Oleh:
(NIM:14401.16.17031)
PROBOLINGGO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel
parsial. COPD merupakan gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau
gabungan keduanya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
COPD adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara ( Price, 2006).
B. Etiologi
1. Faktor lingkungan : merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko
tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota.
Sebagian pasien memiliki asma kronis yang tidak terdiagnosisdan tidak
diobati.
2. Faktor genetik : defisiensi anitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya COPD. Di Amerika Serikat, iritasi yang paling umum
yang menyebabkan COPD adalah asap rokok. Pipa, cerutu, dan jenis-jenis
asap rokok juga dapat menyebabkan COPD, terutama jika asap yang
dihirup (National Heart Lung and Blood, 2010).
C. Manifestasi Klinis
Gejala COPD dapat berkisar dari ringan sampai berat, tergantung pada
bagaimana lanjutan penyakit. PPOK, atau penyakit paru obstruktif kronik,
adalah penyakit paru-paru ditandai oleh penyumbatan atau penyempitan
saluran udara. Ini adalah proses ireversibel yang biasanya disebabkan oleh
iritasi saluran napas, seperti merokok, perokok pasif, polusi udara atau
pemaparan dalam pekerjaan.
1. Dispnea
Juga dikenal sebagai sesak napas, dyspnea adalah akibat kelaparan
udara yang menyebabkan sulit atau bekerja pernapasan. Hal ini terutama
disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam aliran darah dan secara
langsung berkaitan dengan gangguan di paru-paru seperti COPD.
2. Batuk kronis
Jenis batuk jangka panjang dan tampaknya tidak pergi. Batuk
adalah mekanisme pertahanan yang dikembangkan oleh tubuh dalam
upaya untuk membersihkan saluran napas dari lendir, menghirup zat
beracun, benda asing atau jenis lain dari iritasi. Batuk produktif
membersihkan lendir dari paru-paru, sedangkan batuk tidak produktif
tidak mudah menghasilkan lendir. Batuk adalah salah satu gejala paling
umum dari COPD.
3. Peningkatan produksi sputum
Dahak, atau lendir, adalah zat yang diproduksi dari paru-paru yang
biasanya dikeluarkan melalui batuk atau membersihkan tenggorokan.
Jumlah berlebihan dahak dapat dikaitkan dengan peradangan atau infeksi
saluran pernapasan dan mungkin menunjukkan PPOK. Warna dan
konsistensi sputum tubuh Anda memproduksi bisa berhubungan dengan
jenis COPD yang mungkin Anda miliki, dan biasanya dokter akan
meminta Anda untuk menggambarkannya. Tenaga kesehatan juga dapat
meminta sampel dahak dari Anda untuk membantu diagnosis.
4. Mengi
Sering digambarkan sebagai suara siulan terdengar selama inhalasi
atau pernafasan, mengi disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan
saluran udara. Sering kali, mengi dapat menjadi begitu umum bahwa
Anda dapat mendengarnya tanpa bantuan stetoskop.
5. Nyeri Dada
Sesak di dada dapat digambarkan sebagai perasaan tekanan di
dalam dinding dada yang membuat pernapasan otomatis sulit. Kadang-
kadang, sesak ini membuat pernafasan respirasi menyebabkan
menyakitkan harus singkat dan dangkal. Sesak dada dapat disebabkan
oleh infeksi paru-paru dan seringkali dihubungkan dengan COPD.
6. Kelelahan
Berbeda dengan kelelahan biasa, kelelahan adalah gejala yang
sering kurang dipahami dan sering kali dilaporkan di PPOK sebagai fokus
cenderung turun pada gejala dikenali lebih seperti dispnea dan batuk
kronis. Tapi, karena kelelahan hampir 3 kali lebih besar pada mereka yang
memiliki penyakit paru-paru dibandingkan pada orang sehat, itu adalah
penting untuk mengenali gejala.
7. Clubbing dari Fingers
Clubbing adalah tanda jangka panjang kekurangan oksigen dan
berhubungan dengan sejumlah macam penyakit, termasuk PPOK.
Awalnya, ia mewujudkan dirinya sebagai sponginess dari kuku bersama
dengan hilangnya sudut kuku, menyebabkan kuku melengkung ke bawah.
8. Hemoptisis
Gejala dari kedua paru-paru dan masalah jantung, hemoptysis
didefinisikan sebagai batuk sampai darah dari paru-paru yang berbusa dan
dicampur dengan lendir. Pada PPOK, penyebab paling umum adalah
infeksi pada paru-paru. Penting untuk dicatat bahwa jumlah darah yang
batuk tidak selalu mencerminkan keseriusan penyebabnya.
9. Sianosis
Sianosis digambarkan sebagai perubahan warna kebiruan pada
kulit dan merupakan tanda akhir dari kekurangan oksigen kronis dalam
darah. Tempat umum untuk sianosis muncul adalah bibir, lidah, nailbeds
dan telinga.
D. Anatomi fisiologi
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke
dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-
paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
1. Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
a. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) : Lobus Pulmo
dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu :
5 (lima) buah segmen pada lobus superior, 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
b. Paru-paru kiri, terdiri dari : Pulmo sinester lobus supe-rior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5
(lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima)
buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan
saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
2. Kapasitas paru-paru
Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Kapasitas total
Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk
seseorang.
b. Kapasitas vital
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat
menampung udara sebanyak ± 5 liter.
c. Waktu ekspirasi
Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2
1/2 liter).
d. Jumlah pernapasan
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18 x/menit,
Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari
suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan :
bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya
luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari
luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan
pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari
terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut.
E. Pathofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen
seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru
untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-
faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak
dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah
yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
1. Pathway
faktor resiko
Penurunan silia
PPOK
Alveoli mengalami
Pola nafas tidak Rentan terhadap kolaps
efektif infeksi pernafasan
Penurunan ventilasi
Resiko tinggi infeksi paru
Kerusakan campuran gas
ADL dibantu
Gangguan pertukaran
gas
Intoleransi aktivitas
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi : terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan : untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu : dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance : yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik : karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh Influenza dan Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah Influenza dan Cacarhalis yang
memproduksi Laktamase. Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah.
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.
Smeltzer, Suzanne C. (2010) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo, vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf