BRONKITIS
Disusun oleh:
Selly Latifah
KHGC18048
4-A S1 Keperawatan
2. Anatomi Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran didalam
rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di
depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari
faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak
tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus.
Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira
0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus
alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil
melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea
sampai ke alveoli berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli
memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah
merah di bawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun
oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan mengambil karbon dioksida dibawa
ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara
dalam paru-paru 4500-5000 ml (4,5-5 liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, kurang
lebih 500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang
dihembuskan pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari
pada pria. Pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian
istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga
penafasan terbalik. (Syaifuddin, 2006).
3. Etiologi
Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis kronik.
Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran
pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat
menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik hampir pasti terjadi
selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme
bagi yang rentan.
Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis, yaitu:
a. Rokok
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dengan penurunan VEP (Volume
Ekspirasi Paksa) dalam satu detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia inhibisi aktivitas sel rambut getar,
makrofag alveolar dan surfaktan.
b. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis kronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling
sering adalah Haemophilus influenzae dan Streptococus Pneumonia.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit bronkhitis,
tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.
d. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali
dengan penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang merupakan suatu protein.
Kerja protein ini adalah menetralkan enzim proteolitik yang merusak jaringan, sehingga
defisiensi alpha-1 anti tripsin menyebabkan kerusakan jaringan.
f. Usia Tua
Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan menurun, sehingga pria yang
sejak awal merokok tentu akan lebih rentan terhadap penyakit ini.
4. Patofisiologi
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di
saluran nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara
lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini
memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa,
dan menyebabkan pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel
permukaan bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan
infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis
kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika pasien mengidap bronkitis asmatik.
Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada epitel pernafasan diperantarai
melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh, transkripsi gen musin
MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro maupun
in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor faktor
pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,
terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala (Robin, 2007).
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa
bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel
radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan
dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di
daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan
mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis
kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi udara,
infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus. Perubahan patologi
yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke saluran napas kecil
(diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus,
kelenjar-kelenjar dengan eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T
limfosit (CD8+), makrofag dan neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan
metaplasia sel goblet dan sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitelepitel
kelenjar, peningkatan banyak otot polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas,
serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Semua perubahan patologi itu bertanggung
jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis yaitu batuk kronik dan produksi sputum
berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi bronkitis kronis dengan kemungkinan
berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan emfisema.
- Pathway
5. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan oleh penderita bronchitis kronik antara lain:
- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi
iritan, udara dingin atau infeksi
- Produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
- Dyspnea
- Riwayat merokok, riwayat paparan polutan
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan:
- Inspeksi
Pursed lips breathing.
Barrel chest
Penggunaan otot bantu pernafasan
Hipertrofi otot bantu pernafasan
JVP meningkat
Edema tungkai bawah
Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,
sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di
sentral dan perifer.
- Palpasi
Fremitus melemah
- Perkusi
Hipersonor
- Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah
Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa
Eskpirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
2. Analisa Data
Dispneu
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan (SDKI) Tujuan dan KH (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pastikan kebutuhan oral /
Efektif keperawatan selama 3x 24 jam tracheal suctioning
diharapkan kondisi klien 2. Auskultasi suara nafas
Definisi : Ketidakmampuan memenuhi kriteria hasil : sebelum dan sesudah
untuk membersihkan sekresi atau 1. Mendemonstrasikan batuk suctioning.
obstruksi dari saluran pernafasan efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan pada klien dan
untuk mempertahankan bersih, tidak ada sianosis dan keluarga tentang suctioning
kebersihan jalan nafas. dyspneu (mampu 4. Minta klien nafas dalam
mengeluarkan sputum, mampu sebelum suction dilakukan.
Batasan Karakteristik : bernafas dengan mudah, tidak 5. Berikan O2 dengan
1. Dispneu, Penurunan suara ada pursed lips) menggunakan nasal untuk
nafas 2. Menunjukkan jalan nafas yang memfasilitasi suksion
2. Orthopneu paten (klien tidak merasa nasotrakeal
3. Cyanosis tercekik, irama nafas, frekuensi 6. Gunakan alat yang steril
4. Kelainan suara nafas (rales, pernafasan dalam rentang sitiap melakukan tindakan
wheezing) normal, tidak ada suara nafas 7. Anjurkan pasien untuk
5. Kesulitan berbicara abnormal) istirahat dan napas dalam
6. Batuk, tidak efekotif atau tidak 3. Mampu mengidentifikasikan setelah kateter dikeluarkan
ada dan mencegah factor yang dari nasotrakeal
7. Mata melebar dapat menghambat jalan nafas 8. Monitor status oksigen
8. Produksi sputum pasien
9. Gelisah 9. Ajarkan keluarga bagaimana
10. Perubahan frekuensi dan cara melakukan suksion
irama nafas 10. Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
Faktor-faktor yang berhubungan: pasien menunjukkan
1. Lingkungan : merokok, bradikardi, peningkatan
menghirup asap rokok, saturasi O2, dll.
perokok pasif-POK, infeksi 11. Buka jalan nafas, guanakan
2. Fisiologis : disfungsi teknik chin lift atau jaw
neuromuskular, hiperplasia thrust bila perlu
dinding bronkus, alergi jalan 12. Posisikan pasien untuk
nafas, asma. memaksimalkan ventilasi
3. Obstruksi jalan nafas : spasme 13. Identifikasi pasien perlunya
jalan nafas, sekresi tertahan, pemasangan alat jalan nafas
banyaknya mukus, adanya buatan. Pasang mayo bila
jalan nafas buatan, sekresi perlu
bronkus, adanya eksudat di 14. Lakukan fisioterapi dada
alveolus, adanya benda asing jika perlu
di jalan nafas. 15. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
2. Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1. Membuka jalan nafas,
keperawatan selama 3x 24 jam guanakan teknik chin lift
Definisi : Kelebihan atau diharapkan kondisi klien atau jaw thrust bila perlu
kekurangan dalam oksigenasi memenuhi kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk
dan atau pengeluaran 1. Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
karbondioksida di dalam peningkatan ventilasi dan 3. Identifikasi pasien perlunya
membran kapiler alveoli oksigenasi yang adekuat pemasangan alat jalan nafas
2. Memelihara kebersihan paru buatan
Batasan karakteristik : paru dan bebas dari tanda 4. PPasang mayo bila perlu
tanda distress pernafasan 5. Lakukan fisioterapi dada
1. Gangguan penglihatan 3. Mendemonstrasikan batuk jika perlu
2. Penurunan CO2 efektif dan suara nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan
3. Takikardi bersih, tidak ada sianosis batuk atau suction
4. Hiperkapnia dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat
5. Keletihan mengeluarkan sputum, adanya suara tambahan
6. somnolen mampu bernafas dengan 8. Lakukan suction pada mayo
7. Iritabilitas mudah, tidak ada pursed 9. Berikan bronkodilator bial
8. Hypoxia lips) perlu
9. kebingungan 4. Mengukur tanda-tanda vital 10. Berikan pelembab udara
10. Dyspnoe dalam rentang normal 11. Atur intake untuk cairan
11. nasal faring mengoptimalkan
12. AGD Normal keseimbangan.
13. sianosis 12. Monitor respirasi dan status
14. warna kulit abnormal (pucat, O2
kehitaman) 13. Monitor rata – rata,
15. Hipoksemia kedalaman, irama dan usaha
16. hiperkarbia respirasi
17. sakit kepala ketika bangun 14. Catat pergerakan dada,amati
18. frekuensi dan kedalaman kesimetrisan, penggunaan
nafas abnormal otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
Faktor faktor yang berhubungan : intercostal
15. Monitor suara nafas, seperti
1. ketidakseimbangan perfusi dengkur
ventilasi 16. Monitor pola nafas :
2. perubahan membran kapiler- bradipena, takipenia,
alveolar kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
3. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan
keperawatan selama 3x 24 jam teknik chin lift atau jaw
Definisi : Pertukaran udara diharapkan kondisi klien thrust bila perlu
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak memenuhi kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk
adekuat 1. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
efektif dan suara nafas yang 3. Identifikasi pasien perlunya
Batasan karakteristik : bersih, tidak ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
1. Penurunan tekanan dyspneu (mampu buatan
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu 4. Pasang mayo bila perlu
2. Penurunan pertukaran udara bernafas dengan mudah, tidak 5. Lakukan fisioterapi dada
per menit ada pursed lips) jika perlu
3. Menggunakan otot pernafasan 2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan
tambahan paten (klien tidak merasa batuk atau suction
4. Nasal flaring tercekik, irama nafas, frekuensi 7. Auskultasi suara nafas,
5. Dyspnea pernafasan dalam rentang catat adanya suara
6. Orthopnea normal, tidak ada suara nafas tambahan
7. Perubahan penyimpangan abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
dada 3. Tanda Tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator bila
8. Nafas pendek rentang normal (tekanan darah, perlu
9. Assumption of 3-point nadi, pernafasan) 10. Berikan pelembab udara
position Kassa basah NaCl Lembab
10. Pernafasan pursed-lip 11. Atur intake untuk cairan
11. Tahap ekspirasi berlangsung mengoptimalkan
sangat lama keseimbangan.
12. Peningkatan diameter 12. Monitor respirasi dan status
anterior-posterior O2
13. Pernafasan rata-rata/minimal Terapi Oksigen
a. Bayi : < 25 atau > 60
b. Usia 1-4 : < 20 atau > 30 1. Bersihkan mulut, hidung
c. Usia 5-14 : < 14 atau > 25 dan secret trakea
d. Usia > 14 : < 11 atau > 24 2. Pertahankan jalan nafas
14. Kedalaman pernafasan yang paten
15. Dewasa volume tidalnya 500 3. Atur peralatan oksigenasi
ml saat istirahat 4. Monitor aliran oksigen
16. Bayi volume tidalnya 6-8 5. Pertahankan posisi pasien
ml/Kg 6. Onservasi adanya tanda
17. Timing rasio tanda hipoventilasi
18. Penurunan kapasitas vital 7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Faktor yang berhubungan : 8. Vital sign Monitoring
1. Hiperventilasi Monitor TD, nadi, suhu, dan
2. Deformitas tulang RR
3. Kelainan bentuk dinding dada
4. Penurunan energi/kelelahan 9. Catat adanya fluktuasi
5. Perusakan / pelemahan tekanan darah
muskulo-skeletal 10. Monitor VS saat pasien
6. Obesitas berbaring, duduk, atau
7. Posisi tubuh berdiri
8. Kelelahan otot pernafasan 11. Auskultasi TD pada kedua
9. Hipoventilasi sindrom lengan dan bandingkan
10. Nyeri 12. Monitor TD, nadi, RR,
11. Kecemasan sebelum, selama, dan
12. Disfungsi Neuromuskuler setelah aktivitas
13. Kerusakan persepsi/kognitif 13. Monitor kualitas dari nadi
14. Perlukaan pada jaringan 14. Monitor frekuensi dan
syaraf tulang belakang irama pernapasan
15. Imaturitas Neurologis 15. Monitor suara paru
16. Monitor pola pernapasan
abnormal
17. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
18. Monitor sianosis perifer
19. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
20. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/431230052/Laporan-Pendahuluan-Asuhan-Keperawatan-
Bronkitis
http://yuflihul.blogspot.com/2013/12/nursing-pathway-bronkitis.html
BUKU SDKI, SLKI, SIKI