Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO

TRAUMA KEPALA

Winda, 16 tahun dirujuk dari RS dengan keluhan tidak sadar setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas. Sewaku di RS, winda sempat sadar, lalu secara perlahan kesadarannya turun kembali dan
diperjalanan muntah 2 kali. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga, ditemukan kesadaran
soporous dengan GCS 11 (E2, V4, M5). TD 150/90 mmHg, nadi 56x/menit, suhu 37,6 derajat celcius,
napas 20x/menit, pupil anisokor, kanan 5 mm dan kiri 2 mm. Winda dikonsultasikan ke bagian penyakit
saraf. Dari pmeriksaan ditemukan reflek cahaya kanan menurun, kiri normal, reflek bisep dan trisep
kanan-kiri normal, dan ditemukan reflek babinsky di sisi kiri. Hasil pemerksaan rontgen foto schedel
serta pemeriksaan CT scan kepala ditemukan adanya fraktur linier os temporal kanan serta lesi
hiperdens di frontotemporal kanan. Segera dilakukan konsul cito ke bagan bedah saraf. Dan hasil konsul
bedah saraf, winda dianjurkan operasi craniectomy untuk evakuasi hematom. Setelah operasi selesai,
winda dirawat 3 hari di ICU dan setelah semua kondisi stabil, winda dipindahkan ke bangsal penyakit
saraf untuk pemulihan.

Di bangsal penyakit saraf, winda dirawat diruangan pemulihan. Ruangan ini bersebelahan denga
ruang emergensi. Berbeda dengan ruangan pemulihan, di ruang emergensi ini dirawat pasien dengan
berbagai gangguan yang menyebabkan kesadaran menurun. Seperti pada ved nomor 1, seorang laki-laki
56 tahun diraat dengan hemiparesis dupleks ex causaperdarahan intra cerebral dan ini adalah serangan
stroke yang kedua, sedangkan pada bed nomor 4, pasien dirawat dengan meningitis. Menurut kepala
ruangan emergensi, semua pasien di ruangan ini tetap menjalani fisioterapi pasif untuk mencegah atrofi
otot dan kontraktur.

Bagaimana anda menjelaskan berbagai kondisi pasien dengan gangguan kesadaran ini?

TERMINOLOGI ASING

1. Soporous
Berkaitan dengan koma atau tidur malam (keadaan mengantuk yang dalam), pasien masih dapat
dibangunkan degan rangsangan yang kuat missal rangsangan nyeri, tapi pasien tidak terbangun
sempurna ( Kamus Kedoteran Dorland edisi 28)

2. GCS
Skala yang dpakai untuk menilai atau menentukan tingkat kesadaran pasien, menilai dari sadar
sepenuhnya sampai keadaan koma ( Kamus Kesehatan)
3. Kontraktur
Hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun akif karena
keterbatasan sendi, otot, dan kulit (Kamus Kesehatan)

4. Craniectomy
Proses pembedahan untuk menghilangkan bagian dari tengkorak yang disebut flappy tulang,
untuk mengurangi tekanan intracranial ( Kamus Kedokteran Dorland edisi 28)

5. Pupil anisokor
Bentuk kedua pupil tidak sama

6. Reflek babinsky
Tindakan reflek jar-jari kaku, yang ditimbulkan dengan stimulus gesekan pada telapak kaki yang
menyebabkan semua jari-jari menekuk ke bawah (Kamus Kesehatan)

7. Hematom
Kumpulan darah tidak normal keluar dari pembuluh darah ( Kamus Kedokteran Dorland edisi 28)

8. V4
Respon verbal kacau ( confused ). ( Kamus Kesehatan )

9. Reflek bisep
Reflek dari otot yang berada pada lengan bagian atas yang akan berkontraksi saat menekuk
tangan dan berelaksasi saat ( Kamus Kesehatan)

10. Fraktur Linier


Garis fraktur tinggal pada tengkorak yang meliputi seluruh ketebalan tulang ( Kamus Kesehatan )

11. M5
Respon motoriknya dapat melokalisasi nyer ata dapat melakukan tarikan terhadap sentuhan
( Kamus Kesehatan )

12. Hemiparesis
Satu tangan/satu kaki, satu sisi wajah menjadi lemah namun tak sepenuhnya lumpuh ( Kamus
Kesehatan )

13. E2
Mata bias membuka dengan rangsangan nyeri ( Kamus Kesehatan)
RUMUSAN MASALAH

1. Apa indikasi dilakkan craniectomy?


2. Mengapa winda sempat sadar dan mengalami penurunan kesadaran?
3. Apa tujuan dilakukan Craniectomy?
4. Mengapa pada pemeriksaan pupil ditemukan pupil anisokor?
5. Mengapa pada saat di perjalanan winda muntah?
6. Mengapa reflek cahaya kanan menurun?
7. Mengapa ditemukan tekanan darah meningkat dan nadi menurun?
8. Bagaimana interpretasi GCS winda?

HIPOTESIS

1. - Adanya penuruna kesadaran yang tiba-tiba


-Adanya tanda laseralisasi/herniasi
-Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergency

2. Pada saat kecelakaan kemungkinan winda mengalami benturan di bagian kepala, trauma kepala
dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan sempat sadar karena telah diberikan
pertolongan pertama pada winda dengan cara membuka jalan napas

3. -Menghilangkan bekuan darah


-Mengontrol perdarahan pada kepala
-untuk meringankan tekanan di dalam tengkorak

4. Disebabkan oleh adanya trauma dikepala kemudian terjadi hematom yang meningkatkan
tekanan intracranial lobus temporalis da menekan saraf mata N.III ( Nervus okulo motorius )

5. Karena tekanan intracranial meningkat merangsang pusat muntah dari nervus vagus sehingga
terjadi peningkatan tekanan intraabdomen, peristaltic meningkat, spingter esophagus terbuka
lalu terjadi muntah.

6. Reflek cahaya menurun > fraktur linier os. Temporal kanan > pupil anisupur kanan > cedera
bagian kanan

7. -Tekanan darah meningkat karena winda mengalami trauma kepala > cedera pada otak > darah
terlokalisasi ke daerah yang mengalami trauma > daerah perifer menurun > tekanan darah
meningkat

-Nadi menurun karena sirkulasi darah lebih utama di bagian yang mengalami trauma pada kasus
ini di kepala sehingga perifer menurun > nadi menurun
8. Soporous GCS 11 : sedang
-E2 berarti mata bias membuka dengan rangsangan nyeri
-V4 berarti respon verbal kacau/confused
-M5 respon motoriknya dapat melokalisasi nyeri atau dapat melakukan tarikan terhadap
sentuhan

PEMBAHASAN

TRAUMA KAPITIS

1. DEFINISI
Trauma kapitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
mengasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, social, atau sebagai gangguan
traumatic yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak

Trauma kapitis adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
yang terjadi akibat injury bik secara lansung maupun tidak langsung pada kepala

Trauma kapitis adalah cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada kulit kepala ,
tulang tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan.

2. EPIDEMIOLOGI
Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian, terutama pada dewasa muda dan
penyebab utama kecacatan. Di Amerika Serikat, hampir 10% kematian disebabkan karena
trauma, dan setengah dari total kematian akibat trauma berhubungan dengan otak. Kasus
cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian akibat cedera kepala terjadi setiap 5 menit.
Cedera kepala dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun angka kejadian tertinggi adalah
pada dewasa muda berusia 15-24 tahun. Angka kejadian pada laki-
laki 3 atau 4 kali lebih sering dibandingkan wanita.

3. ETIOLOGI
Penyebab cedera terbagi atas 2 :
a. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olahraga
b. Cedera terbuka : Peluru atau pisau

4. MANIFESTASI KLINIS
a.Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b.Kebingungan
c.Iritabel
d.Pucat
e.Mual dan muntah
f.Pusing kepala
g.Terdapat hematoma
h.Kecemasan
i.Sukar untuk dibangunkan
j.Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari hidung (rhinorrea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tualng tempora

5. PATOFISIOLOGI

Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau tertutup (trauma tumpul
tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan
memiliki akses langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga
dapat menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial. Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks
muntah dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi
keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi
hipoksia yang menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik terganggu dan
menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral.

Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan tertutup. Perdarahan terbuka
(robek dan lecet) merangsang lapisan mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang
stimulus nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks serebri sampai
nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami
kontak dengan benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hamper sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri
pada kulit kepala.

6. DIAGNOSIS
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat : untuk mengetahui adanya infark/ iskemia,
jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injury.
b.MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c.Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d.Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e.X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan /edema), fragmen tulang.
f.BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g.PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h.CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
i.ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan IK
j.Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan IK
k.Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

7. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1)Observasi 24 jam
2)Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3)Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4)Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5)Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6)Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7)Pemberian obat-obat analgetik.
8)Pembedahan bila ada indikasi

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan


dengan cara :
1)Obliteri sisterna Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher, lakukan foto tulang belakang
servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal c1-7 normal
2)Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur berikut : pasang infuse
dengan larutan normal salin (nacl 0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah ed
ema cerebri
3)Lakukan ct scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus dievaluasi adanya:
4)Hematoma epidural
5)Darah dalam subraknoid dan infra ventrikel
6)Kontusio dan perdarahan jaringan otak
7)Edema serebri
8)perimesensefalik
9)Pada pasien yang koma
10)Elevasi kepala 30o
11)Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten dengan kecepatan 16-20
kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg
12)Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
13)Pasang kateter foley
14)Konsul bedah syaraf
bila terdapat indikasi operasi

8. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

KOMPLIKASI
a.Hemorhagie
b.Infeksi
c.Edema
d.Herniasi

Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :


a)Perdarahan didalam otak, yang disebut
hematoma intraserebral, dapat menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel neuron dan vascular
tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan
segera, atau dapat menurun setelahnya ketiak hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.
b)Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.

PROGNOSIS
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,
terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostic
yang besar: skor pasien 3-
4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien
dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %. Sindrom pascakonkusi
berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi,
iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala.
Seringkali bertumpang-tindih dengan gejala depresi

TRAUMA MEDULA SPINALIS

1. DEFINISI

 Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat
benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia .

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada
daerah medulla spinalis . Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan
fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis
lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan
defisit neurologi. Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu
terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,
bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah
kemedula spinalis dapat ikut terputus . Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan
fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak
dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur
atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang
belakang (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang
belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis.

2. EPIDEMIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai