Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN CHRONIC OBSTRUKSI PULMO DISEASE (COPD)

Oleh:

Puji Affan Dwi Miriyanto

(NIM:14401.16.17031)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN KASUS CHRONIC OBSTRUKSI PULMO DISEASE (COPD)

A. Definisi
COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel
parsial. COPD merupakan gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau
gabungan keduanya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
COPD adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara ( Price, 2006).

B. Etiologi
1. Faktor lingkungan : merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko
tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota.
Sebagian pasien memiliki asma kronis yang tidak terdiagnosisdan tidak
diobati.
2. Faktor genetik : defisiensi anitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya COPD. Di Amerika Serikat, iritasi yang paling umum
yang menyebabkan COPD adalah asap rokok. Pipa, cerutu, dan jenis-jenis
asap rokok juga dapat menyebabkan COPD, terutama jika asap yang
dihirup (National Heart Lung and Blood, 2010).

C. Manifestasi Klinis
Gejala COPD dapat berkisar dari ringan sampai berat, tergantung pada
bagaimana lanjutan penyakit. PPOK, atau penyakit paru obstruktif kronik,
adalah penyakit paru-paru ditandai oleh penyumbatan atau penyempitan
saluran udara. Ini adalah proses ireversibel yang biasanya disebabkan oleh
iritasi saluran napas, seperti merokok, perokok pasif, polusi udara atau
pemaparan dalam pekerjaan.
1. Dispnea
Juga dikenal sebagai sesak napas, dyspnea adalah akibat kelaparan
udara yang menyebabkan sulit atau bekerja pernapasan. Hal ini terutama
disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam aliran darah dan secara
langsung berkaitan dengan gangguan di paru-paru seperti COPD.
2. Batuk kronis
Jenis batuk jangka panjang dan tampaknya tidak pergi. Batuk
adalah mekanisme pertahanan yang dikembangkan oleh tubuh dalam
upaya untuk membersihkan saluran napas dari lendir, menghirup zat
beracun, benda asing atau jenis lain dari iritasi. Batuk produktif
membersihkan lendir dari paru-paru, sedangkan batuk tidak produktif
tidak mudah menghasilkan lendir. Batuk adalah salah satu gejala paling
umum dari COPD.
3. Peningkatan produksi sputum
Dahak, atau lendir, adalah zat yang diproduksi dari paru-paru yang
biasanya dikeluarkan melalui batuk atau membersihkan tenggorokan.
Jumlah berlebihan dahak dapat dikaitkan dengan peradangan atau infeksi
saluran pernapasan dan mungkin menunjukkan PPOK. Warna dan
konsistensi sputum tubuh Anda memproduksi bisa berhubungan dengan
jenis COPD yang mungkin Anda miliki, dan biasanya dokter akan
meminta Anda untuk menggambarkannya. Tenaga kesehatan juga dapat
meminta sampel dahak dari Anda untuk membantu diagnosis.
4. Mengi
Sering digambarkan sebagai suara siulan terdengar selama inhalasi
atau pernafasan, mengi disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan
saluran udara. Sering kali, mengi dapat menjadi begitu umum bahwa
Anda dapat mendengarnya tanpa bantuan stetoskop.
5. Nyeri Dada
Sesak di dada dapat digambarkan sebagai perasaan tekanan di
dalam dinding dada yang membuat pernapasan otomatis sulit. Kadang-
kadang, sesak ini membuat pernafasan respirasi menyebabkan
menyakitkan harus singkat dan dangkal. Sesak dada dapat disebabkan
oleh infeksi paru-paru dan seringkali dihubungkan dengan COPD.
6. Kelelahan
Berbeda dengan kelelahan biasa, kelelahan adalah gejala yang
sering kurang dipahami dan sering kali dilaporkan di PPOK sebagai fokus
cenderung turun pada gejala dikenali lebih seperti dispnea dan batuk
kronis. Tapi, karena kelelahan hampir 3 kali lebih besar pada mereka yang
memiliki penyakit paru-paru dibandingkan pada orang sehat, itu adalah
penting untuk mengenali gejala.
7. Clubbing dari Fingers
Clubbing adalah tanda jangka panjang kekurangan oksigen dan
berhubungan dengan sejumlah macam penyakit, termasuk PPOK.
Awalnya, ia mewujudkan dirinya sebagai sponginess dari kuku bersama
dengan hilangnya sudut kuku, menyebabkan kuku melengkung ke bawah.
8. Hemoptisis
Gejala dari kedua paru-paru dan masalah jantung, hemoptysis
didefinisikan sebagai batuk sampai darah dari paru-paru yang berbusa dan
dicampur dengan lendir. Pada PPOK, penyebab paling umum adalah
infeksi pada paru-paru. Penting untuk dicatat bahwa jumlah darah yang
batuk tidak selalu mencerminkan keseriusan penyebabnya.
9. Sianosis
Sianosis digambarkan sebagai perubahan warna kebiruan pada
kulit dan merupakan tanda akhir dari kekurangan oksigen kronis dalam
darah. Tempat umum untuk sianosis muncul adalah bibir, lidah, nailbeds
dan telinga.
D. Anatomi fisiologi

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke
dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-
paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
1. Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
a. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) : Lobus Pulmo
dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu :
5 (lima) buah segmen pada lobus superior, 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
b. Paru-paru kiri, terdiri dari : Pulmo sinester lobus supe-rior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5
(lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima)
buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan
saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
2. Kapasitas paru-paru
Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Kapasitas total
Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk
seseorang.
b. Kapasitas vital
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat
menampung udara sebanyak ± 5 liter.
c. Waktu ekspirasi
Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2
1/2 liter).
d. Jumlah pernapasan
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18 x/menit,
Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari
suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan :
bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya
luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari
luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan
pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari
terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut.

E. Pathofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen
seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru
untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-
faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak
dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah
yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
1. Pathway

faktor resiko

Iritasi jalan nafas

Hipereksi lendir dan inflamasi


peradangan

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Batuk tidak efektif


Bronkiolus Penurunan nafsu makan
efektif
menyempit dan
tersumbat Penumpukan lendir
dan sekresi berlebih Penurunan BB drastis

Bersihan jalan Perubahan nutrisi


Nafas pendek nafas tidak efektif kurang dari kebutuhan
tubuh
Gangguan pola
nafas Obstruksi
(kerusakan) alveoli

Alveoli mengalami
Pola nafas tidak Rentan terhadap kolaps
efektif infeksi pernafasan

Penurunan ventilasi
Resiko tinggi infeksi paru
Kerusakan campuran gas

Ketidaksamaan ventilasi Kelemahan


perfusi hipoksemia

ADL dibantu
Gangguan pertukaran
gas

Intoleransi aktivitas

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi : terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan : untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu : dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance : yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik : karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh Influenza dan Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah Influenza dan Cacarhalis yang
memproduksi Laktamase. Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah.
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.

H. Masalah Keperwatan dan Diagnosa keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea.
4. Gangguan pola tidur berhubungan ketidaknyamanan karena batuk terus
menerus.

I. Askep secara Teori


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala :
a) Keletihan, kelelahan, malaise.
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
c) Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
d) Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan.
2) Tanda :
a) Keletihan.
b) Gelisah, insomnia.
c) Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b. Sirkulasi
1) Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah.
b) Peningkatan frekuensi jantung.
c) Distensi vena leher.
d) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
e) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan
peningkatan diameter AP dada).
f) Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis;
kuku tabuh dan sianosis perifer.
g) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas ego
1) Gejala :
a) Peningkatan factor resiko.
b) Perubahan pola hidup.
2) Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan/ cairan
1) Gejala :
a) Mual/ muntah.
b) Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema).
c) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan.
d) penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat badan meninjukkan edema (bronchitis).
2) Tanda :
a) Turgor kulit buruk.
b) Edema dependen.
c) Berkeringat.
d) Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema).
e) Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali
(bronchitis).
e. Higiene
1) Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
1) Gejala :
a) Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja;
cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada
tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
(terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum
(hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis
kronis).
c) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
d) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi
kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis. Rokok
sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gergaji).
e) Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
2) Tanda :
a) Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
c) Dada: gerakan diafragma minimal.
d) Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab kasar
(bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma).
e) Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis.
Konsolidasi, cairan, mukosa).
f) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata
sekaligus.
g) Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-
abu keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru
mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering
disebut “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
h) Tabuh pada jari-jari (emfisema).
g. Keamanan
1) Gejala :
a) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor
lingkungan.
b) Adanya/berulang infeksi.
c) Kemerahan/berkeringat (asma).
h. Seksualitas
1) Gejala : penurunan libido.
i. Interaksi sosial
1) Gejala :
a) Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung.
b) Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat.
c) Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
2) Tanda :
a) Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara
karena distress pernafasan.
b) Keterbatasan mobilitas fisik.
c) Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak
efektif, infeksi bronkopulmonal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea.
d. Gangguan pola tidur berhubungan ketidaknyamanan karena batuk
terus menerus.
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak
efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien.
Intervensi keperawatan:
1) Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
3) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur,
atau IPPB.
4) Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi
hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
5) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
6) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
7) Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
8) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru.
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas.
Intervensi keperawatan:
1) Deteksi bronkospasme saat auskultasi.
2) Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
3) Berikan obat-obatan bronkodilator dan kortikosteroid dengan
tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
4) Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami
perbaikan.
5) Pantau pemberian oksigen.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat
badan.
2) Auskultasi bunyi usus.
3) Berikan porsi makan kecil tapi sering.
4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat.
5) Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin.
6) Timbang BB.
7) Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna.
8) Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum.
9) Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
10) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan karena
batuk terus menerus.
Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Interversi keperawatan :
1) Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
2) Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan
anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
3) Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi
high fowler.
4) Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan
kebiasaan pasien.
5) Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia.,& Wilson, Lorraine. 2001. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2010) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo, vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2010 : Penyakit Paru Obstruktf Kronik :


Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.

PPNI (2018). Standart intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standart Diagnosa keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf

Anda mungkin juga menyukai