Anda di halaman 1dari 6

Laporan pendahuluan craniotomy

A.Definisi

Kraniotomi adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan  pertumbuhan


pertumbuhan atau abnormalitas abnormalitas di dalam kranium, kranium, terdiri terdiri atas
pengangkatan pengangkatan dan  penggantian  penggantian tulang tengkorak tengkorak untuk
memberikan memberikan pencapaian pencapaian pada struktur struktur intracranial. Post
craniotomy yaitu suatu keadaan yang terjadi setelah pembedahan kraniotomi/post craniotomy
(Dorlan).

Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk


meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan
tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi (Brunner and
Suddarth).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post craniotomy yaitu suatu
keadaan individu yang terjadi setelah proses pembedahan untuk mengetahui dan/atau
memperbaiki abnormalitas di dalam kranium untuk mengetahui kerusakan otak.

B.Etiologi

Penyebab cedera kepala ada 3, yaitu:

1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)


2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu lintas,
jatuh, cedera olahraga).
3. Perdarahan pada otak

C. Indikasi

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :

1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.


2. Mengurangi tekanan intrakranial
3. Mengevakuasi bekuan darah
4. Mengontrol bekuan darah
5. Pembenahan organ-organ intrakranial
6. Tumor otak
7. Perdarahan (hemorrage)
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak

D. Manifestasi klinis

Menurut Brunner dan Suddarth (2010) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan
craniotomy antara lain :

1. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing.


2. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda vital
dan fungsi pernafasan.
3. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah  proyektil,
pusing dan pening  proyektil, pusing dan peningkatan tanda-tanda vita katan tanda-tanda
vital.
4. Gangguan penglihatan dan berbicara.
5. Mual dan muntah.
6. Keluar cairan cerebro spinal dari l Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan
ubang hidung dan telinga. telinga.
7. Hemiparese

E. Patofisiologi

Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi
luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.

1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.


2. Kecepatan kekuatan yang dating
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa

Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan Cedera bervariasi dari luka kulit yang
sederhana sampai geger otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka
bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,

peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan
hipoxia. Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala.
Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran yang merobek
terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua
ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan  pembentukan  pembentukan rongga
(dilepasnya (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, lumbal, darah, dan jaringan jaringan otak).
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh
kompresi, goresan atau tekanan. Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek
yang bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan
akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum
dapat terjadi. Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi tersebut:
kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom subdural dapat
diklasifikasi sebagai berikut:

1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.


2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.

Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal. Kebanyakan
kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi
primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama  peningkatan TIC. Klasifikasi cedera
kepala:

1. Conscussion/comosio/memar Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh


hilangnya kesadaran,  perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala,
pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema.
Dapat terlihat  pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pu  pada lobus frontal jika
dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak
sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil
D.Pathway

Pembedahan “craniotomy”

Pendarahan otak Prosedur


Prosedur operasi invasif anastesi

Penekanan pada
Kerusakan
susunan saraf pusat
Luka insisi Trauma jaringan neuromuskuler
buruk
Penekanan pusat
paralisis pernafasan
Penurunan
Mengaktivasi
kelembaban luka
reseptor nyeri
Kelemahan Penurunan kerja
pergerakan organ pernapasan
sendi
Infeksi bakteri
Melalui sistem
saraf ascenden Penurunan
ekspansi paru
kontraktur
Resiko infeksi
Merangsang
Ketidakkuatan
thalamus & koteks
Gangguan suplai o2
serebri
mobilitas fisik

Muncul sensasi Pola nafas tidak


nyeri efektif

Gangguan rasa
nyaman : nyeri
E.Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan post craniotomy meliputi hal-hal
dibawah ini :

a. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan cermat mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. Angiografi Serebral, menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :  perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
c. EEG Berkala, electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas
elektrik otak.
d. Foto rotgen, mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perarahan/edema), fragmen tulang.
e. PET (Possitron Emission Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
f. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai  peningkatan tekanan intra
kranial
g. Skrining toksikologi untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
h. Analisis Gas Darah (AGD) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi.
Status respirasi dapat digambarkan melalui  pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan
status asam basa.

F. Komplikasi

a. Edema cerebral
b. Perdarahan epidural Yaitu penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
c. Perdarahan subdural Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan  perdarahan subdural subdural sub akut, secara cepat (subdural (subdural akut) dan
sangat besar (subdural kronik).
d. Perdarahan intracranial Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera
kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat
pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan
peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
e. Hypovolemik syok
f. Hydrocephalus
g. Kejang
h. Kerusakan syaraf kranial.
i. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Diabetes Insipidus)
G. Penatalaksanaan

1. Adapun penatalaksanaan post op craniotomy mencakup :


a. Mengurangi edema serebral seperti pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas
serum dan menarik air bebas dari area otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui
diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama
24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.  
b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang. Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu
diatas 37,5˚C dan untuk nyeri. Sering kali pasien mengalami sakit kepala setelah
kraniotomy, biasanya sebagai akibat saraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein diberikan lewat  parenteral, biasanya cukup untuk meng
parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sak hilangkan sakit kepala.
c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang  pada
pasien yang menjalani menjalani pembedahan pembedahan untuk tumor fossa
posterior. posterior. Pirau ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu
untuk ertentu untuk mengontrol mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada
pasien dengan tumor fossa posterior.

2. Penatalaksanaan yang pokok

a. Perbaiki dan jaga jalan nafas.  


b. Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat (normal atau tidak normal kadar PCO2).
c. Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4 jam)
manitol.
d. Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke
serebral.
e. Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT scan jika terjadi kemunduran
secara klinis.
f. Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepat.
g. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.

Anda mungkin juga menyukai