Anda di halaman 1dari 9

Home » ASKEP PENYAKIT DALAM » Asuhan Keperawatan Emfisema

ASKEP PENYAKIT DALAM

Asuhan Keperawatan Emfisema

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, dimana dalam
hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai
paru keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.
Ada 4 jenis emfisema yaitu:

 Emfisema sentrilobuler (sentriasiner), mengenai ruang udara di bagian tengah lobulus.


 Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara sebelah distal dari
bronkiolus terminalis.
 Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara sebelah tepi lobus,
terutama yang dekat dengan pleura.
 Emfisema ireguler, secara tidak teratur mengenai asinus respiratorus.

2. ETIOLOGI
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam
presentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan
dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-a1, yang merupakan suatu enzim
inhibitir. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.
Individu yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi
udara, agen-agen infeksius, alergen) dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif
kronis.

3. PATOFISIOLOGI
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastis jalan napas;
dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi
kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada
pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan
difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon
dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal
jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar
menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan
batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian
menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan
jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan
hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada
menjalani pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak
napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya.
Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas
paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas
secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk
ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa
supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada
penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan
progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak
memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume
ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena
elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara
dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan
upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan
oksigenasi sangat terganggu.

4. MANIFESTASI KLINIK

 Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada


mengembang.
 Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, sehingga kecepatan
difusi oksigen dan karbon dioksida berkurang yang menimbulkan hipoksia dan
hiperkapnia.
 Takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia. Karena
peningkatan kecepatan pernapasan pada penyakit ini efektif, maka sebagian besar
individu yang mengidap emfisema tidak memperlihatkan perubahan yang bermakna
dalam gas darah arteri sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernapasan
tidak dapat mengatasi hipoksia dan hiperkapnia. Akhirnya, semua nilai gas darah
memburuk dan timbul hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Susunan saraf pusat dapat
tertekan akibat tingginya kadar karbon dioksida (narkosis karbon dioksida).
 Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronkitis kronik adalah pada emfisema
tidak terjadi pembentukan mukus.

5. KOMPLIKASI
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru kronik, yang akhirnya menyebabkan kor
pulmonale.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan fisik memberikan petunjuk awal
pada masalah pasien. Pemeriksaan diagnostik lainnya termasuk rontgen dada. Pemeriksaan
fungsi pulmonari (terutama spirometri), gas-gas darah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi
dan pertukaran gas pulmonari), serta hitung darah lengkap (HDL).
Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC)
dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam
mendorong udara keluar dari paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada
tahap awal penyakit. Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma,
pelebaran margin interkosta, dan jantung normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas
darah arteri dapat menunjukkan hipoksia ringan dan hiperkapnia.

7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah perburukan
keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan. Pengobatan mencakup:

 Mendorong pasien agar berhenti merokok.


 Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap.
 Memberi pengajaran mengenai teknik-teknik relaksasi dan cara-cara untuk
menyimpan energi.
 Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar dapat
menjalankan tugas sehari-hari.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Aktivitas/istirahat

Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-


hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.

 Sirkulasi

Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.


Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi
vena leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi jantung redup, warna kulit/membran
mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer, pucat dapat
menunjukkan anemia.

 Integritas ego

Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.


Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

 Makanan/cairan

Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena


distres pernapasan, penurunan berat badan menetap.
Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, penurunan
massa otot/lemak subkutan.

 Higiene

Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-


hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

 Pernapasan

Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif
pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang, terpajan
pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, faktor keluarga dan keturunan,
mis: defisiensi alfa-antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir, penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi napas:
mungkin redup dengan ekspirasi mengi, perkusi: hipersonan pada area paru, kesulitan bicara
kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna: “pink puffer” karena warna kulit
normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat, tabuh pada jari-
jari.

 Keamanan

Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan,


adanya/berulangnya infeksi.
 Seksualitas

Gejala: Penurunan libido.

 Interaksi sosial

Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan


dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernapasan,
keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

 Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok,


penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri,
perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan pengobatan/program terapeutik.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.


2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendir.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan
dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.

III. INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau
inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan
nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi
efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronkial
dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat
disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons
klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan
sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas.
Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk
mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya
digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan
mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu
mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk
yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan
napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi lendir.


Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.

Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa
menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat
membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental
dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-
paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.


Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi,
pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan
insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.

Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis:
berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang
berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum
cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu
didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan
menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.

5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.


Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.

Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada
klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan
sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan klien
menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif
status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi
hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan (jika
memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai digunakan
untuk mencapai tujuan ini.

6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.


Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan
klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan
yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang
kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan
menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas
hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme
proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.

IV. EVALUASI

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA


dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.
Sumber Dari: http://www.ilmukeperawatan.info/2011/10/asuhan-keperawatan-
emfisema.html#ixzz4KWP2fwWa

Anda mungkin juga menyukai