Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Stroke non hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh bekuan darah (baik
sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang disebabkan
penumpukan plak (Lemone, dkk, 2016, hal. 1800).
Stroke non hemoragic adalah suatu gangguan peredaran darah ke otak
akibat tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu perdarahan (Wiwit dalam
Harahap dkk, 2016, hal. 70).
Berdasarkan penjelasan tersebut, bahwa stroke non hemorargik adalah stroke
yang disebabkan gangguan peredaran darah ke otak yang disebabkan oleh trombus
maupun embolus ataupun stenosis pembuluh yang terjadi akibat penumpukan
plak tanpa adanya perdarahan.

2. Etiologi
a. Faktor pemicu stroke dilihat dari segi gaya hidup
b. Makan-makanan siap saji
c. Minuman beralkohol
d. Narkoba serta kebiasaan merokok
e. Penggunaan obat perangsang
f. Kerja berlebihan
g. Kurang olahraga dan stress(Alchuriyah & Wahjuni, 2016, hal. 63)
h. Faktor (Non Reversible)/ yang tidak mampu dirubah
Jenis kelamin, usia, keturunan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 151)
i. Faktor (Reversible)/ yang mampu dirubah
Hipertensi, penyakit jantung, kolestrol tinggi, obesitas, diabetes melitus,
polisetemia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 151)

3. Manifestasi Klinis
Menurut (Chang, dkk, 2010, hal. 269) tanda dan gejala stroke non hemorargik
antara lain;
a. Gambaran klinis stroke non hemorargik terkait dengan arteri yang terkena
1) Arteri karotis interna
 Hemiparesis atau paralisis pada bagian wajah, lengan dan kaki
 Defisit sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan kaki
 Afasia atau disfasia jika terkena hemisfer yang dominan
 Apraksia, agnosia, dan unilateral neglect jika terkena hemisfer non-
dominan
 Gangguan penglihatan(Chang, dkk, 2010, hal. 289)

2) Arteri serebri anterior


 Hemiparesis pada kaki sampai tungkai bagian bawah
 Berkurangnya sensorik kontralateral pada kaki sampai tungkai bagian
bawah
 Kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan atau bertindak
secara volunter
 Inkontinensia urine(Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)

3) Arteri serebri media


 Hemiplegia pada derah (flacid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi
kontralateral)
 Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)
 Aphasia (aphasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi)
 Hemonymous hemianopsia
 Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
 Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralisis
 Denial paralisis
 Kemungkinan pernapasan chynestokes
 Sakit kepala
 Paresis vasomotor (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)

4) Arteri vertebrobasilaris
 Lemah di sisi yang diserang
 Mati rasa di sekitar bibir dan mulut
 Potongan bidang visual
 Diplopia
 Koordinasi buruk
 Disfagia
 Bicara mencerca
 Pusing
 Amnesia dan ataksia(Masriadi, 2016, hal. 120)

5) Arteri basilaris
 Quadriplegia
 Kelemahan otot faring, lidah, dan wajah (Chang, dkk, 2010, hal. 289)

6) Arteri serebralis
 Atakasia, vertigo, limbung dan nistagmus
 Mual dan muntah
 Gangguan rasa nyeri dan sensibilitas terhadap suhu pada batang tubuh
dan ekstermitas di sisi kontralateral
 Paralisis tatapan mata
 Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk,
2010, hal. 289)

b. Gambaran klinis stroke non hemorargik berdasarkan sisi otak yang terkena
menurut (Nair & Peate, 2015, hal. 272) antara lain;
1) Sisi kanan otak
 Kehilangan fungsi motorik pada kiri tubuh
 Pusat bahasa tidak terganggu
 Defisit lapang pandang kiri
 Ketidakpedulian yang nyata akan kebebasan
 Penilaian dan perilaku impulsif yang buruk

2) Sisi kiri otak


 Dominan untuk bicara, kemampuan analisis, dan memori auditori serta
verbal
 Hemiplegia sisi kanan
 Afasia ekspresif, reseptif, atau global
 Gangguan proses berpikir
 Kelemahan penglihatan sisi kanan
 Perilaku berhati-hati

4. Klasifikasi
a. Stroke iskemik transien (Transtien ischemic attack/TIA)
Stroke ini biasa disebut dengan stroke kecil, dimana stroke yang terjadi
pada periode singkat iskemi serebral terlokalisasi yang menyebabkan defisit
neurolis yang berlangsung selama kurang dari 24 jam. Transtien ischemic
attack (TIA) disebabkan karena gangguan inflamasi arteri, anemia sel sabit,
perubahan ateroklerosis pada arteri karotis dan serebral, trombosis, serta
emboli.
Manifestasi neurologis TIA beragam berdasarkan lokasi dan ukuran
pembuluh serebral yang terkena dan memiliki awitan tiba-tiba. Biasanya
terjadi defisit meliputi kebas kontralateral atau kelemahan tungkai, tangan,
lengan bawah, dan pusat mulut, afasia, dan gangguan penglihatan buram serta
fugaks amaurosis (kebutaan yang cepat pada satu mata) (Lemone, dkk, 2016,
hal. 1800-1801)

b. Stroke pembuluh darah besar (Trombolisis)


Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering
dikaitkan dengan ateroklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri,
sehingga menyebabkan gangguan masuknya darah yang menuju ke bagian
otak (Widagdo,dkk, 2008, hal. 87)

c. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)


Tanda dan gejala gangguan persarafan yang berlangsung dalam waktu
yang lama lama. Kondisi RIND dan TIA mempunyai kesamaan, hanya saja
RIND berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) dan kemudian pulih kembali
(dalam jangka waktu 3 minggu) serta tidak meninggalkan gejala sisa
(Masriadi, 2016, hal. 122)

d. Stroke embolik kardiogenik


Stroke ini terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi
ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak asteroklerosis
masuk sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral terlalu
sempit untuk memungkinkan gerakan lebih lanjut. Pembuluh darah kemudian
mengalami oklusi.
Tempat yang paling sering mengalami emboli serebral adalah di
bifurkasi pembuluh, terutama pada arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016,
hal. 1801).
e. Complete stroke
Suatu gangguan pembuluh darah pada otak yang menyebabkan deficit
neurologist yang berlangsung lebih dalam waktu 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016, hal. 122).

f. Progressive Stroke (Stroke in Evolution)


Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam
atau lebih. Stroke jenis ini merupakan stroke dimana penentuan prognosisnya
terberat dan sulit. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,
berubah-ubah dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk (Masriadi,
2016, hal. 122).

5. Patofisiologi
Berdasarkan dari segi penyebab, stroke non hemorargik dapat terjadi dari
beberapa faktor pencetus dimulai dari faktor gaya hidup, faktor yang dapat
diubah, sampai dengan faktor yang tidak dapat diubah. (Alchuriyah & Wahjuni,
2016, hal. 63) dan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 151).
Dari berbagai faktor tersebut dapat menyebabkan ateroklerosis yang terbentuk
daerah yang berlemak, seiring waktu terbentuk plak fibrosis (ateroma) di lokasi
yang mengalami keterbatasan terutama di daerah yang berlawanan yaitu di
percabangan arteri ekstraserebral.
Sel darah merah/ trombosit kemudian melekat pada permukaan plak bersama
dengan fibrin, secara perlahan trombosit yang melekat dapat memperbesar ukuran
plak sehingga menyebabkan terbentuknya trombus. Penyempitan atau oklusi
tersebut dapat dapat mengakibatkan aliran darah ke serebral sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya stroke non hemorargik (Chang, dkk, 2010, hal. 286-
287).
Apabila aliran suplai darah ke otak terganggu maka akan menimbulkan perfusi
darah pada otak itu sendiri berubah yang dapat menimbulkan hipoksia (Batticaca,
2008, hal. 56-57). Dari hipoksia dalam otak akan menyebabkan berbagai macam
patofisiologi munculnya klasifikasi stroke yaitu trombotik, embolik, iskemik, dan
infark lakunar. Penyebab yang pertama adalah stroke iskemik (TIA), dimana
saling berhubungan dengan iskhemik serebral dan disfungsi neurologis sementara
(Widagdo, dkk, 2008, hal. 88).
Trombotik bekuan cairan didalam pembuluh darah adalah tipe stroke yang
paling umum terjadi, dimana sering dikaitkan dengan ateroklerosis dan
menyebabkan penyempitan lumen arteri sehingga menyebabkan gangguan suplai
darah yang menuju ke otak yang dapat mengenai arteri serebral tunggal (Lemone,
dkk, 2016, hal. 1801).
Stroke infak lakunar terjadi ketika stroke trombotik mengenai pembuluh
serebral terkecil tidak segera ditangani sehingga meninggalkan rongga kecil di
jaringan otak atau batang otak yang dapat mengenai arteri serebral tengah tengah
dan arteri serebral posterior (Lemone, dkk, 2016, hal. 1801).
Penyebab umum yang terakhir adalah stroke embolik kardiogenik (bekuan
darah atau material lain) terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi
ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak ateroklrerosis
masuk ke sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral tersebut,
sehingga menyebabkan oklusi pembuluh darah, yang dapat mengenai arteri
serebral tengah (Lemone, dkk, 2016, hal. 1801).
7. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral
dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada aliran darah
serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi berkurang dan akan
menimbulkan kematian jaringan otak (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 36).
Komplikasi yang khas mencakup defisit sensoriperseptual, perubahan kognitif,
dan perilaku, gangguan komunikasi, defisit motorik, dan gangguan
eliminasi (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebri
Menggambarkan penyebab stroke secara jelas seperti adanya perdarahan
arterivena atau ruptur serta mencari perdarahan seperti aneurisme atau
malformasi vaskuler (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 153). Berdasarkan dari
hasil pemeriksaan angiongrafi didapatkan adanya pertahanan atau sumbatan
arteri (Batticaca, 2008, hal. 61)
b. CT Scan
Merupakan pemeriksaan diagnostik standar dan dapat membedakan
perdarahan otak dengan infark yang memiliki manefestasi klinis yang sama
seperti tumor atau perdarahan otak karena trauma. (Chang, dkk, 2010, hal.
290). Pada pemeriksaan ini menunjukan hasil adanya edema, hematoma,
iskemia dan infark (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 40)
c. USG Dopller
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis dan
arteroklerosis) (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil pemeriksaan ini menunjukan
adanya perdarahan subarakhnoid (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)
d. MRI (Magnetic Resonance Imagine)
Untuk menunjukan adanya lesi seperti hematoma dan membedakan iskemia
dengan infark (Chang, dkk, 2010, hal. 290). Hasil dari pemeriksaan ini
menunjukan daerah yang mengalami infark, perdarahan, malformasi
arteriovena (Batticaca, 2008, hal. 61) adanya oklusi (Chang, dkk, 2010, hal.
290), ruptur anurisma (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)
e. Pemeriksaan labolatorium
Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia
darah, elektrolit. Digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis (Batticaca, 2008, hal. 62). Hasil dari pemeriksaan labolatorium
menunjukan hasil AGD yang tidak normal (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6),
kenaikan hematokrit dengan vaskositas darah yang tinggi (Chang, dkk, 2010,
hal. 290), peningkatan lemak dalam darah (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38).
f. EKG 12 Lead
Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli dicurigai
terjadi (Chang, dkk, 2010, hal. 290). Pada pemeriksaan ini akan menunjukan
adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
g. Sinar tengkorak
Adanya gambaran kalenjar lempeng pienal yang berubah pada daerah yang
berlawanan dari massa yamg melebar, dan adanya kalsifikasi parsial dinding
aneurisme pada daerah yang mengalami perdarahan yaitu pada
subarakhnoid (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil dari pemeriksaan ini
menunjukan adanya tumor sel embolik di dalam otak (Widagdo,dkk, 2008,
hal. 88)

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Pemberian nutrisi dapat diberikan dengan menggunakan cairan yang
mengandung isotonik, kristaloid atau koloid 1500-200 mL, pemeriksaan
kadar gula darah sewaktu yang >150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Jika terjadi penurunan kadar gula dalam
darah < 60 mg % atau < 80 mg% dengan gejala dapat diatasi segera dengan
pemberian cairan dekstrosa 40% secara (IV) sampai stabil dan harus dicari
diketahui awal penyebabnya. Obat-obatan yang direkomendasikan ialah
diazepam 5-20 mg iv maksimal 100 mg/hari jika terjadi kejang, jika
didapatkan peningkatan TIK beri manitol 0,25-1 gr/KgBB per 30 menit, jika
ada gejala rebound dilanjutkan manitol 0,25 gr/KgBB per 30 menit selam 6
jam. Pemberian citicolin 100-300 mg.hari diberikan secra IV/IM dan sodium
Thipenton 5 mg/KgBB sebagai pengganti diazepam (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 153-154)

b. Penatalaksanaan keperawatan
 Mengkaji status pernapasan
 Mengobservasi tanda-tanda vital
 Memantau fungsi usus dan kandung kemih
 Melakukan katerisasi kandung kemih
 Mempertahankan tirah baring(Bararah & Jauhar, 2013, hal. 37)
 Penatalaksanaan gizi
Pemberian nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan memberikan
makanan cair supaya tidak menimbukkan aspirasi dan cairan harus
dibatasi mulai hari pertama setelah terjadi stroke sebagai alternatif untuk
mencegah pembengkakan pada otak, serta pemberian diet rendah garam
dan menghindari makanan yang kaya akan lemak dan kolestrol (Bararah
& Jauhar, 2013, hal. 37)

10. Diagnosa Keperawatan


Berikut diagnosa keperawatan berdasarkan (Wilkinson, 2015) dan (SDKI, 2016)
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

2) Batasan Karakteristik
 Dispneu, Penurunan suara nafas
 Orthopneu
 Cyanosis
 Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
 Kesulitan berbicara
 Batuk, tidak efektif atau tidak ada
 Mata melebar
 Produksi sputum
 Gelisah
 Perubahan frekuensi dan irama nafas

3) Faktor-faktor yang berhubungan


a) Lingkungan
merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
b) Fisiologis
disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
c) Obstruksi jalan nafas
spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan
nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya
benda asing di jalan nafas.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


1) Definisi
Penurunan perfusi oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengalaman
nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler

2) Batasan karakteristik
 Subjektif
(Tidak tersedia)
 Objektif
 Perubahan status mental
 Perubahan perilaku
 Perubahan respons motorik
 Perubahan reaksi pupil
 Kesulitan menelan
 Kelemahan atau paralisis ekstermitas
 Paralisis
 Ketidaknormalan dalam berbicara

3) Faktor yang berhubungan


 Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
 Gangguan pertukaran
 Hipervolemia
 Hipoventilasi
 Hipovolemia
 Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
 Gangguan aliran arteri atau vena
 Ketidaksesuain antara ventilasi dan aliran darah

c. Gangguan mobilitas fisik


1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ektremitas secara
mandiri
2) Penyebab
 Kerusakan intregitas kerusakan tulang
 Penurunan kendali otot
 Penurunan kekuatan otot
 kekakuan sendi
 gangguan neuromuskular
 Nyeri
 Program pembatasan gerak

3) Batasan karakteristik
a) Gejala dan Tanda Mayor
 Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
 Objektif
 Kekuatan otot menurun
 Rentang gerak ROM menurun

b) Gejala dan Tanda Minor


 Subjektif
 Nyeri saat bergerak
 Enggan mekukan pergerakan
 Merasa cemas saat bergerak
 Objektif
 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah.

11. Intervensi Keperawatan

Tujuan Dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif  Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1) Pastikan kebutuhan oral / tracheal
 Respiratory status : suctioning
Airway patency 2) Auskultasi suara nafas sebelum dan
 Aspiration Control sesudah suctioning.
3) Informasikan pada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
 Mendemonstrasikan 4) Minta klien nafas dalam sebelum
batuk efektif dan suction dilakukan.
suara nafas yang 5) Berikan O2 dengan menggunakan
bersih, tidak ada nasal untuk memfasilitasi suksion
sianosis dan dyspneu nasotrakeal
(mampu 6) Gunakan alat yang steril sitiap
mengeluarkan melakukan tindakan.
sputum, mampu 7) Anjurkan pasien untuk istirahat dan
bernafas dengan napas dalam setelah kateter
mudah, tidak ada dikeluarkan dari nasotrakeal
pursed lips) 8) Monitor status oksigen pasien
 Menunjukkan jalan 9) Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas yang paten melakukan suction
(klien tidak merasa 10) Hentikan suction dan berikan
tercekik, irama oksigen apabila pasien menunjukkan
nafas, frekuensi bradikardi, peningkatan saturasi O2,
pernafasan dalam dll.
rentang normal,
tidak ada suara nafas Airway Management
abnormal) 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik
 Mampu chin lift atau jaw thrust bila perlu
mengidentifikasikan 2) Posisikan pasien untuk
dan mencegah factor memaksimalkan ventilasi
yang dapat 3) Identifikasi pasien perlunya
menghambat jalan pemasangan alat jalan nafas buatan
nafas 4) Pasang mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction.
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu
10) Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11) Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12) Monitor respirasi dan status O2

2. Perfusi jaringan serebral NOC : NIC :


tidak efektif  Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
 Tissue Prefusion : Monitoring (Monitor tekanan
cerebral intrakranial)
1) Berikan informasi kepada keluarga
Kriteria Hasil : 2) Set alarm
1. mendemonstrasikan 3) Monitor tekanan perfusi serebral
status sirkulasi yang 4) Catat respon pasien terhadap stimuli
ditandai dengan : 5) Monitor tekanan intrakranial pasien
a. Tekanan systole dan respon neurology terhadap
dandiastole dalam aktivitas
rentang yang 6) Monitor jumlah drainage cairan
diharapkan serebrospinal
b. Tidak ada 7) Monitor intake dan output cairan
ortostatikhipertens 8) Restrain pasien jika perlu
i 9) Monitor suhu dan angka WBC
c. Tidak ada tanda 10) Kolaborasi pemberian antibiotik
tanda peningkatan 11) Posisikan pasien pada posisi
tekanan semifowler
intrakranial (tidak 12) Minimalkan stimuli dari lingkungan
lebih dari 15
mmHg) Peripheral Sensation Management
2. mendemonstrasikan (Manajemen sensasi perifer)
kemampuan kognitif 1) Monitor adanya daerah tertentu yang
yang ditandai dengan: hanya peka terhadap
a. berkomunikasi panas/dingin/tajam/tumpul
dengan jelas dan 2) Monitor adanya paretese
sesuai dengan 3) Instruksikan keluarga untuk
kemampuan mengobservasi kulit jika ada lsi atau
b. menunjukkan laserasi
perhatian, 4) Gunakan sarun tangan untuk
konsentrasi dan proteksi
orientasi 5) Batasi gerakan pada kepala, leher
c. memproses dan punggung
informasi 6) Monitor kemampuan BAB
d. membuat 7) Kolaborasi pemberian analgetik
keputusan dengan 8) Monitor adanya tromboplebitis
benar 9) Diskusikan mengenai penyebab
3. menunjukkan perubahan sensasi
fungsi sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter

3. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


 Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Active 1) Monitoring vital sign
 Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan lihat
 Self care : ADLs respon pasien saat latihan
 Transfer 2) Konsultasikan dengan terapi fisik
performance tentang rencana ambulasi sesuai
Kriteria Hasil : dengan kebutuhan
 Klien meningkat 3) Bantu klien untuk menggunakan
dalam aktivitas fisik tongkat saat berjalan dan cegah
 Mengerti tujuan dari terhadap cedera
peningkatan 4) Ajarkan pasien atau tenaga
mobilitas kesehatan lain tentang teknik
 Memverbalisasikan ambulasi
perasaan dalam 5) Kaji kemampuan pasien dalam
meningkatkan mobilisasi
kekuatan dan 6) Latih pasien dalam pemenuhan
kemampuan kebutuhan ADLs secara mandiri
berpindah sesuai kemampuan
 Memperagakan 7) Dampingi dan Bantu pasien saat
penggunaan alat mobilisasi dan bantu penuhi
Bantu untuk kebutuhan ADLs ps.
mobilisasi (walker) 8) Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

B. Konsep Askep Gadar Stroke Non Hemorargik


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Umur
Stroke ditemukan pada semua golingan usia, namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Kejadian stroke secara eksposional
meningkat pada usia yang sudah lanjut, dimana akan terjadi peningkatan 100
kali lipat pada usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000
pada golongan usia 30-40 tahun (Bustan, 2015, hal. 98).
c. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, hal ini terjadi karena laki-laki memiliki hormon
testoteron yang bisa meningkatkan kadar LDL darah (Bushnell dalam Laily,
2017, hal. 53)
d. Alamat / Tempat tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Ghani,dkk, 2016, hal. 53) bahwa
penderita stroke paling banyak terjadi yang tinggal di perkotaan daripada di
perdesaan

2. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami hambatan jalan napas (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 39), sekret
berbuih (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6).

b. Breathing
1) Inspeksi
Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20
x/menit (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6), kesulitan bernapas, sesak napas
atau apnea (Batticaca, 2008, hal. 67-68), kemungkinan
pernapasan cheynestokes (Widagdo, 2008, hal. 89).
2) Palpasi
Focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri selama ada
penumpukan sekret.
3) Perkusi
Terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru
4) Auskultasi
Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien stroke
mengalami penurunan kesadaran (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)

c. Circulation
1) Tekanan darah
Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi dengan tekanaan darah
>200 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
2) Nadi
Frekuensi nadi dapat bervariasi (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
3) Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
4) Capilary Refill Time
Kapiler refill time > 1-2 detik (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
5) Sianosis/pucat
Pada pasien stroke non hemorargik yang mengalami perfusi serebral tidak
efektif menyebabkan kadar PaO2 < 95% sehingga menyebabkan
sianosis (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6).
6) Akral
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis sehingga dapat
ditemukan akral dingin (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
7) Kelembapan
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis dan akral dingin
sehingga mengalami kelembapan pada kulitnya (Batticaca, 2008, hal. 66).

d. Disability
1) GCS/AVPU
Menurut (Heriana, 2014, hal. 63-65) ada tiga hal yang dinilai dalam
penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan GCS (Glasgow Coma
Scale);
a) Respon membuka mata (eyes)

Mata membuka spontan, misalnya sesudah


Nilai 4:
disentuh
Dapat membuka mata jika diajak bicara,
Nilai 3: dipanggil nama atau diperintahkan untuk
membuka mata
Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/
Nilai 2:
nyeri
Tidak membuka mata walaupun diberikan
Nilai 1:
rangsang nyeri

b) Respon bicara (verbal)

Pasien orientasi penuh atau baik dan mampu


Nilai 5: berbicara. Orientasi waktu, tempat, orang,
siapa dirinya, berada di mana, tanggal dan hari
Nilai 4: Pasien konfusi atau tidak orientasi penuh
Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas
Nilai 3: dan baik, tetapi tidak menyambung dengan
apa yang sedang dibicarakan
Mampu bersuara namun tidak dapat
ditangkap secara jelas apa artinya/
Nilai 2:
“ngrenyem”, suara tidak mampu dikenali
makna katanya
Nilai 1: Tidak bersuara apapun walau diberi
rangsangan nyeri

c) Respon motorik

Dapat menirukan perintah sederhana yang telah


pemeriksa anjurkan seperti: mengangkat tangan,
Nilai 6:
dapat menunjuk jumlah jari-jari, serta mampu
melepaskan genggaman.
Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri
Nilai 5: yang diberikan seperti tekanan pada sternum,
cubitan pada muskulus trapizius
Gerakan fleksi menjauhi dari rangsangan nyeri
yang diberikan, tetapi tidak mampu menunjuk
Nilai 4:
dengan tangan dimana lokasi atau tempat
rangsang nyeri yang diberikan
Bila diberi rangsangan nyeri bahu mengalami
fleksi abnormal, bahu mengalami abduksi,
Nilai 3:
fleksi dan pronasi lengan bawah, fleksi pada
pergelangan tangan dan mengepal
Bila diberi rangsang nyeri bahu mengalami
ekstensi abnormal. Bahu abduksi dan rotasi
Nilai 2:
interna, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal,
Nilai 1: Sama sekali tidak ada respons

Skor penilaian GCS :

 GCS 14-15: Compos Mentis


 GCS 12-13: Apatis
 GCS 11-10: Delirium
 GCS 7-9: Somnolen
 GCS 8-10: Stupor
 GCS <5: Koma (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 142)

Pada klien yang mengalami stroke non hemorargik akan mengalami


gangguan tingkat kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi
ventilasi (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 71)

2) Pupil
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk,
2010, hal. 289)
3) Gangguan motorik
Hemiplegia, hemiparesis, flasiditas (tidak adanya tonus otot), spastisitas
(peningkatan tonus otot) (Lemone, dkk, 2016, hal. 1804)
4) Gangguan sensorik
Defisit dalam penglihatan, pendengaran, rasa dan indra
penciuman (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
5) Exposure/Enviromental/Event
Pada pasien stroke non hemorargik biasanya akan terjadi ketika selama
tidur atau segera setelah bangun tidur sehingga jarang adanya
trauma (Widagdo, 2008, hal. 87)

3. Secondary Survey
a. Five Intervensi
 EKG
Jika mempunyai penyakit jantung maka hasil EKG menunjukan adanya
disritmia (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
 Kateter
Penggunaan kateter intermiten pada pasien stroke non hemorgik untuk
pengosongan kandung kemih (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
 NGT
Pemasangan selang nasogastrik jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
 Sp O2
Didapatkan hasil < 95% (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
 Labolatorium
Peningkatan lemak dalam darah karena pasien stroke non hemorargik kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum (Bararah & Jauhar, 2013, hal.
38)

b. Full Of Vital Sign


 MAP
>130 mmHg jika didapatkan infark miokard akut dan gagal jantung
kongestif (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 154)
 Nadi
Pada stroke iskemik didapatkan nadi mungkin cepat dan halus tergantung dari
pada etiologi penyakit jantung yang menyertai (Batticaca, 2008, hal. 59)
 Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
 RR
Pernapasan tidak teratur (Mubarak, dkk, 2015, hal. 5)
 BB
BB mungkin menurun pada pasien stroke non hemorargik karena mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum karena adanya
kehilangan sensasi pada lidah. (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)

c. Give Comfort
Jika dalam stroke non hemorargik mengalami peningkatan TIK maka posisi
kepala dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 155).

d. History
i. Keluhan Utama
Pada klien stroke non hemorargik keluhan utamnya biasanya terjadi
hemiparesis, hemisensorik, afasia, disartria, ataksia, sampai vertigo dan akan
mengalami penurunan kesadaran (Batticaca, 2008, hal. 60).

ii. Riwayat penyakit sekarang


Stroke non hemorargik akan terjadi pada saat santai atau tidur, dengan lama
serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam, gejala yang timbul
seperti pusing yang tidak lazim adanya nyeri kepala yang hebat, mual,
muntah, maupun panas. Timbul rasa kesemutan pada sesisi badan, mati rasa
dan terasa seperti terbakar atau terkena cabai.
Lemas atau bahkan kelumpuhan pada sisi badan, mulut dan lidah mencong,
gangguan menelan (Masriadi, 2016, hal. 117-119).

iii. Makan minum terakhir


Pada klien stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan makan dan minum. Hal ini dapat diketahui melalui tanda dan
gejala seperti nafsu makan hilang, mual muntah. Kehilangan sensasi pada
lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, kesulitan menelan (Bararah & Jauhar,
2013, hal. 38).

iv. Riwayat medikasi


Penyalahgunaan obat-obatan terlarang menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun sehingga mengakibatkan penurunan hemoglobin (Tarwoto &
Wartonah, 2010, hal. 33).

v. Pengalaman pembedahan
Pada pasien stroke akan dilakukan pembedahan jika mengalami TIA
(Lemone, dkk, 2016, hal. 1806)

vi. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit diabetes melitus (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38),
hipertensi ataupun hipotensi, riwayat penjakit jantung (Batticaca, 2008, hal.
58).

vii. Riwayat penyakit keluarga


Adanya riwayat kelurga yang terkena stroke (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
151).

viii. Pemeriksaan Fisik Head to Toe:


a) Kepala
Pasien stroke akan mengeluh Pusing, sakit kepala (Bararah & Jauhar,
2013). Pemeriksaan 12 saraf kranial pasien stroke non hemorargik;
 Nervus I olfaktorius
Defisit indra penciuman (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802)
 Nervus II opticus
Defisit penglihatan, hemianopia, homonomus, diplopia, penurunan
ketajaman penglihatan (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802), berulangnya
serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral
mata (Widagdo,dkk, 2008, hal. 90)
 Nervus III oculomotoris
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena, paralisis
tatapan mata (Chang, dkk, 2010, hal. 289)

 Nervus IV throclearis
Jarang terjadi gangguan pergerakan mata (motorik) (Batticaca, 2008,
hal. 60)
 Nervus V thrigeminus
Tidak lancar atau tidak dapat bicara, bicara pelo (Batticaca, 2008, hal.
60)
 Nervus VI abdusen
Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkoordinasi
(Masriadi, 2016, hal. 119)
 Nervus facialis
Paralisis wajah (Chang, dkk, 2010, hal. 8), muka tidak
simetris (Masriadi, 2016, hal. 119), hilangnya sensasi pada
wajah (Widagdo,dkk, 2008, hal. 91)
 Nervus VII auditorius
Pada pasien dengan stroke non hemorargik akan mengalami tuli dan
tinnitus jika mengenai arteri serebral inferior anterior sisi
ipsilateral (Widagdo,dkk, 2008, hal. 91)
 Nervus IX glosopharingeal
Gangguan menelan atau bila minum sering sering tersedak (Masriadi,
2016, hal. 119)
 Nervus X Vagus
Muntah (Chang, dkk, 2010, hal. 289)
 Nervus XI accesorius
Terdapat bendungan vena jugularis (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
 Nervus XII hypoglosus
Mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, hal. 119)
hilang sensasi pengecapan pada lidah (Batticaca, 2008, hal. 61)

b) Leher
Tidak ada kaku kuduk (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 152)

c) Dada
 Paru-paru:
Inspeksi : terdapat retraksi otot pernapasan (Mubarak, dkk, 2015,
hal. 6)
Palpasi : focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan
kiri selama ada penumpukan sekret
Perkusi : terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang
paru
Auskultasi : ronkhi, wheezing (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6)
 Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak pada pasien yang mengalami
obesitas
Palpasi : ictus cordis pada teraba pada ICS 5-6 bergeser ke kiri
Perkusi: batas normal jantung atas ICS II mid sternalis, batas bawah
ICS V, batas kiri ICS V midclavicula sinistra dekstra. Pada pasien
stroke jika terjadi kardiomegali perkusi yang didapatkan melebihi
batas normal
Auskultasi : S1 dan S2 tidak teratur serta terdapat S3 (Mubarak, dkk,
2015, hal. 6)

 Abdomen
Konstipasi, impaksi feses (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802),
mengalami distensi abdomen, bising usus negatif, tympani (Bararah
& Jauhar, 2013, hal. 38)

 Ekstermitas
Mengalami kelumpuhan atau kelemahan separo badan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 152), gangguan fungsi motorik, lemah dan mati
rasa di kaki (Masriadi, 2016, hal. 120), hemiplegia, kontarktur,
ankilosis tubuh, atrofi disuse, disartria (Lemone, dkk, 2016, hal.
1802)

 Kulit/integument
Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas sehingga
komplikasi dapat melibatkan sistem tubuh yang multipel salah
satunya kulit/integument yang dapat menciptakan pembentukan luka
dicubitus (Lemone, dkk, 2016, hal. 1804).

Anda mungkin juga menyukai