran CT Scan kepala dapat diketahui adanya

gambaran tidak normal yang sering menyertai pasien cedera kepala.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kelainan yang tidak terlihat pada CT Scan dapat dilihat dengan MRI.
11

c. Electroencephalogram (EEG)

EEG adalah peran yang paling berguna pada cedera kepala untuk

membantu dalam diagnosis status epileptikus non konvlusif.

7. Penatalaksanaa Medis

Penatalaksanaan medis pasien dengan cedera kepala pada ( Christian,

2021) meliputi :

a. Non pembedahan
Penatalaksanaan medis non pembedahan meliputi glukortikoid
(dexamethazone) untuk mengurangi edema, diuretic osmotic (manitol)
diberikan melalui jarum dengan filter untuk mengeluarkan kristal-
kristal mikroskopis, diuretic loop (misalnya furosimide) untuk
mengatasi peningkatan tekanan intracranial, obat paralitik (pancuonium)
digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol
kegelisahan atau agitasi peningkatan tekanan intracranial.
b. Pembedahan
Penatalaksnaan medis pembedahan kraniotomi diindikasikan untuk
mengatasi subdural atau epidural hematoma, mengatasi peningkatan
tekanan intracranial yang tidak terkontrol, mengobati hidrosefalus.
8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien cedera kepala yaitu, cedera

otak sekunder akibat hipotensi dan hipoksia, edema serebral, peningkatan

TIK, herniasi jaringan otak, infeksi, hidrosefalus. (Sinurya & dkk, 2020)

B. Konsep Dasar Kebutuhan Manusia

Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 5

tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan,


12

kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, kebutuhan

aktualisasi diri.

1. Kebutuhan fisiologis terdiri dari kebutuhan pemenuhan oksigen dan

pertukaran gas, makanan, cairan, eliminasi, istirahat, dan tidur, aktifitas,

keseimbangan temperatur tubuh dan seksual.

2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan terdiri dari perlindungan dari

ketakutan, udara dingin, panas, kecelakaan, infeksi, dan kecemasan.

3. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki terdiri dari kebutuhan memberi

dan menerima kasih sayang, kehangatan, mendapat dalam tempat keluarga

dan kelompok sosial

4. Kebutuhan harga diri merupakan penilaian tentang dirinya.

5. Kebutuhan aktualisasi diri terdiri dari kebutuhan mengenal diri dengan baik,

punya dedikasi tinggi,percaya diri, kreatif dan tidak emosional. (Hidayat &

Uliyah, 2015)

Gambar 2.2 teori kebutuhan Abraham Maslow


13

Pada pasien dengan kasus CKB kebutuhan dasar fisiologis pasien

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi, aktivitas, dan aman

nyaman. Pemenuhan aktivitas terganggu karena perubahan fisiologis yang

terjadi pada pasien dengan gangguan kesadaran antara lain pada pemenuhan

kebutuhan dasar yaitu gangguan pernafasan ditandai dengan pasien terpasang

oksigen, resiko kerusakan mobilitas fisik ditandai pasien hanya berbaring di

bed, gangguan aktifitas menelan ditandai dengan pasien terpasang NGT,

kemampuan berkomunikasi, gangguan eliminasi ditandai dengan pasien

terpasang kateter. Sehingga dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien sangat

tergantung penuh pada perawat dan tenaga medis lainnya.

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi terganggu karena CKB dapat

mengakibatkan terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan

gangguan autoregulasi dan penuruna aliran darah otak. Kondisi tersebut

menyebutkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan

metabolisme dan perfusi otak. (Padila., 2012)

Dalam penelitian (Ristanto, 2017) semakin tinggi nilai respirasi rate (RR)

maka menunjukan semakin rendahnya SpO2. Adanya hubungan yang lemah

dengan arah korelasi negatif ( semakin tinggi nilai RR maka menunjukan

semakin rendahnya SpO2 ) antara RR dan SpO2 menunjukan bahwa usaha

tubuh dalam meningkatkan RR merupakan tanda adanya hipoksia jaringan yang

ditandai adanya penurunan saturasi oksigen.

Upaya tersebut merupakan tanda bahawa tubuh sedang melakukan

mekanisme kompensasi yang bertjuan untuk mempertahankan perfusi jaringan


14

serebral. Adanya kerusakan jaringan otak akan memicu terjadinya gangguan

sistemik yang salah satunya berupa hipermetabolisme pada jaringan otak.

Cedera otak yang diikuti adanya kenaikan penggunaan energi dan metabolisme

basal akan memicu kebtuhan oksigen yang lebih tinggi dari keadaan normal (

Werner & Engelhard,2007).

Maka secara reflek tubuh akan berusaha untuk memenuhi oksigen dan

menjaga perfusi jaringan otak dengan cara meningkatkan jumlah RR/menit,

harapannya dengan meingkatkan jumlah RR maka FiO2 akan meningkat dan

berdampak juga pada peningkatan PaO2 dan saturasi oksigen jaringan.

Dari hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa adanya kesamaan berupa

penurunan GCS ( Glasglow Coma Scale ) pasien yang diikuti oleh penurunan

dari saturasi oksigen pasien. Keadaan hipoksia yang terjadi pada pasien adalah

dampak dari beratnya kerusakan otak pasca cedera kepala yang tergambar pada

skor GCS pasien.

Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan

dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, membebaskan

saluran pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen ,

memulihkan dan memperbaiki organ pernapasan supaya berfungsi secara

normal. Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dilakukan dengan cara

pemberian oksigen dengan menggunakan nasal kanul dan simple mask,

fisioterapi dada, dan dengan penghisapan lendir (Alimul Hidayat & Uliyah,

2005)
15

Maka perawat memiliki peran penting dalam merawat pasien cedera kepala

dan memberikan asuhan keperawatan untuk memenuhi oksigenasi ke otak dan

organ tubuh penting lainnya sehingga dapat meminimalisir komplikasi akibat

cedera kepala berat.

C. Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan

keperawatan yang sistematis dan rasional. Metode pemberian asuhan

keperawatan yang terorganisir dan sistematis, berfokus pada respon yang unik

pada individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial. (Suarni &

Apriyani, 2017)

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah pemikiran dasar dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap

dan akurat, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk

merumuskan diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan respon individu. (Suarni & Apriyani, 2017)

Pengkajian awal pada pasien gawat darurat yaitu pengkajian primer

terdiri atas komponen pengkajia primer terdiri dari airway, breathing,

circulation, disability .Airway dengan cara (periksa kepatenan jalan nafas:

benda asing, darah, muntahan, permen karet gigi ,gigi palsu ,lidah yang

jatuh ke belakang ,periksa vokalisasi, periksa adanya suara nafas abnormal

stridor ,snoring, gurgling,jika pasien tidak sadar selalu dicurigai adanya

fraktur spinal cervical dan jangan lakukan hiperekstensi leher sampai spinal
16

dipastikan tidak ada kerusakan, gunakan Chin lift atau jawthrust secara

manual untuk membuka jalan nafas).

Breathing (Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, observasi

untuk ekspansi bilateral dada,auskultasi bunyi nafas dan catat adanya

crakles, wheezing, ada atau tidaknya bunyi nafas).Circulation dengan cara

memeriksa denyut nadi, catat irama dan ritmenya serta warna kulit.kaji nadi

karotis,kaji tekanan darah, periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu

tubuh serta adanya diforesis, periksa gangguan irama jantung dengan dan

tanpa EKG.

Disability atau penilaian tingkat kesadaran menggunakan. A untuk alert

(pasien sadar), V adalah Responsive to voice (sadar jika dipanggil), P adalah

Responsive to pain (sadar jika diberi rangsangan nyeri), sedangkan U

adalah Unresponsive (pasien tidak sadar, perlu bantuan dan bukan jalan

nafas). Cek pupil, ukuran, dan reaksi terhadap cahaya (AVPU). (V.B.Aty,

Gonsalves, & Blasius, 2021)

a. Identitas

Melakukan pengkajian identitas pasien yang berisikan nama,

usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,pekerjaan, diagnosam medis,

tanggal masuk rumah sakit, dan alamat. Selain identitas pasien, identitas

penanggung jawab juga dikaji seperti nama, umur, pekerjaan,

pendidikan, dan hubungan dengan pasien. (Jainurakhma, Hariyanto, &

dkk, 2021)
17

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan alasan utama pasien datang ke igd

tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan

tingkat kesadaran (Muttaqin, 2008)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor penting bagi petugas

kesehatan pada saat penegakan diagnosa atau menentukan kebutuhan

pasien. Kaji kapan cedera terjadi dan penyebab cedera. (Jainurakhma,

Hariyanto, & dkk, 2021)

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan adalah adanya riwayat cedera

kepala sebelumnya, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,

anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,

obat-obatan adiktif , dan konsumsi alkohol berlebihan. (Muttaqin, 2008)

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Melakukan pengkajian adanya anggota keluarga terdahulu yang

menderita hipertensi dan diabetes melitus. (Muttaqin, 2008)

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan

pengkajian fokus ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat CKB.

Keadaan umum (Muttaqin, 2008) pada keadaan CKB umumnya

mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda

vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.


18

1) B1 (BREATHING)
Perubahan pada sistem pernapasan tergantung pada gradasi blok
saraf parasimpatis pasien mengalami kelumpuhan otot otot
pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik
desending akibat trauma pada tulang belakang sehingga mengalami
terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari
sistem ini akan diperoleh hasil sebagai berikut inspeksi umum
diperoleh klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas.
2) B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler diperoleh renjatan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien CKB. Dari hasil
pemeriksaan diperoleh tekanan darah menurun nadi bradikardi dan
jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan
hormon antidiuretik yang berakibat pada kompensasi tubuh.
3) B3 (BRAIN)
Pengkajian ini terdiri dari tingkat kesadaran, pengkajian fungsi
serebral dan pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran
tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan.
Pengkajian fungsi serebral status mental observasi penampilan,
tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik pasien
Pengkajian sistem motorik inspeksi umum diperoleh kelumpuhan
pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis, dan paraplegia.
Pengkajian sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien CKB
sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan.
4) B4 (BLADDER)
Kaji kondisi urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
pada ginjal.
19

5) B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering diperoleh adanya
ileus paralitik, dimana klinis diperoleh hilangnya bising usus,
kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari hingga
beberapa minggu.
6) B6 (BONE)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada
ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi
motorik paling umum merupakan kelemahan dan kelumpuhan.pada
saluran ekstermitas bawah. Lakukan pengkajian warna kulit, suhu,
kelembapan, dan turgor kulit.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di

alami baik yang berlangsung actual maupun potensial. (PPNI, 2016)

Menurut (Muttaqin, 2008) diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada cedera kepala adalah :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.


b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera
kepala.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi.
e. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang
tertahan.
20

3. Rencana Keperawatan
Tahapan dalam perencanaan keperawatan merupakan perawat
merumuskan rencana keperawatan, serta perawat menggunakan
pengetahuan dan alasan dalam mengembangkan hasil yang diharapkan
untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan (Suarni &
Apriyani, 2017)
Table 2.2

Rencana Keperawatan Pasien CKB bersumber SLKI dan SIKI

No Diagnose SLKI SIKI


Keperawatan
1 2 3 4
1 Resiko perfusi Perfusi serebral Manajemen peningkatan
serebral tidak (L.02014) tekanan intrakranial
efektif b.d 1. Tingkat (I.06194)
cedera kepala kesadaran Observasi
d.d penurunan meningkat 1. identifikasi penyebab
kesadaran . 2. Tekanan intra tekanan intrakranial
kranial membaik 2. Monitor tanda dan
3. Sakit kepala gejala peningkatan
menurun TIK
4. Gelisah menurun 3. Monitor status
pernapasan
Teraupetik
4. Berikan posisi semi
fowler
5. Hindari maneuver
valsava.
6. Pertahankan suhu
tubuh normal
7. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
2. Bersihan Jalan Bersihan jalan napas Manajemen Jalan Napas
Napas Tidak (L.01001) (I.01011)
Efektif b.d Kriteria Hasil: Observasi
hipersekresi 1. Produksi sputum 1. Monitor pola napas
jalan napas d.d menurun. 2. Monitor bunyi napas
sputum 2. Dyspnea tambahan
berlebih menurun. Teraupetik
3. Frekuensi napas 3. Pertahankan
membaik. kepatenan jalan napas
4. Pola napas 4. Berikan posisi semi
membaik. fowler atau flower
21

1 2 3 4
5. Lakukan penghisapan
lendir.
6. Berikan oksigen
sesuai kebutuhan.

3. Pola napas Pola napas (l.01004) Pemantauan respirasi


tidak efektif b.d Kriteria Hasil: (I.01014)
hambatan 1. dipsnea Observasi
upaya napas menurun. 1. Monitor frekuensi
d.d penggunaan 2. Penggunaan napas, irama,
tot bantu otot bantu kedalaman dan
pernapasan. napas upaya napas.
menurun. 2. Monitor adanya
3. Frekuensi sputum.
napas 3. Monitor saturasi
membaik. oksigen.
Teraupetik
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

4. Implementasi

Dalam pelaksanaanya ada tiga jenis implementasi keperawatan

menurut (Suarni & Apriyani, 2017), yaitu :

a. Implementasi dependent

Merupakan implementasi yang dilakukan sendiri oleh perawat

untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan

kebutuhan. Misalnya: membantu dalam memenuhi ADL, memberikan

perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang


22

terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan

psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.

b. Implementasi interdependent

Merupakan tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim

keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.

Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, dan

lain-lain.

c. Implementasi independent

Merupakan tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi

lain, seperti ahli gizi, fisioterapi, psikologi dan sebagainya.Misalnya

dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang telah

dibuat oleh ahli gizi.

5. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai

tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan

kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses

keperawatan (Suarni & Apriyani, 2017)

Anda mungkin juga menyukai