LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Emfisema
Emfisema adalah penyakit kronis dan serius yang terjadi pada paru-paru dan ditandai
dengan sesak napas yang hebat. Kerusakan pada jaringan paru-paru dan hilangnya elastisitas
paru-paru yang menyebabkan perubahan yang membuat sangat sulit bernapas. Dalam kondisi
normal, udara memasuki hidung atau mulut dan perjalanan menuruni tabung udara (trakea)
ke saluran udara utama (bronkus). bagian ini memungkinkan udara masuk ke paru-paru
kanan dan kiri. Setiap cabang bronkus menjadi bagian yang lebih kecil (bronkiolus) dan
akhirnya kantong udara menjadi semakin kecil (alveoli). Emfisema menyebabkan kerusakan
pada paru-paru yang tidak dapat diubah seperti kantung udara menjadi hancur, paru-paru
menjadi kurang mampu mentransfer oksigen untuk karbondoksida dalam aliran darah, dan
masih banyak lagi.
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus
menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-
ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.
(Robbins.1994.253).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal
saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus. (The American Thorack society 1962).
Anatomi
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut
katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati
katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-
cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan
dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan
kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah
alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena.
Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus
aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar
15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen
diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka
suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
Fisiologi
Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem
sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda
asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian
bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang
mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks muntah
yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja eskalator
mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan.
Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai
pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik.
Refleks batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke
atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang
paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag
alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat
enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda
atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam
makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan
reaksi peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga
stadium.
1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar
paru-paru.
1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dan sel - sel jaringan;
2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus
3) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi
ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
C. Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah
atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan
defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih
berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale,
dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara
seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi
makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
D. Manifestasi Klinis
E. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Faktor-faktor seperti merokok, Usia, Agen
infeksius, Polusi udara dan defisiensi antitripsin Alfa I, masuk dan menginfeksi paru-paru
sehinggah menyebabkan kerusakan pada dinding alveolus. Kerusakan tersebut menyebabkan
terjadinya Overdistensi permanen ruang udara atau yang di kenal dengan emfisema.
Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2.
Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding
(septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk
mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara
ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae.
Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih
dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia
muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok. Penyempitan saluran nafas
terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru
yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.
Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat
melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah
pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak.
Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator
terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan
antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan
menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara
tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan
otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas
paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru
akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan
perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak
nafas.
G. Komplikasi
H. Pengobatan
2. Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
4. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar dapat
menjalankan tugas sehari-hari.
Pencegahan Emfisema
Emfisema tidak dapat disembuhkan, namun penanganan dilakukan untuk meringankan gejala
yang dirasakan penderita, serta memperlambat perkembangan penyakit. Penanganan
emfisema ada beberapa jenis yaitu:
Otonomi (Autonomi) yaitu prinsip didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu
memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Beneficience (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan
baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan.
Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat
bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Nonmaleficince (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera
fisik dan psikologis pada klien.
Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus
dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan
harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina
hubungan saling percaya.
Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan
penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji
dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna
keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar
area pelayanan harus dihindari.
Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda
tekecuali.
J. Nursing Advokasi
Arti advokasi menurut Ahli ANA pada tahun 1985 adalah Melindungi klien
atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah
yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun.
Menurut Ahli FRY pada tahun 1987 Mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif
terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting.
Menurut Ahli GADAW pada tahun 1983 Menyatakan bahwa advokasi merupakan
dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif
kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri.
Perawat sebagai advokasi merupakan penghubung antara klien tim kesehatan lain
dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien , membela kepentingan klien dan
membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional , narasumber dan
fasilitator dalam tahap pengembalian keutusan erhadap upaya kesehatan yng harus
dijalani oleh klien.
K. Askep Teori
a. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Makanan/cairan
5. Higiene
6. Pernapasan
Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif
pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang, terpajan
pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, faktor keluarga dan keturunan,
mis: defisiensi alfa-antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir, penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi napas:
mungkin redup dengan ekspirasi mengi, perkusi: hipersonan pada area paru, kesulitan bicara
kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna: “pink puffer” karena warna kulit
normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat, tabuh pada jari-
jari.
7. Keamanan
8. Seksualitas
9. Interaksi sosial
10. Penyuluhan/pembelajaran
b. Diagnosa
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan
insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
c. Intervensi
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidak mampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau
inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan
nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi
efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
Rasional : Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa
bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis
obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons
klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan
sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas.
Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk
mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk
yang efektif.
Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan
jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Rasional : Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi
tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan
segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan
sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
Rasional : Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu
dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat
penting.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum,
dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan
dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi,
pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan
insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Intervensi:
Rasional : Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan
yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum
cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
Rasional : Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun
perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
Rasional : Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga
diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada
klien.
Rasional : Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan
bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
Rasional : Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan
klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
Rasional : Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
Rasional : Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai
digunakan untuk mencapai tujuan ini.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan
klien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional : Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan
peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien
tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan
ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki
kualitas hidup.
Rasional : Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan
mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
d. Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi
paru.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. X.Y
Tempat/tgl lahir : Manado, 16 januari 1974
Usia : 42 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Alamat : Manado
Status : Menikah
Nama Istri : Ny. G.T
Pekerjaan Istri : Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir istri : SMP
B. Riwayat Kesehatan
2. TTV :
TD : 100/70 mmHg
SB : 37˚c
N : 110 x/menit
R : 28 x/menit
D. Pemeriksaan Penunjang
Sinar x dada: Xray dengan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area
udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
E. Analisa Data
Klien mengatakan
sesak napas
Klien mengatakan Overdistensi permanen ruang
sesak pada dada udara
Klien mengatakan
batuk berlendir
DO :
Kekurangan fungsi jaringan
Klien terlihat paru-paru untuk melakukan
kesulitan bernapas pertukaran O2 dan CO2
Suara napas memberat
Takikardi
TTV :
Tekanan O2 menurun,
TD : 100/70 mmHg tekanan CO2 meningkat
SB : 37˚c
N : 110 x/menit
R : 28 x/menit
Gagal napas
DS :
Sesak napas
TD : 100/70 mmHg
SB : 37˚c
N : 110 x/menit
R : 28 x/menit
Intolerasi aktifitas
berhubungan dengan
4. Faktor merokok, Usia, Agen
menurunnya cadangan energi,
infeksius, Polusi udara dan Intoleransi aktivitas
ditandai dengan :
defisiensi antitripsin Alfa I
DS :
Klien mengatakan
susah tidur Kerusakan pada dinding
Klien mengatakan Alveolus
sering kelelahan
DO :
Overdistensi permanen ruang
Klien terlihat pucat
TTV : udara
TD : 100/70 mmHg
SB : 37˚c Kekurangan fungsi jaringan
N : 110 x/menit
paru-paru untuk melakukan
R : 28 x/menit
pertukaran O2 dan CO2
Hipoksemia
Metabolik anaerob
Kelelahan
Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan
perubahan situasi karena Faktor merokok, Usia, Agen Defisiensi pengetahuan
informasi yang minim, infeksius, Polusi udara dan
5. defisiensi antitripsin Alfa I
ditandai dengan :
DS :
Kerusakan pada dinding
Klien mengatakan
pendidikan terakhir di Alveolus
SMP
DO :
Overdistensi permanen ruang
Klien terlihat kurang
memahami tentang udara
penyakit
TTV :
Perubahan situasi
TD : 100/70 mmHg
SB : 37˚c
N : 110 x/menit
R : 28 x/menit Informasi yang minim
F. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
G. Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka