Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS AKUT

A. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-
paru). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak dan
beberapa perubahan pada saluran pernafsan. Penyakit ini biasanya bersifat
ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang
memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut,bronkitis bisa bersifatserius (Muttaqin, Arif. 2008)
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkhus yang biasanya mengenai
trakhea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan
laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan
napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada
morbili, pertusis, ditteri, dan tipus abdominalis. (Manurung, Santa dkk. 2008)
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis
with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi.

B. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara
barat, kejadian bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di
Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab
kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Kejadian setinggi itu
ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai
antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti
mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-
klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai
dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. Penyakit dan
gangguan saluran napas khususnya bronkitis kronik ini masih menjadi
masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kematian akibat penyakit
saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma
khususnya bronkitis kronik masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi
virus dan bakteri merupakan penyebab yang sering terjadi.(Manurung, Santa
dkk. 2008)

C. ANATOMI FISIOLOGI
1. saluran nafas atas
a. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi
secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan
mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan
silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
b. Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke
laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran
pada traktus respiratoriun dan digestif.
c. Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya
lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk.
2. Saluran pernafasan bagian bawah.
a. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina
memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang.
b. Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus
kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang
arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit,
merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus
lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus
dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek
yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan
benda asing menjauhi paru menuju laring.
c. Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas.
d. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel –
sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk
dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel
alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis
yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan penting.
3. Fisiologisistem pernafasanmencakup 2 proses, yaitu : Pernafasan luar yaitu
proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2)
secara keseluruhan. Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara
sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
4. Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3
proses yaitu Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke
alveoli paru. Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke
dalam kapiler paru. Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh. (Muttaqin, Arif. 2008)

D. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu
rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1
detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga
dapat menyebabkan bronkostriksi akut
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan
suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek(Somantri, Irman. 2009)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Produksi mukus kental.
2. Batuk produktif dengan mukus purulen.
3. Dispnea.
4. Demam
5. Suara serak
6. Ronki (bunyi nafas diskontineu yang halus atau kasar) terutama waktu
inspirasi.
7. Nyeri dada kadang timbul.
8. Batuk sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan
inhalan,udara dingin atau infeksi.
9. Sesak nafas dan dispnea.(Muttaqin, Arif. 2008)

F. PATOFISIOLOGI
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel
mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) -
Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan
menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian
berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara
ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika
tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru
sekunder (pertahanan utama)
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan
fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga
melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada
bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau
paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua
mekanisme dasar:
a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis.
Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding
bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya
kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap .
keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang
terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau
tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai
akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat
komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
a. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan
apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan
oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi
bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa
hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak
dapat (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan
sebagainnya)
b. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi,
apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian
berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk
berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya :
fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman
yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus
pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.( Muttaqin, Arif.
2008)
G. PATHWAY
PATHWAY BRONCHITIS
Infeksi viral Polutan Kedinginan Lelah
Malnutrisi

Hyperemi membran mukosa

Desquamasi mukosa

Udema pada dinding bronchus

Infiltrasi leukosit dari sub mukosa bronchus

Produksi eksudat mucopurelent

Gangguan limfe

Bakteri masuk ke bronchioli yang steril

Obstruksi jalan nafas

Udema dinding bronchioli

 

Rerensi sekrat Spasme musculus


 Bronchioli
Bersihan jalan 
nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas,

intoleransi aktivitas
H. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain :
1. Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
2. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
3. Efusi pleura atau empisema
4. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
5. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
6. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
7. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
8. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis
yang berat da luas
9. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea(Muttaqin, Arif. 2008)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
(Somantri, Irman. 2009)

J. PENATALAKSANAAN
1. Bronchitis Akut
Pada pemeriksaan menggunakan stetoskop (auskultasi), terdengar ronki,
wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-
ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan menggunakan stetoskop).
Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit
lain.Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis
(meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni:
a. Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum
2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg,
diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk
pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada
kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak,
para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada
anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang
disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya
dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika
penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan
b. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah
dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim
digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine,
ambroxol, dan lain-lain.
c. Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan
sejenisnya., digunakan jika penderita demam.
d. Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol,
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini
digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat
bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak
hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk
melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya
mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami
oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat
diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya
memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain.
e. Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh
kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.
2. Bronchitis Kronis
Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan
untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:
a. Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis
kronis.
b. Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
c. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia
dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan
bergizi.
3. Oksigenasi (terapi oksigen)
4. Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
5. Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi oleh infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M.
catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan
seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
(Somantri, Irman. 2009)
K. PENGKAJIAN
Keluhan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan
produktif dengansputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai
>40°C dan sesak nafas.
1. Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi
saluran nafas bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
Perawat harus memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
2. Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat
keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga
penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda
terjadinya toksemia klien dengan bronkitissering mengeluh malaise,
demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardiadan takipnea.
Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri
atasbatuk, ekspektorasi dan rasa sakit dibawah sternum. Penting
ditanyakan oleh perawat tentang obat-obatan yang telah atau biasa
diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali
apakah obat-obatan tersebut masih relevan untukdipakai
3. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pada pengkajian klien dengan bronkitis didapatkan klien sering
mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana
adanya keluhan batuk, sesak nafas, dan demam merupakan stresor untuk
terjadinya cemas. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang
pengobatan yang diberikan. Pengobatan nonfarmakologi seperti olahraga
secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen dan iritan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
b. Hasil pemeriksaan TTV pada klien biasanya didapatkan adanya
peningkatan suhulebih dari 40°C, frekuensi nafas meningkat, nadi
meningkat. Biasanya tidak ada peninmgkatan tekanan darah.
c. Pernafasan
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi bernafas
ditemukan penggunaan otot bantu pernafasan. Pada bronkitis kronis
sering didapatkan bentuk dada barrel/tong. Gerakan masih simetris,
didapatkan batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning
kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah. Taktil
fremitus biasanya normal, didapatkan bunyi resonan pada lapang paru.
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang
buruk,maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya
baik ditambah dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan
terdengar suara nafas bronkial dan ronki basah.
d. Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami pergeseran.
e. Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit serius.
f. Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang
merupakan salah satu tanda awal syok.
g. Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
h. Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan
klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.dengan
adanya konsolidasi disekitar abses maka akan terdengar suara
nafasbronkial dan ronki basah.
i. Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami pergeseran.
j. Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit serius.
k. Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang
merupakan salah satu tanda awal syok.
l. Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
m. Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan
klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.
5. Diagnose keperawatan yang dapat ditemui pada klien bronkitis adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum dan broncospasme.
b. Gangguan pertukaran gas dengan perubahan supple oksigen
c. Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea dan anoreksia.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei
oksigen.( Manurung, 2008 )
6. INTERVENSI
a. Diagnose 1
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum dan bronkospasme
Tujuan: bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam
Kriteria Hasil :
1) Sputum tidak ada
2) Bunyi napas vesikuler
3) Batuk berkurang atau hilang
4) Sesak napas berkurang atau hilang
5) Tanda-tanda vital normal
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas kecepatan irama,
kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: memantau adanya perubahan pola napas
b. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi kepala
lebih tinggi ( semi fowler ).
Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan
dalam tubuh
c. Ajar dan anjurkan klien latihan nafas dalam dan batuk efektIF
Rasional : mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri
d. Pertahankan hidrasi adekuat, adupan cairan 40-50cc/ kg bb/ 24
jam
Rasional : mencegah adanya dehidrasi
e. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontrak indikasi.
Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret
f. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan mukolitik
Rasional : untuk menurunkan spasme jalan napas dan produksi
mukosa.
b. Diagnosa2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen.Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan Selama … x 24 jam
Kriteria hasil:
1) Nilai analisa gas darah dalam batas normal.
2) Kesadaran komposmentis.
3) Klien tidak bingung
4) Sputum tidak ada
5) Sianosis tidak ada
6) Tanda fital dalam batas normal
Intervensi:
a. Pertahankan posisi tidur fowler
Rasional : posisi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan
dalam tubuh
b. Ajarkan klien pernapsan diagframatik dan pernapasan bibir.
Rasional : untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan
kerja napas
c. Kaji pernapasan, kecepatan dan kedalaman serta penggunaan
otot bantu pernapasan
d. Kaji secara rutin warna kulit dan membran mukos
Rasional:indikasi langsung keadekuatan volume
cairan,meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering
karena napas mulut dan oksigen tambahan.
e. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum, penghisapan lendir
jika diindikasikan
Rasional: untuk membantu melancarkan jalannya pernapasan
f. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat adanya
perubahan
Rasional: Dengan mengetahui tingkat kesadaran atau status
mental klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
g. Ukur tanda vital setiap 4-5 jam dan awasi irama
Rasional: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah
dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung.
h. Palpasi fremitus
Rasional: mengetahui adanya bunyi nafas akibat muku
i. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c. Diagnosa 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
produksi sputum
Tujuan : nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama … x 24 jam
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
2) Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
a. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan anoreksia
Rasional: menentukan penyebab masalah
b. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta
ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman
Rasional: menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari
lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
c. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
Radional: dapat meningkatkan nutrisi dalam tubuh meskipun
napsu makan berkurang
d. Timbang berat badan klien setiap minggu
Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi
diet
Rasional: berguna untuk kestabilan dan gizi yang masuk
untuk pasien
d. Diagnosa 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan
Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
Kriteria hasil:
1) Klien melakuakan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan
2) Klien dapat bergerak secara bebas
3) Kelelahan berkurang atau hilang
4) Tonus otot baik menunjukkan angka 5
Intervensi :
a. Kali aktifitas yang dilakukan klien
Rasional: mengetahui perkembangan aktivitas day living
a. Latih klien untuk melakukan pergerakan aktif dna pasif
Rasional: supaya otot-otot tidak mengalami kekakuan
b. Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan
secara teratur, seperti: berjalan perlahan atau latihan lainnya.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan O2
c. Diskusikan dengan klien untuk rencana pengembangan
latihan berdasarkan status fungsi dasar
Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status
pasien saat ini
d. Anjurkan klien untuk konsultasi denan ahli terapi
Rasional: menentukan program latihan spesifik sesuai
kemampuan klien
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Esther. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta :


EGC

Cotran,robbins.2008.dasar patologis penyakit.jakarta:Egc.

Rab, Tabran. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates

Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem


Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Tambayong,Jan.2000.Patofisiologi untuk keperawatan.Jakarta:EGC

Price,Sylvia Anderson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC
.

Anda mungkin juga menyukai