Anda di halaman 1dari 12

EMFISEMA

1. DEFINISI Emfisema merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam COPD (Chronic Obstructive Pulmonal Disease). Emfisema adalah pembesaran permanen yang abnormal dari ruang udara pada posisi distal terhadap bronkiol terminal disertai kerusakan dindingnya, tetapi tanpa fibrosis yang jelas. Emfisema paru-paru merupakan penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Udara pernafasan akan terdapat di dalam rongga jaringan interstitial atau tetap berada di dalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut maupun kronik. Secara umum, emfisema paru- paru ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik, hyperpnoea dan mudahnya penderita mengalami kelelahan (Subronto, 2003).

2.

PATOGENESIS

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu : Hilangnya elastisitas paru Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar. Hyperinflation paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi. Terbentuknya bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

3. KLASIFIKASI EMFISEMA a. Terdapat tiga tipe dari emfisema berdasarkan lokasi kerusakannya : Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa. b. Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok. c. Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi

enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

Berdasarkan radiologik o Emfisema obstruktif : a. b. c. Akut Kronik Bullous

o Emfisema non-obstruktif : a. Kompensasi b. Senilis (postural)

Gambar 1. Gambaran radiologi emfisema secara umum

a. Emfisema lobaris Emfisema lobaris biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan kelainan tulang rawan, (mucous Gambaran bronkus, mukosa bronchial yang tebal, sumbatan mucus

plug), penekanan bronkus dari luar oleh anomaly pembuluh darah. radiologiknya berupa bayangan radiolusen pada bagian paru

yang bersangkutan dengan pendorongan mediastinum kearah kontra-lateral.

Gambar 2. Emfisema lobaris

Gambar 3. Emfisema lobaris

b. Hiperlusen idiopatik unilateral Hiperlusen idiopatik unilateral ialah emfisema yang unilateral dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara radiologic, paru yang terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran paru seperti pada umumnya emfisema lainnya.

c. Emfisema hipertrofik kronik Terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit paru seperti asma bronchial yang parah, bronkiektasis, peradangan paru berat, pneumokinosis ganas, dan tuberculosis. Gambaran radiologic menunjukkan peningkatan aerasi dan

penambahan ukuran toraks yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi. Sering ditemukan bleb atau bulla yang berupa bayangan radiolusen tanpa struktur

jaringan paru.

d. Emfisema bulla Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara 1-2 cm atau lebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan

pneumotoraks. Penyebabnya sering tidak diketahui tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru yang menyebabkan penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya dan perangsangan atau iritasi gas yang terhisap. Sering factor penyebabnya sudah tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah emfisema bulla yang tetap atau bertambah besar. Gambaran radiologik berupa suatu

kantong radiolusen di perifer lapangan paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan keluhan sesak nafas.

Gambar 4. Emfisema Bulosa

e. Emfisema kompensasi Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan

jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian paru yang terangkat pada pneumoektomi.

f. Emfisema senilis Merupakan akibat proses degenerative org tua pada kolumna vertebra yang mengalami kifosis di mana ukuran anterior-posterior toraks bertambah sedangkan tinggi toraks secara vertical tidak bertambah, begitu pula bentuk diafragma dan peranjakan diafragma tetap tidak berubah. Keadaan ini akan

menimbulkan atrofi septa alveolar dan jaringan paru berkurang dan akan diisi oleh udara sehingga secara radiologic tampak toraks yang lebih radiolusen,

corakan bronkovaskuler yang jarang dan diafragma yang normal.

Gambar 5. emfisema senilis

4.

PATOFISIOLOGI Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.

Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,

peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,

menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal: bronchodilator.
3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada

emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema. 5. FEV1/FVC: ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital

(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.


6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2

normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps

bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis).


8. Darah Komplit: peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil

(asthma).
9. Kimia Darah: alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada

emfisema primer.
10.Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.


11.ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema). 12.Exercise ECG, Stress Test: menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

6.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama pada pasien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup : b. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas. Mencegah dan mengobati infeksi Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernafasan. Support psikologis Patient education and rehabilitation.

c. Jenis obat yang diberikan : Bronchodilators Aerosol therapy Treatment of infection Corticosteroids Oxygenation

Gambar 6. Emfisema pulmonal pada proyeksi foto AP dan Lateral

Gambar 7. Emfisema Pulmonal

gambar 8. Emfisema pulmonal

Gambar 9. Emfisema pulmonal

Gambar 10. Emfisema Pulmonal

DAFTAR PUSTAKA Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Bethesda (MD): Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2008 Hanania NA, Donohue JF. Pharmacologic interventions in chronic obstructive pulmonary disease: bronchodilators. Proc Am Thorac Soc. Oct 1 2007;4(7):526-34 Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p131-144. Snell R.S. 2007. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p82-94. Takahashi M, Fukuoka J, Nitta N, Takazakura R, Nagatani Y, Murakami Y, et al. Imaging of pulmonary emphysema: a pictorial review. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2008;3(2):193-204.

Anda mungkin juga menyukai