Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

(EMFISEMA)

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi

EmfisemaEmphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan

oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala

utamanya adalah penyempitan(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru

menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh

pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan

definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa

pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu

bukan termasuk emfisema. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai overinflation.

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan

kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak

mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas.

Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah

merokok.Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri

adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita

emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat

karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap

didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab

kehilangan elastisitas pada paru-paru ini

Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan

perubahan yang terjadi dalam paru-paru :


1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak

paru-paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus

alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana

alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami

pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran

khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada

sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan

dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.Penyebab emfisema

primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa

1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin

sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara

alami. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan

sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi

dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini

sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.

2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan

perifer dari asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan

memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas.

Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus

tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus

respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan

akhirnya cenderung menjadi satu ruang.Penyakit ini sering kali lebih berat

menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata.


Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan

hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan

episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema

perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang

ditemukan pada mereka yang tidak merokok.

3. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs

(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema

dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.PLE dan CLE sering kali

ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul

akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi

lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat

penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen

bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat

menghalangi keluarnya udara.

2. Etiologi

a. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik

diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau

peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive

bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein

alfa 1 anti tripsin.

b. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti

elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan


menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan

timbul emfisema.

c. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara

patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,

menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran

pernapasan.

d. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,

bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan

nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi

pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi

paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri

yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan

streptococcus pneumonia.

e. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan

angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang

padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat

menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya

tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

f. Faktor Sosial Ekonomi


Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,

mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan

faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

g. Pengaruh usia

3. Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding

alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan

udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan

terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan

CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya

destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan

kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum

kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara

parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan

ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau

darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi

penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika

sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya

berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan

saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas

yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu

protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan

dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari

kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru
antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.

Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur

paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah

pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah

banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease

inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada

lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan

jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal

terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang

disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang

menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup.

Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang

tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan

menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada

kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi

perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli

tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan

alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi,

mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi

terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus

dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari
pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah

di sebelah distal dari alveolus.

4. Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna

3. Tingkat kerusakan paru semakin parah

4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5. Pneumonia

6. Atelaktasis

7. Pneumothoraks

8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien

9. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan

5. Manifestasi Klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-

bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-

35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-

45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas,

hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-

pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:

1) Penyuluhan,Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat

penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan

dengan baik.

2) Pencegahan.
1. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha

yang optimal harus dilakukanb.

2. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara

berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang

mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.

3. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama

terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

3) Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan

nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini

dapat dilakukan dengan:

a. Pemberian Bronkodilator,

Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB

per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi

dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan agonis B2, biasanya

diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah

tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid

akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry

menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4

minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.

c. Mengurangi sekresi mucus

Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga

urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril

guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan


humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan

sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

4) Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah

meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi

kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program

fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :

 Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.

 Memperbaiki efisiensi ventilasi

 Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

5) Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai

kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang

timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2

selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12

jam/hari.

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksan radiologis

pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat

dua bentuk kelainan, yaitu:

a. Gambaran defisiensi arter

Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat

konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan

corakan kedistal.

b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema

sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.


2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena

permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat

dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau

normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise

jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S

lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),

hasil normal selama periode remisi (asma).

b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk

memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,

misalnya bronkodilator.

c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma;

penurunan emfisema.

d) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.

e) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.

f) FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun

pada bronkitis dan asma.

g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat

menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada


ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada

bronchitis.

h) JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan

eosinofil (asma).

i) Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan

diagnosa emfisema primer.

j) Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;

pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

k) EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia

atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,

emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).l) EKG latihan, tes stres:

membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan

terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Aktivitas/Istirahat

Gejala :

 Keletihan, kelelahan, malaise

 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit

bernapas

 Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

 Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia Kelemahan umum/kehilangan massa

otot

Sirkulasi
Gejala :

 pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda :

 Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia

berat, disritmia, distensi vena leher

 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP

dada)

 Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis

 Pucat dapat menunjukkan anemia

2) Makanan/Cairan

Gejala :

 Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

 Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan

 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan

menunjukkan edema (bronkitis)

Tanda :

 Turgor kulit buruk, edema dependen

 Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan

(emfisema)

 Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

3) Hygiene

Gejala :

 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehari-hari
Tanda :

 Kebersihan, buruk, bau badan

4) Pernafasan

Gejala :

 Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala

menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode

berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk

bernafas (asma)

 Lapar udara kronis

 Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat

bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2

tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali

(bronkitis kronis)

 Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini

meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)

 Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan

dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses,

debu atau batu bara, serbuk gergaji)

 Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)

 Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus

Tanda :

 Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu

pernapasan

 Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma

minimal
 Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);

menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.

 Perkusi: hiperesonan pada area paru

 Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

5) Keamanan

Gejala :

 Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan

 Adanya/ berulangnya infeksi

 Kemerahan / berkeringat (asma)

6) Seksualitas

Gejala :

 Penurunan libido

7) Interaksi social

Gejala :

 Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan

membaik/penyakit lama

Tanda :

 Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan

 Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.

8) Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan

merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi

sekunder terhadap hipoventilasi


b. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo

3. Intervensi

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi

sekunder terhadap hipoventilasi.

 Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat

mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

 Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan : Bunyi paru bersih Warna

kulit normal Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang

diperkirakan

 Intervensi : Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan

kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 Bantu dengan

pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau

PEEP. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam Tinjau

kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau

penyimpangan Pantau irama jantung Berikan cairan parenteral sesuai

pesanan Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik,

steroid. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan

oksigen.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo

 Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi

kelebihan volume cairan

 Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan : TTV normal Balance cairan

dalam batas normal Tidak terjadi edema


 Intervensi : Timbang BB tiap hari Monitor input dan output pasien tiap 1

jam Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung Kaji tanda-tanda

kelebihan volume : edema, BB , CVP Monitor parameter hemodinamik

Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai