A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD
adalah Bronchitis kronis , emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer,
2001:595). Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk di dalam COPD adalah
emfisema paru-parudan Bronchitis Kronis. Nama lain dari COPD adalah
“Chronic Obstructive Aiway Disease”.
Chronic Obstructive Aiway Disease (COPD) mengacu pada kelompok penyakit
paru-paru yang menyumbat jalan nafas dan meningkatkan kesulitan untuk bernafas.
Emphysema dan Chronic Bronchitis adalah dua kondisi umum yang membuat
COPD, tapi COPD dapat juga mengacu pada kerusakan yang disebabkan oleh chronic
Asthmatic Bronchitis. Pada semua kasus, kerusakan pada saluran pernafasan pada
akhirnya mempengaruhi pertukaran oksigen dan karbondioksida pada paru-paru.
COPD menyebabkan kasus kematian dan sakit pada sebagian belahan dunia.
Kebanyakan COPD dikarenakan merokok dalam waktu yang lama dan dapat dicegah
dengan tidak merokok atau berhentimerokok secepat mungkin. Kerusakan pada
paruparu tidak dapat diperbaiki, jadi perawatan berfokus pada mengontrol gejala dan
meminimalisir kerusakan yang terjadi.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
C. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut :
1. Bronkitis Kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hamper setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. a. Etiologi :
Terdapat 3 jenis brokitis akut, yaitu :
- Infeksi : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophilus influenza
- Alergi
- Rangsang : missal asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dan lainlain.
2. Emfisema Paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai
dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”. a.
Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding
alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.
Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum)
diantaranya alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas kecil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolar
(disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkn peningkatan ventilator pada “dead space” atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekuranga fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut
terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat
emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal
kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan
merokok.
b. Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu
:
- Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau
merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan
serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan
elatisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit.
Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi
membesar.
- Hyperinflation Paru Pembesaran Alveoli mencegah paru-paru untuk
kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi
- Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan
untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat
pada pemeriksaan x ray
- Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap. Ketika klien berusaha
untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan
kollapsnya jalan nafas.
F. Pemeriksaan fisik :
a. manifestasi klinik PPOM :
- peningkatan dyspnea
- penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
- penurunan bunyi napas
- takipnea
- gejala yang menetap pada penyakit dasar
-
b. asthma
- batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti
terikat
- mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop
- pernapasan cuping hidung
- ketakutan dan diaphoresis
c. Bronkhitis
- Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-
abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari
- Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing - Sesak napas
d. Bronkhitis (tahap lanjut)
- Penampilan sianosis
- Pembengkakaan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema
asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal)
e. Emfisema
- Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks
anterio posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru)
- Fase ekspirasi memanjang
f. Emfisema (tahap lanjut)
- Hipoksemia dan hiperkapnia
- Penampilan sebagai “pink puffers”
- Jari-jari tubuh
-
G. Pemeriksaan diagnostis :
1. Chest X-Ray :
Dapat menunjukan hyperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan
ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/bulla (emfisema),
peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat
periode remisi (asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan
abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi,
missal Bronchodilator.
3. TLC
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi :
Menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC :
Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)
menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs :
Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali
menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan
sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram :
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada
tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar usus (bronchitis).
8. Darah komplit :
Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinophil (asthma).
9. Kimia darah :
Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
10. Sputum Kultur :
Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen, pemeriksaan
sitology untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11. ECG :
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertical (emfisema).
12. Exercise ECG, Stress Test :
Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan
obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
13. Palpasi :
Palpasi pengurangan pengembangan dada?
Adakah fremitus taktil menurun?
14. Perkusi :
Adakah hiperesonansi pada perkusi?
Diafragma bergerak hanya sedikit?
15. Auskultasi :
Adakah suara wheezing yang nyaring?
Adakah suara ronkhi?
Vocal fremitus normal atau menurun?
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks baru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmunol terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
avF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
1. Fisioterapi.
2. Rehabilitasi psikis.
3. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482).
J. Komplikasi COPD
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Penyakit ini timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain Nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah proses keperawatan. Pada
tahap pengkajian terjadi proses pengumpulan data. Berbagai data yang dibutuhkan
tersebut normal atau abnormal, jika ada beberapa data yang ditafsirkan abnormal
tepat (Nanda, 2018). Terdapat 14 jenis subkategori data yang dikaji yaitu respirasi,
pengkajian medalam mengenai bersihan jalan napas tidak efektif, dengan kategori
fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan sesuai dengan tanda
gejala mayor dan minor bersihan jalan napas tidak efektif dimana data mayornya
yaitu subjektif tidak tersedia dan data objektifnya batuk tidak efektif, sputum
berlebih, tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, sedangkan
tanda gejala minor, data subjektif dyspnea, sulit bicara, ortopnea. Data objektif yaitu
gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas
berubah (PPNI, 2017). Selain itu, hal-hal yang perlu dilakukan pada pengkajian
keperawatan pada pasien PPOK dengan bersihan jalan napas tidak efektif
a. Biodata pasien
b. Keluhan utama
Penting untuk mengenal tanda dan gejala untuk mengetahuai dan mengkaji
kondisi pasien. Keluhan utama yang muncul seperti batuk, produksi sputum
berlebih, sesak napas, merasa lelah. Keluhan utama harus diterangkan sejelas
mungkin.
Setiap keluahan utama yang ditanyakan kepada pasien akan diterangkan pada
riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan yang dirasakan, apa yang
sedang dilakukan saat keluhan timbul, adakah usaha mengatasi keluhan sebelum
keluhan dari pasien, perlu dikaji riwayat keluarga yang memberikan predisposisi
keluhan seperti adanya riwayat batuk lama, riwayat sesak napas dari generasi
terdahulu. Adanya riwayat keluarga yang menderita kencing manis dan tekanan
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pasien PPOK dengan bersihan jalan nafas
1) Inspeksi
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak,
pergerakan dinding dada, pola napas, irama napas, apakah terdapat proses ekhalasi
yang panjang, apakah terdapat otot bantu pernapasan, gerak paradoks, retraksi
antara iga dan retraksi di atas klavikula. Dalam melakukan pengkajian fisik secara
inspeksi, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan adanya
tanda-tanda abnormal seperti adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk,
serta pada pasien PPOK dapat dilihat bentuk dada barrel chest.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding terak saat proses inspirasi dan
ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan
di kedua sisi tulang belakang. Kelainan yang mungkin didapat saat pemeriksaan palpasi
antara lain nyeri tekan, adanya benjolan, getar suara atau fremitus vokal. Cara mendeteksi
fremitus vokal yaitu letakkan kedua tangan pada dada pasien sehingga kedua ibu jari
pemeriksa terletak di garis tengah di atas sternum, ketika pasien menarik nafas dalam,
maka kedua ibu jari tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu sama lain
dengan jarak minimal 5 cm. Getaran yang terasa oleh tangan pada saat dilakukan
pemeriksaan palpasi disebabkan oleh adanya dahak dalam bronkus yang bergetar pada
3). Perkusi
Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada
dan organ paru-paru yang ada dibawahnya, akan dipantulkan dan diterima oleh
pendengaan pemeriksa. Cara pemeriksa perkusi dengan cara permukaan jari tengah
diletakkan pada daerah dinding dada di atas sela-sela iga selanjutnya diketuk
4). Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh dengan
mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam struktur paru. Untuk
auskultasi yaitu mendengar bunyi napas normal dan bunyi napas tambahan.
f. Data pasien bersihan jalan napas tidak efektif termasuk dalam kategori fisiologis
subkategori respirasi, perawat harus mengkaji data gejala dan tanda mayor
b) Objektif : gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi ditandai dengan bunyi napas tambahan.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan
jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis,
malnutrisi.
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif
tidak efektif keperawatan ... x ... jam (l.01006)
(l.01006)
berhubungan dengan diharapkan Bersihan
bronkospasma, Jalan Napas Observasi Observasi
peningkatan produksi (L.01001) meningkat 1. Identifikasi 1. Untuk
sekret, sekresi
dengan kriteria hasil : kemampuan batuk mengetahui kemampuan
tertahan, tebal, sekresi
kental, penurunan 1. Batuk efektif batuk
2. Monitor adanya
energi atau
meningkat ke skala 4 pasien
kelemahan. retensi sputum
2. Produksi
sputum 2. Untuk
3. Monitor tanda dan
menurun ke skala 4 mengetahui adanya
gejala infeksi saluran
3. Mengi menurun napas retensi sputum pada
ke pasien
skala 4 Terapeutik
3. Untuk
4. Wheezing
1. Atur posisi semi mengetahui tanda dan
menurun ke skala 4
fowler atau fowler gejala infeksi saluran
5. Mekonium
menurun 2. Buang sekret pada napas pada
ke skala 4 tempat sputum pasien
6. Dispnea menurun
Edukasi Terapeutik
ke skala 4
7. Ortopnea 1. Jelaskan tujuan dan 1. Agar pasien
Edukasi
1. Agar pasien
mengetahui tujuan dan
prosedur pemantauan
yang dilakukan oleh
perawat
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan keperawatan ... x ... jam (l.03119) (l.03119)
ketidakmampuan diharapkan Status
Observasi Observasi
menelan makanan. Nutrisi (L.03030)
1. Identifikasi 1. Untuk
meningkat dengan
status
mengetahui masalah
kriteria hasil : nutrisi
status nutrisi pasien
1. Porsi makan yang
2. Identifikasi alergi
dihabiskan meningkat 2. Untuk
dan intoleransi makanan
2. Kekuatan mengetahui adakah
otot
3. Identifikasi alergi pada
mengunyah meningkat 3.
makanan yang disukai pasien baik berupa
Kekuatan otot
alergi obat, makanan
menelan meningkat 4. Monitor
atau sebagainya
4. Sikap terhadap asupan makanan
makanan/minuman 3. Untuk
5. Monitor berat
sesuai dengan tujuan badan meningkatkan nafsu
kesehatan meningkat makan pasien
Terapeutik
5. Perasaan
cepat 1. Fasilitasi menentukan 4. Untuk menjaga
pedoman diet (mis. asupan makanan pasien
kenyang menurun
5. Untuk
mengontrol
6. Nyeri abdomen Piramida makanan) berat badan paasien agar
menurun tetap ideal
2. Sajikan makanan
7. Berat badan
membaik secara menarik dan suhu Terapeutik
Edukasi
1. Untuk melatih
mobilisasi dan
memberikan rasa
nyaman pada pasien
2. Untuk tetap
menjaga pola diet yang
telah diprogramkan
dan sesuai
aturan.
Kolaborasi
1. Untuk menjaga
asupan gizi sesuai
dengan anjuran ahli gizi
mengenai jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
4. Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan keperawatan ... x ... jam (l.14539) (l.14539)
tidak adekuatnya diharapkan Tingkat
Observasi Observasi
pertahanan utama Infeksi 1.Agar pasien
1. Monitor tanda dan
(penurunan kerja silia, (L.14137) meningkat mengetahui tanda dan
menetapnya sekret), gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil : gejala infeksi lokal dan
tidak adekuatnya
sistemik
imunitas (kerusakan 1. Nafsu makan sistemik
jaringan, peningkatan
meningkat 2.
pemajanan pada
lingkungan), proses Nyeri menurun
Terapeutik
penyakit kronis,
3. Bengkak menurun 4. Terapeutik
malnutrisi.
busuk 1.
Batasi jumlah
Cairan berbau 1. Untuk mencegah
pengunjung penularan penyakit ke
menurun
pengunjung yang lain.
5. Sputum berwarna 2. Cuci tangan
sebelum
hijau menurun dan sesudah kontak dengan 2. Untuk menjaga
6. Kultur sel darah pasien dan kebersihan diri
putih membaik lingkungan pasien 3. Untuk menjaga
7. Kultur darah agar pasien tetap aman
membaik 3. Pertahankan teknik
Edukasi
8. Kultur sputum aseptik pada pasien
1. Agar pasien
membaik berisiko tinggi
memahami tanda dan
9. Kultur area Edukasi gejala infeksi
luka membaik 2. Agar pasien tetap
1. Jelaskan tanda dan
10. Kadar sel darah menjaga kebersihan dan
gejala infeksi
putih
keseterilan tangan
membaik 2. Ajarkan cara
3. Agar pasien tidak
mencuci tangan dengan
batuk sembarangan
benar
4. Agar asupan
3. Ajarkan etika batuk nutrisi pasien tetap
4. Anjurkan terpenuhi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
DAFTAR PUSTAKA
Manurung, Nixson. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. Jakarta : Trans Info Media
Pemeriksaan fisik pada respiratori dengan link:
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2305/3/BAB%20II.pdf. Dakses pada 9
agustus 2020
Zulkifi, Maesarah. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK. Aceh. Tersedia pada
https://www.academia.edu/37689132/asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan
_PPOK diakses pada 5 Agustus 2020.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Nama Pembimbing/CT : Denpasar,26 Oktober 2023
Nama Mahasiswa