Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKHIALE

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Menurut Global initiatif for Asthma (2016), Asma adalah suatu masalah
kesehatan dunia yang dapat berpengaruh pada semua usia. Penyakit ini adalah
penyakit heterogen yang ditandai inflamasi kronik seluran napas, dengan gejala sesak
napas, mengi, dada terasa berat, batuk semakin memberat dan keterbatasan aliran
udara ekspirasi.
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat berulang namun reversible (Sylvia A.Price dalam buku
NANDA NIC-NOC 2015).
Menurut Manjoer, A (2009) asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan
napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala
pernapasan (mengi dan sesak).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa asma merupakan suatu keadaan dimana saluran
napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu
yang ditandai adanya inflamasi kronik seluran napas, sifatnya berulang namun
reversible.

2. Etiologi

Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui


dengan pasti, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respons saluran napas yang berlebihan, seperti adanya kalor, tumor, dolor dan
function laesa (Sudoyo Aru dkk dalam Buku Nanda NIC-NOC 2015).

1
Menurut Smeltzer & Bare (2002) rangsangan atau faktor pencetus yang
sering menimbulkan Asma adalah:

a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

b. Faktor intrinsic (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti


common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.

c. Asma gabungan. Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Klasifikasi

Pembagian derajat asma menurut GINA (Global initiatif for Asthma) :


a. Intermitten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu dan serngan singkat.
b. Persisten Ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari.
c. Persisten Sedang
Gejala terjadi setiap hari.
d. Persisten Berat
Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi.

3. Manifestasi Klinis

Menurut sumber National Asthma Educational and Prevention Program


(dalam Buku Nanda NIC-NOC 2015), tanda dan gejala asma bervariasi sesuai dengan
derajat bronkospasme, yaitu :

2
Gagal napas yang
Tanda dan Gejala Ringan Sedang Berat
mungkin terjadi

Gejala
Dispnea Sakit beraktivitas Saat berbicara Saat istirahat Saat istirahat

Bicara Dalam kalimat Dalam frasa Dalam kata-kata diam

Tanda
Posisi tubuh Mampu Lebih suka Tidak mampu Tidak mampu
berbaring duduk berbaring berbaring

Frekuensi
Sering kali >30
pernapasan meningkat meningkat >30 kali/menit
kali/menit
(kali/menit)

Penggunaan obat Gerakan


Biasanya tidak
bantu pernapasan Umumnya ada Biasanya ada torakoabdominal
ada
paradoksal
Suara napas Mengi sedang
Mengi keras saat
pada pertengahan Mengi keras Gerakan udara
inspirasi dan
sampai akhir selama ekspirasi sedikit tanpa mengi
ekspirasi
ekspirasi

Frek. Jantung
<100 100-120 >120 Bradikardi relatif
(kali/menit)

Pulsus
paradoksus (mm <10 10-25 Sering >25 Sering kali tidak ada
Hg)

Status mental Bingung atau


Mungkin agitasi Biasanya agitasi Biasanya agitasi
mengantuk

Pengkajian fungsional
PEF (% yang <50 / respons
diprediksi atau terhadap terapi
>80 50-80 <50
terbaik secara berlangsung <2
personal) jam

SaO2 (%, udara


>95 91-95 <91 <91
ruangan)

PaO2 (mm Hg,


Normal >60 <60 <60
udara rungan)

PaCO2 (mm Hg) <42 <42 ≥42 ≥42

Sumber : National Asthma Educational and Prevention Program (Keperawatan Kritis)

3
4. Komplikasi

Menurut Mansjoer, A (2009) beberapa komplikasi yang mungkin dapat timbul


adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan
mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

4
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir
(dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
g. Fraktur iga

5. Patofisiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002), Suatu serangan Asma merupakan akibat
obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi ini disebabkan oleh timbulnya tiga
reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan
membran yang melapisi bronki, dan pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap
didalam jaringan paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat
(SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa,
dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β-
adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-
adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik
dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator

5
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa
penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik
rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

6
Pathway

Ekstrinsik (Inhaled energi) Intrinsik (infeksi, psikososial, stress)

Bronkhial mukosa Penurunan stimuli reseptor terhadap


menjadi sensitif oleh Ig E iritan pada trakheobronkhial

Peningkatan sel mast Hiperaktif non spesifik stimuli


pada trakheobronkhial penggerak dari cell mast

Perangsang reflek reseptor


Stimulasi reflek reseptor Pelepasan histamin terjadi
tracheobronkhial
syarat parasimpatis pada stimulasi pada bronkial
mukosa bronkhial smooth sehingga terjadi
kontraksi bronkus Stimuli bronchial smooth dan
kontraksi otot bronkhiolus
Peningkatan permiabilitas
vaskuler akibat kebocoran
protein dan cairan dalam
jaringan

Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

Bronkospasme Udema Mukosa Hipersekresi mukosa

Bronkus menyempit Penumpukan sekret kental


Wheezing

Ventilasi terganggu Sekret tidak keluar


Ketidakefektifan
pola napas

Hipoksemia Bernapas Batuk tidak


Gangguan melalui mulut efektif
pertukaran gas
Gelisah Intoleransi Mukosa kering Ketidakefektifan
aktivitas bersihan jalan

Risiko infeksi
Gangguan Pola Tidur Ansietas

7
6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.
a. Penobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.

8
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin.
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas.

9
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan
serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat
mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status
perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta
bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam
Medik, dan Diagnosa medis.
Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu
pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan
tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asthma.
Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat

10
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya
karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh
faktor genetik oleh lingkungan.
Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang
berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak
harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa
menjalankan peranan seperti semula.
b) Pola fungsi kesehatan
1) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku
hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya
hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asthma
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat
makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien.
3) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup
warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam
melaksanakannya.
4) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar

11
akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
5) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah
raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi
faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase
Induced Asthma.
6) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani
kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya
dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah
tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri
klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor
dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada
kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan
serangan asthma yang berulang.
8) Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan
memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi
jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi
serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
9) Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,
bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.

12
10) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya
stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara
penanggulangan terhadap stresor.
11)Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap
Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan
metode penanggulangan stres yang konstruktif

c) Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo
kelang ataupun hilang kesadaran.

13
4) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah
stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
5) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi
dan fungsi olfaktori.
6) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan
dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau
perubahan suara.
7) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesaran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
8) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan wheezing.

14
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising
nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan
nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda
infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi
pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi.
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma.
d) Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
2) Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan
FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut
jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
c) Pemeriksaan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
d) Laboratorium.
1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik
.

15
2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel –
sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik.
3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 –
1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati
akibat hipoksia atau hiperkapnea.
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses
patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung
kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.

16
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
b) Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding
dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan.
c) Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut.
d) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk
tidak efektif dan imobilisasi.
3. Perencanaan
a) Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus bronkospasme.
Kriteria hasil
1) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan
peningkatan pertukaran gas.
2) dapat mendemontrasikan batuk efektif
3) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
4) tidak ada suara nafas tambahan
Rencana tindakan
1) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
2) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol
batuk.
3) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
4) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
5) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi
dan fibrasi dada.
6) Dorong dan atau berikan perawatan mulut
b) Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi
dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan

17
Kriteria hasil
1) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada
paru
2) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-
faktor tersebut
Rencana tindakan
1) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
2) Posisikan klien dada posisi semi fowler
3) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan
ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
4) Minimalkan distensi gaster
5) Kaji pernafasan selama tidur
6) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea.
c) Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
Kriteria hasil
1) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
2) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
3) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani
ansietas.
Rencana tindakan.
1) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
2) Kaji kebiasaan keterampilan koping.
3) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman
hati.
4) Implementasikan teknik relaksasi.
5) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
c) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi,

18
batuk tidak efektif dan imobilisasi.
Kriteria hasil
Tidak ada tanda – tanda infeksi
Rencana tindakan
1) Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
2) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif
lainnya.
3) Pertahankan kewaspadaan umum.
4) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
5) Berikan nutrisi yang adekuat
6) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
7) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan
prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku,
tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah
ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan prilaku yang telah ditentukan.

19
Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif dkk (2009). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.


Jakarta;Media Aeculapius
Muttaqin, Arif.(2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, A.H dan Hardhi Kusuma.(2015) .Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta;MediAction
Soemantri, Irman.(2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Selemba
Medika
FitzGerald, J Mark et.al.(2016). Global Strategy for Asthma Management and
Preventation.[Online]. Tersedia :
http://www.ginasthma.com [30 September 2016
pukul 19.37 WITA]
Pangestu, M Marliando Satria dkk.(2016). Hari Asma Sedunia: You Can Control
Your Asthma. ISMKI Wilayah 1. Wibowo,
Setiyo Ari dkk.(2010). Realisasi Sensor Piezoelektrik untuk Pengukuran Respiration
Rate Berbasis PC.Telkom University.

20

Anda mungkin juga menyukai