DI SUSUN OLEH :
EKA PUTRI RAMADHANI
NIM. 192303102178
Mahasiswa
Mengetahui
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA (Cerebrovaskuler Accident)
2. Etiologi
Menurut Setyopranoto (2011) faktor yang menyebabkan CVA yaitu:
1) Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a) Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
b) Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena CVA.
c) Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena CVA.
2) Faktor yang dapat dirubah (reversible)
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Kolestrol tinggi
d) Obesitas
e) Diabetes melitus
f) Polisetemia
g) Stress emosional
3) Kebiasaan hidup
a) Merokok
b) Peminum alkohol
c) Obat-obatan terlarang
d) Aktivitas yang tidak sehat : kurang olah raga, makanan berkolesterol.
Gambar 2.1 : Otak di lihat dari irisan : (a) Lateral dan (b) Sagital.
a) Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus
frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.
b) Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak
kecil juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
c) Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting
pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
d) Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang
dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresifn.
e) Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan.
Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Beberapa macam saraf beserta fungsinya sebagai berikut :
1) Nervus Cranialis
a) Nervus Olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus Optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan pengelihatan ke otak.
c) Nervus Okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pergerakan bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan
otot iris.
d) Nervus Troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
(1) Nervus Oltamikus
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput
lendir kelopak mata dan bola mata.
(2) Nervus Maksilaris
Sifatnya sensori, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga
hidung dan sinus maksilaris.
f) Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang
sisi mata.
g) Nervus Fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h) Nervus Auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengaran, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. fungsinya sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum
minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf
perasa.
k) Nervus Asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulustrapesium
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus Hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur Aterosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan intrakranial
dan lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan irreversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
5. Klasifikasi
Menurut NANDA (2016) CVA dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) CVA Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembulu darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti 80%.
CVA Iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a) CVA Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
b) CVA Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2) CVA Hemoragik yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus CVA hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
CVA Hemoragik ada 2 jenis yaitu:
a) Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b) Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).
6. Manifestasi Klinis
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cedal atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
7. Komplikasi
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
2. Lumbal pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imagig Resnance (MRI)
3. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
(Muttaqin, 2008).
Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan TIK,
Herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian infark miokard. Penyebab kematin mendadak pada
CVA stadium awal.
Jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat immobillisasi lama
Infark miokard
Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, sering kali terjadi pada penderita mulai
mobilisasi
CVA rekuren: dapat terjadi pada setiap saat
Jangka panjang (>14 hari)
CVA rekuren
Infark miokard
Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer
Tabel 2.2: Komplikasi CVA
8. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7) Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah rutin
b) Gula darah
c) Urine rutin
d) Cairan serebrospinal
e) Analisa gas darah (AGD)
f) Biokimia darah
g) Elektrollit
9. Penatalaksanaan
1) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 liter/menit dan cairan kristaloid/ koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT Scan otak,
elekrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Gawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarga agar tetap tenang.
2) Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a) CVA Iskemik
Terapi umum: letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-
2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasii dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 Ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg%
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemi (kadar gula
darah <60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40% IV sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala
atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ACE, atau antagonis sskalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik ≤90 mmHg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 Ml
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih <90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 µg/kg/menit sampai
tekanan darah sistol ≥110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv
pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dialnjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejangmuncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan proral jangka
panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.
Terapi khusus : ditunjukkan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rtPA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b) CVA Hemoragik
Terapi Umum: pasien CVA hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1,25 mg
per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan
intrakranial meningkat, posisi kepada dinaikkan 30°, posisi kepala dn dada di
satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (Pco, 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus: neuroprotrktor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasidilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dngan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm³, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shuntng, dan perdarahan lobar
>60 Ml dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniaasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri vena
(arteriovenous malformation, AVM).
3) Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami
dan melaksanakan program preventif dan sekunder. Terapi fase subakut antara
lain:
a) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
b) Penatalaksanaan komplikasi.
c) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi.
d) Prevensi sekunder.
e) Edukasi keluarga dan Discharge Planning.
10. Pencegahan
Pencegahan CVA menurut (Fadila, 2012) meliputi :
1) Kontrol tekanan darah secara rutin/teratur
2) Menghentikan merokok
3) Menurunkan konsumsi kolesterol dan kontrol kolesterol rutin
4) Memperhatikan kadar gula normal
5) Mencegah minum alkohol
6) Latihan fisik teratur
7) Cegah obesitas
8) Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.
11. Patway
Faktor pencetus / Penimbunan lemak / Lemak yang Menjadi kapur /
etiologi kolesterol yang sudah nekrotik mengandung
meningkat dalam darah dan berdegenerasi kolesterol dengan
infiltrasi limfosit
(trombus)
Pembuluh darah
Penurunan
Disfungsi
Anteri Carotis
darah
N.II Resiko Ketidakefektifan menjadi
Arteri kau dan
Ketidak
Cerebral Eritrosit bergum-
Gangguan Rasa
(optikus)
ke
Interna
retina Perfusi
Arteri Jaringan
Stroke
Vertebra Otak
Hemoragik
Basilaris pecah
mampuan
Mediabicara
Peningkatan TIK Luka
Edema
Tirah dekubitus
pal, endotel
Nyaman Atau rusak
Nyeri
cerebral
baring lama
Ateriosklerosis Penyempitan
pembuluh darah
Thrombus / (oklusi vaskuler)
emboli di cerebral
Aliran darah
Stroke Non Kompres jaringan
terhambat
Hemoragik otak
Heriasi
Suplai darah dan Proses metabolisme
O2 ke otak dalam otak terganggu
Cairan plasma
hilang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungaan dengan penurunan kekuatan otot
5. Defisit perawatan diri
6. Kerusakan integritas kulit
7. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
8. Hambtan komunikasi verbal
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
3. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang
spesifik untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,
2014).
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan
teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat. Keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keprawatan
berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Gaffar, 2002).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan (Nursalam, 2014).
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evalusai
hasil atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evalusi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon pasien paada
tujuan khusus dan umum yang telah di tentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunkan SOP.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah atau ada masalah yang kontradiktif
dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjutan berdasarkan hasil analisa responden
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.
Jogjakarta : Percetakan Meiaction Publishing Jogjakarta.
Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
FORMAT PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 thn
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jln.Dukuh Sari , Bangil
No. registrasi : 2045xxx
Tgl. MRS : 19 Oktober 2021
Tgl. pengkajian : 19 Oktober 2021
Diagnosa medis : CVA Infark
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit
SMRS: Klien mengatakan 3 hari yang lalu kaki dan tangannya susah
digerakkan dan sulit dibicara , terasa mau jatuh waktu jalan ,
lemas ,pusing .
MRS: Pusing, sulit bicara .
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 19 Oktober 2021 jam 16.00 WIB. Klien datang ke IGD
dengan ditemani keluarga. Keluarga klien mengatakan klien
mengalami susah tidur dan sakit kepala, , dan bicara tidak jelas,
sehingga keluarga memutuskan klien dibawah kerumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan Tn.A tidak pernah mengalami kejadian
seperti ini, tetapi Tn.A mempunyai riwayat DM,HT.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan keluarganya tidak memliliki riwayat
penyakit .
C. PENGKAJIAN PERSISTEM
Keadaan umum : K/u lemah
Tanda-tanda vital :
TD : 196/129 mmHg RR : 26 x/menit
N : 95 x/menit S : 36,5 C
BB : 70 kg
SPO2 : 98%
Breath (B1)
1. Pergerakan Dada : Simetris
2. Pemakaian otot bantu nafas : Tidak ada
3. Suara nafas : vesikuler
4. Batuk : Tidak produktif
5. Sputum : Encer
6. Alat bantu nafas : Tidak ada
7. Lain-lain : Turgor baik
Blood (B2)
1. Suara jantung : Tunggal
2. Irama jantung : Reguler
3. CRT : > 2detik
4. JVP : Normal
5. CVP : Tidak ada
6. Edema : Tidak ada
7. Lain-lain : Akral hangat
Brain (B3)
1. Tingkat Kesadaran Kuantitatif (GCS) : E. 4 V.3 M.2
2. Reaksi pupil
a) Kanan dan kiri: Ada, diameter ± 2 mm
3. Refleks fisiologis : Ada
4. Refleks patologis : Brudzinki
5. Meningeal sign : Tidak ada
Bladder (B4)
1. Urin
o Jumlah : 500 cc
o Warna : kuning kecoklatan
2. Kateter : Tidak ada
3. Kesulitan BAK : Tidak
Bowel (B5)
1. Mukosa bibir : Kering
2. Lidah : Kotor
3. Keadaan gigi : Lengkap
4. Nyeri telan : Tidak
5. Abdomen : Tidak distensi
6. Peristaltic usus : Normal
7. Mual : Tidak
8. Muntah : Tidak ada
9. Hematemesis : Tidak ada hematemisis
10. Melena : Tidak ada melena
11. Terpasang NGT : Tidak terpasang NGT
12. Diare : Tidak mengalami diare
13. Konstipasi : Tidak ada konstipasi
14. Asites : Tidak ada asites
Bone (B6)
1. Turgor : Baik
2. Perdarahan kulit : Tidak ada
3. Icterus : Tidak ada
4. Akral : Hangat
5. Pergerakan sendi : Terbatas
6. Fraktur : Tidak ada
7. Luka : Tidak ada
8. Lain-lain : -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM TANGGAL 19 OKTOBER 2021
E. LAIN-LAIN
-
F. TERAPI
a.) Inf ring as 2fls/hr
b.) Inj citicolin 2x250mg
c.) Inj micoballimin 1x1
d.) Inj pumpisel 1x1
e.) PO CPG 1x1
f.) PO atorvastatin 20mg 001
Perawat
Eka Putri Ramadhani
192303102178
ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 50 thn
No.Register : 162xxx
Heriasi
Peningkatan TIK
Resiko Jatuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 42 thn
No.Register : 2045xxx