Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN CRANIOTOMY

DISUSUN OLEH:

Veruz Azizah H. A. A P1337421021002


Dian Farizki P1337421021003
Sahlaa Fauziyyah Akmal P1337421021004
Rosnadilla Lucky Amelia P1337421021005
Arya Dwi Nugraha P1337421021006
Khilman Hidayat P1337421021007
Fauzi Septiadi P1337421021008
Ayu Karunia Saputri P1337421021009
Muqossimati Amro P1337421021010
Rozalia Nurul Hidayah P1337421021011

PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
Jl. Dewi Sartika No.1, RT.001/RW.001, Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan,Kota
Tegal, Jawa Tengah 52133

2023
A. DEFINISI
Otak diibaratkan sebagai sebuah komputer yang mengatur, memberikan perintah ke
seluruh organ tubuh. Otak mengatur mulai dari sikap dan perilaku, kecerdasan, ingatan,
fungsi panca indera, menggerakkan tubuh, hingga mengatur fungsi vital seperti tekanan
darah, denyut jantung, pola pernafasan, suhu tubuh, dan berbagai fungsi penting lain. Begitu
penting nya otak bagi tubuh manusia, hingga tentu saja tindakan operasi yang dilakukan pada
otak memerlukan pertimbangan yang matang. Kraniotomi (craniotomy) berasal dari kata
cranium yang artinya tulang kepala / tengkorak, dan -tomia yang artinya memotong.
Kraniotomi adalah suatu prosedur pembedahan yang dilakukan dengan membuka sebagian
tulang kepala, untuk mendapatkan akses ke rongga kepala.
Kraniotomi adalah operasi untuk membuka kepala untuk mengekspos otak. Kata
craniotomy berarti membuat lubang (-otomi) di tengkorak (cranium). (Brain and Spain
Foundation, 2013)
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahanuntuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan
tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner
and Suddarth)

B. ETIOLOGI
Menurut Urden et al (2014) beberapa indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan
intrakranial yaitu sebagai intervensi untuk pengangkatan, jaringan abnormal, baik tumor
maupun kanker, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluuasi adanya bekuan darah,
pembenahan organ-organ intrakranial, mengatasi perdarahan dalam otak, cerebral aneurysm,
trauma tengkorak, dan adanya peradangan dalam otak.
Menurut Hanft et al (2017) Kondisi yang meningkatkan risiko yang terkait dengan
kraniotomi sebagai berikut yaitu Usia lanjut, status fungsional buruk, penyakit
kardiopulmoner berat, dan runtuh sistemik yang parah dan membutuhkan dukungan
perawatan intensif (misalnya, sepsis, kegagalan multiorgan)

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)

1. Pusing

2. Sakit kepala

3. Muntah
4. Perubahan mental

5. Kejang

Manifestasi klinik local (akibat kompresi pada bagian yang spesifik dari otak)

1. Perubahan penglihatan : hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda


pupil edema
2. Perubahan bicara : aphasia

3. Perubahan sensorik : hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik

4. Perubahan motoric : ataksia, jatuh, kelemahan, paralisi

5. Perubahan bowel atau bladder : inkontinensia, retensi urin, dan konstipasi

6. Perubahan pendengaran : tinnitus, deafinees

7. Perubahan dalam seksual

D. PATOFISIOLOGI

Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulitkepala,


tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapavariabel yang
mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:

1) Lokasi dan arah dari penyebab benturan

2) Kecepatan kekuatan yang datang

3) Permukaan dari kekuatan yang menimpa

4) Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan

Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak.
Lukaterbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan
merupakanindikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari
tingkat ringansampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intrakranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan
hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaranyang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala
langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak).
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh
kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak
dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi,
kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat
terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.

2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.

3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.
Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan dan
disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama
peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala :
1. Conscussion/comosio/memar

Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,


perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri

Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri

Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak


sarah/pingsan,hemiphagia, dilatasi pupil

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infarkmungkin
tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
c. Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringanotakakibat
edema, perdarahan, trauma.

F. KOMPLIKASI
1. Edema cerebra
2. Perdarahan epidural
Yaitu penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanyakarena
perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
3. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut perdarahan
subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar(subdural kronik).
4. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepalatertutup yang
berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu
ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otakmenyebabkan peningkatan TIC,
sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
5. Hypovolemik syok
6. Hydrocephalus
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahayabesar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darahvena dan ikut
aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak. Pencegahantromboplebitis yaitu
latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
9. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering
menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi lukayang paling penting adalah
perawatan luka dengan memperhatikan aseptic danantiseptic.
10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka ataueviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi lukaadalah keluarnya organ-
organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensiatau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutupwaktu pembedahan

G. PENATALAKSAAN

a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan


b. Mempercepat penyembuhan

c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelumoperasi.

d. Mempertahankan konsep diri pasiene.

e. Mempersiapkan pasien pulang


Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasia.

a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan output

b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.

c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril

2. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelanmakanan


sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Proteinsangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin Cyang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahantubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung

b. Peristaltik usus normal

c. Flatus positif

d. Bowel movement positif

3. Mobilisasi

Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya


stabil.Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomendianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasia.

a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi →
retensio urine.
2) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
3) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal

1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat


menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.

3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.

4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam

5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan


decompresi dan drainase lambung.
6) Meningkatkan istirahat.

7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

8) Memonitor perdarahan.

9) Mencegah obstruksi usus.

10) Irigasi atau pemberian obat

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA CRANIOTOMY

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Dikaji tentang identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, nomor medrek, tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal pengkajian.
Juga identitas penanggung jawab klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan terakhir dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian, nyeri
biasanya menjadi keluhan yang paling utama terutama pada pasien post op
craniotomy.
c. Alasan Masuk
Merupakan alasan yang mendasari klien dibawa ke Rumah Sakit atau kronologis
yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien


melalui metode PQRST dalam bentuk narasi:

P (Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau memperingan


nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien berjalan, bersin,
batuk atau napas dalam. Klien dengan post craniotomy biasanya
merasakan nyeri semakin berat saat digerakan, dan nyeri dirasakan
berkurang saat didiamkan.

Q (Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang


dirasakan. Biasanya nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-tusuk.

R (Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana keluhan


dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau mempengaruhi ke area
lain. Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitar kepala yang telah
dilakukan pembedahan.
S (Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala) dari
keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5. Nyeri yang dirasakan
tergantung dari individu biasanya diukur menggunakan skala nyeri 0-5
T (Time) : adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada klien
yang mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri berlangsung terus menerus
atau tidak. Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dankonsumsi alkohol berlebihan
f. Pemeriksaan Fisik

1) Pola pengkajian

Pola fungsi kesehatan daat dikaji melalui pola Gordon dimana


pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara
sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan
memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus. Model konsep dan
tipologi pola kesehatan fungsional menurut Gordon:
a) Pola persepsi manajemen Kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan


kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan. Sensorik dan motorik menurun atau hilang,
mudah terjadi injuri, perubahan persepsi dan orientasi.
b) Pola nutrisi metabolic

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,


nafsu makan, pola makan, diet, fluktasi BB dalam 1 bulan terakhir,
kesulitan menelan, mual/muntah, daya sensori hilang di daerah
lidah, pipi, tenggorokan dan dyspagia. Pada klien post craniotomy
biasanya terjadi penurunan nafsu makan akibat mual dan muntah.
c) Pola eliminasi

Manajemen pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit,


kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri, disuria, dll), frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik
urine dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, distensi
abdomen, suara usus hilang. Pada klien post craniotomy pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
Setelah pembedahan klien mungkin mengalami inkontinensia
urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan mempergunakan sistem perkemihan karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol
spingter urinarius hilang atau berkurang
d) Pola latihan aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan, dan


sirkulasi, riwayat penyakit jantung. Kesulitan aktifitas akibat
kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah.
Dalam aktivitas sehari-hari dikaji pada pola aktivitas sebelum sakit
dan setelah sakit.
e) Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, dan kompensasinya terhadap
tubuh. Gangguan penglihatan (penglihatan kabur), dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
f) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energi.

Jumlah jam tidur pada siang dan malam.

g) Pola konsep diri persepsi diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap


kemampuan.
h) Pola peran hubungan

Mengambarkan dan mengetahui hubungan peran pasien


terhadap anggota keluarga.
i) Pola reproduksi seksual

Menggambarkan pemeriksaan genital.

j) Pola koping stress

Mengambarkan kemampuan untuk mengalami stress dan


penggunaan sistem pendukung. Interaksi dengan orang terdekat,
menangis, kontak mata.
2) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau


riwayat operasi.
b) Mata

Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus


optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV), gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c) Hidung

Saraf I (pada keadaan post craniotomy klien akan mengalami


kelainan pada fungsi penciuman unilateral atau bilateral)
d) Telinga
Saraf VIII (perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala
ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis)
e) Mulut

Saraf V (pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan


paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerak mengunyah), Saraf VII (persepsi pengecapan
mengalami perubahan. Saraf XII (indera pengecapan mengalami
perubahan).
f) Dada atau sistem pernafasan

Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi dari


perubahan jaringan serebral. Pada keadaan hasil dari pemeriksaan fisik
sistem ini akan didapatkan hasil :
• Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan alat bantu napas dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Ekspansi dada : dinilai
penuh atau tidak penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi
ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot
interkostal, substernal, pernapasan abdomen dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen pada saat inspirasi). Pola napas
paradoksal dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
• Pada palpasi frenitus menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain.
• Pada perkusi adanya suara redup sampai pekak.

• Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,


stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun sehingga didapatkan
pada klien dengan penurunan tingkat kesadaran
Pada klien dengan post craniotomy dan sudah terjadi disfungsi
pusat pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan
biasanya klien dirawat di ruang perawatan intensif sampai
kondisiklien menjadi stabil. Pengkajian klien dengan pemasangan
ventilator secara komprehensif merupakan jalur keperawatan kritis.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
pada inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyinapas tambahan.
g) Sistem kardiovaskuler

Hasil pemeriksaan kardiovaskular, klien post craniotomy akibat


cedera kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah
normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia dan aritmia.
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi
bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat menunjukkan adanya perubahan perfusi jaringan
atau tanda-tanda awal dari syok
h) Sistem Persayarafan

Post craniotomy akibat cedera kepala menyebabkan berbagai


defisit neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat
hematom intraserebral, subdural dan epidural. Pengkajian sistem
persyarafan merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
i) Ekstremitas

Pengkajian sistem motorik, pada saat inspeksi umum didapatkan


hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain dari tonus otot,
kekuatan otot dan keseimbangan dan koordinasi. Pengkajian refleks
dilakukan pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Permeriksaan refleks patologis pada fase akut refleks sisi yang lumpuh
akan menghilang.

6. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis.

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.

4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.


5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

6) Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.

7) Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.

8) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.

9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

7. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
agens cedera lokasi, pengawasan
Setelah Dilakukan
biologis karakteristik, skala keefektifan obat,
tindakan keperawatan
(0-10). Selidiki kemajuan
selama 1x 24 jam,
dan laporkan penyembuhan.
diharapkan nyeri akan
perubahan nyeri perubahan pada
berkurang,
dengan tepat. karakteristik nyeri
menghilang dengan
2. Pertahankan posisi menunjukkan
KH:
istirahat semi terjadinya abses.
1. Klien dapat fowler. 2. Mengurangi
memanagemen 3. Dorong ambulasi tegangan abdomen
pengetahuan dini. yang bertambah
tentang penyakit 4. Berikan kantong es dengan posisi
akut pada abdomen. telentang.
2. Dapat 5. Berikan analesik 3. Meningkatkan
memanegemen sesuai indikasi. normalisasi fungsi
diri tentang organ, contoh
penyakitnya merangsang
3. Klien dapat peristaltic dan
mengontrol kelancaran flatus,
dan menurunkan
tingkat gejala ketidaknyamanan
penyakitnya abdomen.
4. Klien dapat 4. Menghilangkan dan
memanagemen mengurangi nyeri
nyeri secara melelui
mandiri penghilangan ujung
saraf.
catatan:jangan
lakukan kompres
panas karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
2. Kerusakan Tujuan: 1. Kaji dan catat 1. Mengidentifikasi
integritas kulit ukuran, warna, terjadinya
Setelah dilakukan
berhubungan keadaan luka, dan komplikasi.
tindakan 3x24 jam,
dengan luka kondisi sekitar 2. Merupakan
klien tidak
insisi. luka. tindakan protektif
mengalami
2. lakukan perawatan yang dapat
gangguan integritas
luka dan hygiene mengurangi nyeri.
kulit.
sesudah mandi, 3. Memungkinkan
Kriteria hasil:
lalu keringkan pasien lebih bebas
1. Integritas kulit
kulit dengan hati bergerak dan
yang baik bisa
hati. meningkatkan
dipertahankan
3. Monitor kulit akan kenyamanan
2. Tidak ada luka /
adanya kemerahan pasien.
lesi pada kulit
4. Mempercepat
3. Mampu
proses
melindungi kulit
dan 4. Jaga kebersihan penyembuhan dan
mempertahankan kulit agar kering rehabilitasi pasien,
kelembapan kulit dan bersih
dan perawatan
alami.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda-tanda 1. Deteksi dini adanya
infeksi berhubu vital, perhatikan infeksi.
Setelah dilakukan
ngan dengan demam, menggigil, 2. Memberikan
tindakan keperawatan
higiene luka berkeringat dan deteksi dini
3x24 jam, klien
yang buruk. perubahan mental terjadinya proses
diharapkan tidak
dan peningkatan infeksi.
mengalami infeksi.
nyeri kepala. 3. Menurunkan
Kriteria hasil:
2. Lihat luka insisi dan penyebaran bakteri
1. Tidak
balutan. catat 4. Mungkin diberikan
menunjukkan karakteristik, secara profilaktif
adanya tanda drainase luka. untuk menurunkan
infeksi. 3. Lakukan cuci tangan jumlah organisme,
2. Tidak terjadi yang baik dan dan untuk
infeksi. lakukan perawatan menurunkan
luka aseptik. penyebaran dan
4. Berikan antibiotik pertumbuhannya.

sesuai indikasi.
4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi 1. Tirah baring lama
perfusi jaringan ekstermitas terhadap dapat mencetuskan
Setelah dilakukan
berhubungan pembengkakan, dan statis venadan
tindakan keperawatan
dengan eritema. meningkatkan
3x24 jam, klien tidak
pendarahan. 2. Evaluasi status resiko
terjadi gangguan
mental. perhatikan pembentukan
perfusi jaringan.
terjadinya trombosis.
Kriteria hasil:
hemaparalis, afasia, 2. Indikasi yang
1. Tanda-tanda vital
kejang, muntah dan menunjukkan
stabil.
peningkatan TD. embolisasi sistemik
pada otak.
2. Kulit klien
hangat dan
kering
3. Nadi perifer ada
dan kuat.
4. Masukan atau
haluaran
seimbang.
5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan out 1. Memberikan
volume cairan put cairan. informasi tentang
Setelah dilakukan
berhubungan 2. Awasi TTV, kaji penggantian
tindakan keperawatan
dengan membrane mukosa, kebutuhan dan
3x24 jam, klien
perdarahan post turgor kulit, fungsi organ.
menunjukkan
operasi. membrane mukosa, 2. Indicator
keseimbangan cairan
nadi perifer dan keadekuatan
yang adekuat, dengan
pengisian kapiler. volume sirkulasi/
KH:
3. Awasi pemeriksaan perfusi.
1. Tanda-tanda vital
laboratorium. 3. Memberikan
stabil.
4. Berikan cairan IV informasi tentang
2. Mukosa lembab
atau produk darah volume sirkulasi,
3. Turgor kulit/
sesuai indikasi keseimbangan
pengisian kapiler
cairan dan
baik.
elektrolit.
4. Haluaran urine
4. Mempertahankan
baik.
volume sirkulasi.
6. Pola nafas Tujuan: 1. Evaluasi frekuensi 1. Kecepatan dan
inefektif pernafasan dan upayamungkin
setelah dilakukan
berhubungan kedalaman. meningkat karena
tindakan keperawatan
dengan efek 2. Auskultasi bunyi nyeri, takut,
3x24 jam, klien
anastesi. nafas. demam, penurunan
menunjukkan pola
3. Lihat kulit dan volume sirkulasi
nafas yang efektif.
membran mukosa darah dan
Kriteria hasil:
akumulasi
1. volume nafas untuk melihat secretatau juga
adekuat. adanya sianosis. hipoksia.
2. klien dapat 4. Berikan tambahan 2. Bunyi nafas sering
mempertahankan oksigen sesuai menurun pada
pola nafas kebutuhan. dasar paru selama
normal dan periode waktu
efektif dan tidak setelah
ada tanda pembedahan
hipoksia. sehubungan dengan
terjadinya
atelektasis.
3. Sianosis

menunjukkan
adanya hipoksia
sehubungan dengan
gagal jantung atau
komplikasi paru.
4. Untuk

memaksimalkan
pengambilan
oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang
menggantikan
tempat gas
anestesidan
mendorong
pengeluaran gas
tersebut melalui zat
instalasi
7. Bersihan jalan Tujuan: 1. Awasi frekuensi, 1. Perubaahan sputum
napas inefektif irama, kedalaman menunjukkan
setelah dilakukan
berhubungan pernafasan. terjadi distres
tindakan keperawatan
dengan pernafasan.
3x24 jam, klien
penumpukan menunjukkan bunyi 2. Auskultasi paru, 2. Deteksi adanya
secret. nafas yang jelas. perhatikan stridordan obstruksi.
Kriteria hasil: penurunan bunyi 3. Meningkatkan
nafas. ekspansi paru
1. frekuensi nafas
3. Dorong batuk atau optimal/fungsi
dalam rentang
latihan pernafasan. pernafasan.
normal.
4. Perhatikan adanya 4. Dugaan adanya
2. bebas dipsnea.
warna pucat atau hipoksemia atau
merah pada luka. karbon monoksida.
8. Perubahan pola Tujuan: 1. Catat keluaran urine, 1. Penurunan aliran
eliminasi urin selidiki penurunan urine tiba-tiba
setelah dilakukan
berhubungan aliran urine secara dapat
tindakan keperawatan
dengan efek tiba-tiba. mengindikasikan
3x24 jam, klien
anastesi. 2. Awasi TTV, kaji adanya obstruksi
menunjukkan aliran
nadi perifer, turgor atau juga karena
urine yang lancar.
kulit, pengisian dehidrasi.
Kriteria hasil:
kapiler. 2. Indikator
1. Haluaran urine
3. Dorong peningkatan keseimbangan
adekuat.
cairan dan cairan.
pertahankan 3. Mempertahankan
pemasukan akurat. hidrasi dan aliran
urine baik.
9. Perubahan Tujuan: 1. Timbang BB secara 1. Kehilangan atau
nutrisi kurang teratur. peningkatan
Setelah dilakukan
dari kebutuhan 2. Auskultasi bising menunjukkan
tindakan keperawatan
berhubungan usus, catat bunyi tak perubahan hidrasi,
3x24 jam, klien
dengan mual ada atau hiperaktif. tapi kehilangan
menunjukkan
muntah. 3. Tambahkan diet lanjut juga
keseimbangan berat
sesuai toleransi. menunjukkan
badan.
defisit nutrisi.
Kriteria hasil:
2. Meskipun bising
1. Berat badan klien
usus sering tak ada,
tetap seimbang.
inflamasi atau
iritasi usus dapat
menyertai
hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi
air atau juga diare.
3. Kemajuan diet
yang hati-hati saat
memasukkan
nutrisi dimulai
lagi dapat
menurunkan iritasi
gaster.

8. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang


spesifik. Tahap implemenstasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu, rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor untuk mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).

9. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan


tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sasaran evaluasi adalah
sebagai berikut :
a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria yang telah disusun

b. Hasil tindakan keperawatan, berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di


rumuskan dalam rencana evaluasi.
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau kemajuan sesuai
dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien
tidak menunjukan perubahan atau kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah
baru. Dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah
terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai
yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat
melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
kepada pasien, seluruh tindakannya di dokumentasikan dalam dokumentasi
keperawatan.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan / kemajuan sama
sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji
secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-
faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.

Anda mungkin juga menyukai