A. Latar Belakang
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang
luas. Empisema adalah sebuah keadaan dimana jaringan-jaringan
dalam paru-paru kehilangan keelasitasannya. Empisema biasanya
melanda para perokok. Nikotin yang terus mereka hisap setiap harinya
lama-kelamaan dapat mempengaruhi kerja paru-paru anda hingga
mengakibatkan adanya kerusakan permanen dari organ tubuh anda
tersebut.Namun, empisema ternyata tidak hanya menyerang para
perokok. Kerusakan paru-paru yang permanen ini juga dapat melanda
para penderita asma. Hal ini disebabkan para penderita asma tidak
mendapatkan obat-obatan dan perawatan-perawatan yang benar
untuk penyakit mereka tersebut. Resiko empisema bahkan bisa lebih
besar pada penderita asma daripada perokok berat.
Penderita asma yang terkena empisema, seperti yang
dikemukakan dalam ehow.com, akan merasakan kesulitan bernapas
yang lebih parah lagi. Meskipun begitu, kesulitan bernapas yang serius
ini tidak terjadi setiap saat. Para penderita asma hanya akan
merasakan akibat dari empisema ini sebentar-sebentar
saja.Kemungkinan empisema untuk mengakibatkan penyakit jantung
pada penderitanya bahkan semakin besar. Hal ini tentu saja
disebabkan oleh jantung anda harus bekerja jauh lebih berat lagi untuk
membantu paru-paru anda agar aliran udaranya tetap lancar.
B. Tujuan penulisanUntuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan
dasar, gangguan sistem pernafasan “asuhan keperawatan dengan
Empisema”
1. Metode Penulisan
Pada penulisan karya tulis ini kami menggunakan satu metode, yaitu
metode kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan beberapa sumber
buku dan internet
2. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari : latar belakang,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan, ruang lingkup penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS yang terdiri dari :pengertian
Empisema dan Asuhan Keperawatan dengan
Empisema
BAB III PENUTUP terdiri dari : kesimpulan dan saran
BAB 11
Tinjauan teoritis
1. Pengertian Empisema
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik
penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang
berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal
di udara bronkiolus terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian
sentral lobus, dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah intregitas
dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru secara keseluruhan,
yang mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya
elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. Elastisitas
berkurang akibat destruksi serabut elastisdan kolagen yang terdapat
diseluruh paru dari produk yang dihasilkan dengan mengaktivasi
makrofag alveolus. Penyebab pasti empisema masih belum jelas,
tetapi lebih dari 80 % kasus, penyakit biasanya muncul setelah
bertahun-tahun merokok (Lippincott Williams & Wilkins 2002)
Rokok diduga mengubah secara langsung struktur molekul
elastic. Emfisema juga memberi efek pada serabut elastic yang
berhubungan dengan penyakit infeksius berulang dengan keadaan
inflamasi kronis yang menyertai infeksi. Sebagai akibatnya elastisitas
jalan nafas hilang dan kolaps alveolus, menurunkan ventilasi. Jalan
nafas kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisa (recoil) paru secara pasif setelah inpirasi. Dengan
demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif udara akan terperangkap
didalam paru dan jalan nafas kolaps. Dinding di antara alveolus-
alveolus yang disebut septum alveolus juga dapat mengalami
kerusakan. Keadaan ini menyebabkan luas permukaan alveolus yang
tersedia untuk pertukaran gas berkurang dan menurunkan kecepatan
difusi.
Faktor resiko primer untuk emfisema adalah merokok. Akan
tetapi, pajanan berulang pada perokok pasif juga dapat menyebabkan
emfisema. Selain itu, ada emfisema bentuk familial yang berhubungan
dengan defisiensi anti-protese, alfa-1 antitripsin. Bentuk emfisema ini
jarang ditemukan dan terjadi pada individu yang tidak.
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian
distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. atau
perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The
American Thorack Society 1962)
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah
ekspirasi. (Kus Irianto.2004.216). Emfisema merupakan morfologik
didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal
dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.
(Robbins.1994.253).
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveoli. (Corwin.2000.435).
Emfisema adalah istilah, progresif-penyakit panjang dari paru-
paru yang terutama menyebabkan sesak napas.(Wikepidia, 2010).
terpajang demngan asap rokok, meskipun asap tembakau
memperburuk penyakit emfisema pada individu yang mengalami
defisiensi ini. Empisema dibahgi menurut pola asinus yang terserang.
Meskipun beberapa pola marfologik telah diperken alkan , ada tiga
bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOM,
A. Empisema sentrilobular (CLE),
Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus
respiratorius, dinding-dinding mulai berlubang, membesar dan
bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu
dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula duktus alveolaris
dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan.
Penyakit ini lebih seing kali lebih berat menyerang bagian atas
paru-paru. Tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak
merata.empisema sentrilobular lebih banyak di temukan pada pria
di bandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan
pada mereka yang tidak merokok.
d. Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema.
Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan
adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit
obstruksi paru pada keluarga. Kondisi yang relatif jarang yang
dikenal sebagai kekurangan alpha 1-antitrypsin adalah kekurangan
genetik dari kimia yang melindungi paru dari kerusakan oleh
proteases.
e. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dananti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru
rusak. Arsitektur paruakan berubah dan timbul emfisema.
f. Penuaan
Emphysema adalah juga komponen dari penuaan (aging).
Ketika paru- paru menua, sifat-sifat elastisnya berkurang, dan
tegangan-tegangan yang berkembang dapat berakibat pada area-
area yang kecil dari emphysema.
Penyebab-penyebab yang kurang umum lain dari emphysema
termasuk:
1) Penggunaan obat intravena dimana beberapa dari additive-
additive yang bukan obat seperti tajin jagung dapat beracun
pada jaringan paru.
2) Kekurangan-kekurangan imun dimana infeksi-infeksi seperti
Pneumocystis jiroveci dapat menyebabkan perubahan-
perubahan peradangan dalam paru.
3) Penyakit-penyakit jaringan penghubung (Ehlers-Danlos
Syndrome, Marfan syndrome) dimana jaringan elastis yang
abnormal dalam tubuh dapat menyebabkan kegagalan alveoli.
3. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada
dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang
udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja
nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan
paru-paru untuk melakukan pertukaran O 2 dan CO2. Kesulitan selama
ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi
dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan
septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang
disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae.
Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead
space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya
terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih
dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada
pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis
dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu
penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang
berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa
1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru
dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan
kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap
rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak.
Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1
protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin).
Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan
menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu
yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada
dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas
paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan
yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas
bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas
tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung
pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak
ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul
hipoksia dan sesak nafas.Emfisema paru merupakan suatu
pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak
dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai
sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan
obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu
bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus
menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian
terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari
alveolus.
4. Gejala
a) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
b) Dispnea progestif saat olahraga,
c) Dispnea nocturnal paroksismal.
d) Edema kaki, batuk produktif.
e) Mengi.
f) Edema kaki atau perut kembung.
g) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
h) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol,
penderita sampai membungkuk
i) Bibir tampak kebiruan
j) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
k) Batuk menahun.
5. Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru;
mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal;
penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
2. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk
mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
3. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada
asma; penurunan emfisema
4. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
5. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan
asma
6. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat
menurun pada bronkitis dan asma.
7. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronish.
Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema);
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
8. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),
peningkatan eosinofil (asma).
9. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan
defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
10. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui
keganasan atau gangguan alergi.
11. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);
disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
12. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,
perencanaan/evaluasi program latihan.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit emfisema bertujuan menghilangkan
gejala dan mencegah pemburukan kondisi penyakit. Emfisema tidak
dapat disembuhkan. Terapi antara lain:
1. Mendorong individu berhenti merokok.
2. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah
udara yang terperangkap
3. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara untuk
menghemat energy
4. Banyak pasien emfisema memerlukan terapi oksigen agar dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari. Terapi oksigen dapat
memperlambat kemajuan penyakit dan mengurang morbiditas dan
mortalitas.
5. Terapi latihan yang dirancang dengan baik dapat memperbaiki
gejala.
7. Komplikasi
1. Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru kronis yang
akhirnya menyebabkan kor pulmonalise.
2. Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang parah.
3. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
4. Daya tahan tubuh kurang sempurna
5. Proses peradangan yang kronis di saluran napas
6. Tingkat kerusakan paru makin parah.
8. Gambaran klinis
a) Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas peru
penyebab dada mengembang (peningkatan diameter anterior-
posterior).
b) Bunyi nafas tidak ada pada saat aukultasi
c) Penggunaan otot aksesori pernafasan
d) Takipnea (peningkatan frekuensi pernafasan) akibat hipoksia dan
hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan pernafasan pada
penyakit ini efektif. Sebagian besar individu mengidap emfisema
tidak memperlihatkan pengubahan gas darah arteri yang
bermakna sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan
pernafasan tidak dapat mengatasi hipoksia atau hiperkarnia. Pada
akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan terjadi hipoksia,
hiperkapnia dan asidosis.
e) Depresi system saraf pusat dapat terjadi akibat tingginya kadar
karbondioksida (narcosis karbon dioksida )
f) Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronchitis kronis
adalah pada emfisema tidak terjadi pembentukan sputum.
9. Perangkat diagnostic
Hasil yang abnormal pada pemeriksaan fungsi paru,
termasuk penurunan hasil pengukuran FEV 1, (volume ekspirasi paksa),
oenurunan kapasitas vital, dan peningkatan volume residual(udera
yang tersisa didalam saluran nafas setiap kali berbafas).
Mengakibatkan penurunan elastisitas paru.seiring perkembangan
penyakit, analisis gas darah yang pertama kali menunjukan hipoksia.
Pada tahap lanjut penyakit, kadar karbon dioksida juga dapat
mengalami peningkatan.
B. Riwayat
a) Riwayat merokok aktif atau pasi
b) riwayat pekerjaan
c) infeksi saluran nafas berulang
d) keterbatasan olahraga yang progestif,
e) riwayat keluarga, terutama pada bukan perokok
f) penurunan berat badan
g) produksi sputum.
C. Diagnosa keperatan
a) Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme
b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat
obstruksi jalan napas oleh bronkospasme
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
anoreksia
D. Intervensi keperawatan
pernapasan jebakan u
3. Pernapasa
dapat
melambat
frekuensi
ekspirasi
memanjan
dibanding
4. .Kolaborasi dalam inspiras
pemberian obat
sesuai indikasi,
contoh :
4. Bronkodila
a. Bronkodilator
untuk
b. Xantin
merilekska
c. Kromolin
otot halus
menurunk
kongesti lo
menurunk
spasme ja
napas, me
dan produ
mukosa.
Xantin
diberikan
untuk
menurunk
edema
mukosa d
spasme o
polos den
peningkat
langsung
siklus AMP
Kromolin,
menurunk
inflamasi j
napas loka
5. Kolaborasi dalam
dan edem
memberikan
dengan
humidifikasi
mengham
tambahan, mis :
efek histam
nebuliser
dan media
lain
5. Memperm
h
mengelua
sekret dan
dapat
membantu
menurunk
pembentu
mukosa te
pada bron
3. Awasi GDA
dan nadi 3. Pada
oksimetri emfisema
biasanya
PaCO2
meningka
dan P
menurun,
sehingga
hipoksia
terjadi de
derajat
kecil
lebih besa
4. Kolaborasi
pemberian
oksigen
4. Dapat
tambahan
memperba
sesuai dengan
mencegah
indikasi hasil
memburuk
GDA dan
hipoks ia.
toleransi pasien
badan sesuai
indikasi
4. Berguna un
menentuka
kebutuhan
kalori,
menyusun
tujuan bera
badan, dan
evaluasi
keadekuata
5. Kolaborasi dengan
rencana nu
ahli gizi untuk
memberikan
makanan yang 5. Metode ma
mudah dicerna tapi dan kebutu
dengan nutrisi yang kalori
seimbang didasarkan
pada
situasi/keb
an individu
untuk
memberika
nutrisi
maksimal
dengan up
minimal
6. Berikan pasien/pen
vitamin/mineral/elek naan energ
trolit sesuai indikasi
7. Kolaborasi dengan
6. Mengatasi
dokter untuk
kekuranga
memberikan
keefektifan
oksigen tambahan terapi nutri
selama makan
sesuai indikasi 7. Menurunk
dispnea da
meningkatk
energi untu
makan
meningkatk
masukan
E. Iplementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi di atas
F. Evaluasi
1. jalan napas pasien berbunyi vesikuler
2. pasien Mampu batuk efektif
3. pasien dapat Mengeluarakan sekret tanpa bantuan
4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
5. GDA dalam rentang normal.
6. Pasien dapat Bebas dari gejala distres napas.
7. BB pasien meningkat /ideal
8. Porsi makan yg diberikan habis.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan
karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan
alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan
pelebaran ruang distal di udara bronkiolus terminal. Kerusakan
dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang
paling berpengaruh adalah intregitas dinding bronkiolus, atau
dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang mengakibatkan
kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya elastisitas paru
dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. ada tiga bentuk
yang paling penting sehubungan dengan PPOM, yaitu
Empisema sentrilobular (CLE), Empisema panlobular (PLE)
atau panasinar, dan Empisema dan bronchitis kronis. Dan juga
ada tiga diagnose yang di dapat dari penyakit empisema yaitu:
Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme, Kerusakan
pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi
jalan napas oleh bronkospasme, dan Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
B. Saran.
1. Semoga dengan adanya tugas kelompok pembuatan
makalah ini, kelompok bisa mendapat tambahan wawasan
serta ilmu pengetahuan dibidang ilmu keperawatan.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
ataupun pembuat makalah.
3. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam
memberikan tindakan asuhan keperawatannya kepada
pasien.
4. Kami menucapkan terimakasih kepada para dosen kami
yang telah membimbing kami dalam proses belajar.
5. Kami mengucapkan terimakasih kepada para rekan-rekan
kami yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Daftar Pustaka