Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya
penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke
tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan
atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,
genetik dan perubahan cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan
adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis
dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin
lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor
tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema
paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?.
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan
Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan
"ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior,
Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5
(lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah
segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-
pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 - 0,3 mm.
Letak paru-paru.
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-
gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri,
Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran
melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri
bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah
pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah
yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh
saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan
kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan
udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar
dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah
mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis
dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-
tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar
bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran
napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut
III. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut;
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat
tubuh, yaitu :
1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi
dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,
seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis
kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1
tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi
(terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis,
yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka
keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation".
Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:
1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan
alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal
tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi
kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat
menjadi membesar.
2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali
kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk
membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X
ray.
4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk
ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan
nafas
Tipe Emfisema
Patofisiolog
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana
akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari
perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan
elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs)
dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja
nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan
dengan bronchitis kronis dan merokok
Asma
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan,
atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah
yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe
IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan
V. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat
oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
VIII. PENATALAKSANAAN
IX. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK
Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif
baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Pengkajian
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5. Barrel chest?
6. Apakah tampak sianosis?
7. Apakah ada batuk?
8. Apakah ada edema perifer?
9. Apakah vena leher tampak membesar?
10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11. Bagaimana status sensorium pasien?
12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :
1. Chest X-Ray :
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang
udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan
bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari
dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari
terapi, misal : bronchodilator.
3. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,
menurun pada emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
5. FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun
dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi
seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,
kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar
mukus (bronchitis)
8. Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan
eosinofil (asthma).
9. Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang
pada emfisema primer.
10. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau
allergi.
11. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial
disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
12. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator,
merencanakan/evaluasi program.
14. Palpasi:
1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?
2. Adakah fremitus taktil menurun?
15. Perkusi:
1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?
2. Diafragma bergerak hanya sedikit?
16. Auskultasi:
1. Adakah suara wheezing yang nyaring?
2. Adakah suara ronkhi?
3. Vokal fremitus nomal atau menurun?
Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
2. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta: Balai penerbit FKUI
3. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
4. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
5. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984,
page : 346-379.
7. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of
Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.
8. Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page :
1491-1493.
9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga,
Jakarta8.20003, hal :1347-1353.
10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal :
480-482.
11. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses
keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Bandung, Bandung.
12. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page:
157.
13. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page :
954,990-993.
14. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI
16. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 15.
17. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC