Anda di halaman 1dari 8

3.3.

c EMFISEMA

1. DEFINISI
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962).
2. Etiologi
 Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran pernapasan.
 Faktor Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar
imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit
obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
 Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
 Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi
pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling
banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
 Polusi
Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
3. Epidemiologi

Dari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien PPOK termasuk
emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian
setiap tahun. Di Indonesiaemfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh
rokok dan mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di dunia pada
tahun 1990, PPOK termasuk empfisema menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama
kematian penyakit tidak menuular.
4. Klasifikasi Emfisema

Insiden emfisema meningkat dengan disertai bertambahnya umur. Ada dua bentuk emfisema
yaitu :
1) Sentrilobular
Emfisema sentrilobular ditandai oleh kerusakan pada saluran napas bronkhial yaitu
pembengkakan, peradangan dan penebalan dinding bronkhioli. Perubahan ini umumnya
terdapat pada bagian paru atas. Emfisema jenis ini biasanya bersama-sama dengan
penyakit bronkhitis menahun, sehingga fungsi paru hilang perlahan-lahan atau cepat
tetapi progresif dan banyak menghasilkan sekret yang kental.
2) Panlobular
Emfisema panlobular berupa pembesaran yang bersifat merusak dari distal alveoli ke
terminal bronkhiale. Pembendungan jalan udara secara individual disebabkan oleh
hilangnya elastisitas recoil dari paru atau radial traction pada bronkhioli. Ketika
menghisap udara (inhale), jalan udara terulur membuka, maka kedua paru yang elastis itu
membesar dan selama menghembuskan udara (ekshalasi) jalan udara menyempit karena
turunnya daya penguluran dari kedua paru itu.
Pada penderita emfisema panlobular, elastisitas parunya telah menurun karena robekan
dan kerusakan dinding sekeliling alveoli sehingga pada waktu menghembuskan udara
keluar, bronkhiolus mudah kolaps. Akibatnya fungsi pertukaran gas pada kedua paru
tidak efektif. Dalam klinis penyakit, emfisema dan bronkhitis menahun tidak jarang
terdapat bersama-sama dan bila sendiri-sendiri sukar dibedakan satu sama lain. Kedua
penyakit tersebut mempunyai tanda khas yang menyolok yaitu penurunan fungsi
pernapasan akibat bendungan total bronkhus bronkhiolus sehingga penyakit ini disebut
COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) atau COLD (Chronic Obstructive
Lung Disease).
Berdasarkan tempat terjadinya proses kerusakan, emfisema dapat dibagi menjadi tiga:
 Sentri-asinar (sentrilobular/CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
dan daerah sekitar asinus.

a. b.
Gambar 2. Normal asinus dan emfisema tipe sentrilobular (CLE)
 Pan-asinar (panlobular)
Kerusakan terjadi merata di seluruh asinus. Merupakan bentuk yang jarang, gambaran
khas nya adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun bagian-bagian basal
cenderung terserang lebih parah. Tipe ini sering timbul pada orang dengan defisiensi alfa
1 anti-tripsin.

Gambar 3. Emfisema tipe panasinar atau panlobular


 Iregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.
Gambar 4. Emfisema tipe irregular
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif .
 Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak atau
kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.
 Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh, hingga
terjadi mekanisme ventil.
5. PATOFISIOLOGI
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastis jalan napas;
dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi
kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada
pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan
difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon
dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal
jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar
menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan
batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian
menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan
jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan
hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada
menjalani pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak
napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya.
Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas
paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas
secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk
ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa
supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada
penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan
progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak
memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume
ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena
elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara
dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan
upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan
oksigenasi sangat terganggu.
6. Gejala emfisema
ada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu
berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala lain
adalah batuk, whezeeng, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada
seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang
karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah
7. Alur diagnostic
 Pemeriksan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Foto dada pada emfisema paru
Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu:
 Gambaran defisiensi arteri
 Overinflasi
Terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat konkaf.
 Oligoemia
Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
 Corakan paru yang bertambah sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
 Pemeriksaan Fungsi Paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
 Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema
paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir
mencukupi.
 Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
8. Penatalaksanaan
 Penyuluhan
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang
harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
 Pencegahan
- Rokok
Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal
harus dilakukan
- Menghindari lingkungan polusi
Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama
pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap
saluran nafas.
- Vaksin
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza
dan infeksi pneumokokus.
 Terapi Farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai
komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
 Pemberian Bronkodilator
Golongan Teofilin
Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik
antara 10-15 mg/L
Golongan Agonis B2
Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah
tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
 Pemberian Kortikosteroid
Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi
saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
 Mengurangi Sekresi Mucus
 Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine
tetap kuning pucat.
 Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida,
dan amonium klorida.
 Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum.
 Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

 Fisioterapi dan Rehabilitasi


Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional.
Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
 Mengeluarkan mucus dari saluran nafas.
 Memperbaiki efisiensi ventilasi.
 Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisik

 Pemberian O2 Dalam Jangka Panjang


Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan
toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur
atau waktu latihan. Menurut Mike, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai
hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.

Anda mungkin juga menyukai