LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS TRAUMA
BRAIN INJURY, INTRACEREBRAL HEMORRHAGE POST CRANIOTOMY
LONTARA 3 BAWAH DEPAN
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Oleh
(................................................. ) (................................................. )
PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Trauma Brain Injury (TBI) adalah cidera non degeneratif dan non kongenital yang
terjadi pada otak akibat benturan mekanis eksternal yang memungkinkan terjadinya
kerusakan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial permanen yang diawali dengan
penurunan kesadaran. Sedangkan ICH (Intracerebral Haemorrhage) adalah perdarahan
akut atau spontan yang terjadi di dalam otak. Penyebab ICH ada dua yaitu traumatic dan
non traumatic. Penyebab non traumatic ialah kronik hipertensi dan cerebral Amyloid
Angiopathy (CAA) sedangkan penyebab traumatic dari ICH salah satunya ialah Trauma
Brain Injury (TBI) (Chakrabarty & Shivane, 2008) .
Glasgow Coma Scale (GCS) menjadi indikator pertama dan utama untuk menilai
tingkat keparahan TBI dalam waktu 48 jam setelah cedera. Cedera kepala dapat dibagi 3
kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) menurut Dawodu (2015) yaitu:
a. Cedera Kepala Ringan: GCS > 13 (tingkat kesadaran komposmentis).
Komposmentis ialah keadaan sadar penuh baik terhadap lingkugan maupun
dirinya sendiri, tidak terdapat kelainan pada CT scan otak, tidak memerlukan
tindakan operasi, dan 48 jam lama dirawat di Rumah Sakit.
b. Cedera Kepala Sedang: GCS 9-12 (tingkat kesadaran somnolen, delirium, dan
apatis). Dikatakan somnolen apabila nilai GCS 9, delirium apabila nilai GCS 10-
11, dan apatis apabila nilai GCS 12-13. Somnolen adalah Keadaan pasien
mengantuk yang dapat pulih jika dirangsang, tapi jika rangsangan itu berhenti
pasien akan tidur kembali. Delirium adalah Keadaan pasien mengalami penurunan
kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus tidur bangun yang terganggu.
Sedangkan apatis adalah keadaan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Tanda
cedera kepala sedang yang lainnya ialah ditemukan kelainan pada CT scan otak,
memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dan dirawat di Rumah Sakit
setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat: Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS < 9,
dimana tingkat kesadaran sopor (stupor), semi koma (koma ringan), dan koma.
Dikatakan sopor (stupor) apabila nilai GCS 5-6, semi koma apabila nilai GCS 4,
dan koma jika nilai GCS 3. Sopor adalah Keadaan pasien mengantuk yang dalam.
Semi koma adalah keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons rangsang terhadap rangsang verbal, serta tidak mampu untuk
di bangunkan sama sekali, tapi respons terhadap nyeri tidak adekuat serta refleks
(pupil & kornea) masih baik. sedangkan koma ialah keadaan pasien mengalami
penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada respon terhadap rangsangan
nyeri serta tidak ada gerakan spontan.
Trauma Brain Injury juga diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu:
a. Cedera fokal: Meliputi cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, dan kontraksi
permukaan.
b. Cedera yang membaur: Termasuk cedera aksonal difus (DAI), kerusakan hipoksik
iskemik, meningitis, dan cedera vaskular; Biasanya disebabkan oleh akselerasi-
deselerasi kekuatan (Dawodu, 2015).
B. Anatomi dan Fisiologi
Susunan saraf merupakan jaringan sistem menungal dan terpadu. Basis anatomi
secara global, susunan saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu susunan saraf puat dan
susunan saraf perifer. Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang
(medula spinalis). Masing-masing dilindungi oleh tulang tengkorak dan kolumna
vertebralis. Susunan saraf pusat merupakan sistem sentral pengontrol tubuh yang
menerima, menginterpretasi, dan mengintegrasi semua stimulus, menyampaikan impuls
saraf ke otot dan kelenjar, serta menciptakan aksi selanjutnya (Setyanegara, Hasan, &
Abubakar, 2010).
OTAK
Berat otak manusia sekitar 1400 gram, tersusun oleh sekitar 100 triliun neuron.
masing-masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 koneksi sinaps dengan sel saraf
lainnya. Otak merupakan jaringan yang konsistennya kenyal dan terletak di daam
ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu kranium (tengkorak). Jaringan otak dilindungi
oleh beberapa pelindung yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meninges),
dan cairan otak (liquour cerebro spinalis). Selaput otak (meningens) terdiri dari tiga
lapisan yaitu durameter adalah meningens terluar yang merupakan gabungan dari dua
lapisan selaput yaitu: lapisan bagian dalam (yang berlanjut ke durameter spinal) dan
lapisan bagian luar (yang sebetulnya merupakan lapisan periosteum temgkorak.
Arakhnoid merupakan lapisan tengah yang berada diantara durameter dan piameter.
Dibawahnya terdapat lapisan rongga subarakhnoid yang mengandung trabekula dan
dialiri liquour cerebro spinalis. lapisan yang terakhir yaitu piameter, lapisan selaput otak
yang paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta
mengikuti konvolusinya. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu: serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), diensefalon, dan batang otak (Truncus Cerebri)
(Setyanegara, Hasan, & Abubakar, 2010).
SEREBRUM (OTAK BESAR)
Serebrum merupakan bagian otak yang terbesar (85%) yang terdiri dari sepasang
hemisfer. Diensefalon tersusun oleh talamus, hipotalamus, epitalamus, dan subtalamus.
Batang otak atau yang dikenal dengan brain stem terdiri dari otak tengah
(midbrain/mesensefalon), pons, dan medula oblongata. Serebelum merupakan pusat
koordinasi untuk gerakan otot dan terletak di belakang batang otak. Serebrum terdiri dari
4 lobus: lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital, dan lobus temporal (Setyanegara,
Hasan, & Abubakar, 2010).
Lobus Frontal: Lobus frontal adalah bagian depan dari serebrum yang merupakan
pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
motorik bicara, pusat penciuman, dan emosi. Selain itu pada lobus ini juga menjadi pusat
pengontrolan gerakan volunter (area motorik primer). Lobus Parietal: Lobus parietal
dikaitkan untuk evaluasi sensorik umum dan rasa kecap, di mana selanjutnya akan
diintregasi dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan
eksternal. Lobus Temporalis: Lobus temporalis merupakan lobus yang letaknya paling
dekat dengan telinga dan mempunyai peran fungsional yang berkaitan dengan
pendengaran, keseimbangan, dan juga sebagian dari emosi-memori, serta pengertian
terhadap kata-kata pembicaraan. Lobus Oksipitalis: Lobus oksipitalis berperan sangat
penting sehubungan dengan fungsinya sebagai konteks visual. lobus ini terdiri dari
beberapa area yang mengatur penglihatan dan juga sebagai pusat asosiasinya
(Setyanegara, Hasan, & Abubakar, 2010).
C. Etiologi
Penyebab Trauma Brain Injury (TBI) secara umum disebabkan oleh adanya
benturan benda dari luar tubuh seperti kecelakaan yang menyebabkan terjatuh dan
benturan pada kepala sedangkan Intracerebral Haemorrhage terdiri dari dua penyebab
yaitu traumatic dan non traumatic. Trauma Brain Injury (TBI) adalah salah satu
contohnya penyebab traumatic ICH (Chakrabarty & Shivane, 2008).
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan trauma intrakranial ialah kelainan
fisik, kognitif, dan perilaku jangka panjang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Kraus et al. dari 235 pasien, gejala yang paling sering dilaporkan 6 bulan setelah
TBI ringan adalah keletihan (43%), kelemahan (43%), defisit memori (40%), sakit
kepala (36%), dan pusing ( 34%) (Dawodu, 2015). Pada umumya gejala yang dialami
oleh pasien dengan Trauma Brain Injury ialah gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran
yang terganggu meliputi kebingungan, disorientasi, delirium, kelesuan, pingsan, dan
koma.
1) Kebingungan
Kebingungan ditandai dengan tidak adanya pemikiran yang jelas dan bisa
berakibat pada pengambilan keputusan yang buruk.
2) Disorientasi
Disorientasi adalah ketidakmampuan untuk memahami hubungan seseorang
dengan orang lain, tempat, objek, dan waktu. Tahap pertama disorientasi adalah
saat seseorang bingung dengan waktu (tahun, bulan, hari). Hal ini diikuti oleh
disorientasi sehubungan dengan tempat yang berarti seseorang mungkin tidak tahu
di mana ia berada. Hilangnya memori jangka pendek mengikuti disorientasi
sehubungan dengan tempat. Bentuk disorientasi yang paling ekstrem adalah saat
seseorang kehilangan ingatan akan siapa ia sebenarnya.
3) Igauan
Jika seseorang mengigau, pikirannya bingung dan tidak masuk akal. Orang yang
mengigau seringkali bingung. Respons emosional mereka berkisar dari rasa takut
hingga marah. Orang yang mengigau seringkali sangat gelisah.
4) Kelesuan
Kelesuan adalah keadaan kesadaran yang menurun yang menyerupai kantuk. Jika
seseorang lesu, ia mungkin tidak merespons stimulan seperti bunyi jam alarm atau
adanya api.
5) Stupor
Stupor adalah tingkat yang lebih dalam dari gangguan kesadaran di mana sangat
sulit bagi seseorang untuk merespon rangsangan apapun, kecuali rasa sakit.
6) Koma
Koma adalah tingkat gangguan kesadaran terdalam. Jika seseorang dalam kondisi
koma, ia tidak dapat menanggapi rangsangan apapun, bahkan tidak merasakan
sakit (Weatherspoon, 2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT- SCAN: CT Scan untuk bagian kepala, atau juga disebut pemindaian crania,
adalah teknologi terkini sinar-X yang berfungsi untuk mengambil gambar dari
kepala. CT Scan atau pemindaian tomografi terkomputasi, tidak hanya terbatas
untuk penggunaan pemindaian kepala dalam menentukan diagnosa terkait
gangguan yang terjadi akibat adanya cidera kepala
2. Radiogram: memberikan informasi mengenai struktur, penebalan, dan klasifikasi
3. Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron. Elektroensefalogram (electroencephalogram/EEG) adalah rekaman aktivitas
listrik otak, yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis seperti gangguan
kejang (epilepsi). Tes elektroensefalografi dilakukan dengan menyisipkan elektroda
lempengan logam di kulit kepala.
F. Penatalaksanaan
1. Cedera kepala ringan: Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode kehilangan
kesadaran. Amnesia retrograd terhadap peristiwa sebelum kecelakaan cukup
signifikan.
2. Indikasi untuk rontgen tengkorak: hilang kesadaran atau amnesia, tanda-tanda
neurologis, curiga trauma intrakranial, dan sulit menilai pasien
3. Indikasi rawat: kebingungan atau GCS menurun, fraktur tengkorak, tanda-tanda
neurologis atau sakit kepala atau muntah, dan sulit menilai pasien.
4. Indikasi untuk merujuk ke bagian bedah saraf
- Fraktur tengkorak + bingung/penurunan GCS
- Tanda-tanda neurologis fokal atau kejang
- Menetapnya tanda-tanda neurologis atau kebingungan >12 jam
- Koma setelah resusitasi
- Curiga cedera terbuka pada tengkorak
- Terdapat perburukan
5. Cedera kepala berat: Pasien akan datang dengan tidak sadar ke departement
Kecelakaan dan Kegawatdaruratan. Cedera kepala mungkin merupakan bagian dari
trauma multipel. Lakukan ABC (Airway management, Breathing, Circulation).
Intubasi dan ventilasi pasien-pasien tidak sadar untuk melindungi jalan napas dan
mencegah cedera otak sekunder akibat hipoksia. Resusitasi pasien dan cari tanda-
tanda cedera lainnya, khususnya jika pasien dalam keadaan syok. Cedera kepala dapat
disertai dengan cedera tulang belakang servikal dan leher harus dilindungi dengan
cervical collar pada pasien-pasien ini. Obati masalah-masalah yang mengancam hidup
(misalnya ruptur limpa) dan stabilkan pasien sebelum dikirim ke unit bedah saraf.
Pastikan terdapat pengawasan medis yang adekuat (ahli anestesi dan perawat) selama
pengiriman.
G. Komplikasi
1. Post traumatic seizures: penurunan kesadaran secara tiba-tiba. Hal ini sering terjadi
setelah mengalami TBI sedang atau berat
2. Hidrosefallus
Hidrosefalus berasal dari kata "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti
kepala. Kondisi terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro
spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
3. Trombosis vena
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah penggumpalan
darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam. Kondisi ini umumnya
muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di bagian paha dan betis.
Trombosis vena juga dapat muncul di pembuluh darah vena lainnya, seperti lengan
dan dapat menyebar hingga ke paru-paru.
4. Agitasi
Agitasi (keresahan atau kegelisahan) adalah suatu bentuk gangguan yang
menunjukkan aktivitas motorik berlebihan dan tak bertujuan atau kelelahan,
biasanya dihubungkan dengan keadaan tegang dan ansietas.
5. Ensefalopati Traumatik Kronis (CTE)
Ensefalopati traumatik kronis (CTE) menggambarkan degenerasi bertahap dalam
fungsi otak karena cedera kepala berulang yang menyebabkan gegar otak kedua
dengan gejala dan gegar otak yang tidak menunjukkan gejala. Setelah gejala awal
gegar otak telah pudar, beberapa bulan atau tahun kemudian, gejala baru muncul.
Awalnya, mungkin ada masalah konsentrasi dan memori dengan periode disorientasi
dan kebingungan, pusing, dan sakit kepala. Hal ini seolah-olah gejala gegar otak
mulai kembali bahkan tanpa cedera kepala baru. Perilaku menjadi lebih tidak
menentu, dengan agresi dan gejala mirip dengan penyakit Parkinson. Akhirnya,
proses berpikir menurun lebih jauh, yang mengarah ke demensia dengan gejala
Parkinson termasuk kelainan berbicara dan berjalan. Gejala tersebut progresif dan
tidak bisa dihentikan.
BAB II
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab,
status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c. Paparan radiasi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas dan istirahat: penekanan perdarahan serebral menyebabkan
terjadinya penurunan tingkat kesadaran akibat hipoksia serebral
b. Sirkulasi: Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,
gerak peristaltik usus
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri.
e. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,
perubahan reaksi pupil, gangguan penglihatan
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri kepala
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan: suhu yang naik turun
k. Pemeriksaan diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron
2. CT- SCAN: dasar dalam menentukan diagnosa dengan memperlihatkan lokasi
hematoma dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
2. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan kelemahan
C. Rencana Keperawatan
WOC
Trauma kepala
Cidera intrakranial
Hambatan pemenuhan
Kompresi subkortikal dan Obstruksi sistem cerebral,
kebutuhan harian
batang otak obstruksi drainage vena
retina, akibat edema pada
Defisit perawatan lobus frontalis dan
diri: Mandi Trauma pada pusat vegal di temporalis
medula oblongata
Papil edema
Muntah
Risiko kelebihan
Risiko ketidakseimbangan
volume cairan
nutrisi: kurang dari kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.(2013). Nursing
Interventions Classification (NIC), 7th. Elsevier.
Moorhead, S. M., Johnson, Maas., M. L., & Swanson E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th. Elsevier
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc. Jogjakarta: Mediaction.
Setyanegara, Hasan, R. Y., & Abubakar, S. (2010). Ilmu bedah saraf satyanegara. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.