Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN POST OPERAIF CRANIOTOMY


DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA

DISUSUN OLEH:
RAHMAT ARIFIAN PUTERA
NIM.211133029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Mendapatkan Persetujuan dari pembimbing akademik dan


pembimbing klinik :
Tentang :

Mata Kuliah :
Semester :
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners

Pontianak, …………………….
Mahasiswa

….……………………………………

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

….…………………………………… ….……………………………………
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Mendapatkan Persetujuan dari pembimbing akademik dan


pembimbing klinik :
Tentang :

Mata Kuliah :
Semester :
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Profesi Ners

Pontianak, …………………….
Mahasiswa

….……………………………………

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

….…………………………………… ….……………………………………
A. Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi (Brunner and Suddarth).

Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI, Craniectomy adalah operasi
pengangkatan sebagian tengkorak. Sedangkan menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt
BA, Craniotomi adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di
tengkorak (kranium). Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari Craniotomi adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada
di otak.

B. Anatomi dan Fisiologi


Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital.
1. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut adalah:
a. Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk
mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
b. Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
c. Lobus temporal
Fungsinya:   mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
d. Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya:    bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2. Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan pons
dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
3. Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan
menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan
input sensorik.

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan
lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).

D. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni
otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-
deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah,
dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang
bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang,
otak dan cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular.
Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau
temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan
oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan
penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing,
disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat
terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal
berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak
sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
Post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pem

WOC

Pembedahan Caniotomy

Prosedur operasi invasive perdarahan otak prosedur anastesi

Penekanan pada susunan saraf pusat


Luka insisi buruk(stimulasi nyeri) Kerusakan neomuskular Aliran darah ke otak
trau
ma
jaring
Penurunan suplai O2 ke otak
Penuruna Penekanan Penekanan
Mengaktiv Ganggu
Penurunan tonus otot sensori
n paralisis pusat pada system
asi reseptor an
kelembab cardiovaskul
metabol
Kelemahan Hipoksia Penurunan kerja
Melalui Infa pergerakan sendi jaringan organ pernafasan
Asa Penuruna
sister saraf ksi DX:
m n cardiac
perubahan
persepsi Penurunan Penurunan
Merangsa DX: Kontraktur sensori Ode RR ekspansi paru Suplai
ng resiko ma dan secret darah
thalamus &
DX:hamba
DX: Ketidakadekua Penurunan
tan
Muncul gangguan tan suplai aliran
mobilisasi
sensasi
nyeri
DX: DX:
DX: Nyeri ketidakefektifan gangguan
E. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.

F. Pemeriksan Penunjang
1. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan:   mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan:  pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Angiopati Serebral
Tujuan:   menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
3. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar
(subdural kronik).
4. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera
kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka.
Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik.
Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan
vaskuler tertekan.
5. Hypovolemik syok 
6. Hydrocephalus
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai
emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan
kaki post operasi, ambulatif dini.
9. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus,
organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptic dan antiseptic.
10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati –
hati jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan
menelan makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan
pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan
vitamin C.  Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan
luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan
infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya
makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif 
d. Bowel movement positif 
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani
pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi
operasi →  retensio urine.
2) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi
buli – buli)
3) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30
ml/jam → komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensimaupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderungterjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X /
menit → depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernafasan diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang
berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan.
d. Disability  : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon
motorik dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual
dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien  Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran
somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari
b a w a h i g a , d a n l i m p a t i d a k   membesar, perkusi bunyi redup,
bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah
pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 –
4 dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB
9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
K. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan integritas kulit/ Setelah dilakukan 1. Monitor
jaringan tindakan keperawatan karakteristik luka
3x 24 jam kerusakan 2. Monitor tanda-
kulit membaik dengan tanda infeksi
kriteria hasil: 3. Perawatan luka
1. Nyeri berkurang
2. Perdarahhan
berkurang
3. Perfusi jaringan
membaik

2. Resiko perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Observasi sirkulasi


tidakefektif tindakan keperawatan perifer
3 x 24 jam perfusi 2. Identifikasi faktor
perifer membaik dengan resiko gangguan
kriteria hasil: sirkulasi
1. Pengisian kapiler 3. Lakukan hidrasi
membaik
2. Akral kembali
hangat
3. Tugor kulit ebaik

3. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. monitr status


cairan tindakan keperawatan hidrasi
3 x 24 jam asupan cairan 2. observasi balance
membaik dengan kriteria cairan
hasil: 3. berikan asupan
cairan
1. kelembaban
membrane mukosa 4. berikan cairan
meningkat intravena
2. tekanan darah
membaik
3. tekanan arteri kembali
normal
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta :
Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai