Anda di halaman 1dari 5

SKENARIO 1: RUANG EMERGENSI

Zardi 32 tahun, dibawa ke puskesmas setelah mengeluh sakit kepala, muntah-muntah dan tidak sadar
ketika sedang bermain tenis. Dari pemeriksaan dokter puskesmas ditemukan TD: 150/90 mmHg, nadi 56 x/mnt,
Suhu 37,5o C, kesadaran soporous dengan GCS : E3,V3,M4, delirium. Ditemukan juga kaku kuduk, Brudzinski
I dan II (+), Kerniq (+) kanan dan kiri, tidak ditemukan lateralisasi. Segera setelah di pasang infus, Zardi
dirujuk ke RS Dr M Djamil Padang.

Sesampainya di IGD, Zardi segera dikonsultasikan ke bagian neurologi. Dari alloanamnesis diketahui
bahwa sebelumnya Zardi sering mengeluh sakit kepala namun tidak pernah sampai kejang. Dari pemeriksaan
didapatkan tanda vital dan status neurologi: pupil isokor, reflek cahaya (+) normal, dari funduskopi ditemukan
adanya perdarahan subhyaloid, reflek fisiologis (++) dan tidak ditemukan reflek patologis. Segera dilakukan
pemeriksaan Brain CT Scan dan kemudian pasien di rawat di ruang emergensi bangsal neurologi dan diberikan
obat untuk menurunkan tekanan intrakranial.

Di ruang emergensi bangsal neurologi, selain Zardi dirawat juga pasien dengan penurunan kesadaran.
Seperti pada tempat tidur no.1 terdapat pasien berusia 62 tahun dengan hemiparesis dupleks ec. perdarahan
intraserebral dan ini adalah serangan stroke kedua, yang selama ini pasien dikenal menderita hipertensi dan
tidak kontrol secara teratur. Pada tempat tidur no. 3 dan no. 5, dirawat pasien dengan meningitis dan contusio
cerebri. Untuk mencegah atropi otot dan kontraktur, pada pasien di ruang emergensi ini dilakukan fisioterapi
pasif, walaupun dalam keadaan kesadaran menurun.

Bagaimanakah anda menjelaskan berbagai kondisi dengan gangguan kesadaran ini?

STEP 1 : TERMINOLOGI

1. Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan kuat
tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada
soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh
disfungsi serebral organic difus.
2. GCS : skala yang dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran seseorang. Dahulu, GCS hanya dipakai
untuk mengetahui tingkat kesadaran orang yang mengalami cedera kepala. Namun, saat ini GCS juga
digunakan untuk menilai tingkat kesadaran saat memberikan pertolongan darurat medis.
3. E3, V3, M4 :

4. Delirium : keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, di mana penderita
mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami
disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih.
5. Brudzinski I dan II (+) :
brudzinski I : tanda leher dari dari brudzinski. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi
pasien supine (terlentang), dokter menempatkan satu tangan di belakang kepala pasien dan menempatkan
tangan lain di dada pasien. Dokter kemudian menaikan kepala pasien (dengan tangan yang ada di belakang
kepala) sementara tangan yang di dada menahan pasien dan mencegah pasien untuk bangkit. Fleksi dari
ekstremitas bawah pasien (pinggul dan lutut) merupakan hasil positif.
Brudzinski II : Refleks kontralateral Brudzinski (Brudzinski 2) memiliki dua komponen: timbal balik yang
kontralateral dan identik. Pinggul dan lutut pasien tertekuk pasif di satu sisi; jika kaki kontralateral
dibengkokan (fleksi), dikatakan hasil yang positif jika terjadi refleks kontralateral yang identik.
6. Kerniq (+) : ketidakmampuan untuk memperpanjang lutut pasien di atas 135 derajat tanpa menyebabkan
rasa sakit merupakan hasil positif untuk tanda Kernig.
7. Lateralisasi : ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh
8. pupil isokor : ketika dilakukan pemeriksaan diatas kedua pupil ukurannyasama (normal)
9. reflek cahaya (+) : refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan terhadap intensitas
(pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil
menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah
menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur
intensitas cahaya yang memasuki mata.
10. Funduskopi : Tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli
11. perdarahan subhyaloid :
12. reflek fisiologis (++) : reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan
terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis.
Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis.
13. reflek patologis : Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi
atau refleks patologis.
14. tekanan intrakranial : nilai tekanan di dalam rongga kepala. Tekanan ini berada di dalam tulang tengkorak
yang artinya meliputi jaringan otak, cairan serebrospinal dan pembuluh darah otak.
15. hemiparesis dupleks ec : lumpuh separuh badan tapi 2 sisi, bukan pada waktu yg sama
16. perdarahan intraserebral : (SICH) terjadi apabila ada pembuluh darah arteri ke otak yang pecah sehingga
timbul gangguan aliran darah yang menyebabkan.
17. Meningitis : infeksi pada meninges (selaput pelindung) yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang
18. contusio cerebri : suatu keadaan dimana setelah penderita mendapat trauma kapitis, terdapat perdarahan
dalam jaringan otak karena pecahnya (rupturnya) kapiler di dalam jaringan otak.
19. atropi otot : kondisi di mana terjadi penurunan massa otot. Hal ini biasanya akibat dari cedera atau adanya
suatu penyakit, sehingga bagian tubuh tertentu tidak digerakkan dalam jangka waktu yang cukup lama.
20. Kontraktur : hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena
keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
21. fisioterapi pasif : fisioterapi adalah cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ
tubuh dengan memakai tenaga alam. Gerak pasif dihasilkan oleh kekuatan “eksternal” ketika otot-otot tidak
bisa berkontraksi atau otot berelaksasi secara voluenter untuk melakukan pergerakan. Dengan kata lain
gerak pasif adalah gerak yang digerakkkan oleh orng lain. Pada latihan gerak pasif dibantu oleh keluarga
atau pengasuh.

STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Zardi 32 tahun, mengeluh sakit kepala, muntah-muntah dan tidak sadar ketika sedang bermain
tenis?
2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan dokter puskesmas? ( TD: 150/90 mmHg, nadi 56 x/mnt, Suhu
37,5o C, kesadaran soporous dengan GCS : E3,V3,M4, delirium ), Mengapa hal tsb bisa terjadi?
3. Bagaimana interpretasi hasil dari dtemukan juga kaku kuduk, Brudzinski I dan II (+), Kerniq (+) kanan dan
kiri, tidak ditemukan lateralisasi, mengapa hal tsb bisa terjadi?
4. Mengapa Zardi di pasang infus dan dirujuk ke RS Dr M Djamil Padang?
5. Bagaimana hubungan dari sebelumnya Zardi sering mengeluh sakit kepala namun tidak pernah sampai
kejang dengan keluhannya sekarang?
6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tanda vital dan status neurologi? ( pupil isokor, reflek cahaya (+)
normal, dari funduskopi ditemukan adanya perdarahan subhyaloid, reflek fisiologis (++) dan tidak
ditemukan reflek patologis )
7. Apa indikasi dilakukan Brain CT Scan?
8. Mengapa Zardi diberikan obat untuk menurunkan tekanan intrakranial? dan Apa obatnya?
9. Mengapa bisa terjadi hemiparesis dupleks ec, perdarahan intraserebral, dan serangan stroke kedua pada
pasien tempat tidur no.1 yang berusia 62 tahun?
10. Bagaimana hubungan keluahan pasien dengan keadaan selama ini menderita hipertensi dan tidak kontrol
secara teratur?
11. Mengapa bisa terjadi meningitis dan contusio cerebri pada pasien tempat tidur no. 3 dan no. 5?
12. Apa indikasi dan manfaat dilakukannya fisioterapi pasif?
13. Bagaimana cara melakukan fisioterapi pasif pada pasien dengan kesadaran menurun?

STEP 3 : BRAIN STORMING

1. Mengapa Zardi 32 tahun, mengeluh sakit kepala, muntah-muntah dan tidak sadar ketika sedang
bermain tenis?
2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan dokter puskesmas? ( TD: 150/90 mmHg, nadi 56 x/mnt,
Suhu 37,5o C, kesadaran soporous dengan GCS : E3,V3,M4, delirium ), Mengapa hal tsb bisa
terjadi?
3. Bagaimana interpretasi hasil dari dtemukan juga kaku kuduk, Brudzinski I dan II (+), Kerniq (+)
kanan dan kiri, tidak ditemukan lateralisasi, mengapa hal tsb bisa terjadi?

4. Mengapa Zardi di pasang infus dan dirujuk ke RS Dr M Djamil Padang?


Tujuan penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan angka
kematian serta menurunnya angka kecacatan. Dengan penanganan yang benar pada jam‐jam pertama,
angka kecacatan stroke akan berkurang setidaknya 30%.11 Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan
adalah dengan stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Pemberian oksigen dapat dilakukan pada pasien
dengan saturasi oksigen <95%
Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur cairan yang dikeluarkan dari tubuh.
Cairan yang dapat diberikan berupa kristaloid maupun koloid secara intravena. Pada umumnya,
kebutuhan cairan 30 ml/KgBB per hari.12 Pemasangan kateter diperlukan untuk mengukur banyaknya
urine yang diproduksi dalam 24 jam. Pemasangan pipa nasogastrik diperlukan pada pasien ini untuk
pemberian nutrisi, karena adanya penurunan kesadaran. Diberikan juga manitol yang bertujuan untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Manitol diberikan dengan dosis 0,25‐0,50 gr/kg BB selama lebih dari 20
menit. Pemberian manitol dapat diulangi setiap 4‐6 jam.

5. Bagaimana hubungan dari sebelumnya Zardi sering mengeluh sakit kepala namun tidak pernah
sampai kejang dengan keluhannya sekarang?
Kemungkinan penyebab stroke pada pasien ini adalah karena pecahnya pembuluh darah di otak (stroke
hemoragik). Pecahnya pembuluh darah otak pada umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas, adanya
nyeri kepala yang hebat, timbulnya defisit neurologis dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam
yang diikuti dengan adanya penurunan kesadaran, disertai keluhan mual hingga muntah karena tekanan
intrakranial yang meningkat.9 Pada kasus ini serangan terjadi saat pasien sedang beraktivitas, yaitu setelah
pasien melakukan ibadah sholat magrib dan dirasakan sangat mendadak tanpa disertai adanya nyeri kepala
hebat, terdapat penurunan kesadaran, adanya kelemahan pada lengan dan tungkai kiri, namun tidak adanya
tanda‐tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa mual dan muntah.

6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tanda vital dan status neurologi? ( pupil isokor, reflek
cahaya (+) normal, dari funduskopi ditemukan adanya perdarahan subhyaloid, reflek fisiologis (++)
dan tidak ditemukan reflek patologis )
Pupil Isokor yaitu ketika dilakukan pemeriksaan diatas kedua pupil ukurannya sama (normal)
Reflek Cahaya + normal menandakan ketika diberi rangsangan cahaya dan didekatkan, pupil dapat
mengecil/miosis dengan normal.
Funduskopi ditemukan adanya perdarahan Subhyaloid karena pecahnya/aneurisma pada arteri anterior atau
karotis disebabkan karna adanya perdarahan di subaraknoid
Tidak Temukan Reflek Patologis menandakan tidak adanya respon yang tidak umum dijumpai pada
individu normal.

7. Apa indikasi dilakukan Brain CT Scan?


Dalam mendiagnosis stroke, CT‐scan dan MRI merupakan pemeriksaan yang penting untuk membedakan
stroke non hemoragik, perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid, malformasi arteriovenosus dan
trombosis sinus/vena. Untuk mendeteksi perdarahan CT‐scan lebih banyak dipilih, sedangkan MRI dapat
mendeteksi lesi iskemik.10 Pada awal dari pasien ini perlu dilakukannya pemeriksaan CT‐scan untuk
memastikan penyebab dari kelumpuhan lengan dan tungkai kanan, apakah disebabkan karena stroke
hemoragik atau stroke non hemoragik agar penatalaksanaannya pun tidak keliru.

8. Mengapa Zardi diberikan obat untuk menurunkan tekanan intrakranial? dan Apa obatnya?
1. Posisikan kepala lebih tinggi 15 – 30 Derajat
Posisi kepala pasien lebih tinggi sampai dengan 30 derajat akan membantu mengurangi tekanan
intrakranial dengan memperlancar aliran darah balik vena ke jantung. Posisi ini juga tidak terlalu
tinggi, sehingga tetap memfasilitasi cerebral blood flow yang cukup.
posisi ini juga dapat memfasilitasi perpindahan cairan serebrospinalis dari rongga intrakranial ke
rongga subarachnoid spinalis

2. Monitor tanda-tanda vital


Mean arterial pressure harus dipertahankan pada kondisi yang adequat (sekitar 100 mmHg) dan
hipotensi harus dihindari untuk dapat mempertahankan perfusi otak yang adequat.

3. Terapi obat-obatan
Manitol
Terapi osmotik dengan menggunakan manitol merupakan terapi yang penting dalam penanganan
pasien dengan TTIK. Manitol akan membantu mengurangi tekanan intrakranial dengan cara
meningkatkan perpindahan cairan dari jaringan termasuk otak dan CSF ke dalam pembuluh darah
sehingga mengurangi edema otak. Dosis yang diberikan untuk manitol 20% adalah 0.25 – 1 gram/kg
BB bolus setiap 2 sampai 6 jam. Pemberian manitol harus dibatasi sampai 48 – 72 jam karena, efek
samping pemberian manitol justru dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial, hemolisis,
hipotensi. hipokalemi dan gagal ginjal.

Dosis pemberian manitol harus diturunkan secara bertahap sebelum di stop sepenuhnya.
4. Terapi hiperventilasi
Terapi hiperventilasi bertujuan untuk menurunkan kadar PaCO2 ke nilai 30-35 mmHg. PaCO2 yang
rendah akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak sehingga akan mengurangi aliran darah
ke otak. Akan tetapi, efek vasokontriksi ini hanya berlangsung 11 sampai 20 jam. Karena itu terapi
hiperventilasi dianjurkan pada kondisi dimana tekanan intrakranial meningkat secara cepat dan tinggi
atau adanya tanda-tanda Cushing’s Triadyang merupakan tanda akan terjadinya herniasi otak.
5. Terapi Cairan
Tujuan terapi cairan pada pasien dengan TTIK adalah untuk mempertahankan
kondisi euvolemia (volume cairan tubuh normal), mencegah hiponatremia dan mempertahankan kadar
glukosa darah normal. Cairan infus yang diberikan harus bersifat isotonik atau hipertonik. Cairan
hipotonik harus dihindari karena akan meningkatkan edema otak.
Kadar glukosa darah harus dipertahankan normal yaitu sekitar 80-120 mg/dl. Hiperglikemia pada
pasien dengan TTIK harus dihindari karena akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien.
Begitu juga dengan kondisi hipoglikemia yang menyebabkan respon stres sistemik dan gangguan
pada suplay darah ke otak.

6. Intervensi Bedah
– Eksternal Ventricular Drainage (EVD)
Pada kondisi dimana TTIK disebabkan oleh hidrosefalus atau edema otak difus, intervensi bedah
untuk mengalirkan cairan serebrospinalis harus dipertimbangkan. CSF dialirkan keluar dari rongga
kranium dengan Eksternal Ventrikular Drainage atau Ventrikuloperitoneal Shunt.
– Kraniektomi dekompresife
Operasi ini dilakukan dengan mengangkat sebagian tulang tengkorak untuk menurunkan tekanan
intrakranial. Kraniektomi dekompresif akan memberikan ruang untuk edema otak, sehingga tidak
terjadi herniasi. Operasi ini harus dipertimbangkan apabila terapi lain untuk menurunkan tekanan
intrakranial tidak berhasil.

9. Mengapa bisa terjadi hemiparesis dupleks ec, perdarahan intraserebral, dan serangan stroke kedua
pada pasien tempat tidur no.1 yang berusia 62 tahun?

Hemiparesis duplex : Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua
sisi belahan otak hemisfer serebri yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi diikuti sisi lain. Timbul
gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegi dupleks, sukar
menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami
hipereduksi

Perdarahan intraserebral : Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi secara langsung pada
bagian atau substansi otak.
Etiologi dan Faktor Risiko A. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak daripada perdarahan intraserebral. Insidensinya meningkat secara
dramatis pada penderita usia lebih daripada 60 tahun (Carhuapoma, 2010).
B. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dan merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
pada perdarahan intraserebral.Penderita hipertensi yang tidak mendapatkan terapi lebih berat dibandingkan
penderita hipertensi yang mendapatkan terapi. Diantara faktor risiko perdarahan intraserebral, hipertensi
diperkirakan sebagai faktor risiko perdarahan pada daerah deep hemisfer dan brainstem (Carhuapoma, 2010).

Stroke adalah suatu penyakit yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan
penyakit kardiovaskular. Seseorang yang sudah pernah menderita stroke berpotensi mengalami stroke
berulang hingga 10 tahun setelah stroke yang pertama. Stroke berulang bisa terjadi di area otak yang sama
atau juga yang berbeda. Fakt0r-faktor resiko yang tidak terkontrol adalah salah satu penyebab utama
berulangnya stroke. Faktor-faktor resiko yang dimaksud misalnya hipertensi, diabetes, riwayat serangan
jantung, gangguan irama jantung, gagal jantung, kadar kolesterol tinggi, merokok, dan obesitas/kelebihan
berat badan. Faktor lain yang juga turut berperan dalam meningkatkan resiko stroke berulang yaitu usia lanjut,
luas area otak yang dipengaruhi oleh stroke yang pertama, dan riwayat transient ischemic attack (serangan
penyumbatan transien).

10. Bagaimana hubungan keluahan pasien dengan keadaan selama ini menderita hipertensi dan tidak
kontrol secara teratur?

Tekanan darah tinggi yang dibiarkan begitu saja akan merusak pembuluh darah. Lama-kelamaan,
hipertensi dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan arteri dinding pembuluh darah arteri.
Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah, termasuk pembuluh darah di otak.

Penyebab stroke pada orang yang punya hipertensi adalah pembuluh darah otak yang tersumbat itu
pecah tiba-tiba akibat terus-menerus menerima aliran darah bertekanan tinggi. Akibatnya, otak jadi
digenangi oleh darah. Bagian otak yang paling umum terpengaruh oleh perdarahan ini adalah ganglia
basal, thalamus, dan otak kecil.Stroke yang diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak
disebut dengan stroke hemoragik.

11. Mengapa bisa terjadi meningitis dan contusio cerebri pada pasien tempat tidur no. 3 dan no. 5?
12. Apa indikasi dan manfaat dilakukannya fisioterapi pasif?
13. Bagaimana cara melakukan fisioterapi pasif pada pasien dengan kesadaran menurun?

Anda mungkin juga menyukai