Anda di halaman 1dari 36

PRAKTEK GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN CVA DI IGD RSI MASYITOH BANGIL

DI SUSUN OLEH :
EKA PUTRI RAMADHANI
NIM. 192303102178

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS PASURUAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN CVA DI IGD RSI MASYITOH BANGIL

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( Eka Putri Ramadhani )


NIM : 192303102178

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) (Ns.Mukhammad Toha S.Kep.,M.Kep)


NIP : 197204281994031003

Mengetahui
Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA (Cerebrovaskuler Accident)

A. Konsep CVA (Cerebrovaskuler Accident)


1. Definisi
CVA (Cerebrovaskuler Accident) adalah gangguan funsional otak yang
terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa
jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena
perdarahan (hemoragik) ataupun sumbatan (iskemik) dengan gejala dan tanda
sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna dengan cacat, atau
kematian (Junaidi, 2011).
CVA adalah penyakit atau gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemik atau hemoragik
sirkulasi saraf otak (Aru, 2016).

2. Etiologi
Menurut Setyopranoto (2011) faktor yang menyebabkan CVA yaitu:
1) Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a) Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
b) Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena CVA.
c) Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena CVA.
2) Faktor yang dapat dirubah (reversible)
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Kolestrol tinggi
d) Obesitas
e) Diabetes melitus
f) Polisetemia
g) Stress emosional
3) Kebiasaan hidup
a) Merokok
b) Peminum alkohol
c) Obat-obatan terlarang
d) Aktivitas yang tidak sehat : kurang olah raga, makanan berkolesterol.

3. Anatomi dan Fisiologi


Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak
menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen
tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab
terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan
manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk
melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori,
perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan
pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian,
yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon),
otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli).

Gambar 2.1 : Anatomi Stroke Gambar 2.1 : Anatomi Stroke

Gambar 2.1 : Otak di lihat dari irisan : (a) Lateral dan (b) Sagital.
a) Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus
frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.
b) Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak
kecil juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
c) Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting
pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
d) Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang
dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresifn.
e) Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan.
Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Beberapa macam saraf beserta fungsinya sebagai berikut :
1) Nervus Cranialis
a) Nervus Olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus Optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan pengelihatan ke otak.
c) Nervus Okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pergerakan bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan
otot iris.
d) Nervus Troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
(1) Nervus Oltamikus
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput
lendir kelopak mata dan bola mata.
(2) Nervus Maksilaris
Sifatnya sensori, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga
hidung dan sinus maksilaris.
f) Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang
sisi mata.
g) Nervus Fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h) Nervus Auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengaran, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. fungsinya sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum
minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf
perasa.
k) Nervus Asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulustrapesium
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus Hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.

4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur Aterosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan intrakranial
dan lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan irreversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

5. Klasifikasi
Menurut NANDA (2016) CVA dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) CVA Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembulu darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti 80%.
CVA Iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a) CVA Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
b) CVA Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2) CVA Hemoragik yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus CVA hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
CVA Hemoragik ada 2 jenis yaitu:
a) Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b) Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).

6. Manifestasi Klinis
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cedal atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak

Perbedaan CVA hemoragik dan CVA non-hemoragik


Gejala Klinis CVA Hemoragik CVA Non Hemoragik
PIS PSA
Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
SIS sebelumnya Amat jarang +/ biasa
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tak ada
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
Perdarahan subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada
Paresis/gangguan N III Mungkin(+)
Tabel 2.1 : Perbedaan CVA hemoragik dan CVA non-hemoragik

7. Komplikasi
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
2. Lumbal pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imagig Resnance (MRI)
3. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
(Muttaqin, 2008).
Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan TIK,
Herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian infark miokard. Penyebab kematin mendadak pada
CVA stadium awal.
Jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat immobillisasi lama
Infark miokard
Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, sering kali terjadi pada penderita mulai
mobilisasi
CVA rekuren: dapat terjadi pada setiap saat
Jangka panjang (>14 hari)
CVA rekuren
Infark miokard
Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer
Tabel 2.2: Komplikasi CVA

8. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7) Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah rutin
b) Gula darah
c) Urine rutin
d) Cairan serebrospinal
e) Analisa gas darah (AGD)
f) Biokimia darah
g) Elektrollit

9. Penatalaksanaan
1) Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 liter/menit dan cairan kristaloid/ koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT Scan otak,
elekrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Gawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarga agar tetap tenang.
2) Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a) CVA Iskemik
Terapi umum: letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-
2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasii dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 Ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg%
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemi (kadar gula
darah <60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40% IV sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala
atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ACE, atau antagonis sskalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik ≤90 mmHg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 Ml
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih <90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 µg/kg/menit sampai
tekanan darah sistol ≥110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv
pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dialnjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejangmuncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan proral jangka
panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.
Terapi khusus : ditunjukkan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rtPA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b) CVA Hemoragik
Terapi Umum: pasien CVA hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1,25 mg
per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan
intrakranial meningkat, posisi kepada dinaikkan 30°, posisi kepala dn dada di
satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (Pco, 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus: neuroprotrktor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasidilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dngan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm³, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shuntng, dan perdarahan lobar
>60 Ml dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniaasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri vena
(arteriovenous malformation, AVM).
3) Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami
dan melaksanakan program preventif dan sekunder. Terapi fase subakut antara
lain:
a) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
b) Penatalaksanaan komplikasi.
c) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi.
d) Prevensi sekunder.
e) Edukasi keluarga dan Discharge Planning.

10. Pencegahan
Pencegahan CVA menurut (Fadila, 2012) meliputi :
1) Kontrol tekanan darah secara rutin/teratur
2) Menghentikan merokok
3) Menurunkan konsumsi kolesterol dan kontrol kolesterol rutin
4) Memperhatikan kadar gula normal
5) Mencegah minum alkohol
6) Latihan fisik teratur
7) Cegah obesitas
8) Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.

11. Patway
Faktor pencetus / Penimbunan lemak / Lemak yang Menjadi kapur /
etiologi kolesterol yang sudah nekrotik mengandung
meningkat dalam darah dan berdegenerasi kolesterol dengan
infiltrasi limfosit
(trombus)

Pembuluh darah
Penurunan
Disfungsi
Anteri Carotis
darah
N.II Resiko Ketidakefektifan menjadi
Arteri kau dan
Ketidak
Cerebral Eritrosit bergum-
Gangguan Rasa
(optikus)
ke
Interna
retina Perfusi
Arteri Jaringan
Stroke
Vertebra Otak
Hemoragik
Basilaris pecah
mampuan
Mediabicara
Peningkatan TIK Luka
Edema
Tirah dekubitus
pal, endotel
Nyaman Atau rusak
Nyeri
cerebral
baring lama
Ateriosklerosis Penyempitan
pembuluh darah
Thrombus / (oklusi vaskuler)
emboli di cerebral
Aliran darah
Stroke Non Kompres jaringan
terhambat
Hemoragik otak

Heriasi
Suplai darah dan Proses metabolisme
O2 ke otak dalam otak terganggu
Cairan plasma
hilang

Kerusakan N.I (Olfakto- Kerusakan Disfungsi N.XI


rius), N.II (Optikus),N.IV neurocerebrospin (assesoris)
(Traklearis), N.XII al N.VII
(Hipoglosus) (facialis), N.IX
(glossofaringeus) Penurunan fungsi
motorik dan
Perubahan ketajaman muskuluskeletal
Penurunan ke- Kontrol otot
sensori, penghidung,
mampuan retina facial / oral
pengelihat, dan pengecap Kelemahan pada
untuk menangkap menjadi lemah
obyek / bayangan satu / keempat
anggota gerak
Ketidak mampuan,
menghidung, melihat,
Kebutaan mengecap. Hemiparase / plegi
kanan dan kiri
Kerusakan
Resiko Jatuh Gangguan perubahan artikular, tidak
persepsi sensori dapat berbicara
(disatria)
Funsi N.X (Vagus) N.IX
(Glosovaringeus) Kerusakan
Komunikasi
Proses menelan tidak Verbal
efektif
Hambatan
Gangguan Refluks Mobilitas Fisik
Menelan
Disfagia Kerusakan
Integritas Kulit
B. Ketidak
Konsep Asuhan Keperawatan
Seimbangan Nutrisi Anoreksia
1.KurangPengkajian
Dari
Kebutuhan Tubuh
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Data riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan CVA berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat CVA sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
c) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat CVA dari generasi terdahulu.
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan
dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5) Aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung
lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan
yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa,
usus, bagaimana nafsu makan klien.
b) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang
mengandung alkohol.
c) Eliminasi
Pada pasien CVA hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi
BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien
CVA mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
6) Pemeriksaan Fisik
Setelah melaakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per-sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Adapun pengkajian pada pasien dengan CVA menurut adalah :
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien CVA dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada pasien sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien CVA. Tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg).
3) B3 (Brain)
CVA menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brai) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada pasien
lainnya.
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien CVA biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika pasien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien
dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
b) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
c) Pengkajian saraf cranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial 1-XII yaitu:
(1) Saraf I : biasanya pada pasien CVA tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
(2) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam are spasial) sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri.
Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak
mampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(3) Saraf III, IV, dan VI, jika akibat CVA mengakibatkan paralisis pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
(4) Saraf V : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
(5) Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X : kemampuan menelaan kurang baik dan sulit membuka
mulut.
(8) Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9) Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
d) Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan control valunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilang, gangguan control motor valunteer pada salah satu tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
(1) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
(2) Fasikulasi : didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
(3) Tonus Otot : didapatkan meningkat.
(4) Kekuatan Otot : pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
(5) Keseimbangan dan Koordinasi :didapatkan mengalami gangguan kareana
hemipareseb dan hemiplegia.
e) Pengkajian Reflek
Pemeriksaan reflek terdiri atas reflek profunda dan pemeriksaan reflek
patoligis.
Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
f) Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidak mampuan untuk
mengitepretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena
CVA dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam mengintepretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
4) B4 (Bladder)
Setelah CVA pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidak mampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidak mampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
control motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah di sebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis.
6) B6 (Bone)
CVA adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volinteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tibuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain
itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena pasien CVA mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise / hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungaan dengan penurunan kekuatan otot
5. Defisit perawatan diri
6. Kerusakan integritas kulit
7. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
8. Hambtan komunikasi verbal
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
3. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang
spesifik untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,
2014).
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan
teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat. Keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keprawatan
berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Gaffar, 2002).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan (Nursalam, 2014).
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evalusai
hasil atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evalusi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon pasien paada
tujuan khusus dan umum yang telah di tentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunkan SOP.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah atau ada masalah yang kontradiktif
dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjutan berdasarkan hasil analisa responden
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.
Jogjakarta : Percetakan Meiaction Publishing Jogjakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018.


http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas
2018.pdfhttp://eprints.umm.ac.id/42739/3/jiptummpp-gdl-manggikari-48723-3-
babii.pdf

Nursalam. 2014. Metedologi Penelitian Ilmu Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis Jilid 1. Yogyakarta : Medication Publishing

Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :


Rineka Cipta

Herdman, T.Heather. 2018. NANDA International Inc. Diagnosa keperawatan :


definisi & klasifikasi 2018-2020. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC
http://www.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/repository/dr_yuyun/3-Pencitraan
pada-Stroke.pdf

Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standart Luaran Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
FORMAT PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 thn
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jln.Dukuh Sari , Bangil
No. registrasi : 2045xxx
Tgl. MRS : 19 Oktober 2021
Tgl. pengkajian : 19 Oktober 2021
Diagnosa medis : CVA Infark

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit
SMRS: Klien mengatakan 3 hari yang lalu kaki dan tangannya susah
digerakkan dan sulit dibicara , terasa mau jatuh waktu jalan ,
lemas ,pusing .
MRS: Pusing, sulit bicara .
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 19 Oktober 2021 jam 16.00 WIB. Klien datang ke IGD
dengan ditemani keluarga. Keluarga klien mengatakan klien
mengalami susah tidur dan sakit kepala, , dan bicara tidak jelas,
sehingga keluarga memutuskan klien dibawah kerumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan Tn.A tidak pernah mengalami kejadian
seperti ini, tetapi Tn.A mempunyai riwayat DM,HT.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan keluarganya tidak memliliki riwayat
penyakit .

C. PENGKAJIAN PERSISTEM
Keadaan umum : K/u lemah
Tanda-tanda vital :
TD : 196/129 mmHg RR : 26 x/menit
N : 95 x/menit S : 36,5 C
BB : 70 kg
SPO2 : 98%

Breath (B1)
1. Pergerakan Dada : Simetris
2. Pemakaian otot bantu nafas : Tidak ada
3. Suara nafas : vesikuler
4. Batuk : Tidak produktif
5. Sputum : Encer
6. Alat bantu nafas : Tidak ada
7. Lain-lain : Turgor baik

Blood (B2)
1. Suara jantung : Tunggal
2. Irama jantung : Reguler
3. CRT : > 2detik
4. JVP : Normal
5. CVP : Tidak ada
6. Edema : Tidak ada
7. Lain-lain : Akral hangat

Brain (B3)
1. Tingkat Kesadaran Kuantitatif (GCS) : E. 4 V.3 M.2
2. Reaksi pupil
a) Kanan dan kiri: Ada, diameter ± 2 mm
3. Refleks fisiologis : Ada
4. Refleks patologis : Brudzinki
5. Meningeal sign : Tidak ada

Bladder (B4)
1. Urin
o Jumlah : 500 cc
o Warna : kuning kecoklatan
2. Kateter : Tidak ada
3. Kesulitan BAK : Tidak

Bowel (B5)
1. Mukosa bibir : Kering
2. Lidah : Kotor
3. Keadaan gigi : Lengkap
4. Nyeri telan : Tidak
5. Abdomen : Tidak distensi
6. Peristaltic usus : Normal
7. Mual : Tidak
8. Muntah : Tidak ada
9. Hematemesis : Tidak ada hematemisis
10. Melena : Tidak ada melena
11. Terpasang NGT : Tidak terpasang NGT
12. Diare : Tidak mengalami diare
13. Konstipasi : Tidak ada konstipasi
14. Asites : Tidak ada asites

Bone (B6)
1. Turgor : Baik
2. Perdarahan kulit : Tidak ada
3. Icterus : Tidak ada
4. Akral : Hangat
5. Pergerakan sendi : Terbatas
6. Fraktur : Tidak ada
7. Luka : Tidak ada
8. Lain-lain : -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM TANGGAL 19 OKTOBER 2021

E. LAIN-LAIN
-

F. TERAPI
a.) Inf ring as 2fls/hr
b.) Inj citicolin 2x250mg
c.) Inj micoballimin 1x1
d.) Inj pumpisel 1x1
e.) PO CPG 1x1
f.) PO atorvastatin 20mg 001

Perawat
Eka Putri Ramadhani
192303102178
ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 50 thn
No.Register : 162xxx

NO. DATA PENUNJANG INTERPRESTASI MASALAH


DATA

1. Ds: Faktor pencetus/etiologi Gangguan Rasa


Keluarga klien Nyaman (Nyeri)
mengatakan pusing dan
badan lemas sebalah kiri. Penimbunan
Do: lemak/kolesterol yang
- k/u : lemah meningkat dalam darah
- kes : compos mentis
- gcs : 4 5 6
- TTV : Lemak yang sudah
- TD : 196/129 nekrotik dan berdegenarasi
mmHg
-N : 95 x/menit
-S : 36,5 º C Menjadi
- SPO2 : 99 % kapur/mengandung
kolesterol dengan infiltrasi
lomfosit (trombus)

Pembuluh darah menjadi


kaku dan pecah

Kompres jaringan otak

Heriasi

Peningkatan TIK

Gangguan Rasa Nyaman


(Nyeri)
2. Ds : Anteri carotis interna Risiko Jatuh
Keluarga klien
mengatakan sulit bicara
dan pusing . Disfungsi N.II (optikus)
Do:
k/u : lemah
GCS : 4, 3, 2
-Tanda-tanda vital : Penurunan darah ke retina
TD : 196/129 mmHg
RR : 26 x/menit
N : 95 x/menit Penurunan kemampuan
S : 36,5 C retina untuk menangkap
BB : 70 kg obyek/bayangan
SPO2 : 98%
Kebutaan

Resiko Jatuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 42 thn
No.Register : 2045xxx

NO. TGL DIAGNOSA TGL TTD


MUNCUL KEPERAWATAN TERATASI
1. 03-03-2020 Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak

2. 03-03-2020 Hambatan Mobilitas Fisik


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 42 thn
No.Register : 2045xxx

TGL NO. DIAGNOSA NOC NIC TT


KEPERAWATAN
03- 1. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan: Serebral a. Manajemen Edema Selebral
03- Perfusi Jaringan Otak Definisi: Kecukupan aliran darah melalui b. Definisi : Keterbatasan injuri serebral sekunder
akibat dari pembengkakan jaringan otak.
2020 pembuluh darah otak untuk mempertahankan c. 1. Monitor tanda-tanda vital.
fungsi otak. d. 2. Catat perubahan pasien dalam berespon
1. Tekanan darah sistolik deviasi berat 180 terhadap stimulus.
hingga deviasi normal 120. e. 3. Hindari fleksi leher atau fleksi ekstrem pada
2. Tekanan darah diastolik deviasi berat 90 lutut panggul.
4. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30
hingga deviasi normal 80. derajat atau lebih
3. Nilai rata-rata tekanan darah deviasi berat
g. 5. Hindari cairan IV Hipotonik
180/90 mmHg menjadi 120/80 mmHg. h. 6. Batasi suction kurang dari 15 detik
4. Sakit kepala deviasi berat menjadi deviasi 7. Pertahankan suhu normal
ringan 8. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya
kejang
k. 9. Berikan antibiotic/agen farmakologis
Manajemen Sensasi Perifer
m. Definisi : Mencegah atau meminimalisir cedera
dan ketidaknyamanan pada pasien yang
mengalami gangguan ketidaknyamanan.
n. 1. Monitor adanya darah tertentu yang hanya
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
o. 2. Monitor adanya paretese
p. 3.Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau laserasi
q. 4. Batasi gerakan pada kepala,leher,dan
punggung.
r. 5. Kolaborasi pemberian analgetik
6.Diskusikan mengenai penyebab perubahan
sensasi
03- 2. Hambatan Mobilitas Fisik a.) Pergerakan Terapi Latihan Ambulasi
03- Definisi : Kemampuan untuk bisa bergerak Definisi : Peningkatan dan bantuan
2020 bebas ditempat dengan atau tanpa alat bantu berjalan untuk menjaga atau
1. Keseimbangan dari sering jatuh menjadi mengembalikan fungsi tubuh otonom
normal dan volunter selama pengobatan dan
2. Gerakan otot dari lemah menjadi normal pemulihan dari penyakit atau cedera.
1. Beri pasien pakaian yang tidak
3. Gerakan sendi dari kaku menjadi normal mengekang.
b.) Ambulasi 2. Sediakan tempat tidur berketinggian
Definisi : Tindakan personal untuk berjalan dari rendah yang sesuai.
satu tempat ketempat lain secara mandiri dengan 3. Bantu pasien untuk duduk disisi
atau tanpa alat bantu. tenpat tidur untuk memfasilitasi
1. Berjaalan dengan langkah yang efektif dari penyesuaian sikap tubuh.
langkah yang tidak teratur menjadi normal. 4. Bantu pasien untuk perpindahan,
2. Berjalan dengan pelan dari berjalan sangat sesuai kebutuhan.
pelan menjadi cepat.
3. Berjalan menaiki tangga dari berjalan
berpegangan menjadi tidak berpegangan.
4. Berjalan menuruni tangga dari berjalan
berpegangan menjadi tidak berpegangan.
5. Berjalan mengelilingi kamar dari berjalan
menompang tembok menjadi tidak menompang
tembok.
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 42 thn
No.Register : 2045xxx
NO. TGL/JAM NO.DX. TINDAKAN TT
KEP
1. 03-03- 21.00 1. Membina hubungan saling percayaantara perawat
2020 dengan klien dengan cara memperkenalkan diri.
21.05 2. Meletakkan kepala dan lejher pasien dalam posisi
netral, menghindari fleksi pinggang yang berlebihan
21.10 3. Memonitor tanda-tanda vital
o TD : 180/90 mmHg
o RR : 26 x/menit
o N : 120 x/menit
o S : 36,7 C
o BB : 70 kg
o SPO2 : 98%
21.15 4. Memonitor status pernafasan : frekuensi, irama
R : 26 x/menit
Irama : Irreguler
Terpasang O2 nasal 4 lpm
21.30 5. Mencatat perubahan pasien dalam bersepon
terhadap stimulus
Klien berespon terhadap rangsangan nyeri
21.50 6. Menghindari cairan IV Hipotonik
Memberikan infuse ascring 21 tpm
22.00 7. Memberikan farmakologi untuk mempertahankan
TIK dalam jangkau tertentu:
a) Infus asering 21 tpm
b) Injeksi citicholin 250 mg
c) Injeksi antrain 2 ml
d) Injeksi topazol 40 mg
e) Injeksi kalmeco 1 ml
2. 03-03- 21.05 1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
2020 Memposisikan kepala dan leher netral.
21.35 2. Mengkaji komitmen klien untuk belajar dan
menggunakan postur tubuh yang benar.
21.40 3. Menginstruksikan pada klien untuk menghindari
tidur dengan posisi telungkup.
21.45 4. Menginstruksikan klien untuk mengerakkan kaki
dan tangan
21.45 5. Mengkaji kekuatan otot klien
03.00 6. Membantu klien untuk perpindahan sesuai
kebutuhan. Membantu klien berpindah dari tempat
tidur di IGD ke tempat tidu ruangan.
EVALUASI
Nama Pasien : Tn.A
Umur : 42 thn
No.Register : 2045xxx
NO.DX. TANGGAL (03-03-2020) NO.DX. TANGGAL (03-03-2020)
KEP KEP
1. S:- 2. S:
O: Keluarga klien mengatakan klien lemas, badan
- k/u : lemah sebelah kanan terasa berat bila digerakkan
-GCS : 4, 3, 2 ektremitas bawah dan atas.
-Bicara tidak jelas O:
-Gangguan bicara (+) - k/u : lemah
-Klien tampak anemis - Klien tirah baring
-Nadi teraba cepat - Tampak lemah
-Tanda-tanda vital : - Kekuatan otot
TD : 180/90 mmHg 25
RR : 26 x/menit 25
N : 120 x/menit -Tampak tidak bisa mengangkat tangan dan kaki.
S : 36,7 C A : Hambatan mobilitas fisik tidak menjadi aktual.
BB : 70 kg P : Intervensi dipertahankan
SPO2 : 98%
A : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak
menjadi aktual
P : Intervensi dipertahankan

Anda mungkin juga menyukai